Download - Lapkas Aspergilloma Isin
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kasus-kasus penyakit paru di Indonesia umumnya berkisar antara TB,
asma, kanker paru, dan pneumonia. Empat penyakit ini sangat lazim ditemui di
rumah-rumah sakit di Indonesia, masyarakat awam pun relatif familiar dengan
penyakit di atas. Namun sebenarnya ada salah satu penyakit paru yang
kejadiannya tidak terlalu sering namun kerap terjadi karena terdapat penyakit paru
lain yang mendasarinya, yakni penyakit infeksi paru akibat infeksi jamur yang
disebut Aspergillosis1.
Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh moulds
saphrophyte dari genus Aspergillus yang dapat ditemukan di tanah, air, dan
tumbuhan yang mengalami pembusukan. Spesies Aspergillus yang sering
menyebabkan infeksi pada manusia Aspergillus fumigatus, yang banyak
menyebabkan banyak kasus bola jamur (Aspergilloma).2
Aspergilloma merupakan fungus ball (bola jamur/ misetoma) yang kadang
dapat dijumpai pada kavitas yang terdapat pada parenkim paru akibat penyakit
paru sebelumnya. Penyakit yang paling sering mendasarinya adalah Tuberkulosis.
Selain itu adalah infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosis kistik dan bula
emfisema. Fungus ball ini dapat bergerak didalam kavitas tersebut namun tidak
menginvasi dinding kavitas. Adanya fungus ball dapat menyebabkan terjadinya
hemoptisis berulang1.
1.2. Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas seputar Aspergilloma paru pada manusia.
2
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara – RS Haji Adam
Malik.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk menambah pengetahuan mengenai Aspergilloma yang menyerang
paru manusia.
3
BAB II
LAPORAN KASUS DAN DISKUSI
2.1. Laporan Kasus
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Tn S
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Lingkungan I Suka Damai Kelurahan Pangkalan Batu,
Kecamatan Brandan Barat Kab. Langkat
Tanggal Masuk: 16 Juli 2012, pukul 02.30 WIB
ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk darah
Keluhan tambahan : Batuk, nyeri dada
Telaah :
Keluhan respiratorik :
- Batuk darah dialami os sejak 7 hari yang lalu memberat dalam 2 hari ini,
warna merah terang, volume ±50cc/kali batuk, frekuensi 4-5 kali/hari.
Riwayat batuk darah dijumpai Agustus 2005 selama 1 bulan dan Januari
s/d Juni 2012, batuk darah berupa bercak darah bercampur dahak dan
hilang timbul.
- Batuk dialami os sejak 6 bulan lalu, berdahak warna putih, volume 1/4
sdt/kali batuk, bau tidak dijumpai.
- Nyeri dada dirasakan os sejak 6 bulan lalu, pada dada kiri, nyeri seperti
tertusuk-tusuk, nyeri menjalar ke punggung, nyeri bertambah bila os batuk
darah.
- Sesak napas dialami os sejak 6 bulan yang lalu, sesak timbul bila os
beraktivitas berat, sesak tidak berhubungan dengan cuaca. Napas berbunyi
(mengi) tidak dijumpai.
4
Keluhan sistemik :
- Demam tidak dijumpai.
- Keringat malam tidak dijumpai.
- Penurunan nafsu makan tidak dijumpai.
- Mual dijumpai.
- Penurunan berat badan tidak dijumpai.
- Nyeri sendi tidak dijumpai, sulit menelan tidak dijumpai, suara serak tidak
dijumpai.
- Riwayat minum OAT dijumpai Agustus 2005 dari dokter RS Tanjung Pura
berdasarkan klinis dan radiologis, tetapi os hanya minum OAT 1 bulan,
diberhentikan karena os merasa sudah sembuh. Januari 2012 s/d sekarang
os minum OAT dari dokter RS Tanjung Pura berdasarkan klinis dan
radiologis.
