LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
MODEL BIMBINGAN (GUIDANCE) UNTUK PEMBERDAYAAN
CAREGIVER (PENGASUH) LANSIA DI PANTI WERDHA GRIYA USIA
LANJUT ST. YOSEF SURABAYA
IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN TAHUN 2018
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D III KEPERAWATAN
KAMPUS SUTOPO SURABAYA
TAHUN 2019
OLEH:
Minarti, S.Kep.,Ns. M.Kep, Sp.Kom
Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep, Sp.Kom
Heru Sulistijono, M.Kes
Bambang Heryanto, M.Kes
Dr. Hilmi Yumni, M.Kep.Sp.Mat
Y.K Windi, S.Pd., M.Kes., MPH., P.hD
Asnani, S.Kep.Ns., M.Ked
Intim Cahyono, S.Kep.Ns, M.Kes
Hasyim As’ari, S.Kep.Ns., M.Ked
Tumini, SKM, M.M.Kes
Nikmatul Fadilah, M.Kep
Dyah Wijayanti, S.Kep.Ns., M.Kep
Suriana, M.Kep
Baiq Dewi Harnani, SST, M.Kes
Dinarwiyata, Ns, M.Kep, Sp. Kep.J
Eko Rustamaji W, SST.,M.Tr.Kep
Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
196707301993032004
197303101997032002
197110011993031004
197408111998031001
196808231997032001
196707071995101002
197110111994031003
196503081991031002
197103311998031004
195607231980032005
197703012002122003
198005072002122001
197010101993032002
197410252002122002
197401142002121002
197704202002121003
198108012006042014
PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
1 Judul Model Bimbingan (Guidance) untuk
Pemberdayaan Caregiver (Pengasuh) Lansia Di
Panti Werdha Griya Usia Lanjut St. Yosef
Surabaya
2 Ketua pelaksana
a. Nama : Minarti, M.Kep.Sp.Kom
b. NIP : 196707301993032004
c. Pangkat /Gol : Pembina /IVa
d. Jabatan : Lektor Kepala
e. Jurusan/Prodi : Keperawatan/D III Keperawatan Kampus Sutopo
3 Pelaksana
a. Jumlah anggota : 14 dosen
b. Jumlah pembantu : 3 orang instruktur
4 Jangka waktu kegiatan Juli – Nopember 2019
5 Lokasi kegiatan Panti Werdha Griya Usia lanjut St. Yosef
Surabaya
6 Bentuk kegiatan Pelatihan Caregiver
7 Sifat kegiatan Terprogram
8 Biaya Rp. 24.000.000
9 Sumber Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 30 Oktober 2019
Ketua Jurusan
Dr. Supriyanto, SKp.M.Kes
NIP. 196909211992031001
Ketua pelaksana
Minarti, M.Kep, Sp.Kom
NIP. 196707301993032004
DAFTAR NAMA DOSEN DAN MAHASISWA PADA KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT SEMESTER GENAP
TAHUN 2018
1. Daftar Nama Dosen dan Tim Tehnis
No Nama / NIP Pangkat / Golongan
1 Minarti, S.Kep.,Ns. M.Kep, Sp.Kom
196707301993032004
Pembina / IVa
2 Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep, Sp.Kom
197303101997032002
Pembina / IVa
3 Heru Sulistijono, S.Kep.Ns, M.Kes
197110011993031004
Penata /IIIc
4 Bambang Heryanto, S.Kep.Ns, M.Kes
197408111998031001
Penata Tk I/IIId
5 Dr. Hilmi Yumni, M.Kep.Sp.Mat
196808231997032001
Pembina / IVa
6 Y.K Windi, S.Pd., M.Kes., MPH., P.hD
196707071995101002
Pembina Tk I/ IVa
7 Asnani, S.Kep.Ns., M.Ked
197110111994031003
Penata Tk I/IIId
8 Intim Cahyono, S.Kep.Ns, M.Kes
196503081991031002
Pembina / IVa
9 Hasyim As’ari, S.Kep.Ns., M.Ked
197103311998031004
Penata Tk I/IIId
10 Tumini, SKM, M.M.Kes
195607231980032005
Pembina / IVa
11 Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep
197703012002122003
Penata /IIIc
12 Dyah Wijayanti, S.Kep.Ns., M.Kep
198005072002122001
Penata Muda Tk I/IIIb
13 Suriana, S.Kep.Ns, M.Kep
197010101993032002
Penata Tk I/IIId
14 Baiq Dewi Harnani, SST, M.Kes
197410252002122002
Penata /IIIc
15 Dinarwiyata, Ns, M.Kep, Sp. Kep.J
197401142002121002
Penata Muda Tk I/IIIb
16 Eko Rustamaji W, SST.,M.Tr.Kep
197704202002121003
Penata Muda Tk I/IIIb
17 Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
198108012006042014
Penata Muda Tk I/IIIb
2. Daftar Nama Mahasiswa
No Nama NIM
1 Tanty Budi Agustien P27820317013
2 Nur Alfiyyatul Laila P27820317014
3 Dwi Rizki Agustin Lafiandini P27820317015
4 Anggita Damayanti Chairun Nisa P27820317016 5 Mentari Putri P27820317017 6 Leni Amalia Hanti Wulanningrum P27820317018
7 Ani Dwi Cahyanti P27820317054 8 Ferren Cantika D P27820317059
9 Ade Irma Rahmadani P27820317077
10 Gadis Ayu Yustika P27820317072 11 Shapira Melati Puspa P27820317079 12 Syafrie Yudha P P27820317067
RINGKASAN
Kegiatan yang berkaitan peningkatan kemampuan caregiver dalam merawat
lansia yang mengalami permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan
pendekatan psikologis dan sejenisnya belum juga pernah dilakukan. Didukung
hasil penelitian yang dilakukan di Panti Werdha Griya Usia Lanjut menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan antara pre dan post pada kelompok yang mendapatkan
perlakuan bimbingan atau konseling terhadap kebahagiaan lansia dengan nilai
signifikan. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk pemberdayaan caregiver
(Pengasuh) lansia Di Panti Werdha Griya Usia lanjut St. Yosef Surabaya dan
mengidentifikasi efektifitas model bimbingan (Guidance) oleh caregiver. Jumlah
peserta adalah 50 orang. Metode yang digunakan adalah. Diskusi, demonstrasi,
latihan keterampilan dan evaluasi keterampilan. Hasil pelatihan pada caregiver
terjadi peningkatan pengetahuan berdasarkan nilai pre test dan post tes. Terjadi
peningkatan keterampilan yang dilihat dari empat skill yaitu komunikasi ada
lansia, pergerakan aktif, pergerakan pasif, mobilisasi, dan latihan aktifitas sehari-
hari. Disarankan bahwa pengabdian masyarakat di institusi khusus seperti Panti
Werdha dapat dilaksanakan secara periodik, dan dosen dapat meningkatkan
inovasinya agar dapat berkontibusi terhadap kesehatan lansia.
Kata kunci: bimbingan, caregiver, pemberdayaan
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
Pengabdian Masyarakat yang berjudul Model Bimbingan (Guidance) untuk
Pemberdayaan Caregiver (Pengasuh) Lansia Di Panti Werdha Griya Usia Lanjut
St. Yosef Surabaya. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai
bentuk aplikasi dari hasil penelitian pada tahun 2018.
Selama proses proses kegiatan sampai penyelesaian laporan ini, penulis banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
tanpa bantuan dan dorongan yang tiada henti itu rasanya sulit bagi penulis untuk
menyelesaikannya. Untuk itu dalam sebuah karya yang sederhana ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Direktur Poltekkes Kemenkes Surabaya yang telah memberikan dukungan
finansial sehingga kegiatan pengabdian masyarakat dapat terlaksana
2. Ketua atau pimpinan Yayasan Panti Werdha Santo Yosef Surabaya
3. Pengurus Panti Werda Santo Yosef Surabaya
4. Para caregiver dan lansia di Panti Werdha Santo Yosef Surabaya yang
dengan semangat mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat
5. Bapak/Ibu Dosen Prodi D III Keperawatan Sutopo Surabaya yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan.
6. Para mahasiswa yang telah terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat
serta berbagai pihak yang ikut mensupport kegiatan ini
Semoga amal, bantuan bimbingan dan doa yang telah diberikan, mendapat balasan
dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh
dari kesempurnaah. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap
semoga apa yang telah penulis selesaikan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Surabaya, 30 Oktober 2019
Tim Pelaksana
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………… ii
DAFTAR NAMA PELAKSANA ……………………………………… iii
RINGKASAN ……………………………………… iv
KATA PENGANTAR ……………………………………… v
DAFTAR ISI ……………………………………… vi
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………… 1
1.1 Analisis Situasi ……………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………… 3
1.3 Tujuan Kegiatan ……………………………………… 4
1.4 Manfaat Kegiatan ……………………………………… 4
1.5 Pemecahan Masalah ……………………………………… 4
BAB 2 PELAKSANAAN KEGIATAN ……………………………………… 6
2.1 Persiapan ……………………………………… 6
2.2 Kegiatan dan Jadual ……………………………………… 6
2.3 Penyusunan Modul ……………………………………… 7
2.4 Rundown Acara ……………………………………… 7
2.5 Sasaran ……………………………………… 10
2.6 Metode dan Media ……………………………………… 10
2.7 Narasumber ……………………………………… 11
BAB 3 HASIL KEGIATAN ……………………………………… 12
3.1 Karakteristik Caregiver ……………………………………… 12
3.2 Hasil Evaluasi Pre tes dan Pos tes ……………………………………… 13
3.3 Hasil Evaluasi keterampilan ……………………………………… 14
3.4 Evaluasi Pelaksanaan ……………………………………… 14
BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 17
4.1 Simpulan ……………………………………… 17
4.2 Saran ……………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………… 18
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode dari rentang
kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh,
biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda.
Memasuki usia lanjut biasanya dudahului oleh penyakit kronis, kemungkinan
untuk ditinggalkan pasangan, pemberhentian aktivitas atau kerja dan tantangan
untuk mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga,
pekerjaan dan hubungan intim. Secara sosial, penduduk lanjut usia merupakan
satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki
strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan
serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia
penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati
oleh warga muda.
Secara demografi dapat diketahui bahwa pada masa lansia seringkali
menderita sedikitnya satu atau lebih penyakit kronis, terjadinya penurunan
fungsi tubuh, peningkatan faktor kerentanan yang memungkinkan resiko
terjadinya distres spiritual pada lansia (Stanley, 2007). Distres spiritual yang
berkelanjutan akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh dimana
terjadi gejala-gejala fisik berupa penurunan nafsu makan, gangguan tidur, serta
peningkatan tekanan darah. Hal ini terjadi lantaran di masa lansia individu akan
mengalami beberapa perubahan terkait dengan menurunnya beberapa fungsi
diantaranya adalah penurunan fungsi fisik, kognitif, penurunan fungsi dan
potensi seksual serta perubahan aspek psikososial dan spiritual (Urbayanti
2006).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan angka harapan hidup di
Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai usia 71 tahun (BPS, 2014). Angka
tersebut tentunya diiringi dengan kenaikan jumlah penduduk dengan proporsi
kenaikan 11,34%. Populasi lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa,
setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan
jumlah lansia menunjukkan bahwa usia harapan hidup penduduk di Indonesia
semakin tinggi dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya populasi lansia
mencerminkan adanya peningkatan pelayanan kesehatan, sekaligus dapat
menjadi problematika baru bagi Indonesia sendiri. Hasil proyeksi penduduk
2010-2035, Indonesia akan memasuki periode lansia (ageing), dimana 10%
penduduk akan berusia 60 tahun ke atas, di tahun 2020. Indonesia termasuk
dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia (Depkes,
2015).
