Download - Laporan Ppl
LAPORAN PPL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IAIN Walisongo Sebagai perguruan Tinggi yang memberikan pendidikan dan pengajaran
agama Islam dan sekaligus menjadi pusat untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama
Islam,merupakan salah satu sarana untuk mencapai cita- cita umat Islam yaitu untuk membentuk
sarjana- sarjana Islam yang berakhlakul karimah, beriman dan cakap serta mempunyai kesadaran
tanggung jawab atas kesejahteraan umat dan masa depan Negara Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pada dasarnya pendidikan tidak hanya mempelajari sesuatu secara teori saja melainkan
juga mempelajari secara praktis (melalui praktikum). Praktikum adalah kegiatan intrakurikuler
yang dilaksanakan oleh mahasiswa yang dilaksanakan dalam bentuk latihan keterampilan
penambahan wawasan dalam rangka penguasaan kompetensi sesuai dengan program studi yang
terkait. Praktikum merupakan salah satu bagian kurikulum yang wajib diikuti oleh semua
mahasiswa. Praktikum tidak hanya berorientasi pada praktek semata namun lebih pada
pendalaman keilmuan dengan cara terjun secara langsung ke lapangan praktikum yang memiliki
kaitan dengan program studi masing-masing mahasiswa.
Dalam kurikulum Fakultas Syari’ah setidaknya ada tiga macam praktikum yang salah
satu di antaranya adalah Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). Praktek Pengalaman Lapangan
( PPL ) adalah kegiatan belajar mahasiswa yang dilakukan dilapangan untuk mengintegrasikan
pengetahuan teoritis yang diperoleh difakultas syari’ah dengan pengalaman praktek dilapangan
sesuai dengan kopetensi fakultas syariah.
Adapun tujuan diadakannya PPL adalah :1. Secara Umum
Dalam rangka menunjang tercapainya tujuan pendidikan di IAIN Walisongo
Semarang, serta meningkat kompetensi dan profesionalisme dalam bidang hukum.
2. Secara Khusus
a. Memberikan pengetahuan mengenai tugas dan wewenang KUA, administrasi perkawinan,
pelaksanaan perkawinan, dan beberapa aspek lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
perkawinan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui proses pembuatan akta ikrar wakaf dan proses sertifikasi tanah wakaf.
c. Memberikan pengalaman praktis mengenai pelaksanaan administrasi kepaniteraan atau
peradilan di Pengadilan Agama Semarang dan Pengadilan Negeri Semarang
d. Mengenal kerja praktek hakim PA. Semarang dan PN. Semarang dalam menangani,
memutuskan dan menyelesaikan perkara- perkara yang telah menjadi wewenangnya.
e. Memberikan pengalaman praktek menuntut dan mempertahankan hak, sehingga diharapkan
mampu/ dapat menjadi pengacara. Sebagai sarana pembanding, yang dikenal sebagai praktek
hukum dan peradilan di Pengadilan Negeri.
f. Untuk memberikan pengalaman praktek penuntutan dan pembelaan dalam perkara pidana dan
untuk mengetahui tata cara untuk mempertahankan hak dan tata cara berperkara dalam perkara-
perdata.
BAB II
LANDASAN TOERI
A. TUGAS DAN WEWENANG KUA
Kantor Urusan Agama ( KUA ) merupakan bagian dari departemen Agama yang
berkaitan dengan urusan agama Islam. Sedangkan fungsi dari kepala KUA sendiri tercantum
dalam UU No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah. Sedangkan tugas utamanya mengenai
nikah, talak, cerai dan rujuk (NTCR ). Setelah ada UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama PPN atau KUA hanya menangani masalah nikah dan rujuk, sedangkan masalah talak dan
cerai menjadi tugas dan wewenang pengadilan agama.
Tugas dari kepala KUA berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1989 adalah:
1. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi
2. Mengawasi, mencatat nikah dan rujuk
3. Pelaksana tugas membina ibadah, melayani pelaksanaan ibadah sosial, dan pembinaan
kehidupan beragama Islam di wilayahnya
Tugas dan wewenang KUA menurut UU No. 7/1989 adalah sebagai:
1. Kantor Pencatatan Nikah bagi warga atau yang beragama Islam dengan mengeluarkan dan
menandatangani surat-surat yang berhubungan dengan perkawinan.
2. Sebagai tempat pembinaan dan membina masjid dengan adanya BKM (Badan Kesejahteraan
Masjid).
3. Sebagai Pejabat Pencatatan akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Adapun landasan hukum yang digunakan KUA dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya baik yang berkaitan dengan NTCR maupun wakaf adalah sebagai berikut :
1. UU No 12 Tahun 1948 tentang Pencatatan NTCR
2. Penetapan Menag No. 14 Tahun 1955 tentang Penunjukan dan Pemberitahuan Serta Tugas
Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk.
3. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4. Peraturan Menag No. 2 Tahun 1989 tentang Kewajiban PPN
5. Peraturan Menag No. 1 Tahun 1989 tentang Wakaf
6. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
7. Kitab fiqh yang tercantum dalam KHI sebagai rujukan.
Di bawah ini dijelaskan secara rinci tentang tugas dan wewenang KUA dalam
penanganan wakaf.
Tugas dan Wewenang KUA dalam Penanganan Wakaf dan NTCR
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam agar tidak
disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, setelah Akta Ikrar Wakaf dilakukan maka Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan guna
menjaga keutuhan dan kelestariannya. Disini Kepala KUA sebagai berikut :
a. Meneliti kehendak wakaf, tanah yang hendak diwakafkan, surat-surat bukti kepemilikan, syarat-
syarat wakaf, serta ada tidaknya halangan hukum untuk melepaskan hak atas tanah.
b. Meneliti dan mengesahkan susunan Nadzir, begitu pula anggota Nadzir yang baru apabila ada
perubahan.
c. Meneliti saksi Ikrar Wakaf
d. Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf dan ikut menandatangani formulir Ikrar dalam bentuk
W1 bersama-sama dengan saksi.
e. Membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap 3 (tiga) menurut bentuk W2 dan salinannya rangkap 4
(empat) menurut bentuk W2.a setelah pelaksanaan ikrar wakaf.
f. Menyimpan lembar pertama akta Ikrar Wakaf, melampirkan lembar kedua pada surat
permohonan pendaftaran yang dikirimkan kepada Bupati/Walikotamadya. C9 kepada Sub
Direktorat Agraria untuk di daftarkan selambatnya tiga bulan dan lembar ketiga diterima kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf.
