Download - Laporan Khusus PSKTR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses
itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat
dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat,
seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat
adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju)
reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara
menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999).
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju
reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan
sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu.
Laju rekasi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi.
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya mempelajari kinetika kimia,
diantaranya adalah sebagai jalan untuk memahami lebih dalam sifat dari sistem
reaksi, untuk memahami bagaimana pemutusan ikatan kimia dan terbentuknya
ikatan kimia yang baru, dan untuk memperkirakan energi dan kestabilan suatu
produk. Di samping itu, kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita ingin
merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi yang baik pada skala keteknikan.
Kinetika juga merupakan teori dasar yang penting dalam proses pembakaran dan
pelarutan serta melengkapi proses perpindahan massa dan perpindahan panas, dan
memberikan masukan pada metode pemecahan masalah fenomena laju dalam
studi yang lain.
Selain itu pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi
berguna dalam mengontrol reaksi yang berlangsung cepat, seperti pembuatan
amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu
yang kadangkala diperlambat laju reaksinya, seperti pada proses mengatasi
berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan
sebagainya.
1
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu
dan konsentrasi terhadap laju reaksi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut, serta pada akhirnya
tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang suatu reaksi yang menjadi
rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar. Alasan pentingnya mempelajari kinetika
kimia di teknik kimia adalah karena kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita
ingin merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi kimia yang baik pada skala
keteknikan (Kahar, 2005).
Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada yang cepat
ada yang lambat. Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu
perubahan tiap satuan waktu. Laju reaksi adalah kecepatan (laju) berkurangnya
pereaksi (reaktan) atau terbentuknya produk reaksi. Dapat dinyatakan dalam
satuan mol/L atau atm/s. Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan
untuk mengetahui kecepatan campuran reaksi yang mendekati kesetimbangan
(Kahar, 2005).
Laju reaksi hanya dapat berlangsung bila partikel-partikel dalam larutan
saling bertumbukan. Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi didasarkan
pada jumlah tumbukan per satuan volume per satuan waktu dan molekul-molekul
yang bertumbukan harus mempunyai energi yang cukup (Energi Aktivasi)
sebelum molekul-molekul tersebut dapat diubah menjadi produk (Azizah, 2004).
Laju reaksi bergantung pada beberapa faktor, yaitu: konsentrasi, tekanan,
temperatur, luas permukaan/bidang sentuh partikel, katalis, suhu, pengadukan dan
jenis zat yang bereaksi/sifat alami pereaksi (Sukardjo, 1985).
Semakin reaktif dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah atau
reaksi berlangsung semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi laju
3
reaksi akan semakin bertambah, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin luas
permukaan zat yang bereaksi maka daerah interaksi zat pereaksi semakin luas
juga. Permukaan zat pereaksi dapat diperluas dengan memperkecil ukuran
pereaksi. Jadi untuk meningkatkan laju reaksi, pada zat pereaksi dalam bentuk
serbuk lebih baik bila dibandingkan dalam bentuk bongkahan (Petrucci, 1987).
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut
orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi
tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan
yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal
berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu
metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari
sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi
konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus
(Hiskia, 1992).
Energi yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan yang efektif atau
untuk menghasilkan suatu reaksi disebut energi pengaktifan. Energi kinetik
molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Oleh karena itu,
pada suhu tertentu ada molekul-molekul yang bertumbukan secara efektif dan ada
yang bertumbukan secara tidak efektif. Sehingga, ada tumbukan yang
menghasilkan reaksi kimia ada yang tidak menghasilkan reaksi kimia (Azizah,
2004).
4
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Gelas ukur 25 ml dan 50 ml masing-masing 1 buah
2. Stopwatch 1 buah
3. Gelas kimia 100 ml 1 buah
4. Gelas piala 250 ml 1 buah
5. Termometer 1 buah
6. Hot Plate 1 buah
7. Tabung reaksi 1 buah
8. Pipet tetes 1 buah
9. Spatula 1 buah
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. HCl 1 M2. Na2S2O3 0,25 M
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Cara Kerja Bagian A (Pengaruh Konsentrasi)
1. Larutan Na2S2O3 1,05 M dalam 50 ml H20 dibuat.
2. Larutan Na2S2O3 1,05 M diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam
gelas ukur besar serta diletakkan di atas kertas yang diberi tanda silang
hitam.
