LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
“KAJIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PAKAN SAPI POTONG MELALUI PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT
MENDUKUNG PROGRAM GERAKAN PENSEJAHTERAAN PETANI (GPP) DI SUMATERA BARAT”
KEMENTERIAN / LEMBAGA :
KEMENTERIAN PERTANIAN
Peneliti / Perekayasa :
1. Prof (R). Dr. Abdullah M. Bamualim, MSc
2. Dr. Wirdahayati R.B, MSc
3. Ir. Edy Mawardi, MP
4. Ir. Asmak
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
2012
Kode Judul : X. 210
2
DAFTAR ISI
Hal LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 2. Pokok Permasalahan 3. Maksud dan Tujuan 4. Metodologi Pelaksanaan
a. Lokus Kegiatan b. Fokus Kegiatan c. Bentuk Kegiatan
BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
a. Perkembangan Kegiatan b. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran b. MekanismePengelolaan Anggaran c. Rancangan dan Pengelolaan Aset d. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Administrasi Manajerial
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 1. Metode – Proses Pencapaian Target Kinerja
a. Kerangka Metode Proses b. Indikator Keberhasilan c. Perkembangan dan Hasil Kegiatan Litbangyasa
2. Potensi Pengembangan ke Depan a. Kerangka Pengembangan ke Depan b. Strategi Pengembangan ke Depan
BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan dan Program
a. Kerangka Sinergi Koordinasi b. Indikator Perkembangan Sinergi c. Perkembangan Sinergi Koordinasi
2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil
BAB V. PENUTUP 1. Kesimpulan a. TahapanPelaksanaan Kegiatan dan Anggaran b. Metode Pencapaian Target Kinerja c. Potensi Pengembangan ke Depan d. Sinergi Kelembagaan – Program e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan b. Keberlanjutan Dukungan Program RISTEK
DAFTAR PUSTAKA
1 2 3 4 5 5 6 7 7 7 8 8 9 9 9 10 12 12 13 13 13 14 14 14 15 16 24 24 24 25 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 28 28 29 29 30 30 31 32
3
DAFTAR TABEL
Halaman1. Ringkasan kajian dari jenis teknologi pakan, sasaran kelompok tani,
jenis usaha peternakan sapi dan lokasi kajian. 15
2. Ringkasan pelaksanaan kajian pada tiga kelompok tani di tiga kabupaten.
15
3. Karakteristik usia peternak 19
4. Tingkat pendidikan peternak 20
5. Kepemilikan lahan perkebunan sawit yang dimiliki peternak sapi 20
6. Pekerjaan utama peternak sapi responden 20
7. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan pendapatan peternak dari semua usahanya
21
8. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan berkebun sawit
21
9. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan Berternak Sapi
21
10. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan tanaman pangan
22
11. Sistem pemeliharaan sapi 22
12. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak 22
4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Saiyo Sakato, Pasbar 23
2. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Sinar Maju Jaya 24
3. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Gelora 25
5
BAB 1. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
Konsumsi daging per kapita masyarakat Indonesia pada tahun tahun 2010
sekitar 7 kg/kapita/tahun yang didominasi oleh daging ayam pedaging diikuti oleh
daging sapi sekitar 2 kg/kapita. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat
pendidikan dan pendapatan masyarakat berakibat pada terjadinya peningkatan
konsumsi daging sapi. Walaupun hasil sensus sapi potong di Indonesia pada tahun
2011 cukup menggembirakan, yakni mencapai 14,8 juta ekor, namun kemampuan
produksi sapi potong lokal masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk
yang besar sehingga apabila terjadi kenaikan konsumsi daging sapi sebesar 1
kg/kapita berarti diperlukan tambahan pemotongan sapi sekitar sejuta ekor sapi
lokal.
Pada hakekatnya, Indonesia yang memiliki sumberdaya alam yang besar dan
sangat berpotensi untuk meningkatkan pengembangan sapi potong nasional.
Sebagian besar (91%) ternak sapi potong dalam negeri dihasilkan oleh peternakan
sapi rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor/peternak. Dengan demikian,
pengembangan usaha peternakan sapi potong sesuai dengan tujuan pembangunan
ekonomi pemerintah yaitu pro poor, pro job dan pro growth. Memperhatikan kondisi
usaha peternakan sapi potong tersebut, maka perlu diupayakan pengembangannya
agar sesuai kondisi sumberdaya alam yang tersedia.
Secara umum, masalah utama pengembangan peternakan sapi potong di
Sumatera Barat (Sumbar), sebagaimana yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia
lainnya, adalah rendahnya kualitas dan kuantitas pakan. Sapi potong membutuhkan
hijauan dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin. Pemanfaatan sumberdaya
pertanian sebagai pakan alternatif menjadi pilihan untuk mengantisipasi
berkurangnya produksi hijauan rumput alam akibat pengaruh musim dan alih fungsi
lahan. Selama ini, sumberdaya sisa hasil pertanian belum digunakan secara optimal
sehingga manfaatnya secara ekonomis belum dirasakan.
Tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit di wilayah Sumbar, kini telah
mencapai seluas 350.000 ha, di antaranya 170.000 ha sawit telah menghasilkan.
Beberapa hasil ikutan dan produk tanaman sawit adalah pelepah sawit, lumpur sawit
(Solid), dan bungkil inti sawit (BIS). Pelepah sawit adalah hasil ikutan tanaman sawit
yang terbesar dan dapat berperan sebagai pengganti hijauan rumput, sedangkan
Solid merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan crude palm oil
6
(CPO). Kandungan gizi Solid cukup tinggi (protein sekitar 13%). BIS merupakan
sumber pakan berkualitas yang sebagian besar diekspor ke luar negeri, kandungan
proteinnya sekitar 15% dan harganya cukup bersaing,
Berdasarkan potensi sumberdaya alamnya, populasi dan produksi sapi potong
di wilayah Sumbar memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan lebih jauh lagi.
Sejalan dengan program tersebut, BPTP Sumbar sebagai institusi penelitian di
daerah, berperan dalam kegiatan pendampingan dan penyediaan teknologi.
Proposal ini dibuat dalam rangka memasyarakatkan teknologi pakan ternak berbasis
hasil ikutan tanaman sawit.
Tujuan pengkajian ini adalah: (a) Memperoleh informasi tentang peternakan
sapi potong di kawasan sentra produksi tanaman sawit, (b) Adaptasi teknologi maju
dalam pemberian pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit dan
menyosialisasikannya sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong, (c)
Mengevaluasi pemanfaatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit
bagi sapi potong,
2. POKOK PERMASALAHAN
Masalah utama pengembangan peternakan sapi potong di Sumbar adalah
rendahnya kualitas dan kuantitas pakan yang berakibat pada rendahnya tingkat
produktivitas sapi potong lokal. Kenyataannya, potensi pakan lokal yang tersedia
cukup besar, terutama yang berasal dari hasil ikutan tanaman sawit. Dewasa ini,
Sumbar memiliki areal kebun kelapa sawit sekitar 350.000 ha, termasuk seluas
170.000 ha yang telah berproduksi. Hal ini memperlihatkan adanya potensi yang
besar untuk menyediakan sumber pakan bagi sapi potong dengan kualitas
memadai, seperti: pelepah dan daun sawit dengan produksi sebanyak 1 juta ton,
Solid sebanyak 45.000 ton yang berpotensi dikonsumsi oleh 62.500 ekor sapi, serta
bungkil inti sawit (BIS) dengan produksi sebanyak 18.195 ton per tahun yang
mampu dikonsumsi oleh 25.000 ekor sapi (Buharman, 2011).
