Download - kultivasi mikroalga
Proses Pembuatan Biodiesel dari Alga
Biodiesel dan Mikroalga
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati maupun lemak hewan yang
memiliki sifat menyerupai minyak diesel. Biodiesel terdiri monoalkil ester yang dapat
terbakar bersih. Biodiesel bersifat terbarukan, dapat menurunkan emisi kendaraan, bersifat
melumasi dan dapat meningkatkan kinerja mesin. Biodiesel dibuat secara transesterifikasi
ataupun esterifikasi minyak nabati dengan katalis basa ataupun asam sehingga menghasilkan
metil ester (Sulistyo, 2010)
Indonesia dengan luas laut kurang lebih 5,6 juta km2 dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, memiliki peluang untuk produksi biodiesel dari miroalga (Departemen Kelautan
dan Perikanan Indonesia, 2011). Produktivitas alga dalam menghasilkan biodiesel tinggi
dikarenakan beberapa faktor. Alga sangat efektif dalam mengubah nutrisi dan karbon
dioksida (CO2) dari air, dengan bantuan sinar matahari hingga menjadi energi. Proses
penyerapan nutrisi CO2, dan sinar matahari pada alga berlangsung sederhana, berbeda dengan
proses serupa pada tanaman tingkat tinggi. Kelebihan alga dibanding bahan nabati lain adalah
pengambilan minyaknya tanpa perlu penggilingan. Minyak alga bisa langsung diekstrak
dengan bantuan zat pelarut, enzim, pemerasan, ekstraksi CO2, ekstraksi ultrasonik dan
osmotic shock.
Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat,
fatty acid dan asam nukleat. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi, tergantung
jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty acid lebih dari 40%. Komponen
fatty acid inilah yang akan diekstraki dan diubah menjadi biodiesel. Pemilihan mikroalga
Chlorella vulgaris sebagai bahan untuk biodiesel dikarenakan mikroalga ini tahan terhadap
kontaminan karena memiliki daya dan mekanisme perbaikan DNA yang tinggi untuk
beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, serta memiliki bentuk dan sifat dindning sel
yang sagat kuat sehingga tahan terhadap pengaruh luar. Keunggulan lainnya biomassa C.
vulgaris memiliki kandungan lipid mencapai 56% dari berat kering (Gouveia & Oliveira,
2009). Dengan kandungan lipid yang cukup besar tersebut, menunjukkan bahwa C. vulgaris
berpotensi sebagai bahan baku biodiesel. Campuran biodiesel dengan minyak biodiesel dapat
memperbaiki angka setan, sifat pelumasan dan emisi gas buang yang dihasilkan oleh minyak
diesel yang sama tanpa membutuhkan modifikasi pada mesin diesel dan mempunyai titik
nyala (flash point) yang lebih tinggi.
Produksi biodiesel (metil ester) harus memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang sdah
ditetapkan oleh suatu negara untuk dipakai sebagai bahan baku standar ASTM 6751-02, dan
dari Eropa berdasarkan EDIN 51606. Di Indonesia sendriri memiliki Standara Nasional
Indonesia (SNI).
Tabel 1. Spesifikasi Biodiesel menurut ASTM (USA), EDIN (Eropa) dan SNI (Indonesia)
Sumber : Sunaryo, 2010
Karakteristik ASTM D-6571 EDIN 51606 SNI
Densitas @ 15ᴼC 0,875-0,9 g/ml 0,875-0,9 g/ml 0,85-0,89 g/m
Viscocity @ 40ᴼC 1,9-6,0 min /sec 3,5-5,0 min2/sec- 2,3-6,0 mm2/sec
Flashpoint 130ᴼC 110ᴼC 100ᴼC
Water & Sediment 0,050 max % wall 0,030 max % wall 0,050 max % wall
Acid number 0,8. 0,8 0,8
Free Glycerin 0,02 0,02 0,02 max
Cetane 47 min 49 min 51 min
Carbon Residue 0,05% max 0,05% max 0,05% max
Total Glycerine 0,24 O,25 0,24 max
Lipid dan Asam Lemak
Total kandungan minyak dan lemak dari mikroalga berkisar antara 1% sampai 70%
bahkan dapat mencapai 90% untuk kondisi tertentu (Metting, 1996). Kandungan ini dapat
dipengaruhi oleh kondisi nutrisi alga dan lingkungannya seperti adanya kandungan nitrogen.
Mikroalga juga merupaka sumber vitamin. Besarnya kandungan vitamin sangat dipengaruhi
oleh bagaimana perlakuan yang diberikan dan metode pengeringan yang dipilih (Borowitzka,
1998).
Gambar 1. Kandungan asam lemak dalam beberapa spesies mikroalga (Kawaroe et al., 2010)
Komposisi Kimia Mikroalga
Chlorella vulgaris merupakan mikroalga domestik yang tahan kadar CO2 tinggi
berhabitat di alam tropis dan tahan mikroa phatogen. C. vulgaris kaya akan zat esensial
dengan komposisi berimbang seperti β karoten, zat hijau daun, phycocyanin (antioksidan dna
pemacu sistem kekebalan), γ linolenic acid (GLA), asam folat (vitamin M), asam pantotenat,
protein, vitamin B-12, zat besi dan mineral, vitamin E, dan layak konsumsi (Wirosaputro,
2002).
