Download - Laporan kesuburan tanah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik
dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami,
rerumputan, dan sisasisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga
(sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu
masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia,
baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat. Masalah-masalah
seperti timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu membawa
kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik meteri maupun
psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna
meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan
semaksimalmungkin dampak positifnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah
tersebut dengan teknik komposter tanpa penambahan aktivator pengomposan,
disamping terdapat berbagai teknik pengolahan lain (dengan penambahan
aktivator pengomposan) menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari
segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun dalam
metode ini tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya
ditambahkan organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi
memacu pertumnuhan mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos.
Dalam melakukan teknik penomposan, ada berbagai hal yang perlu
diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa
2
panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di
dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme,
maupun kadar karbon dan Nitrogen yang ideal.
B. Maksud dan Tujuan
1. Pembuatan Probiotik
2. Membuat kompos dari bahan organik
3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan
4. Mengamati kadar C- Organik kompos pada proses pengomposan
5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan
6. Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan
7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu
kamar
8. Mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos
Kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian
(partially decomposed) sehingga berwarna gelap, mudah hancur (crumbled),
dan memiliki aroma seperti tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses
biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang
ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan
berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama humus.
Pengerasan (crusting) tanah di permukaan dapat dicegah dengan pemberian
kompos. Jika kompos mengandung sejumlah kecil tanah, maka kompos
tersebut akan bermanfaat sebagai bagian dari media pertumbuhan untuk
tanaman dan akan mengawali tumbuhnya buah dari tanaman tersebut
(Starbuck, 2004)
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.
(Rynk , 1992)
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.
Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30,
sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik
yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam
waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi
kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.
4
Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia
efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan
kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
(Anonim, 2011)
Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang
dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat
mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan
penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root
penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam
tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat
mendukung berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang
tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian (Soejono,
2004).
B. Keasaman
PH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur
dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH
antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH antara 7 hingga 14. pH
tanah menunjukan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara
konsentrasi H+ dan OH ֿ dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam
larutan tanah lebih banyak dari OH ֿ, maka suasana larutan tanah menjadi
asam. Sebaliknya bila konsentrasi OH ֿ lebih banyak dari konsentrasi H+ maka
suasana menjadi basa. pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat
penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti nitrogen (N),
Kalium (K), Phospor (P), dan unsur lain yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan dari penyakit. pH
tanah merupakan salah satu sifat kimia tanah. Banyak petani yang sudah
mendengar tentang pH tanah, akan tetapi belum bisa mengerti pentingnya
5
mengetahui pH tanah dan bagaimana cara mengukurnya. Apalagi untuk
mengukur pH tanah dibutuhkan alat yang mahal, sehingga petani tidak pernah
memiliki kesempatan untuk mengukur langsung pH tanah mereka. Padahal
dengan mengetahui pH tanah yang ada di dalam lahan, mereka dapat menjaga
kesuburan tanah. Pentingnya mengetahui pH tanah adalah sebagai berikut :
Mengetahui mudah tidaknya unsur-unsur hara dalam tanah diserap oleh
tanaman. Unsur hara akan mudah diserap oleh tanaman (akar tanaman) pada
pH netral.
Menunjukan adanya kemungkinan unsur-unsur beracun. Tanah dengan pH
masam banyak ditemukan ion-ion Al yang memfiksasi unsur P, sehingga
unsur P sulit diserap oleh tanaman.
Mempengaruhi perkembangan organisme. Bakteri akan berkembang biak
dalam pH lebih dari 5,5, apabila pH kurang dari itu maka perkembangannya
akan terhambat. Jamur dapat berkembang biak pada pH dibawah 5,5 dan
diatas itu jamur harus bersaing dengan bakteri. (Usman dan Mawardi, 1995)
C. Temperatur
Temperatur atau suhu udara diukur dengan menggunakan alat termometer.
Temperatur di permukaan bumi berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang
lain. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain sebagai berikut
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) :
1. Jumlah radiasi yang diterima oleh bumi dalam setiap waktu, dipengaruhi
oleh:
Jarak bumi dengan matahari yang selalu berubah
Sudut jatuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi
Lamanya waktu penyinaran matahari
Kondisi cuaca yang selalu berubah.
6
2. Pengaruh daratan dan lautan
Daratan memiliki sifat cepat menjadi panas dan cepat menjadi dingin
Lautan memiliki sifat lambat menerima panas dan lambat menjadi
dingin.
3. Pengaruh ketinggian tempat
Semakin tinggi letak suatu tempat, suhu semakin rendah. Hal ini
disebabkan oleh:
Adanya gradien penurunan suhu
Bumi menjadi salah satu sumber panas
Semakin tinggi suatu tempat, kerapatan udara semakin rendah
sehingga suhu semakin rendah.
4. Pengaruh angin
Angin akan menyebarkan suhu panas dan dingin di permukaan bumi.
Dari hasil pengamatan cuaca diperoleh rata-rata suhu dalam waktu
tertentu.
5. Pengaruh keadaan permukaan bumi (relief)
Daerah yang reliefnya kasar memiliki permukaan yang lebih luas
dibandingkan daerah yang mempunyai relief datar. Sehingga pemanasan
daerah yang mempunyai relief kasar lebih lambat dibandingkan
pemanasan di daerah relief datar.
6. Penyinaran matahari
Penyinaran matahari berupa proses pemindahan energi dalam bentuk
gelombang elektromagnetik tanpa perantara yang disebut radiasi. Radiasi
yang sampai ke permukaan bumi disebut insolasi. Lamanya penyinaran
matahari diukur menggunakan heliograf. Sinar matahari diterima
permukaan bumi melalui proses konduksi. Atmosfer bagian atas menjadi
lebih panas karena pancaran langsung dari sinar matahari.
7
7. Lama penyinaran
Pada musim panas tidak hanya sudut datang jatuhnya sinar matahari
saja yang lebih besar, tetapi lamanya penyinaran semakin panjang.
Akibatnya siang hari lebih panjang dibandingkan malam hari. Besarnya
insolasi sangat bergantung pada kondisi cuaca setempat.
