Download - Laporan Kasus Gimul - Abses Periodontal.docx
LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 19 TAHUN DENGAN
ABSES PERIODONTAL EC ERUPSI DIFFISILIS
Disusun Oleh
Elva Kadarhadi 22010112210014
Endrik Baskara 22010112210015
Loraine Harinda 22010112210030
Pembimbing
drg. Gunawan Wibisono, Msi.Med
BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi
jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut.
Abses rongga mulut yang paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses
periapikal. Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir
pada jaringan periodonsium. Abses periodontal ini dapat diklasifikasikan
berdasarkan lokasi abses (abses gingiva, abses periodontal dan abses perikoronal),
berdasarkan jalannya lesi (abses periodontal akut dan abses periodontal kronis)
dan berdasarkan jumlah abses (abses periodontal tunggal dan abses periodontal
kronis).
Abses periodontal merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga
yang paling sering terjadi. Etiologi terjadinya abses periodontal dapat dibagi atas
dua yaitu abses yang berhubungan dengan periodontitis dan yang tidak
berhubungan dengan periodontitis. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada
abses periodontal adalah Porphyromonas gingivalis, Provotella intermedia dan
Fusobakterium nucleatum. Abses periodontal dapat menyebabkan kehilangan gigi
dan penyebaran infeksi. Diagnosis abses periodontal diperoleh berdasarkan gejala-
gejala yang dijumpai pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi, keluhan-
keluhan pasien serta melalui riwayat medis gigi pasien. Diagnosis banding abses
periodontal adalah infeksi akut seperti abses periapikal, kista periapikal lateral,
fraktur vertikal akar dan abses endo-periodontal.
Abses periodontal merupakan salah satu dari beberapa kondisi klinik
dalam periodontik sehingga pasien diharapkan untuk segera mendapatkan
perawatan. Apabila tidak dilakukan perawatan atau perawatan yang adekuat, akan
menyebabkan kehilangan gigi dan penyebaran infeksi ke bagian tubuh yang lain.
Oleh karena itu, diagnosa yang tepat harus ditegakkan agar dapat dilakukan
perawatan yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada
jaringan periodontal. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral
atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat
dengan cepat merusak jaringan periodontal terjadi selama periode waktu yang
terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti
akumulasi lokal pus dan terletak di dalam pocket periodontal.
2.2. KLASIFIKASI
Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
1. Berdasarkan lokasi abses
a. Abses gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada
marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi
akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak
mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah,
licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan sering
berfluktuasi.
b. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam
dinding gingiva pada pocket periodontal yang dapat menyebabkan
destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal
secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak
dirawat dan berhubungan dengan pocket periodontal yang sedang dan
dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran
klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa
sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat
purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif
bila diperkusi dan mungkin menjadi mobilitas serta kehilangan
perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.
Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari
pocket periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada
ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis
seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, setelah
pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik dan akibat dari
penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak berhubungan dengan
inflamasi penyakit periodontal termasuk perforasi gigi, fraktur dan
impaksi benda asing. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus
merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal.
Pembentukan abses periodontal merupakan penyebab utama kehilangan
gigi. Namun, dengan perawatan yang tepat dan perawatan preventif
yang konsisten, gigi dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat
dipertahankan selama bertahun-tahun.
c. Abses perikoronal
Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak
operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling
sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama
halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh
retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Gambaran
klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang
sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen,
trismus, limfadenopati, demam dan malaise.11
2. Berdasarkan jalannya lesi
a. Abses periodontal akut
Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit,
edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di
jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada
pocket periodontal, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai
demam dan limfadenopati.
b. Abses periodontal kronis
Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran
sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala
ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan
oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah homeostatis
antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak
terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang tumpul akan timbul dengan
adanya pocket periodontal, inflamasi dan saluran fistula.
