Download - Laporan Pbl Suak Pandan Fix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aceh merupakan salah satu dari sembilan provinsi di Indonesia yang
masih berstatus kesehatan buruk. Delapan propinsi lainnya masing-masing
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Gorontalo, Papua, Papua Barat,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur adalah provinsi berstatus
kesehatan buruk disebutkan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
dalam temu media, Jumat (1/10/2010). Kesembilan provinsi tersebut akan
menjadi sasaran guna memperkuat komitmen pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium serta mensinergikan kebijakan kesehatan pemerintah pusat dan
daerah (Tribunnews.com).
Data tersebut yang dikeluarkan Menteri Kesehatan berasal dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang khusus menggunakan indikator MDGs
kesehatan, seperti status gizi balita (memberantas kelaparan), status kesehatan
ibu dan anak (menurunkan kematian anak dan meningkatkan kesehatan Ibu),
prevalensi malaria, tuberculosis dan HIV/AIDS (menurunkan angka kesakitan
penyakit menular) serta akses sumber air minum yang aman dan fasilitas
sanitasi dasar. Secara umum Riskesdas bertujuan untuk memperoleh gambaran
pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia pada tahun 2010 di tingkat
nasional dan provinsi, serta secara khusus bertujuan untuk : (a) Menilai status
pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia pada tahun 2010 di tingkat
nasional dan provinsi, (b) Memperoleh gambaran faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi status pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia di tingkat
nasional dan provinsi.
Menurut data daripada World Hunger Organization, terdapat empat
jenis masalah kekurangan gizi utama dan berpengaruh pada golongan
berpendapatan rendah di negara berkembang. Masalah gizi utama tersebut
adalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang
1
Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) (World
Hunger Organization, 2009). Masalah malnutrisi pada anak usia bawah lima
tahun dapat mengganggu proses tumbuh kembang secara fisikal maupun mental
dan ini dapat memberikan dampak yang negatif pada sumber daya manusia
pada masa mendatang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (riskesdas)
Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menunjukkan
bahwa prevalensi gizi buruk nasional berdasarkan presentase berat badan per
umur (BB/U) pada anak balita mencapai 5,4% dan gizi kurang sebesar 13%
(Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional, 2007).
Daerah-daerah berstatus kesehatan buruk nampaknya terkait dengan
komitmen pemerintah daerah yang dinilai masih rendah mewujudkan target
Millenium Development Goals (MDGs) di dalam sektor kesehatan.
Sebagaimana diketahui, lima dari delapan tujuan MDGs berada dalam bidang
kesehatan, sehingga bidang ini dapat disebut esensi dari pencapaian MDGs.
Ketiadaaan komitmen dari pemerintah daerah bisa diukur dari alokasi anggaran
daerah (APBD) untuk pembangunan kesehatan yang masih rendah. Anggaran
justru lebih banyak tersedot ke birokrasi dan sebagian pada pembangunan
infrastruktur.
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan
Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%),
Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%),
Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli
Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%). Sedangkan 10
kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita
terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%),
Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota
Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%).
Prevalensi nasional Gizi Lebih Pada Balita adalah 4,3%. Sebanyak 15
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Lebih Pada Balita diatas prevalensi
2
nasional, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua.
Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan
kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi
kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari
18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat
lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun
2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Untuk cakupan imunisasi lengkap yang
angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan
tetapi masih dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7
persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit,
keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga
membaik adalah kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen
(2007) menjadi 39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari
71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013). Menyusui hanya ASI saja
dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3 persen
(2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam
meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013).
Berdasarkan masalah dan data tersebut diatas, maka perlu dilakukan
pengkajian terhadap aspek gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
status gizi baik pada balita, WUS, BUMIL, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan gizi dan kesehatan dalam suatu kegiatan pelaksanaan yang disebut
sebagai Praktek Belajar Lapangan (PBL).
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Aceh
sebagai salah satu institusi penyelenggaraan pendidikan nasional dengan
kekhususan ilmu gizi, baik gizi masyarakat, gizi klinik maupun institusi juga
3
turut bertanggung jawab dalam mempersiapkan tenaga profesi gizi yang handal,
dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dilakukan dikelas dan
dlapangan (dalam komoditas masyarakat). Mata kuliah dengan kegiatan belajar
lapangan ini disebut Praktek Belajar Lapangan (PBL).
Sesuai dengan kurikulum pendidikan Diploma III Gizi tahun 2003
bahwa pada Semester V (lima) mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktek
Belajar Lapangan (PBL). Untuk mata kuliah Perencanaan Program Gizi (PPG)
kegiatan Praktek Belajar Lapangan dilakukan di masyarakat. Aspek yang harus
dicapai adalah agar mahasiswa mempunyai pengetahuan dan keterampilan
dalam pengenalan masalah, penyebab dan alternatif pemecahan masalah gizi di
masyarakat.
Praktek Belajar Lapangan (PBL) merupakan bagian dari mata kuliah
Perencanaan Program Gizi (PPG) dengan hitungan 3 SKS. Kegiatan ini
dirancang untuk memberikan pengalaman praktis dan melibatkan mahasiswa
dengan masyarakat secara aktif dalam proses kegiatan lapangan yang bertujuan
untuk menglihat masalah-masalah gizi pada khususnya dan masalah kesehatan
pada umumnya sekaligus memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi
dalam rangka memecahkan masalah gizi dan kesehatan yang ada, sehingga
diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi terselenggaranya gizi baik dan
pelayanan kesehatan yang optimal serta meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapinya dengan kegiatan yang
lebih terencana dan terkoordinasi.
B. Pengumpulan Data Dasar Gizi dan Kesehatan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui permasalahan gizi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas,
serta permasalahan gizi lainnya yg dominan terjadi di Aceh, terutama di Desa
Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
4
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui permasalahan gizi yang terjadi pada balita, ibu hamil,
ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
b. Untuk mengetahui hubungan pola asupan konsumsi dengan masalah gizi
yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah
gizi lainnya yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
c. Untuk mengetahui hubungan pola asuh dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
d. Untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
e. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
f. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
g. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan pangan dengan masalah gizi
yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah
gizi lainnya yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
5
h. Untuk mengetahui hubungan pendapatan dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
i. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
j. Untuk mengetahui hubungan konsumsi MP-ASI dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
C. Manfaat
a. Masyarakat yang berada dalam dalam wilayah kerja Desa Suak Pandan,
Kecamtan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat mengenal dan paham tentang
peran institusi pendidikan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI
Aceh bagi gizi dan kesehatan masyarakat, serta masyarakat dapat
mengetahui bagaimana status gizi anak balita dilokasi penelitian sehingga
mereka dapat melakukan usaha yang dapat mengurangi penyakit gizi.
b. Bagi institusi pendidikan, dapat menambah khazanah perpustakaan di
kampus Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Aceh, yang
berguna sebagai bahan bacaan dan pendukung untuk penelitian lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintah dan Instansi terkait, sebagai informasi terutama bagi dinas
kesehatan dan Puskesmas, serta dinas pendidikan nasional dalam
merencanakan pembangunan dibidang kesehatan dan pendidikan untuk
meningkatkan status kesehatan balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang di atas, maka dapat
disusun perumusan masalah sebagai berikut : “Permasalahan apa sajakah yang
terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan masalah gizi pada
bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas serta masalah gizi lainnya di
Desa suak Pandan Kecamatan Samatiga kabupaten Aceh Barat?“.
E. Hipotesa
a. Ada hubungan permasalahan gizi yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu
menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di masyarakat
Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
b. Ada hubungan pola asupan konsumsi dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
c. Ada hubungan pola asuh dengan masalah gizi yang terjadi pada balita, ibu
hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
d. Ada hubungan penyakit infeksi dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
e. Ada hubungan pendidikan dengan masalah gizi yang terjadi pada balita,
ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
f. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
7
kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
g. Ada hubungan ketersediaan pangan dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
h. Ada hubungan pendapatan dengan masalah gizi yang terjadi pada balita,
ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
i. Ada hubungan sikap dengan masalah gizi yang terjadi pada balita, ibu
hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
j. Ada hubungan konsumsi MP-ASI dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GIZI BURUK
1.1. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi
pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya
perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. (Nency, 2005)
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut. (Pardede, J, 2006)
9
1.2. Klasifikasi Gizi Buruk
a. Marasmus,
b. Kwashiorkor,
c. Marasmus-kwashiorkor.
1.2.1. Marasmus
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi
makanan sumber energi (kalori). Gejala yang timbul diantaranya muka
seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar
a. Komplikasi:
1. Defisiensi Vitamin A
2. Dermatosis
3. Kecacingan
4. diare kronis
5. tuberculosis
10
b. Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah
penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian
pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak
terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-
3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat
minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami
gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk
ke RSU kabupaten.
2. Atasi/cegah hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah
dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara
yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap
anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu
dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut
tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak
boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa
penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur
(bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah
normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian
rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan botol
berisi air panas.
11
3. Atasi/cegah dehidrasi
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita
KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
a) Ada riwayat diare sebelumnya
b) Anak sangat kehausan
c) Mata cekung
d) Nadi lemah
e) Tangan dan kaki teraba dingin
f) Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
a. Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
1. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat
minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal.
2. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi
buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika
anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus)
cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan
perbandingan 1:1.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya :
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah.
b. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
12
Ketidak seimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema
dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu
paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
1. Makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
2. Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X
(dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr
gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang
banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,
Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.
Contoh bahan makanan sumber mineral :
Sumber Zink :daging sapi, hati, makanan laut, kacang
tanah, telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel,
alpukat, bayam, daging tanpa
lemak.
5. Obati/cegah infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya
menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak
tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis yang sesuai.
6. Mulai pemberian makanan
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase,
yaitu: Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
13
a. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) :
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat
hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai
segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO
75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet
sebagai berikut :
1. Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
2. Energi : 100 kkal/kg/hari
3. Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
4. Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100
ml/Kg bb/hari)
5. Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi
Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan
menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah
berikan dengan sendok/pipet
6. Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau
pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan :
a. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema,
maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat
dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
14
b. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan
sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
c. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100
Kkal/Kg bb/hari
d. Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula
diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7
diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
e. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir
minggu 1)
Pantau dan catat :
1. Jumlah yang diberikan dan sisanya
2. Banyaknya muntah
3. Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
4. Berat badan (harian)
Selama fase ini diare secara perlahan berkurang
pada penderita dengan edema , mula-mula berat
badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan
fase rehabilitasi :
b. Fase Transisi (minggu ke 2) :
1. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara
berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung,
yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak.
2. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-
1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi
15
100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
3. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya
sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah
30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
3. Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
4. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
5. Protein 4-6 gram/kg bb/hari
6. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula
WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
7. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
8. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
9. Protein 4-6 g/kgbb/hari
16
10. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
11. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi :
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
12. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
13. Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
14. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
15. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO
100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
MAKANAN KELUARGA
5. Koreksi defisiensi nutrien mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami
kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi,
jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik
(biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa
stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
a. Tambahan multivitamin lain
17
b. Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk
tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai
berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi :
UMUR
DAN
BERAT BADAN
1.1.1.1.1 TABLET
BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg +
0,25 mg Asam Folat
Berikan 3 kali sehari
1.1.1.1.2 SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5
tahun½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN
PIRANTEL PAMOAT
(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
18
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
6. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan
emosi/mental
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan
perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :
a. Kasih sayang
b. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
c. Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
d. Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
e. Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,
bermain dsb)
7. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna
kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga
kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian makan
yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
1. Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara
teratur di Puskesmas
2. Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk
memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat
pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak
selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
19
3. pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat
4. penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau
Posyandu
5. Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
6. Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000
SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari
dan Agustus.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase
yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas
kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk
setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan Jadwal Pengobatan :
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASIHari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia2 Hipotermia3 Dehidrasi4 Elektrolit5 Infeksi6 MulaiPemberian
Makanan7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe9 Stimulasi10 Tindak lanjut
A. Syarat Diet Penderita Marasmus Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) :
1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB.
2. Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.
20
3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan :
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Nasi, Roti, mie,
makaroni, cake, tarcis,
puding, pastri, dodol,
ubi, gula pasir.
Sumber protein Daging sapi, ayam,
ikan, telur, susu, keju,
yoghurt dan es krim.
Dimasak dengan
banyak minyak atau
kelapa/santan kental.
Sumber protein nabati Semua jenis kacang-
kacangan, tempe, tahu
dan pindakas.
Dimasak dengan
banyak minyak atau
kelapa/santan kental
Sayuran Semua jenis sayuran,
terutama jenis bayam,
daun singkong, kacang
panjang, labu siam, dan
wortel, dengan teknik
pengolahan direbus,
dikukus dan ditumis
Dimasak dengan
banyak minyak atau
kelapa/santan kental.
Buah-buahan Semua jenis buah segar,
buah kaleng, buah
kering dan jus buah.
Lemak dan minyak Minyak goreng, Santan kental
21
mentega, margarin,
santan encer dan salad
dressing.
Minuman Soft drink, madu, sirup,
teh dan kopi encer.
Minuman rendah
energi.
Bumbu Bumbu tidak tajam
seperti bawang merah,
bawang putih, laos,
salam dan kecap.
Bumbu yang tajam
seperti cabe dan merica.
1.2.2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat
yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake
karbohidrat yang normal atau tinggi. Kwashiorkor bisanya terjadi pada
anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya terhambat, jaringan otot lunak
dan kendor. Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding
bayi marasmus. Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah
satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu".
Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:
a. Selalu ada oedema (bengkak), terutama pada kaki dan tungkai
bawah. Sifatnya “pitting oedema”. Bayi tampak gemuk, muka
membulat (moon face), karena oedema. Cairan oedema sekitar 5-
20% dari jumlah berat badan yang diperhitungkan dari penurunan
berat badan ketika tidak oedema lagi (pada masa penyembuhan).
b. Rambut berubah menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis
dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus.
c. Kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia.
22
d. Terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau
protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat.
Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit). Kulit mudah luka
karena tidak adanya tryptophan dan nicotinamide, meskipun
kekurangan zinc bisa juga menjadi penyebab dermatitis. Pada
kasus kwashiorkor tingkat berat kulit akan mengeras seperti
keripik terutama pada persendian utama. Bibir retak-retak, lidah
pun menjadi lunak dan gampang luka.
e. Pada kwashiorkor, pengaruh terhadap sistem neurologi dijumpai
adanya tremor seperti Parkinson yang berpengaruh terhadap
jaringan (cabang) syaraf tunggal maupun syaraf kelompok pada
otot. Seperti otot mata sering terjadi terus berkedip, atau pada pita
suara yang menghasilkan suara getar serak/cengeng. Perubahan
mental juga terjadi misalnya bayi menjadi cengeng, apatis,
hilangnya nafsu makan dan sukar diberi makan/disulang. Gejala
anemia dan defisiensi mikronutrien juga sering dijumpai pada
kasus ini.
Ciri-ciri :
1. Rambut halus, jarang, dan pirang kemerahan kusam.
2. Kulit tampak kering (Xerosis) dan memberi kesan kasar dengan garis-
garis permukaan yang jelas.
3. Didaerah tungkai dan sikut serta bokong terdapat kulit yang
menunjukkan hyperpigmentasi dan kulit dapat mengelupas dalam
lembar yang besar, meninggalkan dasar yang licin berwarna putih
mengkilap.
4. Perut anak membuncit karena pembesaran hati.
5. Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat perlemkan sel-sel hati.
23
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake
protein yang berlansung kronis
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri
sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-
turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak
tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi
kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
24
Gejala klinis
a. Gagal untuk menambah berat badan
b. Pertumbuhan linear terhenti.
c. Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)
d. Diare yang tidak membaik
e. Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).
f. Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.
g. Penurunan masa otot
h. Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.
i. Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan
fungsi ginjal, dan anemia.
j. Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock,
coma dan berakhir dengan kematian
Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan
potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan
riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa
kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat
menurunkan IQ secara permanen.
Penatalaksanaan/ terapi
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya
kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin
dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada
tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana,
dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
25
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu
yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah,
khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi.
Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak
penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance)
dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim
lactase.
1.2.3. Marasmic Kwashiorkor
Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala
(sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita
marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung
dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan
protein akan berkurang/habis terpakai.
Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai,
bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein
dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan menyertai. Hal ini dapat
terjadi pada anak yang dietnya hanya mengandung karbohidrat saja seperti
beras, jagung atau singkong yang miskin akan protein. Gagalnya
pertumbuhan kemungkinan akan menyertai pada kasus KEP-marasmus,
Kwashiorkor atau keduanya.
26
a. Pencegahan kep
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait
sinergis secara klinis maupun lingkungan (masyarakat).
Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan
konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas,
tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa
tindakan untuk mengatasi keadaan :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya
diare:
a. Sanitasi : personal, lingkungan terutama
makanan dan peralatannya.
b. Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
c. Program Imunisasi.
d. Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan,
seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).
2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare
di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea
merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu
penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding
secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari
bayi malnutrisi/KEP.
3. Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:
1) Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita
secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.
2) Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan
berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain:
kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).
4. Memelihara status gizi anak
27
5. Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang
baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang
baik pula.
6. Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6
bulan.
7. Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi,
mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat
menerima menu lengkap keluarga.
8. Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu
dan bayi menghendaki.
b. Penatalaksanaan
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan
penanganan kegawatan)
1) Penanganan hipoglikemi
2) Penanganan hipotermi
3) Penanganan dehidrasi
4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5) Pengobatan infeksi
6) Pemberian makanan
7) Fasilitasi tumbuh kejar
8) Koreksi defisiensi nutrisi mikro
9) Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
10) Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke
1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi
memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
28
a. umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
b. umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
c. umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
a. Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin,
setiap 2-3 jam selama 7-10 hari\
b. Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5
hari
c. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi,
deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif,
menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder,
antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan
KmnO4 (K permanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat
Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari
selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada
perbaikan keadaan umum. Berikan formula
bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus
dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
29
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan
tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes
tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto
toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati
sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
a. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering
menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya
secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik
dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1)
atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5%
sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
1) Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi
nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok
disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti,
per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10
jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-
75/pengganti).
30
2) Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita
syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat
sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi
darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan
(dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti)
6. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda
gagal jantung
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red
cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat
transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal,
Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas
setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl,
jangan diulangi pemberian darah.
1.3. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
31
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor
kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi.