D. Identifikasi Pupuk Anorganik
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang
mengandung satu atau lebih hara tanaman. Berbicara tentang tanaman tidak
akan lepas dari masalah pupuk. Dalam pertanian modern, penggunaan materi
yang berupa pupuk adalah mutlak untuk memacu tingkat produksi tanaman
yang diharapkan. Seperti telah diketahui bersama bahwa pupuk yang
diproduksi dan beredar dipasaran sangatlah beragam, baik dalam hal jenis,
bentuk, ukuran, maupun kemasannya. Pupuk–pupuk tersebut hampir 90%
sudah mampu memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, dari unsur
makro hingga unsur yang berbentuk mikro. Kalau tindakan pemupukan untuk
menambah bahan-bahan yang kurang tidak segera dilakukan tanaman akan
tumbuh kurang sempurna, misalnya menguning, tergantung pada jenis zat
yang kurang. (Rinsema,W.T.1983)
Menurut hasil penelitian setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16
unsur (ada yang menyebutnya zat) agar pertumbuhannya normal. Dari ke 16
unsur tersebut, tiga unsur (Carbon, Hidrogen, Oksigen) diperoleh dari udara,
sedangkan 13 unsur lagi tersedia oleh tanah adalah Nitrogen (N), Pospor (P),
Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur atau Belerang (S), Klor
(Cl), Ferum atau Besi (Fe), Mangan (Mn), Cuprum atau Tembaga (Cu), Zink
atau Seng (Zn), Boron (B), dan Molibdenum (Mo). Tanah dikatakan subur
dan sempurna jika mengandung lengkap unsur-unsur tersebut diatas. Ke-13
8
unsur tersebut sangat terbatas jumlahnya di dalam tanah. Terkadang tanah pun
tidak mengandung unsur-unsur tersebut secara lengkap. Hal ini dapat
diakibatkan karena sudah habis tersedot oleh tanaman saat kita tidak henti-
hentinya bercocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan. Kalau dilihat
dari jumlah yang disedot tanaman, dari ke-13 unsur tersebut hanya 6 unsur
saja yang diambil tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur yang
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak tersebut disebut unsur makro. Ke-6
jenis unsur makro tersebut adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg. (Marsono.2001)
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum mata kuliah kesuburan tanah dilaksanakan di laboratorium ilmu
tanah universitas mercu buana yogyakarta, Dimulai pada bulan April sampai
Juni 2013.
B. Bahan dan Alat Praktikum
1. Probiotik
Ember Plastik
Autoklaf
Gelas Ukur 1 Liter
Gelas Ukur 100 ml
Timbangan Analitik
Urin Sapi (Pupuk Kandang)
Bekatul
Terasi
Tetes Tebu (gula jawa)
Air
2. Pengomposan
Ember Plastik
Gelas Ukur 1 liter
Gelas Ukur 100 ml
Timbangan Analitik
Probiotik
Sampah Organik
10
Abu Dapur
3. Suhu dan Keasaman
Thermometer
Pengukur Keasaman (pH meter)
Gelas Ukur 100 ml
Beker Glass
Timbangan Analitik
Sampah Organik (dalam proses pengomposan)
Air Suling
4. Kadar C-Organik
Labu Takar 50 ml
Pipet Ukur 10 ml dan 5 ml
Gelas Ukur 10 ml
Labu Erlenmeyer 250 ml
Buret
Timbangan Analitik
Botol Pemancar Air
K2Cr2O7 1 N
H2SO4 Pekat
H3PO4 85 %
Indikator Diphenylamine
5. Kadar N Total
Botol Timbangan
Gelas Piala 100 ml
Gelas Ukur 50 ml
Gelas Arloji
Oven
Labu Kjeldhal 100 ml
Buret 50 ml
11
Timbangan Analitik
H2SO4 Pekat ) 0.1 N
Serbuk CuSO4
K2SO4
Indikator Methyl Red
NaOH Pekat O.1 N
Air Suling
6. Rasio C/N
Kalkulator
Alat Tulis
Data Hasil Pengukuran C-Organik
Data Hasil Pengukuran N Total
7. Higroskopisitas
Timbangan Analitik
Sendok
Bak Plastik
Pupuk Anorganik
Kantong Plastik
Alat Tulis
8. Tingkat Kelarutan
Timbangan Analitik
Sendok
Bak Plastik
Kertas Saring
Beker Glass
Air
Pupuk Anorganik
Gelas Ukur
Alat Tuli
12
C. Cara Kerja
1. Probiotik
Bekatul 0.75 kg, terasi 0.125 kg, dan tetes tebu 50 ml (gula 5 ons)
direbus dengan air 5 liter sampai mendidih (± 15 menit) atau di
sterilisasi menggunakan autoklaf (1 atm selama 15-20 menit)
Hasil rebusan (sterilisasi) didinginkan
Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml (pupuk kandang 500 g)
Setelah hasil rebusan (sterilisasi) dingin, kemudian dimasukkkan ke
dalam ember plastik dan ditambahkan 500 ml urin sapi (pupuk
kandang 500 g) sambil diaduk sampai rata
Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setisp harinya
dilakukan pengadukan
Probiotik siap digunakan
2. Pengomposan
Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari
bahan-bahan anorganik
Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm
Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak
0.5 liter
Sambil diaduk –aduk ditambahkan air sampai dicapai kelembaban
kurang lebih 30 % (jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan
dibuka akan berurai lagi)
Selanjutnya dimasukkan ke dalam ember dibagi 3 lapis
Masing- masing lapisan ditaburi dengan abu dapur (total yang
diperlukan 0.5 kg) kemudian ember ditutup
Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai
sampah menjadi kompos ( C/N ≤ 20 )
13
3. Suhu dan Keasaman
Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman (pH) dilakukan setiap
hari sampai sampah menjadi kompos (C/N ≤ 20)
a. Pengukuran Temperatur
Menyiapkan alat pengukur temperatur (Thermometer)
Memasukkan (menancapkan) thermometer ke bagian tengah-tengah
pengomposan (± 15 cm dari peermukaan)
Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya
Pengukuran dilakukan denagn cara yang sama pada bagian tengah
antara tepi dan tengah gundukan (diambil 2 tempat)
Tiga hasil pengukuran dibuat rata-rat
b. Derajad Keasaman (pH)
Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50
ml
Menambahkan air suling sebanyak 25 ml ke dalam beker glass
Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut
Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit
Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter
(kertas lakmus)
Diamati dan dicatat angka pada monitor menunjukkan angka berapa
4. Kadar C – Organik
Ditimbang bahan kompos kering 0.1 g, dimasukkan ke dalam labu
takar
Ditambahkan K2Cr2O7 1 N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur
Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur dan dikocok dengan
gerakan memutar
14
Warna harus tetap merah jingga, apabila warna menjadi hijau atau biru
ditambah lagi K2Cr2O7 1 N dan H2SO4 pekat (jumlah penambahan
dicatat), didiamkan lebih kurang 10 menit sampai larutannya dingin
Ditambahkan 5 ml H3PO4 85 % dan 1 ml Indikator Diphenylamine
Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml
Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap
Diambil dengan pipet ukur 5 ml larutan jernih, kemudian dimasukkan
ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15 ml
Larutan dititrasikan dengan FeSO4 1 N, sehingga warna menjadi
kehijau-hijauan
Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko
5. Kadar N Total
a. Destruksi
Ditimbang kompos dengan gelas arloji (kertas) yang bersih dan kering
seberat 250 mg. Ditimbang juga untuk analisis kadar air
Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan ditambahkan H2SO4
pekat 2.5 ml
Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati-hati
sampai asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau-
hijauan atau tidak berwarna (pemanasan di dalam almari asam)
kemudian didinginkan
b. Destilasi
Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling
25-50 ml, kemudian larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara
memasukkan larutan dengan menuangkan berulang-ulang dengan air
(dalam hal ini diusahakan agar butir-butir tanah tidak masuk)
Diambil gelas piala 100-150 ml dan diisi dengan H2SO4 0.1 N 10 ml,
diberi tetes Indikator methil hingga warna menjadi merah
15
Gelas piala ini ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi
sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup di
bawah permukaan asam
Ditambahkan dengan hati-hati (denagn gelas ukur) 20 ml NaOH pekat
(penambahan NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi).