g. Menyampaikan salinan Akta Ikrar Wakaf lembar pertama kepada wakaf selambatnya satu bulan
sejak di buatnya akta ikrar wakaf, lembar kedua kepada nadzir dan mengirimkan lembar ketiga
kepada Kandepag, lembar keempat kepada Kepala Desa yang mewilayahi tanah wakaf
h. Menyelenggarakan daftar Akta Ikrar menurut bentuk W4.
i. Menyimpan dan memelihara akta daftarnya dengan baik
Dalam perwakafan juga dikenal adanya blanko:
1. Blanko W1 merupakan surat ikrar wakaf
2. Blanko W2 merupakan surat akta ikrar wakaf
3. BlankoW2A merupakan surat salinan akta ikrar wakaf
4. Blanko WK merupakan surat keterangan Kades tentang perwakafan tanah milik
5. Blanko WD merupakan surat pendaftaran tanah wakaf yang terjadi sebelum adanya PP No
18/1977
6. Blanko W3 merupakan surat akta pengganti ikrar wakaf
7. Blanko W3A merupakan surat salinan akta pengganti ikrar wakaf
8. Blanko W4 merupakan surat salinan akta pengganti akta ikrar wakaf
9. Blanko W4A merupakan surat daftar akta pengganti akta ikrar wakaf
10. Blanko W5 merupakan surat pengesahan nazdir
11. Blanko W5A merupakan surat pengesahan nazdir badan hukum
12. Blanko W6 merupakan buku catatan keadaan tanah wakaf
13. Blanko W6A merupakan buku catatan laporan pengolahan dan biaya pengolahan tanah
Dalam hal tanah milik yang diwakafkan belum ada sertifikatnya harus dilampiri :
a. Surat permohonan penegasan hak atas tanah
b. Surat-surat buku pemilikan tanahnya serta surat-surat keterangan lainnya diperlukan sehubungan
dengan penegasan haknya.
c. Akta Ikrar Wakaf (asli lembar kedua)
d. Surat penegasan nadzir
B. TUGAS DAN WEWENANG PENGADILAN NEGERI
Tugas yuridis pengadilan menurut Dr. Artidjo Alkostar, SH., LL.M, (Varia Peradilan
Tahun XXIV No.281 April 2009, hal. 37) antara lain adalah The Golden Rule, yaitu memegang
gagasan umum bahwa aturan hukum dibangun sebagai upaya rasional untuk mencapai kebajikan
sosial .
Peradilan merupakan pilar kekuasaan kehakiman dimana pada pasal 24 Undang Undang
Dasar 1945 disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri berdasarkan pasal 50 UU No.8 Tahun 2004
adalah menerima, memeriksa, mengadili serta memutus suatu perkara pidana dan perdata yang
diajukan pada tingkat pertama.
Selain itu, menurut pasal 52 ayat (1)UU No.8 Tahun 2004, Pengadilan dapat
memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada Instansi Pemerintah
di daerahnya, apabila diminta.
Dikutip dari Artikel yang ditulis Dr. Artidjo Alkostar, SH., LL.M, (Varia Peradilan
Tahun XXIV No.281 April 2009, hal. 37) menurut prinsip dasar independensi PBB, setiap
negara harus menjamin adanya imparsialitas para hakim dalam memutus perkara, untuk itu para
hakim dalam memutus perkara, dalam menjalankan tugasnya harus tanpa pembatasan, pengaruh
yang tidak pantas, bujukan, tekanan, ancaman atau interfensi langsung maupun tidak langsung.
C. TUGAS DAN WEWENANG PENGADALAN AGAMA
Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia secara
yuridis formal lahir berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan
UU No. 3 Tahun 2006 dan terakhir dirubah dengan UU No.: 50 Tahun 2009.
Lembaga Peradilan Agama sesungguhnya telah ada sejak zaman penjajahan Belanda,
bahkan jauh sebelum itu mengiringi perjalanan dakwah Islam di Nusantara, eksistensi lembaga
peradilan baik teori maupun praktek kehidupan umat Islam, merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan.
Tugas pokok Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman ialah
menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya (ps. 2 ayat (1) UUNo. 14/1970 jo ps.11 UU No. 48/2009, termasuk di dalamnya
menyelesaikan perkara voluntair (penjelasan ps. 2 (1) tersebut)
Berdasarkan amanat yang dikandung dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi salah
satu rujukan dalam beracara, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang menyelesaikan
masalah-masalah antara lain:
1. Anak dalam Kandungan
a. Sah/tidaknya kehamilan
b. Status anak dalam kandungan
c. Bagian warisan anak dalam kandungan
d. Kewajiban orang tua terhadap anak dalam kandungan.
2. Kelahiran
a. Penentuan/sah tidaknya anak
b. Penentuan asal/usul anak
c. Penentuan status anak/pengakuan anak
3. Pemeliharaan Anak
a. Perwalian terhadap anak,
b. Pencabutan kekuasaan orang tua,
c. Penunjukkan/ penggantian wali,
d. Pemecatan wali,
e. Kewajiban orang tua/wali terhadap anak,
f. Pengangkatan anak,
g. Sengketa hak pemeliharaan anak ,
h. Kewajiban orang tua angkat terhadap anak angkat
i. Pembatalan Pengangkatan anak
j. Penetapan bahwa ibu turut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
4. Perkawinan (Akad Nikah)
a. Sengketa pertunangan dan akibat hukumnya
b. Dispensasi kawin di bawah umur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita
c. Izin kawin dari orang tua bagi yang belum berumur 21 tahun
d. Wali Adhol (Permenag No. 2/1987)
e. Penolakan kawin oleh PPN
f. Pencegahan kawin
g. Izin beristri lebih dari seorang
h. Penetapan sahnya perkawinan
i. Pembatalan perkawinan
j. Penolakan izin perkawinan campuran oleh PPN
k. Penetapan sah/tidaknya rujuk
5. Hak dan Kewajiban Suami Isteri
a. Mahar
b. Penghidupan isteri (nafkah, kiswah, maskah, dsb)
c. Gugatan atas kelalaian suami terhadap isteri
d. Penetapan nusyuz
e. Perselisihan suami isteri
f. Gugatan atas kelalaian isteri
g. Mut’ah
h. Nafkah iddah
i. Sengketa tempat kediaman bersama suami isteri
6. Harta Benda dalam Perkawinan
a. Penentuan status harta benda dalam perkawinan
b. Perjanjian harta benda dalam perkawinan
c. Pembagian harta benda dalam perkawinan
d. Sengketa pemeliharaan harta benda dalam perkawinan
e. Sita marital atas harta perkawinan
f. Sengketa hibah
g. Sengketa wakaf
h. Wasiat
i. Shodaqoh
j. Wasiat wajibah
k. Harta bawaan suami isteri
7. Putusnya Perkawinan
a. Penentuan putusnya perkawinan karena kematian
b. Percereran atas kehendak suami (cerai talak)
c. Percereran atas kehendak isteri (cerai gugat yang didalamnya meliputimasalah tentang li’an,
khusluk, fasakh, dsb)
d. Putusnya perkawinan karena sebab-sebab lain
8. Pemeliharaan Orang Tua
a. Kewajiban anak terhadap orang tua (Pasal 46 UUP)
b. Kewajiban anak angkat terhadap orang tua angkat
9. Kematian
a. Penetapan kematian secara yuridis,misalnay karena mafqud (Pasal 96 ayat (2) KHI
b. Penetapan sah/tidaknya wasiat
10. Kewarisan
a. Penentuan ahli waris
b. Penentuan mengenai harta peninggalan
c. Penentuan bagian masing-masing ahli waris
d. Pembagian harta peninggalan
e. Penentuan kewajiban ahli waris terhadap pewaris
f. Pengangkatan wali bagi ahli waris yang tidak cakap bertindak
g. Baitul Mal
Tugas-tugas lain yang diberikan kepada Pengadilan Agama ialah:
1. Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara
orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam (Pasal 107 ayat (2)
UU No. 7/1989).