Studi awal didapatkan data bahwa jumlah lansia yang tinggal di Panti
Werdha Griya Usia Lanjut Santo Yosef adalah 155 lansia terdiri dari lansia
perempuan sebanyak 89 orang dan lansia laki-laki sebanyak 66 orang.
Permasalahan yang sering muncul adalah masalah fisik, gangguan kognitif
sebanyak 31 lansia (data tahun 2019) dan masalah psikologi seperti depresi
sebanyak 60 lansia yaitu dalam kategori depresi ringan 49 orang dan depresi
berat 11 orang (data tahun 2017). Pelayanan kesehatan yang disediakan oleh
Panti Werdha Griya Usia Lanjut St.Yosef adalah adanya poliklinik yang
memiliki kegiatan fisioterapi, pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan gula darah,
kolesterol, asam urat dan pemberian obat. Jika lansia memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut yang berkaitan dengan tanda klinis penurunan daya ingat dan lansia
mengganggu ketenangan, maka tindakan yang dilakukan adalah konsultasi ke
dokter Jiwa. Kegiatan harian yang dilakukan di Panti adalah ibadah bersama,
senam otak, senam taichi, terapi tertawa, senam bugar, senam tera, senam
persendian, dimana pelaksanaan senam ini dilakukan secara bergantian.
Berdasarkan berbagai kegiatan tersebut belum ada kegiatan yang berkaitan
dengan proses bimbingan kepada lansia apabila menghadapi suatu
permasalahan yang membutuhkan bantuan orang lain.
Kegiatan yang berkaitan peningkatan kemampuan caregiver dalam
merawat lansia yang mengalami permasalahan sehari-hari yang berkaitan
dengan pendekatan psikologis dan sejenisnya belum juga pernah dilakukan.
Didukung hasil penelitian yang dilakukan di Panti Werdha Griya Usia Lanjut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pre dan post pada kelompok
yang mendapatkan perlakuan bimbingan atau konseling terhadap kebahagiaan
lansia dengan nilai signifikan, p = 0,000 (Minarti & Kastubi, 2018). Situasi ini
memungkinkan untuk diterapkan implementasi berupa model bimbingan di
Panti Werdha Griya Usia Lanjut yang mempunyai tenaga caregiver (pengasuh)
yang belum pernah dilakukan pemberdayaan berupa pelatihan bimbingan .
Model bimbingan merupakan bantuan psikologis dapat disebut sebagai
kegiatan penyelesaian masalah dengan obyek khusus, yaitu orang-perorang
yang bermasalah dengan solusi yang sesuai dengan permasalahan dan
kemampuan. Pelaksanaan program bimbingan yang diberikan kepada lansia
untuk tetap merasa berharga dan bahagia menjalani tugas-tugas perkembangan
di fase degeneratif pada kondisi fisik, psikis dan sosial. Hal tersebut akan
mempengaruhi usia hidup manusia lebih panjang (Noor Jannah, 2015).
Program bimbingan (guidance) di Panti Werdha Griya Usia lanjut selama ini
belum menjadi intervensi utama di Panti Werdha Griya Usia lanjut walaupun
berbagai kejadian yang berkaitan dengan masalah psikologis lansia sering
terjadi seperti rasa kesepian, bosan dan merasa tidak berguna. Peran caregiver
yang selama ini mendampingi para lansia sehari-hari perlu diberikan pelatihan
atau pemberdayaan agar caregiver dapat mengidentifikasi permasalahan
psikologis yang terjadi pada lansia, sehingga caregiver dapat membantu dalam
meringankan atau mengatasi masalah yang terjadi pada lansia.
1.2 Identifikasi Dan Perumusan Masalah
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut penelitian, dukungan sosial dapat
membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan
sosial juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada lansia.
Dukungan sosial berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan.
Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa model bimbingan (guidance)
yang dilakukan oleh caregiver.
Oleh karena itu solusi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan lansia
yang berada di Panti Werdha Griya Usia lanjut salah satunya adalah melalui
pelatihan model bimbingan (guidance) untuk pemberdayaan caregiver agar
mampu mengatasi atau mencari solusi yang tepat terhadap berbagai
permasalahan yang terjadi kepada lansia.
Perumusan masalah adalah:
a. Bagaimanakah Model Bimbingan (Guidance) Untuk Pemberdayaan
Caregiver (Pengasuh) Lansia Di Panti Werdha Griya Usia lanjut St. Yosef
Surabaya?
b. Apakah bimbingan (Guidance) oleh caregiver kepada lansia di Di Panti
Werdha Griya Usia lanjut St. Yosef Surabaya dapat efektif?
1.3 Tujuan Kegiatan
a. Menerapkan model bimbingan (Guidance) untuk pemberdayaan caregiver
(Pengasuh) lansia Di Panti Werdha Griya Usia lanjut St. Yosef Surabaya.
b. Mengidentifikasi efektifitas model bimbingan (Guidance) oleh caregiver
1.4 Manfaat Kegiatan
a. Manfaat kegiatan untuk caregiver adalah:
1) Meningkatkan pengetahuan dalam memberikan pengasuhan kepada
lansia melalui bantuan proses bimbingan
2) Memperoleh pengetahuan untuk mengidentifikasi permasalahan lansia
yang menjadi tanggungjawab caregiver
3) Meningkatkan ketrampilan caregiver dalam memberikan
pendampingan lansia di Panti Werdha Griya Usia lanjut
b. Manfaat bagi dosen:
1) Sebagai aplikasi dari hasil penelitian
2) Upaya kerjasama lintas sektor dengan pihak lain
3) Sebagai bentuk dukungan social kepada caregiver
1.5 Penyelesaian Masalah
Kerangka penyelesaian masalah dapat digambarkan sebagai berikut:
Caregiver di
Panti Werdha
Griya Usia
lanjut Santo
Yosef yang
berjumlah 49
orang
Pre test
Pemberian materi model
bimbingan (guidance)
Menulis jurnal untuk identifikasi
masalah lansia selama 3 hari
Peningkatan
pengetahuan
dan
ketrampilan
caregiver
dalam
melaksanakan
pengasuhan
kepada lansia
(Keberdayaan
caregiver)
Artikel ilmiah
yang dimuat di
jurnal nasional
INPUT PROSES OUTPUT OUT COME
Penentuan masalah oleh
caregiver
Proses pendampingan kepada
caregiver untuk menerapkan
model bimbingan kepada lansia
Evaluasi: Struktur, Proses, Hasil
BAB 2
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1 Persiapan
Kegiatan diawali dengan penyusunan proposal pada bulan Juni tahun 2019
dan pengumuman pada bulan Agustus tahun 2019. Selanjutnya diikuti
dengna penandatanganan kontrak pengabdian masyarakat antara ketua
dengan Direktur Poltekkes Kemenkes Surabaya. Langkah berikutnya
adalah pengurusan ijin ke pada yayasan Panti Werdha Santo Yosef di
Sambikerep Surabaya, melaksanakan presentasi kegatan dan pelaksanaan
kegiatan.
2.2 Kegiatan dan Jadual
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan secara terjadual yang
diawali dengan penyusunan proposal sampai dengan penyusunan laporan
yang digambarkan sebagai berikut:
No Kegiatan
BULAN
JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Proposal
2 Proses Seleksi
dan hasil
3 Persiapan
4 Pelaksanaan:
Pemberian
materi
Penentuan
masalah
Proses
pendampingan
Evaluasi
5
Penyusunan
laporan dan
spj
2.3 Penyusunan Modul
Sebelum kegiatan pelatihan, maka disusun modul pelatihan untuk caregiver
lansia (terlampir). Kegiatan dilakukan dengan 3 tahapan yaitu: pemberian
materi, latihan mandiri, dan evaluasi
2.4 Rundown Acara Kegiatan sebagai berikut:
NO Waktu Kegiatan Penanggungjawab
1 30 September 2019
13.30-13.45 Registrasi Peserta Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
Tanty Budi Agustien
Nur Alfiyyatul Laila
13.45-14.00 Pembukaan Dyah Wijayanti, S.Kep.Ns., M.Kep
Dwi Rizki Agustin Lafiandini
14.00-14.15 Pre Test Tumini, SKM, M.M.Kes
Anggita Damayanti Chairun Nisa
Mentari Putri
Leni Amalia Hanti W
14.15-15.00 Pemberian Materi 1 Intim Cahyono, S.Kep.Ns, M.Kes
Ani Dwi Cahyani
15.00-15.45 Pemberian Materi 2 Heru Sulistijono, M.Kes
Ferren Cantika D
15.45-16.30 Pemberian Materi 3 Nikmatul Fadilah, M.Kep
Ferren Cantika Dewi
16.30-17.15 Pemberian Materi 4 Asnani, S.Kep.Ns., M.Ked
Gadis Ayu Yustika
2 1-3 Oktober 2019 Latihan Mandiri Perawat Panti
3 4 Oktober 2019
14.30-15.30 Evaluasi
ketrampilan
Hasyim As’ari, S.Kep.Ns., M.Ked
Ade Irma Rahmadani
15.30-16.45 Pendampingan ke
Lansia
Minarti, S.Kep.,Ns. M.Kep, Sp.Kom
Shapira Melati Puspa
16.45-17.15 Post Tes Y.K Windi, S.Pd., M.Kes., MPH., P.hD
Syafrie Yudha P
17.15-17.30 Penutup Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
Tanty Budi Agustien
Nur Alfiyyatul Laila
Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan 2 kali pertemuan dan 1 kali kegiatan
mandiri. Materi yang diberikan antara lain skill stations dilakukan secara rotasi
yang dibagi dalam 5 kelompok, masing masing kelompok ada 10 caregiver.
Setiap kelompok berotasi yang akan melaksanakan 4 ketrampilan yaitu
komunikasi pada lansia, latihan pergerakan aktif, latihan pergerakan pasif dan
melaksanakan kegiatan sehari hari. Sebelum materi diberikan diadakan pre tes
terlebih dahulu untuk mengidentifikasi pemahanan caregiver tentang bimbingan
kepada lansia. Jadual praktek skill stations sebagai berikut:
No Ketrampilan Fasilitator Kelompok
14.15-
15.00
15.00-
15.45
15.45-
16.30
16.30-
17.15
1 Komunikasi
pada lansia
Dr. Hilmi Yumni,
M.Kep.Sp.Mat
Intim Cahyono,
S.Kep.Ns, M.Kes
Hasyim As’ari,
S.Kep.Ns., M.Ked
Eko Rustamaji W,
SST.,M.Tr.Kep
Ani Dwi Cahyani
1 2 3 4
2 Pergerakan
aktif
Heru Sulistijono,
M.Kes
Bambang Heryanto,
M.Kes
Nikmatul F
Suriana, M.Kep
Baiq Dewi Harnani,
SST, M.Kes
Dinarwiyata, Ns,
M.Kep, Sp. Kep.J
Ferry Kumala,
SST.,M.Tr.Kep
Mentari Putri
2 3 4 1
3 Pergerakan
Pasif
Minarti, S.Kep.,Ns.
M.Kep, Sp.Kom
Tumini, SKM,
M.M.Kes
Nikmatul Fadilah,
M.Kep
Dyah Wijayanti,
3 4 1 2
No Ketrampilan Fasilitator Kelompok
14.15-
15.00
15.00-
15.45
15.45-
16.30
16.30-
17.15
S.Kep.Ns., M.Kep
Ferren Cantika Dewi
4 Melatih
kegiatan
sehari-hari
Dr. Siti Nur Kholifah,
SKM, M.Kep, Sp.Kom
Y.K Windi, S.Pd.,
M.Kes., MPH., P.hD
Asnani, S.Kep.Ns.,
M.Ked
Gadis Ayu Yustika
4 1 2 3
Setelah selesai kegiatan skill stations dilakukan penugasan untuk melaksanakan
kegiatan secara mandiri kepada lansia di Panti.