Pekerjaan ini dilakukan menjelang saat (sebelum) destilasi dimulai
(tidak boleh lama)
Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas
tetap berwarna merah, kalau warna berubah (hilang) segera tambah
lagi H2SO4 0.1 N denagn jumlah yang diketahui. Destilasi berlangsung
selama sekitar 30 menit (dilihat nilai larutan itu mendidih)
Setelah larutan destilasi, gelas piala diambil (ingat api baru boleh
dipadamkan kalau gelas piala sudah diambil)
Bilas air suling ujung atas bawah alt pendingin (air suling ini
dimasukkan juga dalam gelas piala)
c. Titrasi
Larutan ddalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna
hampir hilang
Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blangko, yaitu tanpa
pemakaian sampel
6. Rasio C/N
Menghitung perbandingan antara C- organik dengan N total
Apabila nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai
pupuk (rasio C/N kompos ≤ 20), maka proses pengomposan
dihentikan
16
7. Higroskopisitas
Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
Menimbang kantong plastik tempat pupuk
Pupuk dimasukkan ke dalam kantong plastik yang terbuka
Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan
dibiarkan tetap terbuka
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara
menimbang pupuk bersama kantong plastiknya
Pengamatan dilakukan selama empat minggu (1 bulan)
8. Tingkat Kelarutan
Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
Memasukkan pupuk ke dalam gelas ukur
Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat
volume pupuk
Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring
Kertas saring dan endapan pupuk diangin-anginkan
Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang
Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang
Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang
diperoleh
Menghitung prosentase kelarutan
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Probiotik
Gambar 1. Probiotik Jadi
2. Kompos
Gambar 2. kompos Jadi
18
KADAR AIR
Kelompok 1
Berat botol + tutup ulangan I = 26.132 g
Berat botol + isi ulangan I = 37.706 g
Berat botol + tutup ulangan II = 25.279 g
Berat botol + isi ulangan II = 36.970 g
Ka I
Awal = 37.706 - 26.132 = 11.57 g
Konstan = 29.236 - 26.132 = 3.10 g
Ka = 11.57−3.10
11.57x 100 %
= 73.20 %
Ka II
Awal = 36.970 – 25. 279 = 11.69 g
Konstan = 28.630 – 25.279 = 3.35 g
Ka = 11.69−3.35
11.69x100 %
= 71.34 %
Rata- rata = 73.20+71.34
2
= 72.27 %
= 0.72
Kelompok 2
Berat botol + tutup ulangan I = 31.808
Botol + isi Ulanagn I = 41.376
19
Berat botol + tutup ulanagn II= 32.371
Botol +Isi ulanagn II = 43.522
Ka I
Awal = 41.376- 31.808
= 9.56
Konstan = 34.287 – 31.808
= 2.48
Ka = 9.56−2.48
9.56x100 %
= 74.05 %
Ka II
Awal = 43.522 – 32.371
= 11.15
Konstan = 35.453 – 32.371
= 3.08
Ka = 11.15−3.08
11.15x100 %
= 72.37 %
Kelompok 3
Beratbotol + tutup ulangan I = 25.884
Botol + isi Ulangan I = 41.496
Beratbotol + tutup ulanagn II = 25.669
Botol + Isi ulanagn II = 41.045
Ka I
Awal = 41.496 - 25.884
20
= 15.652
Konstan = 30.415 – 25.884
= 4.571
Ka = 15.652−4.571
15.652x100 %
= 70.80 %
Ka II
Awal = 41.045 – 25.669
= 15.376
Konstan = 29.141 – 25.669
= 3.472
Ka = 15.376−3.472
15.376x100 %
= 77.42 %
Rata -rata = 70.80+77.42
2
= 74.11 %
= 0.74
Kelompok 4
Berat botol + tutup ulangan I = 24,791
Botol + isi Ulangan I = 30,846
Berat botol + tutup ulangan II= 26,910
Botol +Isi ulanagn II = 32,953
Kadar Air sampel I
21
Awal = 30,846-24,791
= 6,055
Konstan = 28,365 – 24,791
= 3.574
Ka = Berat awal−Berat akhir
Berat awalx100 %
= 6,055−3,574
6,055x100 %
= 40,97 %
Kadar lengas sampel II
Awal =( Berat botol + Sampel ) – Berat Botol
= 32,953 – 26,910
= 6,043
Konstan = Berat Konstan – Berat Botol
= 30,454– 26,910
= 3,545
Ka = Berat awal−Berat akhir
Berat awalx100 %
= 6,043−3.544
6,043x100 %
= 41,35%
22
Rata-rata = 40,97 %+41,35 %
2
= 41,16 %
= 0,41
KADAR C-ORGANIK
Kelompok 1
Hasil titrasi
Blanko = 6,6 ml
Sampel = 1,0 ml
Berat sampel = 100 mg
Perhitungan C-Organik =
(B−A ) × normalitas FeSO4
100100+ka
× berat contoh(mg)x 10 x
10077
x100 %
= (6.6−1.0 ) x 0.2x 3
100100+0.72
x100× 10×
10077
×100%
= 3.36
100100.72
× 100×
100077
× 100 %
= 3.36
10000100.72
×1000
77× 100 %
23
= 3.36
99.29×
100077
×100 %
= 0.034 × 12.99× 100 %
= 44.17 %
Kadar LengasKelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Kelompok 6
0.7981 0.559 0.7645 0.838 0.582 0.666