2. Legalisasi Akta Keahliwarisan di bawah tangan, untuk pengambilan deposito/ tabungan,
pensiunan dan sebagainya.
3. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam kepada instansi
pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (Pasal 52 ayat (1) UU No. 7/1989).
4. Memberikan pelayanan kebutuhan rohaniwan Islam untukpelaksanaan penyumpahan
pegawai/pejabat yang beragama Islam (Permenag No.1/1989)
5. Melaksanakan hisab dan rukyat hilal.
6. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan seperti penyuluhan hukum, pelayananriset/ penelitian,
pengawasan terhadap penasihat hukum dan sebagainya.
D. HUKUM ACARA PA, HUKUM ACARA PERDATA DAN HUKUM ACARA PIDANA.
1. Hukum Acara PA dan Hukum Acara Perdata
Asas – asas beracara dalam persidangan :
a. Persidangan dilaksanakan oleh majlis hakim yang terdiri 3 orang dan di dampingi oleh panitera
pengganti ( pasal 17 UU No. 4 tahun 2004 ).
b. Persidangan bersifat terbuka untuk umum kecuali UU menentukan lain.
c. Hakim bersifat pasif.
d. Dalam perkara perdata mutlak harus ada perselisihan atau sengketa.
e. Tidak wajib menggunakan kuasa hukum.
f. Dalam perkara perdata wajib didamaikan dahulu ( pasal 130 HIR, Peraturan MA No. 1 tahun
2008 ).
g. Mendengar langsung kedua belah pihak yang berperkara.
h. Putusan harus disertai dengan pertimbangan – pertimbangan hukum yang lengkap.
i. Ada batas waktu penyelesian perkara ( surat edaran MA No. 6 tahun 1992 ) .
j. Beracara perdata dikenai biaya ( pasal 121 ayat 4 HIR ).
k. Sidang bersifat cepat, sederhana dan biaya ringan.
Asas kebebasan kekuasaan kehakiman
Dalam hal ini bebas untuk menegakkan hukum dan keadilan yaitu :
Bebas dari campur tangan kekuasaan lain.
Bebas dari paksaan.
Bebas dari direktiva atau petunjuk
Bebas dalam menjalankan wewenang yudisial
Bebas dari menafsirkan hukum
Bebas dalam menemukan hukum
Adapun asas yang khusus untuk hakum acara PA yaitu asas personalitas keislaman, yaitu
bahwa yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan lingkungan peradilan agama
hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Hal ini diatur dalam UU No. 3 th 2006.
Tata Urutan Persidangan
Sidang dalam perkara perdata baik umum atau agama yaitu :
Sidang perdamaian
Pembacaan gugatan
Pembacaan jawaban
Replik
Duplik
Pembuktian
Kesimpulan
Pembacaan Putusan
Adapun jawaban tergugat itu meliputi : Eksepsi atau tangkisan dan jawaban rekonvensi
atau jawaban pokok perkara, dalam hal ini ada beberapa kemungkinan :
Bisa mengakui bulat- bulat
Ada yang menolak bulat- bulat
Mengakui ssebagian dan menolak sebagian
Mengenai Biaya Perkara
Dalam peradilan umum biaya di tangggung oleh para pihak yang kalah
Dalam pengadilan agama biaya ditanggung oleh penggugat dan pemohon
2. Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana adalah aturan- aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus
dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pihak- pihak atau orang lain yang terlibat di dalamya
apabila ada persangkaan. Sumber utama hukum acara pidana adalah Kitab Undang- Undang
Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Sedangkan sumber hukum acara pidan yang lain adalah :
UU No. 48 tahun 2009 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
UU No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama
UU No. 28 tahun 1997, d amandemen UU No. 2 tahun 2002 yaitu Undang- undang Pokok
Kepolisian
UU No. 5 th 1991, diamandemen ke dalam UU No. 16 tahun 2007 yaitu Undang- undang Pokok
Kejaksaan
UU No.16 th 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi
PP. No. 27 th 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana.
Tugas pokok hukum acara pidana yaitu :
Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil
Memberikan suatu putusan hakim
Melaksanakan putusan hakim
Pada dasarnya asas- asas dalam hukum acara pidana dapat dibagi menjadi 2. Pertama,
asas- asas yang berkaitan dengan peradilan, dan Kedua asas- asas yang berhubungan dengan
perlindungan terhadap kelurahan harkat dan martabat manusia ( Hak- hak Asasi Manusia) asas-
asas tersebut sebagian telah dimuat dalam Undang- undang tentang ketentuan- ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman No. 14 th 1970 yaitu :
1. Azas “ Isonomia “ atau “ Equality before the law “ ( perlakuan yang sama atas setiap orang di
muka hukum )
2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan berdasarkan perintah tertulis
oleh pejabat yang di beri wewenang oleh undang- undang
3. Menganut asas praduga tak bersalah/ “ presumption of innocence ’’
4. Kepada orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang- undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib
diberi ganti rugi dan rehabilitasi.