- Riwayat merokok dijumpai selama 5 tahun, 5-10 batang/ hari. (IB: 50)
jenis filter, hisapan dangkal, os berhenti merokok sejak berumah tangga.
- Riwayat pekerjaan nelayan ±30 tahun
- Riwayat keluarga menderita hipertensi(+), DM (-), tumor (-), asma (-).
- Sebelumnya os dirawat di RS. Tanjung pura selama 3 hari karena batuk
darahnya, kemudian dirujuk ke RS HAM untuk penanganan selanjutnya.
- RPT : TB paru
- RPO : OAT (FDC)
Status Present :
Sens : CM Anemia : (-)
TD : 170/100 mmHg Ikterik : (-)
Pols : 104 x/menit, reg, Dyspnoe : (-)
T/V cukup.
RR : 20 x/menit, reg Clubb finger : (+)
Temp : 36,7oC Oedem : (- )
Sianosis : (- )
5
TB : 165 cm
BB : 60 kg
BMI : 22,04 kg/m2,
KU / KP / KG : sedang/sedang/normoweight.
Status Lokalisata
Kepala : deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-) , ikterik (-/-), ptosis (-/-),
enophtalmus (-/-)
Leher : TVJ R+2cm H2O,pembesaran KGB(-).
Dada :
Jantung
Inspeksi : iktus kordis (-)
Palpasi : iktus kordis teraba pada 1 cm medial ICR V
linea midclavikula sinistra
Perkusi : batas jantung atas : ICR III Sinistra
batas jantung kanan : linea parasternal dekst ICR IV
batas jantung kiri : 1 cm medial L. midclavikula
sinistra ICR V
Auskultasi: suara jantung 1 dan 2 tunggal, murmur (-) , ekstra
sistolik (-), gallop (-)
T oraks Anterior
-Inspeksi: Simetris, venektasi (-), vena kolateral (-)
-Palpasi: Stem fremitus ki<ka, kesan melemah di lapangan atas paru kiri
-Perkusi: Sonor memendek pada lapangan atas paru kiri
-Auskultasi: Suara pernapasan: vesikular melemah pada lapangan
atas paru kiri
Suara tambahan : wheezing (-)
Ronki kering (+) kedua paru
6
T oraks Posterior
-Inspeksi : simetris
-Palpasi : stem fremitus ki<ka, kesan melemah di lapangan atas paru kiri
-Perkusi : sonor memendek pada lapangan atas paru kiri
-Auskultasi: Suara pernapasan: vesikular melemah pada lapangan
atas paru kiri
Suara tambahan : wheezing (-)
ronki kering (+) pada kedua paru
Abdomen : soepel, peristaltik (+) N,
hepar/lien/renal: tidak teraba
Ekstremitas: Superior : akral hangat, edema (-/-),
nikotin stain (-/-), HPOA(-/-),
sianosis (-/-),
clubbing finger (+/+)
Inferior : akral hangat, edema (-/-),
HPOA (-/-), sianosis (-/-)
clubbing finger (+/+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium ( 16-07- 2012 ) di RS HAM:
WBC : 12,76x 103/mm³
RBC : 4,62x 106/mm³
HGB : 13,30 g%
PLT : 392 x 10³/mm³
Neutrofil : 81,80 %
Limfosit : 11,80 %
Monosit : 4,70 %
Eosinofil : 1,60%
Basofil : 0,100%
7
Analisa Gas Darah: (tanpa oksigen)
- pH : 7,43