Hasil sensus sapi potong di Sumbar memperlihatkan bahwa populasinya hanya
sekitar 307.000 ekor, data ini jauh menurun dibanding data populasi tahun-tahun
sebelumnya yakni sekitar 600.000 ekor. Mengingat potensi sumberdaya alam yang
cukup besar, khususnya perkebunan sawit, maka relatif mudah untuk meningkatkan
populasi sapi potong di wilayah Sumbar. Salah satu cara mengembangkan sapi
potong adalah dengan cara memperluas rumah tangga usaha yang memelihara
7
ternak sapi, disamping meningkatkan produksi sapi potong. Hal ini sejalan dengan
program Pemerintah Daerah Sumbar yakni Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP).
Dalam GPP, berupaya meningkatkan populasi dan produksi sapi potong melalui
program Satu Petani Satu Sapi (SPSS). Sejalan dengan program tersebut, BPTP
Sumbar sebagai institusi penelitian di daerah berperan sebagai pendamping dan
penyedia teknologi. Proposal ini dibuat dalam rangka memasyarakatkan teknologi
pakan ternak berbasis hasil ikutan tanaman sawit.
3. MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan kegiatan pengkajian ini didasarkan pada hasil penelitian pada tahun-
tahun sebelumnya. Dalam tahun 2010 dan 2011 BPTP Sumbar telah melaksanakan
pengkajian tentang pemanfaatan hasil ikutan dan by-product tanaman sawit di
beberapa lokasi di Sumbar. Oleh karena itu, jenis teknologi yang diterapkan
bervariasi, tergantung pada kelompok sasaran, dukungan peralatan, dan jenis ternak
yang diusahakan.
Pada tahap pertama pendekatan yang ditempuh pada akhir kegiatan
penelitian dan pengkajian (litkaji) adalah melakukan diseminasi melalui Temu
lapang. Melalui temu lapang diinformasikan hasil litkaji yang merupakan motivasi
bagi penentu kebijakan dan para petani yang berada di sekitar lokasi kegiatan.
Pada tahap berikutnya dilakukan pendekatan melalui sosialisasi kepada
penentu kebijakan di daerah, khususnya instansi terkait. Pada umumnya Pemerintah
Daerah (Pemda) setempat menginginkan agar para petani menerapkan teknologi
pertanian yang unggul dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia.
Masalah utama dalam aplikasi teknologi pakan berbasis hasil ikutan sawit adalah
ketersediaan alat pendukung seperti alat pencacah (Chopper) serta jauh dekatnya
lokasi pabrik CPO sebagai penghasil Solid dan pabrik pengolah BIS. Oleh karena
itu, dukungan peralatan oleh Pemda setempat merupakan salah satu kunci
keberhasilan penerapan teknologi pakan.
4. METODOLOGI PELAKSANAAN
a. Lokus Kegiatan
Kajian ini merupakan kajian terapan yang dilaksanakan pada tiga kabupaten di
Sumatera Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan infomasi Dinas terkait dan
diutamakan kelompok tani yang berada pada kawasan Gerakan Pensejahteraan
8
Petani (GPP) ataupun satu petani satu sapi (SPSS) oleh Pemda Provinsi
Sumbar. Disamping itu kegiatan ini dilaksanakan pada lokasi kegiatan integrasi
sapi-sawit yang dilaksanakan melalui bantuan pusat dan daerah. Oleh karena itu,
kegiatan ini difokuskan pada tiga kabupaten sentra tanaman sawit di Sumatera
Barat, yakni: Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten
Dharmasraya. Pelaksanaan pengkajian berlangsung selama 8 (delapan) bulan
dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan September 2012.
b. Fokus Kegiatan
Pemanfaatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit dapat
meningkatkan produktivitas ternak sapi potong di wilayah sentra produksi kelapa
sawit Sumatera Barat.
c. Bentuk Kegiatan
Kajian ini merupakan kajian terapan pemanfaatan teknologi pakan berbasis sawit
kepada ternak sapi di daerah GPP berbasis sawit. Sebelum perlakuan kajian
terapan terlebih dahulu dilaksanakan survai pendahuluan terhadap peternak
untuk melihat tingkat pendapatan, pengetahuan dalam berternak, serta sejauh
mana tingkat adopsi peternak dalam memanfaatkan teknologi pakan berbasis
sawit.
9
BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Pengkajian ini dilaksanakan melalui tiga tahap kegiatan, yakni (i) Koordinasi
dengan instansi terkait, (ii) Kegiatan survai, dan (iii) Kegiatan kajian pemanfaatan
hasil ikutan tanaman sawit pada sapi potong.
a. Perkembangan Kegiatan
(i) Koordinasi dengan Instansi terkait:
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat
Dari hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan Propinsi Sumbar diperoleh data
populasi ternak sapisebanyak 307.000 ekor (hasil sensus tahun 2011). Sementara
itu Sumbar memiliki areal kebun kelapa sawit cukup luas yakni sekitar 350.000 ha,
daerah yang menjadikan sawit sebagai komoditas unggulannya dan terdapat ternak
sapi potong dengan jumlah yang cukup terdapat di tiga kabupaten, yaitu: Pasaman
Barat, Dharmasraya dan Sijunjung. Populasi Sapi potong di Dharmasraya sebanyak
32.555 ekor dengan produksi daging 306.000 kg/tahun, Pasaman Barat hanya
sebanyak 13.000 ekor dengan produksi daging 371.000 kg/tahun, sementara itu
Sijunjung terdapat sebanyak 44.500 ekor dengan produksi daging 745.000 kg/tahun.
Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Pasaman Barat
Hasil Koordinasi dengan Dinas Peternakan serta Dinas Perkebunan Pasaman Barat
didapatkan informasi bahwa Pasaman Barat memiliki perkebunan sawit seluas
102.000 ha, sekitar 77.000 ha termasuk perkebunan inti dan plasma, sementara
sisanya adalah perkebunan rakyat. Di Pasaman Barat terdapat sebanyak 13 pabrik
kelapa sawit (PKS), namun hanya lima di antaranya yang aktif dengan kapasitas
produksi masing-masing pabrik sebesar 40 hingga 80 ton CPO per jam. Informasi
lain yuang diperoleh adalah Kecamatan dan Nagari yang termasuk wilayah GPP
yang memiliki komoditas tanaman sawit dan ternak sapi potong adalah Nagari Kinali
dan Luhak nan Duo. Selain itu juga didapatkan informasi Kecamatan / Nagari Kinali
merupakan kawasan GPP yang cukup banyak populasi sapi dan tanaman sawitnya.
Di kecamatan tersebut terdapat pabrik pengolahan sawit yang menghasilkan Solid
yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Berdasarkan survai yang
dilaksanakan dalam penentuan peternak kooperator maka terpilih kelompok tani
“Saiyo Sakato” di Jorong Wonosari, Kecamatan Kinali, dikarenakan lokasi kelompok
ini berada cukup dekat dengan pabrik pengolahan sawit penghasil Solid.
10
Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Dharmasraya
Dari hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Dharmasraya didapatkan informasi luas perkebunan sawit 76.200 ha dengan
produksi mencapai 350.000 ton CPO di beberapa pabrik pengolahan sawit.