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah
mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang
sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan
kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005)
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan
yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk
dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh
tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare,
pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo,
2008)
2. ANEMIA ZAT BESI PADA BALITA
2.1. Pengertian Anemia
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar
hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nili normal
32
untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan
menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 2. Batas normal Kadar Hemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin
Anak 6 bulan s/d 6 tahun 11
6 tahun s/d 14 tahun 12
Dewasa Laki-laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11
Sumber WHO
2.2. Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah)
dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat
besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan
oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas
(asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya
simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan
cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186 :303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan
33
mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum
dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan.
Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan
orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya
<12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum
normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining
dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah
merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan
batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)
2.3. Penyebab Anemia Gizi Pada Balita
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi
lahir dari ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menderita
anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan
meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
a) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
b) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
c) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat
besi yang berat
d) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum
persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan
retroplasesta
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
34
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada
lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada
poliposis rektum, divertkel Meckel
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
2.4. Pengaruh Anemia Pada Balita
1. Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan
humoral)
Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih
meningkatkan kerawanan terhadap Penyakit infeksi. Seseorang
yang menderita defisiensi besi (terutama balita) lebih mudah
terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi
berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional
dari mekanisme kekebalan tubuh yang penting untuk menahan
masuknya penyakit infeksi.
Fungsi kekebalan tubuh telah banyak diselidiki pada
hewan maupun manusia. Meskipun telah banyak publikasi
yang mengatakan bahwa kekurangan besi menimbulkan
konsekwensi fungsional pada sistem kekebalan tubuh, tetapi
tidak semua peneliti mencapai kesepakatan tentang kesimpulan
terhadap abnormalitas pada fungsi kekebalan spesifik.
Laporan klinis yang pertama-tama dilaporkan pada
tahun 1928 oleh Mackay (dikutip oleh Scrimshaw-2)
mengatakan bahwa bayi-bayi dari keluarga-keluarga miskin di
London yang menderita bronchitis dan gastroenteritis menjadi
35
berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi. Lebih
lanjut di Alaska, penyakit diare dan saluran pernafasan lebih
umum ditemui pada orang-orang eskimo dan orang-orang asli
yang menderita defisiensi besi. Meningitis lebih sering
berakibat fatal pada anak-anak dengan kadar hemoglobin di
atas 10,1 g/dl.
2. Imunitas humoral
Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap
merupakan pertahanan utama terhadap infeksi, dan hal ini
dapat didemonstrasikan pada manusia. Pada manusi
kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-orang
yang menderita defisiensi besi.
Nalder dkk mempelajari pengaruh defisiensi besi
terhadap sintesa antibodi pada tikus-tikus dengan menurunkan
setiap 10% jumlah zat besi dalam diit. Ditemukan bahwa
jumlah produksi antibodi menurun sesudah imunisasi dengan
tetanus toksoid, dan penurunan ini secara proporsional sesuai
dengan penurunan jumlah, zat besi dalam diit. Penurunan fifer
antibodi tampak lebih erat hubungannya dengan indikator
konsumsi zat besi, daripada dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin, kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat
badan.
3. Imunitas sel mediated
Invitro responsif dari limfosit dalam darah tepi dari
pasien defisiensi besi terhadap berbagai mitogen dan antigen
merupakan topik hangat yang saling kontraversial. Bhaskaram
dan Reddy menemukan bahwa terdapat reduksi yang nyata
jumlah sel T pada 9 anak yang menderita defisiensi besi.
Sesudah pemberian Suplemen besi selama empat minggu,
36
jumlah sel T naik bermakna.
Srikanti dkk membagi 88 anak menjadi empat
kelompok menurut kadar hemoglobin yaitu defisiensi besi
berat (Hb<8,0 g/dl). Pada anak yang defisiensi besi sedang (Hb
antara 8,0 - 10,0 g/dl), defisiensi ringaan (Hb antara 10,1 - 12,0
g/dl), dan normal (Hb > 12 g/dl). Pada anak yang defisiensi
berat dan sedang terjadi depresi respons terhadap PHA oleh
limfosit, sedangkan pada kelompok defisiensi ringan dan
normal tidak menunjukkan hal serupa. Keadaan ini diperbaiki
dengan terapi besi.
4. Fagositosis
Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi
adalah aktivitas fungsional sel fagositosis. Dalam hal ini,
defisiensi besi dapat mengganggu sintesa asam nukleat
mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim yang
mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan bahwa sel-sel
sumsum tulang dari penderita kurang besi mengandung asam
nukleat yang sedikit dan laju inkorporasi (3H) thymidin
menjadi DNA menurun.
Kerusakan ini dapat dinormalkan dengan terapi besi.
Sebagai tambahan, kurang tersedianya zat besi untuk enzim
nyeloperoksidase menyebabkan kemampuan sel ini membunuh
bakteri menurun.
Anak-anak yang menderita defisiensi besi
menyebabkan persentase limfosit T menurun, dan keadaan ini
dapat diperbaiki dengan suplementasi besi. Menurunnya
produksi makrofag juga dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Secara umum sel T, di mana limfosit berasal, berkurang pada
hewan dan orang yang menderita defisiensi besi. Terjadi
37
penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen,
dan ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini
dapat kembali normal setelah diberikan suplemen besi.
5. Terhadap kemampuan intelektual
Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan
antara keadaan kurang besi dan dengan uji kognitif. Walaupun
ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi
kurang nyata hubungannya dengan kemunduran intelektual
tetapi banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi besi
mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ)
, dan prestasi belajar di sekolah. Denganl memberikan
intervensi besi maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata.
Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi
berumur 6-24 bulan. Hasil, penelitian tsb menyatakan bahwa
ada perbedaan skor mental (p<0,05) dan skor motorik (p<0,
05) antara kelompok anemia kurang besi dengan kelompok
normal.
Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap
15 orang anak usia 3-6 tahun yang menderita defisiensi besi
dan 15 orang anak yang normal, status besinya sebagai kontrol.
Pada awal penelitian anak yang menderita defisiensi besi
menunjukkan skor yang lebih rendah daripada anak yang
normal terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu
diberikan preparat besi dengan skor rendah pada awal
penelitian, menjadi normal status besinya diikuti dengan
kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga menyamai skor
kognitif anak yang normal yang dalam hal ini sebagai
kelompok kontrol.
38
2.5. Keluhan Dan Gejala Anemia Gizi
Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya
konsentras dan sakit kepala atau pening adalah gejala awal anemia.
Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung
dapat terjadi. Untuk memastikan, diagnosa perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan penentuan kadar
hemoglobin atau hematokrit dalam darah (Kardjati Sakit, 1985).
3. GAKY (Gangguan Kekurangan Yodium)
Gangguan akibat kekurangan yodium adalah sekumpulan gajala yang
dapat ditimbulkan karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara
terus-menerus dalam waktu cukup lama (Depkes RI, 2000).
Gangguan akibat kekurangan yodium di Indonesia merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar
terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa
pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroid, kekurangan yodium jika terjadi pada
wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat
bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan saraf, mental, dan
fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya
produktivitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan
sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan (Depkes RI,
2005).
Gejala kekurangan yodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid
membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental permanen
serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Seorang anak
yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20.
39
Kekurangan yodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang
rendah (Almatsier, 2009).
Menurut Arisman (2009) bahwa kekurangan yodium pada anak secara
khas terpaut dengan insidensi gondok. Angka kejadian gondok meningkat
bersama usia dan mencapai puncaknya setelah remaja. Kasus gondok pada anak
sekolah yang berusia antara 6-12 tahun dapat dijadikan petunjuk. Total Goitre
Rate (TGR) anak sekolah lazim digunakan sebagai petunjuk dalam perkiraan
besaran GAKY masyarakat suatu daerah. Penelitian terhadap anak sekolah yang
tinggal di daerah endemis menunjukkan gangguan kinerja belajar serta nilai
kecerdasan intelligence quotient (IQ).
Akar permasalahan GAKY yang semula disebabkan miskinnya unsur
yodium dalam air dan tanah, kemudian diperberat dengan adanya zat goitrogenik
dalam makanan yang dikonsumsi, makin banyak polutan sebagai dampak dari
modernisasi atau dari limbah industri. Selain itu juga karena adanya blocking
agent yang secara alami terdapat dalam air dan tanah di lingkungan tempat
tinggal, dan digunakannya alat kontrasepsi hormonal untuk menjarangkan
kelahiran, menyebabkan masalah GAKY yang merupakan masalah gizi laten
yang tak kunjung hilang (Widodo, 2004)
3.1 Masalah yang Timbul Akibat GAKY
Masalah yang dapat ditimbulkan GAKY antara lain:
1. Defisiensi pada janin
Pengaruh utama defisiensi yodium pada janin ialah kretinisme
endemis. Gejala khas kretinisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu jenis
saraf yang menampilkan tanda dan gejala seperti kemunduran mental,
bisu-tuli dan diplegia spastik. Jenis kedua yaitu bentuk miksedema
yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme dan dwarfisme.
2. Defisiensi pada bayi baru lahir
40
Selain berpengaruh pada angka kematian, kekurangan yang
parah dan berlangsung lama akan mempengaruhi fungsi tiroid bayi
yang kemudian mengancam perkembangan otak secara dini.
3. Defisiensi pada anak dan remaja
Kekurangan yodium pada anak khas terpaut dengan insiden
gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia, dan
mencapai puncaknya setelah remaja. Prevalensi gondok pada wanita
lebih tinggi daripada lelaki. Total Goitre Rate(TGR) anak sekolah
lazim digunakan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY
masyarakat suatu daerah. Gangguan pada anak dan remaja akibat
kekurangan yodium yaitu gondok, hipoiroidisme Juvenile dan
perkembangan fisik terhambat.
4. Defisiensi pada Dewasa
Pada orang dewasa, kekurangan yodium menyebabakan
keadaan lemas dan cepat lelah, produktifitas dan peran dalam
kehidupan sosial rendah (Isna, 2009). Gondok dan penyulit,
hipotiroidisme, hipertiroidisme diimbas oleh yodium.
5. Defisiensi pada ibu hamil
Pada ibu hamil menyebabkan keguguran spontan, lahir mati
dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan
menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita
pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita
kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, maka pada usia 1 tahun,
sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya (Isna, 2009).
6. Defisiensi pada semua usia
Bentuk gangguannya adalah kepekaan terhadap radiasi nuklir
meningkat.
Dampak dari GAKY bukan hanya pembesaran kelenjar gondok
namun dapat berakibat lebih buruk yaitu penurunan tingkat kecerdasan
41
yang dimulai pada masa janin hingga dewasa. Semakin muda usia
ketika terkena GAKY maka akan semakin berat akibatnya, terutama
pada susunan saraf pusat yang disebut kretin endemik tipe neurologik
yang terbentuk sejak dalam kandungan dan keadaan ini tidak dapat
dikoreksi (Syahbudin, 2002).
3.2 Penanggulangan dan Pencegahan GAKY
1. Penanggulangan
Penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Garam beryodium
Sesuai Keppres no 69, mewajibkan semua garam yang
dikonsumsi, baik manusia maupun hewan, diperkaya dengan
yodium sebanyak 30-80 ppm.
b. Suplementasi yodium pada binatang
c. Suntikan minyak beryodium (Lipiodol)
d. Kapsul minyak beryodium
2. Pencegahan
Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium,
yaitu sekitar 100 μg/100 gr. Pencegahan dilaksanakan melalui
pemberian garam beryodium. Jika garam beryodium tidak tersedia,
maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3,6 atau 12 bulan,
atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun. Berikut adalah kandungan
yodium dalam makanan.
Tabel Kandungan Yodium dalam Makanan
No Jenis makanan Kandungan
dalam keadaan
segar (µ/gram)
Kandungan
dalam keadaan
kering (µ/gram)
42
1 Ikan air tawar 17-40 68-194
2 Ikan air laut 163-3180 471-4591
3 Kerang 308-1300 1292-4987
4 Daging hewan 27-97 -
5 Susu 35-56 -
6 Telur 93 -
7 Serealia biji 22-72 34-92
8 Buah 0-29 62-277
9 Tumbuhan polong 23-36 223-245
10 Sayuran 12-201 204-1636
4. STATUS GIZI
4.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seimbang antara asupan dan kebutuhan
zat gizi. Status gizi kurang terjadi karena defisiensi atau
ketidakseimbangan energi atau status gizi. Kelebihan dari konsumsi zat
gizi dan juga aktifitas fisik yang kurang akan menyebabkan obesitas.
Kekurangan gizi pada semua golongan umur dapat yang menyebabkan
mudahnya serangan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi
sel tubuh. Penggunaan makanan oleh tubuh tergantung ada pencernaan
serta penyerapan dan metabolisme zat gizi. Hal yang tergantung pada
kebersihan lingkungan dan ada tidaknya penyakit yang berpengaruh
terhadap penggunaan zat gizi untuk tercapainya status gizi yang optimal
(Almatsier, 2001).
4.2 Penilaian Status Gizi
Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung.
Penilaian tidak langsung dapat dilakukan secara antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
43
langsung dapat dilakukan melalui survei makanan, statistik vital dan
faktor ekologi. Dalam penilaian status gizi diperlukan beberapa parameter
yang kemudian disebut dengan indeks antropometri (Supariasa, dkk,
2002).
4.2.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
1. Antropometri
Pengukuran antropometri adalah prengukuran
terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Beberapa
pengukuran antropometri utama yang digunakan antara lain
adalah tinggi badan/strature (TB/PB), berat badan (BB),
lingkar lengan (dengan komponen lemak bawah kulit dan
otot tulang) dan lipatan lemak bawah kulit.
Berikut alat serta cara pengukuran untuk beberapa
pengukuran antropometri, diantaranya :
a. Pengukuran Tinggi Badan (TB/PB)
Pengukuran tinggi badan pada orang dewasa
menggunakan microtoice. Namun juga dapat digunakan
untuk anak yang berumur > 24 bulan. Untuk anak yang
berusia < 24 bulan, pengukuran panjang badan
dilakukan dengan menggunakan alat Baby Lenght
Board (BLB).
Langkah pengukuran TB dengan mikrotoice
1. Mikrotoice diletakkan didinding yag datar
2. Anak berdiri tegak lurus, pegang lutut anak agar
anak benar-benar dalam keadan lurus
3. Mata anak memandang lurus ke depan
4. Tekan pergelangan kaki anak
5. Bahu rata, kepala, punggung, bokong, betis dan
tumit kaki menempel ke dinding
44
6. Tulis hasil di form
Langkah Pengukuran Panjang Badan dengan BLB
1. BLB diletakkan ditempat datar
2. Balita berbaring di bidang datar
3. Mata Balita memandang lurus ke atas
4. Tekan pergelangan kaki anak
5. Bila posisi anak sudah rata, gerakkan alat
pengukur sampai angka desimal terdekat
6. Tulis hasi di form
b. Pengukuran Berat Badan (BB)
Timbangan dacin ialah timbangan untuk
mengethaui berat badan anak 0-12 bulan. Sedangkan
untuk orang dewasa biasa digunakan timbangan injak
digital (seca).
Langkah pengukuran dengan Dacin
1. Pasang Dacin
2. Periksa Kekuatan dacin
3. Letakkan bandul geser pada angka nol,
4. Pasang celana Timbang/Kain Timbang
5. Seimbangkan dacin dengan Pasir dlm plastik
6. Anak ditimbang, seimbangkan dacin
7. Tentukan BB anak dg baca angka
8. Catat hasil penimbangan pd kertas (form)
9. Geser bandul ke angka Nol, tali pengaman dipasang
c. Pengukuran lingkar lengan dengan pita LLA
Pita LLA digunakan pada balita bila tinggi
badannya ≥ 65 cm. Ada 2 Jenis Pita LLA, yaitu Pita
LLA balita dan Pita LLA untuk Wanita Dewasa
Langkah Pengukuran LLA:
45
1. Singsingkan lengan baju anak (lengan kiri)
2. Lihat letak bahu kiri dan siku tangan kiri
3. Minta anak untuk mengangkat tangan kiri hingga
membentuk sudut. Posisikan alat ukur LILA pada
bahu lalu tarik hingga siku
4. Beri tanda pada LILA pada pertengahan antara
bahu dan siku
5. Lalu lingkarkan alat ukur LILA
6. Pada saat mengukur alat ukur LILA jangan terlalu
ketat dan jangan terlalu longgar
7. Pengukuran LILA dapat dilakukan kepada balita
yang tingginya >=65 cm
2. Indeks Antropometri
Menurut Soekirman (2000) untuk mengetahui apakah
berat dan tinggi badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi
dari yang seharusnya, maka dilakukan pembandingan dengan
suatu standar internasional yang ditetapkan oleh WHO. Untuk
mengetahui status gizi diperlukan indikator yang merupakan
kombinasi antara BB, TB dan Umur dimana masing-masing
indikator mempinyai makna tersendiri.
Indikator tersebut antara lain adalah sebagai berikut
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).
a. Berat Badan terhadap Umur (BB/U)
Merupakan indikator status gizi kurang saat
sekarang dan sensitif terhadap perubahan kecil. Dapat
digunakan untuk memonitor pertumbuhan dan
pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth
failure karena infeksi atau KEP. Kekurangan pemakaian
indeks ini adalah sulitnya mendapatkan umur yang
46
akurat, keliru dalam mengintrepretasikan status gizi bila
terdapat edema dan kesalahan pengukuran yang dapat
disebabkan oleh pengaruh pakaian atau anak bergerak
saat ditimbang serta adanya hambatan dari srgi perspektif
budaya.
b. Tinggi Badan terhadap Umur (TB/U)
Merupakan indikator status gizi masa lalu dan
kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa.
Kekurangan pemakaian indeks ini adalah sulitnya
mendapatkan umur yang akurat dan perubahan tinggi
badan tidak banyak terjadi daalm waktu singkat dan perlu
dua orang untuk membantu mengukur tinggi anak.
c. Berat Badan terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear
dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indeks
yang independen terhadap umur. Merupakan indikator
untuk menilai status gizi saat kini diman umur tidak perlu
diketahui. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui
proporsi badan gemuk, normal dan kurus.
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih
panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa
yang berumur diatas 18 tahun (Supariasa, 2002).
e. LLA (Lingkar Lengan Atas)
47
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan
cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit (Sirajuddin,
2012).
3. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga pemeriksaan secara
laboratorium. Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan yang
digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada
kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan
dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat
gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif
terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain
adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang
berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional
daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia
sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan
uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).
4. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat
dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang
terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti
dan Triyanti, 2007).
5. Biofisik
48
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan
melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan
dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa,
2001).
4.2.2 Penilaian
Status Gizi
Secara
Tidak
Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat
dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif
dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dancara
seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai
dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
Ada beberapa metode pengukuran konsumsi makanan,
yaitu sebagai berikut :
a) Recall 24 jam (24 Hour Recall)
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
makanan serta minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam
yang lalu. Recall dilakukan pada saat wawancara dilakukan
dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Wawancara
menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas
yang telah terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih
49
bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka
perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran Rumah Tangga).
Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak
berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang
dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa,
2001).
Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat
individu, sehingga sebaiknya responden memiliki ingatan yang
baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang sebenarnya
tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak
cocok bila dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun
dan di atas 70 tahun. Recall dapat menimbulkan the flat slope
syndrome, yaitu kecenderungan responden untuk melaporkan
konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya
lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi
lebih sedikit, sehingga kurang menggambarkan asupan energi,
protein, karbohidrat, dan lemak yang sebenarnya (Supariasa,
2001).
Langkah-langkah metode food recall
1. Dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu
2. Responden menceritakan semua yang dimakan dan
diminum selama 24 jam yang lalu
3. Wawancara dilakukan oleh petugas dengan menggunakan
kuesioner terstruktur
a. Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi
makanan dengan menggunakan kuesioner untuk
memperoleh data mengenai frekuensi seseorang dalam
50
mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi
konsumsi dapat dilakukan selama periode tertentu,
misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.
Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan
minuman (Supariasa, 2001). Langkah-langkah metode
Food Frequency Questionnaire (FFQ)
a) Responden diminta memberi tanda (checklist)
pada daftar yang tersedia pada kuestionare
mengenai frekuensi penggunaan setiap jenis
bahan makanan atau makanan
b) Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi
penggunaan jenis bahan makanan terutama
sember zat gizi tergantung zat gizi yang ingin
diketahui pola konsumsinya selama periode waktu
tertentu
c) Lakukan analisis secara kualitatif
d) Hasil analisis hanya bersifat kualitatif berupa
frekuensi konsumsi setiap jenis bahan makanan
dan pola kebiasaan tentang jenis bahan makanan
yang sering dikonsumsi
e) Hasil frekuensi konsumsi setiap jenis bahan
makanan dapat dikelompokkan seperti setiap hari,
sering, jarang dan tidak pernah, sesuai kebutuhan
dan tujuan survei
b. Kelebihan Metode FFQ
1) Relatif murah dan sederhana
2) Dapat dilakukan sendiri oleh responden
3) Tidak membutuhkan latihan khusus
51
4) Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan
antara penyakit dan kebiasaan makan
c. Kekurangan Metode FFQ
1) Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari
2) Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data
3) Cukup menjemukan bagi responden
4) Perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan
jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar
kuesioner
5) Responden harus jujur dan mempunyai motivasi
tinggi.
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian
status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang
berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur
tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan
dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi
karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan
budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk
mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan
intervensi gizi (Supariasa, 2001).
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling
mempengaruhi (Multiple Overlapping) dan interaksi beberapa
52
faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya (Supariasa, dkk,
2002).
4.3 Klasifikasi Status Gizi
Penentuan klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-batasan
yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap Negara relatife
berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di Negara
tersebut, berdasarkan hasil penelitian Empiris dan keadaan klinis.
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku
yang di sebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS.
Klasifikasi status gizi menurut standar WHO-NCHS
berdasarkan Depkes RI, 2002 adalah sebagai berikut :
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)
Berat badan menurut umur (BB/U)
Gizi Lebih > + 2 SD
Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Gizi Buruk < – 3 SD
Tinggi badan menurut umur (TB/U) Normal ≥ 2 SD
Pendek (stunted) < -2 SD
Berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB)
Gemuk > + 2 SD
Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Kurus sekali < – 3 SD
Sumber : Depkes RI, 2002
Ambang batas pengukuran LILA berdasarkan Sirajuddin, 2012.
Klasifikasi Batas ukur
53
Wanita usia subur
KEK <23,5 cm
Normal 23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP <9,5 cm
Normal 9,5 cm
Balita
KEP <12,5 cm
Normal 12,5 cm
Sumber : Sirajuddin 2012
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT
yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang batas
IMT untuk Indonesia.
Menurut WHO :
Kategori IMT (kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5-24,99
Overweight ≥25,00
Preobese 25,00 – 29,99
Obesitas tingkat 1 30,00 – 34,99
Obesitas tingkat 2 35,00 – 39,99
Obesitas tingkat 3 ≥ 40,0
Sumber : WHO (2000) dalam Gibson (2005)
4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Pengetahuan Gizi
54
Pengetahuan seseorang biasanya diperoieh dari pengalaman yang
berasal dari berhagai macam sumber, misalnya media massa,
elektronik, buku petunjuk, penyuluhan, dan kerabat dekat. (Yuwono,
1999).
Pengetahuan adalah konsep didalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali
dengankepercayaan, takhayul dan penerangan – penerangan yang
keliru. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta
menghilangkan ketidakpastian dan adanya kepercayaan – kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Sedangkan pengetahuan gizi
merupakan pengetahuan gizi merupakan pemahaman masyarakat
tentang pemilihan bahan makanan sehat serta fungsinya bagi tubuh
yang dinilai berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan yang
diajukan sesuai dengan kuesioner. (Suwondo, 1975).
Pengetahuan tentang pentingnya gizi dipengaruhi oleh 3
kenyataan, yaitu: {a) setiap gizi yang cukup adalah pentingnya
bagikesehatan dan kesejahteraan, (b) setiap orang hanya akan cukup
jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi.
(c) gizi memberikan fakta – fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar dengan menggunakan pangan dengan lebih baik bagi
kesejahteraan.(Suharjo, 1986)
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan
konsumsi sehari – hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi
bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh
cukupzat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi
apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential.
55
Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi
dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang
membahayakan. (Almatsier, 1989)
Semakin tinggi gizi seseorang akan semakin memperhitungkan
jenis dan makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang
pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilih makanan yang
menarik panca indra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan
nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin tinggi
pengetahuannya, lebih banyak mempergunakan mempertimbangkan
rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut, sehingga
seorang ibu dapat menyusun dan mengolah makanan yang bergizi bagi
keluarga. (Sediaoetama, 1989).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha yang dilakaukan secara sadar, sengaja,
sistematis, dan terencana oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa yang merupakan bimbingan, pertolongan, dan kepemimpinan
dengan tujuan agar anak dapat mencapai tingkat kedewasaan jasmani
dan rohani (Astuti, 2000). Menurut tingkat atau jenjang pendidikan
terdiri dari :
1) Tingkat pendidikan dasar : pendidikan ditenipuli selama 9 tahun
antara lain harus menyelesaikan sekolah dasar dan lanjutan
tingkat menengah pertama.
2) Tingkat pendidikan menengah : telah tamat pendidikan dasar
waktu yaag ditempuh selama 12 tahun.
3) Tingkat pendidikan tinggi : pendidikan yang haras ditempuh
setelah menyelesaikan pendidikan menengah.
Menurut Notoatmojo (1984) yang dikutip oleh Astuti,
pendidikan adalah suatu proses yang unsur -unsurnya terdiri dari
masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran (output) yaitu
56
suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dan sasaran pendidikan.
Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak yang terdiri dari
kurikulum, pendidikan, metode. Serta perangkat keras yang terdiri dari
ruang buku-buku dan alat bantu pendidikan lain. Masukan dalam
pendidikan adaiah periiaku masyarakat yang sesuai dengan norma-
norma yang ada.
c. Pendapatan keluarga
Pendapatan rumah tangga adalah sejumlah penghasilan dan
penerimaan berupa uang atau barang dari semua anggota keluarga,
maupun penerimaan transfer. Tingkat pendapatan juga menentukan
pola makanan apa yang dibeli dengan uang tambahan tersebut (Berg,
1986).
Rendahnya pendapatan merupakan tantangan lain yang
menyebabkan orang – orang tak mampu membeli pangan dalam
jumlah yang diperlukan (Sajogyo, 1983). Pada pendapatan terendah,
maka hampir semua pendapatan akan dikeluarkan untuk makan
(Handayatu, 1994).
Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatan tambahan itu untuk makan. Sedangkan yang kaya tentu
akan lebih berkurang dari jumlah itu. Bagian untuk makanan padi -
padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan
bertambah jika keluarga-keluarga beranjak ke pendapatan tingkat
menengah. Semakin tinggi pendapatan, semakm bertambah besar pula
persentase pertambahan pembelanjaannya. Dengan demikian,
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas (Berg, 1986).
Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang
dibeli dengan uang tersebut. Orang miskin akan membelanjakan
57
sebagian besar pendapatanya untuk makanan. Jika pendapatan
meningkat, pembelanjaan untuk membeli makanan juga bertambah,
termasuk untuk buah-buahan, sayuran dan jenis makanan lainnya.
Dengan demikian pandapatan merupakan faktor yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap zat gizi (Soekirman, 1999).
d. Ketersediaan pangan
Bila ketersediaan pangan jauh lebih rendah dari perkiraan
kebutuhan, dapat menyebabkan masalah gizi kurang yang berat.
(Suhardjo, 1989)
Ketersediaan dalam keluarga penting diperhatikan karena
konsumsi makanan sehari-hari harus selalu ada untuk kelangsungan
hidup dan ketahanan tubuh seluruh anggota keluarga terutama balita
dan Anak-anak. (Soekirman, 2000).
e. Pola asuh
Pola asuh adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber
lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan dan perkembangan
anak. Pola asuh yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan
keadaan gizi anak. (Soekirman, 2000).
f. Lingkungan
Kebersihan lingkungan (sanitasi lingkungan) adalah
tersedianya air bersih dan sarana kesehatan yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan makin dekat jangkauan keluarga
terhadap pelayanan dan sarana kesehatan ditambah dengan
pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resikoanak
terkenan penyakit dan kekurangan gizi. Semakin tinggi pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya sanitasi lingkungan, akan
meningkatkan usaha masyarakat untuk menjaga kesehatan individu,
keluarga dan lingkungan. Apabila sanitasi lingkungan terjaga dengan
58
baik maka kemungkinan timbulnya penyakit infeksi dapat dikurangi
(Soekirman, 2000)
Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan
keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan
kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti :
Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit dan tersedianya air bersih.
Ketidak jangkauan pelayanan kesehatan karenan jauh atau tidak
mamapu membayar. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan
merupakan kendalal masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara
baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga
pada status gizi.
g. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan
keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti imuisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti :
Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan tersedianya air bersih.
Ketidakjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh atau tidak mampu
membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan
kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan
kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi
(Soekirman, 2000).
h. Pola Makan
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal
dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan
yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri yaitu
pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk-pauk,
sayur-sayuran, dan buah-buahan (Almatsier, 2003). Pola konsumsi ini
59
juga dapat mempengaruhi sattus kesehatan ibu, dimana pola konsumsi
yang kurang baik dapat menimbulkan suatu gangguan kesehatan atau
penyakit pada ibu. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting
untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan
hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan
faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi 5, Cut Of Points
menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
Klasifikasi % AKG
Sangat tinggi >115 % AKG
Tinggi 106 – 115 % AKG
Sedang 95 – 105 % AKG
Cukup 85% - 94 % AKG
Rendah <85 % AKG
i. Sosial budaya
Banyak sekali penemuan yang menyatakan bahwa factor budaya
sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai
masyarakat dan Negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan
suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan
dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan
peranan dan nilai yang berbeda-beda trehadap pangan atau makanan.
Misalnya, bahan-bahan makanan tertentu suatu budaya masyarakat
dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi dengan alasan tertentu,
sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi dari segi ekonomi
maupun sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam
hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama
atau kepercayaan. (suhardjo, 2005).
60
j. Penyakit Infeksi
Infeksi biasa berhubungan deangan gangguan gizi. Infeksi sendiri
mengakibatkan si penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare. Selain itu juga penghancuran jaringan
tubuh akan mengikat karena dipakai untuk pembentukan protein atau
enzim-enzim yang diperlukan dalam usaha pertahanan tubuh.
Gangguan gizi dan infeksi sering bekerja secara sinergis, infeksi akan
memperburuk kemampuan seseorang untuk mengatasi penyakit
infeksi. Zat gizi dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh kembang guna
meneapai hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Apabila zat
gizi ini kurang, maka akan dapat mengakibatkan infeksi dan rawat gizi
pada remaja. Pada remaja yang kekurangan energi protein akan
menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan.
61
B. KERANGKA TEORI
62
Status GiziStatus Gizi
Penyakit InfeksiPenyakit Infeksi
Asupan MakanAsupan Makan
Ketersediaan PanganKetersediaan Pangan
Sosial BudayaSosial Budaya
Pola MakanPola Makan
Pelayanan KesehatanPelayanan Kesehatan
LingkunganLingkungan
Pola AsuhPola Asuh
Pendapatan KeluargaPendapatan Keluarga
Pendidikan Pendidikan
Pengetahuan Gizi Pengetahuan Gizi
Gambar Kerangka Teori Penelitian
C. KERANGKA KONSEP
Gambar Kerangka Konsep Penelitian
63
Status gizi anak pada balita
Status gizi anak pada balita
Faktor yang mempengaruhi status
gizi
Faktor yang mempengaruhi status
gizi
D. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Hasil ukur
Pengetahuan gizi
Pengetahuan dan pemahaman mengenai ilmu gizi dasar yang meliputi gizi seimbang
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Baik = >80%2.Sedang = 40-80%3. Kurang = <40%
Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh responden
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Tinggi = Diploma/PT2. Sedang = SMP dan SMA (sederajat)3. Rendah = SD dan tidak sekolah
Pendapatan kleuarga
Besarnya penghasilan responden perbulan
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Rendah, jika
Rp. 2.000.000
2. Tinggi, jika
Rp. 2.000.000Ketersediaan pangan
Tersedianya pangan bagi rumah tangga yang tercermuin dari tersedianya pangan yang cukup
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Cukup : ≥ rata-rata.2. Kurang : < rata-rata
Pola asuh Pola prilaku untuk mereaksi secara baik atau buruk.
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Baik = ≥ rata-rata.2. Kurang = < rata-rata
Lingkungan Keadaan yang sehat atau kebersihan lingkungan tempat tinggal
Observasi Chek list Ordinal 1. Baik : ≥ rata-rata.2. Kurang : < rata-rata
64
Pelayanan kesehatan
Suatu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat untuk kesehatan tubuh
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Baik : ≥ rata-rata.2. Kurang : < rata-rata
Pola makan Informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga/rumah tangga) pada waktu tertentu
Wawancara Form FFQ dan food recall
Ordinal 1. Sangat Tinggi: >115 % AKG2. Tinggi : 106 – 115 % AKG3. Sedang : 95 – 105 % AKG4. Cukup : 85% - 94 % AKG 5. Rendah : <85 % AKG
Sosial budaya Suatau nilai yang dianut oleh seseorang yang dapat memberikan gambaran terhadap suatu objek yang didapat melalui proses belajar
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Baik : ≥ rata-rata.2. Kurang : < rata-rata
Penyakit infeksi
Orang yang mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah sehingga mudah terkenan serangan penyakit infeksi
Wawancara Kuestioner Ordinal 1. Ada2. Tidak
Status gizi anak balita
Keadaan gizi anak berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/PB
Mengukur berat badan dan tinggi atau panjang badan
1.BB menggunakan dacin2.TB menggunakan microtoice3. PB menggunakan BLB (Body Longht Board)
Ratio BB/U :1. Gizi lebih = > +2 SD 2. Gizi baik = -2 SD s/d +2 SD 3. Gizi kurang = -3 SD s/d <-2 SD 4. Gizi buruk = < -3 SD TB/U 1. Normal = ≥ -2 SD 2. Pendek = < -2
65
SD BB/TB 1. Gemuk = > + 2 SD 2. Normal = -2 SD s/d +2 SD 3. Kurus = -3 SD s/d <-2 SD 4. Sangat kurus = < -3 SD
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
A. Jenis dan Rancangan
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional survey akan
menggambarkan tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan masalah gizi
masyarakat di kabupaten aceh tenggara.
B. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 24-29 November 2014
yang bertempat di Desa Suak Pandan Kecamatan Samtiga Kabupaten Aceh
Barat.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang diambil dalam pengumpulan data dasar gizi kesehatan
ini adalah seluruh bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui di
kabupaten Aceh Tenggara.
2. Sampel
Sampel yang diambil dalam pengumpulan data dasar gizi kesehatan
ini adalah keseluruhan dari bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu
66
menyusui. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Menyusun sampling menurut kecamatan sampel, bayi/balita, Bumil
dan Buteki
b. Lalu dirandom, berikan teknik
random sampling (lampirkan)
c. Mengumpulkan dan membagi
sampel yang setara bagi peserta
PBL
D. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer penelitian ini meliputi data status gizi, asupan
makanan, pengetahuan, sikap, pendidikan, pendapatan, ketersediaan
pangan, penyakit infeksi, kesehatan linkungan, pelayanan kesehatan dan
pola asuh.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
keadaan umum lokasi penelitian meliputi luas wilayah, batas wilayah,
jumlah penduduk.
E. Cara Pengumpulan data
1. Data Primer
Data pola makan, pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan,
pendapatan, penyakit infeksi, pelayanan kesehatan di posyandu, dan
pemberian Imunisasi diperoleh dengan wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Status gizi bayi/balita, ibu hamil dan ibu menyusui serta
67
Masyarakat diperoleh dengan Antropometri. Sedangkan data asupan zat gizi
diperoleh dengan menggunakan metode food recall.
2. Data Sekunder
Gambaran umum desa , luas dan batas wilayah, jumlah penduduk,
sarana dan prasarana umum, sarana pelayanan kesehatan, dan tenaga
pelayanan kesehatan diperoleh melalui penelusuran dokumen desa.
F. Pengolahan data
Untuk Pengolahan data pengetahuan pengasuh/ibu, perilaku
pengasuh/ibu, sikap pengasuh/ibu tentang gizi, asupan makanan balita, pola
makan balita, pendidikan pengasuh/ibu, pendapatan keluaraga, penyakit
infeksi, pelayanan kesehatan posyandu dan pemberian imunisasi terhadap
balita.
Data yang diperoleh di periksa kembali kelengkapannya kemudian
data tersebut dikelompokkan dan diberikan skor. Kemudian skor yang
diperoleh dijumlahkan hasilnya, dan dibandingkan dengan jumlah seluruh
sampel dan di hitung dengan menggunakan rumus Rata-rata sebagai berikut
=
Keterangan :
X : Rata-rata pengetahuan tentang gizi/perilaku tentang gizi/sikap
tentang gizi/ kesehatan lingkungan
n : jumlah nilai skor yang di dapat
N : jumlah sampel
Hasil yang diperoleh disajikan dalam skala ordinal dengan kategori sesuai
definisi operasional.