3. Dibuat larutan HCl 1,5 M dalam 150 ml H2O.
5
4. Sebanyak 2 ml HCl 1,5 M ditambahkan dan tepat ketika penambahan
dilakukan, stopwatch dihidupkan.
5. Pengamatan dilakukan dan dicatat waktu sampai tanda silang hitam menjadi
kabur.
6. Sisa larutan Na2S2O3 sebanyak 25 ml diencerkan dan kemudian langkah 2
sampai dengan langkah 4 diulang untuk pengamatan pada konsentrasi
pengenceran pertama.
7. Langkah 2 sampai dengan langkah 5 diulang untuk pengenceran berikutnya
dan terus diulang sampai konsentrasi pengenceran kelima.
3.2.2 Cara Kerja Bagian B (Pengaruh Suhu)
1. Sebanyak 15 ml Na2S2O3 0,25 M dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian
diencerkan hingga volumenya menjadi 50 ml.
2. Sebanyak 2 ml HCl 1,5 M diukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, yang
selanjutnya diletakkan di dalam gelas ukur, gelas ukur dan tabung reaksi
tersebut diletakkan di atas penangas air pada suhu 40C. Dibiarkan beberapa
lama sampai mencapai suhu kesetimbangan, suhunya diukur dengan
termometer dan hasilnya dicatat.
3. HCl ditambahkan ke dalam larutan tiosulfat tersebut, pada saat yang
bersamaan hidupkan stopwatch. Larutan didiamkan lalu gelas ukur
ditempatkan di atas kertas bertanda silang hitam, waktu yang dibutuhkan
sampai tanda silang hitam menjadi kabur dicatat.
4. Langkah 2 sampai dengan langkah 4 diulangi untuk variasi suhu yang
berbeda yaitu 45C, 50C dan 55C.
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.1.1 Perhitungan Slope dan Intersept Berdasarkan Tabel A.1
No.Konsentrasi
(M)1/Waktu(detik-1)
Log CA(x)
Log 1/Waktu
(y)Xy x2
1 1,05 0,162 0,0212 -0,7903 -0,0167 0,00042 0,525 0,062 -0,2798 -1,2068 0,3377 0,07833 0,263 0,041 -0,5809 -1,3858 0,8050 0,33744 0,131 0,025 -0,8827 -1,6106 1,4217 0,77925 0,066 0,015 -1,1838 -1,8267 2,1623 1,40136 0,033 0,008 -1,4881 -2,0793 3,0942 2,2145
-4,3941 -8,8994 7,8042 4,8112
Tabel 4.1.2 Perhitungan Slope dan Intersept Berdasarkan Tabel A.2
No.Suhu (°C)
Suhu (K)
1/Suhu (x)
1/Waktu (y)
xy x2
1 40 3130,0031
9 0,00610 1,95 x 10-5 1,02 x 10-5
2 45 3180,0031
4 0,00640 2,01 x 10-5 9,86 x 10-6
3 50 3230,0031
0 0,00650 2,02 x 10-5 9,61 x 10-6
4 55 3280,0030
5 0,00820 2,50 x 10-5 9,30 x 10-6
0,0124
8 0,02720 8,47 x 10-5 3,89 x 10-5
Tabel 4.1.3 Hasil Pengolahan Data Konsentrasi terhadap Kecepatan Reaksi
KOrde reaksi
Na2S2O3 HCl Total0,128 0,807 1 1,807
Tabel 4.1.4 Hasil pengolahan Data Temperatur terhadap Kecepatan ReaksiEa (Jmol-1) 107,795706
A 1,04811732K 0,128
7
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kinetika Reaksi dan Laju Reaksi
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut, serta pada akhirnya
tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang suatu reaksi yang menjadi
rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar. Alasan pentingnya mempelajari kinetika
kimia di teknik kimia adalah karena kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita
ingin merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi kimia yang baik pada skala
keteknikan (Kahar, 2005).
Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada yang cepat
ada yang lambat. Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu
perubahan tiap satuan waktu. Laju reaksi adalah kecepatan (laju) berkurangnya
pereaksi (reaktan) atau terbentuknya produk reaksi. Dapat dinyatakan dalam
satuan mol/L atau atm/s. Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan
untuk mengetahui kecepatan campuran reaksi yang mendekati kesetimbangan
(Kahar, 2005).
Sehingga, berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dibedakan antara
kinetika reaksi dan laju reaksi yaitu:
a. Kinetika kimia mempelajari laju reaksi kimia dan mekanisme (tahapan)
reaksinya.
b. Laju reaksi menggambarkan seberapa cepat reaktan terpakai dan produk
terbentuk (Wibowo, 2006).
Laju reaksi hanya dapat berlangsung bila partikel-partikel dalam larutan
saling bertumbukan. Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi didasarkan
pada jumlah tumbukan per satuan volume per satuan waktu dan molekul-molekul
yang bertumbukan harus mempunyai energi yang cukup (Energi Aktivasi)
sebelum molekul-molekul tersebut dapat diubah menjadi produk. Berdasarkan
teori ini, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antar partikel pereaksi. Akan
tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan
antar partikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang tepatlah yang
9
dapat menghasilkan reaksi. Tumbukan yang menghasilkan reaksi kita sebut
tumbukan efektif. Molekul pereaksi dalam wadah selalu bergerak ke segala arah,
dan memiliki kemungkinan besar untuk bertumbukan satu sama lain, baik dengan
molekul yang sama maupun berbeda. Tumbukan itu dapat memutuskan ikatan
dalam molekul pereaksi dan kemudian membentuk ikatan baru yang
menghasilkan molekul hasil reaksi (Azizah, 2004).
4.2.2 Mekanisme Reaksi
Sebenarnya, hal pertama yang dilakukan dalam analisis kinetika kimia suatu
reaksi adalah menentukan stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi
samping, sehingga data dasar tentang kinetika kimia suatu reaksi adalah
konsentrasi reaktan pada waktu tertentu yang berbeda setelah reaksi tersebut
dimulai. Oleh karena itu, laju reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti
perubahan sifat selama terjadinya reaksi. Reaksi yang terbentuk dalam percobaan
ini adalah reaksi pengendapan koloid belerang (Anonimous, 2008). Reaksi yang
terbentuk tersebut yaitu:
S2O32- (aq) + 2H+ H2O(l) + SO2(g) + S(s)
Dimana reaksi berdasarkan senyawa yang digunakan adalah:
Na2S2O3 (aq) + 2HCl H2O(l) + SO2(g) + S(s) + 2NaCl(aq)
Pada reaksi tersebut dapat dilihat bahwa ion tiosulfat (S2O32-) yang berikatan
dengan unsur natrium (Na) ditambahkan asam klorida membentuk air, gas SO2
dan larutan garam. Kebanyakan tiosulfat yang dibuat larut dalam air dan larutan
natrium tiosulfat yang berlebihan sehingga membentuk garam kompleks. Natrium
tiosulfat berupa kristal besar, tidak berwarna, atau serbuk kasar dan mengkilap
dalam udara lembab. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus, sangat
mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Ketika tiosulfat direaksikan
dengan HCl atau asam klorida, tak terjadi perubahan yang segera, cairan yang
10
diasamkan itu perlahan-lahan akan menjadi keruh karena pemisahan belerang dan
dalam larutan terdapat asam sulfit. Jika larutan tersebut dipanaskan, belerang
oksida akan dilepaskan, yang dapat dikenali dari baunya dan dapat diuji dengan
dengan kertas saring yang dibasahi dengan larutan kalium dikromat yang telah
diasamkan. Namun karena tujuan percobaan ini bukan untuk menganalisa ion
tiosulfat, maka hal ini diabaikan. Belerang tadi pada mulanya membentuk sistem
koloid, yang berangsung-angsur dikoagulasikan (digumpalkan) oleh asam sulfit
yang terbentuk tersebut. Sistem koloid itu sendiri diartikan sebagai suatu bentuk
campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun
memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), dimana
sistem yang terbentuk pada hal ini berupa aerosol yang memiliki zat pendispersi
berupa gas. Sewaktu reaksi sedang berlangsung, terbentuk kabut dari gas SO2
yang bersifat aerosol. Sehingga adanya kabut yang timbul secara perlahan-lahan
tersebut dapat dijadikan indikator proses reaksi. Dimana jika kabut tersebut telah
sepenuhnya terbentuk dan kita meletakkan kertas bertanda silang hitam tepat di
bawah larutan yang bereaksi tersebut, maka kertas tersebut akan perlahan-lahan
tidak kelihatan karena ditutupi oleh kabut tersebut. Hal inilah yang dijadikan
indikator bahwa reaksi telah mencapai kesetimbangan dan reaktan telah bereaksi
sesuai dengan perbandingan molnya (Vogel, 1985).
