Download - Kunci Keberhasilan Bisnis Rasulullah SAW
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Kunci Keberhasilan Bisnis Rasulullah
SAW
Disusun Oleh:
Rifka Indi 1113081000014
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Manajemen
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Makalah yang berjudul “Kunci Keberhasilan Bisnis Rasulullah
SAW” ini saya buat untuk memenuhi kompetensi mata kuliah
prinsip-prinsip ekonomi Islam. Dalam penyusunan makalah ini, saya
telah berusaha sekuat tenaga. Namun tentu saja, makalah ini
tidaklah luput dari kesalahan. Untuk itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik.
Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada Bapak Syamsul, selaku dosen mata kuliah prinsip-
prinsip ekonomi Islam serta kedua orang tua saya yang telah
memberikan dukungannya baik secara moril maupun materil.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Jakarta, 15 November 2014
i
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1 Bisnis Nabi Muhammad SAW.............................................................................4
2.1.1 Masa Kecil Membentuk Jiwa Wirausaha......................................................4
2.1.2 Mengembangkan Bisnis................................................................................6
2.1.3 Setelah Menikah Tetap Berbisnis..................................................................9
2.2 Strategi Sukses Bisnis Rasulullah......................................................................10
2.3 Kebijaksanaan Nabi Berbisnis...........................................................................12
2.3.1 Siddiq..........................................................................................................12
2.3.2 Amanah.......................................................................................................13
2.3.3 Fatanah........................................................................................................13
2.3.4 Tabligh........................................................................................................14
2.4 Prinsip-Prinsip Perdagangan Yang Adil............................................................15
2.4.1 Penghasilan Terbaik....................................................................................15
2.4.2 Perdagangan Terlarang................................................................................16
ii
2.4.3 Benda-Benda Terlarang...............................................................................16
2.4.4 Sikap Baik dalam Hubungan Dagang.........................................................16
2.4.5 Hak-hak Kelompok dalam Transaksi..........................................................17
2.4.6 Persetujuan Kedua Belah Pihak..................................................................18
2.5 Orientasi Kepada Pelanggan..............................................................................18
2.5.1 Mencintai Pelanggan...................................................................................18
2.5.2 Menghargai Pelanggan................................................................................19
2.5.3 Memudahkan Pelanggan.............................................................................19
2.5.4 Memenuhi Janji Terhadap Pelanggan.........................................................20
BAB III........................................................................................................................22
PENUTUP...................................................................................................................22
3.1 Simpulan............................................................................................................22
3.2 Saran..................................................................................................................22
GLOSARIUM.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai Rasul terakhir, Nabi Muhammad SAW tercatat dalam
sejarah adalah pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada
bandingan untuk seluruh umat manusia. Bagaimana tidak karena
Rasulullah SAW telah membuka zaman baru dalam
pembangunan peradaban dunia. Beliau adalah tokoh paling
sukses dalam bidang agama sebagai Rasul sekaligus dLm bidang
duniawi sebagai pemimpin negara dan peletak dasar peradaban
Islam yang gemilang selama 1000 tahun.
Kesuksesan Rasulullah SAW itu sudah banyak dibahas dan
diulas oleh para ahlu sejarah Islam maupun Barat. Namun ada
salah satu sisi Muhammad SAW ternyata jarang dibahas dan
kurang mendapat perhatian oleh para ahli sejarah maupun
agama yaitu sisinya sebagai seorang pebisnis yang sukses.
Padahal manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW
hingga kini maupun di masa mendatang akan selalu relevan
diterapkan dalam bisnis modern. Setelah kakek yang
merawatnya sejak bayi meninggal, seorang pamannya yang
bernama Abu Thalib lalu memeliharanya.
Abu Thalib yang sangat menyayangi Muhammad SAW
sebagaimana anaknya sendiri adalah seorang pedagang. Sang
paman kemudian mengajari Rasulullah SAW cara-cara
berdagang (berbisnis) dan bahkan mengjaknya pergi bersama
untuk berdagang meninggalkan negerinya (Makkah) ke negeri
Syam (yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah
1
SAW berusia 12 tahun. Tidak heran jika beliau telah pandai
berdagang sejak berusia belasan tahun. Kesuksesan Rasulullah
SAW dalam berbisnis tidak terlepas dari kejujuran yang
mendarah daging dalam sosoknya.
Kejujuran itu telah diakui oleh penduduk Makkah sehingga
beliau diberi gelar Al-Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga
dikenal sangat teguh memegang kepercayaan (amanah) dan
tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu. Tidak
heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya).
Menurut sejarah, telah tercatat bahwa Muhammad SAW
melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri sebanyak 6 kali di
antaranya ke Syam (Suriah), Bahrain, Yordania, dam Yaman.
Dalam semua perjalanan bisnis, Muhammad SAW selalu
mendapat kesuksesan besar dan tidak pernah mendapat
kerugian.
Seperti dikatakan oleh Prof. Aflazul Rahman dalam bukunya
“Muhammad: A Trader” bahwa Rasulullah SAW adalah pebisnis
yang jujur dan adil dalam membuat perjanijan bisnis. Ia tidak
pernah membuat para pelanggannya mengeluh. Dia sering
menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang dipesan
dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senatiasa
menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas
yang tinggi dalam berbisnis. Dengan kata lain, beliau
melaksanakan prinsip manajemen bisnis modern yaitu kepuasan
pelanggan, pelayanan yang unggul, kemampuan, efisiensi,
transparansi, persaingan yang sehat, dan kompetitif.
Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad SAW tidak pernah
mengambil keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa
2
dilakukan para pebisnis lainnya pada masanya. Beliau hanya
mengambil margin keuntungan secukupnya saja dalam menjual
produknya. Ternyata metode pengambilan margin keuntungan
yang dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang
dijualnya selalu laku terjual. Orang-orang lebih suka membeli
barang-barang yang dijual Muhammad SAW daripada pedagang
lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan
berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan
sehat dan kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan
efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah Rasulullah SAW berbisnis?
2) Apakah strategi yang membuat Rasulullah SAW sukses berbisnis?
3) Bagaimanakah kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam berbisnis?
4) Bagaimanakah prinsip keadilan dalam berdagang menurut Rasulullah SAW?
5) Bagaimanakah Rasulullah SAW memandang orientasi terhadap pelanggan?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Memenuhi tugas mata kuliah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.
2) Memberikan refensi bagi mahasiswa terkait dengan kunci keberhasilan
Rasulullah SAW dalam berbisnis.
3) Mempelajari bagaimanakah Rasulullah SAW menjalankan bisnisnya.
4) Mempelajari bagaimana strategi sukes Rasulullah SAW dalam berbisnis.
5) Mempelajari bagaimana kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam berbisnis.
6) Mempelajari bagaimanakah perdagangan yang adil menurut Rasulullah SAW.
7) Melihat bagaimana pandangan Rasulullah SAW terhadap pelanggannya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bisnis Nabi Muhammad SAW
Sebelum diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, Muhammad
telah berkecimpung dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25
tahun. Beliau mulai merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun
dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun.1 Allah SWT
mengukuhkan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi seluruh
umat manusia termasuk dari sisi bisnis. Dalam aktivitas bisnis, Nabi
SAW memberikan teladan terbaik bagaimana merintis, mengelola,
dan mengembangkan bisnis secara lurus dan bersih. Rasulullah
menunjukkan keteladanan dalam menyiapkan mentalitas dan
kepribadian yang kelak mendukung kesuksesan bisnisnya;
ketekunan, kejelian, dan kesuksesan bisnis yang telah
dijalankannya; bagaimana kisahnya; strategi pemasaran dan
pelayanan; cara menghadapi pesaing; pengalaman bisnisnya;
sejauh mana relasi dan pengalaman dalam menekuni bisnis
sehingga sangat memahami permasalahan bisnis.
2.1.1 Masa Kecil Membentuk Jiwa Wirausaha
Terjunnya Muhammad SAW dalam perniagaan sejak dini tidak
terlepas dari kenyataan yang menuntut beliau untuk belajar
hidup mandiri. Pada usia enam tahun, Muhammad SAW sudah
ditinggal wafat kedua orangtuanya. Sejak itu, beliau sempat
1 Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera Abadi, 2011), hlm. 47
4
diasuh sang kakek ‘Abdul Muttalib.2 Setelah kakeknya wafat,
Muhammad SAW tinggal bersama pamannya, Abu Thalib yang
berprofesi sebagai pedagang sebagaimana kebanyakan
pemimpin Quraisy lain. Sebab, berdagang merupakan
pendapatan utama penduduk Makkah.
Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, membuat
Muhammad SAW merasa harus berusaha untuk meringankan
bebannya. Beliau pun sempat bekerja ‘serabutan’: membantu
tetangga merapikan pekarangannya, memukul batu untuk
sedikit upah, atau mengambil kayu bakar atau semak belukar
dari hutan lalu menjualnya di pasar.
Muhammad SAW kecil melakukan apa saja yang “halal” untuk
meringankan beban beban yang ditanggung oleh sang paman,
Abu Thalib, yang telah mengasuhnya. Pada masa kanak-kanak
beliau menjadi penggembala kambing milik penduduk Mekkah
dan menerima upah atas jasanya itu. Jiwa bisnisnya semakin
kuat, karena sejak usia 12 tahun, Muhammad SAW ikut
berdagang dengan pamannya ke Syiria (Syam). Awalnya, Abu
Talib tidak berniat mengajaknya karena medan perjalanan yang
sulit; melewati padang pasir yang luas. Tetapi, karena
Muhammad kecil berkeras untuk ikut, ia terpaksa mengabulkan
permintaan tersebut. Kerasnya keinginan Muhammad untuk ikut
ekspedisi dagang, menunjukkan betapa besar semangatnya
untuk mengubah nasib, memperbaiki keadaan, dan tidak ingin
merepotkan paman lebih jauh.3
2 Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2011), hlm.123 Ibid hlm.12
5
Ketika menginjak dewasa, Muhammad mulai berdagang
sendiri di Mekkah. Ia menjalankan bisnisnya, mulai dari skala
kecil. Ia membeli sejumlah barang dari satu pasar, lalu
menjualnya ke orang lain. Terkadang ia bekerja untuk
mendapatkan upah dan menjadi agen untuk beberapa pebisnis
kaya di kota Mekkah.4
Kepribadiannya yang mulia menjadi modal terpenting dalam
bisnis. Kejujurannya mendorong masyarakat Mekkah
memberinya gelar ash-Shiddiq (orang yang selalu berkata benar
dan tidak pernah sekalipun berbohong). Keteguhannya dalam
menunaikan amanah orang lain, membuat masyarakat Mekkah
menggelarinya al-Amin (orang terpercaya).5 Dengan keunggulan
pribadinya, ia sering mendapat kepercayaan masyarakat
Mekkah untuk mengurus keperluan mereka, termasuk dalam
mengembangkan modal. Muhammad menerima modal dari para
janda dan anak yatim dengan sistem upah maupun bagi hasil
(mudharabah).