- pCO2 : 33,5 mmHg
- pO2 : 60,3 mmHg
- HCO3 : 21,9 mmol/L
- Tot CO2 : 22,9 mmol/L
- BE : -1,7 mmol/L
- Sat O2 : 90,4 %
Faal Hati
-SGOT: 13 U/L
-SGPT : 8 U/L
Faal Ginjal
-Ureum : 32,00 mg/dL
-Creatinin : 0,64 mg/dL
Metabolisme karbohidrat
-KGD sewaktu: 113,00 mg/dl
Elektrolit
-Natrium (Na): 126 mEq/L
-Kalium (K) : 4,5 mEq/L
-Klorida (Cl) : 107 mEq/L
Kesan AGDA: Darah vena
8
FOTO TORAKS PA,TGL. 16 Juli 2012 di RS HAM
KV kurang
Skapula sedikit superposisi
Klavikula simetris
Trakea medial
Kosta intak
Konsolidasi homogen di lapangan atas paru kiri, batas tidak tegas
‘Crescent sign’ pada lapangan atas paru kiri
CTR 56%
Resume
Pasien laki-laki, 51 tahun datang ke RS HAM dengan keluhan batuk darah
dialami os sejak 7 hari yang lalu memberat dalam 2 hari ini, warna merah terang,
volume ±50cc/kali batuk, frekuensi 4-5 kali/hari. Riwayat batuk darah dijumpai
Agustus 2005 selama 1 bulan dan Januari s/d Juni 2012, batuk darah berupa
bercak darah bercampur dahak dan hilang timbul. Batuk dialami os sejak 6 bulan
lalu, berdahak warna putih, volume 1/4 sdt/kali batuk. Nyeri dada dirasakan os
sejak 6 bulan lalu, pada dada kiri, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri menjalar ke
punggung, nyeri bertambah bila os batuk darah. Sesak napas dialami os sejak 6
bulan yang lalu, sesak timbul bila os beraktivitas berat. Mual dijumpai. Riwayat
9
minum OAT dijumpai Agustus 2005 dari dokter RS Tanjung Pura berdasarkan
klinis dan radiologis, tetapi os hanya minum OAT 1 bulan, diberhentikan karena
os merasa sudah sembuh. Januari 2012 s/d sekarang os minum OAT dari dokter
RS Tanjung Pura berdasarkan klinis dan radiologis.
Riwayat merokok dijumpai selama 5 tahun, 5-10 batang/ hari. (IB: 50) Riwayat
pekerjaan nelayan ±30 tahun. Riwayat keluarga menderita hipertensi(+).
Sebelumnya os dirawat di RS. Tanjung pura karena batuk darahnya, kemudian
dirujuk ke RS HAM untuk penanganan selanjutnya. RPT: TB paru. RPO: OAT
(FDC).
Pemeriksaan Fisik:
Leher : TVJ R+2cm H2O.
T oraks
-Inspeksi : simetris, venektase (-), vena kolateral (-)
-Palpasi : stem fremitus ki<ka, kesan melemah di lapangan atas paru kiri
-Perkusi : sonor memendek pada lapangan atas paru kiri
-Auskultasi : Suara pernapasan: vesikular melemah pada lapangan
atas paru kiri
Suara tambahan : wheezing (-)
Ronki kering (+) kedua paru
Ekstremitas superior dan inferior: CF (+/+)
Pemeriksaan Laboratorium:
Leukositosis, hiponatremia.
Pemeriksaan Radiologis:
Konsolidasi homogen di lapangan atas paru kiri, batas tidak tegas.
