KONSEP PENAFSIRAN ʿISHMAH AL-ANBIYĀ’
(Telaah Penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari dalam Kitab Bughyah at-
Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi ad-Dīnī al-Wājib)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama
(M.Ag)
Oleh:
Abdul Syakur
NIM: 212410514
KONSENTRASI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2017 M / 1438 H
i
KONSEP PENAFSIRAN ’ISHMAH AL-ANBIYĀ’
(Telaah Penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari dalam Kitab Bughyah at-
Thālib li Ma’rifati al-’Ilmi ad-Dīnī al-Wājib)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama
(M.Ag)
Oleh:
Abdul Syakur
NIM: 212410514
Pembimbing:
Prof. Dr. H. Artani Hasbi, MA
Dr. H. M. Azizan Fitriana, MA
KONSENTRASI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2017 M / 1438 H
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul KONSEP PENAFSIRAN ʿISHMAH AL-ANBIYĀ’ (Telaah Penafsiran
Syaikh Abdullah al-Harari dalam Kitab Bughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi ad-Dīnī
al-Wājib) yang disusun oleh Abdul Syakur dengan Nomor Induk Mahasiswa 212410514
telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah
memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di sidang munaqasyah.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Artani Hasbi, MA Dr. H. M. Azizan Fitriana, MA
Tanggal : Tanggal :
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdul Syakur
NIM : 212410514
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 04 Februari 1985
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis dengan judul
“KONSEP PENAFSIRAN ʿISHMAH AL-ANBIYĀ’, dalam Kitab
Bughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi ad-Dīnī al-Wājib” adalah benar –
benar hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan.
Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya. Selain itu apabila terdapat plagiasi yang dapat
berakibat diberikan sanksi berupa penvabutan gelar oleh Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta, maka saya siap menanggung resikonya.
Jakarta, 1 Rabiul Akhir 1438
20 Desember 2017 M
Abdul Syakur
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “KONSEP PENAFSIRAN ʿISHMAH AL-
ANBIYĀ’, (telaah penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari dalam Kitab
Bughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi ad-Dīnī al-Wājib)” yang disusun
oleh Abdul Syakur dengan nomor induk Mahasiswa 212410514 telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Program PascasarjanaInstitut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017.Tesis tersebut telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama
(M.Ag) dalam bidang Ilmu Al-Qur’an danTafsir.
Jakarta, 1 Rabiul Akhir 1438
20 Desember 2017 M
DirekturPascasarjana
InstitutIlmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA
Tim Penguji Ttd Tanggal
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA ( ) ( ) Ketua Sidang
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, M.Ag ( ) ( ) Sekretaris
Prof. H. Hamdani Anwar ( ) ( ) Penguji I
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA ( ) ( )
Penguji II
Prof. Dr. H. ArtaniHasbi, MA ( ) ( )
Pembimbing I
Dr. H. M. AzizanFitriana, MA ( ) ( )
Pembimbing II
v
MOTTO
تعلم فإن العلم زين لأهله
وفضل وعنوان لكل محامدBelajarlah kalian!!! Karena sesungguhnya ilmu pengetahuan itu jadi perhiasannya orang-orang
yang berilmu
dan juga ilmu itu bisa menjadi kelebihan serta jadi tanda-tanda bagi setiap perkara yang terpuji
وكن مستفيدا كل يوم زيادة
من العلم واسبح في بحور الفوائدDan setiap hari hendaklah kamu berusaha agar bisa berhasil menambah ilmu pengetahuan
dan berenanglah di atas lautan berbagai faidah
لايزال المرء عالما ما طلب العلم
جهلفإذا ظن أنه قد علم فقد Seseorang dikatakan pintar selama ia mau terus belajar.
begitu ia sudah merasa pintar, saat itulah ia menjadi bodoh.
vi
TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang
satu ke abjad yang lain/ dalam penulisan tesis di IIQ transliterasi Arab-Latin
mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
أ a ط th
ب b ظ zh
ت t ع ʿ
ث ts غ gh
ج j ف f
ح h ق q
خ kh ك k
د d ل l
ذ dz م m
ر r ن n
ز z و w
س s ه h
ش sy ء ‟
ص sh ي y
ض dh 2. Vokal
Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap
Fathah : a أ : ā ي... : ai
Kasrah : i ي : ī و... : au
vii
Dhammah : u و : ū
3. Kata sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam )ال( qamariyah.
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ) ال ( qamariyah di
transliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
Al-Madinah : المدينة Al-Baqarah : البقرة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ) ال ( syamsiyah.Kata
sandang yang diikuti oleh alif lam )ال( qamariyah di transliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : السيدة ar-rajul : الرجل
ad-Dārimī : الدارمي asy-syams: الشمس
c. Syaddah (Tasydid)
Syaddah (Tasydid) dalam system aksara Arab digunakan lambing ) _ (,
sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Atur ini berlaku
secara umum, baik tasydîd yang berada ditengah kata, diakhir kata
maupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyah. Contoh:
الل اب ن م آ : Âmannâ billâhi اء ه ف الس ن م آ : Âmana as-
Sufahâ‟
ن ي ذ ال ن إ : Inna al-ladzîna ع ك الر و : wa ar-rukka‟i
d. Ta Marbûthah )ة(
Ta Marbûthah )ة( apabila berdiri sendiri, waqaf atas diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
contoh:
viii
ا ة د ئ ف ل : al-Af‟idatu ة ي م ل س ل ا ة ع ام ل ا : al-Jamiʿah al-
Islāmiyyah.
Sedangkan ta marbūthah ) ة ( yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi huruf
“t”. Contoh:
ة ب اص ن ة ل ام ع : ʿĀmilatun Nāshibah. ا ىر ب لك ا ة ي ل : al-„Āyat
al-Kubrā
e. Huruf Kapital
System penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang
disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: „Ali Hasan al-Âridh, al-„Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata al-Qur‟an dan nama-nama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah,
Al-Fâtihah dan seterusnya.
ix
Bismillāhirrahmānirrahīm
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah
SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir
dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul
“KONSEP PENAFSIRAN ʿISHMAH AL-ANBIYĀ’, dalam Kitab Bughyah at-
Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi ad-Dīnī al-Wājib” telah selesai ditulis
sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi akhir zaman, Rasulullah Muhammad SAW., yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan terang menuju ridha Allah SWT.,
begitu juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak
sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan
motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Prof. Dr. Hj. Huzaemah
Tahido Yanggo, MA atas segala fasilitas dan ilmu pengetahuan yang
diberikan kepada kami.
2. Direktur Program Pascasarjana IIQ Jakarta, Dr. KH. Ahmad Munif
Suratmaputra, MA atas kesempatan untuk mengikuti pendidikan pada
program pascasarjana (S2) IIQ Jakarta.
3. Selaku pembimbing I, Prof. Dr. H. Artani Hasbi, MA yang telah sabar
dan memberikan ilmu serta arahan yang sangat berharga dalam
penulisan tesis ini.
4. Selaku pembimbing II, Dr. H. M. Azizan Fitriana, MA yang juga
telah meluangkan waktu, memberikan masukan dan arahan pada
penulisan tesis ini.
5. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, khususnya para
dosen pada konsentrasi „ulum al-Qur‟an dan „ulum al-Hadits, atas
ilmu yang luar biasa yang telah disapaikan kepada kami sehingga
memudahkan kami dalam penulisan tesis ini.
6. Seluruh civitas akademika dan perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta, khususnya Ibu Siti Shofiah atas informasi-informasinya
yang sangat membantu kami.
7. Kedua orang tua tercinta yang mulia Ibu Hj. Azizah dan yang mulia
Bapak H. Achmad Syukri Zaini atas segalanya, yang tidak mungkin
penulsi sebutkan satu-persatu. Hanya Allah yang mampu membalas
x
segalanya. Dengan segala hormat dan cinta, penulis berdo‟a semoga
merrikan kesehataeka berdua selalu dalam limpahan rahmat Allah
SWT., dan diberikan kesehatan untuk selalu berusaha menjadi hamba-
hamba terbaikdihadapan Tuhannya.
8. Istri tercinta Qoyyimah, S.Pd.i yang bersedia bersabar menerima
segala keluhan penulis dan memberikan motivasi untuk
menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT., selalu
merahmati hidupnya.
9. Teman-teman IIQ kelas konsentrasi „ulum Al-Qur‟an dan „Ulum al-
Hadits atas kebersamaannya selama ini yang indah. Kepada sahabat-
sahabat penulis Asror, Abduh, Fiadi dan Luthfi yang mau berbagi
baik dalam suka maupun duka.
10. Semua teman-teman, kerabat penulis yang tidak mampu penulis
sebutkan satu-persatu yang telah berkontribusi.
Atas kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, semoga
Allah SWT., membalas mereka dengan balasan terbaik di dunia dan di
akhirat.