Salah satu pemitra pemodal Nabi saw adalah Khadijah, salah
seorang konglomerat pada masa itu. Muhammad saw
menjalankan kontrak syirkah (kerjasama) dengan sistem upah
maupun bagi hasil (mudharabah) dengan Khadijah. Terkadang ia
menjadi pengelola (mudharib) dan Khadijah sebagai mitra
nonaktif (shahibul maal), dan keduanya berbagi atas
keuntungan maupun kerugian. Di lain waktu, Nabi SAW menjadi
pebisnis yang digaji atau diupah untuk mengelola barang
4 Ibid, hlm. 155 Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera Abadi, 2011), hlm. 49
6
dagangan Khadijah. Khadijah pernah mengelola barang
dagangan Khadijah. Khadijah pernah mempercayakan barang
dagangannya kepada Muhammad SAW untuk dijual ke Suriah.6
2.1.2 Mengembangkan Bisnis
Nabi Muhammad SAW banyak melakukan perjalanan bisnis
regional dengan modal dari Khadijah. Wilayah perdagangan
yang dikunjungi Muhammad SAW meliputi Yaman, Syam, Busra,
Irak, Yordania, Bahrain, dan kota-kota perdagangan di Jazirah
Arab lainnya. Menurut suatu riwayat, sebelum menikah, beliau
menjadi manajer perdagangan Khadijah ke pusat perdagangan
di Yaman. Muhammad pun empat kali memimpin ekspedisi
dagang ke Syam dan Jerash di Yordania. Beliau pernah
mendapat imbalan dua ekor unta untuk setiap kali perjalanan ke
kota-kota dagang di sekitar Yaman.
Nabi SAW begitu menonjol dalam hal ketekunan dan
kesungguhannya dalam bisnis. Ia pernah menunggu
pembelinya, Abdullah bin Abdul Hamzah selama tiga hari.
Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan, “Aku telah membeli
sesuatu dari Nabi sebelum beliau menerima tugas kenabian,
tapi karena masih ada suatu urusan dengannya, lalu ia
menjanjikan untuk mengantarkan padanya, tetapi aku lupa.
Ketika teringat tiga hari kemudian aku pun pergi ke tempat
tersebut dan menemukan Nabi masih berada di sana.” Nabi
berkata, “Engkau telah membuatku resah, aku berada di sini
selama tiga hari menunggumu.” (HR. Abu Dawud).7 Peristiwa ini
6 Ibid, hlm. 507 Ibid, hlm. 51
7
menunjukkan kesabaran dan pengorbanan Nabi Muhammad
SAW yang luar biasa untuk tidak membuat relasi atau
pelanggan kecewa. Ia tidak marah, ia hanya menyampaikan
bahwa ia merasa resah karena telah menunggu tiga hari.
Kecerdasan bisnisnya sangat teruji. Ia pernah menjual barang
dagangan di pasar Busradan meraih keuntungan dua kali lipat
dibanding para pedagang lain.8 Ketika mengetahui bahwa
Muhammad berhasil mendapat keuntungan sangat besar yang
belum pernah diraih oleh siapapun sebelumnya. Khadijah
memberi bagian keuntungan yang lebih besar dibanding yang
telah mereka sepakati.
Kepiawaian Nabi Muhammad SAW dalam bisnis dan
penguasaannya atas pasar sangat luar biasa. Pernah suatu
ketika Nabi Muhammad SAW diminta membawa barang
dagangan milik Khadijah. Para pedagang senior Quraisy Mekkah
tidak suka kepada Muhammad yang jujur dalam berdagang.
Bagi mereka, berdagang adalah hal yang terpisah dari
kejujuran. Mereka berpandangan bahwa kejujuran tidak
mungkin diterapkan dalam berdagang. Mereka membuat
rencana untuk membuat Muhammad SAW bangkrut. Ketika
rombongan mereka datang ke Syam, mereka sengaja
menjatuhkan harga. Nabi Muhammad tidak mau melakukannya
karena yang ia bawa adalah barang dagangan milik Khadijah. Ia
merasa harus menjalankan kepercayaan Khadijah untuk
mendapat keuntungan, bukan kerugian. Nabi Muhammad SAW
sangat memahami kondisi pasar bahwa saat itu, dimana jumlah
8 Ibid, hlm. 51
8
permintaan (kebutuhan masyarakat) lebih tinggi dari jumlah
penawaran (barang dagangan yang ada). Oleh karena itu, ia
meyakini ketika barang dagangan milik saudagar Quraisy itu
habis, orang-orang akan tetap mencari barang tersebut.9
Prediksi Nabi Muhammad SAW terbukti benar. Saat barang
dagangan Quraisy dengan harga murah itu telah habis,
masyarakat membelinya dari Nabi SAW dengan harga normal.
Ketika rombongan pedagang Quraisy Mekkah pulang, kota
itupun gempar. Semua pedagang rugi kecuali Nabi Muhammad
SAW. Ia justru meraih keuntungan besar. Inilah contoh kejelian
Nabi Muhammad SAW dalam melihat, menganalisis, dan
memahami pasar, serta adanya keberkahan dari sikap jujur dan
menjalankan amanah. Ini juga merupakan bukti kemampuan
seorang Muhammad dalam merespons strategi pesaing secara
jernih.
Karier bisnis Muhammad SAW semakin kuat di usia 25 tahun.
Usia ini menjadi titik keemasan kemampuan bisnisnya.10
Muhammad akhirnya menikah dengan Khadijah. Ia
memeberikan mas kawin dalam jumlah yang sangat besar pada
waktu itu, yaitu 20 ekor unta muda. Ia juga pernah berkurban
secara pribadi dengan jumlah sangat besar yaitu 100 ekor unta.
Setelah menikah dengan Khadijah, ia tetap menjalankan bisnis
perdagangan ke berbagai Semenanjung Arabia dan negeri-
negeri perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Suriah.
