LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN RASA NYERI
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD TUGUREJO SEMARANG
A. DEFINISI
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
(Long, 1996). Secara umum, nyeri didefinisikan sebagai perasaaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat. (Priharjo, 1992)
Nyeri adalah sensori yang tidak nyaman dan pengalaman emosi yang dihubungkan
dengan luka nyata atau potensial atau digambarkan dalam bentuk luka
(IASP/International Association for the Study of Pain, 1979)
B. FISIOLOGI NYERI
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat yang mana
nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan
transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus. (Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul
Chayatin : 2007 hal 204)
C. REAKSI TERHADAP NYERI
Setiap orang memberikan reaksi nyeri yang berbeda-beda. Ada orang yang
menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah dan cemas, ada pula yang
menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh toleransi. Sebagian orang
merespons nyeri dengan menangis, mengerang dan menjerit-njerit, meminta
pertolongan, gelisah di tempat tidur, atau berjalan mondar-mandir tak tentu arah untuk
mengurangi rasa nyeri. Sedangkan yang lainya tidur sambil menggemertakan gigi,
mengepalkan tangan, atau mengeluarkan banyak keringat ketika mengalami. (Iqbal,
Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 207)
D. JENIS NYERI
Jenis nyeri ada 3 yaitu:
1. Nyeri perifer. Nyeri ini ada tida macam: nyeri superfisial, yakni rasa nyeri
yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; nyeri viseral,
yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di
rongga abdomen, kranium, dan toraks; nyeri alih, yakni nyeri yang
dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis,
batang otak, dan talamus.
3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan
kata lain, nyeri timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri
ini muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis. (Iqbal, Wahib
Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 208)
E. BENTUK NYERI
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis
1. Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.
Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri
sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot
dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri
bisa diketahui atau tidak. Nyeri ini cenderung hilang timbul dan biasanya
tidak dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih
dalam sehingga pasien sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari
nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan sering
mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang perhatian, sering
merasa putus asa dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis
biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya
penderita terbebas dari rasa nyeri misalnya sakit kepala migran. (Iqbal,
Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 209)
F. INTENSITAS NYERI
Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan
skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling akut
hebat. Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia
rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut
waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif dan dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, kosentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan
harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalm sebuah skala nyeri
dengan beberapa kategori:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
(Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 212)
G. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian dengan mnemonik untuk pengkajian nyeri
P = Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q = Quality atau kualitas nyeri (misal: tumpul, tajam)
R = Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan ke daerah lain
S = Severity atau keganasan yaitu intensitas nyeri
T = Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab
b. Riwayat nyeri, meliputi beberapa aspek antara lain:
Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, meminta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan
gambar tubuh. Klian menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini
sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu
sumber.
Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan dipercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. dengan
rentang skala dari 0-5 atau 0-10.
Pola. Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi kekambuhan atau interval
nyeri
Faktor presipitasi. Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya
nyeri. Sebagai contoh aktivitas fisik berat dapat menimbulkan nyeri dada.
Selain itu faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin atau panas,
stresor fisik dan emosional
Gejala yang menyertai. Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing dan diare.
Sumber koping. Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam mengahadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya.
Respon afektif. Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung
pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan lainya.
Mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal
dalm diri klien. (Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 214)
c. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons non-verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah
satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup
mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bawah. Selain
ekspresi wajah, respons perilaku lainya adalah vokalisasi (misal berteriak,
menangis, erangan), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan
tubuh tanpa tujuan (misal menendang-nendang, membolak-balikan tubuh di
atas kasur). Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, tergantung
pada sumber dan durasi nyeri. Dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi
dan pernafasan, dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis
(Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin : 2007 hal 215)
Vokalisasi: mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.
Ekspresi wajah: meringis, menggeletukan dahi, mengeryitkan dahi, menutup
mata atau mulut rapat-rapat bahkan sebaliknya, menggigit bibir.