4.2.3 Pengaruh Konsentrasi terhadap Laju Reaksi
Laju reaksi bergantung pada beberapa faktor, yaitu: konsentrasi, tekanan,
temperatur, luas permukaan/bidang sentuh partikel, katalis, suhu, pengadukan dan
jenis zat yang bereaksi/sifat alami pereaksi (Sukardjo, 1985).
Berdasarkan judul praktikum, maka dalam percobaan ini kita hanya akan
meninjaunya pada dua buah faktor, yaitu konsentrasi dan suhu.
Konsentrasi reaktan besar pengaruhnya pada laju reaksi. Konsentrasi
merupakan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap jumlah larutan. Jalannya
reaksi akan berlangsung cepat pada awal reaksi dan akan semakin lambat setelah
waktu tertentu, dan akan berhenti pada waktu yang tak terhingga. Telah diuraikan
dalam teori tumbukan, perubahan jumlah molekul pereaksi dapat berpengaruh
11
pada laju suatu reaksi. Kita telah tahu bahwa jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1
liter larutan dinamakan konsentrasi molar. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar
dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak
kemungkinan tumbukan sehingga akan mempercepat laju reaksi. Bila partikel
makin banyak, akibatnya lebih banyak kemungkinan partikel saling bertumbukan
yang terjadi dalam suatu larutan, sehingga reaksi bertambah cepat. Pengaruh dari
berbagai faktor tersebut terhadap laju reaksi dapat dijelaskan dengan teori
tumbukan. Pada tabel 1.1 pada lembaran data pengamatan dapat dilihat bahwa
pada konsentrasi 1,050 M, kecepatan reaksinya adalah sebesar 0,162 per detik dan
waktu yang diperlukan untuk bereaksi adalah sebesar 6,170 detik. Akan ketika
konsentrasi sebesar 1,050 tersebut diencerkan sehingga menjadi 0,525 M,
kecepatan reaksinya menjadi lambat yaitu sebesar 0,062 per detik sehingga waktu
yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan juga semakin lama yaitu sebesar
16,100 detik dari semula. Sehingga dari data tersebut terbukti bahwa jika
konsentrasi semakin besar maka kecepatan atau laju tercapainya kesetimbangan
akan semakin cepat dan waktu yang diperlukan agar produk terbentuk seluruhnya
juga semakin singkat. Dan sebaliknya jika konsentrasi diperkecil maka laju
tersebut juga akan semakin lambat dan waktu untuk bereaksi juga semakin lama.
Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi tersebut dapat dinyatakan seperti
grafik di bawah ini:
12
-1.6000 -1.4000 -1.2000 -1.0000 -0.8000 -0.6000 -0.4000 -0.2000 0.0000 0.2000
-2.5000
-2.0000
-1.5000
-1.0000
-0.5000
0.0000
f(x) = 0.807641439098404 x − 0.891753158073044R² = 0.984505522036185
Log 1/t terhadap Log CALog CA
Log
1/t
Gambar 4.2.3.1 Pengaruh Konsentrasi terhadap Kecepatan Reaksi
Dari pengolahan data praktikum juga didapat orde reaksi. Orde reaksi
adalah pangkat konsentrasi dalam persamaan laju bentuk diferensial. Secara
teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat, namun dari hasil eksperimen, dapat
berupa bilangan pecahan atau nol. Berdasarkan perhitungan dari data pengamatan
praktikum, didapat orde reaksi Na2S2O3 sebesar 0,807 dan karena orde HCl
sebesar 1 maka orde total yang didapat adalah sebesar 1,807.