9 Ibid, hlm. 5110 Ibid, hlm.52
9
2.1.3 Setelah Menikah Tetap Berbisnis
Setelah menikah, Muhammad SAW tetap melanjutkan usaha
perdagangannya. Pada masa itu, ia bertindak sebagai mitra
dalam usaha isterinya. Satu hal yang berbeda, sebelum
menikah, Muhammad adalah project owner bagi Khadijah.
Setelah menikah, beliau menjadi joint owner dan supervisor bagi
agen-agen perdagangan Khadijah.11
Sejumlah hadits yang memberikan tuntutan perdagangan
menunjukkan bahwa Muhammad SAW mengetahui seluk-beluk
bisnis. Beliau memahami strategi agar perdagangan dapat
berhasil. Beliau mengetahui sifat dan perilaku yang merusak
atau menghambat bisnis perdagangan. Lebih dari itu,
Muhammad SAW memahami berbagai hal yang merusak sistem
pasar secara keseluruhan, seperti kecurangan timbangan,
menyembunyikan cacat barang yang dijual, riba, dan gharar.
Beliau telah membuktikan bahwa kesuksesan bisnis dapat
dicapai tanpa cara-cara terlarang.12
Semasa Muhammad SAW berdagang, beliau kerap
mengunjungi pusat-pusat bisnis perdagangan di sepanjang
tanah Arab yang terkenal, di antaranya adalah: Daumatul
Jandal, Mushaqqar, Suhar, Dabba, Shihr (Maharah), Aden, San’a,
Rabiyah, Ukaz, Dul Majaz, Mina, Nazat, Hijr, dan Bushra.13 Beliau
11 Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2011), hlm.1812 Ibid, hlm. 1913 Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera Abadi, 2011), hlm. 53
10
telah berinteraksi dan berkompetisi dengan pebisnis regional
dan dari negeri Timur Jauh, juga dari wilayah lainnya.
Menginjak usia 30-an, Muhammad SAW menjadi seorang
investor dan mulai memiliki banyak waktu untuk memikirkan
kondisi masyarakat. Pada saat itu, Muhammad SAW sudah
mencapai apa yang disebut sebagai “kebebasan uang dan
waktu”. Ketika Muhammad SAW berusia 37 tahun, beliau mulai
mengurangi aktivitas bisnis dan lebih banyak melakukan
kontemplasi. Nabi Muhammad SAW terus mengurangi aktivitas
bisnis terutama sesudah datangnya kenabian.14
2.2 Strategi Sukses Bisnis Rasulullah
Keberhasilan bisnis Nabi Muhammad SAW sangat terkait
dengan dua prinsip yang menjadi kunci suksesnya: Pertama,
keberhasilan dalam membangun kepercayaan, sehingga beliau
sangat dipercaya (al-Amin). Dengan citra dirinya sebagai al-Amin,
orang-orang senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau dan
tidak segan-segan menginvestasikan modal mereka kepadanya.
Kedua, kompetensi dan kemampuan secara teknis. Muhammad
SAW mengetahui benar cara berinteraksi dengan (calon) pembeli
atau mitra bisnis. Beliau juga mengenal pasar-pasar dan tempat-
tempat perdagangan di Jazirah Arab. Muhammad SAW memahami
seluk beluk aktivitas perdagangan dan perekonomian. Beliau
memahami keuntungan suatu perdagangan dan bahaya riba serta
berbagai transaksi perdagangan yang menyalahi nilai-nilai syar’i.15
14 Ibid, hlm. 5415 Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2011), hlm. 160
11
Ketika berdagang, Muhammad SAW tidak sekedar menjual
produk, tetapi beliau juga “menjual nilai-nilai” kepada mitra bisnis
dan para pelanggannya. Maksud dari “menjual nilai-nilai” adalah
senantiasa mengedepankan etika bisnis yang dijiwai dengan nilai-
nilai syar’i.16 Nilai-nilai yang dijual antara lain: sopan saat bersikap,
santun kala berucap, jujur saat menjelaskan sifat/ karakter suatu
produk, proporsional dalam menentukan laba dari setiap produk,
memberikan kelonggaran pembayaran kepada pelanggan yang
tidak mampu, dan berlaku adil serta transparan terhadap
pelanggan atau mitra bisnis.
Dalam Islam, hakikat seorang pedagang mengandung makna
yang luas dan mendalam. Allah menegaskan bahwa “perniagaan
dengan Allah” merupakan suatu solusi agar kita dapat selamat dari
azab neraka.17 Dalam perwujudannya, “perniagaan dengan Allah”
melandasi setiap aktivitas berdagang/berbisnis untuk meraih
keridhaan-Nya dan sebagai bagian dari beribadah. Kemudian
menjadikan setiap usaha/bisnis yang dijalankan tidak berlebihan
dalam memandang harta dan keuntungan materi.
Nabi telah membuktikan bahwa sukses bisnis yang
digapainya, banyaknya kekayaan yang diraihnya, sama sekali tidak
membuat beliau lupa diri dan hidup dalam kemewahan. Sebaliknya,
beliau memilih pola hidup yang sederhana dan membelanjakan
semua kekayaannya di jalan Allah.
Sejalan dengan memaknai bisnis/perdagangan secara Islami,
Syarif (2005) mengemukakan, bahwa bisnis yang terbaik adalah
16 Ibid, hlm. 16117 Ibid, hlm 161
12
bisnis yang berkah. Bisnis yang dikatakan berkah adalah bisnis
yang melibatkan nilai (value), antara lain:
1. Tidak hanya berorientasi untuk mendapatkan uang, tetapi
lebih berorientasi kepada misi: mengharap keridhaan Allah.
2. Mengutamakan tujuan jangka panjang (ukhrawi)
dibandingkan hanya mencari keuntungan jangka pendek
(duniawi).