68
Status Gizi
Penilaian Status Gizi Balita
Z-Score
Untuk menilai status gizi balita, maka angka berat badan dan tinggi
badan setiap balita dikonversikan kedalam bentuk nilai terstandar (Z-
Score) dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006.
Z-Score =
Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut
ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut.
Indeks BB/U
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak ≤ 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak ≤ - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak ≤ - 3 SD
Indeks TB/U
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak ≤ 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak ≤ - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak ≤ - 3 SD
Indeks BB/TB
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak ≤ 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak ≤ - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak ≤ - 3 SD
69
G. Analisa Data
1. Univariat
Analisa data deskritif masing – masing variabel telah di tabulasi untuk
melihat status gizi balita, asupan makanan balita, pengetahuan pengasuh/ibu,
sikap pengasuh/ibu, pendidikam pengasuh/ibu, pendapatan keluaraga,
ketersediaan pangan dalam keluaraga, penyakit infeksi, kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan dan pola asuh pada balita.
2. Bivariat
Analisa tabel untuk mengetahui hubungan dua variabel dan dilakukan
uji statistik. Jenis uji statistik yang dilakukan sangat tergantung dari jenis
data/variabel yang akan dihubungkan..Uji yang biasa digunakan dengan Uji
Chi – Square dan T – Test dengan syarat kepercayaan 95 %.
3. Penyajian Data
Penyajian data disajikan dengan tekstular, tabular, grafikal,
1. Tekstular : Penyajian data dengan menggunakan teks atau narasi
2. Tabular : Penyajian data dengan menggunakan tabel
3. Grafikal : Penyajian data dengan menggunakan grafik
4. Gambar : penyajian ditambah gambar untuk memperkuat isi teks atau
narasi
4. Penentuan Masalah
Masalah gizi kurang pada balita
Mengukur status gizi balita
Melihat gejala-gejala klinis
5. Prioritas Masalah
Masalah Gizi Kurang:
70
Kekurangan Energi Protein (KEP), Marasmus, Kwarsiokor, Marasmus-
kwarsiokor
Anemia
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa
Desa Suak Pandan terletak di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat dengan luas wilayah 325 hektar. Desa Suak Pandan mempunyai hasil
kebun berupa padi, karet, sawit, sayuran, dan buah. Mayoritas penduduk desa
suak pandan bekerja di bidang agraris dimana penghasilannya di peroleh dari
hasil perkebunan dan pertanian.
1. Batas Wilayah
Desa Suak Pandan, berbatasan dengan Desa Cot Simeureung dan
Suak Timah
2. Jumlah Penduduk
71
Desa Suak Pandan memiliki jumlah penduduk lebih kurang 547
jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 294 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 253 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di desa ini adalah
sebanyak 168 jiwa.
2. Sarana dan Prasarana Umum
Desa Suak Pandan memiliki beberapa sarana dan prasarana umum
diantaranya, balai desa, masjid, tempat wudhu, jalan desa, lapangan bola,
SD Suak Pandan, TK dan PAUD Suak Pandan.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan satu-satunya yang ada di Desa Suak
Pandan adalah Polindes. Kegiatan yang biasa dilakukan di Polindes tersebut
adalah imunisasi balita, pengukuran berat badan dan tinggi badan balita,
pemberian PMT, seperti pemberian bubur kacang hijau, biscuit, buah-
buahan untuk balita yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali.
4. Tenaga Pelayanan Kesehatan
Desa Suak Pandan memiliki 1 orang bidan desa yang dibantu oleh 6
orang kader posyandu.
72
B. Hasil Survei
1. Hasil Univariat
a. Balita
Table I
Distribusi Karakteristik KK di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat tahun 2014–2015
No. Karakteristik KK N %1. Umur KK
1. < 25 tahun2. 25 – 34 tahun3. 35 – 45 tahun4. > 45 tahun
111144
3.336.746.713.3
Jumlah 30 100
73
2. Pendidikan KK1. Tidak Sekolah2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
078141
023.326.746.73.3
Jumlah 30 1003. Total Pendapatan Keluarga
(bulan)1. Tinggi2. Rendah
723
23.376.7
Jumlah 30 1004. Pengeluaran Keluarga dari
Pendapatan1. Tinggi2. Rendah
822
26.773.3
Jumlah 30 1006. Pekerjaan Kepala Keluarga
1. 1. PNS/BUMN/TNI/POLRI2. 2. Petani/Berkebun3. 3. Pedagang/Wiraswasta4. 4. Buruh5. 5. Nelayan6. 6. Lain-lain5
0107454
033.323.313.316.713.3
Jumlah 30 100Dari table diatas, terlihat bahwa umur kepala keluarga yang paling banyak
adalah berkisar antara 35-45 tahun yaitu sebanyak 14 orang KK (46.7%), umur KK
dibawah 25 tahun 1 orang, hal ini dikarenakan kepala keluarganya adalah seorang
ibu, sehingga ada kepala keluarga yang usianya dibawah 25 tahun. Umur 25-34 tahun
ada 11 orang yaitu sekitar 36,7%. Sedangkan umur diatas 45 tahun ada 4 orang
(13,3%). Pada umumnya mayoritas pekerjaan dari penduduk desa Suak Pandan
adalah bertani/berkebun, dalam data ini kami mendapatkan penduduk yang bekerja
sebagai petani 10 orang (33,3%). Untuk pendidikan KK yang tertinggi di tempuh
adalah jenjang pendidikan SLTA yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Pendapatan
dengan kategori tinggi yaitu diatas Rp 1.750.000 sebanyak 7 KK, atau 23,3%,
74
pengeluaran terbanyak/tertinggi dengan kategori diatas Rp 1.200.000 adalah
sebanyak 8 KK dengan presentasi 26.7%.
Tabel 2
Distribusi karakteristik Ibu di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga, Kabupaten
Aceh Barat tahun 2013 – 2014
No Karakteristik RespondenTotal
N %1. Umur Responden
< 25 tahun1. 25 – 34 tahun2. 35 – 45 tahun3. >45 tahun
22080
6.6866.6626.66
0Jumlah 30 100
75
2. Pekerjaan Ibu1. 1. PNS/BUMN/TNI/POLRI2. 2. Petani/Berkebun3. 3. Pedagang/Wiraswasta4. 4. Buruh5. 5. Nelayan6. 6. Lain-lain (Ibu Rumah Tangga)
0110028
03.333.33
00
93.34
Jumlah 30 1003. Pendidikan Ibu
1. Tidak Sekolah2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
068115
020
26.6636.6616.68
Jumlah 30 100
Dari table diatas, didapatkan bahwa umur ibu yang < 25 tahun ada 2 orang
(6,68%), umur 25-34 tahun 20 orang (66,66%), umur 35-45 tahun 8 orang (26,66%),
sedangkan umur > 45 tahun tidak ada. Mayoritas pekerjaan para ibu di desa Suak
Pandan adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 28 orang (93,34%). Tingkat
pendidikan ibu yang paling banyak adalah lulusan SLTA 11 orang (36,66%), dan 5
orang (16.68%) mengenyam pendidikan perguruan tinggi/diploma.
Tabel 3.
Distribusi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Responden di desa Suak Pandan,
Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 - 2015
No. VariabelTotal
N %1. Pengetahuan tentang gizi
1. Baik 2. Sedang 3. Kurang
1029
3.330
96.7Jumlah 30 100
2. Sikap terhadap Gizi
76
1. Baik 2. Sedang 3. Kurang
12180
40600
Jumlah 30 1003. Perilaku Gizi
1. Baik 2. Sedang 3. Kurang
14142
46.746.76.7
Jumlah 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa ibu yang berpengetahuan baik hanya 1
orang (3.33%), 96,7% lainnya berpengetahuan kurang. Untuk sikap, ibu yang
memiliki sikap baik sebanyak 12 orang (40%), dan sedang 18 orang (60%). Perilaku
gizi yang baik dan sedang dimiliki oleh masing-masing 14 orang ibu (46,7%), perlaku
gizi kurang hanya 2 orang (6,7%).
Tabel 4
Persentase Balita menurut Satus Gizi BB/U, TB/U, BB/TB di desa Suak Pandan,
Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 - 2015
No. Status Gizi IndikatorTotal
N %1. BB/U 1. Lebih
2. Normal 3. Kurang4. Buruk
61644
2053.3313.3413.34
Jumlah 30 1002. TB/U 1. Normal 14 46.7
77
2. Stunting 16 53.3
Jumlah 30 1003. BB/TB 1. Gemuk
2. Normal3. Kurus4. Kurus Sekali
52500
16.6783.33
00
Jumlah 30 100
Dari table diatas, dengan jumlah balita sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa
status gizi BB/U (4 kategori) dengan indicator gizi lebih sebanyak 20%, normal
53,33%, gizi kurang dan gizi buruk masing-masing 13,34%. Status gizi berdasarkan
TB/U (2 kategori) dengan indicator normal sebanyak 46,7% dan stunting sebanyak
53,3%. Sedangkan status gizi berdasarkan BB/TB dengan indicator gemuk sebanyak
16,67%, normal 83,33%, kurus dan kurus sekali 0%.
Tabel 5
Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 – 2015
No. Frekuensi Penyakit balita tiga bulan terakhir
TotalN %
1. Tidak Pernah2. Pernah
273
9010
Jumlah 30 100Dari table diatas, dapat dilihat bahwa balita yang pernah menderita penyakit
infeksi dalam 3 bulan terakhir adalah 3 orang balita dengan presentase 10%,
sedangkan balita yang tidak pernah mengalami penyakit infeksi dalam tiga bulan
terakhir berjumlah 27 balita dengan presentase 90%.
Tabel 6
Asupan Zat Gizi Makro Balita di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Aceh Barat
Tahun 2014– 2015
No. Asupan Zat Gizi Makro Total
78
N %1. Asupan Energi
1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Rendah
400026
13.3000
86.67Jumlah 30 100
2. Asupan KH1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Rendah
241113
803.333.333.3310
Jumlah 30 1003. Asupan Lemak
1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Kurang
000030
0000
100Jumlah 30 100
4. Asupan Protein1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Rendah
914115
303.3313.33.3350
Jumlah 30 100Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa, asupan energy rata-rata rendah
yaitu terdapat pada 26 balita (86,67%) sedangkan asupan yang sangat tinggi terdapat
pada 4 balita (13.3%). Asupan KH dengan kategori sangat tinggi terdapat pada 24
balita (80%), sedangkan asupan lemak semua balita tergolong kategori kurang.
Asupan protein juga lebih banyak tergolong kedalam kategori rendah yaitu sebanyak
15 balita (50%), setengah dari jumlah balita yang kami wawancarai.
79
Tabel 7
Asupan Zat Gizi Mikro Balita di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Aceh Barat
Tahun 2013 – 2014
No Asupan zat gizi mikro Total N %
1 Asupan Ca1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Rendah
543315
16.6713.33
101050
80
Jumlah 30 1002. Asupan Fe
1. Sangat tinggi2. Tinggi 3. Baik 4. Cukup 5. Rendah
621021
206.673.33
070
Jumlah 30 1003. asupan vitamin C
1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik 4. Cukup5. Rendah
300027
1000090
Jumlah 30 1004. Asupan vitamin A
1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Baik4. Cukup5. Rendah
002325
00
6.6610
83.34Jumlah 30 100
Untuk distribusi zat gizi mikro, berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa
asupan kalsium (Ca) kebanyakan tergolong rendah, yaitu setengah dari jumlah balita
yang diwawancarai. Asupan Fe juga tergolong rendah yaitu sebanyak 21 balita (70%)
asupan Fe nya masih rendah. Untuk vitamin C juga kebanyakan tergolong rendah
yaitu terdapat pada 27 balita (90%). Vitamin A untuk kategori cukup ada 3 balita
(10%), baik 2 balita (6.66), rendah pada 25 balita (83,34).
b. Ibu Hamil
1) Karakteristik KK
Tabel 8
Distribusi Karakteristik KK di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat 2014 – 2015
No. Karakteristik KK N %
81
1. Umur KK5. < 25 tahun6. 25 – 34 tahun7. 35 – 45 tahun8. > 45 tahun
0310
075250
Jumlah 4 1002. Pekerjaan KK
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI2. Petani/Berkebun3. Pedagang/Wiraswasta4. Buruh5. Nelayan6. Lain-lain
003010
00750250
Jumlah 4 100
3. Pendidikan KK1. Tidak Sekolah2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
00040
000
1000
Jumlah 4 1004. Total Pendapatan Kepala keluarga
1. Tinggi 2. Rendah
22
5050
Jumlah 4 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan kepala keluar\ga yang bekerja sebagai pedagang
berjumlah 3 orang dengan presentase 75%, dan yang bekerja sebagai nelayan
berjumlah 1 orang dengan presentase 25%. Pendidikan terakhir kepala keluarga
SLTA berjumlah 4 dengan presentase 100%. Pendapatan keluarga yang tinggi
berjumlah 2 orang dengan presentase 50% dan yang berpendapatan rendah berjumlah
2 orang dengan presentase 50%.
2) Karakteristik Ibu Hamil
82
Tabel 9
Distribusi Karakteristik Ibu Hamil di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 – 2014
No. Karakteristik Ibu N %1. Umur ibu
6. < 25 tahun7. 25 – 34 tahun8. 35 – 45 tahun9. > 45 tahun
1300
257500
Jumlah 4 1002. 1. PNS/BUMN/TNI/POLRI
2. Petani/Berkebun3. Pedagang/Wiraswasta4. Buruh5. Nelayan6. Lain-lain
000004
00000
100Jumlah 4 100
3. Pendidikan Ibu1. Tidak Sekolah2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
00121
00255025
Jumlah 4 100Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur >25 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan ibu hamil yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
berjumlah 4 orang dengan presentase 100%, Pendidikan terakhir ibu hamil SLTA
berjumlah 2 dengan presentase 50%, yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan
presentase 25%, dan yang berpendidikan diploma/PT berjumlah 1 orang dengan
presentase 25 %.
Tabel 10
83
Status Gizi Ibu Hamil berdasarkan LILA di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 – 2015
No. Status Gizi IndikatorTotal
N %1. LILA 1. Normal
2. KEK40
1000
Jumlah 4 100
Dari hasil data diatas, dapat kita lihat bahwa tidak ada ibu hamil di Desa suak
pandan yang mengalami KEK, semua ukuran LLA nya normal.
c. Ibu Menyusui
1) Karakteristik Kepala Keluarga
Tabel 11
Distribusi Karaktristik Kepala Keluarga di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 – 2015
No. Karakteristik Kepala KeluargaTotal
N %1. Umur
1. < 25 tahun 0 0
84
2. 25-34 tahun 3. 35-45 tahun4. < 45 tahun
310
75250
Jumlah 4 1002. Pekerjaan Kepala Keluarga
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI2. Petani/Berkebun3. Pedagang/Wiraswasta4. Buruh5. Nelayan6. Lain-lain
02110
05025250
Jumlah 4 1003. Pendidikan Kepala Keluarga
1. Tidak Sekolah 2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
01120
02525500
Jumlah 4 1004. Total Pendapatan Kepala
Keluarga1. Tinggi 2. Rendah
04
0100
Jumlah 4 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan kepala keluarga yang bekerja sebagai pedagang berjumlah
2 orang dengan presentase 50%, yang bekerja sebagai nelayan 1 orang dengan
presentase 25%,dan yang bekerja sebagai buruh berjumlah 1 orang dengan presentase
25%. Pendidikan terakhir kepala keluarga SLTA berjumlah 2 dengan presentase 50%
yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan presentase 23% dan yang berpendidikan
SD/MI berjumlah 1 orang dengan presentase 25%. Pendapatan rendah berjumlah 4
orang dengan presentase 100%.
85
2) Karakteristik Ibu menyusui
Tabel 12
Distribusi Karaktristik Ibu menyusui di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 – 2015
No. Karakteristik Ibu HamilTotal
N %1. Umur
1. < 25 tahun2. 25-34 tahun 3. 35-45 tahun
121
255025
86
4. < 45 tahun 0 0Jumlah 4 100
2. Pekerjaan Ibu6. PNS/BUMN/TNI/POLRI7. Petani/Berkebun8. Pedagang/Wiraswasta9. Buruh10. Nelayan11. Lain-lain
000004
00000
100
Jumlah 4 1003. Pendidikan Ibu
1. Tidak Sekolah2. SD/MI3. SLTP4. SLTA5. Diploma/PT
01120
02525500
Jumlah 4 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur >25 tahun berjumlah 1
orang dengan presentase 25%, yang berumur 25-34 tahun berjumlah 2 orang dengan
presentase 50%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan presentase
25%. Pendidikan terakhir ibu menyusui SLTA berjumlah 2 dengan presentase 50%,
yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan presentase 25%, yang berpendidikan
SD/MI 1 orang dengan presentase 25%.
Tabel 13
Status Gizi Ibu Menyusui di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014 – 2015
No. Status Gizi Indikator TotalN %
1. LILA 1. KEK2. Normal
04
0100
Jumlah 4 1002. IMT 1. Kurus
2. Normal03
075
87
3. Lebih 1 25Jumlah 4 100
Dari paparan table diatas dapat dilihat bahwa, 4 orang ibu menyusui yang ada
di Desa Suak Pandan sama sekali tidak ada yang mengalami KEK. Sedangkan untuk
IMT Ibu menyusui, 75% normal, dan 25% gizi lebih.
d. Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah
Tabel 14.
Kebiasaan sarapan anak sekolah
Kebiasaan Makan Anak Sekolah n %
Baik 27 75
Kurang 9 25
Jumlah 36 100
Jadi, sebanyak 27 Anak sekolah memiliki kebiasaan makan yang baik dengan
persentase 75%.
e. Makanan Pantangan
Tabel 15.
Makanan Pantangan
KelompokAda Tidak Total
N % n % n %
Balita 0 0 30 100 30 100%
88
Bumil 3 75% 1 25% 4 100%
Busui 4 100% 0 0 4 100%
Jadi, semua balita tidak memiliki pantangan terhadap makanan. Sedangkan
ibu hamil sebanyak 75% memiliki pantangan. Dan ibu menyusui memiliki pantangan
terhadap makanan dengan persentase 100%.
f. Penggunaan bahan pangan oleh keluarga
Tabel 16.
