Download - Laporan Analisis Sperma
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian infertilitas telah meningkat belakangan ini. Paradigma yang
berkembang di masyarakat adalah ini merupakan kesalahan istri. Namun sebenarnya
baik wanita maupun pria dapat menyebabkan terjadinya infertilitas. Pemeriksaan
analisis sperma sangat dianjurkan untuk dilakukan pada pasutri yang memiliki
kesulitan untuk memiliki keturunan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas sperma, apakah memungkinkan untuk melakukan pembuahan atau tidak.
Proses pengambilan sampel pun cukup sederhana, tidak memerlukan tindakan invasif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk melakukan pemeriksaan analisis sperma sesuai prosedur
1.2.2 Untuk mengetahui struktur makroskopis dan mikroskopis sperma
1.2.3 Untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan sperma
1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam pemeriksaan sperma
1.3.2 Dapat mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan sperma
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa semen merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dapat menilai
kesuburan dari seorang pria. Semen, atau secara sehari-hari disebut sebagai (air) mani
serta cairan sperma, adalah cairan yang membawa sel-sel sperma yang dikeluarkan
dari uretra (pipa di dalam penis) pada saat ejakulasi. Fungsi utama semen adalah
untuk mengantarkan sel-sel sperma untuk membuahi sel telur yang dihasilkan oleh
ovum.
Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas
(kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal
ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku
petunjuk WHO “Manual for the examination of the Human Semen and Sperm-Mucus
Interaction“ (WHO, 1999).
Cara pengeluaran semen ada beberapa macam, yaitu : dengan cara
masturbasi, senggama terputus (coitus interruptus), pasca senggama, pemijatan
prostat, pengeluaran memakai kondom dan sebagai-nya. Tetapi untuk keperluan
analisis semen manusia hanya akan diuraikan mengenai masturbasi dan senggama
terputus, karena hanya masturbasi dan senggama terputus sajalah yang memenuhi
persaratan cara pengeluaran semen untuk dianalisis.
Bila semen dibagi menjadi 3 porsi menurut urutan keluarnya, maka porsi I
adalah hasil sekresi kelenjar bulbourethra dan kelenjar uretra, porsi II hasil sekresi
kelenjar prostat dan biasanya porsi ini mengandung spermatozoa paling banyak yang
berasal dari ampula dan epididimis. Porsi III yang paling banyak mengandung cairan
berasal dari vesikula seminalis (Suhadi, 1978; Purwaningsih, 1997).
Satu sendok teh cairan mani mengandung sekitar 21 kilojoules (kilo kalori)
dan 200-500 juta sperma sehingga dapat diperkirakan sperma hanya menyusun satu
persen saja dari cairan semen. Selain sperma, Sisanya sekitar 99 persen adalah cairan
mani terdiri dari gula fruktosa, air, ascorbic acid (vitamin C), asam sitrat, enzim,
protein, posfat, dan zinc.
2
Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak
serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara
berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh
hormone gonadtotropin dan testosterone.
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan
menjadi spermatosit primer.
Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi
(membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel
sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan
mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap
terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge).
Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
3
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase
yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa
empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu
jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan
ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan
dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari :
1. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan
bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim
hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
2. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
3. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan
untuk motilitas.
4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern
dan ductus ejakulotorius.
4
BAB 3
METODE PEMERIKSAAN
3.1. Alat :
- mikroskop
- pipet tetes
- gelas/tabung ukur kaca
- objek glass
- cover glass
- pipet leukosit
- bilik hitung Neubauer Improved (NI)
3.2. Bahan :
- semen
- NaCl fisiologis
- aquadest
- Larutan fikasasi etanol 95% : eter ( 1: 1)
- Cat Giemsa
3.3. Syarat pengumpulan bahan:
3.3.1 Sediaan semen diambil setelah abstinensia minimal 48 jam sampai
maksimal 7 hari dengan cara masturbasi
3.3.2 Sediaan semen idealnya dikeluarkan dalam kamar yang tenang
dalam laboratorium. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka
sediaan harus dikirim ke laboratorium dalam waktu maksimal 1
jam sejak dikeluarkan
5
3.3.3 Sediaan semen dimasukkan ke dalam botol/gelas kaca bermulut
lebar, yang ditulisi identitas penderita, tanggal pengumpulan dan
lamanya abstinensia
3.3.4 Sediaan semen dikirim ke laboratorium pada suhu 20-400C
3.4. Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan ini meliputi 6 buah pemeriksaan yang dapat dilihat secara
kasat mata, yaitu:
3.4.1. Warna
Diamati warna semen yang ada, apabila normal akan berwarna putih
kelabu homogen. Kadang didapatkan butiran seperti jeli yang tidak mencair.
Pada beberapa contoh warna abnormal misalnya apabila jernih menandakan
jumlah sperma sangat sedikit, merah kecoklatan terdapat adanya sel darah
merah, dan kuning terdapat pada penderita ikterus atau minum vitamin.
3.4.2. Bau
Semen normal apabila dibaui akan menghasilkan bau seperti bunga akasia.
3.4.3. Likuefaksi (mencairnya semen)
Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan. Normal
: mencair dalam 60 menit, rata-rata ± 15 menit.
3.4.4. Volume
Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca. Normal : > 2 ml.
3.4.5. Konsistensi
Cara :
- Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan
menetes
- Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum
Normal : benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung
pipet/jarum hanya sedikit.