Kadar Bahan Organik = Kadar C x 10058
= 44.17 x 10058
= 76,16
KADAR N TOTAL
N = (B−A ) ×normalitasNaOH ×14
100100+ka
×berat contoh (mg )×100 %
= (0.44−0.1)×0.1 ×14
100100+0.72
× 250×100
%
24
= 0.476
248.21 x 100%
= 0.19 %
Perhitungan C/N = 44.17 %0.19 %
=232.47 %
Kelompok 2
Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml
Titrasi sampel = 2.5 ml
Perhitungan C-Organik =
(B−A ) × normalitas FeSO4
100100+ka
× berat contoh(mg)x 10 x
10077
x100 %
= (6.6−2.5 ) x 0.2 x 3
100100+0.73
x100× 10×
10077
×100 %
= 2.46
100100.73
×100×
100077
×100 %
= 2.46
10000100.73
×1000
77× 100 %
= 2.46
99.22×
100077
× 100 %
25
= 0.024 × 12.99× 100 %
= 32.20 %
KADAR N TOTAL
N = (B−A ) ×normalitasNaOH ×14
100100+ka
× berat cont oh (mg )×100 %
= (78.4−52.5)× 0.1 ×14
100100+0.73
× 250×100 %
= 36.2625000100.73
× 100 %
= 36.26
248.18×100 %
= 14.6 %
Perhitungan C/N = 32.20 %14.6 %
=2.20 %
Kelompok 3
Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml
26
Titrasisampel = 3.7 ml
Perhitungan C-Organik =
(B−A ) × normalitas FeSO4
100100+ka
× berat contoh(mg)x 10 x
10077
x100 %
= (6.6−3.7 ) x 0.2 x3
100100+0.74
x100x 10 x
10077
x100 %
=0.02 x10 x10077
x 100%
= 25.97%
Kadar BahanOrganik = Kadar C x10058
= 25.97 x 1.724
= 44.77 %
KADAR N TOTAL
Destilasi = PenambahanHCl 0.01N 15 ml
Titrasi Blanko = 0.5 ml x 2.5 ml = 1.25 ml
Sampel = 0.3 ml
27
N = (B−A ) ×normalitasNaOH ×14
100100+ka
×berat contoh (mg )×100 %
= (1.25−0.3)× 0.1× 14
100100+0.74
× 250× 100 %
= 1.33
248.16x 100 %
= 0.54 %
Perhitungan C/N = 25.97 %0.54 %
=48.09 %
Kelompok 4
Hasil titrasi Blanko = 6,6 ml
Sampel =1,0 ml
Berat sampel = 100 mg
Perhitungan C-Organik =
(B−A ) × normalitas FeSO4
100100+ka
× berat contoh(mg)x 10 x
10077
x100 %
= ¿ (6.6−1.7 ) x 0.2 x 3
100100+0.41
x 100× 10×
10077
×100 %
28
= 2,94
100100.41
× 100×
100077
× 100 %
= 3.36
10000100.41
×1000
77× 100 %
= 3.36
99.59×
100077
×100 %
= 0,03 ×12.99 ×100 %
= 38,97 %
Kadar Bahan Organik = Kadar C x 10058
= 38,97 % x 10058
= 67,18
Kadar N Total
Destilasi Penambahan HCl = 15 ml
Titrasi Blanko = 0,5 ml
Sampel = 0,4 ml
Berat sampel = 250 mg
29
N = (B−A ) ×normalitasNaOH ×14
100100+ka
×berat contoh (mg )×100 %
= (0.915−0.4)×0.1 ×14
100100+0.41
× 250×100
%
= 0.721
248.98 x 100%
= 0.29 %
Perhitungan C/N =38.970.29
= 134.38 %
Tabel 1. Data C/N Rasio Kompos
Perlakuan Ulangan1 2
Cair 232,47 48,09Padat 2,2 134,38Total 234,67 182,47
Rata-rata 117,34 91,24SD 162,83 61,02
Variansi 26512,14 3722,98
SD 1 = √∑ Y 2−¿¿¿¿¿¿
30
= √ (232,47¿¿2+2,22)−234,672
22−1
¿
= √ 54047,14−275351
= √26512,14
=162,83
SD 2 = √∑ Y 2−¿¿¿¿¿¿
= √ ( 48,092+134,382 )−182,472
22−1
= √ 20370,63−16647,651
= √3722,98
= 61,02
Analisa C/N rasio
1. n kecil = n < 30, maka digunakan distribusi T
31
2. rumusan hipotesis dua arah
Ho = (μ1 – μ 2) = Do
Hi = (μ 1 – μ 2) ≠ Do
3. daerah kritis
Ho ditolak jika –t α2
< t hitung< t α2
α = 0,05
Ho ditolak jika –t 0,025 < t hitung< t 0,025
4. statistik pengujiX1 = 117,34 X2 = 91,24
S1 = 162,83 S1 = 61,02
N1 = 2 N2 = 2
5. t hitung =
( X 1−X 2 )−Do
√( S12
N 1 )+( S22
N 2 )=
(117,34−91,24 )−0
√( 162,832
2 )+( 61,022
2 )=
26,1
√13256,80+1861,72
= 26,1
1976,86
= 0,013
6. .... Ho ditolak jika –t α2
< t hitung < t α2
= -t0,25<0,013<t0,025
= -6,314<0,013<6,314
Interpretasi:
32
berati Ho ditolak, maka tidak ada beda nyata antara kompos yang terbuat
dari kotoran sapi cair dan kotoran sapi padat.
3. Suhu dan Keasaman
Hari ke
-1
Hari ke
-2
Hari ke
-3
Hari ke
-4
Hari ke
-5
Hari ke
-6
Hari ke
-7
Hari ke
-8
Hari ke
-9
Hari ke
-10
Hari ke
-11
Hari ke
-12
Hari ke
-13
Hari ke
-14
Hari ke
-1505
101520253035404550
SUHUPH
Grafik 1. Suhu dan Keasaman Kelompok 1
Hari ke
-1
Hari ke
-2
Hari ke
-3
Hari ke
-4
Hari ke
-5
Hari ke
-6
Hari ke
-7
Hari ke
-8
Hari ke
-9
Hari ke
-10
Hari ke
-11
Hari ke
12
Hari ke
-13
Hari ke
-14
Hari ke
-1505
101520253035404550
SUHUPH
Grafik 2. Suhu dan Keasaman Kelompok 2
33
Hari ke
-1
Hari ke
-2
Hari ke
-3
Hari ke
-4
Hari ke
-5
Hari ke
-6
Hari ke
-7
Hari ke
-8
Hari ke
-9
Hari ke
-10
Hari ke
-11
Hari ke
-12
Hari ke
-13
Hari ke
-14
Hari ke
-1505
1015202530354045
SUHUPH
Grafik 3. Suhu dan Keasaman Kelompok 3
Hari ke
-1
Hari ke
-2
Hari ke
-3
Hari ke
-4
Hari ke
-5
Hari ke
-6
Hari ke
-7
Hari ke
-8
Hari ke
-9
Hari ke
-10
Hari ke
-11
Hari ke
-12
Hari ke
-13
Hari ke
-14
Hari ke
-1505
1015202530354045
SUHUPH
Grafik 4. Suhu dan Keasaman Kelompok 4
4. Pupuk An-organik
Higroskopisitas
Tabel 2.