3. Menjadikan sumber daya manusia sebagai aset, bukan
sebagai alat.18
Maka pedagang yang senantiasa menerapkan etika bisnis
syar’i seperti yang dicontohkan Nabi SAW, tidak akan pernah
merugi dalam menjalankan usahanya. Sebab, dalam Islam,
keuntungan tidaklah semata-mata ditinjau berdasarkan materi
semata. Hakikat keuntungan perniagaan dalam Islam
sesungguhnya antara lain mencakup: 1) bila kegiatan berdagang
menambah amal shalih, 2) dapat membantu orang lain, 3)
menambah ilmu dan pengalaman, dan 4) menjalin silaturahim dan
networking.19
2.3 Kebijaksanaan Nabi Berbisnis
Profesionalisme Nabi SAW dalam berbisnis melekat erat
dengan karakter yang ada pada diri beliau. Karakter ini mencakup
sifat Nabi yang mulia, yaitu siddiq, amanah, fatanah, dan tabligh.
Dalam konteks bisnis, sifat-sifat tersebut menjadi dasar dalam
18 Ibid, hlm 16319 Ibid, hlm. 164
13
setiap aktivitas bisnis beliau yang kemudian menjadi sikap dasar
manusiawi yang mendukung keberhasilan.20
2.3.1 Siddiq
Siddiq berarti “jujur” atau “benar”. Dalam menjalankan
bisnisnya, Nabi Muhammad SAW selalu menunjukkan kejujuran.
Beliau meyakini bahwa membohongi para pelanggan sama
dengan menghianati mereka. Mereka akan kecewa bahkan
tertipu. Akibatnya, mereka tidak akan bertransaksi bisnis lagi.
Akibatnya, lambat laun bisnis pun akan hancur.
Dalam manajemen pemasaran modern, karakter siddiq
sangat menentukan terciptanya layanan informasi secara benar.
Bahkan, karakter siddiq merupakan dasar yang harus menyertai
aktivitas bisnis. Dengan jiwa siddiq, hak atau kepentingan
pelanggan tetap terpenuhi.21
Kejujuran Nabi sebagai pebisnis anatara lain:
a. Tidak mengingkari janji yang telah disepakati.
b. Tidak menyembunyikan cacat atas sesuatu yang
ditransaksikan.
c. Tidak mengelabui harga pasar.
2.3.2 Amanah
Amanah berarti “dapat dipercaya”. Dalam konteks ini,
amanah adalah tidak mengurangi atau menambah sesuatu dari
yang seharusnya atau dari yang telah disepakati.22 Itu bisa terjadi
antara penjual dan pembeli, penyewa dan yang menyewakan, 20 Ibid, hlm. 6221 Ibid, hlm. 6422 Ibid, hlm. 64
14
maupun antara penggadai dan yang menggadaikan. Setiap orang
yang diberi amanah harus benar-benar dapat menjaga dan
menanggung amanah tersebut.
Seorang pebisnis haruslah dapat dipercaya, seperti yang telah
dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam memegang amanah.
Saat menjadi pedagang, Nabi Muhammad SAW selalu
memberikan hak pembeli dan orang-orang yang mempercayakan
modalnya kepada beliau.
Bersikap amanah mutlak diterapkan dalam setiap transaksi
bisnis atau muamalah. Sebab, dengan adanya sikap ini kita dapat
menghindar dari berbagai perilaku yang menyalahi aturan
syariat. Sikap amanah dalam bertansaksi antara lain:
a. Tidak mengurangi sesuatu yang disetujui.
b. Tidak menambah sesuatu yang disepakati.
c. Memberikan sesuatu sesuai pesanan.23
2.3.3 Fatanah
Fatanah berarti “cakap” atau “cerdas”. Pebisnis yang cerdas
mampu memahami peran dan tanggung jawab bisnisnya dengan
baik. Dia pun mampu menunjukkan kreativitas dan inovasi guna
mendukung dan mempercepat keberhasilan.24 Seiring itu,
pebisnis yang cerdas mampu memberikan sentuhan nilai yang
efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan pemasaran.
Di dunia bisnis yang penuh persaingan saat ini, kecerdasan
dalam berbisnis (kreativitas dan inovasi) sangat vital. Jika tidak,
sukses dan keberhasilan hidup suatu usaha akan terancam.
23 Ibid, hlm. 6624 Ibid, hlm. 65
15
Dalam transaksi muamalah, prinsip-prinsip yang dijiwai dari sifat
fatanah tercarmin dari:
a. Mengadministrasikan dokumen transaksi.
b. Menjaga profesionalisme dan kualitas pelayanan.25
c. Kreatif dan inovatif.
d. Mengantisipasi perubahan yang terjadi di pasar, baik yang
berhubungan dengan produk, teknologi, harga, maupun
persaingan.
2.3.4 Tabligh
Tabligh artinya “menyampaikan”. Dalam konteks bisnis,
pemahaman tabligh bisa mencakup argumentasi dan komunikasi.
Penjual hendaknya mampu mengomunikasikan produknya
dengan strategi yang tepat. Artinya, tepat dalam memilih media
promosi, seperti TV, radio, surat kabar, dan majalah; tepat dalam
membidik segmentasi pasar, gender dan usia; tepat dalam
menentukan target daya beli; tepat dalam memberikan bulan
diskon; tepat dalam menentukan biro iklan atau model yang akan
menjadi brand ambassador produk.26
Dengan sifat tabligh, seorang pebisnis diharapkan mampu
menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik
dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
Dengan itu, pelanggan dapat dengan mudah memahami pesan
bisnis yang disampaikan.