5. Peradilan dilakukan dengan cepat sederhana dan biaya ringan serta bebas dan jujur dan tidak
memihak ( contante justitie )
6. Orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum.
7. Seorang tersangka sejak dilakukan penangkapan atau penahanan selain wajib diberi tahu
dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya
8. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan dengan hadirnya terdakwa ( asas kelangsungan
pemeriksaan pengadilan )
9. Pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
10. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Proses pelaksanaan acara pidana, dimana menyangkut 3 jenis
Acara pemeriksaan biasa
Acara pemeriksaan singkat
Acara pemeriksaan cepat
BAB III
PELAKSANAAN PPL
A. COACHING ( PEMBEKALAN )
Pembekalan merupakan merupakan langkah awal sebelum pelaksanaan PPL pembekalan
bertujuan untuk memberi gambaran secara utuh, praktis dan global tentang perjalanan PPL sejak
permulaan sampai akhir pelaksanaan serta hal–hal penting lainya yang harus diselesaikan oleh
peserta PPL. Pembekalan tersebut berlangsung pada tanggal 19 – 20 januari 2011 di Ruang
Sidang Fakultas Syari’ah Kampus III IAIN Walisongo Semarang. Pembekalan ini merupakan
satu tahapan yang diselenggarakan dalam rangka unutuk memberikan review materi serta teori-
teori yang berkaitan dengan bahan pokok dari proses PPL. Secara umum yang telah diterima
peserta PPL, selama masa perkuliahan. Adapun tahapan pemberian materi dalam pembekalan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pembukaan yang disampaikan oleh Dekan fakultas syari’ah Bpk DR.Imam Yahya. M,Ag.
2. Tata tertib PPL yang disampaikan oleh Bpk H. Abdul Ghofur, M.Ag
3. Hukum Acara Pidana, oleh Ibu Brilliyan Ernawati. SH. MH.
4. Hukum Acara Perdata, oleh Bpk Moh. Arifin. S. Ag. M. Hum.
5. Prosedur beracara di pengadilan agama yang disampaikan oleh
6. Proses Pencatatan Pernikahan dan Simulasi pernikahan Bpk Agus Latif
7. Proses Sertifikasi Tanah Wakaf dan simulasi proses sertifikasi tanah wakaf oleh Bpk M. Turodzi
Pembekalan ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan berkaitan dengan teknis
pelaksanaan selama PPL di luar kampus Fakultas Syari’ah yaitu di Pengadilan Agama Kelas I A
Semarang dan Pengadilan Negeri Semarang.
Dengan demikian tahapan pertama ini, merupakan tahapan yang signifikan dan
menentukan proses pelaksanaan PPL, secara keseluruhan yakni tahapan observasi dan
konfirmasi data, serta realita dalam tataran praktis oleh instansi yang berkaitan langsung dalam
hal ini Kantor Urusan Agama, Pengadilan Agama serta Pengadilan Negeri.
B. PELAKSANAAN PPL OLEH KANTOR URUSAN AGAMA KEC. NGALIYAN DAN
KANTOR URUSAN AGAMA KEC. TUGU
Pelaksanaan PPL KUA Kecamatan Ngaliyan Semarang berlangsung pada tanggal 20
Januari 2011 yang berlangsung di Ruang Kampus III Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo
Semarang dengan menggunakan metode ceramah dan simulasi dengan materi prosesi pencatatan
pernikahan dan proses sertifikasi tanah wakaf di KUA yang dipaparkan oleh Drs. Isnadiun.
Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara kedua belah pihak yakni laki-laki dan
perempuan, Syarat- syarat nikah adalah adanya:
- Calon suami
- Calon istri
- Wali
- Dua orang saksi
- Mas kawin
- Ijab qabul
Dalam hal ini KUA memperlihatkan berkas untuk pengajuan pencatatan pernikahan
antara lain:
1. Model N-1 Surat keterangan untuk nikah
2. Model N-2 Surat keterangan asal-usul
3. Model N-3 Surat keterangan mempelai
4. Model N-4 Surat keterangan orang tua
5. Model N-5 Surat izin orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 baik laki-laki
maupun perempuan
6. Model N-6 Surat kematian suami/ istri untuk pernikahan janda/duda.
7. Model N-7 Surat pemberitahuan kehendak nikah
8. Model N-8 Surat pemberitahuan adanya halangan / kekurangan persyaratan
9. Model N-9 Surat penolakan pernikahan
10. Model N Akta Nikah
Setelah syarat-syarat masuk lalu dimasukkan ke blanko dan dibawa pada waktu akad
nikah urutan prosesi pernikahan secara administratif adalah:
- Pemeriksaan data administrasi
- Tanya jawab antar calon mempelai laki-laki dan perempuan dan wali
- Ijab qabul
- Doa nikah
- Membaca sighat taklid
- Tanda tangan
- Pengesahan
Selain dalam pernikahan KUA juga menangani tugas sertifikasi tanah wakaf dimana
syarat-syarat umumnya adalah:
1. Blanko W1 merupakan ikrar wakaf
2. Blanko W2 merupakan surat akta ikrar wakaf
3. Blanko W2a Merupakan surat salinan akta ikrar wakaf
4. Blanko W3 adalah akta pengganti akta ikrar wakaf
5. Blanko W4 Surat salinan akta pengganti akta ikrar wakaf
6. Blanko W5 Surat pengesahan nadzir
7. Blanko W5a Surat pengesahan nadzir badan wakaf
8. Blanko W6 adalah buku catatan keadaan tanah wakaf
9. Blanko W7 Tentang permohonan pendaftaran tanah wakaf
10. Blanko WD merupakan surat pendaftaran tanah wakaf sebelum keluarnya PP Nomor 28 tahun
1977
Proses tanah wakaf bersertifikat adalah tanah yang ada sertifikat nya dan wakif datang
ke PPAIW yaitu di KUA diproses kemudian di sahkan nadzir selanjutnya kebadan pertanahan
untuk melibatkan surat akta wakaf.
Sedangkan untuk proses tanah tidak bersertifikat adalah dengan adanya surat dari
kelurahan dengan keterangan bahwa tanah tidak dalam keadaan sengketa dan ditandatangani
tingkat kelurahan dan kecamatan dan selanjutnya ke PPAIW untuk datang ke badan pertanahan
untuk di buatkan sertifikat selanjutnya diproses ke KUA.
Tugas PPAIW adalah :1. Meneliti kehendak wakif, tanah yang hendak diwakafkan, surat- surat bukti pemilikan dan
syarat- syarat wakif serta ada tidaknya halangan hukum bagi wakif untuk melepaskan hak atas tanahnya.