Dharmasraya memiliki beberapa daerah GPP, namun daerah yang berbasis sawit
tidak lagi masuk wilayah GPP karena tingkat perekonomian masyarakatnya dinilai
tergolong kelas menengah ke atas, namun ada beberapa nagari seperti Sikabau
yang memiliki peternak sapi potong dan areal kebun sawit yang terbatas, serta di
daerah Sitiung B, Nagari Sungai Duo, yang masih merupakan wilayah GPP memiliki
peternak sapi potong dengan areal kebun sawit yang memadai.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Sijunjung
Sementara itu hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Sijunjung didapatkan informasi luas perkebunan sawit 76.450 ha, daerah GPP yang
paling luas area kebun sawitnya adalah Kecamatan Kamang Baru yang mencapai
30.000 ha, di Kecamatan Kamang Baru ini terdapat beberapa Nagari yang memiliki
peternak sapi potong di antaranya adalah Nagari Kunangan Parit Rantang (Kunpar)
dan Nagari Muara Takuang. Kabupaten Sijunjung tidak memiliki pabrik pengolahan
sawit, namun jarak lokasi pabrik kelapa sawit (PKS) masih cukup dekat dengan
lokasi Nagari Kunpar yang berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya, dimana
sebagian anggota kelompok Sinar Maju Jaya tersebut bekerja pada PKS tersebut.
(ii). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit
Survai pendasaran dilakukan pada usaha sapi potong rakyat dengan fokus pada
lokasi sentra tanaman sawit. Dalam survai ini diamati pola budidaya sapi, skala
usaha, sumber pakan, pemanfaatan hasil ikutan sawit, produksi ternak, dan
pendapatan peternak. Juga dikumpulkan informasi lokasi GPP, ketersediaan alat
chopper, keberadaan bantuan integrasi sapi-sawit dan lokasi pabrik CPO. Jumlah
peternak yang disurvai telah terlaksana sebanyak 30 peternak pada tiap lokasi
kegiatan. Pemilihan kooperator ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Dinas
Peternakan setempat dan peninjauan ke lapangan. Kooperator yang telah
ditetapkan berdasarkan kriteria: kooperatif, lokasi mudah dijangkau, mempunyai
komitmen kuat meluangkan waktu serta tenaga demi kelancaran kegiatan, dan
11
bersedia menerapkan teknologi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai
pakan sapi potong.
Survai ini dilaksanakan pada tiga kabupaten sentra tanaman sawit, yaitu:
Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Responden yang menjadi objek survai
ini adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit masing-masing sebanyak 30
sampel/ kabupaten. Survai dilaksanakan sebelum penetapan petani kooperator.
(iii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan
tanaman sawit Kajian pengembangan teknologi pakan sapi berbasis hasil ikutan tanaman
sawit terdiri dari pakan yang berasal dari pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit
(BIS).
Kajian pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit mencakup
uji coba teknologi dan sosialisi teknologi pakan sapi potong yang terdiri dari
pemberian pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit (BIS).
Pada awal kegiatan pengkajian ini, telah terlihat adanya potensi pemanfaatan
teknologi pakan sapi potong berbasis tanaman sawit. Sebagai contoh, di Kabupaten
Pasaman Barat, lokasi pengkajian berada dekat dengan pabrik kelapa sawit (PKS)
yang menghasilkan hasil ikutan Solid dan dijual dengan harga Rp 30/kg.
Pada kabupaten Pasaman Barat ini terpilih peternak kooperator kelompok tani
“Saiyo Sakato” di Jorong Wonosari Kecamatan Kinali dikarenakan kelompok ini
berlokasi cukup dekat dengan pabrik pengolahan sawit penghasil Solid dengan
materi percobaan 15 ekor sapi Bali betina dengan perlakuan pakan Solid ditambah
rumput dan 15 ekor sapi Bali betina dengan perlakuan pakan Solid ditambah
Pelepah sawit sebagai hijauan, hasilnya menunjukkan peningkatan berat badan sapi
yang cukup stabil.
Di Kabupaten Sijunjung, sebagian petani kooperator di Kelompok Tani Sinar
Maju Jaya bekerja pada pabrik kelapa sawit yang terletak hanya sekitar 10 menit
dari tempat tinggal petani. Peternak sudah mulai memanfaatkan Solid sebagai
pakan sapi. Materi pengkajian yang digunakan adalah 6 ekor sapi potong dan 6 ekor
sapi pembibitan. Kemajuan yang didapatkan adalah pertumbuhan berat badan sapi
yang diberikan pakan dari hasilikutan tanaman sawit cukup baik.
Di Kabupaten Dharmasraya terpilih Kelompok Tani Gelora yang terletak di
Sitiung Blok B. Kelompok ini memelihara 10 ekor induk sapi PO dan 7 ekor anak
sapi dalam kandang komunal, serta yang dipelihara oleh anggota lainnya yang
12
tersebar pada masing-masing rumah sebanyak 43 ekor. Lokasi kelompok ini berada
di tengah-tengah areal tanaman sawit. Kelompok ini memiliki alat mesin chopper
sehingga dapat lebih maksimal dalam mengolah pelepah sawit sebagai pengganti
pakan hijauan. Melihat antusiasme kelompok ini dalam mengintegrasikan sapi
dengan tanaman sawit dan kegiatan ini cukup memberikan kontribusi positif dalam
perkembangan usaha ternak sapi, TVRI telah menjadikan kegiatan ini menjadi
tempat peliputan acara “Pelangi Nusantara” pada tanggal 16 agustus 2012 lalu.
b. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Sejauh ini pelaksanaan kegiatan berjalan cukup baik dan lancar, hanya yang
masih menjadi hambatan adalah ketersediaan hasil ikutan pabrik sawit berupa Solid
yang tidak tersedia di semua lokasi kajian. Selain di Kabupaten Pasaman Barat yang
tersedia Solid dengan harga yang relatif murah, kurang dari Rp 100/kg franko pabrik,
di Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya Solid tidak diperjual-belikan karena
digunakan sendiri oleh pabrik untuk pemupukan tanaman sawitnya.
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial
a. Perencanaan Anggaran
Pada Termin I, anggaran lebih banyak difokuskan pada perjalanan dinas untuk
berkoordinasi dengan Dinas Terkait di level Provinsi dan Kabupaten. Terutama
dalam rangka sosialisasi kegiatan, survai petani dan persiapan kegiatan
pengembangan teknologi. Selanjutnya pengadaan beberapa bahan yang diperlukan
di lapangan seperti pengadaan bungkil sawit, Solid, bahan pembuatan silase
pelepah/daun sawit dan bahan untuk perbaikan kandang.
Pada Termin I dialokasikan anggaran sebesar Rp. 60 juta yang telah digunakan
untuk: Perjalanan dinas sebesar Rp. 27.935.000 (46,5%); Belanja gaji/Honorarium
pelaksana sebesar Rp. 25.620.000 (42,7%); Lain-lain Rp. 3.300.000 (5,5%); Bahan
Rp. 1.955.000 (3,3%).
Pada Termin II, anggaran lebih banyak difokuskan pada kegiatan lapangan di
tingkat Kabupaten dan memonitor pelaksanaan kegiatan pada kelompok tani di tiga
Kabupaten yaitu Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Termasuk pengadaan
bahan yang diperlukan di lapangan dan pembayaran honorarium peneliti dan gaji
upah di lapangan.
13
Pada Termin II dialokasikan anggaran sebesar 50% dari total dana atau sebesar
Rp. 100 juta yang digunakan untuk: (i) Perjalanan dinas sebesar Rp. 32.655.000
(32,66%); (ii) Belanja gaji/Honorarium pelaksana sebesar Rp. 29.653.000 (29,65%); (iii)
Bahan Rp. 30.167.000 (30,16%), dan (iv) Lain-lain sebesar Rp. 7.550.000 (7,55%).
