KONSUMSI ROKOK
DAN KONTRIBUSI TERHADAP
KEMISKINAN DI ACEH
JARINGAN SURVEI INISIATIF
Alamat : Jln. T. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Telepon : (0651) 6303 146 Email : [email protected], Website : www.jsthopi.org
COPYRIGHT @ 2017 JARINGAN SURVEI INISIATIF
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 2
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG
DILARANG mengubah, mengutip dan memperjualbelikan sebagian atau
seluruh isi dokumen ini tanpa seizin dari Jaringan Survei Inisiatif.
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 3
KONSUMSI ROKOK DAN KONTRIBUSI TERHADAP KEMISKINAN DI ACEH
Oleh : Tim Riset JSI
Pernyataan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang menyindir para perokok dan
hubungannya dengan kemiskinan di Aceh dalam status Facebook-nya yang diposting
pada Rabu, 9 Agustus 2017 menguak kembali wacana pro dan kontra terkait dampak
positif maupun negatif dari rokok, khususnya di Aceh.
Dalam status tersebut, Irwandi menjabarkan kalkulasi matematis terkait
pendapatan sebuah keluarga dan biaya konsumsi yang dihabiskan untuk belanja
rokok per bulannya. Hasilnya, menurut Irwandi, setengah penghasilan keluarga
tersebut sudah dihabiskan untuk membeli rokok. Dengan begitu, ia menyimpulkan,
merokok dapat menyebabkan kemiskinan. “Rokok memang bikin miskin,” tulisnya.
Tapi, benarkah bahwa konsumsi rokok di suatu daerah ini merupakan
penyebab utama meningkatnya kemiskinan di suatu daerah? Tentunya, untuk
menjawab pertanyaan ini membutuhkan analisis yang lebih mendalam lagi terkait
faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam suatu daerah.
ROKOK TIDAK BAIK BAGI KESEHATAN
Penelitian Flint dan Novotny (1997) terkait status kemiskinan dan perokok di
Amerika Serikat kurun waktu 1983-1993 menunjukkan bahwa individu-individu
perokok yang berada di bawah garis kemiskinan lebih cenderung tak mampu bangkit
dari keterpurukan finansialnya daripada individu-individu yang berada pada atau di
atas garis kemiskinan.
Hu, dkk. (2005) dalam laporan “Smoking, standard of living, and poverty in
China” juga menyiratkan hal serupa. Dalam hasil temuannya disimpulkan bahwa kaum
miskin urban di China menghabiskan rata-rata 6,6 persen pengeluaran mereka untuk
rokok. Sementara kaum miskin desa menghabiskan pengeluaran mereka lebih besar,
yaitu 11,3 persen dari total belanja mereka untuk konsumsi rokok.
Sementara di Indonesia sendiri, hasil survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susanas) pada 2015 menyebutkan bahwa belanja rokok lebih banyak dihabiskan
masyarakat ketimbang belanja beras. Konsumsi rokok ini setara atau bahkan
mengalahkan konsumsi total untuk daging, susu, telur, ikan, pendidikan, dan
kesehatan.
Hal ini diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan
bahwa pada bulan September 2016, rokok adalah komoditas yang menyumbang
kemiskinan sebesar 10,70 persen di perkotaan dan pedesaan di Indonesia.
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 4
Selain berhubungan dengan kemiskinan, rokok juga berkaitan erat dengan
berbagai penyakit yang diderita para penghisapnya. Penyakit-penyakit ini biasanya
diidap perokok dalam jangka panjang; setelah bertahun-tahun mengonsumsi rokok.
Sebagaimana disampaikan Haustein (2006). Konsumsi rokok yang reguler,
terutama pada fase-fase remaja awal, cenderung menjadi penyebab penyakit yang
berkaitan dengan aktivitas merokok sedekade kemudian.Artinya, individu yang
merokok di fase awal kehidupannya harus menyiapkan biaya pengobatan bagi
penyakit yang, seharusnya hanya bisa diantisipasi dengan pencegahan dengan tidak
merokok dan menjaga kesehatan 10 tahun sebelumnya.
Sementara kajian Burney (2013) menyatakan aktivitas merokok yang
berasosiasi dengan kemiskinan menjadi penyebab utama tinggi angka kematian
pasien chronic obstructive pulmonary disease (COPD), yaitu penyakit mematikan
yang disebabkan rokok di negara-negara miskin.
Tentunya, banyak sekali dampak negatif akibat konsumsi rokok.
Kecenderungan merokok pada masyarakat yang masih tinggi, menurut dr Theresia
Sandra Diah Ratih, MHA karena para perokok merasa itu menjadi bagian dari hiburan
bagi mereka.
Akibatnya, kata Kasubdit Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif,
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian
Kesehatan RI itu, kebutuhan hidup lain berupa pangan, sandang, sampai pendidikan
tak lagi menjadi prioritas.Salah satu efek yang terjadi, ujar Theresia kebutuhan gizi
anak dari keluarga miskin tidak terpenuhi baik. Anak-anak dari kalangan masyarakat
miskin akhirnya memiliki masalah gizi buruk karena uang yang dipakai untuk
kebutuhan sehari-hari untuk membeli makanan sehat telah habis untuk membeli
rokok.
“Untuk menemukan hal tersebut harus ada penelitian khusus,” kata Theresia, dikutip
Kompas, 12 Mei 2017.