Mengutip sebuah pepatah yang mengatakan taka da gading yang tak
retak, begitu juga penulisan tesis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena
itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca maupun peneliti selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap agar tulisan kecil ini bisa bermanfaat bagi
pembacanya.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM …………………………………..……………………...i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………ii
SURAT PERNYATAAN ……………………………..…………………...iii
LEMBAR PENGESAHAN ….………………………………………….…iv
MOTTO ……………………………………………………………………..v
TRANSLITERASI ….……………………………………………………..vi
KATA PENGANTAR ….……………………………………………….…ix
DAFTAR ISI …………….…………………………………………………xi
ABSTRAK ……………….……………………………………………......xiii
BAB I: PENDAHULUAN …….……………………………………………1
A. LatarBelakangMasalah ………………………...…...……….1
1. IdentifikasiMasalah ...............................………..…....……6
2. PembatasanMasalah ………………………...……………7
3. PerumusanMasalah…………….………………….......…..7
B. TujuaPenelitian ...…..………………………………….....…..7
C. KegunaanPenelitian …..……………………………......….…8
D. TinjauanKepustakaan ………………………………....….....8
E. MetodePenelitian ..………….……………………….…...….10
F. KerangkaTeori ………………………………………….…...13
G. SistematikaPenulisan ………………..……………………...16
BAB II: BIOGRAFI SYEKH ABDULLAH AL-HARARI …………….17
A. BiografiBeliaudanPotretKehidupannya …………………...17
B. Guru-guru danMurid-muridSyekh Abdullah al-Harari …19
C. Karya-karyaIlmiahSyekh Abdullah al-Harari ….…….......22
BAB III: DEFINISI MA’SHŪM…………………………………..….…...27
A. MenurutSyaikh Abdullah al-Harari …………………….....27
B. MenurutparaMufassirdanUlamalainnya ………...…….…33
BAB IV: ANALISA PANDANGAN SYAIKH ABDULLAH AL-
HARARI DAN PARA MUFASSIR TENTANG KONSEP
PENAFSIRAN ‘ISHMAH AL-ANBIYĀ’……. …………….79
A. Nabi Adam a.s ……………….................................................82
B. Nabi Ibrahim a.s………..………………….………….…......91
C. NabiAyyuba.s ………………………….…...….…….…......109
D. Nabi Muhammad SAW ………………...……..………..…112
E. Konsepma’shūmmenurutSyekh Abdullah al-Hararri ......123
F. Analisapenulisterhadapkonsepkema’shūmandariSyekh
Abdullah al-harari …………………………………………145
BAB V :PENUTUP …………….…………………………………….…..156
A. KESIMPULAN ….…………………………………………156
B. SARAN .…………………………………………………….157
xii
DAFTAR PUSTAKA ...………………………………………………….158
CURRICULUM VITAE ………………………………………………...164
xiii
A B S T R A K
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap secara mendalam
penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari terhadap „Ishmah al-Anbiyā‟ tentang
kema‟shūman para Nabi dalam Kitab Bughyah at-Thālib li Ma‟rifati al-„Ilmi
ad-Dīnī al-Wājib. Syaikh Abdullah al-Harari adalah seorang alim, panutan
para muhaqqiq, rujukan dan pemuka ulama. Beliau adalah salah satu ulama
ahlussunnah terkemuka, tidak jarang orang-orang yang tidak suka dengan
beliau, kemudian memojokkan nama Syaikh Abdullah al-Harari bahkan
dengan membuat berita-berita bohong yang amat jauh dari fakta. Barangkali
nama beliau tidak sesohor ulama ahlussunnah lainnya yang telah masyhur di
kalangan kita. Akan tetapi di timur tengah beliau amat masyhur. Kitab ini
mencakup ruang yang begitu luas dan mudah dipahami bagi para pembaca.
Kema’shuman para Nabi di dalam Al-Qur’an sangatlah banyak. Maka
untuk mengetahui penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari terhadap‟Ishmah al-
Anbiyā‟ tentang kema‟shūman para Nabi, penulis memfokuskan pada empat
Nabi, yakni Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Ayyuba.s., dan Nabi
Muhammad SAW. Para Nabi yang empat ini dipilih karena para Nabi inilah
yang memiliki pembahasan yang banyak dikalangan para mufassirīn dan
terdapat pemahaman yang tidak sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh
seorang Nabi. Penelitian ini berusaha mengkaji, meneliti, menelaah dan
memahami pandangan Syaikh Abdullah al-Harari tentang ma‟shūm dengan
merujuk kepada karya-karya tafsir dan karya tafsir beliau yang terkait dengan
kema‟shūman. Penelitian ini kemudian dipadukan dengan metode
deskriptifanalitis, yaitu penelitian yang tidak hanya terbatas pada
pengumpulan dan penyusunan data namun juga meliputi usaha klarifikasi
data, analisa data daninterpretasitentangarti data yang diperoleh sehingga
dapat menghasilkan gambaran yang utuh dan menyeluruh dari penafsiran
Syaikh Abdullah al-Harari terhadap‟Ishmah al-Anbiyā‟ tentang kema‟shūman
para Nabi dan Rasul dalam Kitab Bughyah at-Thālib li Ma‟rifati al-„Ilmi ad-
Dīnī al-Wājib.
Hasil penelitian ini memberikan fakta bahwa penafsiran Syaikh
Abdullah al-Harari atas kema‟shūman para Nabi banyak mencounter
pendapat-pendapat yang menyimpang atau tidak sesuai dengan prilaku yang
dimiliki oleh seorang Nabi. Diantaranya adalah terdapat cerita-cerita
israiliyyat yang sudah tersebar dimasyarakat luas pada zaman ini.
xiv
xv
xvi
A B S T R A C T
The purpose of this research is to reveal the depth tafsir of Syaikh
abdullah al-Harari to ‟ishmah al-Anbiyā‟ it is the concept of prophets
maʿshūm in the book of “Bughyah at-Thālib li Ma‟rifati al-„Ilmi ad-Dīnī al-
Wājib.”Syaikh Abdullah al-Harari was a scholar the muhaqqiq‟s role model.
He is one of the well known ahlussunnah schollars often those who do not
like to him, then got name Syaikh Abdullah al-Harari even with make news
think that far from the fact. Perhaps she did not name sesohor clergy
ahlussunnah another that was famous among we. But in the middle east he is
famous. The book it includes space is so vast and understandable for readers.
There are so many discussion about the concept of prophets
ma‟shūmin Al-Qur’an, so that the writer focused the discussions about
ma‟shūmon four prophets, they are Adam a.s., Abraham a.s., Ayyuba.s. and
Muhammad SAW. These prophets ma‟shūm discussions were choosen
because of there are so many arguments among scholars about the right
nature of prophets. This research tries to reveal the concept of ma‟shūm
according to Abdullah al-Harari through his books interpretation’s about
ma‟shūm. This research then integrated with the method descriptive
analytical, namely research that not only limited when the and the
formulation of data but also includes clarification data business, data analysis
and interpretation of about what it means the data collected so that it can
produce the picture intact and thorough of interpretation Syaikh Abdullah al-
Harari to to‟ishmah al-Anbiyā‟it is the concept of prophets ma‟shūm in the
book of “Bughyah at-Thālib li Ma‟rifati al-„Ilmi ad-Dīnī al-Wājib.”
The research will prove that Abdullah al-Harari Interpretation about
ma‟shūm encounter the untrue interpretation’s about the nature of prophets.
There are stories of them are isrā‟īliyyāt who has spread in the community
wider at these days.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di kalangan para ahli tafsir status Nabi dan Rasul dianggap sebagai
ma‟shūm atau „ishmah.1Artinya para Nabi dan Rasul terhindar dari perbuatan
dosa besar dan kecil, terhindar dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Tiada seorangpun dari mereka yang melanggar perintah Allah SWT., mereka
senantiasa berada dalam peliharaan Allah SWT., dan tidak pernah melakukan
dosa yang akan mengantarkan mereka mendapat hukuman dari Allah SWT.,
ini memberi pemahaman bahwa status kerasulan dan kenabian sangat identik
dengan orisinalitas wahyu atau khabar yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul
tersebut.2sebagai amanah yang diberikan oleh Allah SWT., kepada mereka.
Namun demikiankema‟shūmanpara Nabi dan Rasul masih
menimbulkan banyak perdebatan di kalangan para ulama itu sendiri.Diantara
mereka ada yang mengatakan kema‟shūman Nabi dan Rasul berlaku
semenjak dilahirkan sampai akhir wafatnya, ada juga yang berpendapat
bahwa kema‟shūman tersebut berlaku ketika diangkat menjadi
Nabi.3Mengapa para Nabi dan Rasul disebut ma‟shūm?Ini menandakan
bahwa para Nabi dan Rasul di tempatkan Allah SWT., sebagai pembawa
risalah dan sebagai suri tauladan yang baik dan sempurna bagi seluruh
manusia.
اللركذورخلا مو لي ا وواللجر ي انكن مل ةنسحةوس أالللو سرف م كلانكد قل.اري ثك
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW., itu suri
tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap
rahmat Allah SWT., dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah SWT.”(QS. Al-Ahzab/33: 21).
Para Nabi dan Rasul identik dengan 4 sifat.4 Muhammad ibn
Khalifah ibn Ali at-Tamīmi dalam kitabnya yang berjudul “Huqūqun an-
1Syekh Abdullāh al-Harari, “ad-Dalīl al-Qawīm „alā ash-Shirāthil Mustaqīm”,
(Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2009) hlm. 336. Lihat juga DR. Muhammad ibn Khalīfah ibn „Ali
at-Tamīmi, “Huqūq an-Nabiyyi shallallāhu „alaihi wa sallam „alā Ummatihi fī dhaw‟i al-
Kitāb wa as-Sunnah”, (Riyadh: Maktabah adhwa‟u as-Salaf, 1997), juz. 1. hlm.128. 2 Syekh Abdullah al-Harari, “„Umdah ar-Rāghib fī Mukhtashar Bughyah ath-
Thālib”, (Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2008) hlm. 74. 3Syekh Abdullah al-Harari, “Bughyah ath-Thālib li ma‟rifati al-„Ilmi al-Wājib”,
(Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2004). 4Yaitu shiddīq, amānah, tablīgh, fathānah.Lihat Syekh Abdullah al-Harari,
“Bughyah ath-Thālib li ma‟rifati al-„Ilmi al-Wājib”, (Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2004) Hlm.
2
Nabiyyi shallallāhu ʿalaihi wa sallam ʿalā ummatihi fi shaw‟i al-Kitāb wa
sunnah”, berkata bahwa ma‟shûm menurut bahasa memiliki beberapa makna
diantaranya adalah al-Manʿu, al-Hifzh, al-Qilādah, al-Habl, as-sabāb.5
Kata maʿshum itu sendiri tidak ada dalam Al-Qur‟an, namun kata
tsulātsi-nya sama dengan maʿshūm ada dalam Al-Qur‟an. Allah SWT
berfirman:
الر هي أآي أمغ ل ب لو سا ب مفل عف ت ل ن إوكب ر ن مكي لإلزن ا الل وووتالسرتغ ل ا(78)ني رافلكا مو لقيا ده ي لالل ون إاسالن نمكمصع ي
“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu
kepadamu. Jika engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti
engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan allah memelihara
engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Mā‟idah/5: 67).
اءا نمن مصع ي لبجلىإي آوسالقمحرن مل إالل ورم أن ممو لي ا ماصعلالقلم
مهن ي ب لاحو و اا ا نمانكفجلم
قرغ لم (54)ي “Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung
yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: tidak ada yang
melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha
Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya,
maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.”(QS. Hūd/11: 43).