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran
Anggaran dikelola melalui sistem keuangan BPTP Sumatera Barat sesuai
dengan aturan anggaran pemerintah. Di BPTP Sumbar telah dibentuk Tim Pengelola
Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai No.214a/KU.330/I.10.3/2/
2012, tanggal 10 Pebruari 2012.
c. Rancangan dan Pengelolaan Aset
Dalam kegiatan kegiatan ini tidak ada pengadaan aset penelitian, sehingga tidak
dilakukan rancangan pengelolaan aset.
d. Kendala - Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial
Secara umumnya, tidak terdapat kendala atau hambatan yang berarti dalam
pengelolaan anggaran
14
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
1. Metode – Proses Pencapaian Target Kinerja
a. Kerangka Metode Proses
Pengkajian ini melaksanakan dua tahap kegiatan yang meliputi: (i) Kegiatan
survai, dan (ii) Kegiatan kajian pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit pada sapi
potong.
(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit
Survai pendasaran dilakukan pada usaha sapi potong rakyat dengan fokus
pada lokasi sentra tanaman sawit. Dalam survai ini diamati pola budidaya sapi, skala
usaha, sumber pakan, pemanfaatan hasil ikutan sawit, produiksi ternak, dan
pendapatan peternak. Jumlah peternak yang disurvai sebanyak 30 peternak pada
tiap lokasi kegiatan (Kabupaten). Pemilihan kooperator berdasarkan koordinasi
dengan Dinas terkait dan peninjauan ke lapangan. Persyaratan kooperator antara
lain: kooperatif, lokasi mudah dijangkau, berkomitmen waktu dan tenaga
melaksanakan kegiatan, bersedia membuat surat perjanjian.
(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan
tanaman sawit
Kajian pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit. Kegiatan ini
mencakup uji coba teknologi dan sosialisi teknologi pakan sapi potong yang terdiri
dari pemberian pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit (BIS).
Perlakuan yang diaplikasikan pada kegiatan kedua merupakan pengembangan
hasil penelitian yang dirakit sesuai dengan kondisi setempat. Alokasi perlakuan pada
ternak menjadi tahap selanjutnya dimana ternak sapi ditimbang dan diberikan pakan
dengan hasil ikutan tanaman sawit yang merupakan hasil kajian BPTP Sumbar pada
tahun sebelumnya (Wirdahayati et al., 2011). Perlakuan yang diberikan berupa: (i)
Ternak diberi hijauan pelepah sawit, (ii) Ternak diberi hijauan pelepah sawit dan 2 kg
Solid/ekor, dan (iii) Ternak diberi hijauan pelepah sawit dan 1 kg BIS/ekor.
Pemberian hijauan dan pelepah sawit sebagai pakan ternak dilakukan pagi hari dua
jam setelah pemberian konsentrat (Solid dan BIS). Perlakuan pakan terhadap ternak
sapi diaplikasikan selama 3 bulan di tiap lokasi.
Jenis teknologi bervariasi tergantung pada kelompok sasaran, dukungan
peralatan, target ternak dan lokasi pelaksanaan kajian pengembangan teknologi.
15
Rencana semula, perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok seperti
yang disajikan dalam Tabel 1. Namun setelah mengamati kondisi di lapangan pada
masing-masing kelompok, maka perlakuan yang diberikan dimodifikasi seperti yang
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1. Ringkasan kajian terdiri dari jenis teknologi pakan, sasaran kelompok tani, jenis usaha peternakan sapi dan lokasi kajian.
No Jenis pemberian teknologi
Sasaran kelompok tani
Dukungan peralatan
Jenis usaha ternak
Lokasi (Kabupaten)
1. hijauan pelepah + 2 kg Solid/ekor
Dekat lokasi pabrik CPO
Chopper Perbibitan (20 ekor sapi induk)
Pasaman Barat
2. hijauan pelepah + 2 kg Solid/ekor
Jauh dari lokasi pabrik CPO
Chopper Perbibitan (20 ekor sapi induk)
Sijunjung
3. 1-2 kg BIS/ekor*) Jauh-dekat lokasi pabrik CPO
Chopper Perbibitan/pengge-mukan (20 ekor sapi)
Dharmasraya
*) Keterangan: Untuk sapi induk diberi 1 kg BIS/ekor/hari; sedangkan untuk sapi penggemukan diberikan 2 kg BIS/ekor/hari.
Tabel 2. Ringkasan pelaksanaan kajian pada tiga kelompok tani di tiga kabupaten.
No Jenis pemberian teknologi
Jumlah ternak (ekor)
Dukungan peralatan
Sasaran kelompok tani
Lokasi (Kabupaten)
1. a. Hijauan rumput + 2 kg Solid/ekor
b. Hijauan rumput + 1 kg bungkil
10
10
Chopper kurang memadai
Dekat dengan pabrik CPO (tersedia Solid)
Pasaman Barat
2. Silase btg pelepah + 2 kg Solid/ekor
4 jantan + 15 induk
Tersedia Chopper
Dekat pabrik CPO (sesekali peroleh Solid)
Sijunjung
3. 1-2 kg BIS/ekor*) 10 induk PO + 1 jantan dewasa +
7 anak sapi
Tersedia Chopper
Agak jauh dari pabrik CPO (tidak tersedia Solid)
Dharmasraya
Perkembangan ternak sapi diamati dengan jalan mengamati pertumbuhan
ternak, konsumsi pakan, dan aspek reproduksi pada sapi induk selama tiga bulan.
Pakan hasil ikutan tanaman sawit diberikan setiap hari selama periode introduksi.
Pra perlakuan dilaksanakan selama 15 hari, hal ini bertujuan agar sapi mempunyai
waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan perlakuan pakan.
Sedangkan alat bantu yang digunakan meliputi timbangan ternak, mesin
chopper, dan alat pendukung lainnya. Analisis usahatani dilakukan untuk menilai
potensi keuntungan yang dapat diperoleh petani dalam upaya meningkatkan
pendapatannya. Data yang didapatkan dari pelaksanaan kegiatan diolah secara
statistik untuk ditarik kesimpulan dari hasil pengamatan.
16
b. Indikator Keberhasilan
(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit
Didapatkannya informasi mengenai kharakteristik peternak sapi yang meliputi
usia peternak, tingkat pendidikan, pekerjaan utama
Didapatkannya informasi mengenai tingkat kesejahteraan peternak yang
meliputi kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, pendapatan dari hasil
berternak sapi dan usaha lainnya
Didapatkannya informasi mengenai sistem usaha peternakan yang dilakukan
peternak yang meliputi manajemen pemeliharaan dan manajemen pakan
(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan
tanaman sawit
Aplikasi rekomendasi pengembangan teknologi pakan sapi potong berbasis
hasil ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong
baru terlaksana pada tingkat lingkungan Kelompok Tani kooperator.
Terlaksana kegiatan Temu Lapang pada saat periode akhir kajian ini guna
memperluas sosialisasi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai
sumber pakan sapi potong di Sumatera Barat.
Publikasi minimal dua tulisan ilmiah yang diterbitkan di jurnal/prosiding
nasional atau daerah mengenai pengembangan teknologi pakan sapi potong
berbasis hasil ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi
sapi potong.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa
(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit
Survai ini dilaksanakan pada 3 Kabupaten sentra tanaman sawit yaitu;
Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Responden yang menjadi objek survai
ini adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit sebanyak 30 sampel per
kabupaten. Survai dilaksanakan sebelum penetapan petani kooperator.
Informasi yang didapatkan dari hasil survai disajikan dalam Tabel 3-12 berikut
ini.