4.2.4 Pengaruh Suhu terhadap Laju Reaksi
Laju reaksi juga dipengaruhi oleh suhu. Dimana naiknya temperatur akan
mempercepat laju reaksi dan turunya temperatur akan melambatkan laju reaksi.
Pada tabel 1.2 pada data pengamatan didapat bahwa pada suhu 40°C, waktu yang
diperlukan untuk bereaksi adalah 168,83 detik, akan tetapi pada suhu 45°C waktu
yang diperlukan adalah 157,45 detik, dan ketika suhunya terus dinaikkan maka
waktu yang dibutuhkan juga menjadi semakin kecil. Pengaruh suhu terhadap
kecepatan reaksi digambarkan dalam grafik di bawah ini:
13
0.00300 0.00305 0.00310 0.00315 0.00320 0.003250.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0.0070
0.0080
0.0090
f(x) = − 12.9718057795131 x + 0.0472763834171497R² = 0.769109867427777
1/t terhadap 1/T
1/T
1/t
Gambar 4.2.4.1 Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi
Ketika waktu semakin kecil, maka laju atau kecepatan reaksinya akan
semakin meningkat. Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dari gerak
molekulnya. Molekul-molekul dalam suatu zat kimia selalu bergerak-gerak. Oleh
karena itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kemungkinan terjadi
tumbukan antar molekul tetap ada. Tetapi tumbukan itu belum berdampak apa-apa
bila energi yang dimiliki oleh molekul-molekul itu tidak cukup untuk
menghasilkan tumbukan yang efektif (Azizah, 2004).
4.2.5 Energi Aktivasi
Berdasarkan perhitungan dari data yang diperoleh, didapat bahwa energi
aktivasi yang dibutuhkan oleh Na2S2O3 untuk bereaksi dengan HCl dan
menghasilkan tumbukan efektif adalah sebesar 107,795706 J/mol, dimana A atau
faktor eksponensial yang mencakup frekuensi tumbukan memiliki nilai sebesar
1,04811732.
Energi yang diperlukan oleh Na2S2O3 yang bereaksi dengan HCl untuk
menghasilkan tumbukan yang efektif tersebut disebut energi pengaktifan. Energi
kinetik molekul-molekul tersebut tidaklah sama. Ada yang besar dan ada yang
14
kecil. Oleh karena itu, pada suhu tertentu ada molekul-molekul yang bertumbukan
secara efektif dan ada yang bertumbukan secara tidak efektif. Sehingga, ada
tumbukan yang menghasilkan reaksi kimia ada yang tidak menghasilkan reaksi
kimia. Meningkatkan suhu reaksi berarti menambahkan energi. Energi diserap
oleh molekul-molekul sehingga energi kinetik molekul menjadi lebih besar.
Akibatnya, molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tumbukan dengan dampak
benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, benturan antar
molekul yang mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan
reaksi kimia juga makin banyak terjadi. Hal ini berarti bahwa laju reaksi akan
makin tinggi (Azizah, 2004).
4.2.6 Faktor Penyimpangan
Pada percobaan ini juga terdapat dua faktor yang tidak dapat dihindari
sehingga sedikit menyimpangkan hasil yang seharusnya didapat. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut meliputi:
a. Ketidaktelitian praktikan dalam melakukan perhitungan dan penimbangan.
b. Lingkungan seperti tekanan, suhu, intensitas pengadukan dan lain-lainnya.
15
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada larutan Na2S2O3 1,05 M, reaksi berlangsung selama 6,170 detik,
sedangkan pada konsentrasi Na2S2O3 0,033 M reaksi berlangsung selama
120,030 detik. Sehingga semakin besar konsentrasi yang diberikan pada
suatu pereaksi/reaktan, maka semakin cepat laju reaksi yang terjadi,
sebaliknya semakin encer konsentrasi yang diberikan, maka laju reaksi akan
berlangsung semakin lambat.
2. Pada larutan dengan suhu 40ºC , reaksi berlangsung selama 168,83 detik,
sedangkan pada suhu 55ºC reaksi berlangsung selama 122,57 detik. Maka
semakin tinggi suhu yang diberikan pada suatu pereaksi, maka jalannya
reaksi (laju reaksi) akan semakin cepat dan sebaliknya, semakin rendah suhu
yang diberikan pada suatu pereaksi, maka jalannya reaksi akan semakin
lambat.