نو ديلو ةح رم كبادرأو اأءو سم كبادرأن إالل ونم م كمصع ي ي ذاال ذن مل ق (78ا)ري صنلاو ي لوالل ونو دن م م ل
65. Lihat juga Syekh Abdullah al-Harari, “„Umdah ar-Rāghib fī Mukhtashar Bughyah ath-
Thālib”, (Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2008) hlm. 71. Lihat juga Muhammad Fakhruddin al-
Bantani, “Ilmu Tauhid Dasar”, (Jakarta: al-„Asyīrah asy-Syāfi‟iyyah, tt), hlm. 40. Lihat juga
al-„Allamah Syekh Thāhir al-Jazāiri, “al-Jawāhiru al-Kalāmiyah fī īdhāhi al-„Aqīdah al-
Islāmiyyah”, tt, hlm. 13. Lihat Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi, “syarh tījaan ad-
Darūri”, tt.hlm. 63-68. Lihat juga Ahmad ibn Hajar al-Buthami al-Bun‟ili, “al-„Aqāid as-
Salafiyyah bi adillatihā an-Naqliyyah wal „aqliyyah”, (Qatar: Dar al-Kutub al-Qithriyyah,
1994), Cet. 1, Juz 1, hlm. 312-317. 5Muhammad ibn Khalīfah ibn Ali at-Tamīmi, “Huqūqun an-Nabiyyi shallallāhu
„alaihi wa sallam „alā ummatihi fi shaw‟i al-Kitāb wa sunnah”, (Riyadh: Maktabah
adhwa‟us salaf, 1997), bab. 1, wujūb al-Īman bi an-Nabiyyi shallāhu „alaihi wa sallam wa
thā‟athi wa atbā‟ī as-Sunnatih, hlm. 129.
3
“Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir)
Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki
rahmat untuk dirimu?” Dan orang-orang munafik itu tidak
memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.” (QS.
al-Ahzāb/33: 17).
Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para Nabi dan
Rasul itu adalah manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal,
kekuatan berfikir, kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada
zamannya. Kalau saja para Rasul itu tidak sesuai dengas sifat sifatnya (tidak
maʿshūm) maka mustahil manusia akan menerima dan mengakuinya.6 Sifat
sifat itu merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang disampaikan bisa
diterima dengan baik.
و....مو لىق عمي اىرب اإاىني اآت نت ج حكل تو “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya…” (QS. al-An‟ām/6: 83).
Dilihat dari beberapa riwayat tentang perilaku para Nabi dan Rasul
terdapat indikasi bahwa diantara mereka (para Nabi) ada yang terjerumus
dalam perbuatan maksiat.Nabi Adam a.s., misalnya disinyalir melakukan
kesalahan yaitu memakan buah terlarang.Padahal perbuatan yang dilakukan
Nabi Adam itu diingatkan oleh Allah SWT., dalam Al-Qur‟an.
هذاىبرق ت لاومتئ شثي حداغارهن ملكوةن لا كجو زوتن أن كاس ماآدينال ق ومالالظ نمناو كتف ةرجالش (46)ي
“Dan Kami berfirman: “Hai anak Adam diamilah oleh kamu dan
istrimu surge ini dan makanlah makanan-makanannya yang banyak
lagi baik dimana saja yang kamu sukai dan janganlah kamu dekati
pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
lalim.” (QS. al-Baqarah/2: 35).
Banyak dalil yang menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul pernah
berbuat kesalahan.Namun jika kita perhatikan setiap dalil yang menunjukkan
6 Syekh Muhammad Miyarah al-Maliki telah berkata dalam kitabnya “ad-Dar ats-
Tsamin” bahwa tercegah bagi para Nabi dan Rasul mempunyai sifat lemahnya pikiran akan
tetpi wajib bagi mereka sempurna akalnya, pintar, cerdas dan kuat akal pikiran. Lihat Syekh
Abdullah al-Harari, “Umdah ar-Rāghib fī Mukhtashar Bughyah ath-Thālib”, (Suriah: Dar al-
Masyāri‟, 2008), hlm. 73
4
para Nabi dan Rasul berbuat kesalahan selalu digandengkan dengan taubat
dan rujū‟nya mereka.Nabi Adam dan istrinya.Allah SWT berfirman:
(34)ني راسلا نمن نو كنالنح ر ت اونلر فغ ت لن إاونسفن أنام لظانب رالق“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang
yang merugi.” (QS. al-Aʿrāf/7: 23).
Begitu juga Nabi Nuh a.s., Allah SWT berfirman:
نم ن كأن ح ر ت ول ر فغ ت ل إومل وعبل سي المكلأس أن أكبذو عأن إب رالق (58)ني راسلا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada
Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada
mengetahui (hakikat) nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepadaku dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku,
niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hūd
ayat 47).
Dan kisah Nabi Daud yang Allah ceritakan di dalam Al-Qur‟an. Allah
SWT berfirman:
نإكتجع ن الؤسبكملظد قلالق ب غب يلاءطللا نم اي ثكن إوواجعلى م هضع يوو ن آمني ذال ل إضع ىب لع الص لمعا ىملي لقواتالوا اهن ت ف ان أدو اودن ظوم او عاكرر خووب ررفغ ت اس ف نس حىوفل زلاندن عولن إوكلذولنار فغ(ف 35)بناأا (36)آبم
“Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah berbuat zhālim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zhālim kepada sebahagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang shaleh dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui
bahwa Kami mengujinya, maka ia meminta ampunan kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat (24) Maka kami
ampuni baginya keshalehannya itu dan sesungguhnya dia mempunyai
kedudukan dekat pada sisi kami dan tempat kembali yang baik (25).”
(QS. Shād/38: 24-25).
5
Ada sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW., tidak
terlepas dari kesalahan.Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari „Aisyah.7
ن ,عةاببلب أناب ةدب عن ,عي عزو لا نععي كوناثد ,حامشىناب اللدب عن ثد حمل سووي لعالللى صب الن ن ,أةشائعن ل,عفو ن ناب ةور ف ن اف,عسيناب للى”.ملع أال مر ش،وتل ماعمر شن مكبذو عأن !إم هلل ا:وائعدف لو قي (ملس ماهو)ر.ملع أال مر شن مو:”ةايورف و
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Hisyam, telah
menceritakan kepada kami Waki‟ dari al-auza‟I dari „Ubdah ibn Abi
Lubabah dari Hilal ibn Yassaf dari fawrah ibn Naufal dari Aisyah,
bahwasanya Nabi Muhammad SAW., berkata di dalam do‟anya: “Ya
Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan
yang telah aku perbuat, dari keburukan yang tidak aku ketahui.”
Ahmad ibn Muhammad ash-Shāwi al-Maliki w. 1241 H, dalam
kitabnya yang berjudul “tafsīr ash-Shāwī, mengatakan sesungguhnya yang
terjadi pada diri Nabi Adam a.s., adalah “Sirrul Qadar”, pada zhahirnya
dilarang tapi tidak pada batinnya. Karena Nabiyallah Adam a.s., pada
batinnya adalah di perintah, terlebih utama dari pada kisahnya Nabi Khidir
a.s., beserta Nabi Musa a.s., yang lebih-lebih bahwa mereka itu adalah para
Nabi. Sedangkan Imam Ibnu al-„Araby mengatakan jika sekiranya aku berada
di tempatnya Nabi Adam a.s., niscaya aku memakan pohon itu dengan
sempurna karena didalam memakannya itu terletak kebaikan yang
banyak.8Charles Darwin dalam teorinya mengatakan manusia dan kera
berasal dari satu nenek moyang yang sama.9Dan dikisahkan Nabi Ibrahim
didalam Al-Qur‟ān. Allah SWT berfirman:
لفلآا ب حألالقلفاأم لف ب رذاىالقباكو كأىرلي الل وي لعن اجم لف (87)ي “Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku” tetapi tatkala bintang itu
tenggelam, dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang
tenggelam.”(QS. al-An‟ām/6: 76).
7Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, “Shahīh Muslim”,
(Riyadh: baitul afkar ād-Dauliyyah, 1998), Kitab adz-Dzikri wa ad-Du‟ā, bab at-Ta‟āwwudz
min syarri mā, no. 2716 hlm. 1089. 8Ahmad ibn Muhammad as-Shawi al-Maliki, “Tafsīr ash-Shāwy, juz. 1, h. 22
9Charles Darwin, “The Descent of man”, 1871.
6
bahwa beliau telah melakukan pencarian siapa Tuhan sebenarnya.
Saat menyaksikan bintang, Ibrahim mengira itulah tuhannya.Demikian pula
saat melihat bulan pada malam hari dan matahari di siang hari, Ibrahim
mengira itulah tuhannya.Namun, ketika pada waktu-waktu tertentu, bintang,
bulan, dan matahari itu tenggelam, Ibrahim mengeluh dan mencari
Tuhan yang menciptakan bintang, bulan, dan matahari.Hal ini
mengasumsikan bahwa Nabi saja masih mencari Tuhan sedangkan beliau
adalah utusan Allah SWT.
Kesalahpahaman dalam mengartikan sebuah kemaʿshūman,
khususnya yang bertalian dengan masalah aqidah, konsekuensinya bisa fatal,
akan menjerumuskan seseorang pada kemusyrikan dan menyesatkan jalannya
menuju kebahagiaan di akhirat. kemaʿshūman ini masih sangat rancu
dipahami oleh sebagian masyarakat, sehingga penjelasan dan penjabaran
tentang kemaʿshūman ini sangaturgent.
Dikalangan masyarakat tertentu, berkembang pendapat bahwa Kisah
Nabi Ayyūba.s.pun demikian, dikatakan bahwa beliau ketika ditimpa
musibah berupa penyakit yang sangat parah selama 18 tahun. Hartanya
lenyap, keluarganya pun meninggalkanya, sebagian orang berasumsi ketika
belatung yang memakan tubuh Nabi Ayyūb itu berjatuhan, diambil dan
dikembalikan ditempat semula oleh Nabi Ayyūb a.s. dan berkata:
.كقزري لذا كقز ر ن مي لكب رةقو لام يBerbicara mengenai kemaʿshūman ini, banyak persepsi yang
mengemuka dikalangan para ulama salaf maupun ulama khalaf, upaya
penelusuran kema‟shūman para Nabi dan Rasul tentu tidaklah mudah,
berbagai macam pendapat yang muncul dari kalangan ulama sunni atau ada
kemungkinan diipengaruhi oleh golongan yang lain, diantaranya bisa
menghilangkan kewibawaan dan kehormatan para Nabi dan Rasul itu sendiri.
Maka dari itu penelitian ini diarahkan untuk mengungkap hal ihwal
kemaʿshūman para Nabi dan Rasul dari berbagai kalangan ulama, khususnya
ulama Sunni yaitu Syekh Abdullāh al-Harari, agar tidak terjadi kekeliruan
dalam memahami kema‟shūman para Nabi dan Rasul itu sendiri.