Evaluasi dilakukan 3 hari setelah pelaksanaan pemberdayaan yaitu tanggal 4
Oktober 2019.
Setiap caregiver yang sudah diberi pelatihan di evaluasi kemampuan
ketrampilannya dengan cara praktek kepada lansia secara langsung. Jumlah
caregiver 50 orang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu kelompok 1:25 orang,
kelompok 2: 25 orang. masing-masing kelompok dibagi menjadi kelompok kecil
yang terdiri dari 5 orang. Jadual kegiatan evaluasi dan pendampingan sebagai
berikut:
No Ketrampilan Fasilitator Keterangan
Kelompok 1
1 Komunikasi
pada lansia
Dr. Hilmi Yumni, M.Kep.Sp.Mat
Intim Cahyono, S.Kep.Ns, M.Kes
Ani Dwi Cahyani
Masing-masing
kelompok
dilakukan rotasi
2 Pergerakan
aktif
Heru Sulistijono, S.Kep.Ns, M.Kes
Bambang Heryanto, S.Kep.Ns, M.Kes
Mentari Putri
3 Pergerakan
Pasif
Nikmatul Fadilah, M.Kep
Dyah Wijayanti, S.Kep.Ns., M.Kep
Ferren Cantika Dewi
4 Melatih Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep,
No Ketrampilan Fasilitator Keterangan
kegiatan
sehari-hari
Sp.Kom
Y.K Windi, S.Pd., M.Kes., MPH., P.hD
Asnani, S.Kep.Ns., M.Ked
Gadis Ayu Yustika
Kelompok 2
1 Komunikasi
pada lansia
Hasyim As’ari, S.Kep.Ns., M.Ked
Eko Rustamaji W, SST.,M.Tr.Kep
2 Pergerakan
aktif
Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep
Suriana, S.Kep.Ns, M.Kep
3 Pergerakan
Pasif
Minarti, S.Kep.,Ns. M.Kep, Sp.Kom
Tumini, SKM, M.M.Kes
Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
4 Melatih
kegiatan
sehari-hari
Baiq Dewi Harnani, SST, M.Kes
Dinarwiyata, Ns, M.Kep, Sp. Kep.J
2.5 Khalayak Sasaran Strategis
a. Khalayak sasaran yang strategis dan mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk penerapan model bimbingan dalam rangkan
pemberdayaan caregiver adalah di Panti Werdha Griya Usia lanjut St.
Yosef yang berjumlah 50 orang (37 orang caregiver, 3 orang perawat),
b. Menerapkan keahlian dari pengabdi yang merupakan dosen yang
memiliki kompetensi di bidang keperawatan pada umumnya dan
khususnya keperawatan lansia, baik ditinjau dari bidang keilmuan
Medikal Bedah, Jiwa, dan Gerontik serta memiliki pendidikan minimal
S2 dengan masa kerja lebih dari 15 tahun
2.6 Metode Dan Media
Metode yang dilakukan dalam pengabdian masyarakat ini adalah :
a. Desain dari pelaksanaan mengaplikasikan model bimbingan (guidance)
melalui pemberdayaan kepada caregiver
b. Populasi dari caregiver di Panti Werdha Griya Usia lanjut Santo Yosef
adalah 50 orang.
c. Tehnik pelaksanaan adalah:
1) Pre tes pada caregiver
2) Pemberian materi model bimbingan (guidance) kepada caregiver
3) Proses bimbingan oleh caregiver yang didampingi oleh tim
pelaksana
4) Pos tes pada caregiver
5) Melaksanakan evaluasi yang berkaitan dengan struktur, proses, dan
hasil
d. Melaksanakan deskripsi terhadap hasil dari pelaksanaan model bimbingan
(guidance) untuk pemberdayaan caregiver
Metode: diskusi, demonstrasi, re-demonstrasi
Media: LCD, PPT berupa gambar materi, Modul
Alat Bahan: Bed, bantal guling, alat bantu jalan, mitela, baju pasie
2.7 Narasumber
Dosen dan instruktur Prodi D III Keperawatan Sutopo Surabaya
BAB III
HASIL KEGIATAN
3.1 Karakteristik Caregiver
a. Karakteristik caregiver berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
diagram bahwa hampir seluruhnya yaitu 44 orang (88%) jenis kelaminnya
perempuan, dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 1. Karakteristik Caregiver Berdasarkan Jenis Kelamin
b. Karakteristik caregiver berdasarkan umur
Karakteristik caregiver berdasarkan umur sebagian besar berada pada rentang
20-30 tahun, dapat dilihat pada diagram berikut
Diagram 2. Karakteristik Caregiver Berdasarkan Umur
6
44
Laki-laki Perempuan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
20-30 31-40 41-50 51-60
38
8
2 2
Karakteristik caregiver berdasarkan tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan caregiver hampir seluruhnya SMU
Diagram 3. Karakteristik Caregiver Berdasarkan Pendidikan
3.2 Hasil evaluasi caregiver sebelum dan sesudah pelatihan
a. Hasil Pre Tes
Hasil pre tes sebelum pelatihan dapat dilihat pada diagram berikut:
3
47
PT (Perawat) SMA
31
16
3
0
5
10
15
20
25
30
35
kurang baik sangat baik
Diagram 4. Hasil Pre Tes Sebelum Pelatihan
b. Hasil Post Tes
Hasil post tes menunjukkan ada perubahan kea rah yang lebih baik yaitu
terjadi peningkatan pengetahuan
Diagram 5. Hasil Pre Tes Sebelum Pelatihan
3.3 Hasil Evaluasi Ketrampilan
Hasil evaluasi keterampilan pada caregiver terhadap komponen masing-masing
latihan mengalami peningkatan dari yang tidak mengenal menjadi dapat
melakukan keterampilan yang langsung dipraktekkan kepada lansia, yang meliputi
komponen:
a. Keterampilan komunikasi kepada lansia
b. Keterampilan pergerakan aktif
c. Keterampilan pergerakan pasif
d. Latihan aktifitas sehari – hari
3.4 Evaluasi Pelaksanaan
Evaluasi dilakukan melalui tahapan:
3
26
21
0
5
10
15
20
25
30
kurang baik sangat baik
1. Evaluasi struktur, yang terdiri dari
a. Persiapan media
Persiapan terkait media tidak ada hambatan karena sudah
dipersiapkan secara baik. Media yang digunakan berupa LCD,
Laptop, PPT, Modul dan Sound System yang sudah disediakan
oleh pihak Panti.
b. Persiapan modul
Modul dapat diselesaikan seminggu sebelum kegiatan di mulai
yang diberikan kepada caregiver dan pelaksana
c. Materi kegiatan
Materi kegiatan disiapkan dengan menggunakan PPT yang
mengacu pada modul
d. Persiapan sarana dan prasarana
Sarana prasarana tidak ada hambatan
e. Koordinasi dengan pihak terkait
Koordinasi dengna pihak terkait tidak ada hambatan dan dukungan
yang iterima tim sangat bagus.
2. Evaluasi Proses:
a. Pemberian materi
Pemberian materi sudah sesuai dengan rencana
b. Fasilitator
Fasilitator bekerja sesua dengan perencanaan dan kelompok yang telah
ditentukan
c. Pembagian tugas dan tanggungjawab
Tugas dan tanggung jawab sudah sesuai
d. Kehadiran peserta
Semua peserta dapat hadir
e. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan terkendala dengan tugas dari caregiver yang harus
bekerja mendampingi lansia namun, terdapat solusi kegiatan yang
dimajukan atau diatur oleh pihak Panti, sehingga caregiver dapat
terlibat penuh
f. Pre tes dan pos tes
Hasi pre tes dan post tes telah digambarkan pada diagram 1 dan 2
g. Proses pendampingan
Proses pendampingan dilakukan pada saat akhir kegiatan
3. Evaluasi Hasil:
a. Berdasarkan hasil evaluasi diri caregiver
Hasil evaluasi caregiver menyatakan bahwa pelatihan tersebut sangat
bermanfaat dalam melaksanakan perawatan kepada lansia dan akan
dilakukan sesuai dengan kemampuan lansia
b. Hasil pre tes dan pos tes
Terlampir
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari kegiatan pengabdian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Bimbingan kepada caregiver lansia sebagai upaya pemberdayaan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan caregiver dalam
melakukan pendampingan atau pengasuhan kepada lansia
b. Bimbingan melalui pelatihan atau pemberdayaan kepada Caregiver
dapat efektif jika dilaksanakan melalui metode demonstrasi dan
pendampingan keterampilan yang dilakukan langsung kepada lansia
sesuai dengan indikasi.
4.2 Saran
a. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat pada kelompok khusus
seperti Panti Werdha dapat dilaksanakan secara periodik sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh dosen dan sesuai dengan kebutuhan
pihak Panti.
b. Para Dosen pelaksana pengabdian dapat meningkatkan inovasinya
dalam melakukan pengabdian masyarakat agar dapat ikut berkontribusi
terhadap kesehatan dan kesejahteraan psikologis lansia yang tinggal di
Panti Werdha.
DAFTAR PUSTAKA
BPS (Badan Pusat Statistik). (2014) pemberdayaan lansia
http://data.menkokesra.go.id/content/pember dayaan-lansia, diperoleh
tanggal 14 November 2017Depkes, 2015
Depkes (2015). Jumlah data lansia tahun 2010-2015. dari
http://www.depkes.go.id Diperoleh tanggal 14 November 2017
Minarti & Kastubi (2018). Pengaruh Spiritual Well-Being Berbasis Islami
Dengan Metode Konseling Dan Dzikir Terhadap Kebahagiaan Lansia
Di Panti Werdha Griya Usia lanjut, Laporan Penelitian Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Noor Jannah (2015). Bimbingan Konseling Keagamaan Bagi Kesehatan
mental lansia, Jurnal bimbingan konseling Islam, vol. 6, 2 Desember
2015
Nurnita Widyakusuma (2013). Peran Pendamping Dalam Program
Pendampingan Dan Perawatan Sosial Lanjut Usia Di Lingkungan
Keluarga (Home Care): Studi Tentang Pendamping Di Yayasan Pitrah
Sejahtera, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara
Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/52809-Id-Peran-
Pendamping-Dalam-Program-Pendampin.Pdf, diakses 12 Juni 2019
Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta, EGC
Urbayanti 2006 hubungan antara pemenuhan kebutuhan dengan afek positif
dan afek negatif pada lansia. Humanitas : Indonesian Psychological
Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72
Wijayanti. 2008. Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia terhadap Kondisi
Sosial Lansia. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman.