Gerakan tubuh: gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari dan tangan, gerakan ritmik atau menggosok, gerakan melindungi bagian
tubuh.
Interaksi sosial: menghindari percakapan, fokus pada aktivitas untuk
menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian
(potter, perry:2005 hal 1522)
A. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada gangguan rasa nyeri adalah :
1. Ansietas, berhubungan dengan :
Nyeri yang tidak hilang
2. Nyeri yang berhubungan dengan :
Cedera fisik atau trauma
Penuruna suplai darah ke jaringan
Proses melahirkan normal
3. Nyeri kronik yang berhubungan dengan:
Jaringan parut
Kontrol nyeri yang tidak adekuat
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:
Nyeri maligna kronik
5. Ketidakefektifan individu yang berhubungan dengan:
Nyeri kronik
6. Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan:
Nyeri muskuloskeletal
Nyeri insisi
7. Risiko cedera yang berhubungan dengan
Penurunan resepsi nyeri
8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan:
Nyeri muskuloskeletal
9. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan:
Nyeri artritis panggul
10. Gangguan pola tidur yang brhubungan dengan:
Nyeri punggung bagian bawah
11. Nyeri akut yang berhubungan dengan:
Kram abdomen diare, muntah,sekunder akibat (gastroenteritis,influenza ulkus
lambung)
(Potter, perry:2005 hal 1523)
B. Perencanaan keperawatan
Tujuan :
1. Klien menyatakan merasa sehat dan nyaman
2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
3. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab ia rasa nyeri
4. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman
(potter, perry:2005 hal 1526)
Rencana tindakan peredaan nyeri:
( Pembimbing akademik)
1. Menyatakan tidak ada area nyeri baru dan intensitas nyeri berkurang
2. Memonitor dan melaporkan perubahan lokasi, intesitas, qualitas dan pola nyeri
3. Mengidentifikasi dan menghindari faktor emosi, behavior, dan kognitif yang
menyebabkan nyeri
4. Mengidentifikasi dan menggunakan tehnik kognitif dan behavior untuk mengatasi
nyeri
(Potter, perry:2005 hal 1526-1527)
1. Melakukan hubungan terapeutik dengan cara perawat dapat membantu melihat
secara keseluruhan dan memiliki rasa kepedulian terhadap klien
2. Spontanitas dalam memenuhi kebutuhan klien
3. Meningkatkan trust antara perawat dan klien
4. Memberi penyuluhan dengan cara mengajar klien tentang pengalaman nyeri akan
mengurangi rasa cemas dan membantu klien dalam menguasai pengendalian diri
C. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan
Tindakan peredaan nyeri non farmakologis:
(Aziz dan Musrifatul, hal 174-188)
1. Masase, dengan cara memberikan masase pada klien dalam memenuhi
kebutuhan rasa nyaman (nyeri) pada daerah superfisial atau otot/tulang.
2. Kompres panas basah, yang bertujuan untuk memperbaiki
sirkulasi,mengurangi nyeri dan meningkatkan drainase pus dengan
menggunakan buli-buli yang diisi larutan hangat 1/3 bagian.
3. Kompres dingin basah, dengan menggunakan kain yang dicelupkan ke
dalam air dingin. Kompres biasanya dilakukan di ketiak, dahi, atau lipat
paha.
4. Rendam, yang dilakukan pada daerah tangan kaki, seluruh bagian tubuh
yang mengalami gangguan sirkulasi, ketegangan otot atau terdapat luka
kotor. Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan peradangan,
memperbaiki sirkulasi, mengendorkan otot, tendon dan mempercepat
penyembuhan jaringan
(Potter, Perry:2005 hal 1531-1534)
1. Distraksi yaitu mengalihkan perhatian klien dengan hal lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri
2. Biofeedback, yaitu teknik relaksasi dan ini sangat efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala migran
3. Hipnosis diri dimana hal ini menggunakan sugesti dan kesan tentang
perasaan yang rileks dan damai
4. Mengurangi persepsi nyeri, adalah salah satu cara sederhana untuk
meningkatkan rasa nyaman dengan mencegah stimulus nyeri
5. Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri seperti dengan mandi air hangat, kompres
menggunakan kantong es.