Rasulullah SAW telah menunjukkan dirinya sebagai pedagang
yang argumentatif dan komunikatif. Beliau juga merupakan sosok
25 Ibid, hlm. 6626 Ibid, hlm. 67
16
komunikator yang ulung, sehingga banyak mitra dan palanggan
merasa senang berbisnis dengannya. Lebih dari itu, beliau
mampu memberi pemahaman kepada mereka perihal bisnis yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.4 Prinsip-Prinsip Perdagangan Yang Adil
Muhammad benar-benar mengikuti prinsip-prinsip
perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya. Selain itu ia
juga selalu menasehati para sahabatnya untuk melakukan hal
serupa. Ketika berkuasa, ia telah mengikis habis transaksi-transaksi
dagang dari segala macam praktik yang mengandung unsur-unsur
penipuan, riba, judi, ketidakpastian, keraguan, eksploitasi,
pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap. Ia juga
melakukan standarisasi timbangan dan ukuran, dan melarang
orang-orang mempergunakan standar timbangan dan ukuran lain
yang kurang dapat dijadikan pegangan.27
2.4.1 Penghasilan Terbaik
Nabi mendapatkan penghasilan halal dengan cara bekerja
keras selama tinggal di Makkah, baik di masa mudanya maupun
setelah dewasa. Seseorang bertanya pada Nabi, jenis
penghasilan mana yang terbaik. Nabi menjawab, “Hasil kerja
seseorang dengan tangannya sendiri dari setiap transaksi
perdagangan yang disetujui” (HR Ahmad).28 Nabi juga bersabda,
“Sesuatu yang halal sudah jelas dan apa yang haram juga sudah
jelas, tetapi di antara keduanya ada hal-hal yang samar yang
27 Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1996), hlm. 2028
17
banyak orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa menjaga
dirinya dari sesuatu yang meragukan, berarti ia memelihara
agamanya dan kemuliaan pribadinya, tetapi barangsiapa
menjatuhkan dirinya ke dalam sesuatu yang meragukan, berarti
ia jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan, seperti seorang
penggembala kambing yang menggembalakan hewan-
hewannya di sekeliling suatu tanah terlarang di mana akhirnya
ia akan menggembala di dalamnya. Setiap penguasa memiliki
peraturan-peraturan yang tidak dapat dilanggar, dan larangan
Tuhan adalah hal-hal yang telah dinyatakan-Nya haram. Di
dalam tubuh ada sepotong daging, dan jika ia baik maka baiklah
seluruh tubuh, tetapi jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh.
Itulah hati” (HR Bukhari dan Muslim).29
2.4.2 Perdagangan Terlarang
Nabi melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena
hakikat perdagangan itu memang dilarang maupun karena
adanya unsur-unsur yang diharamkan di dalamnya.
2.4.3 Benda-Benda Terlarang
Memperjualbelikan benda-benda yang dilarang dalam Al-
Quran adalah haram.30 Allah SWT dan Rasul-Nya telah
menyatakan haramnya penjualan anggur, hewan yang mati
dengan cara tidak disembelih, babi dan berhala. Nabi SAW juga
melarang harga yang dibayarkan untuk darah, membeli anjing,
29 Ibid, hlm. 2030 Ibid, hlm. 21
18
kucing, dan mengutuk orang yang menerima dan membayar
riba, orang yang mentato dirinya, dan pematung.
2.4.4 Sikap Baik dalam Hubungan Dagang
Nabi sangat sopan dan baik hati dalam melakukan transaksi
perdagangan. Selain itu, ia juga selalu menasehati para
sahabatnya untuk bersikap sama, kapan saja dan dengan siapa
saja mereka melakukan transaksi. Rasulullah SAW berkata,
“Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi
dagang, sebab itu dapat menghasilkan suatu penjualan yang
cepat lalu menghapuskan berkah” (HR Bukhari dan Muslim).31
Orang yang menjual barangnya dengan sumpah palsu menurut
Rasulullah SAW termasuk pada orang yang padanya Allah tidak
akan berbicara pada Hari Kebangkitan, ke arahnya Allah tidak
melihat, yang tidak Allah sucikan dan mereka mendapat ‘azab
yang pedih’. Kemudian, Abu Said meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW berkata, “Saudagar yang jujur dan dapat
dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi, orang-
orang jujur dan para syuhada” (HR Tirmidzi).32
2.4.5 Hak-hak Kelompok dalam Transaksi
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pertukaran barang
dengan persetujuan antara kedua belah pihak dalam suatu
transaksi dagang sebagai sesuatu yang halal, dan melarang
mengambil benda orang lain tanpa persetujuan dan izin mereka.
Ini sangat penting, selain untuk mempertahankan perdamaian
31 Ibid, hlm. 2232 Ibid, hlm. 22
19
dan ketertiban dalam masyarakat, juga untuk memelihara
hubungan yang baik dan harmonis di kalangan anggota
masyarakat. Nabi telah meletakkan dasar-dasar hukum dan
peraturan guna melakukan transaksi-transaksi. Selain itu, ia
juga telah memberikan hak pada tiap kelompok untuk
meneruskan atau membatalkan transaksi dengan syarat-syarat
tertentu.
Nabi juga melarang segala macam praktek riba. Ibn ‘Umar
berkata, Nabi telah melarang penjualan dengan kredit yang
jumlah pembayarannya berbeda pada waktu yang lain
(Daruqutni).33 Nabi juga melarang pertukaran logam mulia,
buah-buahan dan makanan yang terbuat dari gandum jika ada
kemungkinan timbulnya praktek riba, sebagaimana
diperlihatkan oleh contoh-contoh berikut. Menurut riwayat Abu
Sa’id Khudri, Rasulullah SAW berkata, “Emas harus dibayar
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, atas dasar
persetujuan bersama, dan pembayaran dilakukan segera. Jika
seseorang memberikan lebih atau meminta lebih, maka ia telah
memperdagangkan riba, yang menerima dan memberi sama-
sama berdosa” (HR Muslim).