3. Berdasarkan jumlah abses
a. Abses periodontal tunggal
Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor
lokal mengakibatkan tertutupnya drainase pocket periodontal yang ada.
b. Abses periodontal multipel
Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan
periodontitis tidak terawat setelah terapi antibiotik sistemik untuk
masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien multipel
eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa
gigi.
2.3. ETIOLOGI
Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis.
Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan
periodontitis adalah:
1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan
perluasan infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan
pus di dalam saku tertutup.
3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam
pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam
meningkatkan pengeluaran supurasi.
4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva
pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan
pembentukan abses.
b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan
dengan periodontitis adalah:
1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn,
potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.
2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3. Infeksi lateral kista.
Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi
predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental
tears dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis dan
perkembangan abses.
2.4. PATOGENESIS DAN HISTOPATOLOGI
Masuknya bakteri kedalam dinding pocket jaringan lunak merupakan
awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh
faktor kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi
inflamatori akan menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari
infeksi bakteri dan memproduksi pus. Secara histologis, akan ditemukan
neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi bagian tengah debris jaringan lunak
dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya, membran piogenik yang terdiri
dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju destruksi abses tergantung
pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan pH lokal. Adanya
pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.
2.5. MIKROBIOLOGI
Banyak artikel menuliskan bahwa infeksi purulen oral adalah
polimikroba, dan disebabkan oleh bakteri endogen. Topoll dkk, Newman dan
sims melaporkan bahwa sekitar 60 % di jumpai bakteri anaerob. Bakteri ini
tidak terlihat spesifik, tetapi diketahui patogen terhadap periodontal seperti
Porphyromonas gingivalis, Provotella intermedia dan Fusobakterium
nucleatum merupakan spesis bakteri paling banyak. Pada penelitian David
Herrera dkk juga melaporkan, selain ketiga bakteri diatas dijumpai juga
Porphyromonas melaninogenica, Bacteriodes forsythus, Peptostreptococus
micros dan Campylobacter rectus.
Menurut hasil penelitian Jaramillo A dkk terhadap sejumlah subjek
dilaporkan bahwa pada subingival abses periodontal dijumpai Fusobacterium
spp. (75%), P. intermedia/nigrescens (60%), P. gingivalis (51%) dan A.
Actinomycetemcomitans (30%). Pada umunya, mikrobiota pada subgingiva
abses periodontal ini terutama terdiri dari mikroorganisme yang berkaiatan
dengan penyakit periodontal. Bakteri penginfeksi batang gram negatif adalah
keenam kelompok organisme paling banyak (13 kasus, 21.7%) yaitu
Enterobacter aerogenes (3,3%), Pseudomonas spp. (3,3%), Klebsiella
pneumoniae (1,7%), Acinetobacter lwofii (1,7%), A. baumanii (1,7%),
E.agglomerans (1,7%), dan dikenal non fermenter batang gram negatif
(8,3%).
2.6. KOMPLIKASI ABSES PERIODONTAL
Komplikasi yang dapat timbul karena abses periodontal meliputi kehilangan
gigi dan penyebaran infeksi.
1. Kehilangan Gigi
Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya
dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah dan
selama fase pemeliharaan. Abses periodontal merupakan penyebab
utama dilakukan ekstraksi gigi pada fase pemeliharaan dimana terjadi
pembentukan abses yang berulang dan gigi mempunyai prognosis
buruk.
2. Penyebaran Infeksi
Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran bakteri dalam
jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui aliran
darah karenabakteremia dari abses yang tidak dirawat.
Pada abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering
menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses
periodontal. Cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan
mediastinitis dapat berasal dari infeksi odontogenik tetapi jarang berasal
dari abses periodontal. Namun, abses periodontal dapat berperan
sebagai pusat infeksi non oral. Abses periodontal bisa menjadi pusat
dari penyebaran bakteri dan produk bakteri dari rongga mulut ke bagian
tubuh lainnya dan menyebabkan keadaan infeksi yang berbeda. Pada
perawatan mekanikal abses periodontal bisa menyebabkan bakteremia
seperti pasien dengan endoprotesa atau imunokompromise dapat
menyebabkan infeksi non oral.
Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri
periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit.
Penyebaran bakteri periodontal dapat juga berakibat menjadi abses
otak. Sejumlah laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada
abses otak tersebut didapatkan adanya bakteri P.micros, F. nucleatum,
pigmen hitam pada bakteri batang anaerob dan Actinomyces spp,
diantaranya merupakan spesis bakteri periodontal anaerob yang
diisolasi dari abses intra cranial. Infeksi lain yang berhubungan dengan
abses periodontal adalah cervical nekrotizing fascitis dan cellulites pada
pasien kanker payudara.
2.7. PENATALAKSANAAN
Terapi abses periodontal dilakukan pada 2 fase yaitu penanganan fase
akut dan manajemen fase kronik. Pilihan terapi pada abses periodontal
meliputi:
1. Drainase melalui pocket atau dengan incisi
2. Scaling dan root planning
3. Pembedahan periodontal
4. Antibiotik sistemik
5. Pengambilan gigi
Sedangkan indikasi pemberian antibiotik pada pasien dengan abses
periodontal akut adalah:
1. Selulitis
2. Abses yang dalam, pocket yang sulit untuk dicapai
3. Demam
4. Lymphadenophaty regional
5. Pasien immunocompromise
Penanganan pada fase akut dilakukan untuk mengurangi gejala,
mencegah penyebaran infeksi dan pelaksanaan drainase. Sebelum melakukan
penanganan fase akut lakukan pemeriksaan riwayat medis, riwayat penyakit
gigi, serta periksa kondisi sistemik.
Drainase dilakukan melalui dua cara, yaitu:
1. Drainase melalui pocket periodontal
2. Drainase melalui eksternal incisi
Terapi Abses Gingiva
Terapi dilakukan setelah fase akut terlewati dengan menghilangkan
penyebab jika dimungkinkan. Untuk kenyamanan selama terapi diberikan
topikal atau lokal anestesi dengan infiltrasi. Jika memungkinkan dapat
dilakukan scaling dan root planning untuk drainase dan menghilangkan
deposit mikroba.
Incisi dilakukan pada area yang berfluktuasi kemudian dilakukan pengeluaran
eksudat. Materi asing dibuang. Kemudian daerah tersebut diirigasi dengan air
hangat dan ditutup kasa lembab dibawah tekanan cahaya. Setelah perdarahan
berhenti pasien diminta untuk berkumur menggunakan air garam yang hangat
setiap 2 jam. Evaluasi kembali setelah 24 jam. Jika resolusinya baik maka
dilakukan penyelesaian scaling dan root planing. Jika lesi residual besar atau
dalam kondisi buruk maka dilakukan akses bedah.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. Dyah Ratnasari
Umur : 19 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk RSDK : 29 Oktober 2013
No CM : C447180
Alamat : Pamutih, Kecamatan Ulujami, Pemalang.
3.2. KELUHAN SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 29 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB di Poli
Gigi dan Mulut RSDK.
1. Keluhan utama : Gusi belakang kanan bawah bengkak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 minggu yang lalu, pasien mengeluh gusi belakang kanan bawah
bengkak karena gigi geraham kanan belakang tumbuh.
± 1 hari yang lalu, saat sedang makan benjolan bengkak pecah dan
mengeluarkan nanah, nyeri (+), nyeri berkurang bila pasien minum
ponstan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini (-)
Riw. Penyakit jantung (-)
Riw. Hipertensi (-)
Riw. Diabetes (-)
Riw. Hemophilia (-)
Penyakit lain (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat menderita penyakit seperti ini disangkal.
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien belum bekerja, biaya pengobatan ditanggung oleh orang tua.
Sosial ekonomi cukup.
3.3. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2013 pukul 11.15 WIB di Poli Gigi
dan Mulut RSDK.
Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan gizi : Cukup
2. Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg RR: 18x/Menit
HR : 80 x/Menit T : 37,0 °C
3. Pemeriksaan Ekstraoral
a. Wajah
Inspeksi : Asimetris (-), oedem (-), Trismus (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) maxilla anterior, garis fraktur (-),
irregularitas tulang (-)
Mata : Visus dbn, diplopia (-), injeksi konjungtiva (-)
Hidung : Deviasi (-), discharge (-), septal hematoma (-)
Telinga : Discharge (-)
b. Leher
Inspeksi : Pembesaran nnll (-/-)
Palpasi : Pembesaran nnll (-/-)
4. Pemeriksaan Intraoral
Mukosa pipi : Edema -/-, hiperemis -/-
Mukosa palatum : Edema -/-, hiperemis -/-, benjolan -/-
Mukosa dasar mulut : Edema -/-, hiperemis -/-
Mukosa pharynx : Edema -/-, hiperemis -/-
Kelainan peridontal : (-)
Ginggiva atas : Edema -/-, hiperemis -/-
Ginggiva bawah postor : Edema +/-, hiperemis +/-, nyeri tekan +/-,
tampak daerah berwarna kekuningan dengan
area hiperemis disekitarnya
Karang gigi : (-)
Pocket : (-)
Status Lokalis
Pemeriksaan Intra Oral
Inspeksi : Abses pada ginggiva gigi 4.8
Partial Erupt : 1.8; 2.8; 3.8; 4.8
Gangren pada Gigi : (-)
Loss teeth pada Gigi : (-)
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Keluhan Utama : Abses periodontal 4.8 e.c Erupsi Diffisilis
Diagnosis Banding : Abses perikoronal 4.8 e.c Erupsi Diffisilis
Abses sub ginggiva 4.8 e.c Erupsi Diffisilis
Diagnosis Penyakit Lain : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi : Foto Panoramik
RENCANA TERAPI
1. Amoxilin 3x500 mg
2. Asam Mefenamat 3x500 mg
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan Abses Periodontal e.c Erupsi
Diffisilis. Dari anamnesis pasien mengeluh ± 2 minggu yang lalu, pasien
mengeluh gusi belakang kanan bawah bengkak karena gigi geraham kanan
belakang tumbuh. ± 1 hari yang lalu, saat sedang makan benjolan bengkak pecah
dan mengeluarkan nanah, nyeri (+), nyeri berkurang bila pasien minum ponstan.
Pasien belum pernah periksa ke dokter sebelumnya. Riwayat menderita penyakit
seperti ini disangkal.
Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan
ekstra oral tidak didapatkan kelainan. Mata, hidung, dan telinga tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan edema pada ginggiva gigi 4.8,
daerah kekuningan dengan tepi hiperemis(+), nyeri tekan (+), partial eruption
pada gigi 4.8.
Penegakkan diagnosis dilakukan menggunakan pemeriksaan radiologi
berupa X-Foto Panoramik. Penatalaksanaan definitif pada abses adalah drainase
pus melalui insisi abses. Obat yang diberikan berupa antibiotika sistemik
spektrum luas, yakni Amoxilin 3x500 mg dan anti analgetik, yakni Asam
Mefenamat 3x500mg. Terapi tersebut diberikan sebagai upaya penanganan pada
fase akut untuk mengurangi gejala nyeri dan mencegah penyebaran infeksi.
BAB V
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang wanita berusia 19 tahun dengan diagnosis Abses
Periodontal e.c Erupsi Diffisilis, dengan diagnosis banding Abses Perikoronal 4.8
e.c Erupsi Diffisilis dan Abses Subginggiva 4.8 e.c Erupsi Diffisilis. Penegakkan
diagnosis dilakukan menggunakan pemeriksaan radiologi berupa X-Foto
Panoramik. Penatalaksanaan definitif pada abses adalah drainase pus melalui
insisi abses. Obat yang diberikan berupa antibiotika sistemik spektrum luas, yakni
Amoxilin 3x500 mg dan anti analgetik, yakni Asam Mefenamat 3x500mg. Terapi
tersebut diberikan sebagai upaya penanganan pada fase akut untuk mengurangi
gejala nyeri dan mencegah penyebaran infeksi.