Penggunaan Bahan Pangan Keluarga
Bahan
Pangan
Menurut
Jenis
Frekuensi Konsumsi
Sering Jarang Tidak Pernah Total
n % n % n % n %
Karbohidrat 60 100 0 0 0 0 60 100
89
protein
hewani
60 100 0 0 0 0 60 100
protein
nabati
20 33 10 17 15 25 45 75
sayuran A 6 10 23 38.3 31 51.7 60 100
sayuran B 33 55 17 28.3 10 16.7 60 100
Buah-
buahan
8 13.3 15 25 37 61.7 60 100
Lemak 12 20 45 75 3 5 60 100
Jadi, sumber KH yang dikonsumsi oleh masyarakat di Desa Suak Pandan
sebanyak 100% kategori Baik, sumber Protein Hewani sebanyak 100% kategori
Baik, Sumber Protein nabati sebanyak 20% (sering) Kategori kurang baik, sumber
sayuran A sebanyak 10% (sering) kategori kurang baik, sumber sayuran B sebanyak
55% (sering) kategori kurang baik, sumber buah-buahan sebanyak 13,3% (sering)
kurang baik, sumber lemak sebanyak 20% (sering) kurang baik.
g. Imunisasi Balita
Tabel 17.
Imunisasi Balita
Status
Imunisasi
N %
Lengkap 20 66,67
Tidak lengkap 7 23,33
90
Tidak pernah 3 10
Jumlah 30 100
Jadi, sebanyak 20 balita telah mendapatkan imunisasi lengkap dengan
persentase 66,67%.
2. Hasil Bivariat
A. Balita
1) Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi
a) Hubungan pendidikan KK dengan Status Gizi TB/U
Tabel 18.
No Pendidikan KK Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % N % n %1. SD/MI 6 85.7 1 14.3 7 1002. SLTP 5 62.5 3 37.5 8 1003. SLTA 8 57.1 6 42.9 14 1004. Diploma/PT 0 0 1 100 1 100Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dapat dilihat dari table diatas, bahwa dari variable pendidikan KK, terdapat 7
KK berpendidikan SD/MI, 6 balita yang berstatus gizi stunting, dan 1 balita yang
normal. Untuk 8 KK yang berpendidikan tingkat SLTP, ada 5 balita yang stunting
dan 3 balita normal. 14 KK dengan pendidikan hingga SLTA, terdapat 8 balita yang
stunting dan 6 balita berstatus gizi normal. 1 KK yang berpendidikan tingkat
diploma/perguruan tinggi balita berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,325).
91
b) Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/TB
Tabel 19.
No Pendidikan KK Status Gizi BB/TB Total Gemuk Normal
n % n % n %1. SD/MI 1 85.7 6 14 7 1002. SLTP 2 25 6 75 8 1003. SLTA 2 14.3 12 85.7 14 1004. Diploma/PT 0 0 1 100 1 100Total 5 16.7 25 83.3 30 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 7 KK yang mengenyam pendidikan
akhir SD/MI 1 balita berstatus gizi gemuk, 6 balita bersatatus gizi normal. 8 KK yang
berpendidikan SLTP, 2 balitanya gemuk dan 6 balita lainnya normal. Untuk 14 KK
yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SLTA, 12 balitanya normal, dan 2 balita
gemuk. 1 orang KK yang berpendidikan akhir hingga tingkat perguruan tinggi
memiliki 1 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,877).
c) Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/U
Tabel 20.
No.Pendidikan
KK
Status gizi BB/UTotal
Lebih Kurang Normal Gizi burukn % n % n % n % N %
1. SD/MIN 0 0 4 57.1 2 28.6 1 14.3 7 1002. SLTP 0 0 6 75 2 25 0 0 8 1003. SLTA 1 7.1 10 71.4 3 21.4 0 0 14 1004. Diploma/PT 0 0 1 100 0 0 0 0 1 100
92
Total 1 3.3 21 70.0 7 23.3 1 3.3 30 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan SD/MI yang menjadi
pendidikan terakhir dari 7 KK 4 balitanya bersatatus gizi normal, 2 balita kurang, dan
1 yang berstatus gizi buruk. Untuk 8 KK yang berpendidikan akhir SLTP tidak ada
balitanya yang berstatus gizi buruk dan gizi lebih, 6 balita normal, 2 balita kurang.
Dari 14 KK yang berpendidikan SLTA 1 balita bergizi lebih, tidak ada balita yang
berstatus gizi buruk, 3 balita lainnya bergizi kurang. 1 KK yang menempuh
pendidikan akhir di perguruan tinggi, balitanya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,825).
d) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi TB/U
Tabel 21.
No Pendidikan ibu Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % n %1. SD/MI 4 66.7 2 33.3 6 1002. SLTP 5 62.5 3 37.5 8 1003. SLTA 8 72.7 3 27.3 11 1004. Diploma/PT 2 40 3 60 5 100Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dari data diatas dapat dilihat bahwa, ibu yang berpendidikan SD/MI ad 6 ibu,
4 balita berstatus gizi stunting, daan 2 balita normal. Untuk 8 ibu yang berpendidikan
akhir SLTP 5 balita stunting dan 3 balita lainnya normal. 11 ibu yang berpendidikan
akhir SLTA 8 balitanya stunting, 3 balita lainnya normal. Ibu yang mengenyam
pendidikan hingga perguruan tinggi ada 5 ibu,2 balitanya stunting, dan 3 lainnya
normal.
93
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,655).
e) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/TB
Tabel 22.
No. Pendidikan ibuStatus gizi BB/TB
TotalGemuk normal
n % n % n %1. SD/MIN 1 16.7 5 83.3 6 1002. SLTP 0 0 6 75 8 1003. SLTA 1 7.1 10 71.4 11 1004. Diploma/PT 0 0 1 100 5 100
Total 1 3.3 21 70.0 30 100
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pendidikan akhir SD/MI dari 6 ibu ada 1
balitanya yang berstatus gizi gemuk, 5 normal. 8 ibu yang berpendidikan akhir SLTP,
1 balitanya gemuk, 7 balita normal. Untuk 11 orang ibu yang berpendidikan akhir
SLTA balitanya yang gemuk ada 2 balita, sedangkan yang normal 9 balita. Ibu yang
mengenyam pendidikan perguruan tinggi ada 5 orang, dengan 1 balitanya berstatus
gizi gemuk, dan 4 orang balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,984).
f) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/U
Tabel 23.
No.Pendidikan
KK
Status gizi BB/UTotal
Lebih Kurang Normal Gizi burukn % n % n % n % N %
1. SD/MIN 0 0 3 50 3 50 0 0 6 1002. SLTP 0 0 5 62.5 2 25.0 1 12.5 5 100
94
3. SLTA 1 9.1 8 72.7 2 18.2 0 0 11 1004. Diploma/PT 0 0 5 100 0 0 0 0 5 100
Total 1 3.3 21 70.0 7 23.3 1 3.3 30 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dari 30 Ibu yang diwawancarai, 6 ibu
berpendidikan akhir SD/MI, 3 balita berstatus gizi normal, dan 3 balita lainnya
berstatus gizi kurang. Untuk ibu yang berpendidikan akhir SLTP terdapat 8 ibu,
dengan 5 balita berstatus gizi normal, 2 kurang, dan 1 orang gizi buruk. 11 orang ibu
mengenyam pendidikan akhir hingga SLTA, 1 gizi lebih, 8 normal, 2 kurang. Untuk
pendidikan akhir diploma/PT ditempuh oleh 5 ibu, dank e 5 balitanya berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,468).
2) Hubungan pendapatan dengan Status Gizi
a) Hubungan pendapatan KK dengan status gizi TB/U
Tabel 24.
NoPendapatan KK
Status Gizi TB/U TotalStunting Normal
95
N % N % N %1. Tinggi 3 42.9 4 57.1 7 1002. Rendah 16 69.6 7 30.4 23 100
Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dari hasil tabel diatas, 7 KK yang memiliki pendapatan tinggi, 3 balitanya
mengalami stunting, 4 balita lainnya memiliki status gizi normal. Untuk 23 KK yang
memiliki pendapatan rendah,16 balita mengalami stunting, sedangkan 7 balita lainnya
memiliki status gizi normal
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,403).
b) Hubungan Pendapatan KK dengan status gizi BB/TB
NoPendapatan KK
Status Gizi TB/U TotalStunting Normal
N % N % N %1. Tinggi 3 42.9 4 57.1 7 1002. Rendah 16 69.6 7 30.4 23 100
Total 19 63.3 11 36.7 30 100Tabel 25.
96
Berdasarkan tabel diatas, 7 KK dengan pendapatan tinggi memliki 1 balita
yang gemuk, dan 6 balita lainnya normal. Untuk pendapatan KK kategori rendah
sebanyak 23 KK dengan 4 balita gemuk dan 19 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c) hubungan pendapatan KK dengan Status Gizi BB/U
Tabel 26.
No Pendapatan Kk Status Gizi BB/U TotalLebih Normal Kurang Gizi Buruk
N % N % N % N % N F1. Tinggi 0 0 6 85.7 1 14.3 0 0 7 1002. Rendah 1 4.3 15 65.2 6 26.1 1 4.3 23 100
total 1 3.3 21 70.0 7 23.3 1 3.3 30 100.
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa dari 7 pendapatan KK yang
tergolong kedalam kategori tinggi 6 status gizi balita normal, dan 1 balita kurang.
Sedangkan untuk 23 KK yang memiliki pendapatan rendah, ada 1 balita yang
memiliki status gizi lebih, 15 balita normal, 6 kurang, dan 1 orang gizi buruk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,741).
3) Hubungan Penyakit Infeksi dengan status Gizi
a) Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/U
Tabel 27.
NOPENYAKIT
INFEKSISTATUS GIZI total
lebih Normal kurang Gizi buruk
97
n % n % n % n % n %1 Pernah 1 12,5 5 62,5 2 25 0 0 8 1002 Tidak pernah 6 27,3 12 54,5 3 13,6 1 4,5 22 100
total 7 23,3 17 56,7 5 16,7 1 3,3 30 100
Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 12 balita yang berstatus gizi normal, 6 balita
gizi lebih, 3 balita gizi kurang dan 1 balita gizi buruk. Sedangkan pada 8 balita yang
pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 5 balita berstatus gizi normal, 1 balita
gizi lebih, dann 2 balita gizi kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan Fisher’s Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P >0,05 yaitu
(0,698).
b) Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi TB/U
Tabel 28.
NoPenyakit infeksi
Status gizitotal
Stunting Normaln F n F n f
1 Pernah 6 75 2 25 8 1002 Tidak
pernah13 59,1 9 40,9 22 100
total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 13 balita stunting dan 9 balita normal.
Sedangkan 8 balita yang pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 6 balita
stunting dan 2 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan Fisher’s Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
98
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P >0,05 yaitu
(0,672).
c) Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/TB
Tabel 29.
NoPenyakit infeksi
Status gizitotal
gemuk NormalN F n F n f
1 Pernah 1 12,5 7 87,5 8 1002 Tidak
pernah4 18,2 18 81,8 22 100
total 5 12,5 25 87,5 30 100
Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 18 balita berstatus gizi normal dan 4 balita
gemuk. Sedangkan 8 balita yang pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 7 balita
berstatus gizi normal dan 1 balita gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan Fisher’s Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P >0,05 yaitu
(1,000).
4) Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi
a) Hubungan Pengetahuan ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 30.
NoPengetahuan
Ibu
Status Gizi TB/UTotal
Stunting NormalN % N % N %
1 Kurang 18 62,1 11 37,9 29 100
99
2 Baik 1 100 0 0 1 100Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dari data diatas, diketahui bahwa dari 29 ibu yang berpengetahuan kurang, 18
balitanya berstatus gizi stunting, dan 11 normal. Sedangkan pada seorang ibu dengan
pengetahuan baik, balitanya berstatus gizi stunting.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (1,000).
b) Hubungan Pengetahuaan ibu dengan status Gizi BB/TB
Tabel 31.
NoPengetahuan
Ibu
Status Gizi BB/TBTotal
Gemuk NormalN % N % N %
1 Kurang 5 17,2 24 82,8 29 1002 Baik 0 0 1 100 1 100
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Dari data diatas, dapat lihat bahwa, dari 29 ibu yang berpengetahuan kurang,
24 baliata bersatatus gizi normal, dana 6 balita stunting. Sedangkan pada 1 ibu yang
berpengetahuan baik, 1 balitanya normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c) Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U
Tabel 32.
NoPengetahuan
Ibu
Status Gizi BB/UTotal
Lebih NormalKurang Gizi
BurukN F N F F N N F N F
1 Kurang 1 3,4 21 72,4 6 20,7 1 3,4 29 100
100
2 Baik 0 0 0 0 1 100 0 0 1 100Total 1 3,3 21 70 7 23,3 1 3,3 30 100
Dari hasil tabel diatas, dapat diketahui bahwa, dari 29 ibu yang
berpengetahuan kurang, 21 balita normal, 1 balita bergizi lebih, 6 kurang, dan 1 balita
bergizi buruk. Sedangkan pada ibu yang berpengetaahuan baik, status gizi balitanya
kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,334).
5) Hubungan Sikap dengan status gizi
a) Hubungan sikap ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 33.
No Sikap ibu Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % n %1. sedang 11 61.1 7 38.9 18 1002. baik 8 66.7 4 33.3 12 100Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Berdasarkan data diatas, bisa dilihat bahwa tidak ada ibu yang bernilai sikap
kurang. Sikap ibu dengan kategori sedang ada 18 ibu dengan 11 balita stunting, dan 7
normal. Sikap ibu yang berkategori baik 12 ibu memiliki 8 balita dengan status gizi
stunting, dan 4 balita lainnya bestatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (1,000)
b) Hubungan Sikap ibu dengan status gizi BB/TB
Tabel 34.
101
No Sikap ibu Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % n %1. sedang 11 61.1 7 38.9 18 1002. baik 8 66.7 4 33.3 12 100Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dari data diatas dapat dilihat, bahwa 18 ibu dengan kategori sikap sedang,
status gizi balita yang gemuk ada 3 balita dan 15 balita lainnya normal. Untuk ibu
yang kategori sikapnya baik berjumlah 12 orang, dengan 5 balita gemuk, dan 25
balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c) Hubungan sikap ibu dengan status gizi BB/U
Tabel 35.
No. Sikap Status gizi BB/U
TotalLebih Normal Kurang Gizi buruk
n % n % n % n % N %1. Sedang 0 0 11 61.1 6 33.3 1 5.6 18 1002. Baik 1 8.3 10 83.3 1 8.3 0 0 12 100
Total 1 3.3 21 70.0 7 23.3 1 3.3 30 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 18 ibu yang berkategori
sikap sedang memiliki 11 balita berstatus gizi normal, 6 kurang, dan 1 orang berstatus
gizi buruk. Untuk 12 ibu yang berkategori sikap baik 1 balitanya bergizi lebih, 10
normal, 1 bergizi kurang, dan tidak ada yang bergizi buruk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,203).
102
6) Hubungan perilaku dengan Status gizi
a) Hubungan Perilaku ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 36.
No Perilaku ibu Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % N %1. Kurang 2 100 0 0 2 1002. sedang 9 64.3 5 35.7 14 1003. baik 8 57.1 6 42.9 14 100Total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dari hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa 2 ibu memiliki skor perilaku
kategori kurang, terlihat 2 balita memiliki status gizi gemuk, dan tidak ada yang
berstatus gizi normal. Ibu yang memiliki skor perilaku sedang ada 14 ibu , 9 balita
berstatus gizi gemuk, dan 5 lainnya sedang. Untuk 14 ibu yang memiliki skor
kategori baik, ada 8 balita yang berstatus gizi gemuk, dan 6 lainnya berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,498).
b) Hubungan Prilaku Ibu dengan status Gizi BB/TB
Tabel 37.
No Perilaku ibu Status Gizi BB/TB Total gemuk Normal
n % n % N %1. Kurang 0 0 2 100 2 1002. sedang 4 28.6 10 71.4 14 100
103
3. baik 1 7.1 13 92.9 14 100Total 5 16.7 25 83.3 30 100
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 30 ibu, untuk variable kategori
perilaku kurang ada 2 ibu, dengan status gizi balita stunting 0, dan 2 orang yang
status gizi normal. Variable kategori baik balita yang memiliki status gizi stunting 1
orang, dan status gizi normal 13 balita, dari 14 ibu.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,254).
c) hubungan perilaku ibu dengan status gizi BB/U
Tabel 38.
No. Sikap Status gizi BB/U
TotalLebih Normal Kurang Gizi buruk
n % n % n % N % N %1. kurang 1 50 1 50 0 0 0 0 2 1002. Sedang 0 0 9 64.3 4 28.6 1 7.1 143. Baik 0 8.3 11 83.3 3 8.3 0 0 14 100
Total 1 3.3 21 70.0 7 23.3 1 3.3 30 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat, dari 30 ibu yang diwawancarai
terdapat 2 ibu yang memiliki skor kategori kurang dengan status gizi balita lebi 1
balita, dan status gizi normal 1 orang. Untuk skor kategori kurang dimiliki oleh 14
ibu dengan status gizi balita normal 9, kurang 4 balita. Skor kategori baik dimilki
oleh 14 ibu dengan status gizi balita normal 11 orang, dan 3 balita berstatus gizi
kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,013).
104
7) Hubungan Asupan Zat Gizi Makro balita dengan Status Gizi
a) Hubungan Asupan energy dengan status gizi TB/U
Tabel 39.
No Asupan EnergiStatus Gizi TB/U
TotalStunting Normal
N F N F N F1 Rendah 18 69,2 8 30,8 26 1002 Sangat tinggi 1 25 3 75 4 100
Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan energy rendah terdapat pada 26
balita, balita yang berstatus gizi normal ada 8 balita, dan balita yang berstatus gizi
stunting sebanyak 18 balita. Untuk kategori asupan energy sangat tinggi, terdapat 1
balita yang berstatus gizi stunting, dan 3 balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,249).
b) Hubungan Asupan energy dengan status gizi BB/TB
Tabel 40.
No Asupan EnergiStatus Gizi BB/TB
TotalGemuk Normal
N F N F N F1 Rendah 5 19,2 21 80,8 26 1002 Sangat tinggi 0 0 4 100 4 100
Total 5 16,7 25 83,3 30 100Dari data diatas dapat dilihat bahwa, dari 26 balita yang memiliki asupan
energy rendah, 5 balita berstatus gizi gemuk, dan 21 balita lainnya normal. Untuk
asupan energy sangat tinggi, tidak ada balita yang berstatus gizi gemuk, dan 4 balita
berstatus gizi normal.
105
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,810).
c) Hubungan asupan energy dengan status gizi BB/U
Tabel 41.
NoAsupan Energi
Status Gizi BB/UTotal
Lebih NormalKurang Gizi
BurukN F N F F N N F N F
1 Rendah 1 3,8 20 76,9 4 15,4 1 3,8 26 1002 Sangat
tinggi0 0 1 25
3 75 0 04 100
Total 1 3,3 21 70 7 23,3 1 3,3 30 100
Dari data diatas dapat dilihat bahwa, dari 26 balita yang memiliki asupan
energy rendah 1 balita berstatus gizi lebih, 20 balita normal, 4 balita kurang, dan 1
balita gizi buruk. Dari 4 balita yang memiliki asupan energy sangat tinggi terdapat 1
balita gizi normal dan 3 kurang status gizinya.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,074).
a) Hubungan asupan protein dengan status gizi TB/U
Tabel 42.