‘Crescent sign’ pada lapangan atas paru kiri
10
DIAGNOSA BANDING :
1. Jamur paru dengan hemaptoe berat + TB Paru dalam pengobatan kategori
1 (fase lanjutan) + hipertensi stage II
2. Tumor paru dengan hemaptoe berat + TB Paru dalam pengobatan kategori
1 (fase lanjutan) + hipertensi stage II
3. TB Paru dalam pengobatan kategori 1 (fase lanjutan) dengan hemaptoe
berat + hipertensi stage II
4. Pneumonia dengan hemaptoe berat + TB Paru dalam pengobatan kategori
1 (fase lanjutan) + hipertensi stage II
5. Susp MDR TB + hipertensi stage II
DIAGNOSA SEMENTARA :
Jamur paru dengan hemaptoe berat + TB Paru dalam pengobatan kategori
I (fase lanjutan) + Hipertensi stage II
PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa:
Menenangkan pasien dan edukasi cara batuk yang benar
Memosisikan pasien sesuai kondisi penyakitnya (bila
diperlukan, posisi trendelenburg)
Pemantauan hemaptoe
Diet rendah garam
Medikamentosa:
O2 1-2 l/i
IVFD NaCl 0,9% + 1 amp Adona Ac à20 gtt/i
Inj. Transamin 1amp/ 8 jam i.v
Inj Vit. K 1 amp/ hari i.m
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
OAT (FDC fase lanjutan) 1x4 tab 3xseminggu
Codein 3x 20 mg
Paracetamol 3x500 mg
11
Vit B Complex tab 3 x 1
Amlodipin 1x5mg
Hasil Konsul Kardiologi 16-7-2012
Diagnosa:
Hipertensi stage II + Hemaptoe berat ec TB Paru
Terapi:
Amlodipine 1x 5 mg
Lain-lain sesuai TS
RENCANA PEMERIKSAAN
• Foto toraks PA ulang, foto toraks lateral kiri
• USG toraks
• Analisa sputum : DS: BTA 3x, bakteri gram +/- , jamur.
• Kultur sputum : BTA/RT, Bakteri/ST, jamur
• Tumor marker (CEA, NSE, Cyfra 21-1, SCC), albumin, elektrolit ulang
• Sitologi sputum
• Bronkoskopi
• TTLB
• CT Scan toraks
2.2. Diskusi
2.2.1. Definisi
Aspergilloma, juga dikenal misetoma/bola jamur (fungus ball) adalah
koloni jamur yang terdapat dalam kavitas tubuh seperti paru-paru. Misetoma
biasanya terdiri dari Aspergillus fumigatus, dan merupakan bentuk non-invasif
aspergillosis paru1.
Aspergilloma paru dapat berkembang pada individu yang sebelumnya
telah memiliki penyakit paru dengan kavitas pada parenkim parunya yang
disebabkan berbagai kondisi seperti tuberkulosis, sarkoidosis, silikosis, atau
bronkiektasis1.
12
Pada kasus diatas, pasien memiliki riwayat penyakit TB paru sejak tahun
2005 sampai sekarang. Hal ini menunjukkan adanya proses inflamasi yang kronis
pada parenkim paru akibat infeksi TB, sebagaimana terlihat pada hasil foto
toraksnya yang menunjukkan gambaran adanya kavitas.
2.2.2. Etiologi
Spesies Aspergillus merupakan moulds saphrophyte yang banyak dijumpai
di tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Lebih dari 200 spesies
Aspergillus telah diidentifikasi, dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab
infeksi yang terbanyak pada manusia dimana >90% menyebabkan aspergillosis
invasif dan non-invasif. Aspergillus flavus menyebabkan aspergillosis invasif
sebanyak 10%, sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus terreus sebanyak
2%2.
Aspergilloma terjadi pada pasien dengan imunitas normal, namun secara
struktural paru-paru tidak normal, dengan rongga atau kavitas yang sudah ada
sebelumnya. Jamur akan berdiam dikavitas dan mampu tumbuh bebas dari
gangguan karena sistem imun tidak dapat menembus kedalam rongga. Ketika
jamur bermultiplikasi, mereka membentuk sebuah bola yang terdiri dari jaringan
yang mati dari paru-paru disekitarnya, mukus, dan debris lainnya1.
Masuknya spora jamur Aspergillus pada manusia umumnya melalui
inhalasi dengan masa inkubasi yang tidak diketahui. Aspergillus dapat menyerang
semua ras dan jenis kelamin dengan perbandingan yang sama, dan dapat
mengenai semua usia2.