17
Tabel 3. Karakteristik usia peternak
No Usia peternak Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. 15 - 30 tahun 13,4% 13,4% 25,0%
2. 30 - 50 tahun 43,3% 63,3% 55,0%
3. > 50 tahun 43,3% 23,3% 20,0%
Data pada Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa peternak sapi potong di
tiga kabupaten rata-rata berada di atas usia produktif, hal ini menandakan bahwa
produktivitas usaha ternak sapi dari segi tenaga kerja cukup terpenuhi.
Tabel 4. Tingkat pendidikan peternak
No Tingkat Pendidikan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. Tamat SD 60 % 20,0 % 20,0 %
2. Tamat SMP 30 % 60,0 % 60,0 %
3. Tamat SMA 10 % 16,7 % 20,0 %
4 Perguruan tinggi - 3,3% -
Dilihat dari segi tingkat pendidikan, rata-rata peternak sapi potong di
Kabupaten Pasaman Barat hanya tamat SD, sedangkan di Kabupaten Sijunjung dan
Dharmasraya mayoritas tamat SLTP, hal ini akan mempengaruhi pengetahuan
peternak dalam manajemen usaha peternakan dan tata cara pemeliharaan ternak.
Tabel 5. Kepemilikan lahan perkebunan sawit yang dimiliki peternak sapi
No Luas Kebun sawit milik sendiri Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. < 1 ha 10 % 30,0 % 35,00 %
2. 1 - 3 ha 90 % 20,0 % 60,00 %
3. > 3 ha - - 15,00 %
4. Tidak memiliki kebun sawit - 50,0% -
Data pada Tabel 5 di atas menyajikan bahwa rata-rata peternak sapi daerah
GPP di kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya memiliki kebun sawit yang
luasnya sekitar 1 sampai 3 ha, di Kabupaten Sijunjung mayorotas petani tidak
memiliki kebun sawit tapi hanya bekerja sebagai buruh kebun sawit, Hal ini
menandakan bahwa tiga kabupaten ini cocok untuk dijadikan daerah pengembangan
integrasi Sapi dengan tanaman sawit.
18
Tabel 6. Pekerjaan utama peternak sapi responden
No Pekerjaan Utama Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. Petani/pekebun 96,6% 90,0% 55,0%
2. Peternak sapi - - 10,0%
3. Pedagang 3,4% 6,7% 35,0%
4. Pegawai / karyawan - 3,3% -
Data pada Tabel 6 terlihat bahwa mayoritas peternak sapi adalah petani atau
pekebun dan tidak ada yang menjadikan berternak sapi menjadi pekerjaan
utamanya, berternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan sembari bertani dan
berfungsi sebagai tabungan atau investasi.
Tabel 7. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan pendapatan peternak dari semua usahanya
No Pendapatan Rata-rata per tahun (Rp)
Hasil Kebun sawit (%)
Hasil Berternak sapi (%)
Semua Pendapatan (%)
1. < Rp.5 Juta 23,3% 60,0% -
2. Rp. 5 - 10 juta 26,7% 25, 0% -
3. Rp.10 - 15 Juta 16,7% 15,0% 26,7%
4. > Rp.15 juta 33,3% - 73,3%
Terlihat data pada Tabel 7 di atas bahwa penghasilan peternak sapi di tiga
kabupaten ini dari kebun sawit yang mereka miliki, memberikan hasil lebih tinggi dari
usaha berternak sapi potong, kebanyakan peternak responden mendapatkan
penghasilan di atas Rp 15 juta/ tahun, sedangkan mayoritas peternak sapi potong
mendapatkan penghasilan di bawah Rp 5 juta/tahun dari usaha sapi potongnya. Hal
ini memperlihatkan bahwa usaha sapi potong masih dilaksanakan sebagai usaha
sampingan yang belum memberikan kontribusi maksimal dalam menambah
pendapatan petani peternak.
Tabel 8. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan berkebun sawit
No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. < 1 jam 26, 7% 30,0% 30,0%
2. 1 - 3 jam 53,3% 53,3% 53,3%
3. 3 - 6 jam 20,0% 16,7% 16,7%
19
Tabel 9. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan beternak sapi
No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. < 1 jam 3,3% 3,3% 10,0%
2. 1 - 3 jam 66,7% 66,7% 65,0%
3. 3 - 6 jam 30,0% 30,0% 25,0%
4. 6 - 10 jam - - -
Tabel 10. Rata-rata alokasi waktu responden dalam kegiatan tanaman pangan
No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1. < 1 jam 23,3% 23,3% 25,0%
2. 1 - 3 jam 63,3% 63,3% 60,%
3. 3 - 6 jam 13,4% 13,4% 15,0%
4. 6 - 10 jam - - -
Dari Tabel 8, 9 dan 10 di atas terlihat bahwa alokasi waktu peternak
responden untuk melaksanakan usaha beternak sapi setiap hari cukup banyak
memakan waktu terutama dalam hal pencarian pakan berupa hijauan rumput. Hal ini
menandakan bahwa peternak masih melaksanakan pemberian pakan sapi secara
tradisional.
Tabel 11. Sistem pemeliharaan sapi
No Sistem pemeliharaan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1 Dikandangkan siang malam 50,0% 60,0% 70,0%
2 Dikandangkan malam saja, siang dilepas
46,7% 40,0% 30,0%
3 Tidak dikandangkan 3,3% - -
Data mengenai sistem pemeliharaan sapi yang disajikan pada Tabel 10
memperlihatkan bahwa masih banyak responden yang melepas sapinya pada siang
hari untuk merumput dan pada pagi atau sore harinya menyabitkan rumput untuk
makanan sapinya di kandang.
20
Tabel 12. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak
No Hasil ikutan tanaman sawit Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya
1 Pelepah/daun Sawit Segar 16,7% 20,0% 40,0%
2 Bungkil Inti Sawit (BIS) 3,3% - -
3 Solid (lumpur sawit) - 20,0% -
4 Belum pernah memakai 80,0% 60,0% 60,0%
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa masih sangat minim peternak sapi
di daerah tanaman sawit yang memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai
pakan ternak sapi mereka. Mayoritas peternak sapi ini cenderung mencarikan
rumput segar sebagai pakan utama sapi mereka.
Dari data survai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usaha peternakan
sapi potong yang dilaksanakan oleh peternak setempat masih banyak memakai cara
tradisional dan belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber
pakan yang melimpah di daerah mereka. Cara berternak yang tradisional tentu saja
mengharuskan peternak mencarikan pakan hijauan berupa rumput yang banyak
menghabiskan waktu, tenaga serta biaya. Oleh karena itu, beternak sapi masih
menjadi usaha sampingan karena keuntungannya jauh lebih rendah dibanding
dengan usaha perkebunan.
(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit
Kegiatan pengkajian pada kelompok Saiyo Sakato di Pasaman Barat
diberi perlakuan pakan menjadi dua perlakuan yaitu : (i). 15 ekor sapi induk
diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + 1
kg BIS/ekor/hari, (ii). 15 ekor sapi induk diberikan perlakuan pakan hijauan rumput
ditambah pelepah dan daun sawit + 2 kg Solid/ekor/hari. Dari kedua perlakuan
tersebut dilakukan pengamatan terhadap konsumsi pakan serta dilakukan
penimbangan berat badan sapi setiap 14 hari sekali.
Dari hasil penimbangan didapatkan data hasil penimbangan sesuai dengan
grafik yang disajikan dalam Gambar 1.