34
Tabel Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 1
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapanZA 9.57 -0,43 9.95 -0,05 10,25 0,25 10,35 0,35
SP 36 10,52 0,52 10,63 0,63 10,75 0,75 10,7 0,7
Urea 10,08 0,08 10,55 0,55 11,6 1,6 12,5 2,5
Ponska 12,03 2,03 13,1 3,1 14,3 4,3 15,5 5,5
KCl 10,54 0,54 10,84 0,84 11,25 1,25 11,7 1,7
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4-1
0
1
2
3
4
5
6
-0.43-0.05 0.25 0.350.520.63000000
00000030.75000000
00000030.70000000
00000010.08
0.55
1.6
2.52.03
3.1
4.3
5.5
0.540.84000000
00000011.25
1.7
ZASP 36UreaPonskaKCl
Grafik 5. Higroskopisitas kelompok 1
Tabel 3.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 2
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan
ZA 12,1 2,1 11,9 1,9 11,65 0,65 10,24 0,24SP 36 10,85 0,85 10,7 0,7 10,95 0,95 10,1 0,1Urea 11,25 1,25 11,35 1,35 12,25 2,25 10,27 0,27
Ponska 12,4 2,4 13,45 3,45 15,45 5,45 10,65 0,65KCl 11,4 1,4 11,5 1,5 12,1 2,1 10,25 0.25
35
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 40
1
2
3
4
5
6
2.1 1.9
0.650000000000003 0.24
0.850000000000001
0.700000000000001
0.950000000000001
0.1
1.25 1.35
2.25
0.27
2.4
3.45
5.45
0.650000000000003
1.4 1.52.1
0.25
ZASP 36UreaPonskaKCl
Grafik 6. Higroskopisitas Kelompok 2
Tabel 4.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 3
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan Rerata
Serapan
ZA 12,05 2,05 11,2 1,2 10,95 0,95 11,1 1,1SP 36 11,65 1,65 11,25 1,25 10,55 0,55 10,6 0,6Urea 12,1 2,1 12,1 2,1 12,45 2,45 13,05 3,05
Ponska 13,1 3,1 13,6 3,6 14,8 4,8 16,05 6,05KCl 12,5 2,5 11,55 1,55 11,85 1,85 12,1 2,1
36
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 40
1
2
3
4
5
6
7
2.05
1.2 0.950000000000001
1.11.65
1.25
0.55 0.600000000000001
2.1 2.12.45
3.053.13.6
4.8
6.05
2.5
1.551.85 2.1
ZASP 36UreaPonskaKCl
Grafik 7. Higroskopisitas Kelompok 3
Tabel 5.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 4
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan
ZA 10,67 0,67 10,08 0,08 10,92 0,92 10,98 0,98SP 36 10,6 0,6 10,7 0,7 10,68 0,68 10,7 0,7Urea 11,4 1,4 11,6 1,6 13,82 3,82 13,82 3,82
Ponska 12,73 2,73 13,83 3,83 14,6 4,6 15,83 5,83KCl 11,6 1,6 11,44 1,44 12 2 12,27 2,27
37
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 40
1
2
3
4
5
6
7
0.670000000000003
0.08
0.92 0.980.600000000000001
0.700000000000001 0.68 0.70000000000
0001
1.4 1.6
3.82 3.82
2.73
3.83
4.6
5.83
1.6 1.442
2.27
ZASP 36UreaPonskaKCl
Grafik 8. Higroskopis Kelompok 4
Tingkat Kelarutan
Kelompok 1
% Kelarutan = 10−endapan
10×100 %
% Kelarutan Urea = 10−0.4
10×100 %=96 %
% Kelarutan ZA = 10−0.4
10×100 %=96 %
% Kelarutan Ponska = 10−2.51
10× 100 %=74.9%
38
% Kelarutan Sp36 = 10−8.22
10×100 %=17.8 %
% Kelarutan KCl = 10−0.34
10×100 %=96.6 %
Kelompok 2
% Kelarutan = 10−endapan
10×100 %
% Kelarutan Urea = 10−0.4
10×100 %=96 %
% Kelarutan ZA = 10−0.4
10×100 %=96 %
% Kelarutan Ponska = 10−2.51
10× 100 %=74.9%
% Kelarutan Sp36 = 10−8.22
10×100 %=17.8 %
% Kelarutan KCl = 10−0.34
10×100 %=96.6 %
Kelompok 3
% Kelarutan = 10−endapan
10×100 %
% Kelarutan Urea = 10−0.1
10×100 %=99 %
39
% Kelarutan ZA = 10−0.4
10×100 %=96 %
% KelarutanPonska = 10−3.4
10×100 %=66 %
% Kelarutan Sp36 = 10−8.5
10×100 %=15 %
% KelarutanKCl = 10−3.2
10× 100 %=68 %
Kelompok 4
% Kelarutan = 10−endapan
10x100 %
% Kelarutan Urea = 10−0.2
10x 100 %=98 %
% Kelarutan KCl = 10−0.96
10x100 %=90.4 %
% Kelarutan pondska = 10−1.32
10x 100 %=86.8 %
% Kelarutan SP36 = 10−8.45
10x100% = 15.5 %
% Kelarutan ZA = 10−0.16
10X 100 %=98.4 %
40
B. PEMBAHASAN
1. Kompos
Selama fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat.
Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protozoa mulai
bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan
(utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing
tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck,
2004).
Organisme yang bertugas dalam menghancurkan material organik
membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, dalam
proses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen
agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut
salah satunya dapat diperoleh dari kotoran ternak (manure). Nitrogen akan
bersatu dengan mikroba selama proses penghancuran material organik.
Setelah proses pembusukan selesai, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai
salah satu komponen yang terkandung dalam kompos.
Fase kematangan (ripeness) , Kompos akan berubah menjadi gelap,
wangi, remah, dan mudah hancur. karenanya kompos sudah dapat digunakan.
41
Dalam proses pengomposan, harus dilakukan pengontrolan terhadap
kelembaban, aerasi (tata udara), temperatur, dan derajat keasaman (pH).
Kelembaban antara 50-60% merupakan angka yang cukup optimal pada
pembuatan kompos. Pengomposan secara aerob membutuhkan udara,
sehingga perlu dilakukan pembalikan (turning) pada kompos agar tercipta
pergerakan udara. Temperatur akan naik pada tahap awal pengomposan,
namun temperatur tersebut akan berangsur-angsur turun mencapai suhu kamar
pada tahap akhir. Keasaman kompos akan meningkat, karena bahan yang
dirombak menghasilkan asam-asam organik yang sederhana dan keasaman ini
akan kembali normal ketika kompos telah matang.(Starbuck, 2004)
Faktor faktor yang menentukan kualitas hasil pengomposan atau kualitas
adalah sbb:
a. Struktur Bahan Baku
Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang
dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur,
dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman, proses
dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya
masih tinggi, kadar nitrogen tinggi, imbangan C/N yang sempit, serta
kandungan lignin yang rendah. Semakin banyak kandungan senyawa N,
bahan baku akan makin cepat terurai. Hal ini disebabkan jasad-jasad renik
pengurai bahan ini memerlukan senyawa Nuntuk
perkembangannya. (Murbandono, 1995)
b. Ukuran Bahan Baku
Proses Pengomposan dapat dipercepat dengan mengecilkan ukuran bahan
sehingga luas permukaan kontak lebih tinggi dan menjadi lebih peka terhadap
aktivitas mikroorganisme.(Simamora, 2006) menyatakan Ukuran bahan baku
kompos akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil
42
ukuran bahan (5-10 cm), maka proses pengomposan akan berlangsung lebih
cepat.
c. Suhu
Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan
meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses
dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme.
Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah
sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme
memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell et al., 1987)
d. Kadar air
Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan
pertumbuhannya Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal
bahan sekitar 60-65%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan
meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme.