2.2.3. Patogenesis Aspergilloma Paru
Aspergillus Sp. menghasilkan banyak konidia kecil (mikrospora berukuran
2-3 µm) yang mudah diaerosol. Setelah menghirup konidia tersebut, orang yang
atopik sering mengalami reaksi alergi berat terhadap antigen konidia. Sistem
imun alamiah akan berusaha menyingkirkan spora mulai dari lapisan mukosa dan
gerakan silia pada saluran pernafasan. Selanjutnya, jika spora sudah terlanjur
masuk, akan ada perlawanan dari makrofag melalui proses fagositosis disertai
13
peran neutrofil. Pada paru, makrofag alveolar mampu menelan dan
menghancurkan konidia. Namun, beberapa spesies Aspergillus memproduksi
metabolit toksin yang menghambat proses fagositosis3.
Aspergilloma terjadi ketika konidia yang terhirup masuk ke dalam kavitas
yang sudah terbentuk, membesar, bergerminasi, dan menghasilkan banyak hifa
dalam ruang paru abnormal, dan dapat menginvasi pembuluh darah3,4.
Secara histologis, aspergilloma merupakan gambaran dari adanya fungus
ball (misetoma), yakni sebuah konglumerasi seperti massa dari hifa yang tumpang
tindih dengan fibrin, debris seluler, mukus, dan produk darah lainnya. Misetoma
ini dapat mengalami kalsifikasi menjadi gambaran amorf atau seperti cincin dari
foto toraks5.
Drainase inadekuat diduga memfasilitasi pertumbuhan Aspergillus di
dinding kavitas. Fungus ball dapat bergerak disekeliling kavitas, tetapi biasanya
tidak menginvasi sekitar parenkim paru atau pembuluh darah. Mayoritas kasus
lesi akan tetap stabil tetapi pada 10% kasus, aspergilloma ukurannya akan
berkurang atau sembuh menghilang secara spontan tanpa pengobatan.
Aspergilloma jarang membesar6.
14
Aspergilloma, atau misetoma menandakan infeksi saprofitik yang terjadi
pada pasien dengan penyakit dasar struktural paru. Secara patologi, aspergilloma
terdiri dari kombinasi hifa jamur, debris seluler, dan mucus di sekeliling kavitas.
Dinding kavitas umumnya tersusun atas jaringan fibrosa sel-sel inflamasi, dan
pembuluh darah, dimana sistem perdarahan utama berasal dari sirkulasi bronkial.
Penyakit paru struktural yang menjadi penyebab utama aspergilloma pada pasien
adalah penyakit yang menyebabkan pembentukan kavitas, akibat riwayat
tuberkulosis. Penyakit paru struktural lainnya adalah sarkoidosis, bula, abses, dan
bronkiektasis. Penyakit-penyakit tersebut dapat mengganggu pembersihan normal
organisme, yang memungkinkan terjadinya infeksi7.
2.2.4. Patofisiologi Gejala Aspergilloma Paru
Kebanyakan pasien dengan aspergilloma bersifat asimptomatik. Ketika
gejala muncul, pasien dapat mengalami hemoptisis bahkan hemoptisis berat dan
mengancam jiwa, khususnya pada pasien yang memiliki riwayat tuberkulosis.
Perdarahan biasanya terjadi dari pembuluh darah bronkial, dan dapat terjadi
karena invasi ke pembuluh darah pada permukaan kavitas, pengeluaran
endotoksin dari jamur, atau iritasi mekanis dari pembuluh darah yang terpapar di
dalam kavitas akibat gerakan fungus ball. Pasien dapat mengeluhkan batuk, sesak
yang berhubungan dengan penyakit paru yang mendasari, dan demam, yang dapat
disebabkan oleh penyakit paru yang mendasari serta dapat juga disebabkan oleh
terjadinya superinfeksi bakteri di dalam kavitas6.