3. Konstanta laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi adalah dan harga m adalah
sebesar 0,128.
4. Harga Ea yang diperoleh adalah sebesar 107,795706 Jmol-1 dan harga A
sebesar 1,04811732.
5. Penyimpangan hasil praktikum meliputi ketidaktelitian praktikan dalam
melakukan praktikum dan faktor lingkungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008, MODUL PRAKTIKUM, Al-Azhar BSD; Jakarta
Azizah, Utiya Dra., M.Pd., 2004, LAJU REAKSI, Departemen Pindidikan Nasional; Jakarta
Hiskia, A dan Tupamalu., 1992, ELEKTROKIMIA DAN KINETIKA KIMIA. ITB; Bandung
Kahar, Abdul., 2005, LAJU REAKSI DAN MEKANISME REAKSI KIMIA, Universitas Mulawarman; Samarinda
Murphy, Brian, 1997 A WORKING METHOD APPROACH FOR INTRODUCTORY PHYSICAL CHEMISTRY CALCULATIONS, The Royal Chemistry; Cardiff
Petrucci, Ralph H., 1987, KIMIA DASAR PRINSIP DAN TERAPAN MODERN JILID 2, Erlangga; Jakarta
Sukardjo, 1985, KIMIA FISIKA, Bina Aksara; Jakarta
Syukri, 1999, KIMIA DASAR II, ITB; Bandung
Vogel, 1985, ANALISIS ANORGANIK KUALITATIF MAKRO DAN SEMI MAKRO, PT. Kalman Media Pustaka; Jakarta
Wibowo, Rachmad., 2006, KINETIKA REAKSI. Slide Presentasi Kimia Dasar II.
17
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
Tabel A.1 Pengaruh Konsentrasi terhadap Kecepatan ReaksiNo. Konsentrasi (M) Waktu (detik) 1/Waktu (detik-1)1 1,05 6,170 0,1622 0,525 16,100 0,0623 0,263 24,310 0,0414 0,131 40,790 0,0255 0,066 67,090 0,0156 0,033 120,030 0,008
Tabel A.2 Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi
No.Suhu (°C)
Suhu (K) 1/Suhu (K-1)Waktu (detik)
1/Waktu (detik-1)
1 40 313 0,0032 163,83 0,00612 45 318 0,0031 157,45 0,00643 50 323 0,0031 152,72 0,0065
4 55 328 0,003 122,57 0,0082
18
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
B. 1. Menentukan Massa Na2S2O3 1,05 M dalam 50 ml air
BM Na2 S2 O3=158
BM Na2 S2 O3 .5 H 2 O=248
M=GramBM
×1000
P
1,05=Gram158
×1000
50
Gram=1,05 × 158× 501000
Gram=8,295 g
Mol Na2 S2 O3 .5 H 2 O=Mol Na2 S2 O3
Gram Na2 S2 O3.5 H 2O
BM Na2 S2O3 .5 H 2O=
Mol Na2 S2 O3
BM Na2 S2 O3
Gram Na2 S2 O3.5 H 2O
248=8,295
158
Gram Na2 S2O3.5 H 2 O=8,295 ×248158
Gram Na2 S2O3.5 H 2 O=13,02 g
B. 2. Menentukan Massa Na2S2O3 0,25 M dalam 15 ml air
BM Na2 S2 O3=158
BM Na2 S2 O3 .5 H 2 O=248
19
M=GramBM
×1000
P
0,25=Gram158
×1000
50
Gram=0,25× 158 ×501000
Gram=0,5925 g
Mol Na2 S2 O3 .5 H 2 O=Mol Na2 S2 O3
Gram Na2 S2 O3.5 H 2O
BM Na2 S2O3 .5 H 2O=
Mol Na2 S2 O3
BM Na2 S2 O3
Gram Na2 S2 O3.5 H 2O
248=0,5925
158
Gram Na2 S2O3.5 H 2 O=0,593 ×248158
Gram Na2 S2O3.5 H 2 O=0,93 g
B. 3. Menentukan Volume HCl pekat untuk membuat larutan HCl 1 M pada