NoAsupan Protein
Status Gizi TB/UTotal
Stunting NormalN F N F N F
106
1 Rendah 8 61,5 5 38,5 13 1002 Cukup 1 100 0 0 1 1003 Baik 2 50 2 50 4 1004 Tinggi 1 100 0 0 1 1005 Sangat tinggi 7 63,6 4 36,4 11 100
Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan protein rendah terdapat pada 13
balita, 5 balita yang berstatus gizi normal, dan 8 balita yang berstatus gizi stunting.
Dari 1 balita yang asupan proteinnya cukup termasuk dalam stunting. Dari 4 balita
yang asupan proteinnya baik terdapat 2 balita stunting dan 2 balita normal. Dari 1
balita yang asupan proteinnya tinggi termasuk dalam stunting. Dan untuk kategori
asupan protein sangat tinggi, terdapat 7 balita yang berstatus gizi stunting, dan 4
balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,830).
b) Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/TB
Tabel 43.
NoAsupan Protein
Status Gizi BB/TBTotal
Gemuk NormalN F N F N F
1 Rendah 3 23,1 10 76,9 13 1002 Cukup 0 0 1 100 1 1003 Baik 1 25 3 75 4 1004 Tinggi 0 0 1 100 1 1005 Sangat tinggi 1 9,1 10 90,9 11 100
Total 5 16,7 25 83,3 30 100Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan protein rendah terdapat pada 13
balita, 3 balita gemuk, dan 10 balita normal. Dari 1 balita yang asupan proteinnya
cukup termasuk dalam gizi normal. Dari 4 balita yang asupan proteinnya baik
terdapat 1 balita gemuk dan 3 balita normal. Dari 1 balita yang asupan proteinnya
107
tinggi termasuk dalam normal. Dan untuk kategori asupan protein sangat tinggi,
terdapat 1 balita gemuk, dan 10 balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,837).
c) Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/U
Tabel 44.
NoAsupan Protein
Status Gizi BB/UTotal
Lebih NormalKurang Gizi
BurukN F N F F N N F N F
1 Rendah 1 7,7 9 69,2 2 15,4 1 7,7 13 1002 Sangat
tinggi0 0 1 100
0 0 0 01 100
3 Baik 0 0 2 50 2 50 0 0 4 1004 Tinggi 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1005 Sangat
tinggi0 0 8 72,7
3 27,3 0 011 100
Total 1 3,3 21 70 7 23,3 1 3,3 30 100
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa 13 dari 30 balita asupan proteinnya
rendah, 1 balita normal, 9 balita normal, 2 kurang, dan 1 balita gizi buruk. Dari 30
balita hanya 1 balita yang asupan proteinnya cukup dan berstatus gizi normal. Untuk
asupan energy dengan kategori baik terdapat pada 4 balita, 2 balita normal, dan 2
balita lainnya berstatus gizi kurang. Untuk asupan protein tinggi terdapat pada 1
balita dan berstatus gizi normal. Asupan protein dengan kategori sangat tinggi
terdapat pada 11 balita, dengan 8 balita berstatus gizi normal, dan 3 lainnya berstatus
gizi kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,950).
108
a) Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/U
Tabel 45.
NoAsupan Lemak
Status Gizi BB/UTotal
Lebih NormalKurang Gizi
BurukN F N F F N N F N F
1 Rendah 1 4,2 17 70,8 5 20,8 1 4,2 24 1002 Sangat
tinggi0 0 1 50
1 50 0 02 100
3 Baik 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1004 Tinggi 0 0 1 50 1 50 0 0 2 1005 Sangat
tinggi0 0 1 100
0 0 0 01 100
Total 1 3,3 21 70 7 23,3 1 3,3 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan lemak rendah terdapat pada 24
balita dan salah satunya mengalami gizi buruk. Dari 2 balita yang asupan lemaknya
cukup terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita kurang. Satu balita yang asupan
lemaknya baik termasuk gizi normal. Dari 2 balita yang asupan lemaknya tinggi
terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita kurang. Satu balita yang asupan lemakya
sangat tinggi termasuk gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,997).
b) Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/TB
Tabel 46.
NoAsupan Lemak
Status Gizi BB/TBTotal
Gemuk NormalN F N F N F
1 Rendah 4 16,7 20 83,3 24 100
109
2 Cukup 0 0 2 100 2 1003 Baik 0 0 1 100 1 1004 Tinggi 1 50 1 50 2 1005 Sangat tinggi 0 0 1 100 1 100
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 30 balita yang
diwawancarai 24 diantaranya berkategori asupan lemak rendah, 4 berstatus gizi
gemuk, dan 20 balita lainnya berstatus gizi normal. Asupan lemak cukup terdapat
pada 2 balita dan berstatus gizi normal. Asupan lemak cukup terdapat pada 1 balita
dengan status gizi normal. Untuk asupan lemak tinggi terdapat pada 2 balita, masing-
masing berstatus gizi gemuk dan normal. Sedangkan asupan lemak sangat tinggi
terdapata pada 1 balita dengan status gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,663).
c) Hubungan asupan lemak dengan status gizi TB/U
Tabel 47.
NoAsupan Lemak
Status Gizi TB/UTotal
Stunting NormalN F N F N F
1 Rendah 16 66,7 8 33,3 24 100
110
2 Cukup 1 50 1 50 2 1003 Baik 1 100 0 0 1 1004 Tinggi 1 50 1 50 2 1005 Sangat tinggi 0 0 1 100 1 100
Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan lemak rendah terdapat pada 24
balita terdapat 16 balita stunting dan 8 balita normal. Dari 2 balita yang asupan
lemaknya cukup terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita stunting. Satu balita yang
asupan lemaknya baik termasuk balita stunting. Dari 2 balita yang asupan lemaknya
tinggi terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita stunting. Satu balita yang asupan
lemakya sangat tinggi termasuk gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,640).
a) Hubungan asupan KH dengan status gizi TB/U
Tabel 48.
NoAsupan
Karbohidrat
Status Gizi TB/UTotal
Stunting NormalN F N F N F
1 Rendah 2 66,7 1 33,3 3 1002 Cukup 0 0 1 100 1 1003 Baik 0 0 1 100 1 1004 Tinggi 1 100 0 0 1 1005 Sangat tinggi 16 66,7 8 33.3 24 100
Total 19 63,3 11 36,7 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita terdapat 2 balita stunting dan 1 balita normal. Dari balita yang asupan
karbohidratnya cukup termasuk gizi normal. Satu balita yang asupan karbohidratnya
baik termasuk balita normal. Balita yang asupan karbohidratnya tinggi termasuk
111
stunting. Balita yang asupan karbohidratnya sangat tinggi termasuk gizi normal ada 8
balita.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,384).
b) Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/TB
Tabel 49.
NoAsupan
Karbohidrat
Status Gizi BB/TBTotal
Gemuk NormalN F N F N F
1 Rendah 1 33.,3 2 66,7 3 1002 Cukup 0 0 1 100 1 1003 Baik 0 0 1 100 1 1004 Tinggi 0 0 1 100 1 1005 Sangat tinggi 4 16,7 20 83,3 24 100
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita terdapat 1 balita gemuk dan 2 balita normal. Balita yang asupan
karbohidratnya cukup, baik dan tinggi termasuk gizi normal. 24 balita yang asupan
karbohidratnya sangat tinggi 20 balita termasuk gizi normal dan 4 balita termasuk
gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,878).
c) Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/U
Tabel 50.
No Asupan Karbohidrat
Status Gizi BB/U TotalLebih Normal Kurang Gizi
Buruk
112
N F N F F N N F N F1 Rendah 1 33,3 1 33,3 1 33,3 0 0 3 1002 Sangat tinggi 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1003 Baik 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1004 Tinggi 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1005 Sangat tinggi 0 0 17 70,8 6 25 1 4,2 24 100
Total 1 3,3 21 70 7 23,3 1 3,3 30 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita, masing-masing 1 balita termasuk dalam kategori lebih, normal, dan kurang.
Balita yang asupan karbohidratnya cukup, baik dan tinggi termasuk gizi normal.
Balita yang asupan karbohidratnya sangat tinggi terdapat 17 balita termasuk gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,523).
\
8.Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan status gizi balita
a) Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/U
Tabel 51.
no Asupan Status Gizi BB/u Total
113
Ca lebih normal kurang Gizi burukn % n % n % N % n %
1. Rendah 1 5.6 11 61.1 4 22.2 2 11.1 18 1002. Cukup 2 66.7 0 0 0 0 1 33.3 3 1003. Sedang 1 33.3 2 66.7 0 0 0 0 3 1004. Tinggi 0 0 1 100 0 0 0 0 1 1005. Sangat
tinggi2 40 2 40 0 0 1 20 5 100
Total 6 20 16 53.3 4 13.3 4 13.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 4 balita berstatus gizi kurang, dan 2 balita
berstatus gizi buruk. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup terdapat 2
balita yang berstatus gizi lebih dan 1 balita yang berstatus gizi buruk. Dan dari 3
balita yang kategori asupan calsiumnya sedang terdapat 2 balita yang berstatus
normal dan 1 balita yang berstatus gizi lebih. Balita yang asupan calsiumnya tinggi
termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang asupan calsium sangat
tingggi tedapat 2 balita yang berstatus gizi normal dan 2 balita yang berstatus gizi
lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan calsium dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,339).
b) Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/TB
Tabel 52.
No Asupan Ca Status Gizi BB/TB Total gemuk Normal
114
n % n % N %1. rendah 3 16.7 15 83.3 18 1002. cukup 0 0 3 100 3 1003. sedang 1 33.3 2 66.7 3 1004. tinggi 0 0 1 100 1 1005. Sangat tinggi 1 20 4 80 5 100total 5 16.7 25 83.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 3 balita gemuk, dan 15 balita berstatus gizi
normal. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup berstatus gizi normal.
Dan dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya sedang terdapat 2 balita yang
berstatus normal dan 1 balita gemuk. Balita yang asupan calsiumnya tinggi termasuk
dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang asupan calsium sangat tingggi
tedapat 4 balita yang berstatus gizi normal dan 1 balita gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan calsium dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,837).
c) Hubungan asupan Ca dengan status gizi TB/U
Tabel 53.
No Asupan Ca Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
115
n % n % N %1. Rendah 12 66.7 6 33.3 18 1002. Cukup 2 66.7 1 33.3 3 1003. Sedang 2 66.7 1 33.3 3 1004. Tinggi 0 0 1 100 1 1005. Sangat tinggi 3 60 2 40 5 100total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 12 balita berstatus stunting, dan 6 balita
berstatus gizi normal. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup dan
sedang terdapat 2 balita stunting dan 1 balita yang berstatus gizi normal. Balita yang
asupan calsiumnya tinggi termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang
asupan calsium sangat tingggi tedapat 2 balita yang berstatus gizi normal dan 3
balita yang stunting.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan kalsium dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,760).
a) Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/U
Tabel 54.
no Asupan Fe
Status Gizi BB/u Totallebih normal kurang Gizi buruk
116
n % n % n % N % n %1. Rendah 4 23.5 9 52.9 2 11.8 2 11.8 17 1002. Sedang 1 50 1 50 0 0 0 0 2 1003. Tinggi 1 33.3 1 33.3 0 0 1 33.3 3 1004.. Sangat
tinggi0 0 5 62.5 2 25 1 12.5 8 100
Total 6 20 16 53.3 4 13.3 4 13.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 2 balita berstatus gizi kurang, dan 2 balita berstatus gizi buruk.
Dan dari 2 balita yang kategori asupan Fe sedang terdapat 1 balita yang berstatus
normal dan 1 balita yang berstatus gizi lebih. 3 balita yang asupan Fe tinggi 1 balita
termasuk dalam status gizi normal dan 1 balita termasuk dalam status gizi lebih. Dan
dari 8 balita yang asupan Fe sangat tingggi tedapat 5 balita yang berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,745).
b) Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/TB
Tabel 55.
no Asupan Fe Status Gizi BB/TB Total
117
gemuk Normal
n % n % N %
1 rendah 3 17.6 14 82.4 17 100
2 sedang 2 100 0 0 2 100
3 tinggi 0 0 3 100 3 100
4 Sangat tinggi 0 0 8 100 8 100
total 5 16.7 83.3 100 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 3 balita gemuk, dan 14 balita berstatus gizi normal. Dan dari 2
balita yang kategori asupan Fe sedang berstatus gemuk. 3 balita yang asupan Fe
tinggi termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 8 balita yang asupan Fe sangat
tinggi berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,007).
c) Hubungan asupan Fe dengan status gizi TB/U
Tabel 56.
No Asupan Fe Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % N %1. Rendah 13 76.5 4 23.5 17 1002. Sedang 2 100 0 0 2 1003. Tinggi 1 33.3 2 66.7 3 1004. Sangat tinggi 3 37.5 5 62.5 8 100total 19 63.3 11 36.7 30 100
118
Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 13 balita berstatus stunting, dan 4 balita berstatus gizi normal.
Dari 2 balita yang kategori asupan Fe sedang terdapat 2 balita stunting. Dari 3 balita
yang kategori asupan Fe tinggi terdapat 1 balita stunting dan 2 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 8 balita yang asupan Fe sangat tingggi tedapat 5 balita yang
berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,117).
a) Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi BB/U
Tabel 57.
no Asupan C
Status Gizi BB/u Totallebih normal kurang Gizi burukn % n % n % N % n %
1. Rendah 4 14.8 15 55.6 4 14.8 4 14.8 27 1002. Sangat
tinggi2 66.7 16 53.3 4 13.3 4 13.3 30 100
Total 6 20 16 53.3 4 13.3 4 13.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin C, dari 27 balita yang kategori
asupan vitamin C rendah terdapat 4 balita berstatus gizi kurang, dan 4 balita
berstatus gizi buruk. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi tedapat
1 balita yang berstatus gizi normal dan 2 balita yang berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,190).
119
b) Hubungan asupan Vitamin C dengan status gizi BB/TB
Tabel 58.
No Asupan Ca Status Gizi BB/TB Total gemuk Normal
n % n % N %1. rendah 4 14.8 23 85.2 27 1002. Sangat tinggi 1 33.3 2 66.7 3 100total 5 16.7 25 83.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin C, dari 27 balita yang kategori
asupan vitamin C rendah terdapat 4 balita gemuk, dan 23 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi 1 balita gemuk dan
2 balita berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,433).
c) Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi TB/U
Tabel 59.
No Asupan Vitamin C
Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % N %1. Rendah 17 63 10 37 27 1002. Sangat tinggi 2 66.7 1 33.3 3 100total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 27 balita yang kategori asupan
vitamin C rendah terdapat 17 balita berstatus stunting, dan 10 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi tedapat 2 balita
stunting dan 1 balita yang berstatus gizi normal.
120
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (1.000).
a) Hubungan Vitamin A dengan status gizi BB/U
Tabel 60.
no Asupan Vitamin A
Status Gizi BB/u Totallebih normal kurang Gizi burukn % n % n % N % N %
1. Sedang 1 50 1 50 0 0 0 0 2 1002. Tinggi 1 33.3 2 66.7 0 0 0 0 3 1003. Sangat
tinggi5 20 14 56 5 20 1 4 25 100
Total 7 23.3 17 56.7 5 16.7 1 3.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat 1 balita berstatus normal. Dari 3 balita yang
kategori asupan vitamin A tinggi terdapat 2 balita yang berstatus gizi normal. Dari
25 balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 14 balita yang
berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,908).
121
b) Hubungan asupan vitamin A dengan status gizi TB/U
Tabel 61.
No Asupan Vitamin A
Status Gizi TB/U Total Stunting Normal
n % n % N %1. sedang 1 50 1 50 2 1002. tinggi 3 100 0 0 3 1003. Sangat tinggi 15 60 10 40 25 100total 19 63.3 11 36.7 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat masing-masing 1 balita yang stunting dan normal.
Dari 3 balita yang kategori asupan vitamin A tinggi terdapat 3 balita yang stunting.
Dari 25 balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 15 balita
stunting dan 10 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,366).
c) Hubungan vitamin A dengan status gizi BB/TB
Tabel 62.
No Asupan Ca Status Gizi BB/TB Total gemuk Normal
n % n % N %1. sedang 0 0 2 100 2 1002. tinggi 1 33.3 2 66.7 3 1003. Sangat tinggi 4 16 21 84 25 100total 5 16.7 25 83.3 30 100
Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat 2 balita gizi normal. Dari 3 balita yang kategori
asupan vitamin A tinggi terdapat 2 balita gizi normal dan 1 balita gemuk. Dari 25
122
balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 25 balita gizi normal
dan 5 balita gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P >
0,05 yaitu (0,604).
B.Ibu Hamil
1. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi Ibu hamil
a) Hubungan Pendidikan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 63.
No. Pendidikan kkStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. SLTA 4 100 4 100
Total 4 100 4 100
Dapat dilihat bahwa, dari 4 ibu hamil yang diwawancarai didaptkan bahwa ke
4 KK memiliki pendidikan terakhir SLTA dan kesemua ibu hamil memiliki status
gizi normal.
b)Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
tabel 64.
No. Pendapatan kkStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. SLTA 4 100 4 100
Total 4 100 4 100
123
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa, semua kategori status gizi ibu hamil
normal, dari berbagai jenjang pendidikan akhir yang ditempuh 4 ibu hamil, 2 orang
lulusan SLTA, 1 orang lulusan SLTP dan 1 orang lainnya lulusan diploma/PT.
2.Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil
a) hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 65.
No. Pendidikan kkStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. pedagang 3 100 3 1002. Nelayan 1 100 1 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 4 KK yang diwawancarai, ada 3
KK yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta dan 1 KK bekerja sebagai nelayan.
Walaupun bidang pekerjaan yang ditekuni 4 KK ada yang berbeda, tetapi status gizi
ibu hamil semuanya normal.
b)hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 66.
No. Pekerjaan ibuStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. Lain-lain 4 100 4 100
Total 4 100 4 100
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa ke 4 ibu bekerja di bidang lain-lain, lain-
lain disini adalah ibu rumah tangga, dan ke 4 ibu hamil tersebut berstatus gizi normal.
124
3.Hubungan pendapatan Keluarga terhadap status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 67.
No. Pendapatan keluargaStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. Tinggi 2 100 2 1002. Rendah 2 100 2 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, dari 4 keluarga yang
diwawancarai, 2 keluarga berpendapatan rendah dan 2 keluarga lagi berpendapatan
tinggi. Namun, semua status gizi ibu hamil adalah normal.
C. Ibu Menyusui
1. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui
a) Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
Tabel 68.