6. Info, dengan memberikan info pendidikan tentang diet, kebutuhan kalori.
(Tarwoto dan Wartonah 2006)
Strategi kesehatan holistik yaitu
1. Sentuhan terapeutik, dimana teknik ini bertujuan untuk
menciptakan respon relaksasi pada klien. Dengan cara memberi
sentuhan terhadap pusat nyeri yang kemudian sedikit diberi tekanan
dan masase untuk mengurangi respon nyeri.
2. Akupresur, memungkinkan alur energi untuk meningkatkan kondisi
klien sehat kembali, seperti menghilangkan rasa nyeri di kepala
dengan menekan titik tertentun di sepanjang jalur sehingga akan
menjadi seimbang dan klien bisa lebih merasa nyaman.
3. Relaksasi dan teknik imajinasi, ini memberikan individu kontrol
diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi
pada nyeri. Seperti di minta klien memikirkan pemandangan yang
menyenangkan atau pengalaman yang meningkatkan pengguna indra.
Lalu perawat mencatat kesan darin penjelasan si klien. Bisa dengan
menyuruh klien memejamkan mata lalu tarik nafas sedalam-
dalamnya dan meminta klien benar-benar merasakn rileks, ini juga
bisa untuk mengurangi rasa nyeri
Tindakan peredaan nyeri farmakologis:
1. Analgesik, merupakan metode umum untuk mengatasi nyeri. Ada 3 jenis
analgesik: non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesik narkotik atau opiat, obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik.
Ada beberapa tahap dalam pemberian analgesik menurut ( NIC dan NOC
2007-2008 hal 324):
-menentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
-cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
-cek riwayat alergi
-pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
- monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
- berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
-evaluasi aktivitas analgesik tanda dan gejala (efek samping)
2. Analgesik Dikontrol-pasien (ADP). Pemberian resep ADP yang khas
tergantung pada serangkaian dosis “beban”: misalnya, 3 mg sampai 5 mg
morfin, di ulang setiap 5 menit pasca operasi awal hilang.
3. Anestesi lokal. Anestesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya sensasi
pada bagian tubuh. Biasanya di gunakan pada saat menjahit luka,
membantu persalinan dan melakukan pembedahan sederhana
4. Anestesi epidural. Merupakan suatu bentuk anestesi lokal dan terapi
efektif untuk menangani pasca operasi akut, nyeri persalinan dan
melahirkan dan nyeri kronik. Memasukkan jarum dengan ujung tumpul
ke dalam prosesus spinal vertebra lumbar (L3 dan L4). Seperti
pemasangan infus tetapi hanya tempatnya di daerah punggung.
(Potter, Perry:2005 hal 1535-1539)
(Pembimbing akademik)
1. Nonsteroidal Anti-inflamatory Drugs (NSAIDs)
2. Opioid Analgesics
3. Kombinasi Analgetik
4. Mempertahankan Therapy Serum
-Patient-controlled analgesia (PCA)
-Epidural Analgesia
5. Memilih route pemberian yang tepat
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap gangguan rasa nyeri secara umum dapat dinilai dari:
1. Mempertimbangkan perubahan karakter nyeri
2. Memberikan respons terhadap nyeri
3. Persepsi klien terhadap keefektifan terapi
4. Menetapkan toleransi pasien terhadap terapi dan tingkat penanganan nyeri
yang dicapai.
Potter, Perry:2005 hal 1546)
DAFTAR PUSTAKA
Perry dan Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
NIC dan NOC. 2007-2008. Diagnosa Nanda.
Hidayat, Alimul aziz dan Musrifatul Uliyah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Penjelasan pembimbing akademik.