150 ml air
N=%× ρ× 1000BM
N=12,06
V 1 N 1=V 2 N 2
V 1 ×12,06=150× 1
V 1=150 ×112,06
V 1=12,43 ml
20
B.4. Menentukan konsentrasi Na2S2O3 dimana diketahui bahwa konsentrasi
awal Na2S2O3 = 1,05 M
Volume Na2 S2O3=50 ml
Volume H 2 O=0ml
V 1 M1=V 2 M 2
50 ×1,05=50× M 2
M 2=50× 1,05
50
M 2=1,05ml
Volume Na2 S2O3=25 ml
Volume H 2 O=25 ml
V 1 M1=V 2 M 2
25 ×1,05=50 × M 2
M 2=25 ×1,05
50
M 2=0,525 ml
Volume Na2 S2O3=25 ml
Volume H 2 O=25 ml
V 1 M1=V 2 M 2
25 ×0,525=50 × M 2
M 2=25 ×0,525
50
M 2=0,2625 ml
21
Volume Na2 S2O3=25 ml
Volume H 2 O=25 ml
V 1 M1=V 2 M 2
25 ×0,263=50 × M 2
M 2=25 ×0,263
50
M 2=0,131 ml
Volume Na2 S2O3=25 ml
Volume H 2 O=25 ml
V 1 M1=V 2 M 2
25 ×0,131=50 × M 2
M 2=25 ×0,131
50
M 2=0,066 ml
Volume Na2 S2O3=25 ml
Volume H 2 O=25 ml
V 1 M1=V 2 M 2
25 ×0,066=50 × M 2
M 2=25 ×0,066
50
M 2=0,033 ml
22
B.5. Pengaruh Konsentrasi
y=ax+b
log1t=m logCA+ log K
log1t=0,807 log CA−0,891
log K=−0,891
K=10−0,891
K=0,128
m=0,807
Karena Konsentrasi HCl konstan adalah 1, maka orde HCl dapat
diasumsikan berharga 1.
Orde=0,807+1
Orde=1,807
Maka, V=0,128 [Na2 S2O3 ]0,807. [ HCl ]1
B.6. Pengaruh Suhu
y=ax+b
ln K=−EaR
×1T
+ ln A
a=−EaR
−12,97180578= −Ea
8,31 J K−1 mol−1
Ea=12,97180578 × 8,31 J K−1 mol−1
Ea=107,795706 J mol−1
ln A=b
ln A=0,047276383
23
LAMPIRAN C
GRAFIK
-1.6000 -1.4000 -1.2000 -1.0000 -0.8000 -0.6000 -0.4000 -0.2000 0.0000 0.2000
-2.5000
-2.0000
-1.5000
-1.0000
-0.5000
0.0000
f(x) = 0.807641439098404 x − 0.891753158073044R² = 0.984505522036185
Log 1/t terhadap Log CALog CA
Log
1/t
Grafik C.1. Pengaruh Konsentrasi terhadap Kecepatan Reaksi
0.00300 0.00305 0.00310 0.00315 0.00320 0.003250.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0.0070
0.0080
0.0090
f(x) = − 12.9718057795131 x + 0.0472763834171497R² = 0.769109867427777
1/t terhadap 1/T
1/T
1/t
Grafik C.2. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi
25
LAMPIRAN D
PENUGASAN
1. Apa yang dimaksud dengan reaksi, laju reaksi, dan kinetika reaksi? Jelaskan
hubungan ketiganya.
Jawab:
a. Reaksi : Proses yang menhasilkan perubahan senyawa kimia
dimana menghasilkan satu atau lebih produk yang
biasanya berbeda dari reaktannya.
b. Laju reaksi : Banyaknya konsentrasi zat yang bereaksi dalam satu
satuan waktu.
c. Kinetika reaksi : Tinjauan tentang laju reaksi dengan mekanisme dan
faktor-faktor yang mempengaruhi serta tahapan-
tahapannya.
Pada ketiganya terdapat keterkaitan yang erat, dimana jalannya reaksi sangat
berperan dalam perhitungan reaksi dan tinjauan yang mempelajari laju
reaksi tersebut dinamakan kinetika reaksi.