2. Meneliti dan mengesahkan susunan nadzir, juga anggota nadzir yang baru apabila ada perubahan.
3. Meneliti saksi ikrar wakaf4. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf dan ikut menandatangani formulir ikrar wakaf menurut
bentuk W.1. bersama –sama dengan saksi- saksi.5. Membuat akta ikrar wakaf rangkap 3 menurut bentuk W.2 dan salinannya rangkap 4 menurut
bentuk W.2a setelah pelaksanaan ikrar wakaf.6. Menyimpan lembar pertama akta ikrar wakaf, melampirkan lembar kedua pada surat
permohonan pendaftaran yang dikirimkan kepada Kantor Pertahanan setempat dan lembar ketiga dikirim kepada pengadilan agama yang mewilayahi tanah wakaf tersebut
7. Menyampaikan salinan akta ikrar wakaf lembar pertama kepada wakif, lembar kedua nadzir dan mengirimkan lembar ketiga kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten, lembar keempat kepada Kepala Desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.
8. Menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya menurut ketentuan tersebut pada angka 6 dan 7 di atas selambat- lambatnya satu bulan sejak buatnya akta ikrar wakaf.
9. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf menurut bentuk W.410. Menyimpan dan memelihara akta dan daftarnya dengan baik11. Mengajukan permohonan atas nama nadzir yang bersangkutan kepadsa kepala Kantor
Pertahanan setempat untuk mendaftarkan perwakafan tanah milik yang bersangkutan, selambat- lambatnya dalam waktu tiga bulan sejak dibuatnya akta ikrar wakaf dengan mengisi bentuk W.7
C. PELAKSANAAN PPL DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG
Pelaksanaan PPL di Pengadilan Negeri Semarang dilaksanakan pada tanggal 24 – 28
Januari 2011. Kegiatan – kegiatannya yaitu ceramah Acara Pidana dan Perdata. Materi yang
disampaikan di Pengadilan Negeri Semarang sebagai berikut :
1. Prosedur mengajukan perkara perdata disampaikan oleh Bp. Nur Ediyono S.H.
2. Prosedur mengetahui jalannya proses perkara pidana disampaikan oleh Bp. Nur Ediyono S.H.
3. Simulasi kasus pidana dan perdata disampaikan oleh Bp. Nur Ediyono S.H.
Pengadilan Negeri Semarang merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman di
lingkungan Pengadilan Negeri Semarang. Dasar-dasar hukum yang menndasari antara lain:
1. UUD tahun 1945 pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman
2. UU no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
3. UU no. 8 tahun 2004 tentang peradilan umum
4. UU no. 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian
5. Kepres RI no. 21 tahun 2004 tentang peralihan organisasi administrasi dan finansial di
lingkungan peradilan umum, peradilan tata usaha negara dan peradilan agama ke MA.
Tugas Pengadilan Negeri Semarang
1. Menerima, memeriksa dan menyelesaikan perkara yang diajukan di Pengadilan Negeri
Semarang
2. Menyelesaikan administrasi perkara dan administrasi umum lainnya
Tidak hanya berfungsi sebagai peradilan umum yang hanya mengadili pidana dan
perdata saja, tetapi juga memiliki pengadilan khusus yang dibentuk di pengadilan umum yaitu
pengadilan niaga dan pengadilan hubungan industrial. Menurut pasal 15 UU no. 4 tahun 2004.
Cara mengajukan permohonan:
1. Pemohon datang kepengadilan untuk mengajukan permohonan
2. Memberi aplikasi pembayaran permohonan ke bank
3. Di beri nomer pendaftaran sesuai nomer urut
4. Sebelum diberi no urut akan diteliti oleh panitera muda perdata
5. Di beri nomer penetapan penunjukan hakim yang di tandatangani ketua PN
6. Penetapan penujukan panitera pengganti oleh panitera sekretaris
7. Bagian permohonan yang harus dimasukkan dalam register permohonan
8. Berkas diberikan hakim yang telah ditunjuk
9. Hakim majelis menentukan hari sidang
10. Para pihak di panggil dalam persidangan oleh juru sita
Ada 2 macam gugatan dalam perkara perdata
a. Gugatan voluntair
Bersifat sepihak (ex parte) tidak ada orang lain yang di tarik sebagai lawan Tanpa sengketa
(Untuk kepentingan pemohon sendiri) Kepentingan sepihak yang memerlukan kepastian hukum
b. Gugatan contentius
Gugatan mengandung sengketa (dispiutes )
Sengketa terjadi diantara pihak – pihak (ada pihak lawan)
Bersifat party (berkedudukan sebagai penggugat dan tergugat
Proses persidangan perkara perdata :
1. Didaftarkan ke bagian kepaniteraan muda perdata
2. Gugatan di catat di beri nomor perkara
3. Disamping itu penggugat membayar panjar biaya perkara
4. Maka berkas tersebut dilampiri dengan formulir penetapan penunjukan majelis hakim untuk
sidang .
5. Surat gugatan yang sudah dilengkapi penunjukan majelis hakim diserahkan kepada panitera.
6. Dari wakil panitera menyerahkan berkas perkara kepada ketua pengadilan negeri
7. Ketua pengadilan negeri menetapkan dan menunjuk majelis hakim yang akan menyidangkan.
8. Maka berkas surat gugatan itu di serahkan kembali kepada panitera muda perdata.
9. Panitera muda menunjuk panitera pengganti untuk di sedangkan.
D. PELAKSANAAN PPL DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A SEMARANG
Pelaksanaan PPL di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang dilaksanakan pada tanggal 31 – 04 Januari 2011 yang bertempat di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang di Jl. Ronggolawe.Adapun materi yang disampaikan di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang adalah sebagai berikut :
1. Teknik pembuatan gugatan, jawaban, replik, duplik dan tugas oleh Drs. H. Moh Nor Hudlrien, SH, MH.
2. Observasi kepaniteraan dan kultum oleh Suharja. S. Ag3. Observasi Persidangan oleh Bpk Wahyudi4. Upaya hukum dan teknik persidangan oleh Drs H. Ali Imron S.H5. Berita acara persidangan oleh Drs Imron Mastuti, SH6. Analisa berkas perkara atau Minutasi oleh Drs. H. Moh Nor Hudlrien, SH, MH.7. Prosedur pengajuan perkara oleh Bpk Waris, SH,S Ag8. Pembentukan team dan pra simulasi oleh Drs Imron Mastuti, SH9. Simulasi oleh Bpk Suhardja, S.Ag
Tugas pokok pengadilan sebagaimana yang diatur dalam UU no 3 tahun 2006 pasal 2 yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara. Yang melaksanakan tugas-tugas asministrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut adalah panitera yaitu sebagai pelaksana kegiatan administrasi memiliki tiga macam tugas yaitu:
a. Pelaksanaan administrasi perkarab. Pendamping Hakim dalam persidanganc. Pelaksanaan putusan atau penetapan Pengadilan dan tugas-tugas kepaniteraan.
Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama melalui beberapa meja, yaitu: Meja I, Meja II dan Meja III. Pengertian Meja tersebut merupakan kelompok pelaksana teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Pengadilan Agama, mulai dari penerimaan sampai perkara tersebut diselesaikan.
Meja I1. Menerima gugatan, permohonan, perlawanan (verzet), pernyataan banding, kasasi, permohonan
peninjauan kembali, eksekusi, penjelasan dan penafsiran biaya perkara dan biaya eksekusi.2. Membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM) dalam rangkap tiga dan menyerahkan SKUM
tersebut kepada calon penggugat atau pemohon.3. Menyerahkan kembali surat gugatan. Permohonan kepada calon penggugat atau pemohon4. Menaksir biaya perkara (pasal 121 HIR/145Rbg) yang kemudian dinyatakan dalam SKUM5. Memberi penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan
Kas1. Menerima pembayaran uang panjar perkara sebagaimana tersebut dalam SKUM.2. Menerima pembayaran uang panjar perkara dan membukukan dalam jurnal yang Mencatat
dengan tertib segala kegiatan pengeluaran uang terserbut dalam buku jurnal yang bersangkutan3. Membubuhi nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam SKUM dan dalam surat
gugatan atau permohonan.4. Mengembalikan asli serta tindasan pertama SKUM beserta surat gugatan/permohonan kepada
calon penggugat/pemohon5. Terhadap perkara prodeo tetap dibuatkan SKUM sebesar Rp.0,-
Meja II1. Menerima surat gugatan/permohonan dari calon penggugat. Pemohon/pelawan dalam rangkap
sebanyak jumlah tergugat/termohon/terlawan ditambah dua rangkap.2. Menerima surat permohonan dari calon pemohon.
Menerima tindasan pertama SKUM dari calon penggugat/pemohon/pelawan.3. Mencatat surat gugatan dalam register yang bersangkutan serta memberi nomor register pada
surat gugatan/permohonan tersebut.4. Menyerahkan kembali satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor register
kepada penggugat/pemohon.
5. Asli surat gugatan/permohonan dimasukkan dalam sebuah map khusus dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat lain yang berhubungan dengan gugatan/permohonan tersebut.
6. Mendaftarkan/mencatat putusan Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Agung dakam semua buku register yang bersangkutan.
Meja III1. Menyerahkan salinan putusan Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Agung
RI kepada yang berkepentingan.2. Menyerahkan salinan penetapan Pengadilan Agama kepada yang berkepentingan.
BAB IV
ANALISIS
PPL Merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo Semarang yang telah mengikuti kegiatan kuliah dan telah lulus mata kuliah
yang menjadi syarat untuk dapat mengikuti kegiatan PPL tersebut. Dalam pelaksanaan PPL,
metode yang digunakan yaitu ceramah, tanya jawab, observasi dan simulasi. Pada bab ini akan
paparkan mengenai analisis tentang kegiatan PPL, baik yang dilaksanakan KUA, Pengadilan
Negeri, maupun Pengadilan Agama.
A. Analisis pelaksanaan PPL Oleh KUA Kecamatan Ngaliyan Semarang.
PPL merupakan salah satu praktikum yang harus dan wajib diikuti oleh setiap mahasiswa
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Pelaksanaan PPL yang dilaksanakan di KUA
bertujuan supaya mahasiswa mengetahui dan memahami secara langsung tugas dan wewenang
KUA serta administrasi Pernikahan serta Perwakafan, akan tetapi dengan berbagai macam
kepentingan dan juga terbenturnya dengan berbagai alasan akhirnya PPL di KUA tidak dapat
dilangsungkan di KUA Kecamatan Ngaliyan, tetapi di alihkan di Ruang G.5-6 Fak Syari’ah
Kampus III IAIN Walisongo Semarang dengan mendatangkan petugas dari KUA Ngaliyan
Semarang, sehingga peserta yang mengikuti PPL tidak bisa melihat dan mengetahui aplikasinya
secara langsung baik proses wakaf maupun pernikahan. Dalam pelaksanaan PPL disamping
menggunakan metode ceramah juga menggunakan metode diskusi dan juga simulasi perwakafan
dan juga pernikahan, akan tetapi tidak sedikit dari peserta yang mengikuti PPL merespon
(menanggapi), hal itu dikarenakan peserta PPL tidak melihat secara langsung prosedur
pencatatan tanah wakaf maupun hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dari mulai
pendaftaran sampai akad nikah.
B. Analisis PPL di Pengadilan Negeri Semarang
Pengadilan Negeri merupakan institusi pelaksana kekuasaan kehakiman yang paling
banyak di sorot oleh masyarakat. Hal ini wajar karena Pengadilan Negeri merupakan pengadilan
tingkat pertama yang paling luas wewenang absolutnya di banding pengadilan- pengadilan
lainnya. Namun, untuk pelaksanaan PPL Di pengadilan Negeri, banyak peserta PPL yang
terlantar tidak terkoordinir dengan baik, akibatnya banyak waktu yang terbuang sia- sia dan pada
akhirnya jadwal yang telah disusun tidak seperti yang diinginkan.
Independensi pengadilan merupakan hal penting yang mesti diperhatikan, sehingga dalam
hal ini yang menentukan bukan saja perangkat hukum (peraturan perundang- undangan ) lebih
dari itu kualitas moral dan akhalaknya menjadi prasyarat yang mutlak harus dimilki oleh mereka.
Peradilan Umum atau Peradilan Negeri memiliki kewenangan absolut paling luas
dibanding lingkungan Peradilan manapun di negeri ini, karena itu sudah selayaknya, ada
beberapa fasilitas tambahan dan ada perlakuan yang berbeda.
Perlakuan ini bukan karena pengistimewaan, melainkan untuk menunjang kelancaran
proses beracara dan kasus yang ditanganinya.
Tugas Pengadilan Negeri Semarang:
1. Menerima, memeriksa dan menyelesaikan perkara yang diajukan di Pengadilan Negeri
Semarang
2. Menyelesaikan administrasi perkara dan administrasi umum lainnya.
Fungsi Pengadilan Negeri Semarang:
Pengadilan Negeri Semarang tidak hanya berfungsi sebagai peradilan umumyang hanya
mengadili pidana dan perdata saja, tetapi juga memiliki pengadilan khusus yang dibentuk di
pengadilan umum yaitu pengadilan niaga dan pengadilan industrial. Pengadilan niaga di bentuk
di pengadilan negeri berdasarkan keputusan presiden No 97 th 1999. Sedangkan pengadilan
hubungan perindustrial di bentuk di pengadilan negeri berdasarkan UU No 2 th 2004 tentang
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Menurut UU No 4 th 2004, tentang kekusaan kehakiman, lembaga peradilan Indonesia
harus memenuhi syarat independensi. Peradilan secara institusional harus bebas dari pengaruh
lembaga manapun. Ada semacam ambivalensi di kalangan pejabat pengadilan antara pribadi haki
yang harus independen dan netral dari pengaruh manapun serta sebaga PNS yang harus tunduk
pada atasan sebagai pejabat eksekutif.