21
Gambar 1. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Kelompok Tani Saiyo Sakato, Pasaman Barat
Keterangan :
Perlakuan 1 : 15 ekor diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + Solid
Perlakuan 2 : 15 ekor diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + 2 kg Bungkil Inti Sawit (BIS)
BB1 - BB7 : Berat badan (BB) penimbangan setiap 14 hari
Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa sapi yang diberikan perlakuan pakan dari
hasil ikutan tanaman sawit berupa Solid dan BIS mengalami peningkatan berat
badan yang cukup signifikan, penurunan grafik yang terjadi pada perlakuan 1 pada
penimbangan ke-5 dan ke-6 terjadi karena adanya ternak sapi yang melahirkan,
sehingga berat badannya turun, namun pada umumnya ternak sapi Bali yang telah
mengkonsumsi Solid dan BIS mengalami peningkatan berat badan yang cukup baik
yankni mencapai rata-rata sebesar 0,36 kg/hari.
Sedangkan hasil pengamatan pada Kelompok Sinar Maju Jaya, Nagari
Kunangan Parik Rantang, Kabupaten Sijunjung, memperlihatkan bahwa ternak sapi
cukup menyenangi Solid dan memberikan efek yang cukup baik bagi pertumbuhan
ternak jika dilihat secara kasat mata, namun Solid yang diberikan masih dalam
jumlah terbatas dan tidak konsisten. Hal ini disebabkan karena solid dimanfaatkan
untuk memupuk tanaman sawit milik perusahaan dan belum diizinkan untuk
dikonsumsi masyakat sekitar.
Keterangan: BB = Berat Badan penimbangan
22
Dari hasil penimbangan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Simmental Jantan Keltan Sinar Maju Jaya, Kabupaten Sijunjung
Sapi pada kelompok tani Sinar Maju Jaya pemberian pakan dilakukan dua
kali sehari yang terdiri dari hijauan berupa campuran rumput dan silase pelepah
yang dikupas ditambah. Apabila tersedia maka Solid diberikan sebanyak 1-2
kg/ekor. Biasanya pakan yang diberikan selalu habis dimakan oleh sapi.
Dari Gambar 2 di atas terlihat kenaikan berat badan yang cukup signifikan
pada Sapi Simmental jantan setelah sapi diberikan perlakuan pakan yang
ditambah dengan Solid dengan kenaikan mencapai 0,67 kg/hari.
Sementara itu di Kelompok Tani Gelora, Sitiung Blok B, Kabupaten
Dharmasraya, Kelompok ini memelihara sapi jenis PO sebanyak 10 Ekor betina,
1 ekor jantan dan memiliki 7 ekor anak.
Perlakuan pakan yang diberikan berupa pelepah dan daun sawit di chopper
ditambah dedak padi, bungkil sawit sebanyak 1 kg/ekor. Apabila tersedia, maka
Solid diberikan sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Perkembangan berat badan sapi
kelompok ini dapat diamati pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Gelora, Kab.Dharmasraya
23
Dari grafik Gambar 3 di atas terlihat bahwa pertumbuhan berat badan sapi
setelah diberikan perlakuan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit juga
mengalami peningkatan yang cukup baik. Penurunan yang terjadi pada
penimbangan BB-5 dan BB-8 terjadi karena ada induk sapi PO yang baru
melahirkan. Hal ini menandakan bahwa hasil ikutan tanaman sawit cukup baik
untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi. Dampak lain dari pemberian hasil
ikutan tanaman sawit, khususnya silase pelepah sawit pada sapi PO,
menghemat tenaga petani dalam mengumpulkan hijauan rumput dan
menghasilkan pertumbuhan ternak yang cepat sehingga fungsi reproduksi
berjalan normal.
(ii) Dampak Sosial Ekonomi
Dari ke tiga lokasi pengkajian tersebut, peternak yang menjadi kooperator
merasa sangat terbantu dengan adanya pengkajian ini karena mendapatkan
informasi penting mengenai pemanfaatan hasil ikutan dari tanaman sawit yang
selama ini terbuang. Pelepah sawit yang selama ini terbuang ternyata bisa
digunakan sebagai pengganti hijauan rumput yang dapat menghemat waktu dan
tenaga untuk mencari hijauan rumput. Dengan demikian, adanya teknologi
pengolahan pelepah sawit menjadi silase dan hijauan segar, dapat menghemat
waktu dan tenaga peternak dalam mencari hijauan rumput dan tidak harus
mengumpulkannya setiap hari.
Sementara itu dari pemanfaatan Solid sebagai pakan konsentrat berbiaya
murah yang terbukti cukup efektif dalam meningkatkan berat badan sapi,
peternak cukup mengeluarkan biaya pembelian Solid sebesar Rp 30/kg dari
pabrik yang memproduksinya ditambah dengan biaya transportasi, sehingga
harga solid hanya sekitar Rp.100/kg. Ini jauh lebih murah dibanding dengan
konsentrat lainnya seperti dedak yang harganya sekitar Rp. 1.500-2.000/kg.
Selain itu Solid yang menjadi limbah pembuangan pabrik bisa termanfaatkan
tanpa mengotori lingkungan sekitarnya.
(iii) Temu Lapang
Kegiatan temu lapang telah dilaksanakan di Kelompok Tani Gelora, Sitiung
Blok B, Kabupaten Dharmasraya pada tanggal 20 September 2012. Temu
lapang ini dihadiri oleh anggota kelompok tani dan beberapa kelompok tani di
24
sekitar lokasi pengkajian. Disamping itu, Ketua Kelompok Tani Saiyo Sakato dari
Kabupaten Pasaman Barat dan Kelompok tani Sinar Maju Jaya dari Kabupaten
Sijunjung turut menghadiri Temu Lapang tersebut. Pada temu lapang ini
didiseminasikan hasil kajian dan inovasi teknologi yang didapatkan kepada
petani peternak di lokasi kawasan sawit yang diharapkan dapat memudahkan
peternak dalam mengelola peternakan sapi sehingga nantinya dapat
meningkatkan kesejahteraan peternak sapi. Acara temu lapang ini dihadiri oleh
Bupati Dharmasraya beserta instansi terkait, yang memberi apresiasi pada
kegiatan pengkajian tersebut.
2. Potensi Pengembangan ke Depan
a. Kerangka Pengembangan ke Depan
Berdasarkan pengalaman selama pelaksanaan kajian ini, terdapat rencana
pengembangan ke depan yang meliputi:
Kegiatan sosialisai yang lebih luas tentang pemanfaatan hasil ikutan tanaman
sawit bagi sapi potong di daerah sentra perkebunan tanaman sawit
Diperlukan kajian yang lebih mendalam pengembangan teknologi pakan
berbasis hasil ikutan tanaman sawit bagi sapi potong yang lebih komersial.
b. Strategi Pengembangan ke Depan
Langkah awal adalah membuat ringkasan hasil kajian yang perlu disampaikan
kepada Dinas dan Instansi terkait di kebupaten dimana kegiatan ini
dilaksanakan dan dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera barat.
Mengupayakan agar hasil kajian yang potensial dapat disosialisasikan secara
lebih luas pada sentra perkebunan sawit di wilayah Sumatera Barat.
Perlu upaya dan solusi besama Pemda setempat dalam penyediaan hasil
ikutan pabrik kelapa sawit agar dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi milik
masyarakat sekitar lokasi pabrik.
25
BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan dan Program
a. Kerangka Sinergi Koordinasi
Melalui pengkajian ini telah dilakukan koordinasi dengan Dinas terkait pada
tiga kabupaten tempat dilaksanakan kegiatan ini. Terutama dalam menentukan
lokasi kegitan di lapangan agar sesuai dengan program daerah Sumatera Barat
di lokasi pengembangan Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP).
Koordinasi dengan Kelembagaan - Program terkait dilaksanakan dalam
bentuk Sosialisasi kegiatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit
kepada instansi terkait.