Jumlah fungi yang beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh
lebih tinggi dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic)
sebab fungi mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik
disamping dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila
kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic,
kemudian kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan
menurun. (EPA, 1989).
e. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos
adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara
karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan
ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila
mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam
43
kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara
unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan
baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang
optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik
adalah 30 : 1.
Hasil perhitungan kadar C/N rasio kompos tiap kelompok berbeda-beda,
hasilnya adalah: Kelompok 1 C/N rasionya adalah 232,47 %, Kelompok 2
C/N rasionya adalah 2,20 %, Kelompok 3 C/N rasionya adalah 48,09 %, dan
hasil perhitungan C/N rasio kelompok 4 adalah 134,38 %. Dari hasil
perhitungan C/N rasio kompos tiap kelompok tidak ada yang mendekati C/N
rasio kompos yaitu < 20 %. Hal ini dimungkinkan ada kesalahan pada saat
analisa kadar C dan N. Pada kelompok 2 analisa C/N organik dilakukan
sampai dengan 3 kali, karena saat praktikum kelompok kami melakukan
kesalahan, yaitu pada saat titrasi volume HCl sangat tinggi hampir mencapai
volume 80 ml. Faktor ini kemungkinan bisa dari human error atau bahkan
karena alat-alat laboratorium yang tingkat kebersihannya kurang diperhatikan
oleh laboran, dan pada saat destruksi nyala api tidak stabil bahkan sering
dimatikan. Ini juga dapat berpengaruh dalam analisa, sebab dapat
memperlama tingkat kejernihan bahan saat didestruksi, akibatnya untuk
langkah kerja selanjutnya yaitu destilasi akan terhambat.
f. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara
aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan
tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah
sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan
selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat
secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis
mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut.
44
g. Aerasi
Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi
(pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang
baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk
menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang
dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat
beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat
aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara
membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga
dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui
saluran-saluran aerasi.
h. Pengadukan (Homogenisasi)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap proses pengomposan adalah
pengadukan. Bahan baku kompos terdiri dari campuran berbagai bahan
organik yang memiliki sifat terdekomposisi berbeda (ada yang mudah dan
sukar terdekomposisi). Apabila campuran bahan ini tidak diaduk, maka proses
dekomposisi tidak berjalan secara merata. Akibatnya, kompos yang dihasilkan
kurang bagus. Karena itu, sebelum dan selama proses pengomposan,
campuran bahan baku kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak
bahan organik bisa menyebar secara merata. Dengan demikian, kinerja
mikroba perombak bahan organik bisa lebih efektif. Pengadukan sebaliknya
dilakukan seminggu sekali. Standar kualitas kompos kualitas kompos
biasanya diidentikan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya,
kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengkomposan.
i. Pembalikan
45
Pengomposan secara aerobik memerlukan sejumlah besar oksigen,
terutama selama proses awal. Jika suplai oksigen terbatas, proses
pengkomposan menjadi anaerobik, sehingga proses terjadi lebih lambat dan
berbau. Kandungan oksigen dalam tumpukan akan berubah dengan
pembalikan secara manual. Pembalikan dibutuhkan juga pada saat adanya
perbedaan temperatur pada tumpukan. Ketersediaan oksigen, dan aktivitas
microbial akan berpengaruh terhadap temperatur tumpukan kompos.
Sepanjang proses pengomposan oksigen habis dengan cepat oleh mikroba
ketika terjadi proses metabolisme zat organik. Oksigen menjadikan proses
pengomposan jadi melambat dan menurunkan temperatur. Pemberian udara
pada pupuk kompos dengan pembalikan adalah untuk memastikan persediaan
oksigen yang cukup bagi mikroba. Ketersediaan Oksigen dan Pembalikan.
Kadar oksigen yang ideal adalah 10%-18%(kisaran yang dapat diterima
adalah 5%-20%). Jika tumpukan terlalu lembab maka proses pengomposan
akan terhambat, ini dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara
didalam tumpukan, sehingga akan membatasi kadar oksigen dalam tumpukan.
Kekurangan oksigen mengakibatkan mikroorganisme aerobik mati dan akan
tergantikan oleh mikroorganis mean aerobik. Tetapi dengan adanya
pembalikan pada tumpukan kompos akan mengembalikan kondisi tumpukan
menjadi normal kembali . Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar
air yang tinggi pada bahan organik yangakan dikomposkan dan untuk menjaga
agar pada proses pengomposan selalu ada udara segar.
2. Probiotik
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau
proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana
dengan bantuan mikroorganisme. Aktivator Pengomposan yang digunakan
adalah kotoran ternak atau rumen sapi untuk mempercepat proses
pengomposan.
46
Pada hasil pengomposan dengan dua macam probiotik yaitu menggunakan
urin sapi dan kotoran sapi padat. Berdasarkan hasil analisis varians diperoleh
hasil bahwa pada penggunaan dua macam probiotik dalam pengomposan
hasilnya tidak ada pengaruhnya secara nyata terhadap hasil pengomposan.
Aktivator (starter kompos) merupakan dekomposer yang terdiri dari
bakteri pengurai, cendawan dan mikroba pengurai lainnya yang telah diisolasi
yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik.
Penggunanan aktivator ini (penggunaan probiotik dari kotoran sapi) dapat
mempercepat proses pengomposan dari 4 – 6 bulan menjadi 3 – 4 minggu.
3. Keasaman (pH)
Hasil pengukuran PH pada pemgomposan diperoleh hasil tiap kelompok
yaitu: kelompok 1 sebesar 7,97 , kelompok 2 sebesar 8,01 , kelompok 3 sebesar
7,94 dan kelompok 4 sebesar 8,02. Hasil dari keempat kelompok tersebut telah
diperoleh hasil dengan rata- rata PH pengomposan sebesar 7,99.
bahan organik dengan nilai pH antara 3 dan 11 dapat dikomposkan, pH
optimum berkisar antara 5,5 dan 8. Bakteri lebih senang pada pH netral.
Fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak masam. Kondisi alkalin
kuat menyebabkan kehilangan nitroge, hal ini kemungkinan terjadi apabila
ditambahkan kapur pada saat pengomposan berlangsung. Kondisi sangat asam
pada awal proses dekomposisi menunjukkan proses dekomposisi berlangsung
tanpa terjadi peningkatan suhu. Biasanya pH agak turun pada awal proses
pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Dengan
munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisi maka pH
bahan kembali naik setelah beberapa hari dan pH berada pada kondisi netral.
(Sutanto, 2002)
Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses
pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :
47
pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang
terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat.
Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan
mikroorganisme.
pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan
kematian jasad renik.
4. Temperatur (Suhu)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang
sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam
menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola
perubahan temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe
dan jenis mikroorganisme. Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi
yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan
indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan
kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh
mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada
tahap awal pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat
dan menaikkan suhu.
Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF
hingga hingga mencapai 160OF dimana aktifitas mikroorganisme
adalah mesophilic dan berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun
maka mikroorganisme mesophilic kembali aktif. Dan setelah suhu stabil
proses pematangan kompos mulai terjadi.Temperatur dan tinggi tumpukan
mempengaruhiMetabolisme mikroorganisme dalam tumpukanmenimbulkan
energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akantersimpan
di dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau
48
aerasi. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan
temperatur tumpukan.