2.4.6 Persetujuan Kedua Belah Pihak
Al-Qu’ran memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan
perdagangan dengan persetujuan kedua belah pihak
(kesepakatan bersama). Kesepakatan bersama mengandung arti
33 Ibid, hlm. 23
20
bahwa semua transaksi harus dilakukan dengan persetujuan
bersama, bukan atas dasar paksaan maupun penipuan.34
Contohnya, walaupun kenyataannya ada kesepakatan bersama
dalam pemberian bunga dan suap menyuap, namun jelas bahwa
pihak yang membutuhkan dipaksa oleh keadaan untuk setuju
akan transaksi semacam itu. Di dalam perjudian, seperti peserts
tertipu oleh harapan palsu untuk menang. Tidak seorang pun
akan setuju akan setuju untuk berjudi kalau ia tahu bahwa ia
akan kalah. Begitu juga setiap kasus transaksi yang melibatkan
unsur-unsur penipuan. Pihak yang tertipu setuju karena
ketidaktahuannya bahwa di situ terjadi penipuan. Seandainya ia
mengetahui bahwa ia akan tertipu, ia akan menolaknya.
2.5 Orientasi Kepada Pelanggan
2.5.1 Mencintai Pelanggan
Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai pelanggan
seperti dia mencintai dirinya sendiri. Itu sebabnya beliau
melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Bahkan, beliau tidak
rela pelanggan tertipu saat membeli. Sikap ini mengingatkan
pada hadits yang beliau sampaikan, “Belum beriman seseorang
sehingga dia mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu
sendiri.”35
Jika kita ingin berusaha mencintai customer seperti mencintai
diri kita sendiri maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan,
antara lain:
34 Ibid, hlm. 2635 Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing Muhammad, (Bogor: Pustaka Iqro Internasional, 2010), hlm.51
21
Berusaha mengerti keinginan pelanggan
Tidak berusaha menipu pelanggan mengenai kualitas produk
yang kita tawarkan
Bersikap dan berprasangka baik terhadap pelanggan
Tidak membuat konflik dan merendahkan pelanggan36
2.5.2 Menghargai Pelanggan
Tidak ada alasan untuk mengabaikan penawar pertama
dalam berbisnis. Jika sang penawar dalam perjalanan dan ia
telah menawar via telepon, tunggulah sampai sang penawar
datang dan kita bertatap muka dengannya.37 Demikianlah
penghormatan yang disyaratkan Nabi Muhammad SAW kepada
penawar pertama. Orang yang menawar pertama kali harus
dilayani dengan baik dan diberikan prioritas hingga dicapainya
kesepakatan jual-beli.
Para pembeli atau pelanggan memang tetap menjadi raja.
Mereka hendak dilayani, bahkan berharap dilayani dengan baik.
Pedagang yang tampak bermalas-malasan melayani tentu akan
dijauhi pembeli. Apalagi jika ada pedagang yang menyakiti hati
konsumennya, maka ia tentu akan mendapatkan complain yang
dapat berakibat buruk.
2.5.3 Memudahkan Pelanggan
Nabi Muhammad SAW begitu menekankan kemudahan
terutama dalam jual beli, beliau bersabda: “Janganlah kamu
36 Ibid, hlm. 5337 Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW 40 Kedahsyatan Bisnis ala Nabi SAW, (Bandung: Madani Prima, 2008), hlm. 29
22
menciptakan kesulitan-kesulitan untuk masyarakat dan buatlah
hidup ini mudah dan nyaman sesuai dengan mereka.”38
Kemudahan dalam jual beli dapat berbentuk kemudahan cara
membayar, baik dalam bentuk cash, debit, ataupun transfer dan
juga dalam persoalan penukaran barang jika pembeli salah
membeli barang.
2.5.4 Memenuhi Janji Terhadap Pelanggan
Dalam bisnis dan perniagaan, kepercayaan pelanggan adalah
sesuatu yang amat berharga. Modal utama Rasulullah SAW
dalam berbisnis adalah kejujuran untuk mendapatkan
kepercayaan konsumen. Nabi sejak dulu selalu berusaha
memenuhi janji-janjinya. Firman Allah, “Wahai orang-orang yang
beriman penuhi janjimu.” (QS Al-Maidah:3).39 Dalam dunia
pemasaran, Rasulullah SAW selalu memberikan value atau nilai
produknya seperti yang diiklankan atau dijanjikan.
Pada bisnis yang berorientasi kepada laba, seringkali terjadi
kecurangan-kecurangan untuk mendapatkan keuntungan
sepihak. Pada zaman Nabi SAW, permasalahan kejujuran
tampak pada kasus timbangan yang kerap kali ‘diakali’ sehingga
tidak memenuhi bobot yang seharusnya, yang pada akhirnya
akan merugikan pembeli. Pada zaman sekarang, kecurangan
dapat berbentuk pengurangan kualitas suatu produk atau
pekerjaan. Contohnya pengurangan kualitas bahan baku
38 Ibid, hlm. 3339 Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing Muhammad, (Bogor: Pustaka Iqro Internasional, 2010), hlm. 65
23
bangunan dalam bisnis konstruksi dan penggunaan bahan-
bahan berbahaya dalam bisnis makanan.
Nabi SAW bersabda: “Pedagang yang jujur lagi terpercaya
adalah bersama-sama nabi, orang-orang shadiqin, dan para
syuhada” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).40 Seseorang yang
berbisnis tanpa berorientasi pada menanamkan kepercayaan
maka bisnisnya sudah pasti akan segera bubar meskipun dari
hal ini dia bisa kaya raya.