2.2.5. Diagnosis Aspergilloma
Diagnosis Aspergilloma paru biasanya didasarkan pada manifestasi klinis
dan gambaran radiografi disertai penemuan Aspergillus sp secara serologis
maupun mikrobiologis8.
a. Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien aspergilloma merupakan asimptomatik. Gejala
yang sering muncul adalah hemoptisis ringan, namun terkadang
hemoptisis berat atau yang mengancam jiwa juga dapat terjadi, terutama
15
pada kasus-kasus yang didasari tuberculosis. Perdarahan tersebut dapat
berasal dari pembuluh darah bronchial, yang disebabkan oleh invasi lokal
pembuluh darah di batas-batas kavitas, pelepasan endotoksin dari fungus,
maupun iritasi mekanis dari vaskularisasi yang terbuka di dalam kavitas
oleh pergerakan fungus ball. Gejala lain yang juga dapat terjadi adalah
batuk dan sesak nafas akibat penyakit paru yang mendasari, dan demam
akibat superinfeksi bakteri8.
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan batuk darah (hemaptoe) yang
berat dan berulang, dan diduga kuat oleh karena adanya misetoma pada
kavitas yang terbentuk akibat superinfeksi bakteri, yang diinisiasi oleh
infeksi TB yang telah diderita sebelumnya.
b. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks sangat bermanfaat untuk menunjukkan adanya massa
pada kavitas yang telah ada sebelumnya. Gambaran aspergilloma terlihat
berupa massa intra-kavitas yang dikelilingi udara yang membentuk
gambaran sabit (crescent air), mobile dan paling sering terlihat di lobus
atas paru. Perubahan posisi fungus ball setelah perubahan posisi pasien
dari supine menjadi prone merupakan tanda lain dari aspergilloma. CT-
scan dada dapat dilakukan untuk memvisualisasikan aspergilloma yang
tidak terlihat dengan foto thorax. Gambaran radiologi ini juga bisa
ditemukan pada kasus neoplasma, abses, kista hidatid, dan granulomatosis
dengan poliangitis8. Pada kasus ini, pada gambaran foto terlihat gambaran
berupa massa intra-kavitas yang dikelilingi udara yang membentuk
gambaran sabit (crescent air) di lapangan atas paru kiri.
Sputum mudah dikontaminasi oleh saprophytic fungi, sehingga
hasil positif berulang akan adanya hifa fungal pada hapusan sputum dapat
diterima sebagai tanda yang cukup bermakna untuk diagnosis
aspergilloma9. Kultur sputum untuk Aspergillus sp ditemukan positif pada
50% kasus. Serum IgG antibodi terhadap Aspergillus ditemukan positif
pada mayoritas kasus, tetapi bisa menjadi negatif pada pasien yang
16
mendapat terapi kortikosteroid. Antigen Aspergillus telah ditemukan pada
cairan BAL pasien aspergilloma, namun nilai diagnostik dari test ini masih
bervariasi8.
Pada kasus ini, sebaiknya segera dilakukan kultur sputum untuk
memastikan ada tidaknya Aspergillus sp, sehingga diagnosis cepat
ditegakkan.
(Sumber: Korean Journal of Internal Medicine 19:38-42, 2004)
(Sumber: Korean Journal of Internal Medicine 19:38-42, 2004)
17
2.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk seorang pasien yang aspergilloma adalah dengan
pemberian anti jamur yang sistemik maupun yang lokal, reseksi pembedahan, dan
penatalaksanaan yang konservatif. Penatalaksanaan yang sering dilakukan hnaya
untuk paliatif10.
Penatalaksanaan defenitif untuk aspergilloma adalah reseksi pembedahan ,
Namun, hal ini sangat kontraindikasi karena berhubungan dengan disfungsi paru
yang berat. Komplikasi dari pembedahan ini adalah pendarahan, fistula
bronkopleura, infeksi dan empyema10.