B. Identifikasi Masalah
Judul penelitian ini adalah konsep penafsiran „ishmah al-Anbiyā‟:
telaah penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari dalam Kitab Bughyah at-Thālib
li Maʿrifati al-‟Ilmi al-Wājib, kajian tentang kemaʿshūman para Nabi sudah
banyak dibahas oleh para mufassir maupun ulama-ulama lainnya dan sudah
menjadi kajian khusus.Akan tetapi berdasarkan uraian latar belakang masalah
yang telah penulis paparkan diatas maka dapat di dentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
7
1. Kurangnya kemampuan kaum muslimin memahami kemaʿshūman
para Nabi dan Rasul.
2. Minimnya informasi yang di jelaskan para ulama sunni mengenai
konsep kemaʿshūman.
3. Terjadi kesalah pahaman mengenai masalah kemaʿshūman para Nabi
dan Rasul yang berakibat fatal terhadap aqidah kaum muslimin.
4. Terdapat riwayat-riwayat yang di pengaruhi oleh Isrāilīyyāt yang
tidak sesuai dengan jati diri Nabi dan Rasul dalam masalah
kemaʿshūman ini.
Hal inilah yang akan penulis teliti tentang teori kemaʿshūman secara
khusus dan lebih mendalam dari sudut pandang Syaikh Abdullah al-Harari
dalam karyanya KitabBughyah at-Thālib li Maʿrifati al-‟Ilmi al-Wājib.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini tidak bermaksud untuk mengkaji semua permasalahan
yang ditemukan diatas.Di samping itu, aspek ini diambil sebagai fokus
pembahasan, karena sebagian besar dari kitab-kitab atau buku-buku sekarang
ini lebih banyak menimbulkan perdebatan.
Mengingat persoalan mengenai konsep kemaʿshūman para Nabi dan
Rasul sangat luas dan untuk memperoleh uraian yang lebih fokus dan
mendalam, maka tema di atas dibatasi hanya pada pembahasan:
a. Pandangan Syekh Abdullah al-Harari mengenai konsep
kemaʿshūmanpara Nabi dan Rasul dan Perbedaan pandangan konsep
kemaʿshūmandikalangan ulama Sunni dan ulama mufassir lainnya.
b. Pemaparan berbagai macam pendapat dari mufassir Sunni dan ulama
tafsir lainnya dari pengaruh dari riwayat-riwayat Isrā‟īliyyat karena
ini erat kaitannya dengan aqidah kaum muslimin.
D. Perumusan Masalah
Oleh karena itu untuk memperdalam pembahasannya, maka perlu
adanya batasan masalah dari sekian masalah yang ada. Dengan demikian agar
tesis ini lebih praktis dan operasional, maka masalah-masalah pokok yang
akan dibahas dalam tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kemaʿshūmanpara Nabi dan Rasul menurut Syekh
Abdullāh al-Harari?
2. Apakah ada kesamaan pendapat antara Syekh Abdullah al-Harari
dengan para ulama Sunni dan ulama mufassir lainnya?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dibuat di atas, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
8
1. Mengetahui secara mendalam konsep kemaʿshūman para Nabi dan Rasul
menurut Syekh Abdullāh al-Harari dalam KitabBughyah at-Thālib li
Maʿrifati al-‟Ilmi al-Wājib.
2. Mengetahui seberapa jauh beberapa pemikiran dari berbagai sudut
pandang yang mempengaruhi kaum muslimin tentang kemaʿshūmanyang
dapat menggeser nilai-nilai aqidah kaum muslimin.
F. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
1. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan guna
membantu memberikan solusi dalam perdebatan seputar kemaʿshūman
para Nabi dan Rasul dan juga sebagai bahan acuan (referensi) bagi
mahasiswa/i yang ingin membahas lebihjauh mengenai tema penelitian ini
ataupun tema-tema lain yang berkaitan dengannya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah cakrawala pengetahuan yang
berkaitan dengan kajian-kajian Al-Qur‟an, terutama bagi mahasiswa
jurusan Ulumul Qur‟an dan Hadits dan umumnya bagi seluruh lapisan
masyarakat yang berminat mendalami keilmuan al-Qur‟an.
3. Diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan seputar
kemaʿshūmandimasyarakat, karena mengingat masih ada masyarakat yang
meyakini kisah-kisah yang datang dari riwayat Isrā‟īliyyat dan riwayat-
riwayat yang melenceng dari kesucian para Nabi dan Rasul.
4. Sebagai bagian dari kontribusi akademis dan dapat menambah khazanah
keilmuan di lingkungan IIQ (Institut Ilmu Al-Qur‟an) Jakarta, khususnya
tentang kajian kemaʿshūmanpara Nabi dan Rasul.
5. Dapat memperluas wawasan pemikiran umat Islam dan
meningkatkankeimanan dan keikhlasan dalam beribadah dan beramal
shaleh kepada Allah SWT., dan menambah kecintaan kita kepada Para
Nabi dan Rasul.
G. Tinjauan Kepustakaan
Dialog antara ilmu pengetahuan dan agama sudah cukup banyak
dilakukan oleh para ilmuwan. Demikian juga, penelitian tentang
kema‟shuman sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti
terdahulu.Namun penelitian khusus tentang kema‟shūman oleh Syaikh
Abdullah al-Harari dalam Kitab Bughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi al-
Wājib, sejauh yang penulis ketahui, masih belum ada. Tulisan-tulisan yang
ada mempunyai objek bahasan yang sama dengan tokoh yang berbeda dalam
penafsiran ayat-ayat kemaʿshūman secara umum. Buku-buku dan kitab-kitab
yang ditulis yang berhubungan dengan kemaʿshūman itu diantaranya adalah:
- Tafsīr Al-Qur‟an al-ʿAzhīm yang lebih dikenal dengan Tafsīr Ibn
Katsīr Karya Imad al-Din Abu Fidā‟Ismā`īl al-Hâfizh, yang terkenal
9
dengan nama Ibn Katsīr (w.774 H.) Tafsir ini dipilih karena ia
merupakan tafsir bi al-Ma‟tsûr10
dan banyak keterangan hadits yang
dikutip sehingga sangat membantu dalam memahami al-Qur‟an.
- Tafsīr Jāmi‟ al-Bayān fī Tafsīr Al-Qur‟an, karya Ibnu Jarīr al-
Thabari, kitab tafsir ini dipergunakan karena tempat kembalinya
ulama tafsir. Tafsirnya itu menyatakan keluasan ilmunya dan
ketinggian penyelidikannya.
- al-Mīzān fīTafsīr Al-Qur‟an, karya Muhammad Husein al-
Thabathaba‟i.
- Tafsīr ash-Shāwī „alā Tafsīr al-Jalālaīn karya Ahmad ibn
Muhammad ash-Shawi al-Maliki.
- Tafsīr Mujāhid karya Abu al-Hajjaj Ibn Jabr al-Qurasyi al-Makhzumi.
- Tafsīr al-Nahrul Mad karya Abu Hayyan al-Andalusi, al-Jami‟ li
Ahkam Al-Qur'an karya al-Imam al-Qurtubi.
Dari berbagai karya dan penelitian yang penulis kemukakan di atas,
terlihat bahwa penelitian ini melihat sisi yang berbeda dengan berbagai karya
dan penelitian terdahulu.Karya dan penelitian yang ada banyak menyoroti
aspek kema‟shūman.Sedangkan dalam penelitian ini penulis mencoba untuk
mengkaji pemikiran dan penafsiran Syaikh Abdullah al-Harari dalam hal ini
berkaitan tentang konsep penafsiran „ishmah al-Anbiyā‟ dalam Kitab
Bughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi al-Wājib.
Adapun penelitian yang pernah membahas tentang kema‟shūman,
sejauh pengetahuan penulis juga cukup banyak, akan tetapi semuanya
meneliti masalah yang berbeda dengan masalah yang akan diteliti penulis.
Secara ringkas, perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis, dapat digambarkan dalam table berikut:
NO Nama / Lembaga /
Bentuk / Tahun
Judul Masalah yang
Diteliti
1 Jurnal 2 September
2013
Kajian Utama syi‟ah
Dan kemaʿshūman
Para Imam
Definisi dan
maʿshūmmenurut
Ahussunnah
2 Jurnal Ushuluddin /
1997 Konsep ʿIsmah Nabi
Muhammad SAW.,
Dalam Al-Qur‟an
Definisi ʿismah,
konsep „ismah
dalam Al-Qur‟an
10
Al-Tafsir bi al-Ma'tsūr adalah rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-
Qur'an, Sunnahatau kata-kata sahabat sebagai keterangan atau penjelasan maksud dari
Firman Allah, dalam hal ini penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an, penafsiran al-Qur'an
dengan al-Sunnah atau penafsiran al-Qur'an dengan Atsar yang timbul dari kalangan
Shahabat. . Lihat Muhammad Husin al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun (ttp: Dar al-
Syirkah, tth) h. 237
10
3 Artikel 8 Maret
2017 ʿIsmah Makna ʿismah para
Nabi dan
kemaʿshūman para
Imam dan
4 Buku Rasulullah Insan
Yang Terpelihara
karya Syaikh
Muhammad bin
Ibrahim Abdel Baes
Al-Husaini Al-
Kettany
Penjelasan
mendalam tentang
ʿismah, pergaulan
para Nabi dari segi
kehidupannya
sehari-hari
5 Ensiklopedi /
Tahun 1988 /
halaman 97
Ensiklopedia Imam
Syafi‟I Karya Prof.
Syaikh Abdul Ghani
Abdul Khaliq (guru
Besar Universitas
Al-Azhar, Kairo)
Dasar-dasar Syi‟ah
dan „ismah
Sepanjang telaah penulis belum ada penelitian ilmiyah ataupun tesis
di Perguruan Tinggi manapun yang secara khusus mengkaji masalah
kema‟shūmandalam pandangan mufassirîn dan khususnya menurut Syekh
Abdullah al-Harari.