40 Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW 40 Kedahsyatan Bisnis ala Nabi SAW, (Bandung: Madani Prima, 2008), hlm. 31
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sebelum diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, Muhammad
telah berkecimpung dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25
tahun. Keberhasilan bisnis Nabi Muhammad SAW sangat terkait
dengan dua prinsip yang menjadi kunci suksesnya yakni: Pertama,
keberhasilannya dalam membangun kepercayaan. Profesionalisme
Nabi SAW dalam berbisnis melekat erat dengan karakter yang ada
pada diri beliau, yaitu siddiq, amanah, fatanah, dan tabligh. Sifat-
sifat inilah yang menjadi dasar aktivitas bisnis beliau, sehingga
orang-orang senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau dan
tidak segan-segan menginvestasikan modal mereka kepadanya.
Kedua, kompetensi dan kemampuan secara teknis.
Muhammad SAW mengetahui benar cara berinteraksi dengan
(calon) pembeli atau mitra bisnis. Beliau senantiasa
memperlakukan pelanggannya seperti raja, dengan selalu
mencintai, menghargai, memudahkan, dan memenuhi janjinya
terhadap pelanggan. Beliau juga memahami keuntungan suatu
perdagangan dan bahaya riba serta berbagai transaksi
perdagangan yang menyalahi nilai-nilai syar’i, sehingga selalu
melaksanakan prinsip keadilan dalam berdagang.
25
3.2 Saran
Dengan mempelajari kisah Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa berdagang itu penting dan dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mengangkat derajat seseorang. Maka kita sebagai seorang mahasiswa,
sudah seharusnya belajar berdagang sejak dini, seperti yang telah dicontohkan Nabi
Muhammad SAW yang mulai berdagang sejak umur 12 tahun. Kemudian untuk
menjadi seorang pedagang yang sukses, sosok Nabi Muhammad SAW dapat
dijadikan sebagai suri teladan yang terbaik bagaimana merintis, mengelola,
dan mengembangkan bisnis secara lurus dan bersih. Dimana berdagang
bukan hanya berorientasi pada keuntungan saja, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip
kejujuran dan keadilan.
26
GLOSARIUM
Al-Amin, orang yang dapat dipercaya.
Amanah, dapat dipercaya; suatu perbuatan dimana seseorang harus menepati janji
yang telah diucapkannya baik kepada Allah SWT maupun sesama manusia.
Ash-Shiddiq, orang yang selalu berkata benar dan tidak pernah sekalipun berbohong.
Azab, siksa Tuhan yg diganjarkan kepada manusia yang melanggar larangan agama.
Brand Ambassador, orang yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk menjadi tenaga
penjualan dan perwakilan fisik dari perusahaan sehubungan dengan penjualan dan
pemasaran.
Efektif, dapat membawa hasil; berhasil guna (usaha, tindakan).
Efisiensi, ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak
membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan.
Eksploitasi, pengusahaan; pendayagunaan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri.
27
Fatanah, cakap atau cerdas.
Halal, segala obyek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan,
dalam agama Islam.
Haram, status hukum terhadap suatu obyek atau aktivitas yang harus ditinggal dalam
agama Islam.
Inovatif, bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru; bersifat pembaruan (kreasi
baru).
Integritas, mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Joint Owner, kepemilikan bersama atau suatu kekayaan (aset).
Kompetitif, berhubungan dengan kompetisi (persaingan); bersifat kompetisi
(persaingan).
Komunikator, orang atau kelompok orang yang menyampaikan pesan kepada
komunikan.
Laba, selisih lebih antara harga penjualan yang lebih besar dan harga pembelian atau
biaya produksi; keuntungan (yang diperoleh dengan menjual barang lebih tinggi dari
biasya pembeliannya).
Mudharabah, bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian di awal.
Mudharib, pengelola dalam mudharabah.
Piawai, pandai; cakap; mampu.
Profesionalisme, mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi
atau orang yg profesional.
28
Project Owner, pemilik proyek atau owner adalah seseorang atau instansi yang
memiliki proyek atau pekerjaan dan memberikanya kepada pihak lain yang mampu
melaksanakanya sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.
Regional, bersifat daerah; kedaerahan.
Relasi, hubungan; perhubungan; pertalian.
Riba, tambahan; menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan
kepada peminjam.
Serabutan, cenderung melakukan apa saja (tentang pekerjaan, peran, dsb).
Shahibul Maal , pemilik modal dalam mudharabah.
Siddiq, jujur atau benar.
Supervisor, seseorang yang menangani orang-orang yang memproduksi dan atau
melakukan kinerja pelayanan.
Syar’i, hukum yang telah dinyatakan dan ditetapkan oleh Allah sebagai peraturan
hidup manusia untuk diimani, diikuti, dan dilaksanakan oleh manusia didalam
kehidupannya.
Syirkah, percampuran; kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha yang
keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
Syuhada, seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan
Allah dalam membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah.
Tabligh, menyampaikan.
Transaksi, persetujuan jual beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.
29
Transparansi, perihal tembus cahaya; nyata; jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman. 1996. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang.
Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy
Antonio, Muhammad Syafii dan Tim Tazkia. 2011. Ensiklopedia
Leadership dan Manajemen Muhammad SAW. Jakarta: Tazkia
Publishing
Kusumawati, Zaidah dkk. 2011. Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW
Sebagai Wirausahawan. Jakarta: PT Lentera Abadi
Nas, Muammar. 2010. Kedahsyatan Marketing Muhammad. Bogor:
Pustaka Iqro Internasional
Trim, Bambang. 2008. Business Wisdom of Muhammad SAW 40
Kedahsyatan Bisnis ala Nabi SAW. Bandung: Madani Prima
30
31