Tabel 2. Kandungan Esensial sumber nabati dan Beberapa Mirkroalga (%)
Sumber : http://www.oilgae.com/algae/comp/comp.html
Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor umum seperti faktor eksternal
(lingkungan). Faktor-faktor lingkungan tersebut berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan
metabolisme dari makhluk hidup mikro ini. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH dalam
media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga
antara lain mengubahkeseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien
dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7 – 9,
kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8 – 8,5. Secara umum kisaran pH yang
optimum untuk kultur mikroalga adalah antara 7 – 9.
2. Salinasi
Kiasaran salinasi yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.
Beberapa mikroalga dapat tumbuuh dalam kisaran salinasi yang tinggi tetapi ada juga
yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun, hampir semua jenis
mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asal. Pengaturan
salinitas pada media yang diperkaya dapat dilakukan denan pengenceran dengan
menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang paling optimum untuk pertumbuhan
mikroalga adalah 25-35% (Sylvester et al,. 2002).
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang dipengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika.
Peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di perairan. Secara umum
suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara 20 - 24ᴼC.
Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang digunakan.
Suhu di bawah 16ᴼC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu
diatas 36ᴼC dapat menyebabkan kematian (Taw, 1990)
4. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk
pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan
pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang
digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga,
tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalam kultur dan
kepadatanya.
5. Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk membantu proses fotosintesis.
Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur
mikroalga dengan intensitas cahaya yang cukup rendah. Kadar karbondioksida
yangberlebihandapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga (Taw, 1990)
6. Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang
cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat mencapai optimum
dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut
tersebut.
Nutrien terbagi menjadi makro nutrien dan mikro nutrien. Unsur makro nutrien
terdiri atas N (nitrat), P (Posfat), K (Kalium), C (Karbon), Si (Silikat), S (Sulfat) dan Ca
(Kalsium). Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe (Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg
(Magnesium), Mo (Molybdate), Co (Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al,.
2003; Cahyaningsih, 20009)
7. Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media kultur.
Pengadukan sangat penting dilakukan karena bertujuan untuk mencegah terjadinya
pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga dalam kultur
mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan
pertukaran gas ari udara ke media (Taw, 1990).
Pertumbuuhan mikroalga dalam media kultur dapat ditandai dengan bertambah
banyaknya jumlah sel. Kepadatan sel dalam kultur Chlorella vulgaris digunakan untuk
mengetahui pertumbuuhan jenis mikroalga hijau tersebut. Kecepatan tumbuh dalam
kultur ditentukan dari media yang digunakan dan dapat dilihat dari hasil pengamatan
kepadatan Chlorella vulgaris yang dilakukan setiap 24 jam.
Pemilihan Sistem Kultivasi Alga
Proses kultivasi alga dapat dilakukan dengan sistem terbuka atau tertutup
(fotobioreaktor). Biasanya, proses kultivasi alga dalam sistem tertutup lebih menguntungkan
daripada sistem terbuka. Pertimbangan ini didasari atas kemudahan dalam mengontrol kodisi
kultivasi, lebih terjaga dari adanya kontaminan yang masuk di dalamnya, dan produksi
biomassa yang diperoleh lebih besar. Bila pada sistem kultivasi terbuka, biasanya proses
kultivasi alga adilakukan dengan menggunakan pencahayaan alami, sedangkan untuk sistem
kultivasi tertutup, kultur alga dilakukan dengan sistem pencahayaan alami, buataun maupun
keduanya.
Optimasi pertumbuhan mikroalga dalam fotobioreaktor dapat dicapai dengan
memasok : sumber energi, nutrisi penting untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, jenis
inokulum yang baik dan kondisi fisikokimiawi yang optimal. Selain itu, terdapat beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam suatu perancangan fotobioreaktor, agar dapat memberikan
kondisi lingkungan terkendali yang baik bagi pertumbuhan mikroalga. Beberapa
pertimbangan yang digunakan :
Reaktor harus mampu digunakan dalam suasana aseptik dalam beberapa hari dan
berlangsung untuk waktu lama
Aerasi dna agitasi harus dapat diatur sehingga dapat mencukupi kebutuhan alga untuk
melakukan metabolisme seara optimal (dalam hal ini prosesnya tidak boleh merusak
sel)
Terdapat sistem pengendali suhu dan pH
Bioreaktor dilengkapi dengan fasilitas pengambilan sampel
Bioreaktor dirancang dengan jumlah kerja minimal, baik untuk pengoperasian,
pemamenan produk, pembersihan dan pemeliharaan.
Bioreaktor dikontruksi sedemikian rupa sehingga permukaan dalamnya halus.
Bioreaktor harus memiliki bentuk geometri serupa antara yang berukuran kecil dan
besar agar mempermudah dalam scale up.
Mikroalga Carbon Mass Balance
CO2,in = CO2,out + algal biomass carbon out
yCO2,in Fin = yCO2,out Fout + Yx/c RxV
Parameter Definisi Units
YCO2,in Fraksi mol CO2 inlet Mol CO2/mol total
CO2,out Fraksi mol CO2 outlet Mol CO2/mol total
Fin Molar flow rate, inlet gas Mol/hr
Fout Molar flow rate, outlet gas Mol/hr
Y x/c Carbon content of biomass Mol C/kg biomass
RxV Laju produksi biomassa alga Kg biomass/hr