Dengan demikian, pada penelitian ini penulis berupaya mengungkap
bagaimana konsep Abdullah al-Harari dalam masalah Kemaʿshūman, terlepas
dari pengaruh dan pendapat aliran pemikiran teologi yang ada.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena studi tentang
karya seorang tokoh memang merupakan bagian dari penelitian
kualitatif.Salah satu kelebihan studi tentang tokoh adalah sifatnya yang in-
depth (mendalam) dan tidak out depth (melebar), karena studi tokoh
memfokuskan diri pada satu orang tertentu pada bidang tertentu sebagai unit
analisis.11
Dalam proses pengumpulan data, penelitian kualitatif banyak
tergantung kepada peneliti itu sendiri, berbeda dengan penelitian kuantitatif
yang proses pengumpulan datanya dapat menggunakan angket atau melalui
jasa orang lain dalam pengumpulannya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan
oleh Lexi J. Moleong bahwa pencari tahu ilmiah dalam pengumpulan data
11
Studi tokoh merupakan kajian sistematis terhadap pemikiran atau gagasan seorang
pemikir, keseluruhannya atau sebagian. Lihat Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh
Pemikiran Islam, (Jakarta: Istiqamah Press, 2006), h. 7. Lihat juga: Arief Furchan dan Agus
Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
20050, h. 18-19.
11
dalam penelitian kualitatif lebih banyak tergantung pada peneliti sebagai
pengumpul data.12
1. Sumber data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan dan diperoleh
adalah data kepustakaan yang mencakup:
a. Sumber-sumber primer atau sumber yang paling utama yaitu
KitabBughyah at-Thālib li Maʿrifati al-ʿIlmi al-Wājib karya Syaikh
Abdullah al-Harari.
b. Sumber-sumber sekunder, yaitu sumber-sumber yang banyak
berkaitan dengan tema inti yang akan dibicarakan dalam penelitian
ini. Sumber-sumber sekunder yang bisa dipergunakan dalam
penelitian ini, meliputi karya yang membahas langsung tentang
biografi dan pemikiran Syaikh Abdullah al-Harari sendiri maupun
dari karya para ulama yang membahas tentang kema‟shūmanpara
Nabi dan Rasul.seperti:
- „Ishmah al-Anbiyā‟ karya Imam Fakhruddin ar-rāzi. Kitab ini
tersusun secara sistematis menjelaskan tentang kema‟shūman
disertai dengan kisah-kisah yang terkandung didalamnya akan
tetapi hal ini belum sepenuhnya menjawab menjawab permaslahan
tentang kema‟shūmanini.
- Kitab al-Jawāhiru al-Kalāmiyah fī īdhāhi al-„Aqīdah al-
Islāmiyyah yang disusun secara lengkap dan sistematis oleh al-
„Allāmah Syekh Thāhir al-Jazāiri, kitab ini memaparkan aqidah
tauhid dasar bagi kaum muslimin. Semua Kitab-kitab ini tidak
membicarakan masalah Kema‟shūman secara utuh, bahkan
kajiannya bersifat parsial.
- Kitab al-„Aqāid as-Salafiyyah bi adillatihā an-Naqliyyah wal
„aqliyyah karya Ahmad ibn Hajar al-Buthami al-Ban‟ali kitab ini
sama dengan kitab diatas yaitu memaparkan aqidah tauhid tetapi
tidak membicarakan masalah kema‟shumansecara utuh.
- Kitab Huqūqun an-Nabiyyi shallallāhu „alaihi wa sallam „alā
ummatihi fi shaw‟i al-Kitāb wa sunnah karya Muhammad ibn
Khalīfah ibn Ali at-Tamīmi. Kitab ini termasuk kitab yang
beraliran ahlussunnah wal-jama‟ah.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian, penulis menggunakan metode
dokumentasi yang diterapkan untuk menggali data-data yang berkenaan
12
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002), h. 19.
12
telaah biografis tentang Syaikh Abdullah al-Harari dan pemikirannya dalam
Kitab Bughyah at-Thālib li Ma‟rifati al-‟Ilmi al-Wājib serta telaah konseptual
penafsiran ayat-ayat kema‟shūmandari para mufassir.
3. Metode Analisa Data
Hasil penelitian dan data yang diperoleh, analisa dengan metode
deskriptif13
analitis14
yakni penelitian yang berusaha untuk menuturkan
pemecahamanmasalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan
subyek/obyek penelitian, pada saatsekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya.15
Hal inidirasakan lebih tepat untuk
dipergunakan dalam penelitian ini, karena tidak hanya terbatas pada
pengumpulan dan penyusunan data namun juga meliputi usaha klasifikasi
data, analisa data dan interpretasi tentang arti data yang diperoleh sehingga
dapat menghasilkan gambaran yang utuh dan menyeluruh.16
Deskriptif analitisyakni analitis dalam pengertian historis
danfilosofis.Sebagai suatu analisa filosofis terhadap seorang tokoh yang
hiduppada suatu zaman yang lalu,17
maka secara metodologis pendekatan
yang penulis gunakan adalah pendekatan sejarah (historical approach),18
yang mengungkap hubungan seorang tokoh dengan masyarakat, sifat, watak
pemikiran dan ide seorang tokoh.19
pendekatan sejarah (historical approach)
digunakan untuk memahami pemikiran Syaikh Abdullah al-Harari tentang
penafsiran ayat-ayat ‟ishmah al-Anbiyā‟, utamanya tentang konsep
kema‟shūman para Nabi dan Rasul. Secara aplikatif, ayat-ayat kema‟shūman
para Nabi dan Rasul yang akan disoroti adalah surah Al-Baqarah/2: 35, Al-
An‟ām ayat 74-79, Al-Anbiyā‟/21: 83-84 dan At-Taubah/9: 84.Ayat-ayat
tersebut dipilih sebagai bahan kajian karena secara tersurat
13
Deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya, lihat, Departemen
Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet.
Ke 3, h. 258. 14
Analitis adalah penguraian Sesutu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahanbagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan pemahaman arti keseluruhan, atau juga mengandung pengertian penjabaran
sesudah dikaji sebaik baiknya. Lihat, Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar
Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke 3, h. 43. 15
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah
MadaUniversity Press, 2003), h. 63. 16
Winarno Surakhmad, “Dasar dan teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978),
hlm. 131 17
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubeir, Metodologi Penelitian Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 61. 18
Syahrin Harahap, Penuntun Penulisan Karya Ilmiah Studi Tokoh Dalam Bidang
Pemikiran Islam, (Medan: IAIN Press, 1995), h. 18. 19
M. Nizar, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 62.
13
menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan
kema‟shūman para Nabi dan Rasul secara jelas.
Adapun dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan buku
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi”, Institut Ilmu al-Qur‟an
(IIQ), Jakarta, cetakan ke-2, Mei 2011.
I. Kerangka Teori
Kema‟shumanadalah terjemah dari kata „ishmah dalam bahasa Arab,
berasal dari kata „ashama ( مصع ).Imam Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata,
„ashama ( مصع ) artinya mana‟a, darinya muncul kata „ishmah ( ةمص عل ا ) dalam
agama, yaitu terjaga dari kemakshiatan.20
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata “ma‟shūm” diartikan: “terpelihara dari dosa dan kesalahan,
bebas dari dosa dan kesalahan”.21
Sedangkan didalam kamus Al-Munawwir, hal.939. Dinukil dari
Lisanul „Arab dikatakan bahwa:
انلسال باحصالق وعن مل ابرلعا ملكف ةمص عل ا": أدهب عاللةمص ع، ن : 0اهقوووعن :مماص ع،ومصع ،ي ومصعالق،ي وقبو ي ام ومصع ي
“Pengarang buku kamus Lisānul „Arab mengatakan: al-„Ishmah
dalam bahasa Arab berarti Al-Man‟u (pencegahan), dan
perlindungan Allah untuk hamba-Nya supaya terhindar dari hal yang
bisa menjerumuskannya atau menghancurkanya. Dikatakan dalam
bahasa Arab: “Ashamahu, Ya‟shimuhu, „Ishman” arinya “Mana‟ahu
wa Waqāhu” (mencegahnya dan melindunginya).“
Kata ma‟shum itu sendiri tidak ada dalam Al-Qur‟an, namun kata
tsulātsi-nya sama dengan ma‟shūm ada dalam Al-Qur‟an QS. Al-Mā‟idah
ayat 67, QS.Hūd ayat 43 dan QS Al-Ahzāb ayat 17.
Dapat dilihat pada QS.Al-Mâ‟idah ayat 67, QS.Hūd ayat 43 dan
QS.Al-Ahzâb ayat 17, bahwa kata ”‟ashama” dipakai dengan
pengertian memelihara atau melindungi dari bahaya atau gangguan atau
bencana yang lebih bersifat secara fisik.Dengan demikian
pengertian “ma‟shūm” adalah yang dilindungi atau dipelihara dari
bahaya/gangguan/bencana bukan yang tidak berbuat salah.Jadi, apakah
20
Imam ibnu Qutaibah, “at-Taqrîb”, juz.1, h. 324.Dinukil dari kitab Naskh Aqidah
al-Imam Ma‟shūm, h. 3. 21
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), edisi III,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
14
Nabi Muhammad itu “ma‟shūm”? Maka jawabanya adalah ya, karena sesuai
dengan surah Al-Māidah ayat 67.22
Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para rasul itu
adalah manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan
berfikir, kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya.
Kalau saja para Rasul itu tidak sesuai dengas sifat sifatnya (tidak ma‟shūm)
maka mustahil manusia akan menerima dan mengakuinya.23
Sifat sifat itu
merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang disampaikan bisa diterima
dengan baik.
....ومو ق لىعمي اىرب اإىناي آت ناتج حكل تو “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya.” (QS. al-An‟ām/6: 83).
Pengertian “ma‟shūm” menurut istilah sebagaimana yang
disampaikan oleh Thaba-thabai berkata, “Yang kami maksud dengan „ishmah
adalah adanya sesuatu pada diri seorang ma‟shūm yang mencegah terjadinya
sesuatu yang tidak dibenarkan, seperti berbuat kesalahan atau maksiat.”24
Imam Ali As-Shabuni di dalam bukunya an-Nubuwah wa al-Anbiyâ‟
mendefinisikan “‟Ismah adalah penjagaan Allah SWT., kepada para Nabi
dan Rasul-Nya dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat, dan dari
melakukan hal yang munkar dan haram. „Ismah berlaku untuk semua Nabi
dan Rasul, sebagai kemulian yang diberikan oleh kepada mereka dan sebagai
pembeda antara mereka dengan manusia biasa.”25
Menurut penulis definisi ini
mencangkup pendapat di atas.
Menurut ahlussunnah wal jama‟ah, kema‟shūman adalah sifat para
Nabi, yaitu mereka semua terjaga dari kesalahandalam menyampaikan
agama.Mereka juga terjaga dari dosa-dosa besar.Adapun dosa-dosa kecil,
lupa atau keliru, maka para Nabi terkadang mengalaminya.Dan jika mereka
berbuat kesalahan, maka Allah SWT., segera meluruskannya.