Termasuk dalam bentuk koordinasi dalam rangka penyelesaian masalah yang
dihadapi dalam suplai bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan pabrik kelapa
sawit (PKS) seperti ketersediaan Solid sebagai sumber bahan pakan yang
murah bagi peternak yang berada di sekitar lokasi PKS.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi
Tersosialisikannya kegiatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman
sawit kepada instansi terkait dan instansi terkait berperan aktif dalam
mendukung kelancaran pengkajian
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi
Perkembangan sinergi koordinasi kelembagaan terlihat dari antusiasme Dinas
setempat dan kelompok untuk mempelajari dan menerapkan teknologi
penggunaan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan sapi potong.
Terutama teknologi pemanfaatan Solid dan pembuatan silase pelepah sawit.
Dalam hal penyelesaian masalah, ketika Kelompok Tani Sinar Maju Jaya
yang berada di Kabupaten Sijunjung mengalami kesulitan untuk memperoleh
Solid maka melalui koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Sijunjung dibuat surat permintaan Solid bagi kelompok tani tersebut.
Disamping itu dilakukan kunjungan oleh Dinas, Peneliti dan Ketua Kelompok
Tani ke pabrik yang bersangkutan.
26
2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil
Kegiatan pengkajian ini telah melakukan pendekatan dan sosialisasi dengan
instansi terkait khususnya dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat
dan Dinas terkait di kabupaten seperti Dinas Peternakan dan Badan Koordinasi
Penyuluh Pertanian setempat. Pendekatan dengan instansi terkait sangat
penting untuk menyebar-luaskan teknologi dan hasil Litbangyasa yang telah
dihasilkan oleh Institusi Penelitian, baik yang berasal dari Pusat maupun dari
Daerah. Melalui keterlibatan instansi terkait, maka penerapan teknologi di
lapangan dapat didukung secara bersama-sama. Termasuk informasi
keuntungan ekonomis yang dapat diraih melalui penerapan teknologi oleh para
petani peternak.
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan
` Instansi terkait diharapkan dapat menyediakan Alsintan dalam mendukung
program ini. Di masa depan diharapkan dapat dihasilkan dukungan regulasi
dalam rangka penyediaan hasil ikutan tanaman sawit yang bisa dimanfaatkan
oleh peternak sebagai sumber pakan murah
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil
Terdapat dua kendala dan hambatan dalam pemanfaatan hasil Litbangyasa di
lokasi pengkajian, yaitu:
(i) Belum tersedianya peralatan Alsintan, berupa Chopper, dan
(ii) Belum tersedia secara maksimal hasil ikutan kelapa sawit berupa Solid bagi
petani di sekitar pabrik kelapa sawit.
Oleh karena itu di lokasi yang terbatas alsintan-nya maka pengembangan
teknologi masih dibatasi pada pemanfaatan hasil ikutan agro-industri sawit
berupa pemanfaatan Solid dan bungkil inti sawit. Pemanfaatan daun dan
pelepah sawit hanya terbatas pada lokasi dimana tersedia alat pencacah hijauan
(Chopper).
27
BAB V. PENUTUP 1. KESIMPULAN
Sumatera Barat memilki potensi sumber daya yang cukup besar untuk
memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai pakan sapi. Hasil kajian ini
memperlihatkan bahwa pengembangan teknologi pemanfaatan hasil ikutan tanaman
sawit sebagai pakan ternak sapi potong cukup menjanjikan untuk dikembangkan di
wilayah sentra produksi sawit.
Hasil kajian percepatan pengembangan teknologi pemanfaatan pakan sapi
potong berbahan baku hasil ikutan kelapa sawit, dapat direkomendasikan kepada
para stakeholder dan end-users. Hasil pengkajian ini dapat mendorong
berkembangnya teknologi penyediaan pakan bermutu dalam rangka meningkatkan
produksi sapi potong dan pendapatan masyarakat petani sesuai dengan harapan
program GPP di Sumbar. Di sisi lain, efisiensi produksi tanaman sawit pun dapat
ditingkatkan melalui pemanfaatan pupuk organik yang dihasilkan ternak.
a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Pengkajian ini dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yang meliputi (i)
Pelaksanaan survei (Kegiatan 1), dan (ii) Kajian pemanfaatan hasil ikutan
tanaman sawit pada sapi potong (Kegiatan 2). Hasil Kegiatan 1,
memperlihatkan bahwa usaha peternakan sapi potong oleh peternak setempat
masih memakai cara tradisional dan belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman
sawit. cara berternak yang tradisional mengharuskan peternak mencarikan
pakan hijauan berupa rumput yang banyak menghabiskan waktu, tenaga serta
biaya. Hasil Kegiatan 2, memperlihatkan bahwa (i) sapi yang diberikan
perlakuan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit berupa Solid dan BIS
mengalami peningkatan berat badan yang cukup signifikan, (ii) ternak sapi
menyenangi produk Solid dan memberikan efek yang cukup baik bagi
pertumbuhan, dan (iii) Pemberian hasil ikutan tanaman sawit, khususnya silase
pelepah sawit pada sapi PO, dapat menghemat waktu dan tenaga petani dalam
mengumpulkan hijauan rumput dan menghasilkan pertumbuhan ternak yang
cepat sehingga fungsi reproduksi berjalan normal.
Anggaran dikelola melalui sistem keuangan BPTP dan disesuaikan dengan
aturan anggaran pemerintah. Di BPTP Sumbar telah dibentuk Tim Pengelola
28
Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai
No.214a/KU.330/I.10.3/2/2012 tanggal 10 Pebruari 2012.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja
Produk target yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini adalah:
“Adaptasi teknologi maju agar lebih berpeluang untuk diadopsi petani, peternak,
nelayan, dan pembudidaya ikan skala kecil”. Hal ini dilakukan dengan cara
menghasilkan teknologi maju untuk pemanfaatan pakan sapi potong berbasis
hasil ikutan tanaman sawit, melalui:
(i) Rekomendasi pengembangan teknologi pakan sapi potong berbasis hasil
ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong di
Sumbar.
(ii) Sosialisasi formulasi ransum berbasis tanaman sawit untuk sapi potong
sesuai dengan kondisi setempat.
(iii) Publikasi sebanyak minimal dua tulisan ilmiah yang diterbitkan di
jurnal/prosiding nasional atau daerah.
c. Potensi Pengembangan ke Depan
Berdasarkan hasil survai dan kegiatan kajian di tiga kabupaten tersebut maka
terdapat potensi pengembangan sapi potong dengan memanfaatkan hasil
ikutan tanaman sawit. Hal ini bervariasi antar kabupaten tempat dilaksanakan
kajian tersebut.
(i) Kabupaten Pasaman Barat: Potensi untuk mengembangkan sapi induk
lokal dengan memanfaatkan produk Solid yang dapat diperoleh dari PKS
dengan harga yang relatif murah.
(ii) Kabupaten Sijunjung: Potensi untuk mengembangkan sapi penggemukan
(simental dan sejenis) dan sapi perbibitan (sapi bali) dengan memanfaatkan
silase isi pelepah daun sawit. Pemanfaatan Solid masih terbentur pada izin
pabrik (PKS). Oleh karena itu, diperlukan intervensi Pemerintah Daerah agar
PKS dapat memberi kelonggaran bagi petani yang berada di sekitar pabrik
untuk pemanfaatan secara terbatas dari produk Solid yang dihasilkannya.
(iii) Kabupaten Dharmasraya: Potensi untuk mengembangkan sapi
penggemukan sapi perbibitan (sapi PO) dan usaha penggemukan dengan
29
memanfaatkan silase daun sawit. Telah ada minat pihak perbankan untuk
memodali usaha penggemukan sapi di lokasi kajian tersebut. Pemanfaatan
Solid belum dapat diaplikasi karena masalah yang sama dengan di Kabupaten
Sijunjung.