Barang kali, perlu ditambahkan peraturan bagi, hakim tidak boleh mengadili perkara
yang menyangkut orang yang memiliki hubungan kerja. Dalam hal ini, harus ada hakim ad hock.
C. Analisis PPL di Pengadilan Agama Semarang Kelas I A Semarang
Pelaksanaan PPL di PA kelas I A Semarang dirasakan sudah cukup, karena peserta PPL
bisa melihat secara langsung proses jalannya perkara di pengadilan mulai dari administrasi
pendaftaran perkara sampai dengan di putuskannya suatu perkara. Namun masih ada juga
kendala seperti keterbatasan tempat untuk melaksanakan kegiatan PPL.
Dengan adanya observasi kepaniteraan dan observasi persidangan menambah wawasan
kita bagaimana prosedur pendaftaran dan pelaksanaan persidangan. Disana kita juga diberi
materi tentang karya materi latihan hukum yang merupakan bekal kita sebagai calon advokat
atau pengacara dalam membuat surat- surat dan tidak bingung ketika mendampingi pihak yang
berperkara. Dengan diadakannya simulasi persidangan para peserta PPL diharapkan secara
praktisi mampu melaksanakan proses persidangan sebagaimana proses yang ditetapkan. Sebagai
lembaga peradilan di lingkungan peradilan khusus, peradilan agama memiliki sisi perbedaan
dengan lembaga peradilan umum. Sebab secara kelembagaan dan kompetensi yang membedakan
yakni kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Kompetensi relatif menyangkut kewenangan mengadili berdasarkan wilayah hukum yang
dibawahinya. Sedangkan kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan yang berdasarkan :
Subjek perkara : hanya mengadili yang beragama Islam
Jenis perkara : hanya menyangkut perdata tertentu yakni perkawinan, waris, hibah, wasiat
yang mengikuti hukum Islam serta wakaf dan shadaqah.
Dalam perspektif ini pengadilan agama Semarang membawahi wilayah hukum kodya
Semarang dan mengadili perkara- perkara tertentu dalam kompetensi absolutnya.
Aspek Kelembagaan
Pengadilan Agama memiliki perbedaan kompetensi dengan lembaga Peradilan Umum.
Kompetensi Relatif menyangkut kewenangan pengadilan untuk mengadili dan memeriksa
perkara berdasarkan wilayah hukum yang ditandatanganinya. Sedangkan kompetensi absolut
berkaitan dengan kewenangan mengadili berdasarkan :
Subjek hukum, hanya mengadili para pihak yang beragama Islam ( Asas Personalitas keislaman )
Jenis perkara hanya menyangkut perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shodaqah , dan ekonomi ( UU No 3/ 2006 tentang peradilan agama )
Tampaknya ada beberapa persoalan yang cukup mendasar, yakni mengenai asas
personalitas keislaman ketika berhadapan dengan masalah ekonomi Islam. Bahwa sekarang ini,
kian banyak lembaga keungan yang mendasarkan operasinalnya pada prinsip syari’ah.
Kekuasaan relatif kehakiman pada peradilan agama sebagaimana dalam pasal 3 UU No 7
1989 meliputi : (1 ) Pengadilan Agama, yaitu pengadilan tingkat pertama, dan (2) Pengadilan
Tinggi Agama, yaitu Pengadilan tingkat banding.
Sedangkan peraturan penanganan administrasi yang berlaku di PA menurut keputusan
MA No. 001 / SK/ 1991 tanggal 24 Januari 1991 dan Surat Edaran Mahkamah Agung th 2004 ,
bahwa semua peradilan menggunakan pola Bindalmin ( pola pembinaan dan pengendalian
administrasi). Pola- pola tersebut, yakni :
Pola prosedur penyelenggaraan administrasi
Pola register perkara
Pola keuangan perkara
Pola laporan perkara
Pola arsip
Untuk memudahkan dan menjamin efektifitas Pengadilan Agama, maka dibentuklah
suatu susunan Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama sebagaimana dijelaskan dalam pasal 9
UU No 7 th 1989, yakni:
1. Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan ( ketua dan wakil ketua ), hakim, panitera/ sekertaris
( dibantu wakil sekertaris dan wakil panitera ), dan jurusita
2. Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pemimpin, hakim anggota, panitera/ sekertaris
Aspek Kepengacaraan Pengdilan Agama
Ada hal sangat substansial yang kami temukan dalam aktifitas observasi PPL kali ini,
perbincangan dengan praktisi PA maupun pengacara atau kuasa hukum di PA Semarang
mengindikasikan saatu hal penting tentang kepengacaraan di PA.
Sesuai dengan peraturan perundangan tentang kepengacaraan seseorang yang secara sah
boleh menjadikan advokat harus memenuhi syarat Sarjana Hukum ( SH) dari Fakultas Hukum
Umum. Praktek mereka luas meliputi seluruh perkara di wilayah hukum PTN / PTA, di PA
Semarang pun yang sempat diwawancarai berasal dari alumni Fakultas Hukum.
Kenyataan ini sangat memprihatinkan bagi Sarjana Syari’ah untuk menjadi pengacara di
PA sekalipun para pengacara yang berlatar belakang Sarjana Hukum, sebenarnya Sarjana
Syari’ah lebih kompeten berpraktek pengacara di PA.
Analisis Aspek Persidangan
Setiap kali pemeriksaan perkara persidangan menggunakan cara – cara yang seharusnya
protokoler. Misalnya, Panitera mempersiapkan ruang sidang sebelum persidangan dimulai.
Kemudian panitera mempersilahkan Majelis Hakim memasuki ruang sidang dan sebelumnya
hadirin dimohon berdiri dan duduk kembali setelah Majelis Hakim menempati tempat duduk
masing- masing.
Dalam Persidangan Perdata Agama, hanya ada dua pihak yang berperkara, yakni
Penggugat / Pemohon dan Tegugat/ Termohon. Mereka yang berperkara atas inisiatif
kepentingan pribadi. Sehingga, hakim harus bersifat pasif dan menunggu. Sedang dalam perkara
cerai, hakim harus berperan aktif untuk mendamaikan para pihak dalam setiap awal persidangan.