Para ulama yang tergabung dalam al-Lajnah ad-Dâ‟imah lil buhuts
al-„ilmiyyah wal ifta‟ (lembaga tetap untuk penelitian Ilmiyyah dan fatwa)
Kerajaan Saudi Arabia menyatakan: “para Nabi dan Rasul terkadang berbuat
22
Nabi Muhammad itu dilindungi oleh Allah dari gangguan manusia. 23
Syekh Muhammad Miyarah al-Maliki telah berkata dalam kitabnya “ad-Dar ats-
Tsamin” bahwa tercegah bagi para Nabi dan Rasul mempunyai sifat lemahnya pikiran akan
tetpi wajib bagi mereka sempurna akalnya, pintar, cerdas dan kuat akal pikiran. Lihat Syekh
Abdullah al-Harari, “Umdah ar-Rāghib fī Mukhtashar Bughyah ath-Thālib”, (Suriah: Dar al-
Masyāri‟, 2008), hlm. 73 24
Allamah Thaba-thabai, al-Mizan, jil. 2, hal. 134. 25
Muhammad Ali al-Shobuni, Al-Nubuwah Wa Al-Anbiya, cet ke-3 ( Damaskus:
Maktabah al-Ghozali, 1985) h. 54
15
kesalahan, tetapi Allah SWT., tidak membiarkan mereka dalam kesalahan
mereka, bahkan Allah menjelaskan kesalahan mereka kepada mereka, karena
kasih saying-Nya kepada mereka dan umatnya, dan Allah memaafkan
ketergelinciran mereka serta menerima taubat mereka, karena karunia dan
rahmat dari-Nya, dan Allah Maha Pengampun dan Pengasih.”26
Ahlus Sunnah menetapkan sifat ma‟shūmini hanya untuk para Nabi,
bukan untuk manusia selainnya.Karena manusia selain Nabi sangat banyak
berbuat kesalahan. Nabi SAW., bersabda:
:القمل سووي لعالللى صب الن ن أسنأثي داحضي أي ذمر الت دن عن مركذوواءط خمآدناب ل ك ائط ال ري خ، غوي فال.قنو اب و الت ي ي دن عوى.وبي ر::حذىوىهدناس إن إف.حي حص ،ببا لا نب دي زناثد ،حعي نمنب دح أاثند اا دعس منب ي لعناثد ح حي لاىلبة عةدتاقاثند ، وسنأن ، ةدعس منب ي لع.عمناب والث،قي دلا حالص ن عوبدرفن ة،ي دعس مناب ي لعن أيىوتاب رغ،وي (يذمر الت اهو)ر 38.ةدتاق
“Imam at-Tirmidzi dan juga hadits Anas disebutkan bahwa Nabi
Muhammad SAW., bersabda: “Setiap manusia pasti banyak berbuat
salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang
sering bertaubat”, hadits ini gharīb, padahal menurutku hadits ini
shahīh, karena sesungguhnya sanadnya itu adalah telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibn Manī‟, telah menceritakan kepada kami Ali
ibn Mas‟adah al-Bāhilī, telah menceritakan kepada kami Qatādah
dari Anas dan Ali ibn Mas‟adah haditsnya baik, telah berkata
kepadanya oleh ibn Ma‟īn, hadits ini gharīb karena Ali ibn Mas‟adah
menyendiri dari Qatādah.”
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulanbahwa Ma‟shūm
adalah terpeliharanya seseorang dari dosa, sifat ini hanya dimiliki oleh para
26
Fatawa Lajnah ad-Dâ‟imah lil buhuts al-„ilmiyyah wal ifta‟, juz.3, h. 264, fatwa
no. 6290. 27
Muhammad bin „Isa Abu „Isa at-Tirmidzi as-Salami, “al-jâmi‟ ash-Shahîh Sunan
at-Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabi, tt), juz 4. H. 659. Lihat juga Abu Bakar
Muhammad bin Abi Ishaq Ibrahim bin Ya‟kub al-Kalâbâdzî al-Bukhari, “Bahru al-Fawâ‟id
al-Masyhûr bi Ma‟ânî al-akhbâr”, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H), bab.
Yaqûlu law lam tadznabû lajâ‟a Allahu bi Qawmin, juz. 1, h. 366. Lihat juga Ibnu al-
Qaththan al-Fasi Abu al-Hasan „Ali bin Muhammad bin Abdul Malik, “Bayân al-Wahm wa
al-Îhâm fî Kitâb al-Ahkâm”, (Riyadh: Dar Thayyibah, 1997 M/1418 H), bab. qâla al-Îmânu
fî al-Qalb wa al-Islâm mâ, juz. 5, h. 414.
16
Nabi dan Rasul.Para Nabi akan dipelihara oleh Allah dari melakukan
perbuatan keji dan mungkar. Tiada seorangpun dari mereka yang melanggar
perintah Allah, karena Allah telah memerintahkan kepada manusia agar
meneladani Nabi yang telah menyerukan suri teladan yang baik dan
sempurna bagi seluruh manusia. Mereka senantiasa berada dalam peliharaan
Allah dan tidak pernah melakukan dosa yang akan mengantarkan mereka
mendapat hukuman dari Allah.
J. Sistemtika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan terpadu, maka penulisan
tesis ini dilakukan dengan membaginya ke dalam lima bab, pada setiap bab
terdiri atas beberapa sub-bab. masing-masing bab diusahakan memiliki kaitan
yang erat satu sama lainnya.
Sistematika penulisan tesis ini disusun sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan, meliputi latar belakang masalah untuk
memberikan penjelasan secara akademik mengapa penelitian ini perlu
dilakukan dan apa yang melatar belakanginya. Kemudian rumusan masalah
yang dimaksudkan untuk mempertegas pokok-pokok masalah yang akan
diteliti agar lebih terfokus. Setelah itu, dilanjutkan dengan tujuan dan
kegunaan penelitian untuk menguraikan pentingnya penelitian ini. Sedangkan
kajian pustaka, untuk memberikan gambaran tentang letak kebaruan
penelitian ini bila dibandingkan penelitian-penelitian yang telah ada.
Kemudian kerangka teoritik yang dilanjutkan dengan metode penelitian
untuk mensistematiskan metode dan langkah-langkah penelitian
dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana cara yang dipergunakan penulis
dalam penelitian ini. Dan terakhir sistematika pembahasan.
Bab kedua, membahas biografi Syekh Abdullāh al-Harari, meliputi
biografi singkat dan potret kehidupan awal, karya-karya, guru dan murid-
muridnya.
Bab ketiga, memaparkan pengertian kema‟shūman dalam perspektif
friksi-friksi yang ada didalam mufassir Sunni khususnya menurut Syekh
Abdullāh al-Harari dan ulama-ulama tafsir lainnya.Agar dapat memberikan
pemahaman yang menyeluruh berkenaan dengan pandangan mufassir Sunni
terhadap konsep kema‟shūman”.
Bab keempat, mengadakan analisa terhadap pandangan para ulama
Sunni tentang konsep kema‟shūman para Nabi dan Rasul.Bagian ini
merupakan analisa penyusun untuk mengetahui isi dan substansi pandangan
para mufassir Sunni tentang kema‟shūman para Nabi dan Rasul dan juga
menurut Syekh Abdullāh al-Harari.
Bab kelima, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan, saran-
saran, daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
156
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melalui kajian yang relatif panjang tentang konsep ma’shūm
dalam Al-Qur’an atas menurut pemikiran Syekh Abdullah al-Harari, serta
pemahaman para ulama terhadap ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Menurut Syaikh Abdullah al-Harari: Kema’shūman para Nabi dan Rasul
tidak akan terkoyak karena Nabi Muhammad SAW., maupun para Nabi
yang lainnya, yaitu ma’shūm dari kekufuran, ma’shūm dari dosa2 besar
dan ma’shūm dari dosa-dosa kecil yang menunjukkan rendahnya jiwa
pelaku, baik sebelum diangkat menjadi Nabi maupun setelah diangkat
setelah menjadi Nabi.
Para Nabi dan Rasul terjaga dari kekufuran, dosa-dosa besar, dosa-dosa
kecil yang menunjukkan rendahnya jiwa pelakunya seperti mencuri
meskipun satu biji anggur, seperti melihat curi-curi pandang terhadap
perempuan ajnabiyyah, perempuan yang bukan istrinya dengan syahwat,
seperti juga munculnya keinginan di hati niat untuk berzina. Itu jelas sifat
yang hina, rendah. Semua ini para nabi terjaga dari 3 macam dosa ini, baik
sebelum diangkat menjadi nabi maupun diangkat setelah menjadi nabi.
Begitu juga telah dijelaskan bahwa dosa-dosa kecil yang tidak
menunjukkan rendahnya jiwa pelakunya itu mungkin saja dan sah-sah saja
seandainya dilakukan oleh seorang Nabi, namun akan langsung
mendapatkan peringatan dari Allah SWT., dan langsung bertaubat
sebelum ada orang yang mengikutinya untuk melakukan hal yang sama,
seperti maksiat yang dilakukan oleh Nabi Adam a.s., memakan dari buah
yang diharamkan oleh Allah SWT. Dosa yang beliau lakukan ini bukan
kekufuran, bukan kemusyrikan, bukan dosa besar, bukan dosa kecil yang
menunjukkan rendahnya jiwa pelakunya melainkan dosa kecil yang tidak
menunjukkan rendahnya jiwa pelakunya.
2. Para mufassir berpendapat bahwa Nabi harus ma’shūm pada tahap
pengamalan hukum-hukum agama yang terbukti dalam melaksanakan
semua tugas dan kewajiban serta meninggalkan semua yang haram, dosa
dan perbuatan yang buruk. Sebab mereka adalah figur yang sempurna
dalam agama. Dengan pengamalan itu mereka bisa mengajak umat kepada
perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Seandainya para
Nabi tidak ma’shūm, bagaimana mungkin mereka dapat memikul
kepemimpinan umat dan mengajak kepada kebajikan.
Secara garis besar terdapat kesamaan penafsiran para mufassir dengan
penafsiran Syekh Abdullah al-Harari yaitu bahwa para Nabi dan Rasul
wajib memiliki sifat ma’shūm.