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program
Sinergi koordinasi kelembagaan - program ke depan perlu dilaksanakan
dengan melibatkan Instansi pemerintah, masyarakat petani, pihak pemberi
modal (perbankan), perusahaan perkebunan dan instansi penghasil teknologi
(Ristek-Litbang). Dalam hal ini masing-masing pihak terkait berperan sesuai
dengan tupoksinya agar sinergisme berjalan sesuai harapan, yaitu: Pemerintah
berperan dalam fungsi koordinatif, masyarakat sebagai pengguna hasil ikutan
tanaman perkebunan sekaligus sebagai penyuplai pupuk organik bagi
perusahaan perkebunan, perbankan memberi kemudahan dalam penyediaan
modal yang prospektif, perusahaan perkebunan memudahkan hasil ikutan
tanaman sawit dimanfaatkan petani, dan terakhir teknologi tepat guna dibantu
oleh penghasil teknologi.
Diharapkan ke depannya terjalin lebih erat lagi sinergi dengan instansi terkait
di daerah serta dengan kelompok tani agar informasi teknologi ini dapat
diterima secara luas di masyarakat Sumatera Barat, khususnya yang berada di
daerah berbasis sawit.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbagyasa
Hasil dari pengkajian ini diharapkan nantinyadiadopsi oleh kelompok tani di
daerah berbasis sawit. Sosialisasinya diharapkan melalui kegiatan temu lapang
di masing-masing lokasi pengkajian dengan mengundang kelompok tani lain
agar pemanfaatan hasil pengkajian ini dapat berkembang di kelompok lain.
Apalagi setelah Temu Lapang dilaksanakan, maka kehadiran Bupati
Dharmasraya mengharapkan agar dapat diterapkan hasil kajian dalam skala
usaha yang lebih luas di daerah.
30
2. SARAN
a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Diperlukan upaya diseminasi dan penyuluhan yang kontinyu untuk
menyebar-luaskan hasil kajian pengembangan teknologi pemanfaatan pakan
sapi potong berbasis sumberdaya lokal oleh instansi terkait.
Keberlanjutan koordinasi dengan instansi terkait, khususnya dalam
menfasilitasi petani agar dapat memperoleh akses terhadap hasil ikutan
tanaman sawit yang diproduksi oleh pabrik kelapa sawit, terutama untuk
komoditas Solid.
b. Keberlanjutan Dukungan Program RISTEK
Kajian seperti ini masih memerlukan upaya sosialisasi yang cukup panjang
sebelum dapat diterapkan secara luas pada wilayah perkebunan sawit. Oleh
karena itu, kajian sejenis masih terus diperlukan di berbagai lokus dengan
dampak utama adalah tersosialisasinya teknologi integrasi ternak sapi
dengan tanaman sawit.
Kegiatan kajian yang masih memerlukan dukungan Program Ristek adalah
upaya penerapan teknologi pada skala usaha komersial di lapangan.
31
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S. dan Mohd. Ariff Omar. 1998. Research and development on livestock and
tree crops integration dalam Proc. National Seminar on Livestock and Crop Integration in Oil Palm: “Towards Sustainability”.
Azmi dan Gunawan. 2005. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit dan Solid untuk pakan sapi potong. Dalam Prosiding Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Ternak. Bahan Memorandum kepada Menteri Pertanian, Maret 2008.
Bamualim, A., Wirdahayati, dan Marak Ali. 2006. Profil Peternakan Sapi dan Kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam “Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao”, hal 1-14. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian.
Bamualim, A., Y. Hendri, Wirdahayati R.B., H. Surya, Aguswarman, Sadar, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Agusviwarman, Nasril dan Supriyadi. 2011. Kajian pemanfaatan nilai jual sapi lokal (40%) dengan perbaikan kualitas dan kuantitas pakan berbasis sawit di Sumatera Barat. Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.
Buharman, B. 2011. Pemanfaatan teknologi pakan berbahan baku lokal mendukung pengembanan sapi potong di Sumatera Barat. Wartazoa, 2011.
Cookson, J.t., 1995. Biomediation Engineering: Design And Apllication. Mc. Graw. Hill. Inc
Dahlan, I., M.D. Mahyuddin, M.A. Rajion dan M.S. Sharifudin. 1993. Oil palm frond leaf for preslaughter maintenance in goats. Proc. 16th MSAP Ann. Conf. pp. 78-79.
Dalzell, R. 1977. A case study on the utilization of effluent and by-products of oil palm by cattle and buffaloes on an oil palm estate dalam Feedingstuffs for livestock in South East Asia. pp. 132-141.Davendra., C. 1977. Utilization of feedstuffs from the oil palm. Feedingstuffs for livestock in South East Asia (1977). 116-131.
Dhawale, S.S and K. Katrina., 1993. Alternatif Methods for Production of Staining of Phanerochaete crysosporium Bacyodosporus. J. Applied and Environmental Microbiology. May 1993: 1675-1677.
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2007. Laporan Tahunan Tahun 2007.
Djajanegara, A., I.G. Ismail dan S. Kartaatmaja. 2006. Teknologi dan manajemen usaha berbasis ekosistem. Dalam “Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 251-275. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Eaton, D., Chang, H.M. dan T.K. Kirk. 1980. Fungal decoloration of krafk bleach plants effluents. TAPPI Journal Vol 63, No. 10
32
Edwardi, 2009. Program dan Kegiatan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Forum SKPD Provinsi Sumatera Barat. Padang , Sumatera Barat.
Elisabeth, J., Dan Simon P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Lokakarya Sistem Integrasi Sawit-sapi. Hal 111-119.
Hosen, N. 2006. Prospek Pengembangan Ternak Sapi Lokal di Sumatera Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan, BPTP Sumatera Barat, Padang 11-12 September 2006.
Jalaludin, S., 1994. Feeding System Based On Oil Palm By Products. Improving Animal Production System Based on Local Feed Resources. Proceeding of a Symposium 7th AAAP animal Science Kongress.
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Rumkinants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah state University, Logan, Utah, USA.
Pasandaran, E., A. Djajanegara, K. Kariyasa dan F. Kasryno. 2006. Kerangka konseptual integrasi tanaman–ternak di Indonesia. Dalam “Integrasi Tanaman–Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 11-31. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Puastuti, W., 2007. Optimasi Penggunaan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ruminansia. Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya Sebagai Pakan Ternak. Hal: 143-152
Purba, A. dan Simon P. Ginting. 1995. Nilai Nutrisi Dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit 5(3): 161-178.
Rusdi, U.D., 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok Dan Onggok Serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Disertasi, UNPAD-Bandung.
Santosa, U., 1996. Efek Jerami Padai Yang Difermentasi Oleh Jamur Tiram Putih (Pleuretus ostreatus) Terhadap Penggemukan Sapi Jantan Peranakan Ongole. Disertasi, UNPAD-Bandung.
Simanhuruk, K., Junjungan dan S.P. Ginting. 2008. Pemanfaatan Silase Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal: 446-455.
Tarmidi, A.R., 1999. Pemanfaatan Ampas Tebu Olahan Dengan Proses Biokonversi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Dalam Campuran Ransum Dan Pengaruhnya Terhadap Penampilan Ternak Domba Priangan. Disertasi, UNPAD-Bandung.
Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Ermidias dan Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen by-produk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat satu Petani Satu Sapi (SPSS). Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.
Wain Wright. M., 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Jhon Wiley and Son. Ltd