Vol.7.no: 1
HASIL PENILAIAN EVALUASI PRE TES DAN POST TES
No Nama Jenis
Kelamin Umur Pendidikan pre tes kategori
post tes kategori
1 Maya perempuan 22 SMA 40 kurang 60 baik
2 Edit perempuan 23 SMA 60 baik 80 sangat baik
3 Helen perempuan 22 SMA 60 baik 76 sangat baik
4 Ona perempuan 42 SMA 30 kurang 60 baik
5 Nur perempuan 22 SMA 40 kurang 70 baik
6 Astin perempuan 25 SMA 38 kurang 60 baik
7 Lian perempuan 35 SMA 40 kurang 80 sangat baik
8 Wahyu perempuan 23 SMA 40 kurang 80 sangat baik
9 Pola perempuan 23 SMA 40 kurang 50 kurang
10 Anas 1 perempuan 23 SMA 50 kurang 60 baik
11 Uli perempuan 23 SMA 50 kurang 60 baik
12 Okta perempuan 23 SMA 50 kurang 60 baik
13 Elan perempuan 22 SMA 60 baik 70 baik
14 Elin perempuan 22 SMA 60 baik 76 sangat baik
15 Iswati perempuan 43 SMA 50 kurang 60 baik
16 Yohana perempuan 28 SMA 50 kurang 70 baik
17 Eni perempuan 23 SMA 60 baik 76 sangat baik
18 Bobby laki-laki 24 SMA 50 kurang 70 baik
19 Emi perempuan 23 SMA 50 kurang 70 baik
20 Jefri laki-laki 25 SMA 50 kurang 60 baik
21 Santi perempuan 22 S1 Perawat 75 sangat baik 80 sangat baik
22 Arin perempuan 23 SMA 50 kurang 60 baik
23 Sangkot laki-laki 24 SMA 50 kurang 65 baik
24 Asni perempuan 24 SMA 50 kurang 70 baik
25 Rini perempuan 26 SMA 50 kurang 80 sangat baik
26 Anas 2 perempuan 25 SMA 50 kurang 70 baik
27 Orvi perempuan 24 SMA 50 kurang 60 baik
28 Susan perempuan 35 SMA 50 kurang 70 baik
29 Nir perempuan 30 SMA 50 kurang 60 baik
30 Dini perempuan 34 SMA 50 kurang 70 baik
31 Anita perempuan 36 SMA 50 kurang 80 sangat baik
32 Derry laki-laki 22 SMA 60 baik 80 sangat baik
33 Rani perempuan 22 SMA 60 baik 76 sangat baik
34 Henei perempuan 24 SMA 50 baik 80 sangat baik
35 Ajeng perempuan 23 SMA 60 baik 80 sangat baik
36 Reni perempuan 54 D III
Perawat 80 sangat baik
100 sangat baik
37 Yola perempuan 20 SMA 65 baik 78 sangat baik
38 Dewi perempuan 36 SMA 65 baik 80 sangat baik
39 Lidia perempuan 35 SMA 30 kurang 50 kurang
40 Nia perempuan 33 SMA 60 baik 70 baik
41 Ayu perempuan 20 SMA 50 kurang 60 baik
42 Tari perempuan 21 SMA 60 baik 78 sangat baik
43 Prita perempuan 23 SMA 40 kurang 50 kurang
44 Frenty perempuan 22 SMA 60 baik 80 sangat baik
45 Azizah perempuan 21 SMA 60 baik 80 sangat baik
46 Endang perempuan 55 D III
Perawat 76 sangat baik
80 sangat baik
47 Yuliana perempuan 22 SMA 60 baik 80 sangat baik
48 Nurhayati perempuan 33 SMA 50 kurang 60 baik
49 Johan laki-laki 23 SMA 50 kurang 70 baik
50 Doni laki-laki 24 SMA 50 kurang 70 baik
1. Pembukaan
Pemberian Materi
Melatih caregiver
Pendampingan pada caregiver melatih lansia
Evaluasi keterampilan
MODUL
PEMBERDAYAAN CAREGIVER LANJUT USIA
TIM PENYUSUN:
Minarti, S.Kep.,Ns. M.Kep, Sp.Kom Dr. Siti Nurkholifah, SKM, M.Kep, Sp.Kom
Heru SuliHstijono, S.Kep.,Ns M.Kes
POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
PRODI D III KEPERAWATAN SUTOPO SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Disusunnya modul ini sebagai panduan dalam rangka melaksanakan pengabdian masyarakat dalam bentuk pemberdayaan caregiver dalam melakukan pendampingan kepada Lanjut Usia. Tujuannya adalah untuk membantu dalam melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia. Panduan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai pendampingan terhadap lanjut usia di rumah maupun lanjut usia di Panti Werdha.
Semoga buku ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada care giver dan pembaca, yang memiliki kepedulian untuk membuat lanjut usia memiliki kemandirian mandiri sesuai dengan kemampuannya dan meningkatkan kebahagiaan lanjut usia. Walaupun buku ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kami tetap membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………… i Tim Penyusun………………………………………………………………………. ii Kata Pengantar …………………………………………………………………….. iii Daftar Isi……………………………………………………………………………... iv Modul 1 Konsep Dasar Lanjut Usia……………………………………………….. 1 Modul 2 Komunikasi Efektif Pada Lansia………………………………………... 11 Modul 3 Tehnik Bimbingan Pada Lansia………………………………………… 19 Modul 4 Melatih Pergerakan Aktif Dan Pasif Serta Aktifitas Sehari-Hari……. 25 Penutup……………………………………………………………………………… 44 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………... 45
MODUL 1 Konsep Dasar Lanjut Usia
1.1 Deskripsi
Seiring bertambah usia, lanjut usia (lansia) mengalami perubahan dan kemunduran fungsi tubuh. Implikasi dari perubahan tersebut adalah kebutuhan lansia yang semakin kompleks. Kebutuhan tersebut mencakup beberapa aspek kehidupan, yang antara lain aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual yang upaya pemenuhannya dipengaruhi oleh proses menua. Pada modul ini dijelaskan tentang perubahan yang terjadi pada lansia yang dipandang dari beberapa aspek yaitu fisik, psikis, sosial dan spiritual.
1.2 Tujuan Pembelajaran 1.2.1 Tujuan umum
Modul ini ditujukan untuk membantu peserta pelatihan bimbingan (guidance) kepada lansia sebagai pendamping lansia potensial dan tidak potensial (sakit), sehingga dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep dasar lansia
1.2.2 Tujuan Khusus Setelah mendapatkan materi pelatihan peserta mampu menjelaskan tentang: a Pengertian lansia b Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan masa
tua c Perubahan aspek fisik pada lansia d Perubahan aspek psikologis pada lansia e Perubahan aspek sosial pada lansia f Perubahan aspek spiritual pada lansia
1.3 Pokok Bahasan: 1.3.1 Pengertian lansia 1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan masa tua 1.3.3 Perubahan aspek fisik pada lansia 1.3.4 Perubahan aspek psikologis pada lansia 1.3.5 Perubahan aspek sosial pada lansia 1.3.6 Perubahan aspek spiritual pada lansia
1.4 Proses Pembelajaran
No. Pokok Bahasan Waktu Peran
Fasilitator Peserta
1. Perkenalan 5 menit - -
2. Penyajian materi 20 menit Fasilitator menyajikan setiap materi
Peserta mengikuti penyajian, tanya jawab pada setiap akhir sesi masing-masing pemberian materi
3. Tanya Jawab 10 menit Fasilitator memfasilitasi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
Peserta menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
4 Refleksi/Penutup 10 menit Fasilitator memberikan masukan mengenai kesimpulan akhir
Mendengarkan
1.5 Metode Pembelajaran
1.5.1 Ceramah 1.5.2 Tanya jawab
1.6 Prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam menggunakan modul ini sebagai berikut : 1.6.1 Kesiapan
Fasilitator memiliki kesiapan sebelum menyampaikan materi bimbingan teknis dengan mempersiapkan dan membaca bahan-bahan yang akan disajikan.
1.6.2 Partisipasi Fasilitator dan peserta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengajukan pertanyaan, melaksanakan tugas-tugas terstruktur maupun dalam mengembangkan metode dan materi bimbingan teknis.
1.6.3 Demokrasi Bimbingan teknis bersifat terbuka dan setara di mana seluruh peserta bimbingan teknis memiliki hak yang sama dalam mengemukakan argumentasinya secara aktif dan terbuka.
1.6.4 Kapabilitas Fasilitator memiliki kapasitas yang memadai dalam menguasai materi bimbingan teknis. Peserta memiliki kompetensi dasar yang diperlukan sesuai dengan bimbingan teknis yang diikutinya.
1.6.5 Penggunaan Alat Bantu Proses pembelajaran hendaknya disertai dan didukung oleh alat bantu bimbingan teknis yang memadai seperti audio visual dan multi media untuk memudahkan pencapaian tujuan bimbingan teknis.
1.6.6 Praktis Materi diarahkan agar konsep-konsep teoritis dapat merespon kondisi-kondisi praktis di lapangan.
1.7 Alat Bantu
1.7.1 Buku dan Modul 1.7.2 LCD Projector 1.7.3 Sound-system
1.8 Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada setiap bimbingan teknis. Aspek-aspek yang dievaluasi pada bimbingan teknis ini adalah:
1. Evaluasi reaksi Evaluasi ini merupakan respon atau tanggapan peserta terhadap proses pembelajaran dan penyelenggaraan bimbingan teknis. 2. Evaluasi Belajar Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan terhadap aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta. 3. Evaluasi Perilaku Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkah laku peserta selama dan setelah proses bimbingan teknis. 4. Evaluasi Hasil Evaluasi dilakukan setelah bimbingan teknis berakhir untuk mengetahui pemanfaatan hasil bimbingan teknis terhadap kinerja di dalam panti, produktifitas dalam mendampingi lansia. Adapun evaluasi yang digunakan dalam bimbingan teknis ini adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Materi 1 Pengertian lansia
Di indonesia umumnya sekitar 60 tahun dipandang sebagai masa tua, mereka sudah pensiun dari pegawai, karena dipandang secara fisik dan mental sudah tua. Di Amerika umur 65 tahun menjadi syarat orang mendapatkan tunjangan jaminan sosial dan beberapa mendapatkan diskon dalam transportasi, bioskop dan sebagainya. Tidak mudah untuk memberikan batasan usia lanjut. Usia enam puluhan bisanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut. Akan tetapi usia kronologis tersebut bukan merupakan kreteria yang baik untuk menandai uisa tua atau lanjut, sebab terdapat perbedaan individu dalam usia pada saat mana usia lanjut mereka mulai. Banyak orang yang karena kondisi kehidupan yang baik, perawatan, pengalaman, pendidikan yang baik belum menunjukan ketuaan fisik dan mentalnya pada usia 65 tahun. Tetapi ada pula orang yang karena kondisi kehidupan yang kurang baik, perawatan, pendidikan kurang, sudah muncul gejala ketuaan sebelum berusia 60 tahun.
Secara umum, usia lanjut ditandai dengan adanya kemunduran baik dari aspek fisik, mental dan sosial. Hurlock (1996) menyebut dua istilah yang berkenaan dengan usia lanjut yaitu senescence dan senility. Istilah senescence (proses menjadi tua) terjadi jika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan. Istilah senility (keuzuran) terjadi jika kemunduran fisik sudah terjadi dan apabila sudah terjadi disorganisasi mental. Thome (dalam monks dkk, 1994 : 344) menyebut proses menjadi tua, disamping perubahan psikologis, harus dimengerti dari proses yang bersifat biologis, sosial, dan perseptual motivasional.
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi : a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi : a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun) b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun) c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun) Materi 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan masa tua
Batasan masa tua secara kronologis memang sulit dilakukan, sebab proses menjadi tua dipengaruhi beberapa faktor. Menjadi tua, menurut Thomae (dalam Monks dkk, 1994) adalah suatu interaksi yang progresif antara individu dengan lingkungannya. Selanjutnya ia menyebutkan sepuluh sistem yang mempengaruhi proses menjadi tua yaitu : 1. Kontelasi “nature-nurture” (pemasakan-belajar) pada permulaan proses menjadi tua,
seperti keturunan, sejarah pendidikan, kebiasaan aktifitas fisik dan mental, kontak sosial, makanan dan sebagainya.