Dalam perspektif kesehatan, berbagai kecenderungan penyakit yang akan
menggerogoti para perokok menjadi momok yang menakutkan. Namun sebagai faktor
yang diklaim sebagai penyebab kemiskinan, hal ini tentunya harus dikaji secara lebih
mendalam.
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 5
BENARKAH ROKOK PENYEBAB KEMISKINAN ACEH?
Dari berbagai data yang dipaparkan di atas, bisa dikatakan bahwa aktivitas
merokok ini hanyalah salah satu dari berbagai faktor kemiskinan yang terjadi pada
suatu daerah. Kebijakan pemerintah daerah terkait kemiskinan dan ketenagakerjaan,
pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari daya beli masyarakat, kenaikan harga
sembako serta berbagai faktor krusial lainnya juga sangat berpengaruh terhadap
angka kemiskinan suatu daerah itu sendiri.
Masih banyak faktor lain tentunya. Seperti yang disampaikan salah seorang
peneliti asal Aceh, Teuku Harist Muzani. Menurut Harist, tudingan merokok menjadi
penyebab kemiskinan merupakan bagian dari propaganda dan strategi cuci tangan
pemerintah terhadap tanggung jawabnya untuk melakukan pemerataan ekonomi,
pembukaan lapangan kerja, pengendalian inflasi serta menstabilkan harga kebutuhan
pokok.
Karena itu, kata Harist dalam status Facebook-nya, 9 Agustus 2017, bukanlah
konsumsi masyarakat terhadap rokok yang berkontribusi terhadap kemiskinan.
Namun, kenaikan berbagai harga sembakolah yang menyebabkan inflasi, sehingga
menjadi salah satu faktor meningkatnya angka kemiskinan. Ketidakmampuan
pemerintah dalam mengontrol harga-harga barang inilah yang membuat masyarakat
kian lekat dengan kemiskinan.
Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny
Sri Hartati dilansir Komunitas Kretek, 13 Januari 2017 juga menegaskan bahwa
tingginya persentase kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh kenaikan harga-harga
kebutuhan pokok yang masih belum bisa dikendalikan pemerintah. Karena itu, kata
ekonomi ini, mereka yang berada di kelompok rentan miskin bisa dengan mudah
tergelincir ke dalam kategori miskin.
Di Aceh sendiri, mengutip data dari BPS Aceh, per Maret 2017, jumlah
penduduk miskin di Aceh mencapai 872 ribu orang atau 16,89 persen dari total
masyarakat. Jumlah tersebut bertambah 31 ribu orang dibandingkan dengan
penduduk miskin pada September 2016 yang jumlahnya 841 ribu orang atau 16,43
persen.
Salah satu faktornya, sebagaimana yang disebutkan di atas, adalah perkara
sempitnya akses lapangan kerja yang tersedia di Aceh. Akibatnya, angka
pengangguran semakin meningkat sehingga berkontribusi terhadap angka
kemiskinan itu sendiri.
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 6
Kemudian mengapa rokok dijadikan sebagai terdakwa kemiskinan Aceh, salah
satu sebabnya adalah karena dimasukannya rokok dalam komponen pengeluaran
masyarakat untuk komoditi makanan. Sebagaimana data BPS per Maret 2017, untuk
komoditi makanan, Rokok menyumbang terbesar kedua setalah beras yaitu sebesar
11, 79 persen di perkotaan dan 11, 53 persen di pedesaan.
Dalam melihat faktor penyebab kemiskinan. Tentunya tidak bisa dilakukan
secara serampangan. Perlu kajian mendalam untuk memetakan secara komprehensif
mengapa sebuah wilayah menjadi miskin. Tidak cukup hanya melihat dari pola
konsumsi pengeluaran namun juga dari pola pendapatan masyarakat di wilayah
tersebut. Secara ekonomis rokok sebenarnya justru menambah devisa negara artinya
cukai yang dihasilkan dari rokok setiap tahunnya itu triliunan rupiah. Hampir setara
dengan hasil minyak dan gas. Belum lagi efek berganda (multiplier effect) yang
dikontribusikan oleh rokok sebagai penggerak roda perekonomian negara.
Berdasarkan kajian singkat di atas dapat disimpulkan, bahwa aktivitas merokok
merupakan salah satu dari berbagai faktor lain yang menyebabkan meningkatnya
angka kemiskinan di Aceh. Apabila dilihat atau dalam sudut pandang pada dilevel
mikro merokok dapat dikatakan merupakan salah satu komponen yang berkontribusi
terhadap kemiskinan personal pada kasus kasus tertentu.
J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F | 7
Sebagaimana pernyataan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam status
Fesbuknya tersebut dapat dipandang benar sejauh hitungan matematis tersebut
adalah dalam ranah individual masyarakat Aceh. merokok dapat saja menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang yang di identifikasi miskin
untuk beranjak keluar dari garis kemiskinannya pada kasus kasus tertentu. Akan tetapi
hal tersebut tentu sifatnya kasuistis dan tidak bisa digeneralisasikan di level makro.
Masih banyak faktor-faktor krusial yang mempengaruhi kemiskinan Aceh di level
makro seperti kebijakan terkait akses lapangan kerja, kenaikan harga sembako,
kesadaran masyarakat, serta berbagai hal lainnya. [ ]