3.4.6. pH
Cara :
- Teteskan sampel pada kertas pH meter
6
- Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan
kertas standar
Normal : pH 7,2 – 7,8
Abnormal : pH > 7,8 infeksi
pH < 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau
epididimis
3.5. Pemeriksaan mikroskopis
3.5.1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Cara :
- Teteskan 1 tetes sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan cover
glass
- Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya
minimal. Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lapang pandang, pada
suhu kamar
- Jumlah rata-rata sperma yang didapat dikalikan dengan 106
- Jumlah rata-rata sperma yang didapat, juga digunakan sebagai dasar
pengenceran saat penghitungan dengan bilik hitung Neubauer
Improved
- Tabel 1. Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma
Jumlah sperma / lapang pandang (400x) Pengenceran
< 15 1 : 5
15 – 40 1 : 10
40 – 200 1 : 20
7
> 200 1 : 50
3.5.2. Motilitas sperma
Cara :
- Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke objek glass, kemudian
tutup dengan cover glass
- Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal
- Pemeriksaan dilakukan dalam 4 -6 lapang pandang pada 200 sperma,
pada suhu kamar (180 – 240 C)
- Kecepatan gerak sperma normal adalah : 5 kali panjang kepala
sperma atau setengah kali panjang ekor sperma atau ± 25 μm/detik.
- Dilihat gerakan sperma dan diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka
(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus
(c) jika tidak bergerak maju
(d) jika sperma tidak bergerak
- Lakukan pemeriksaan ulangan dengan tetesan sperma kedua
3.5.3. Pemeriksaan vitalitas sperma
Cara :
– Jika sperma motil < 50 % px vitalitas/sperma yang hidup dgn
pengecatan supravital
– 1 tetes sampel segar + 1 tetes eosin 0,5% pd objek glass ditutup dgn
cover glass 1-2 mnt diamati dgn mikroskop (pembesaran 400x)
– Hitung persentase jumlah sperma yang mati (terwarnai oleh cat)
dengan yang hidup (tidak terwarnai oleh cat)
– Pemeriksaan ini untuk mengecek pemeriksaan motilitas persentese
sel mati tidak boleh melebihi persentase sperma tidak motil
8
3.5.4. Morfologi sperma
Cara :
- Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke salah satu ujung objek
glass
- Dengan objek glass kedua, dibuat apusan sampel seperti terlihat pada
gambar
- Sediaan dikeringkan di udara, selanjutnya difiksasi dengan etanol 95%
: eter (1 : 1), biarkan sediaan kering
- Kemudian cat dengan Giemsa selama 30 menit, bilas dengan air
bersih, keringkan dan preparat siap diperiksa
- Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal
- Pemeriksaan morfologi dilakukan pada 200 sperma meliputi kepala,
leher dan ekor, kemudian hasil yang didapat dibuat persentase
Sperma NormalAbnormal
Kepala leher ekor
1
9
2 ...dst
200
3.5.5. Pemeriksaan elemen bukan sperma
Cara :
- Dilakukan penghitungan sel selain sperma seperti leukosit, sel epitel
gepeng dan sel lain yang ditemukan. Pengitungan dilakukan dalam
100 sperma ditemukan berapa sel lain selain sperma
- Penghitungan :
C = N x S C : jumlah sel dalam juta / ml
100 N : jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma
S : jumlah sperma dalam juta / ml
3.5.6 Pemeriksaan hitung jumlah sperma
Cara :
- Siapkan hemositometer (pipet leukosit dan Bilik hitung NI)
- Pasang bilik hitung NI dibawah miroskop dengan pembesaran 100x
atau 400x, cari kotak hitung seperti terlihat dalam gambar.
Gambar 3. Kotak dalam bilik hitung NI
10
- Penghitungan dilakukan di kotak tengah yang terdiri dari 25 kotak
sedang yang masing-masing didalamnya terbagi lagi menjadi 16 kotak
kecil
- Hisap semen sampai angka 0,5, kemudian hisap pengencer
aquadest/NaCl fisiologis sampai angka 11 digunakan pengenceran
1 : 20. (Pengenceran lain dapat digunakan sesuai Tabel 1. Pengenceran
berdasarkan estimasi jumlah sperma)
- Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma
yang ditemukan :
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10 hitung 25 kotak
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40 hitung 10
kotak
jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40 hitung 5 kotak
- Buatlah rata-rata jumlah sperma
- Selanjutnya hitunglah jumlah sperma dan faktor koreksinya dengan
aturan seperti tertera dalam tabel 2
11
Tabel 2. Jumlah penghitungan kotak dan faktor koreksi jumlah sperma
Pengenceran
Jumlah kotak sedang yang dihitung
25 10 5
Faktor koreksi
1 : 10 10 4 2
1 : 20 5 2 1
1 : 50 2 0,8 0,4
12
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Untuk memeriksakan infertilitas pada suatu pasangan, kedua belah pihak
harus diperiksa. Pemeriksaan analisis sperma merupakan satu-satunya pemeriksaan
infertilitas pada pria yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah terjadi kelainan
pada sperma, baik dari segi jumlah, pergerakan, bentuk, atau cairan semen. Pasutri
yang memiliki kesulitan dalam mempunyai keturunan sangat dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan sperma, sehingga dapat diberikan tindakan lebih lanjut untuk
menanggulangi masalah tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralph C. 2009. Infertilitas dan Hal-Hal yang Berkaitan. Dalam : BS Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : EGC. Halaman 283.
Davey, Patrick. 2003. At A Glance Medicine. Jakarta : EGC. Halaman 282.
Sadler, Thomas W. 2010. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sono, Onny Pieters., 1978. Diktat Kuliah Analisa Sperma. Biomedik FK Unair. Suarabaya.
(unpublished). Halaman 13-14.
Sudoyo, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing.
Halaman 2171.
WHO. 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human Semen and Sperm-
Cervical Mucus Interaction. Fourth Edition. Cambridge University Press. Hlm 19-22.
14