2. Perubahan baru dalam sistem biologis (kesehatan, fungsi-fungsi sensorik) 3. Perubahan baru dalam sistem peranan sosial (dipensiun, kehilangan suami atau istri,
kehilangan teman, peran sosial yang baru). 4. Situasi sosial-ekonomi dan ekologis (misalnya penghasilan, jaminan sosial,
pemeliharaan kesehatan, dsb). 5. Konsistensi dan perubahan pada berbagai aspek fungsi kognitif. 6. Konsistensi dan perubahan pada ciri-ciri kepribadian, seperti : aktifitas, suasana hati,
penyesuaian. 7. Lingkup-hidup individu (life-space), seperti konsep diri, situasi sosio-ekonomis, orientasi
agama dan nilai-nilai, sikap terhadap kematian. 8. Kepuasan hidup dan tingkat keseimbangan yang dicapai antara kehidupan individual
dan situasi hidup yang nyata. 9. Kemampuan untuk memperoleh keseimbangan kembali dengan “konfrontasi aktif” dan
tidak menyerah, melalui tingkah laku mengarah prestasi, penyesuaian. 10. Kompetensi sosial sebagai ukuran global bagi kecapakan individu untuk memenuhi
tuntutan sosial dan biologis disamping juga mengharapkan dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kemungkinan individualnya. Hurlock (1996) juga mengetengahkan kondisi-kondisi yang mempengaruhi panjangnya
usia, yaitu : keturunan, karakteristik tubuh, kondisi tubuh pada umumnya, seks, ras, letak geografis, kondisi sosial ekonomi, intelegensi, pendidikan, merokok, dan minum-minuman keras, status perkawinan, efisiensi, kecemasan, pekerjaan dan kebahagiaan.
Materi 3 Perubahan aspek fisik pada lansia
Kemunduran pertumbuhan aspek biologis pada usia lanjut sangat nyata. Secara fisik pertumbuhannya mengalami penurunan, demikian fungsi-fungsi fisik/biologis semakin berkurang. Secara fisik tubuh usia lanjut usia semakin lemah, otot-otot mengendor, gigi banyak yang tanggal, panca indera semakin tidak berfungsi (mata kabur, pendengaran berkurang, kulit tidak peka dan sebagainya), rambut beruban, bahu membungkuk, perut membuncit, dan sebagainya. Jantung, paru-paru, pencernaan, ginjal dan sebagainya semakin kurang berfungsi dengan baik.
Adanya kemunduran aspek biologis tersebut maka pada usia lanjut terdapat perubahan kemampuan motorik yaitu kekuatan, kecepatan dan kekakuannya berkurang. Usia lanjut semakin tidak tahan dengan perubahan temperatur, sulit bernafas, tekanan jantung naik, makan semakin sedikit (sulit mengunyah, mencerna dan tidak dapat merasakan), waktu tidur semakin berkurang dan sulit tidur. Oleh karena itu masa usia lanjut secara fisik banyak mengalami masalah, banyak keluhan sakit dan sebagainya.
Perubahan fungsi-fungsi fisik juga mencakup perubahan perilaku seksual. Menurunnya fungsi kelenjar gunadal menyebabkan menurunnya potensi seksual, dan ini diperparah lagi oleh budaya yang berkembang dimasyarakat, bahwa usia lanjut tidak penting melakukan hubungan seksual. Meskipun potensi seksual menurun, usia lanjut masih dapat melakukan hubungan seksual, asal ditunjang dengan kondisi fisik dan emosional yang baik, meskipun terjadi penurunan dalam intensitas, reaksi dan lamannya waktu. Relasi yang intim yang terkandung dalam aktifitas seksual akan tetap ada sepanjang hidup, berdasarkan suatu pola relasi yang afektif.
Perubahan-perubahan fisik yang terjadi dapat dilhat pada tabel berikut:
Perubahan Karakteristik
Sel Lebih sedikit jumlahnya.
Lebih besar ukurannya.
Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
Jumlah sel otak menurun
Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%
Sistem Persarafan Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya).
Cepatnya menurun hubungan persarafan.
Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Kurang sensitif terhadap sentuhan
Perubahan Karakteristik
Sistem Pendengaran Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran).
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
Otosklerosis akibat atrofi membran tympani.
Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres
. Sistem Penglihatan Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
Hilangnya daya akomodasi.
Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
Sistem Kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun. b.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi
Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.
Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun.
Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun
Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
Menurunnya aktivitas dari silia.
Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
Perubahan Karakteristik
menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
Kemampuan untuk batuk berkurang.
Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia
Sistem Gastrointestinal Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
Eosephagus melebar.
Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
Daya absorbsi melemah.
Sistem Reproduksi Menciutnya ovari dan uterus.
Atrofi payudara.
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.
Selaput lendir vagina menurun
Sistem Perkemihan Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
Sistem Endokrin Produksi semua hormon menurun.
Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
Menurunnya produksi aldosteron.
Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron
Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
Pertumbuhan kuku lebih lambat.
Perubahan Karakteristik
Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya
Sistem Muskuloskletal Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
Kifosis
Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
Materi 4 Perubahan aspek psikologis pada lansia
Secara psikologis terdapat kemunduran perkembangan dan fungsi psikologis pada
usia lanjut. Meski demikian beberapa peneliti, seperti dikemukakan oleh monks dkk (1994 :
332) jumlah tahun yang dilalui seseorang hanya merupakan salah satu faktor yang tidak
menjadi faktor terpenting. Pengalaman pendidikan, pekerjaan, kesempatan dan latihan,
dan juga kesehatan menjadi faktor yang lebih penting.
Hurlock (1996), Calhoun, dan Acocella ( 1990) mengemukakan beberapa pendapat
klise dan mitos lama dalam masyarakat bahwa kacerdasan pada usia tua mengalami
penurunan atau kemunduran, dan beberapa studi psikologi memperkuat kepercayaan
masyarakat tersebut. Namun penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bukti bahwa
perubahan atau penurunan mental tersebut lebih sedikit dibanding yang dipercayai
masyarakat. Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan jika orang tua diasingkan dari
orang lain dan tidak diberi pekerjaan, dia mungkin dapat menjadi pendiam dan bodoh.
Kemunduran kemampuan mental psikologis usia lanjut diakui semua pihak meskipun
dengan tingkat pengakuan yang berbeda. Kemunduran kemampuan mental pada usia
lanjut adalah peristiwa alamiah yang merupakan kodrat dari Tuhan. Tingkat kemunduran
kemampuan mental usia lanjut tersebut berbeda-beda antara satu orang dengan orang
lain.
Tingkat kemunduran intelektual usia lanjut dipengaruhi beberapa faktor, seperti
kondisi fisik, kesehatan, pengalaman, pendidikan, pergaulan dan sebagainya. Orang lanjut
usia dengan kelemahan fisik, berkurangnya kecepatan gerak motorik akan menjadikan
orang usia lanjut menjadi lamban. Gangguan fungsi indra akan sulit menerima informasi
baru, atau informasi baru menjadi langka, menurunnya fungsi otak menjadikan
kemampuan intelektualnya menurun. Orang lanjut usia yang sebelumnya memiliki
pengalaman intelektual yang lebih tinggi, pendidikan tinggi, dan masih aktif terlibat dalam
kegiatan sosial, secara relatif penurunan kemampuan mentalnya tidak terlalu besar.
Hurlock (1996) mencatat beberapa perubahan mental pada usia lanjut, yaitu : dalam
hal belajar lansia memerlukan waktu lebih lama, terdapat penurunan dalam kecepatan
membuat keputusan, baik dalam berfikir deduktif dan induktif. Kreativitasnya menurun,
ingatannya menjadi semakin lemah, perbendaharaan katanya juga menurun, rasa
humornya berkurang, kecenderungan mengenang masa lalu meningkat. Dalam hal minat,
lansia lebih meningkat pada minat pribadi, minat keagamaan, minat mati, minat rekreasi. Materi 5 Perubahan aspek sosial pada lansia
Sebagaimana kemunduran di bidang fisik dan psikis, kehidupan sosial lansia juga
mengalami kemunduran, partisipasi sosial lansia semakin berkurang. Kemunduran aspek
fisik, kemampuan bekerja kurang dan masa pensiun, menjadikan mobilitas lansia
berkurang, sehingga kontak sosial semakin berkurang. Berkurangnya fungsi penglihatan,
pendengaran, berbahasa, berkurangnya kemampuan berpikir, mengingat dan sebagainya
banyak lansia yang merasa rendah diri, sehingga mengurangi kontak sosial.
Sebagaimana teori pelepasan sosial (social disengagement) pada usia lanjut
(Monks dkk, 1994), meliputi empat elemen, yaitu : pelepasan beban keterlibatan dengan
orang lain, pengurangan variasi peranan sosial yang dimainkan, berkurangnya partisipasi
dalam bentuk fisik, dan penggunaan kemampuan mental yang semakin bertambah.
Pengurangan sosial tersebut dapat terjadi secara sukarela maupun secara terpaksa.
Secara sukarela, manula sadar bahwa peran-peran sosial tertentu sudah tidak sesuai
dengan kebutuhannya. Pengurangan sosial secara terpaksa atau dipaksa bersumber dari
diri sendiri dan orang lain. Dari diri sendiri lansia terpaksa mengurangi kontak/peran sosial
seperti karena keterbatasan fisik dan ekonomi. Dari orang luar, memang lansia ditinggal
atau dikeluarkan dari kontak sosial karena dipandang sudah tidak memenuhi tuntutan
kelompok sosial.
Meski secara umum lansia rnengalami kemunduran di bidang sosial. Namun dalam
aspek tertentu intensitas sosial lansia bertambah, dalam kasus-kasus tertentu lansia
semakin aktif dalam kegiatan sosial, sebagaimana dikemukakan dalam teori aktivitas. Materi 6 Perubahan aspek spiritual pada lansia
Perkembangan spiritualitas lansia terkait dengan kemunduran aspek fisik, psikologis
dan sosial. Dengan kemunduran aspek-aspek tersebut banyak lansia mulai tertarik dalam
kegiatan spiritual. Aktivitas spiritual dilakukan untuk memberikan makna hidup, yang
secara fisik, ekonomi, psikologis dan sosial berkurang.
Dalam setting masyarakat Amerika, Hurlock (1996) mengemukakan bahwa
kepercayaan populer di masyarakat bahwa lansia tertarik pada kehidupan keagamaan,
meskipun bukti-bukti empirik sangat sedikit. Lansia lebih tertarik pada kegiatan keagamaan
karena hari kematiannya semakin dekat, atau karena mereka sangat tidak mampu. Dari
fakta penelitian juga ditemukan banyak lansia yang justru semakin jauh dari minat
keagamaan. Dalam hal pelibatan terhadap kegiatan keagamaan, umumnya mereka hanya
meneruskan kebiasaan pada usia awal.
Apa yang dikemukakan Hurlock tersebut dapat juga terjadi pada masyarakat lain.
Dalam masyarakat muslim, umumnya para lansia lebih meningkatkan keterlibatan dalam
kegiatan keagamaan. Di samping untuk menjadi sarana berhubungan sosial, mengisi
kehidupan akan lebih bermakna, intensitas pengamalan agama diyakini sebagai bekal
untuk menghadapi kematian dan kehidupan sesudah mati, yaitu di alam kubur dan alam
akherat.
Tentang persoalan menghadapi kematian ini telah menjadi obyek penelitian dari
para antropolog, dan umumnya ada kecenderungan masyarakat (lansia) merasa takut
menghadapi kematian. Di kota besar seperti Jakarta, dewasa ini banyak kegiatan
(kursus/paguyuban) yang membahas bagaimana menghadapi kematian yang nyaman,
yang umumnya diikuti oleh kelompok atas.
50
MODUL 2 Komunikasi Efektif Pada Lansia
1.1 Deskripsi
Komunikasi merupakan pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan
perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan
penerima pesan. Pengukuran efektivitas dari suatu proses komunikasi dapat dilihat
dari tercapainya tujuan si pengirim pesan. Pada modul ini dijelaskan tentang
komunikasi efektif pada lansia sebagai dasar dalam memberikan asuhan atau
pendampingan caregiver kepada lansia.