No. Pendidikan keluargaStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. SD/MI 1 100 1 1002. SLTP 1 100 1 1003. SLTA 2 100 2 100
Total 4 100 4 100
Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 4 KK yang diwawancarai ada 1 KK
yang berpendidikan akhir SD/MI, 1 KK berpendidikan akhir SLTP, dan 2 KK
berpendidikan akhir SMA. Dari kesemua jenjang pendidikan akhir tersebut semua
status gizi ibu menyusui normal jika dilihat berdasarkan LILA.
125
b) Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 69.
No.Pendidikan
KK
Status gizi IMTTotal
Normal LebihN % n % n %
1. SD/MIN 1 100 0 0 1 1002. SLTP 1 100 0 0 1 1003. SLTA 1 100 1 100 2 100
Total 3 75.0 1 25.0 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 1 KK
berpendidikan akhir SD/MI, 1 KK berpendidikan akhir SLTP dan 2 orang KK
berpendidikan akhir SLTA. Dari 4 KK tersebut status gizi ibu menyusui dari 1 KK
yang menempuh jenjang pendidikan akhir SLTA salah satunya berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan KK dengan
status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT dimana nilai P < 0,05 (0,513).
c) Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 70.
No. Pendidikan keluargaStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. SD/MI 1 100 1 1002. SLTP 1 100 1 1003. SLTA 2 100 2 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa dari 4 ibu menyusui yang
diwawancarai, 1 ibu berpendidikan akhir SD/MI, 1 SLTP,dan 2 SLTA, semua ibu
menyusui berstatus gizi normal.
d) Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
126
Tabel 71.
No.Pendidikan
KK
Status gizi IMTTotal
Normal LebihN % n % N %
1. SD/MIN 1 100 0 0 1 1002. SLTP 1 100 0 0 1 1003. SLTA 1 100 1 100 2 100
Total 3 75.0 1 25.0 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai, 1 ibu
berpendidikan akhir SD/MI adalah ibu berstatus gizi normal , 1 ibu berpendidikan
akhir SLTP juga ibu yang berstatus gizi normal. Dan 2 orang ibu berpendidikan akhir
SLTA 1 ibu berstatus gizi normal dan 1 ibu berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
menyusui dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT dimana nilai P < 0,05
(0,513).
2. Hubungan Pekerjaan KK dengan Status gizi ibu menyusui
a. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
Tabel 72.
No. Pendidikan kkStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. Petani/berkebun 2 100 2 1002. Perdagang 1 100 1 1003. Buruh 1 100 1 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 2 KK yang
bekerja sebagai petani/berkebun, 1 KK pedagang/wiraswasta, dan 1 KK buruh adalah
KK ibu menyusui yang berstatus gizi normal berdasarkan LILA.
127
b) Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 73.
No. Pekerjaan kkStatus gizi IMT
TotalNormal
N % N %1. Petani/berkebun 2 100 2 1002. Perdagang 1 100 1 1003. Buruh 1 100 1 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 2 KK yang
bekerja sebagai petani/berkebun, 1 KK pedagang/wiraswasta, dan 1 KK buruh adalah
KK ibu menyusui yang berstatus gizi normal berdasarkan IMT.
c)Hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 74.
No. Pekerjaan ibuStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. Lain-lain 4 100 4 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai terdapat
4 ibu menyusui yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang berstatus gizi normal
berdasarkan LILA.
d)Hubungan Pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 75.
No. Pekerjaan ibu Status gizi IMT Total
128
NormalN % N %
1. Lain-lain 4 100 4 100Total 4 100 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai
terdapat 4 ibu menyusui yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang berstatus gizi
normal berdasarkan IMT.
3.Hubungan pendapatan Keluarga dengan status gizi ibu menyusui
a) hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 76.
No. Pendapatan ibuStatus gizi LILA
TotalNormal
N % N %1. Rendah 4 100 4 100
Total 4 100 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai
terdapat 4 ibu menyusui yang pendapatan keluarganya tergolong rendah dan berstatus
gizi normal berdasarkan LILA.
b) Hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 77.
No. Pendidikan Status gizi IMT Total
129
KKNormal Lebih
N % n % n %1. Rendah 3 75 1 25 4 100
Total 3 75.0 1 25.0 4 100
Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai
terdapat 4 ibu menyusui yang pendapatan keluarganya tergolong rendah, 3 ibu
berstatus gizi normal dan 1 ibu berstatus gizi lebih berdasarkan IMT.
D. Pembahasan
Dari hasil survei yang telah dilakukan di desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat yang berlangsung selama 3 hari pada 24-26
November 2014 didapatkan responden balita yang berjumlah 30 KK, ibu hamil 4
KK, ibu menyusui 4 KK, dan 22 KK umum. Tingkat pendidikan rata-rata
responden terdapat pada tingkat SMA/MA. Jenis pekerjaan kepala keluarga
responden rata-rata adalah petani sedangkan istrinya rata-rata bekerja sebagai ibu
rumah tangga.
Menurut Notoatmojo (1984), pendidikan adalah suatu proses yang unsur -
unsurnya terdiri dari masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran
(output) yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dan sasaran
pendidikan. Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak yang terdiri dari
kurikulum, pendidikan, metode. Serta perangkat keras yang terdiri dari ruang
buku-buku dan alat bantu pendidikan lain. Masukan dalam pendidikan adaiah
perilaku masyarakat yang sesuai dengan norma- norma yang ada.
Dari hasil survey yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat
pendapatan keluarga yang ada di desa Suak Pandan rata-rata berada pada
tingkatan rendah. Hal ini belum cukup bagus untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan khususnya peningkatan status gizi. Begitu pula dengan pengeluan
setiap KK responden yang masih rendah pula.
130
Pendapatan rumah tangga adalah sejumlah penghasilan dan penerimaan
berupa uang atau barang dari semua anggota keluarga, maupun penerimaan
transfer. Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli
dengan uang tambahan tersebut (Berg, 1986).
Rendahnya pendapatan merupakan tantangan lain yang menyebabkan
orang-orang tak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan
(Sajogyo, 1983). Pada pendapatan terendah, maka hampir semua pendapatan
akan dikeluarkan untuk makan (Handayatu, 1994).
Dari hasil survei yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu yang ada di desa Suak Pandan rata-rata berada pada tingkatan
kurang. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh faktor pendidikan dan kurangnya
informasi yang berkembang di dalam masyarakat. Untuk variabel sikap dan
tindakan didapatkan bahwa sikap dan tindakan ibu yang ada di desa Suak Pandan
rata-rata berada pada tingkatan sedang dan baik. Hal ini sudah cukup bagus untuk
dapat meningkatkan derajat kesehatan khususnya peningkatan status gizi.
Menurut Almatsir (1989), Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang
pemilihan dan konsumsi sehari – hari dengan baik dan memberikan semua zat
gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan
makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status
gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukupzat gizi yang dibutuhkan
tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh
memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek
yang membahayakan.
Status gizi bayi berdasarkan kategori BB/U dan TB/U banyak yang sudah
termasuk normal atau gizi baik. Sedangkan status gizi bayi berdasarkan kaategori
TB/U banyak yang stunting. Dan bayi yang tidak pernah mengalami penyakit
infeksi lebih banyak dari pada bayi yang mengalami penyakit infeksi. Setelah
dianalisa banyak bayi yang asupan energinya rendah, banyak bayi yang asupan
131
karbohidratnya sangat tingggi, banyak bayi yang asupan lemaknya kurang, dan
banyak bayi yang asupan protein rendah. Dan asupan zat gizi mikro seperti Ca,
Fe, vitamin A, dan vitamin C termasuk dalam rendah.
Data status gizi ibu hamil berdasarkan LILA didapat bahwa semua ibu
hamil yang berjumlah 4 orang ibu termasuk dalam normal atau status gizi baik.
Status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA normal, sedangkan menurut IMT 3
orang ibu berstatus gizi normal dan 1 orang ibu berstatus gizi lebih atau gemuk.
132
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Balita
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi TB/U,
BB/TB, dan BB/U.
b. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi TB/U, BB/TB,
dan BB/U.
c. Tidak ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi TB/U,
BB/TB, dan BB/U.
d. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi TB/U, BB/TB,
dan BB/U.
e. Tidak ada hubungan antara sikap dengan status gizi TB/U, BB/TB, dan
BB/U.
f. Tidak ada hubungan antara prilaku dengan status gizi TB/U dan BB/TB.
Ada hubungan antara prilaku dengan status gizi BB/U.
g. Tidak ada hubungan antara asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein
dengan status gizi TB/U, BB/TB, dan BB/U.
h. Tidak ada hubungan antara asupan calsium, vitamin A, vitamin C dengan
status gizi TB/U, BB/TB, dan BB/U
i. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan status gizi TB/U, dan
BB/U. Ada hubungan antara asupan dengan status gizi BB/TB.
2. Ibu Hamil
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan LLA.
b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan LLA.
133
c. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi berdasarkan
LLA.
3. Ibu Menyusui
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan IMT atau LLA.
b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan IMT atau LLA.
c. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi berdasarkan
IMT atau LLA.
B. Saran
Untuk meningkatkan derajat kesehatan, khususnya status gizi pada balita, ibu
menyusui, dan ibu hamil, diperlukan adanya peningkatan pelayanan kesehatan
berdasarkan rancangan beberapa program, misalnya seperti penyuluhan, konsultasi
gizi, promosi kesehatan, dan lain sebagainya di desa Suak Pandan yang dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, tindakan, dan asupan sehingga seluruhnya berada
dalam tingkat yang baik/normal.
134
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Berg, A & Sajogyo. 1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Rajawali.
Jakarta.
Depkes. 2001. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Pedoman Petugas Puskesmas. Jakarta.
Depkes. 1995. Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbangrogram Penanggulangan
Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta.
Hartriyanti, Y. & Triyanti. (2007). Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional.
Inza. Bandung.
Kemenkes. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta.
______2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran. Jakarta.
Sediaoetama, AD. 1989. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta.
Sirajuddin, S. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Suhardjo. 1986. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Bogor.
______. 2005.Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Ditjen
Dikti. Jakarta.
Soeparman & Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair: Suatu
Pengantar. EGC. Jakarta.
Supariasa, IDN dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Syafiq, A dkk. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
135
Lampiran Hasil BivariatA. Balita
1. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizia. Hubungan pendidikan KK dengan Status Gizi TB/U
pendidikan KK * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
pendidikan KK
SD/MI Count 6 1 7
% within pendidikan KK
85.7% 14.3% 100.0%
SLTP Count 5 3 8
% within pendidikan KK
62.5% 37.5% 100.0%
SLTA Count 8 6 14
% within pendidikan KK
57.1% 42.9% 100.0%
diploma/PT Count 0 1 1
% within pendidikan KK
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within pendidikan KK
63.3% 36.7% 100.0%
136
b. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/TBpendidikan KK * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
TotalGemuk normal
pendidikan KK
SD/MI Count 1 6 7
% within pendidikan KK
14.3% 85.7% 100.0%
SLTP Count 2 6 8
% within pendidikan KK
25.0% 75.0% 100.0%
SLTA Count 2 12 14
% within pendidikan KK
14.3% 85.7% 100.0%
diploma/PT Count 0 1 1
% within pendidikan KK
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within pendidikan KK
16.7% 83.3% 100.0%
137
c. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/Upendidikan KK * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
TotalLebih normal kurang gizi buruk
pendidikan KK
SD/MI Count 0 4 2 1 7
% within pendidikan KK
.0% 57.1% 28.6% 14.3% 100.0%
SLTP Count 0 6 2 0 8
% within pendidikan KK
.0% 75.0% 25.0% .0% 100.0%
SLTA Count 1 10 3 0 14
% within pendidikan KK
7.1% 71.4% 21.4% .0% 100.0%
diploma/PT
Count 0 1 0 0 1
% within pendidikan KK
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within pendidikan KK
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
138
d. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi TB/Upendidikan ibu * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
pendidikan ibu SD/MI Count 4 2 6
% within pendidikan ibu
66.7% 33.3% 100.0%
SLTP Count 5 3 8
% within pendidikan ibu
62.5% 37.5% 100.0%
SLTA Count 8 3 11
% within pendidikan ibu
72.7% 27.3% 100.0%
diploma/PT Count 2 3 5
% within pendidikan ibu
40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within pendidikan ibu
63.3% 36.7% 100.0%
139
e. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/TBpendidikan ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
TotalGemuk normal
pendidikan ibu SD/MI Count 1 5 6
% within pendidikan ibu
16.7% 83.3% 100.0%
SLTP Count 1 7 8
% within pendidikan ibu
12.5% 87.5% 100.0%
SLTA Count 2 9 11
% within pendidikan ibu
18.2% 81.8% 100.0%
diploma/PT Count 1 4 5
% within pendidikan ibu
20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within pendidikan ibu
16.7% 83.3% 100.0%
140
f. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/Upendidikan ibu * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih normal kuranggizi
buruk
pendidikan ibu
SD/MI Count 0 3 3 0 6
% within pendidikan ibu
.0% 50.0% 50.0% .0% 100.0%
SLTP Count 0 5 2 1 8
% within pendidikan ibu
.0% 62.5% 25.0% 12.5% 100.0%
SLTA Count 1 8 2 0 11
% within pendidikan ibu
9.1% 72.7% 18.2% .0% 100.0%
diploma/PT
Count 0 5 0 0 5
% within pendidikan ibu
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within pendidikan ibu
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
2. Hubungan pendapatan dengan Status Gizi
141
a. Hubungan pendapatan KK dengan status gizi TB/Upendapatan KK * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
pendapatan KK Tinggi Count 3 4 7
% within pendapatan KK
42.9% 57.1% 100.0%
Rendah Count 16 7 23
% within pendapatan KK
69.6% 30.4% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within pendapatan KK
63.3% 36.7% 100.0%
b. Hubungan Pendapatan KK dengan status gizi BB/TBpendapatan KK * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalgemuk normal
pendapatan KK Tinggi Count 1 6 7
% within pendapatan KK
14.3% 85.7% 100.0%
Rendah Count 4 19 23
% within pendapatan KK
17.4% 82.6% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within pendapatan KK
16.7% 83.3% 100.0%
c. hubungan pendapatan KK dengan Status Gizi BB/U
142
pendapatan KK * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih normal kurang gizi buruk
pendapatan KK
tinggi Count 0 6 1 0 7
% within pendapatan KK
.0% 85.7% 14.3% .0% 100.0%
rendah Count 1 15 6 1 23
% within pendapatan KK
4.3% 65.2% 26.1% 4.3% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within pendapatan KK
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
3. Hubungan Penyakit Infeksi dengan status Gizia. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/U
penykit_infeksi * SG_BBU Crosstabulation
SG_BBU
Totallebih normal kurang gizi buruk
penykit_infeksi
pernah Count 1 5 2 0 8
% within penykit_infeksi
12.5% 62.5% 25.0% .0% 100.0%
tidak pernah Count 6 12 3 1 22
% within penykit_infeksi
27.3% 54.5% 13.6% 4.5% 100.0%
Total Count 7 17 5 1 30
% within penykit_infeksi
23.3% 56.7% 16.7% 3.3% 100.0%
b. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi TB/U
143
penykit_infeksi * SG_TBU Crosstabulation
SG_TBU
Totalstunting normal
penykit_infeksi
Pernah Count 6 2 8
% within penykit_infeksi
75.0% 25.0% 100.0%
tidak pernah Count 13 9 22
% within penykit_infeksi
59.1% 40.9% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within penykit_infeksi
63.3% 36.7% 100.0%
c. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/TB penykit_infeksi * SG_BBTB Crosstabulation
SG_BBTB
Totalgemuk normal
penykit_infeksi
pernah Count 1 7 8
% within penykit_infeksi
12.5% 87.5% 100.0%
tidak pernah Count 4 18 22
% within penykit_infeksi
18.2% 81.8% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within penykit_infeksi
16.7% 83.3% 100.0%
4. Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi
144
a. Hubungan Pengetahuan ibu dengan status gizi TB/Upengetahuan ibu * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
pengetahuan ibu kurang Count 18 11 29
% within pengetahuan ibu
62.1% 37.9% 100.0%
baik Count 1 0 1
% within pengetahuan ibu
100.0% .0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within pengetahuan ibu
63.3% 36.7% 100.0%
b. Hubungan Pengetahuaan ibu dengan status Gizi BB/TBpengetahuan ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalgemuk normal
pengetahuan ibu kurang Count 5 24 29
% within pengetahuan ibu
17.2% 82.8% 100.0%
baik Count 0 1 1
% within pengetahuan ibu
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within pengetahuan ibu
16.7% 83.3% 100.0%
c. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U
145
pengetahuan ibu * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih normal kurangGizi
buruk
pengetahuan ibu
kurang
Count 1 21 6 1 29
% within pengetahuan ibu
3.4% 72.4% 20.7% 3.4% 100.0%
baik Count 0 0 1 0 1
% within pengetahuan ibu
.0% .0% 100.0% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within pengetahuan ibu
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
5. Hubungan Sikap dengan status gizia. Hubungan sikap ibu dengan status gizi TB/U
Sikap_ibu * SG_TBU Crosstabulation
SG_TBU
Totalstunting normal
Sikap_ibu sedang Count 11 7 18
% within Sikap_ibu 61.1% 38.9% 100.0%
% within SG_TBU 57.9% 63.6% 60.0%
kurang Count 8 4 12
% within Sikap_ibu 66.7% 33.3% 100.0%
% within SG_TBU 42.1% 36.4% 40.0%
Total Count 19 11 30
% within Sikap_ibu 63.3% 36.7% 100.0%
% within SG_TBU 100.0% 100.0% 100.0%
b. Hubungan Sikap ibu dengan status gizi BB/TB
146
sikap ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalgemuk normal
sikap ibu sedang Count 3 15 18
% within sikap ibu
16.7% 83.3% 100.0%
baik Count 2 10 12
% within sikap ibu
16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within sikap ibu
16.7% 83.3% 100.0%
c. Hubungan sikap ibu dengan status gizi BB/U
sikap ibu * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih normal kuranggizi
buruk
sikap ibu sedang Count 0 11 6 1 18
% within sikap ibu
.0% 61.1% 33.3% 5.6% 100.0%