157
3. Saran-saran
Setelah penulis memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan
ma’shūm, selanjutnya penulis akan memberikan saran sebagai berikut:
1. Penulis hanya mengkaji masalah ma’shūm ini menurut salah seorang
ulama ahlussunnah dari kalangan ulama modern yang sudah barang tentu
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan ada
peneliti-peneliti lain yang mengkaji masalah ma’shūm ini.
2. Upaya untuk mendapatkan pemahaman yang pas dalam Al-Qur’an
tidaklah mudah, masih diperlukan banyak hal, terutama masih
diperlukannya penelitian-penelitian khusus yang menyangkut tema-tema
dalam Al-Qur’an.
3. Meskipun adanya perbedaan pendapat mengenai ma’shūm ini, terutama
dikalangan para mufassirin, maka perlu dikaji kembali ayat-ayat yang
berbicara tentang ma’shūm dalam kitab-kitab tafsir yang ada. Sehingga
lebih luas lagi di dalam memahami ma’shūm ini.
4. Begitu pentingnya pemahaman ma’shūm ini sehingga perlu adanya kitab-
kitab dan buku-buku lainnya, khususnya bagi pemerhati studi tafsir. Akan
tetapi langkanya literatur yang terrsedia, maka kepada pihak yang
berwenang diharapkan agar melakukan pengadaan kitab-kitab yang lebih
banyak dan buku-buku lainnya untuk mempermudah proses pemahaman
para mahasiswa dan mayarakat luas terhadap kitab-kitab tafsir dan ilmu-
ilmu lainnya agar tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru.
158
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah al-Ju‟fiy al-Bukhari, “al-
Jāmi‟u ash-Shahīh”, Madinah: Dar Thūq an-Najāh, tt.
_____,“Shahīh Al-Bukhāri, Dar Thuk al-najah, 1422H.
Abdullah ba‟alawi al-Haddad, “An-Nashaih ad-Dīniyyah wa al-Washāyā al-
Īmāniyyah”, Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, tt.
Abdullah Ibn Abdurrahman Abu Muhammad ad-Darimi, “Sunan ad-
Dārimī”, Beirut: Dar al-Kutub al-„Arabi, 1407.
Abdul „Aziz ibn Abdullah ibn Baz, “Majmū‟ Fatāwā al-„Allāmah Abdul
„Aziz ibn Baz”, http://www.alifta.com: tt.
Abdul al-Qahir al-Baghdadi,Abu Manshur,“Kitab Ushul ad-Din”, Beirut:
Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1981 M/1401 H.
Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, “Fathul Majīd”, Beirut: Maktabah Dar
Al-Bayan, 1982 M / 1402 H.
Abdurrahman Bin Abdul Ghaffar, “Al-Mawāqif”, Beirut: Dar Al-Jil, 1997.
Abu „Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn „Utsman Adz-Dzahabi, “Mīzānul
I‟tidāl”, Beirut: Dar Al-Ma‟rifah, tt.
Abu „Abdullah Isma‟il ibn Ibrahim Al-Hamami Al-Bukhari, “At-Tārīkhul
Kabīr Lil Bukhārī”, Beirut: Dar Al-Kutub Al-„Ilmiyyah, tt.
Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwīnī, “Ibnu Mājah”, Riyadh:
Dar Ihya al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt.
Abu „Abdullah Al-Hākim An-Naisābūrī, “Al-Mustadrak „Ala Ash-
Shahīhaīn”, Beirut: Dar Al-Fikr, tt.
Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakar al-Qurthubi, “al-
Jāmi‟u li ahkām Al-Qurān”, jilid 15, h. 18.
Abu al-Fidā‟ Isma‟il ibn Umar ibn Katsir al-Qurasyi ad-Dimasyqi, “Tafsīr
Al-Qur‟ān Al-„Azhīm”,Kairo: Dar Thayyibah, 1999 M / 1420 H.
Abu al-Hasan „Ali bin Muhammad bin Abdul Malik,Ibnu al-Qaththan al-
Fasi, “Bayân al-Wahm wa al-Îhâm fî Kitâb al-Ahkâm”, Riyadh: Dar
Thayyibah, 1997 M/1418 H.
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjāj al-Qusyairi an-Naisāburi, “Shahīh
Muslim”, (Riyadh: baitul afkār ad-Dauliyyah, 1998.
Abu „Isa at-Tirmidzi as-Salami, Muhammad bin „Isa,“al-jâmi‟ ash-Shahîh
Sunan at-Tirmidzi”, Beirut: Dar Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabi, tt.
Abu Ishaq Ibrahim bin Ya‟kub al-Kalâbâdzî al-Bukhari,Abu Bakar
Muhammad, “Bahru al-Fawâ‟id al-Masyhûr bi Ma‟ânî al-akhbâr”,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H.
Abu al-Qasim Abdul Karim Ibn Huzan al-Qusyairi an-Naisaburi, “Ar-
Risalah al-Qusyairiyyah fi „Ilmi at-Tashawwuf”, Beirut: al-Maktabah
al-„Ashriyyah, 2001 M/1421 H.
159
Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, “Tafsir ath-Thabari”, Kairo:
Maktabah Ibnu Taimiyyah, tt.
Abu Abdullah ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah al-Ju‟fiy al-Bukhari, “al-
Jāmi‟u ash-Shahīh”, h. 100, juz. 2.
Abu al-Hajjaj Ibn Jabr al-Qurasyi al-Makhzumi , “Tafsir Mujahid”, Beirut:
Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005.
„Adhuddin al-Iji‟,“Al-Mawāfiq fi „Ilm al-Kalām”, Beirut: „Alam al-Kutub, tt
Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar Syihabuddin Al-„Asqalani Asy-Syafi‟I, “Tahdzīb
At-Tahdzīb”, Beirut: Muassasah Ar-Risalah, tt.
Ahmad ibn Muhammad as-Shawi al-Maliki, “Tafsīr ash-Shāwy”, Beirut:
Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt.
Ahmad ibn Muhammad ash-Shawi al-Maliki, “Hâsyiyah al-„Allâmah ash-
Shâwi „alâ Tafsîr al-Jalâlaîn”, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt.
Ahmad ibn Hajar al-Busthami al-Bun‟ili, “al-„Aqāid as-Salafiyyah bi
adillatihā an-Naqliyyah wal „aqliyyah”, Qatar: Dar al-Kutub al-
Qithriyyah, 1994.
Al-„Aini al-Hanafi, Badruddin,“„Umdah al-Qârî Syarh Shahîh al-Bukhârî,
Beirut; Dar al-Kutub al-„ilmiyyah, tt.
Al-Amidi, Ali ,“Al-Ihkam”, Beirut: al-Maktab al-Islami, tt.
An-Nabhani,Taqiyuddin,“Asy-Syakhsiyyah al-Islāmiyyah”, Beirut: Dar al-
Ummah, 2003 M/1423 H.
Ali al-Shabuni, Muhammad, “Al-Nubuwwah Wa al-Anbiyā‟”, Damaskus:
Maktabah al-Ghazali, 1985.
_____,“Membela Nabi”, Jakarta: Gema Insani Press, 1992, penerjemah:
As‟ad Yasin, 131 halaman.
„Ali bin Khalaf bin „Abdul Malik bin Bathâl al-Bakrî,Abu al-Hasan,“Syarh
Shahîh al-Bukhârî li ibn Bathâl”, Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003
M/1423 H.
Ali Bin Ahmad Ibnu Hazm, “Al-Fīshâl Fî Al-Milâl Wa Al-Ahwâ‟ Wa Al-
Nihâl”, Kairo: Maktabah al-Khanaji, tt.
Al-Asyqar,Umar Sulaiman,“Kisah-kisah Shahih dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah, diterjemahkan oleh: Tim Pustaka ELBA.
_____,“Al-Rusul Wa Al-Risālāt”, Kairo : Maktabah Wahbah, 2003.
Azra,Azyumardi,“Ensiklopedi Islam”, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2005.
Bakker, Anton dan Charris Zubeir,Ahmad,“Metodologi Penelitian Filsafat”,
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Charles Darwin, “The Descent of man”, 1871.
Departemen Pendidikan Nasioanal, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Fakhruddīn al-Bantani, “Ilmu Tauhid Dasar”, Jakarta: al-„Āsyirah asy-
Syafī‟iyyah, tt.
160
Fatawa Lajnah ad-Dâ‟imah lil buhuts al-„ilmiyyah wal ifta‟, juz.3, fatwa no.
6290.
Al-Farmawi, Abd al-Hayy,“Metode Tafsir Maudhu‟i: Suatu Pengantar,
terjemahan: Suryan A. Jamrah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996
Furi,Al-Mubarak,“Shafiyyu Ar-Rahmân, Al-Rahîqu Al-makhtûm”, Beirut:
Dar Hilal, 2004.
Al-Harari, Abdullāh,“ad-Dalīl al-Qawīm „ala ash-Shirāthil Mustaqīm”,
Suriah: Dar al-Masyāri‟, 2009.
_____,“„Umdah ar-Rāghib fii Mukhtashar Bughyah ath-Thālib”,Suriah: Dar
al-Masyāri‟, 2008.
_____,“Bughyah ath-Thālib li ma‟rifati al-„Ilmi al-Wājib”, Suriah: Dar al-
Masyāri‟, 2004.
_____,“Ad-Dalīl asy-Syar‟I „alā itsbāt al-„Ishyān man qatalahum „Ali min
shabiyyīn aw tābi‟iyyīn”, Beirut: Dar al-Masyari‟, 2004.
_____,“Mukhtashar „Abdullāh al-Harari al-kāfil bi „ilmi ad-Dīn adh-
Dharūrī”, Beirut: Dar al-Masyāri‟, 1999.
_____,“Ad-Durah al-Bahiyyah fīhilli al-Fāzh al-„Aqīdah ath-Thahawiyyah”,
Beirut: Dar al-Masyāri‟, 1998.
_____,“Asy-Syarh al-Qawīm fī halli al-Fāzh ash-Shirāth al-Mustaqīm”,
Beirut:Dar al-Masyāri‟, 2004 M/1425 H.
_____,“Ar-Rāwaih az-Zakiyyah fī maulidi khairi al-Bariyyah shallallāhu
„alaihi wa sallam”, Beirut: Dar al-Masyari‟, 2009.
_____,“Nushrah at-Ta‟aqqub al-Hatsits „alā man thā‟ana fīmā shahha min
al-Hadits”, Beirut: Dar al-Masyari‟, 2001 M/1422 H.
_____,“Risālah fī buthlān da‟wā awliyāti an-Nūr al-Muhammadī”, Beirut:
Dar al-Masyari‟, 2001 M/1422 H.