Hasil pengukuran suhu tiap kelompok pada saat proses pengomposan
yaitu sbb: kelompok 1 sebesar 31,81 °C, kelompok sebesar 2 31,46 °C,
kelompok 3 sebesar 29,90 °C dan kelompok 4 sebesar 30 °C. Dengan hasil
rata –rata suhu semua kelompok diperoleh hasil sebesar 30,8 °C. Nilai ini
tidak sesuai dengan teori, karena temperatur yang tepat saat pengomposan
berkisar antara 40 – 50 °C.
Adanya perbedaan suhu ini Kemungkinan ada beberapa faktor yaitu :
Saat pengomposan berlangsung sering kali tidak dilakukan pembalikan.
Proses pembalikan ini berfungsi sebagai aerasi Aerasi (pengaturan udara)
yang baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk
menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang
dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat
beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat
aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara
membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga
dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui
saluran-saluran aerasi.
Kadar air pada bahan kurang
Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan pertumbuhannya
Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal bahan sekitar 60-65%,
karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan meningkat lagi. Hal
tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme. Jumlah fungi yang
beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh lebih tinggi
dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic) sebab fungi
mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik disamping
dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila kadar air
49
meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic, kemudian
kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan menurun.
5. Pupuk An-organik
Pada praktikum kesuburan tanah mengidentifikasi pupuk yang bertujuan
untuk mengenal berbagai jenis pupuk dan mengidentifikasi sifat-sifat pupuk.
Disini Praktikan diperkenalkan berbagai jenis pupuk antara lain: pupuk ZA,
SP36, Urea, KCl dan Ponska. Dari hasil praktikum yang kami lakuakan
diperoleh hasil tingkat kelarutan dan higroskopisitas terhadap masing-masing
pupuk yaitu (Notohadiprawiro,dkk., 1997) :
ZA
pupuk amonium sulfat (ZA) yang memiliki sifat fisik sebagai berikut :
bentuk butiran lembut,warna putih gula, senyawa anorganik, kelarutan
cepat,mengalami higroskopisitas, grade pupuk (21-0-0) dan memiliki sifat
kimia sebagai berikut Rumus kimia (NH4)2SO4, kadar hara 21% N, sifat
fisiologis Asam.
SP36
pupuk SP36 (Ca H2PO4) yaitu dengan sifat fisik berbentuk Butiran kasar.
warna Abu-abu, Senyawa Anorganik, kelarutan Lambat, tidak Higroskopisitas
karena berbentuk butiran kasar, Grade pupuk : (0-36-0) artinya hanya
mengandung unsure hara,s ifat fisiologis Basa karena terdapat Ca pupuk
pupuk yang mengandung unsure Ca, Pada umumnya bersifat Basa.
Urea
pupuk Urea CO (NH2)2 dengan sifat fisik berbentuk butiran Kasar, warna
putih, senyawa anorganik, kelarutan Cepat, Higroskopisitas karena pupuk
berbentuk Kristal yang mudah menguap, grade pupuk (46-0-0) Artinya hanya
mengandung unsur hara primer 40% N, kadar hara : 46% N, sifat fisiologis
Asam karena banyak mengandung nitrogen yang terlalu bayak apabila
pengapliasian terlalu banyak menyebabkan tanah menjadi masam.
50
KCl
pupuk KCl/MOP memiliki sifat fisika sebagai berikut ; bentuk butiran
lembut, warna merah+putih, senyawa anorganik, kelarutan cepat,
higroskopisitas, grade pupuk (0-0-60) dengan sifat fisik kadar hara 60% K2O,
sifat fisiolois Asam.
Ponska
Spesifikasi pupuk ponska
Nitrogen (N) : 15%
Fosfat (P2O5) : 15%
Kalium (K2O) : 15%
Sulfur (S) : 10%
Kadar air maksimal 2%
Bentuk butiran
Warna merah muda
Dikemas dalam kantong bercap kerbau emas dengan isi bersih 50 dan 20
kg.
Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk PHONSKA
Higroskopis
Mudah larut dalam air
Mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus
Kandungan unsur hara setiap butir pupuk merata
Larut dalam air sehingga mudah diserap tanaman
Sesuai untuk berbagai jenis tanaman
Meningkatkan produksi dan kualitas panen
51
Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan
kekeringan
Menjadikan tanaman lebih hijau dan segar karena banyak mengandung
butir hijau daun
Memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik
Memacu pembentukan bunga, mempercepat panen dan menambah
kandungan protein
Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan dapat mengurangi risiko rebah
Memperbesar ukuran buah, umbi dan biji-bijian
Meningkatkan ketahanan hasil selama pengangkutan dan penyim-panan.
Memperlancar proses pembentukan gula dan pati.
BAB V
KESIMPULAN
1. Penggunaan probiotik dengan dua macam jenis yaitu dengan menggunakan
urin sapi dan kotoran sapi padat tidak ada pengaruhnya secara nyata pada saat
pengomposan.
2. Dari hasil pengomposan bahan organik, didapat hasil kompos dengan warna
kehitam – hitaman, kompos sedikit agak liat (bila dikepal masih menggumpal
dan masih keluar sedikit air) dan masih agak bau.
3. Hasil pengukuran suhu dan keasaman (pH) pada kompos diperoleh nilai
dengan rata-rata semua kelompok pH sebesar 7,99 dan suhu sebesar 30,8 °C.
4. Rasio C/N kompos diperoleh hasil tiap kelompok berbeda-beda yaitu:
kelompok 1sebesar 232,47 %, kelompok 2 sebesar 2,20 %, kelompok 3
sebesar 48,09 % dan kelompok 4 sebesar 134,38 %.
52
5. Dari indentifikasi pupuk organik yang kami lakukan, tingkat kelarutan
diurutkan dari paling tinggi ke terendah tingkat kelarutannya adalah: KCl,
Urea, ZA, Ponska dan SP36.