1.2 Tujuan Pembelajaran
1.2.1 Tujuan umum Modul ini ditujukan untuk membantu peserta pelatihan bimbingan (guidance) kepada lansia sebagai pendamping lansia potensial dan tidak potensial (sakit), sehingga dapat meningkatkan pemahaman tentang komunikasi yang efektif pada lansia
1.2.2 Tujuan Khusus Setelah mendapatkan materi pelatihan peserta mampu menjelaskan tentang: a. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
b. Teknik komunikasi pada lansia
c. Hambatan berkomunikasi dengan lansia
1.3 Pokok Bahasan
1.3.1 Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
1.3.2 Teknik komunikasi pada lansia
1.3.3 Hambatan berkomunikasi dengan lansia
1.3.4 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
1.4 Proses Pembelajaran
No. Pokok Bahasan Waktu Peran
Fasilitator Peserta
1. Perkenalan 5 menit - -
2. Penyajian materi 20 menit Fasilitator menyajikan setiap materi
Peserta mengikuti penyajian, tanya jawab pada setiap akhir sesi masing-masing pemberian materi
3. Tanya Jawab 10 menit Fasilitator memfasilitasi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan
Peserta menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
51
No. Pokok Bahasan Waktu Peran
Fasilitator Peserta
dengan substansi materi
4 Refleksi/Penutup 10 menit Fasilitator memberikan masukan mengenai kesimpulan akhir
Mendengarkan
1.5 Metode Pembelajaran
1.5.1 Ceramah 1.5.2 Tanya jawab
1.6 Prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam menggunakan modul ini sebagai berikut : 1.6.1 Kesiapan
Fasilitator memiliki kesiapan sebelum menyampaikan materi bimbingan teknis dengan mempersiapkan dan membaca bahan-bahan yang akan disajikan.
1.6.2 Partisipasi Fasilitator dan peserta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengajukan pertanyaan, melaksanakan tugas-tugas terstruktur maupun dalam mengembangkan metode dan materi bimbingan teknis.
1.6.3 Demokrasi Bimbingan teknis bersifat terbuka dan setara di mana seluruh peserta bimbingan teknis memiliki hak yang sama dalam mengemukakan argumentasinya secara aktif dan terbuka.
1.6.4 Kapabilitas Fasilitator memiliki kapasitas yang memadai dalam menguasai materi bimbingan teknis. Peserta memiliki kompetensi dasar yang diperlukan sesuai dengan bimbingan teknis yang diikutinya.
1.6.5 Penggunaan Alat Bantu Proses pembelajaran hendaknya disertai dan didukung oleh alat bantu bimbingan teknis yang memadai seperti audio visual dan multi media untuk memudahkan pencapaian tujuan bimbingan teknis.
1.8.6 Praktis Materi diarahkan agar konsep-konsep teoritis dapat merespon kondisi-kondisi praktis di lapangan.
1.9 Alat Bantu
1.7.1 Buku dan Modul 1.7.2 LCD Projector 1.7.3 Sound-system
1.10 Evaluasi
52
Evaluasi merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada setiap bimbingan teknis. Aspek-aspek yang dievaluasi pada bimbingan teknis ini adalah: 1. Evaluasi reaksi
Evaluasi ini merupakan respon atau tanggapan peserta terhadap proses pembelajaran dan penyelenggaraan bimbingan teknis.
2. Evaluasi Belajar Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan terhadap aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta.
3. Evaluasi Perilaku Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkah laku peserta selama dan setelah proses bimbingan teknis.
4. Evaluasi Hasil Evaluasi dilakukan setelah bimbingan teknis berakhir untuk mengetahui pemanfaatan hasil bimbingan teknis terhadap kinerja di dalam panti, produktifitas dalam mendampingi lansia. Adapun evaluasi yang digunakan dalam bimbingan teknis ini adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.
53
Materi 1 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi Pendekatan yang dapat dilakukan oleh caregiver dalam melakukan asuhan kepada lansia adalah: 1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan lansia secara obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya (perkembangannya). Pendekatan ini relative lebih mudah dilaksanakan dan dicarikan solusinya karena nyata dan mudah diamati.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Caregiver melaksanakan pendekatan ini berperan sebagai fasilitator yang dapat memfasilitasi masalah yang ditemukan dan melaporkannya kepada perawat atau dokter. Caregiver bisa sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi lansia.
3. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar lansia dapat berinteraksi dengan sesama maupun dengan petugas.
4. Pendekatan spiritual Caregiver harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika lansia dalam keadaan sakit.
Materi 2 Teknik Komunikasi Pada Lansia
Agar dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, caregiver juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain: 1. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan lansia.
2. Responsif Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada merupakana bentuk perhatian petugas kepada . Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa saya bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
54
permintaan bantuan dari lansia. Sikap aktif dari ini akan menciptakan perasaan tenang bagi lansia.
3. Fokus Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas.
4.Supportif Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan menganggukkan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Dengan demikaian diharapkan lansia termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, caregiver jangan terkesan menggurui atau mangajari lansia karena ini dapat merendahan kepercayaan lansia. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5. Klarifikasi Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6. Sabar dan Ikhlas Seperti diketahui sebelumnya lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara dengan petugas kesehatan.
Materi 3 Hambatan berkomunikasi dengan lansia
Hambatan adalah faktor-faktor yang dapat mengganggu penerimaan pesan. Karena
pesan yang diterimanya terganggu maka penerima pesan bisa saja salah memaknai
pesan yang diterimanya. Keterbatasan fisik dari si pengirim maupun si penerima dapat
menjadi hambatan untuk berkomunikasi secara efektif. Komunikasi pada lansia memang
membutuhkan beberapa kemampuan dan kesabaran yang lebih dibandingkan jika
melakukan komunikasi pada personal yang masih dalam usia produktif.
Banyak hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi dalam melakukan komunikasi pada
lansia. Untuk lebih memahaminya, berikut dijabarkan beberapa faktor penghambat
komunikasi pada lansia:
55
1. Mendominasi pembicaraan Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan pembicaraan yang terjadi. 2. Mempertahankan hak dengan menyerang Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya. Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya. 3. Cuek Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri dari pembicaraan. 4. Kondisi fisik Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi. Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut. Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik dan lancar. 5. Stress Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor lainnya. Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah diatasi. 6. Mempermalukan orang lain di depan umum Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang lain di depan umum. Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.
56
7. Tertidur Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara. Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan sekalipun. 8. Lupa Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali. Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi lansia. 9. Gangguan penglihatan Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi berjalan lancar. Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan bicaranya. 10. Lebih banyak diam Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara. 11. Cerewet Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan. Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara. 12. Mudah marah Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.
57
Materi 4 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu
memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak
menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
1. Kenali segera reaksi penolakan
Membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan , orang lain serta lingkunganya.
2. Orientasikan lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan terhadap perawatan
yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan .
3. Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh
sumber informasi atau data dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi
dengan baik dan tepat
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia:
1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien
telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang
cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
58
MODUL 3 TEHNIK BIMBINGAN PADA LANSIA
1.1 Deskripsi
Tehnik bimbingan kepada lansia merupakan pendekatan secara psikologis
merupakan instrumen yang digunakan dalam menganalisis dan menetapkan solusi
apa yang harus diberikan untuk penyelesaian masalah lansia.
1.2 Tujuan Pembelajaran
1.2.1 Tujuan umum Modul ini ditujukan untuk membantu peserta pelatihan bimbingan (guidance) kepada lansia sebagai pendamping lansia potensial dan tidak potensial (sakit), sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengidentifikasi dan membimbing lansia jika mempunyai permasalahan.
1.2.2 Tujuan Khusus Setelah mendapatkan materi pelatihan peserta mampu menjelaskan tentang: a. Mengidentifikasi masalah lansia b. Tehnik membimbing
1.3 Pokok Bahasan
1.3.1 Cara mengidentifikasi masalah lansia
1.3.2 Tehnik membimbing
1.3.3 Bentuk pendampingan
1.4 Proses Pembelajaran
No. Pokok Bahasan Waktu Peran
Fasilitator Peserta
1. Perkenalan 5 menit Melakukan apersepsi
Memperhatikan
2. Penyajian materi 20 menit Fasilitator menyajikan setiap materi
Peserta mengikuti penyajian, tanya jawab pada setiap akhir sesi masing-masing pemberian materi
3. Tanya Jawab 10 menit Fasilitator memfasilitasi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
Peserta menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
4 Refleksi/Penutup 10 menit Fasilitator memberikan masukan mengenai kesimpulan akhir
Mendengarkan
59
1.5 Metode Pembelajaran
1.5.1 Diskusi
1.5.2 Penugasan
1.6 Prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam menggunakan modul ini sebagai berikut : 1.6.1 Kesiapan
Fasilitator memiliki kesiapan sebelum menyampaikan materi bimbingan teknis dengan mempersiapkan dan membaca bahan-bahan yang akan disajikan.
1.6.2 Partisipasi Fasilitator dan peserta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengajukan pertanyaan, melaksanakan tugas-tugas terstruktur maupun dalam mengembangkan metode dan materi bimbingan teknis.
1.6.3 Demokrasi Bimbingan teknis bersifat terbuka dan setara di mana seluruh peserta bimbingan teknis memiliki hak yang sama dalam mengemukakan argumentasinya secara aktif dan terbuka.
1.6.5 Kapabilitas Fasilitator memiliki kapasitas yang memadai dalam menguasai materi bimbingan teknis. Peserta memiliki kompetensi dasar yang diperlukan sesuai dengan bimbingan teknis yang diikutinya.
1.6.5 Penggunaan Alat Bantu Proses pembelajaran hendaknya disertai dan didukung oleh alat bantu bimbingan teknis yang memadai seperti audio visual dan multi media untuk memudahkan pencapaian tujuan bimbingan teknis.
1.6.3 Praktis Materi diarahkan agar konsep-konsep teoritis dapat merespon kondisi-kondisi praktis di lapangan.
1.7 Alat Bantu 1.7.1 Buku dan Modul 1.7.2 LCD Projector 1.7.3 Sound-system
1.8 Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada setiap bimbingan teknis. Aspek-aspek yang dievaluasi pada bimbingan teknis ini adalah:
1. Evaluasi reaksi Evaluasi ini merupakan respon atau tanggapan peserta terhadap proses pembelajaran dan penyelenggaraan bimbingan teknis.
2. Evaluasi Belajar Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan terhadap aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta.
3. Evaluasi Perilaku Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkah laku peserta selama dan setelah proses bimbingan teknis.
4. Evaluasi Hasil Evaluasi dilakukan setelah bimbingan teknis berakhir untuk mengetahui pemanfaatan hasil bimbingan teknis terhadap kinerja di dalam panti, produktifitas dalam mendampingi lansia. Adapun evaluasi yang digunakan dalam bimbingan teknis ini adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.
60
Materi 1 Mengidentifikasi permasalahan pada lansia
Permasalahan psikologis yang dapat terjadi pada lansia adalah: 1. Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya pasangan
hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian.
2. Duka cita (bereavement), pada periode duka cita ini merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia. meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting.
3. Depresi, persoalan hidup yang mendera lansia seperti kemiskinan, usia, stress yang berkepanjangan, penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, perceraian atau kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa merawatnya dan sebagainya dapat menyebabkan terjadinya depresi. Gejala depresi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan dewasa muda, dimana pada usia lanjut terdapat gejala somatik. Pada usia lanjut rentan untuk terjadi: episode depresi berat dengan ciri melankolik, harga diri rendah, penyalahan diri sendiri, ide bunuh diri, penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya depresi. Yang sering terlihat adalah hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri kecemasan dan perlambatan motorik, (Stanley&Beare, 2002).
4. Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan ganggua obstetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
5. Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul pada lansia.
6. Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa tetangganya mencuri barang- barangnya atau tetangga berniat membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
7. Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini sering bermain-main dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur.
8. Pemahaman dan pengalaman hidup terhadap agama kurang. 9. Ketergantungan terhadap orang lain. 10. Menurunnya daya ingat (sering lupa), komunikasi menjadi lambat.
61
11. Most power syndrom, biasanya dialami seorang lanjut usia yang ketika mudanya mempunyai jabatan atau kedudukan yang tinggi, namun ketika sudah tua, tenaganya sudah tidak dibutuhkan lagi, seperti pensiun dari TNI atau kepolisian, dsb.
12. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.
13. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau isteri yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat.
14. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. 15. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa. 16. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk
orang dewasa. 17. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut
dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan yang lebih cocok. 18. Ketakutan atau kesiapan dalam menghadapi kematian.
Cara mengidentifikasi permasalahan pada lansia menggunakan langkah sebagai berikut:
1. Membina hubungan dan harapan-harapan
a. Pada tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi
dengan pembimbing yang makin lama makin membuka peluang untuk
sebuah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan.
Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi lansia.
b. Menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti program bimbingan
c. Menyampaikan kejadian / peristiwa yang terjadi dan bagaimana perasaannya
terkait dengan kejadian atau peristiwa yang dialami
2. Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini pendamping mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi lansia. Berbeda dengan lansia lain yang cenderung membiarkan lansia “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam bimbingan ini lansia sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3. Pada tahap pembahasan bersama. Pada tahap ini pendamping dan lansia bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4. Tahap evaluasi dan penyimpulan. Mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku lansia. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan gejala.
Materi 2
Tehnik pendampingan lansia
Individu usia lanjut umumnya memiliki sikap yang lemah, baik lemah terhadap kondisi fisik maupun lemah menyesuaikan dengan lingkungannya. Yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa meraih usia panjang tidak hanya persoalan untuk menjaga fisik pada lansia, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mental seseorang dalam menyikapi rentang
62
hidupnya. Seperti halnya usia lanjut disini mereka harus mampu menyikapi rentang hidupnya dengan berusaha memahami keadaan yang ada pada dirinya.
Pendampingan yang dilakukan pada lansia bergantung pada tipe psikologis lansia yang akan dibagi menjadi lima tipe, antara lain 1. tipe kepribadian konstrukstif (construction personality), tipe ini tidak perlu bimbingan
tetapi pendamping dibutuhkan bagi yang membutuhkan, namun jika lansia masih memiliki anak dan pasangan hidup berarti lansia sudah cukup memiliki pendamping sebaiknya jangan dipaksakan.
2. tipe kepribadian tergantung (dependent personality), disini pendamping dapat membangkitkan keinginan lansia untuk berbuat sesuatu bagi orang lain atau mungkin memberikan penyuluhan tentang makanan yang sehat bagi lansia, sebab pendamping disini berguna agar lansia memahami bahwa kemampuan dan pengalamannya masih bermanfaat bagi orang lain,
3. tipe kepribadian mandiri (independent personality), pendamping bekerja dengan lebih banyak mendengarkan sebelum perlahan mengubah persepsi lansia yang tidak suka menjadi tua dan pensiun, sehingga ia bisa menerima hal tersebut,
4. tipe kepribadian bermusuhan (hosility personality), tipe ini paling sulit didekati, mungkin pendamping hanya berguna sebagai pembimbing seperti pada tipe konstruktif,
5. tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), pendampingg disini berguna untuk memberikan support bagi lansia, yang mana pembimbingan bertujuan untuk menghilangkan persepsi yang negatif tentang diri lansia.
Mencoba memberikan pelayanan yang tepat untuk lansia adalah salah satu cara untuk membantu lansia agar dapat menerima keadaannya yang sesungguhnya ia jalani, dengan begitu jika lansia dapat memahami dirinya maka ia akan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi fisik, sosial-psikologisnya dengan tepat. Dengan memperlakukan lansia sesuai keinginannya hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa lansia perlahan-lahan akan lebih dapat menerima diri.
Keadaan yang ada pada lansia cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan secara khusus, baik kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan kepada lansia agar dapat menerima keadaan dengan mencari sisi positif dari kemampuan dan pengalaman yang ada pada lansia agar ia berpikir bahwa ia masih berguna dan dibutuhkan orang lain.
Materi 3 Bentuk-Bentuk Pendampingan
1. Pertemanan
63
2. Membantu perawatan diri dan aktivitas sehari-hari
3. Menemani bepergian (menemani bepergian ke kegiatan kerohanian/spiritual dan rekreasi, menemani ke Puskesmas, dll).
4. Mengajak dan melakukan senam lansia bersama lanjut usia.
5. Advokasi kepada lanjut usia atau merujuk kepada pihak lain jika lanjut usia menghadapi masalah yang memerlukan penanganan
6. Dengan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, seringkali pendamping menghadapi kasus yang memerlukan rujukan
MODUL 4
64
Melatih Pergerakan Aktif Dan Pasif Serta Aktifitas Sehari-Hari
1.1 Deskripsi
Latihan pergerakan adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).
1.2 Tujuan Pembelajaran
1.2.1 Tujuan umum Modul ini ditujukan untuk membantu peserta pelatihan bimbingan (guidance) kepada lansia sebagai pendamping lansia potensial dan tidak potensial (sakit), sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melatih [ergerakan aktif, pasif dan aktifitas sehari-hari.
1.2.2 Tujuan Khusus Setelah mendapatkan materi pelatihan peserta mampu menjelaskan tentang: d. Latihan pergerakan aktif
e. Latihan pergerakan pasif
f. Latihan aktifitas sehari-hari
1.3 Pokok Bahasan
1.3.1 Tehnik pergerakan aktif
1.3.2 Tehnik pergerakan pasif
1.3.3 Tehnik melatih aktifitas sehari-hari
1.4 Proses Pembelajaran
No. Pokok Bahasan Waktu Peran
Fasilitator Peserta
1. Perkenalan 5 menit Melakukan apersepsi
Memperhatikan
2. Penyajian materi 20 menit Fasilitator menyajikan setiap materi
Peserta mengikuti penyajian, tanya jawab pada setiap akhir sesi masing-masing pemberian materi
3. Tanya Jawab 10 menit Fasilitator memfasilitasi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
Peserta menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan substansi materi
4 Refleksi/Penutup 10 menit Fasilitator memberikan masukan mengenai kesimpulan akhir
Mendengarkan
65
1.5 Metode Pembelajaran
1.5.1 Demosntrasi
1.5.2 Re demonstrasi
1.6 Prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam menggunakan modul ini sebagai berikut : 1.6.1 Kesiapan
Fasilitator memiliki kesiapan sebelum menyampaikan materi bimbingan teknis dengan mempersiapkan dan membaca bahan-bahan yang akan disajikan.
1.6.2 Partisipasi Fasilitator dan peserta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengajukan pertanyaan, melaksanakan tugas-tugas terstruktur maupun dalam mengembangkan metode dan materi bimbingan teknis.
1.6.3 Demokrasi Bimbingan teknis bersifat terbuka dan setara di mana seluruh peserta bimbingan teknis memiliki hak yang sama dalam mengemukakan argumentasinya secara aktif dan terbuka.
1.6.6 Kapabilitas Fasilitator memiliki kapasitas yang memadai dalam menguasai materi bimbingan teknis. Peserta memiliki kompetensi dasar yang diperlukan sesuai dengan bimbingan teknis yang diikutinya.
1.6.5 Penggunaan Alat Bantu Proses pembelajaran hendaknya disertai dan didukung oleh alat bantu bimbingan teknis yang memadai seperti audio visual dan multi media untuk memudahkan pencapaian tujuan bimbingan teknis.
1.6.3 Praktis Materi diarahkan agar konsep-konsep teoritis dapat merespon kondisi-kondisi praktis di lapangan.
1.7 Alat Bantu 1.7.1 Buku dan Modul 1.7.2 LCD Projector 1.7.3 Sound-system 1.7.4 Alat demonstrasi
1.8 Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada setiap bimbingan teknis. Aspek-aspek yang dievaluasi pada bimbingan teknis ini adalah:
1. Evaluasi reaksi Evaluasi ini merupakan respon atau tanggapan peserta terhadap proses pembelajaran dan penyelenggaraan bimbingan teknis.
2. Evaluasi Belajar Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan terhadap aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta.
3. Evaluasi Perilaku Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkah laku peserta selama dan setelah proses bimbingan teknis.
4. Evaluasi Hasil Evaluasi dilakukan setelah bimbingan teknis berakhir untuk mengetahui pemanfaatan hasil bimbingan teknis terhadap kinerja di dalam panti, produktifitas dalam mendampingi lansia. Adapun evaluasi yang digunakan dalam bimbingan teknis ini adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.
66
Materi 1 Tehnik pergerakan aktif Latihan gerak sendi aktif adalah cara menggerakkan semua sendinya dengan rentang gerak sendi tanpa bantuan untuk meningkatkan aliran darah perifer, dan mencegah kekakuan otot dan sendi. Latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan latihan gerak sendi 1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot 2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan 3. Mencegah kekakuan pada sendi
Manfaat 1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan 2. Mengkaji tulang, sendi,dan otot 3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi 4. Memperlancar sirkulasi darah 5. Memperbaiki tonus otot 6. Meningkatkan mobilisasi sendi 7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
Jenis pergerakan sendi 1. Aktif, yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (lansia) dengan menggunakan
energi sendiri. Pendamping memberikan motivasi, dan membimbing lansia dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (lansia aktif). Kekuatan otot 75 %. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif .
2. Pasif, yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain (pendamping)
atau alat mekanik. Pendamping melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (lansia pasif). Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan pasif adalah lansia semikoma dan tidak sadar, lansia dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, lansia tirah baring total atau lansia dengan kelumpuhan ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya pendamping mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
Tehnik gerak aktif: 1. Leher
a. Fleksi 45⁰ gerakan dagu menempel ke dada b. Ekstensi 45⁰ kembali ke posisi tegak (kepala tegak) c. Hiperekstensi 10⁰ menggerakkan kepala kearah belakang d. Rotasi 180⁰ memutar kepala sebanyak 4 kali putaran e. Fleksi lateral kanan 40-45⁰ dan fleksi lateral kiri 40-45⁰ memiringkan kepala
menuju kedua bahu kiri dan kanan
67
2. Bahu
a. Fleksi 180⁰ menaikkan lengan ke atas sejajar dengan kepala b. Ekstensi 180⁰ mengembalikan lengan ke posisi semula c. Hiperekstensi 45-60⁰ menggerakkan lengan kebelakang d. Abduksi 180⁰ lengan dalam keadaan lurus sejajar bahu lalu gerakkan kearah
kepala e. Adduksi 360⁰ lengan kembali ke posisi tubuh f. Rotasi internal 90⁰ tangan lurus sejajar bahu lalu gerakkan dari bagian siku kearah
kepala secara berulang g. Rotasi eksternal 90⁰ dan kearah bawah secara berulang
3. Siku
a. Fleksi 150⁰ menggerakkan daerah siku mendekati lengan atas b. Ekstensi 150⁰ dan luruskan kembali
4. Lengan bawah
a. Supinasi 70-90⁰ menggerakkan tangan dengan telapak tangan diatas b. Pronasi 70-90⁰ menggerakkan tangan dengan telapak tangan dibawah
68
5. Pergelangan tangan
a. Fleksi 80-90⁰ menggerakkan pergelangan tangan kearah bawah b. Ekstensi 80-90⁰ menggerakkan tangan kembali lurus c. Hiperekstensi 89-90⁰ menggerakkan tangan kearah atas
6. Jari-jari tangan
a. Fleksi 90⁰ tangan menggenggam b. Ekstensi 90⁰ membuka genggaman c. Hiperekstensi 30-60⁰ menggerakkan jari-jari kearah atas d. Abduksi 30⁰ meregangkan jari-jari tangan e. Adduksi 30⁰ merapatkan kembali jari-jari tangan
7. Ibu jari
a. Fleksi 90⁰ menggenggam b. Ekstensi 90⁰ membuka genggaman c. Abduksi 30⁰ menjauhkan/meregangkan ibu jari d. Adduksi 30⁰ mendekatkan kembali ibu jari e. Oposisi mendekatkan ibu jari ke telapak tangan
69
8. Pinggul
a. Fleksi 90-120⁰ menggerakkan tungkai keatas b. Ekstensi 90-120⁰ meluruskan tungkai c. Hiperekstensi 30-50⁰ menggerakkan tungkai kebelakang d. Abduksi 30-50⁰ menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh e. Adduksi 30-50⁰ merapatkan tungkai kembali mendekat ke tubuh f. Rotasi internal 90⁰ memutar tungkai kearah dalam g. Rotasi eksternal 90⁰ memutar tungkai kearah luar
9. Lutut
a. Fleksi 120-130⁰ menggerakkan lutut kearah belakang b. Ekstensi 120-130⁰ menggerakkan lutut kembali keposisi semula lurus
10. Mata kaki
a. Dorso fleksi 20-30⁰ menggerakkan telapak kaki kearah atas b. Plantar fleksi 20-30⁰ menggerakkan telapak kaki kearah bawah
70
11. Kaki
a. Inversi/supinasi 10⁰ memutar/mengarahkan telapak kaki kearah samping dalam b. Eversi/Pronasi 10⁰ memutar/mengarahkan telapak kaki kearah samping luar
12. Jari-jari kaki
a. Fleksi 30-60⁰ menekuk jari-jari kaki kearah bawah b. Ekstensi 30-60⁰ meluruskan kembali jari-jari kaki c. Abduksi 15⁰ mereganggkan jari-jari kaki d. Adduksi 15⁰ merapatkan kembali jari-jari kaki
71
Materi 2 Tehnik Pergerakan Pasif Latihan gerak pasif dapat dilakukan secara pasif yaitu dengan tenaga yang diperoleh dari luar yaitu dengan bantuan seseorang yang merawat dan dilakukan pada bagian anggota gerak yang mengalami kelemahan. Latihan ini dilakukan apabila klien tidak mampu melakukan sendiri. Masing – masing gerakan dapat dilakukan sebanyak 5 kali.
A. Latihan Pasif Anggota Gerak Atas 1. Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu
a. Tangan satu penolong memegang siku, tangan yang lain memegang lengan.
b. Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap lurus.
2. Gerakan menekuk dan meluruskan siku Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan siku
3. Gerakan memutar pergelangan tangan
a. Pegang lengan dengan tangan satu dan tangan yang lainnya menggenggam telapak tangan klien
b. Putar pergelangan tangan klien ke arah luar (terlentang) dan ke arah dalam (telungkup)
72
4. Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan a. Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang
pergelangan tangan b. Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah
5. Gerakkan memutar ibu jari Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan satu tangan, tangan yang satunya memutar ibu jari tangan
6. Gerakan menekuk dan meluruskan jari – jari tangan Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan jari-jari tangan.
B. Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah 1. Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha
73
a. Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai b. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutu tetap lurus.
2. Gerakan menekuk dan meluruskan lutut a. Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai b. Kemudian tekuk dan luruskan lutut
3. Gerakan untuk pangkal paha
Gerakkan kaki klien menjauh dan mendekati badan atau kaki satunya
4. Gerakan memutar pergelangan kaki Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar pergelangan kaki
74
Materi 3 Tehnik melatih aktifitas sehari-hari
Latihan yang dapat diajarkan kepada lansia adalah sebagai berikut :
A. Berbaring pada posisi yang lemah : 1. Ranjang : datar seluruhnya 2. Kepala : di atas dengan posisi yang enak 3. Badan : agak membungkuk, diganjal dengan bantal pada punggung sampai
pinggul 4. Bahu yang lumpuh : di dorong ke depan dan diputar keluar 5. Lengan yang lumpuh : posisi dengan sudut rentang 90 º dari badan, seluruh
lengan disandarkan pada meja kecil beralas bantal di sisi ranjang klien, siku dalam posisi selurus mungkin dan telapak tangan menghadap ke atas.
6. Tungkai yang lumpuh : posisi pergelangan paha lurus, lutut sedikit ditekuk 7. Lengan yang sehat di letakkan di atas badan 8. Tungkai dan kaki yang sehat : dalam posisi melangkah, diganjal bantal,
pergelangan paha dan lutut agak ditekuk.
75
A. Berbaring terlentang 1. Ranjang : datar seluruhnya 2. Kepala : di atas bantal, leher tidak tertekuk 3. Kedua bahu diganjal dengan bantal 4. Lengan yang lumpuh : disandarkan di atas bantal dan agak menjahui
bantal, sikut diluruskan, pergelangan tangan lurus, semua jari diluruskan 5. Pinggul yang lumpuh : posisi lurus dan diganjal dengan bantal 6. Lengan diletakkan pada bantal yang sama.
B. Berbaring pada sisi yang sehat 1. Ranjang : datar seluruhnya 2. Kepala : dibaringkan dengan nyaman dan lurus dengan badan 3. Badan : agak bersandar ke depan 4. Bahu yang lumpuh : agak didorong ke depan 5. Lengan dan tangan yang lumpuh : di atas bantal, sudut rentang sekitar
100º dari badan 6. Tungkai yang lumpuh : pergelangan paha dan lutut agak ditekuk, tungkai
dan kaki diganjal dengan bantal 7. Lengan yang normal : diletakkan pada posisi yang menyenangkan klien 8. Tungkai yang normal : pinggul dan lutut diluruskan.
76
C. Duduk di ranjang 1. Ranjang : bagian kepala ranjang diusahakan selurus mungkin, sebuah
bantal diletakkan di bawah punggung klien 2. Kepala : tak bersandar 3. Badan : tegak 4. Pinggul : ditekuk 90º, berat badan dibebankan pada kedua pinggul 5. Lengan : diluruskan ke depan : siku disandarkan pada meja ranjang atau
bantal
D. Tata cara berpindah 1. Letakkan kursi/kursi roda di sebelah sisi yang lemah 2. Pstikan bahwa tempat tidur atau kursi tidak bergeser 3. Anjurkan agar klien bergeser ke tepi tempat tidur, duduk dengan telapak
kaki menapak lantai 4. Pegang pinggang klien dengan kedua tangan anda, anjurkan klien untuk
memegang bahu anda 5. Bantu klien untuk berdiri dan mundur ke belakang untuk duduk di kursi
77
E. Latihan berjalan menggunakan tongkat berkaki satu atau berkaki empat Anjurkan klien untuk meletakkan tongkat di depannya agak kesamping,
langkahkan kaki yang lemah terlebih dahulu diikuti kaki yang sehat, ulangi
cara ini untuk belajar berjalan.
78
F. Latihan naik turun tangga 1. Naik tangga dibantu penolong
a. Penolong berdiri di belakang klien b. Langkahkan kaki yang sehat terlebih dahulu sambil tangan berpegangan pada pegangan tangga c. Penolong melangkahkan kaki yang lemah pada anak tangga yang sama
2. Turun tangga dibantu penolong a. Sambil berpegang pada pegangan tangga, langkahkan terlebih
dahulu kaki yang lemah, kemudian diikuti kaki yang sehat b. Penolong berdiri di depan klien dan menghadap ke klien
79
3. Naik turun tangga menggunakan tongkat
Pada saat klien mampu duduk maka latihlah klien untuk melakukan aktivitas terarah untuk
membantu kemandirian klien dalam memenuhi aktivitas sehari – hari, diantaranya yang
meliputi :
A. Berpakaian 1. Cara berpakaian:
a. Masukkan terlebih dahulu lengan yang lemah ke dalam lengan baju b. Tarik lengan baju ke atas sampai bahu c. Putar baju ke arah lengan yang sehat a. Masukkan tangan yang sehat ke lengan baju lainnya b. Kancingkan baju
2. Cara mengenakan celana a. Masukkan kaki yang lemah terlebih dahilu ke dalam celana b. Setelah itu masukkan kaki yang sehat ke dalam celana c. Jika keseimbangan berdiri klien telah bagus, celana langsung ditarik ke
atas d. Jika keseimbangan berdiri klien belum baik, klien berbaring, dahulu baru
celana ditarik ke atas secara bergantian.
80
3. Cara Makan a. Berikan makanan yang mudah ditelan b. Latihlah klien memegang sendok dan memasukkan makanan sendiri c. Pada waktu menelan, anjurkan klien untuk memegang kerongkongannya
untuk merasakan proses menelan d. Latihlah klien untuk mengunyah dan menggigit
4. Cara menggunakan kamar kecil a. Sediakan kursi di kamar mandi klien b. Untuk menjaga keseimbangan klien dan keamanan klien, jika
memungkinkan pasang pegangan pada dinding kamar mandi. c. Bila perlu gunakan kursi berlubang di atas klosed d. Awasi klien pada saat di kamar mandi e. Bantu klien membersihkan diri apabila klien belum mampu melakukan
sendiri f. Pintu kamar mandi jangan dikunci untuk mempermudah pengawasan
81
PENUTUP
Pedoman ini merupakan salah satu petunjuk kerja dalam melaksanakan program
pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di panti atau di rumah. Pelayanan lanjut
usia di institusi atau di Panti merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut
usia yang memiliki ketergantungan maupun mandiri. Berkembangnya Panti sebagai
salah satu program yang mendorong tumbuh berkembangnya kepedulian terhadap
permasalahan lanjut usia dalam melaksanakan layanan kepada lanjut usia terlantar,
miskin atau lanjut usia yang memiliki keinginan tinggal di panti.
Buku pegangan ini disusun agar dapat digunakan oleh caregiver sebagai sarana
untuk memberikan asuhan kepada lanjut usia. Mudah – mudahan buku ini bermanfaat.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ali, W. (1999). (Editor). Petunjuk praktis rehabilitasi fisik penderita stroke. Bagian neurologi
FKUI / RSCM, Jakarta
Departemen Agama RI. (1984). Al Qur’an dan terjemahannya. Jakarta : Bumi Restu.
George, Rickey L., Cristiani Theresa stridde. (1981). Theory. Methods, and processes of
counseling and psychoterapy. New york : prentice hall inc.
Hurlock, elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (edisi kelima) alih bahasa Istiwidayanti. Jakarta : Erlangga.
Kementerian Sosial RI (2014). Modul Pendampingan Pelayanan Lanjut Usia. Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Sosia, Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Lumbantobing, S.M. (2000). Stroke bencana peredaran darah di otak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Mulyatsih, E. (2003). Stroke petunjuk praktis bagi pengasuh dan keluarga pasien pasca stroke. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Monks F.J, Konoers A.M.P, dan Siti Rahayu Haditono. (1994). Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
A. Portal ilmu komunikasi Indonesia (2019). 12 Faktor Penghambat Komunikasi Pada
Lansia https://pakarkomunikasi.com/
Ismayadi, http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3595/keperawatan-
ismayadi.pdf;jsessionid=223115CC4A75A196461E9B1CD7D73514?sequence=1 Smeltzer, S.C., & Bare, B.G.(2004). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. 10th edition. Volume 2. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
83