Bronchial Arterial Embolization (BAE) telah digunakan dalam
penatalaksanaan hemoptisis pada aspergilloma. Namun, BAE biasanya efektifnya
hanya sementara dan terjadi kembali hemoptisis mungkin karena keterlibatan
pembuluh darah kolateral di sekitarnya. BAE kelihatannya lebih cocok hanya
sebagai prosedur “jembatan” pada pasien dengan hemoptisis massif sampai
reseksi bedah aspergiloma dapat dilakukan. Juga, terapi radiasi telah menunjukkan
keefektifan untuk aspergilloma, bahkan pada pasien dengan hemoptisis masif.
Modalitas ini telah direkomendasikan untuk kasus-kasus kekambuhan hemoptisis
yang mengancam kehidupan setelah BAE.10
Ada dua indikasi utama untuk Bronchial arterial embolization (BAE), yaitu:
1. Sebagai terapi paliatif untuk pasien yang akut, hemoptisis yang masif yang
tidak ada indikasi pembedahan.
2. Sebagai penatalaksanaan preoperatif untuk memberhentikan pendarahan10.
Itraconazole merupakan antijamur yang teradministrasi secara oral dengan
aktivitas melawan A.fumigatus dan penetrasi jaringan yang tinggi ke dalam paru.
Pemakaian itraconazole untuk aspergilloma telah dilaporkan dalam beberapa
studi. Data dari stud-studi ini menunjukkan pemakaian itraconazole dalam
rentang dosis antara 200 sampai 400 mg/hari selama 6 sampai 18 bulan
menghasilkan perbaikan radiografis dan simptomatis pada hampir dua pertiga
pasien dan mempunyai tempat untuk pengobatan aspergilloma. Level serum
18
itraconazole tidak diukur di berbgai studi, tetapi hasil studi dari pengobatan
aspergilloma paru dengan itraconazole ( 100 – 200 mg/dl) menunjukkan hasil
yang baik level itraconazole dengan kavitas – kavitas aspergilloma. Itraconazole
bekerja lambat , penggunaannya tidak terlalu berperan dalam hempotisis yang
mengacam jiwa. Kemudian, kejadian kembali aspergilloma sering terjadi karena
putus penggunaan obatnya. Penambahan kejadian resistensi sekunder pada
itraconazole dapat terjadi dengan penggunaan yang lama10.
Penatalaksanaan pada psaien ini masih belum spesifik (menggunakan
antijamur) oleh karena penjajakan belum selesai seluruhnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Aspergilosis Paru: Saat Jamur Melakukan Invasi ke Paru: Diakses dari:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=480
2. Aspergilosis. Diakses dari:
http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3432/1/08E00886.pdf
3. Harman, Eloise M. 2012. Aspergillosis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/296052-overview (accessed July 25,
2012)
4. Mitchell, Thomas G. 2008. Mikologi. Dalam: Brooks, Geo F., Butel, Janet S.,
Morse, Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, MElnick, dan Adelberg.
Ed.23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 662
5. Grimm, Lars. 2012. Aspergillosis, Thoracic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/353200-overview (accessed July 25,
2012)
6. Zmeili, O.S. and Soubani, A.O. 2007. Pulmonary Aspergillosis: A Clinical
Update. Q J Med 2007; 100:317–334
7. Gotway, Michael B, et al. 2002. Pictorial Essay: The Radiologic Spectrum of
Pulmonary Aspergillus Infections. Journal of Computer Assisted Tomography.
26(2):159–173
8. Kousha,M., Tadi,R., & Soubani, A.O. 2011. Pulmonary Aspergillosis: a
clinical review. European Respiratory Review 2011: Vol.20: 121, 156-174
9. Lee, S.H., etc. 2004. Clinical Manifestations and Treatment Outcomes of
Pulmonary Aspergilloma. Korean Journal of Internal Medicine . 2004. 19:
38-42
10. Fisherman,A.P., etc. Fisherman’s Pulmonary Disease and Disorders, ed.4th.
New York: McGraw-Hill. 2008. 20-30