DAFTAR LAMPIRAN
DATA KELOMPOK 1
PUPUK ORGANIK (dengan probiotik kotoran sapi cair /urin)
Acara I Probiotik
Bahan urin sapi 500 ml
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu1 6,26 352 7,12 343 6,90 34
53
4 7,70 345 7,80 33,36 8,28 337 8,21 298 8,54 329 8,40 3010 8,40 2811 8.22 27,312 8.23 2913 8,38 3914 8,52 3015 8,67 29,67
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml Berat sampel : 100 mg
Sampel : 1,0 ml
Tabel pengamatan kadar C-organik
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
Berat sampel
100 mg 100 mg 100 mg 100 mg
Titrasi blanko
6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml
Titrasi Sampel
1,0 ml 2,5 ml 3,7 ml 1,7 ml
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 34 ml
Titrasi : Blanko : 0,1 ml
54
Sampel : 0,1 ml
Berat sampel : 250 mg
Volume tirasi : 10 ml
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat Botol
Botol + Sampe
l
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1 26.132
37,706 30,754 29,272 29,265 29,266 29,243 29,280 29,234 29,236 konstan
2 25,279
36,970 30,139 28,653 28,556 28,660 28,637 28,676 28,631 28,630 konstan
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
ZA 10,04 9,09 10,04 9,85 10,3 10,2 10,6 10,1SP 36 10,03 11,01 10,24 11,01 10,5 11,0 10,3 11,1Urea 10,07 10,09 11,01 10,09 11,7 11,5 12,8 12,2
Ponska 12,01 12,05 13,13 13,06 13,7 14,9 14,9 16,1KCl 10,04 11,04 10,62 11,06 10,8 11,7 11,1 12,3
55
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Berat Pupuk+Kertas
(A)
Berat Kertas (B)
A – B
(C)
% kelarutan
ZA 1,8 1,2 0,6 94 %SP 36 9,5 1,9 7,6 24%Urea 2,2 2 0,2 98%
Ponska 5,3 2,4 2,9 71%KCl 4,6 2,2 2,4 76%
DATA KELOMPOK 2
Pengomposan dengan kotoran sapi padat
ACARA III. Suhu dan Keasaman
Pengamata
n ke-
pH Suhu
1 7,08 36
2 6,92 34
3 7,17 34
4 7,74 34
5 7,83 34
6 8,05 31,33
7 8,80 31,33
56
8 8,08 31
9 8,06 30
10 8,20 29
11 8,19 29,67
12 8,50 29,3
13 8,20 28,66
14 8,60 30
15 8,81 29,67
ACARA IV. Kadar C-organik
Titrasi blanko = 6,6 ml
Titrasi sampel = 2,5 ml
ACARA V. Kadar N total
Titrasi blanko ( H2SO4) : 78,4 ml
Titrasi sampel : 52,5 ml
ACARA VI. Rasio C/N
Botol + tutup ulangan I : 31,808 g
Botol + tutup ulangan II : 32, 371 g
Botol + isi ulangan I : 41,376 g
57
Botol + isi ulangan II : 43,522 g
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat Botol
Botol + Sampel
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/51 31,808 41,376 36,584 34,325 34,332 34,315 34,287 34,287 konstan konstan
2 32,371 43,522 38,249 35,469 35,481 35,479 35,461 35,498 35,453 konstan
ACARA VII. Higroskopis
Pupuk 1 Mei 2013 8 Mei 2013 15 mei 2013 24 Mei 2013
I II I II I II I II
ZA 10,9 13,3 10,8 13 10 13,3 10,14 10,35
SP36 10,9 10,8 10,7 10,7 11 10,9 10,11 10,09
Urea 11,3 11,2 11,5 11,2 12,5 12 10,31 10,23
Ponska 12,5 12,3 13,5 13,4 15,4 15,5 10,64 10,66
KCl 11,3 11,5 11,5 11,5 12 12,2 10,25 10,25
ACARA VIII. Tingkat kelarutan
Pupuk Kertas+endapan
(gr)
Kertas saring (gr) Endapan (gr)
Urea 2,7 2,3 0,4
58
ZA 2,4 2 0,4
Ponska 5,45 2,94 2,51
SP36 10,9 2,68 8,22
KCl 2,39 2,05 0,34
59
DATA KELOMPOK 3
PUPUK ORGANIK
Acara I Probiotik
Bahan urin sapi 500 ml
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu1 7,43 292 7,09 283 7,59 31,34 7,34 325 7,51 336 8,04 287 8,11 30,78 8,05 329 8,36 3010 8,20 3011 8,29 33,312 8,15 28,313 8,42 2714 8,27 26,615 8,33 29,33
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml
Sampel : 3,7 ml
Berat sampel : 100 mg
60
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml
Titrasi : Blanko : 0,5 ml
Sampel : 0,3 ml
Berat sampel : 250 mg
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat Botol
Botol + Sampel
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/51 25,84
441,496 35,161 30,416 30,415 konstan konstan konstan konstan konstan konstan
2 25,669
41,045 34,268 29,613 29,603 29,564 29,464 29,190 29,142 29,141 konstan
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
ZA 12 12,1 11,2 11,2 10,8 11,1 11 11,2SP 36 11,5 11,8 11,3 11,2 10,6 10,5 10,6 10,6Urea 12 12,2 12 12,2 12,5 12,4 13 13,1
Ponska 13 13,2 13,5 13,7 14,7 14,9 15,9 16,2KCl 12,5 12,5 11,4 11,7 11,8 11,9 12,1 12,1
61
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk
Berat Pupuk+Kertas
(A)
Berat Kertas (B)
A – B
(C)
% kelarutan
ZA 2,4 2 0,4 96 %SP 36 11,5 3 8,5 15 %Urea 2,1 2 0,1 99 %
Ponska 5,9 2,5 3,4 66 %KCl 5,2 2 3,2 68 %
DATA KELOMPOK IV
Acara I Probiotik
Bahan kotoran sapi 500 g
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu1 6,83 292 7,67 283 7,19 31,34 7,57 325 7,77 336 7,97 287 7,87 30,78 8,14 32,39 8,40 3110 8,37 2711 8,51 29,312 8,76 27,313 8,79 27,614 8,33 2715 8,55 27,33
62
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml
Sampel : 1,7 ml
Berat sampel : 100 mg
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml
Titrasi : Blanko : 0,5 ml
Sampel : 0,4 ml
Berat sampel : 250 mg
Kadar Lengas Kompos
Sampe
l
Penimbangan ke-
Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 30,846 26,197 26,86 26,183 26,181 26,173 26,183 26,167 26,166 konstan
2 32,953 28,407 28,364 28,366 28,365 konstan konstan Konstan Konstan konstan
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
63
Jenis
Pupuk
Sampel Bobot (gram)
1 2 3 4
KCL 1 11,5 11,7 12,02 12,33
2 11,17 11,18 11,97 12,21
SP 36 1 10,5 10,6 10,64 10,66
2 10,7 10,8 10,71 10,74
PONSKA 1 13,15 14,15 15,57 16,27
2 12,3 13,5 13,62 15,38
UREA 1 11,4 11,6 13,04 13,94
2 11,4 11,6 13,01 13,69
ZA 1 10,6 10,7 10,81 10,91
2 10,74 10,9 11,03 11,05
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Kertas + Pupuk
(gram)
Kertas (gram) Pupuk (gram)
UREA 2,8 2,6 0,2
KCL 2,68 1,72 0,96
PONSKA 3,83 2,51 1,32
SP 36 11,46 3,01 8,45
ZA 2,49 2,33 0,16
64
Gambar 1. Hasil pembuatan probiotik Gambar 2. Hasil Pembuatan Kompos
Gambar 3. pupuk anorganik Gambar 4. Hasil Destilasi
Gambar 5. Proses Dekstruksi
65
Gambar 6. Proses destilasi Gambar 7. Alat destilasi
Gambar 8. Higroskopisitas Gambar 9. Mahasiswa Praktikan