2. Sebut dan jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju reaksi?
Untuk apa kita mempelajari laju reaksi?
Jawab:
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi:
a. Luas permukaan sentuh, dimana semakin luas permukaan sentuh atau
bidang sentuh yang ada, maka laju reaksi akan semakin cepat.
Sebaliknya bila semakin kasar maka waktu bereaksinya akan semakin
lama. Hal ini erat kaitannya dengan teori luas permukaan partikel, yaitu
laju reaksi akan semakin lambat satu unit partikel 3x3 dengan luas 2000
daripada 3 unit partikel ukuran 1x1 dengan luas yang juga 2000.
b. Suhu, semakin tinggi suhu yang diberikan maka partikel akan bergerak
aktif dan tumbukan menjadi lebih sering terjadi sehingga laju reaksi
akan semakin cepat, dan sebaliknya.
26
c. Katalis, penambahan zat katalis akan mempercepat reaksi tetapi zat itu
sendiri tidak akan ikut dalam pereaksian.
d. Konsentrasi, semakin besar konsentrasi yang diberikan, maka ruang
antar molekul akan semakin sempit, sehingga intensitas tumbukan antar
partikel menjadi semakin sering, akibatnya laju reaksi akan semakin
cepat.
e. Sifat alami reaktan, sebagai contoh bensin putih terbakar perlahan,
sedangkan bensin gas bersifat eksplosif. Fosfor putih dapat terbakar
spontan di udara sedangkan fosfor merah cenderung stabil di udara.
f. Tekanan, semakin besar tekanan yang diberikan maka pendesakan
terhadap partikel akan semakin besar dan ruang antar partikel akan
semakin kecil dan tumbukan akan semakin sering sehingga laju akan
semakin cepat.
g. Volume, cenderung berbanding terbalik dengan tekanan, dimana
semakin kecil volume yang diberikan maka reaksi akan berlangsung
semakin cepat.
h. Pengadukan, semakin lama dan efektif proses pengadukan maka laju
reaksi akan semakin cepat dan sebaliknya semakin cepat dan tidak
efektif proses pengadukan maka laju reaksi juga akan semakin lama.
Kita perlu untuk mempelajari laju reaksi untuk mengetahui prinsip kinetika
reaksi serta laju pada sebuah proses kimia, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga dapat disesuaikan dalam aplikasi-aplikasi
proses kimia.
3. Jelaskan persamaan Arhennius?
Jawab:
Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh molekul-
molekul pereaksi (reaktan) untuk menghasilkan reaksi ketika molekul-
molekul tersebut saling bertumbukan. Energi tersebut dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:
27
Ea=−RTln ( kA ) atau k=A e
−EART
Keterangan:
Ea : Energi aktivasi/energi minimum yang dipelukan untuk bereaksi
(Joule/mol)
A : Faktor pre-eksponensial/sterik yang meliputi frekuensi tumbukan
dan orientasinya
R : Konstanta gas ideal (0,082liter atmmol ° K
¿
T : Suhu (K)
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa :
a. e−EA
RT adalah fraksi molekul yang mempunyai energi sebesar EA atau
lebih besar.
b. EA bertambah, e−EA
RT berkurang, berarti makin banyak energi yang
diperlukan sehingga lebih sukar bagi molekul-molekul untuk mencapai
energi ini.
c. Temperatur bertambah, e−EA
RT bertambah (k bertambah besar).
d. Untuk reaksi yang molekul pereaksinya mempunyai banyak ikatan yang
perlu diputuskan maka energi aktivasinya besar, sedangkan jika hanya
sedikit ikatan yang perlu diputuskan maka energi aktivasinya kecil.
Ada beberapa hal penting mengenai Energi Aktivasi ini, yaitu:
a. Energi aktivasi yang ditentukan secara eksperimen adalah jumlah energi
aktivasi untuk reaksi keseluruhan bukan masing-masing tahap reaksi
(reaksi-reaksi dasar). EA adalah selisih antara energi reaktan dan energi
tertinggi dari keadaan teraktifkan dalam proses tersebut.
b. Energi aktivasi untuk setiap tahap selalu positip.
28