_____,“Sharīh al-Bayān fī ar-Raddi „alā man khālafa Al-Qur‟ān”, Beirut:
Dar al-Masyari‟, tt.
_____,“Asy-Syarh al-Qawīm fī halli al-Fāzh ash-Shirāth al-Mustaqīm”,
Beirut: Dar al-Masyari‟, tt.
_____,“Al-Maqālatu as-Sunniyyah fī kasyfi dhalālāt ahmad ibn Taimiyyah”,
Beirut: Dar al-Masyari‟, tt.
Harahap, Syahrin,“Penuntun Penulisan Karya Ilmiah Studi Tokoh Dalam
Bidang Pemikiran Islam”, Medan: IAIN Press, 1995.
Al-Harwi, Ali, “Syarh Al-Syifā‟”, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah 1421H.
Husein bin Mas‟ud al-Baghawi, “Syarh Sunnah lil Imam al-Baghawi”,
Beirut: al-Maktab al-Islami, 1983 M/1403 H.
Ibnu Hajar, Ahmad Bin Ali, “Fath Al-Bāri Syarh Shāhih Al-Bukhāri”,
Beirut: dar al-makrifah, thn. 1379 H.
Ibn Khaldun. Abd al-Rahman b. Khaldun al-Maghribi, “Muqaddimah Ibn
Khaldūn”, Beirut: Dar Maktabah al-Hayat, 1968.
161
Ibnu Taimiyah,Ahmad Bin Abdussalam,“Minhaj Al-Sunnah Al-
Nabawiyah”,Jamiah Al-Imam Muhammad Ibnu Saud, 1986.
_____,“Majmu Fatâwâ”, Madinah: Majma al-Malik, 1995.
_____,“Qā‟idah al-Jalīlah fi at-Tawassuli wa al-Wasīlah, www.rabee.net:
Maktabah al-Furqan, 2001 M / 1422 H.
Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami al-Ghurnathi asy-Syathibi,
“al-Muwâfaqât”, Riyadh: Dar Ibn „Affan, 1997 M/1417 H.
Imāduddīn Abi al-Fada‟ Ismāīl ibn Katsīr ad-Dimasyqī, “Tafsīr Al-Qur‟ān
Al-„Azhīm”, tt.
Al-Imam al-Qurtubi, “al-Jāmi‟ li Ahkām Al-Qur'an”, Beirut: Mu‟assasah ar-
Risalah, 2006 M/1327 H.
„Imad ad-Din Abu al-Fida‟ Isma‟il Ibn Katsir al-Qurasyi ad-
Dimasyqi, “Qishahs al-Anbiyā‟”, Kairo: Dar ath-Thaba‟ah wa an-
Nasyr al-Islamiyyah, 1997 M/1417 H.
„Iyadh, Imam al-Qadli, “Asy-Syifa‟ bi ta‟rifi huqūqi al-Mushtafā”, Beirut:
Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005.
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, “Al-Qur‟an al-Karīm bi ar-
Rasmi al-„Utsmāni wa bihāmisyihi Tafsīr al-Imamaīn al-Jalīlaini”,
Dar Ibn Katsir, tt.
Jalaluddin Abdurrahman ibn Abu Bakar As-Suyuthi, “Ad-Dībāj „alā
ShāhīhMuslim Bin Al-Hajjaj”, Saudi Arabia: Dar Ibn „Affan, 1992.
_____,““Tafsīr al-Jalālaīn”,Beirut: Dar Ibn Katsir, tt.
Mazlan Ibrahim & Ahmed Kamel Mohamad, “Israiliyyat dalam Kitab Tafsir
Anwar Baidhawi”, Selangor: Jabatan Usuluddin dan Falsafah Fakulti
Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2004.
Miqdad, Fadhil,“Irsyâd al-Thâlibin ilâ Nahj al-Mustarsyidīn”, Beirut: Dar
al-Kutub al-„ilmiyyah, tt.
Muhammad Bin Muhammad al-Zubaidi, “Taj al-„Arus”,Dar hidayah, tt.
Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-„Utaimin, “Majmû‟ Fatâwâ wa
Rasâ‟il”, Beirut: Dar al-Masyari‟, tt.
Muhammad ibn Khalīfah ibn „Ali at-Tamīmi, “Huqūq an-Nabiyyi
shallallāhu „alaihi wa sallam „alā Ummatihī fī dhaw‟i al-Kitāb wa as-
Sunnah”, Riyadh: Maktabah adhwa‟u as-Salaf, 1997.
Muhammad Nashiruddin Al-Bani, “Shahīh Al-Jāmi‟ Ash-Shaghīr”, Riyadh:
Maktabah al-Ma‟arif, tt.
Muhammad ibn Futuh Al-Humaidi, “Al-Jam‟u Bayna Ash-Shahīhaini”,
Riyadh: Dar ibn Hazm, tt.
Muhammad Ali ash-Shâbuny, “An-Nubuwwah Wa al-Anbiyâ‟”, Beirut; Dar
al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt.
Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-âmalî Abu Ja‟far ath-
Thabari, “Jâmi‟ al-Bayân fî ta‟wîl Al-Qur‟ân”, Beirut: Mu‟assasah
Risalah, 2000 M/1420 H.
162
Muhammad bin Futuh al-Humaidî, “Al-Jam‟u baina ash-Shahîhaini al-
Bukhâri wa Muslim”, Beirut: Dar an-Nasyr, 2002 M/1423 H.
Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah ,“Al-Isrā‟īliyyāt wa al-Maudhu‟āt
fī Kutub at-Tafsīr”, Cairo: Maktabah as-Sunnah, 407 H.
Muhammad Labil, Ahmad, “Hakikat Nubuwwah”, Singapura: Pustaka
Nasional, 1985.
Muhammad Nashir,al-Albani,“al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fi al-„aqā‟idwa
al-Ahkam, Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif, 2005 M/1425 H.
Muhammad Ibn Yazid Abu Abdillah al-Qazwini, “ Sunan Ibn Mājah”,
Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, “Al-Isrā‟īliyyāt fīat-Tafsīr wa al-Hadīts”,
Kairo: Maktabah Wahbah, 1990.
Muhyiddīn yahya ibn syaraf ibn Murī ibn Hasan ibn Husein ibn Hizām an-
Nawawī, “Shahīh Muslim bi syarh an-Nawawī”, Kairo: al-
Mishriyyah, 1929.
Muhyi as-Sunnah al-Husein bin Mas‟ud al-Baghawi, “al-Anwâr fî Syamâ‟il
an-Nabi al-Mukhtâr”, Beirut: Dar al-Baidhâ, 1989 M/1409 H.
Nawawi al-Jāwi, Muhammad“syarh tījān ad-Darūri”, tt.
Nawawi,Hadari, “Metode Penelitian Bidang Sosial”, Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2003.
Nayif,Ali, “Al-Nubuwah Wa Al-Anbiya Fi Al-Qur‟an Wa Al-Sunnah”, Mesir
: Dar Al-Hadis 2004.
Nizar, Muhammad, “Metodologi Penelitian”, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1988.
ar-Rāzi, Fakhruddīn, “„Ishmah al-Anbiyā‟”, Kairo: Maktabah ats-Tsaqāfah
ad-Dīniyyah, 1986.
Al-Sa‟di , Muhammad Ibn Nashir, “Taisīru Al-Karīm Al-Rahmān Fī Tafsīr
Kalāmi Al-Mannān”, Beirut: Muassasah Al-Risalah, 2000.
Syeikh bin Baz, “Majmū‟ Fatāwā wa Rasāil”, tt.
Surakhmad, Winarno,“Dasar dan teknik Research, Bandung: Tarsito, 1978.
Thāhir al-Jazāiri, “al-Jawāhiru al-Kalāmiyah fii īdhāhi al-„Aqīdah al-
Islāmiyyah”, tt.
_____,“Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”, Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-
„Arabiyyah, tt.
_____,“Al-Majmû‟ Syarh an-Nawawi”, Jeddah: Maktabah al-Irsyad, tt.
Taqiyyuddin ahmad Ibn Taymiyyah al-Harrani, “Majmū‟ah al-Fatāwā”, Dar
al-Wafa, tt.
Taqiyyyuddin ahmad Ibn Taymiyyah al-Harrani, “Majmu‟ah ar-Rasail wa
al-Masā‟il”, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1992 M/1412 H.
Ath-Thabari, Ibnu Jarir,“jāmi‟ al-Bayān fī tafsir al-Qur‟an”, Beirut: Dar al-
Fikr, 1988.
163
Al-Rāzi,Fakhruddin, “Ismah Al-Anbiyā‟”,Kairo: Maktabah Tsaqofah
Diniyah, 1986.
Ar-Riāsah al-„Āmmah li Irādati al-Buhūts al-„Ilmiyyah wal Iftā wa ad-
Da‟wah wa al-Irsyād, “Majallah al-Buhūts al-Islāmiyyah”,
http://www.alifta.com: al-Buhūts al-Irsyād wal Iftā, tt.
Sa‟id bin „Ali Wahab al-Qahthani, “Hishnu al-Muslim min adzkâr al-Kitâb
wa as-Sunnah”, Saudi Arabia: Wizârah asy-Syu‟ûn al-Islâmiyyah
wal alwqâf wa ad-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1409 H.
Shalih bin Abdillah bin Humaid, “Nadhrah an-Na‟îm fî makârim al-Akhlâq
ar-rasûl al-Karîm Shallallâhu „Alaihi wa Sallam”, Jeddah: Dar al-
Wasilah, tt.
Taqiyyuddin abu al-Abbas Ahmad ibn Abdul Halim ibn Taimiyyah al-
Harrani, “Majmū‟ al-Fatāwā, http://www.al-islam.com: Dar al-
Wafa‟, 2005 M / 1426 H.
Tim UIN Syarif Hidayatullah, “Ensiklopedi Islam”, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2005.
Al-Qari al-Hanafi,„Ali,“Syarh Kitāb al-Fiqh al-Akbar”, Beirut: Dar al-Kutub
al-„Ilmiyyah, 1995Azh-Zhahiri, Ibnu Hazm, “Al-Fīshāl fī al-Milal wal
Ahwā‟ wa an-Nihal”, Beirut: Ibnu Mandur, Muhammad, “Lisān al-
Arab”, Beirut: Dar Shodir, 1414H.
Yahya bin Syaraf an-Nawawi,Muhyiddin Abi Zakariyya,“Riyadh ash-
Shâlihîn”, Kairo: Dar Ihya al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1918 M/1236 H.