baik Count 1 10 1 0 12
% within sikap ibu
8.3% 83.3% 8.3% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within sikap ibu
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
6. Hubungan perilaku dengan Status gizia. Hubungan Perilaku ibu dengan status gizi TB/U
147
perilaku ibu * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalgemuk normal
perilaku ibu kurang Count 2 0 2
% within perilaku ibu
100.0% .0% 100.0%
sedang Count 9 5 14
% within perilaku ibu
64.3% 35.7% 100.0%
baik Count 8 6 14
% within perilaku ibu
57.1% 42.9% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within perilaku ibu
63.3% 36.7% 100.0%
b. Hubungan Prilaku Ibu dengan status Gizi BB/TBperilaku ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalstunting normal
perilaku ibu kurang Count 0 2 2
% within perilaku ibu
.0% 100.0% 100.0%
sedang Count 4 10 14
% within perilaku ibu
28.6% 71.4% 100.0%
baik Count 1 13 14
% within perilaku ibu
7.1% 92.9% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within perilaku ibu
16.7% 83.3% 100.0%
c. hubungan perilaku ibu dengan status gizi BB/U
148
perilaku ibu * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
TotalLebih normal Kurang gizi buruk
perilaku ibu kurang Count 1 1 0 0 2
% within perilaku ibu
50.0% 50.0% .0% .0% 100.0%
sedang Count 0 9 4 1 14
% within perilaku ibu
.0% 64.3% 28.6% 7.1% 100.0%
baik Count 0 11 3 0 14
% within perilaku ibu
.0% 78.6% 21.4% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within perilaku ibu
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
7. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro balita dengan Status Gizia. Hubungan Asupan energy dengan status gizi TB/U
asupan energi * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
asupan energy rendah Count 18 8 26
% within asupan energi
69.2% 30.8% 100.0%
sangat tinggi Count 1 3 4
% within asupan energi
25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan energi
63.3% 36.7% 100.0%
149
b. Hubungan Asupan energy dengan status gizi BB/TBasupan energi * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalgemuk normal
asupan energy Rendah Count 5 21 26
% within asupan energi
19.2% 80.8% 100.0%
sangat tinggi Count 0 4 4
% within asupan energi
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan energi
16.7% 83.3% 100.0%
c. Hubungan asupan energy dengan status gizi BB/U
asupan energi * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih Normal kuranggizi
buruk
asupan energy
Rendah Count 1 20 4 1 26
% within asupan energy
3.8% 76.9% 15.4% 3.8% 100.0%
sangat tinggi
Count 0 1 3 0 4
% within asupan energy
.0% 25.0% 75.0% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within asupan energy
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
d. Hubungan asupan protein dengan status gizi TB/U
150
asupan protein * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
asupan protein Rendah Count 8 5 13
% within asupan protein
61.5% 38.5% 100.0%
cukup Count 1 0 1
% within asupan protein
100.0% .0% 100.0%
baik Count 2 2 4
% within asupan protein
50.0% 50.0% 100.0%
tinggi Count 1 0 1
% within asupan protein
100.0% .0% 100.0%
sangat tinggi Count 7 4 11
% within asupan protein
63.6% 36.4% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan protein
63.3% 36.7% 100.0%
e. Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/TB
151
asupan protein * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
Totalgemuk normal
asupan protein Rendah Count 3 10 13
% within asupan protein
23.1% 76.9% 100.0%
Cukup Count 0 1 1
% within asupan protein
.0% 100.0% 100.0%
Baik Count 1 3 4
% within asupan protein
25.0% 75.0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 1
% within asupan protein
.0% 100.0% 100.0%
sangat tinggi Count 1 10 11
% within asupan protein
9.1% 90.9% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan protein
16.7% 83.3% 100.0%
f. Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/U
152
asupan protein * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
TotalLebih Normal kuranggizi
buruk
asupan protein
Rendah Count 1 9 2 1 13
% within asupan protein
7.7% 69.2% 15.4% 7.7% 100.0%
Cukup Count 0 1 0 0 1
% within asupan protein
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Baik Count 0 2 2 0 4
% within asupan protein
.0% 50.0% 50.0% .0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 0 0 1
% within asupan protein
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
sangat tinggi
Count 0 8 3 0 11
% within asupan protein
.0% 72.7% 27.3% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within asupan protein
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
g. Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/U
153
asupan lemak * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
Totallebih normal kuranggizi
buruk
asupan lemak
Rendah Count 1 17 5 1 24
% within asupan lemak
4.2% 70.8% 20.8% 4.2% 100.0%
Cukup Count 0 1 1 0 2
% within asupan lemak
.0% 50.0% 50.0% .0% 100.0%
Baik Count 0 1 0 0 1
% within asupan lemak
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 1 0 2
% within asupan lemak
.0% 50.0% 50.0% .0% 100.0%
sangat tinggi
Count 0 1 0 0 1
% within asupan lemak
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within asupan lemak
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
h. Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/TB
154
asupan lemak * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
TotalGemuk normal
asupan lemak Rendah Count 4 20 24
% within asupan lemak
16.7% 83.3% 100.0%
Cukup Count 0 2 2
% within asupan lemak
.0% 100.0% 100.0%
Baik Count 0 1 1
% within asupan lemak
.0% 100.0% 100.0%
Tinggi Count 1 1 2
% within asupan lemak
50.0% 50.0% 100.0%
sangat tinggi Count 0 1 1
% within asupan lemak
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan lemak
16.7% 83.3% 100.0%
i. Hubungan asupan lemak dengan status gizi TB/U
155
asupan lemak * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
TotalStunting normal
asupan lemak Rendah Count 16 8 24
% within asupan lemak
66.7% 33.3% 100.0%
Cukup Count 1 1 2
% within asupan lemak
50.0% 50.0% 100.0%
Baik Count 1 0 1
% within asupan lemak
100.0% .0% 100.0%
Tinggi Count 1 1 2
% within asupan lemak
50.0% 50.0% 100.0%
sangat tinggi Count 0 1 1
% within asupan lemak
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan lemak
63.3% 36.7% 100.0%
j. Hubungan asupan KH dengan status gizi TB/U
156
asupan KH * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
Totalstunting normal
asupan KH Rendah Count 2 1 3
% within asupan KH
66.7% 33.3% 100.0%
Cukup Count 0 1 1
% within asupan KH
.0% 100.0% 100.0%
Baik Count 0 1 1
% within asupan KH
.0% 100.0% 100.0%
Tinggi Count 1 0 1
% within asupan KH
100.0% .0% 100.0%
sangat tinggi Count 16 8 24
% within asupan KH
66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan KH
63.3% 36.7% 100.0%
k. Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/TB
157
asupan KH * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
TotalGemuk normal
asupan KH Rendah Count 1 2 3
% within asupan KH
33.3% 66.7% 100.0%
Cukup Count 0 1 1
% within asupan KH
.0% 100.0% 100.0%
Baik Count 0 1 1
% within asupan KH
.0% 100.0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 1
% within asupan KH
.0% 100.0% 100.0%
sangat tinggi Count 4 20 24
% within asupan KH
16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan KH
16.7% 83.3% 100.0%
l. Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/U
158
asupan KH * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
TotalLebih normal kuranggizi
buruk
asupan KH
Rendah Count 1 1 1 0 3
% within asupan KH
33.3% 33.3% 33.3% .0% 100.0%
Cukup Count 0 1 0 0 1
% within asupan KH
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Baik Count 0 1 0 0 1
% within asupan KH
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 0 0 1
% within asupan KH
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
sangat tinggi
Count 0 17 6 1 24
% within asupan KH
.0% 70.8% 25.0% 4.2% 100.0%
Total Count 1 21 7 1 30
% within asupan KH
3.3% 70.0% 23.3% 3.3% 100.0%
8. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan status gizi balitaa. Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/U
159
asupan_ca * bb/u Crosstabulation
bb/u
TotalLebih normal kuranggizi
buruk
asupan_ca
Rendah Count 1 11 4 2 18
% within asupan_ca
5.6% 61.1% 22.2% 11.1% 100.0%
Cukup Count 2 0 0 1 3
% within asupan_ca
66.7% .0% .0% 33.3% 100.0%
Sedang Count 1 2 0 0 3
% within asupan_ca
33.3% 66.7% .0% .0% 100.0%
Tinggi Count 0 1 0 0 1
% within asupan_ca
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
sangat tinggi
Count 2 2 0 1 5
% within asupan_ca
40.0% 40.0% .0% 20.0% 100.0%
Total Count 6 16 4 4 30
% within asupan_ca
20.0% 53.3% 13.3% 13.3% 100.0%
b. Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/TB
160
asupan_ca * bb/tb Crosstabulation
bb/tb
TotalGemuk normal
asupan_ca Rendah Count 3 15 18
% within asupan_ca
16.7% 83.3% 100.0%
Cukup Count 0 3 3
% within asupan_ca
.0% 100.0% 100.0%
Sedang Count 1 2 3
% within asupan_ca
33.3% 66.7% 100.0%
Tinggi Count 0 1 1
% within asupan_ca
.0% 100.0% 100.0%
sangat tinggi Count 1 4 5
% within asupan_ca
20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan_ca
16.7% 83.3% 100.0%
c. Hubungan asupan Ca dengan status gizi TB/U
161
asupan_ca * tb/u Crosstabulation
tb/u
Totalstunting normal
asupan_ca Rendah Count 12 6 18
% within asupan_ca
66.7% 33.3% 100.0%
cukup Count 2 1 3
% within asupan_ca
66.7% 33.3% 100.0%
sedang Count 2 1 3
% within asupan_ca
66.7% 33.3% 100.0%
tinggi Count 0 1 1
% within asupan_ca
.0% 100.0% 100.0%
sangat tinggi Count 3 2 5
% within asupan_ca
60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan_ca
63.3% 36.7% 100.0%
d. Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/U
162
asupan_FE * BB/U Crosstabulation
BB/U
TotalLEBIHNORM
ALKURA
NGGIZI
BURUK
asupan_FE
Rendah Count 4 9 2 2 17
% within asupan_FE
23.5% 52.9% 11.8% 11.8% 100.0%
Sedang Count 1 1 0 0 2
% within asupan_FE
50.0% 50.0% .0% .0% 100.0%
Tinggi Count 1 1 0 1 3
% within asupan_FE
33.3% 33.3% .0% 33.3% 100.0%
sangat tinggi
Count 0 5 2 1 8
% within asupan_FE
.0% 62.5% 25.0% 12.5% 100.0%
Total Count 6 16 4 4 30
% within asupan_FE
20.0% 53.3% 13.3% 13.3% 100.0%
e. Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/TB
163
asupan_FE * BB/TB Crosstabulation
BB/TB
TotalGEMUKNORMA
L
asupan_FE Rendah Count 3 14 17
% within asupan_FE
17.6% 82.4% 100.0%
Sedang Count 2 0 2
% within asupan_FE
100.0% .0% 100.0%
Tinggi Count 0 3 3
% within asupan_FE
.0% 100.0% 100.0%
sangat tinggi Count 0 8 8
% within asupan_FE
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan_FE
16.7% 83.3% 100.0%
f. Hubungan asupan Fe dengan status gizi TB/U
164
asupan_FE * TB/U Crosstabulation
TB/U
TotalSTUNTIN
GNORMA
L
asupan_FE Rendah Count 13 4 17
% within asupan_FE
76.5% 23.5% 100.0%
Sedang Count 2 0 2
% within asupan_FE
100.0% .0% 100.0%
Tinggi Count 1 2 3
% within asupan_FE
33.3% 66.7% 100.0%
sangat tinggi Count 3 5 8
% within asupan_FE
37.5% 62.5% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan_FE
63.3% 36.7% 100.0%
g. Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi BB/U asupan_vitC * bb/u Crosstabulation
bb/u
Totallebih normal kuranggizi
buruk
asupan_vitC
Rendah Count 4 15 4 4 27
% within asupan_vitC
14.8% 55.6% 14.8% 14.8% 100.0%
sangat tinggi
Count 2 1 0 0 3
% within asupan_vitC
66.7% 33.3% .0% .0% 100.0%
Total Count 6 16 4 4 30
% within asupan_vitC
20.0% 53.3% 13.3% 13.3% 100.0%
h. Hubungan asupan Vitamin C dengan status gizi BB/TB
165
asupan_vitC * bb/tb Crosstabulation
bb/tb
Totalgemuk normal
asupan_vitC Rendah Count 4 23 27
% within asupan_vitC
14.8% 85.2% 100.0%
sangat tinggi Count 1 2 3
% within asupan_vitC
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 5 25 30
% within asupan_vitC
16.7% 83.3% 100.0%
i. Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi TB/U
asupan_vitC * tb/u Crosstabulation
tb/u
Totalstunting Normal
asupan_vitC Rendah Count 17 10 27
% within asupan_vitC
63.0% 37.0% 100.0%
sangat tinggi Count 2 1 3
% within asupan_vitC
66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within asupan_vitC
63.3% 36.7% 100.0%
j. Hubungan Vitamin A dengan status gizi BB/U
166
asupan vitA * sg bb/u Crosstabulation
sg bb/u
Totallebih normal kuranggizi
buruk
asupan vitA
sedang Count 1 1 0 0 2
% within asupan vitA
50.0% 50.0% .0% .0% 100.0%
tinggi Count 1 2 0 0 3
% within asupan vitA
33.3% 66.7% .0% .0% 100.0%
sangat tinggi
Count 5 14 5 1 25
% within asupan vitA
20.0% 56.0% 20.0% 4.0% 100.0%
Total Count 7 17 5 1 30
% within asupan vitA
23.3% 56.7% 16.7% 3.3% 100.0%
k. Hubungan asupan vitamin A dengan status gizi TB/U
167
asupan vitA * sg tb/u Crosstabulation
sg tb/u
Totalstunting normal
asupan vitA Sedang Count 1 1 2
% within asupan vitA
50.0% 50.0% 100.0%
% within sg tb/u 5.3% 9.1% 6.7%
Tinggi Count 3 0 3
% within asupan vitA
100.0% .0% 100.0%
% within sg tb/u 15.8% .0% 10.0%
sangat tinggi Count 15 10 25
% within asupan vitA
60.0% 40.0% 100.0%
% within sg tb/u 78.9% 90.9% 83.3%
Total Count 19 11 30
% within asupan vitA
63.3% 36.7% 100.0%
% within sg tb/u 100.0% 100.0% 100.0%
l. Hubungan vitamin A dengan status gizi BB/TB
168
m. asupan vitA * sg bb/tb Crosstabulation
sg bb/tb
Totalgemuk normal
asupan vitA Sedang Count 0 2 2
% within asupan vitA
.0% 100.0% 100.0%
% within sg bb/tb .0% 8.0% 6.7%
Tinggi Count 1 2 3
% within asupan vitA
33.3% 66.7% 100.0%
% within sg bb/tb 20.0% 8.0% 10.0%
sangat tinggi Count 4 21 25
% within asupan vitA
16.0% 84.0% 100.0%
% within sg bb/tb 80.0% 84.0% 83.3%
Total Count 5 25 30
% within asupan vitA
16.7% 83.3% 100.0%
% within sg bb/tb 100.0% 100.0% 100.0%
B. Ibu Hamil
169
1. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi Ibu hamila. Hubungan Pendidikan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Pendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
Pendidikan KK
SLTA Count 4 4
% within Pendidikan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within Pendidikan KK
100.0% 100.0%
b. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILAPendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
Pendidikan KK
SLTA Count 4 4
% within Pendidikan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within Pendidikan KK
100.0% 100.0%
2. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil
170
a. hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILAPekerjaan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
Pekerjaan KK pedagang/wiraswasta Count 3 3
% within Pekerjaan KK
100.0% 100.0%
nelayan Count 1 1
% within Pekerjaan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within Pekerjaan KK
100.0% 100.0%
b. hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILAPekerjaan Ibu * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
Pekerjaan Ibu lain-lain Count 4 4
% within Pekerjaan Ibu
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within Pekerjaan Ibu
100.0% 100.0%
3. Hubungan pendapatan Keluarga terhadap status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
171
pendapatan keluarga * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
pendapatan keluarga tinggi Count 2 2
% within pendapatan keluarga
100.0% 100.0%
rendah Count 2 2
% within pendapatan keluarga
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pendapatan keluarga
100.0% 100.0%
C. Ibu Menyusui1. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui
a. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILApendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
pendidikan KK
SD/MI Count 1 1
% within pendidikan KK
100.0% 100.0%
SLTP Count 1 1
% within pendidikan KK
100.0% 100.0%
SLTA Count 2 2
% within pendidikan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pendidikan KK
100.0% 100.0%
b. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
172
pendidikan KK * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
Totalnormal Lebih
pendidikan KK
SD/MI Count 1 0 1
% within pendidikan KK
100.0% .0% 100.0%
SLTP Count 1 0 1
% within pendidikan KK
100.0% .0% 100.0%
SLTA Count 1 1 2
% within pendidikan KK
50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 3 1 4
% within pendidikan KK
75.0% 25.0% 100.0%
c. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILApendidikan ibu * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
Totalnormal
pendidikan ibu SD/MI Count 1 1
% within pendidikan ibu
100.0% 100.0%
SLTP Count 1 1
% within pendidikan ibu
100.0% 100.0%
SLTA Count 2 2
% within pendidikan ibu
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pendidikan ibu
100.0% 100.0%
d. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
173
pendidikan ibu * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
Totalnormal lebih
pendidikan ibu SD/MI Count 1 0 1
% within pendidikan ibu
100.0% .0% 100.0%
SLTP Count 1 0 1
% within pendidikan ibu
100.0% .0% 100.0%
SLTA Count 1 1 2
% within pendidikan ibu
50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 3 1 4
% within pendidikan ibu
75.0% 25.0% 100.0%
2. Hubungan Pekerjaan KK dengan Status gizi ibu menyusuia. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
174
pekerjaan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
Totalnormal
pekerjaan KK petani/berkebun Count 2 2
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
pedagang/wiraswasta Count 1 1
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
Buruh Count 1 1
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
b. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
175
pekerjaan KK * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
Totalnormal
pekerjaan KK petani/berkebun Count 2 2
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
pedagang/wiraswasta Count 1 1
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
Buruh Count 1 1
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pekerjaan KK
100.0% 100.0%
c. Hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILApekerjaan ibu * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
Totalnormal
pekerjaan ibu lain-lain Count 4 4
% within pekerjaan ibu
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pekerjaan ibu
100.0% 100.0%
d. Hubungan Pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
176
pekerjaan ibu * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
Totalnormal
pekerjaan ibu lain-lain Count 4 4
% within pekerjaan ibu
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pekerjaan ibu
100.0% 100.0%
3. Hubungan pendapatan Keluarga dengan status gizi ibu menyusuia. hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui
berdasarkan LILA
pendapatan keluarga * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi LILA
TotalNormal
pendapatan keluarga rendah Count 4 4
% within pendapatan keluarga
100.0% 100.0%
Total Count 4 4
% within pendapatan keluarga
100.0% 100.0%
b. Hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
177
pendapatan keluarga * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
Totalnormal lebih
pendapatan keluarga rendah Count 3 1 4
% within pendapatan keluarga
75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 3 1 4
% within pendapatan keluarga
75.0% 25.0% 100.0%
178