Kemudian setelah perkara diputus, bisa dilaksanakan eksekusi manakala tidak ada
keberatan dari salah satu atau dua belah pihak, dan keputusan sudah punya kekuatan hukum tetap
atau in crach. Selama belum in crach siapapun berhak mengajukan keberatan dan upaya hukum
melalui prosedur yang berlaku.
Upaya hukum yang bisa dilakukan adalah banding ke PTA, kasasi ke MA dan terakhir
PK, bila ditemukan ada bukti baru atau ada hal lain. Tapi dalam perkara perceraian jarang sekali
para pihak mengajukan banding, apalagi sampai kasasi. Karena biasanya, dalam sidang tingkat
pertama para pihak sudah sepakat.
Dalam sehari Pengadilan Agama di Semarang bisa menyidang sepuluh sampai dua puluh
perkara bahkan lebih. Sidang tersebut pemeriksaannya hanya dilakukan oleh “satu majlis hakim
saja ‘’. Hal itu untuk mempeersingkat waktu agar lebih praktis dalam melaksanakan persidangan.
Sementara pemohon, termohon, penggugat, tergugat atau termohon menghendaki penyelesaian
yang cepat, tepat, biaya ringan.Maka tidak ada salahnya kalau pihak pengadilan menghilangkan
hal- hal yang dianggap kurang perlu. Kalau memang bisa dilakukan dalam satu kali sidang
mengapa harus dalam beberapa kali sidang. Kalau memang bisa dalam bentuk lisan yang praktis,
cepat, efisien, mengapa harus dengan tulisan yang merepotkan dan kama waktunya. Misalnya,
ketika menyatakan menunda acara sidang,hakim sekaligus memerintahkan para pihak untuk
datang ke ruang sidang pada minggu selanjutnya tanpa ada pemanggilan dari kepaniteraan, mulai
dari proses jawab- jinawab hingga agenda putusan.
Asas – asanya yaitu :
Asas wajib mendamaikan ( hakim wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa)
Hakim bersifat pasif dan menunggu
Asas persamaan dimuka hukum
Putusan harus disertai alasan –alasan
Beracara dikenakan biaya
Sidang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan
Persidangan terbuka untuk umum, kecuali persidangan anak bagi pemeriksaan perdamaian
Tidak ada keharusan mewakilkan
Asas Kebebasan Kekuasaan Kehakiman
Dalam hal ini bebas untuk menegakkan hukum dan keadilan yaitu :
a. Bebas dari campur tangan kekuasaan lain
b. Bebas dari paksaan
c. Bebas dari direktiva atau petunjuk
d. Bebas dalam menjalankan wewenang yudisial
e. Bebas dari menafsirkan hukum
f. Bebas dalam menemukan hukum
UU No 3 th 2006 Azas hukum memang hakim dalam persidangan perdata bersifat pasif.
Tapi, hakim bisa mengajukan tawaran kepada para pihak, apakah mereka ingin cepat selesai atau
berlama –lama di persidangan? Bahkan jika perlu, majelis hakim memerintahkan kepada para
pihak untuk sekalian membawa serta para saksi diperiksa dalam sidang selanjutnya tanpa
pemanggilan. Ini lebih praktis, efektif, dan biaya murah, karena kiranya tidak ada orang yang
ingin berlama- lama berperkara di pengadilan. Inilah yang seharusnya bisa digunakan hakim
untuk mempercepat prsidangan tanpa terpatok pada proses –proses ritual persidangan yang
merepotkan dan terlalu mengganggu serta memperlama proses persidangan. Dan karena itu,
sudah selayaknya hakim berani mengmbil tindakan, Kalau memang perkaranya sudah jelas, buat
apa diperjelas lagi. Karena semuanya bisa dsiselesaikan dengan cepat dan biaya murah, mengapa
harus bayar mahal ?
Pengadilan Agama memiliki kekhasan dengan diberlakukannya asa personalitas
keislaman. Artinya, yang berhak beracara di PA adalah orang- orang yang beragama Islam yang
dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam dalam hal- hal yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan pada pasal 49 UU No 3 /2006
Hal tersebut juga merupakan salah satu pertahanan yang sangat mendasar yang diajukan
oleh salah satu peserta PPL yang belum mampu dijawab secara pasti oleh pemateri dari PA
Semarang, hal itu disebabkan karena PA Semarang belum pernah menyelesaikan perkara
sengketa ekonomi syari’ah tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari seluruh rangkaian pelaksanaan PPL yang diawali dengan coaching PPL di KUA
Kec. Ngaliyan, KUA Kec. Tugu, di Pengadilan Negeri Semarang, dan di Pengadilan Agama
Kelas I A Semarang dapat tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlu adanya revitalisasi fungsi dan peran dari KUA sebagai unit pelaksana tugas dari
Departemen Agama yang berkaitan dengan pengembangan tugas agama Islam
2. Perlu adanya upaya untuk menyempurnakan fungsi Peradilan Agama agar dapat mencapai
tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang setara dengan peradilan lainnya yang
akhirnya mampu mendorong terciptanya supremi hukum di Indonesia
3. PPL merupakan suatu pengalaman praktis profesional dan empirik yang mendidik mahasiswa
untuk aktif dan kreatif dam dunia peradilan, di samping sebagai persyaratan tang harus dipenuhi
untuk menyelesaikan studi hingga tercitanya gelar sarjana
B. SARAN- SARAN
Untuk pelaksanaan PPL yang akan datang penulis mencoba memberi saran kepada pihak
Fakultas Syari’ah agar pelaksanaan PPL di KUA Ngaliyan dilakukan observasi secara langsung
dan melibatkan seluruh peserta PPL guna pemahaman mahasiswa lebih akurat. Dan penulis
menyarakan bagi dosen pembimbing seharusnya bisa mendampingi tiap selama PPL
berlangsung.
C. PENUTUP
Puji syukur kepada Allah SWT, penulis mampu menyelesaikan laporan PPL ini dengan baik
sebagai bahan pelengkap untuk menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah. Penyusun mengakui
bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan
pengalaman penyusun. Namun kekurangan itu semoga menjadikan pengalaman pada diri
penyusun agar lebih giat di dalam menempuh kegiatan-kegiatan akademik lain. Maka dari itu,
masukan dan kritikan yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan demi terselenggaranya Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) di masa yang akan datang lebih baik.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat diambil hikmah dari dilaksanakannya PPL baik
bagi penyusun khususnya dan mahasiswa Fakultas Syari’ah pada umumnya.