Download - Konflik antara amerika melawan afghanistan
KONFLIK ANTARA AMERIKA MELAWAN AFGHANISTAN
DALAM TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah hukum internasional
Pengampu : Ekram Prawiroputro, M.Pd.
Oleh :
Bahtiar Muslim
(07401241002)
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
1.PENDAHULUAN
Serangan 11 September telah berlalu 9 tahun silam, namun efek dari serangan itu
masih terasa di negara asal para pelaku (menurut versi Amerika, talibanlah yang bertanggung
jawab atas serangan tersebut). Dikirimnya pasukan untuk menumpas terorisme inilah yang
menjadi suatu perang berkepanjangan selama 9 tahun lamanya dan masih berlangsung sampai
sekarang.
Apakah Terorisme itu? Terorisme berasal dari bahasa latin Terrere. Dalam bahasa
Inggris dipahami sebagai to frighten, yang artinya menakutkan atau mengerikan. Menurut
kamus politik, terror berarti usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman
oleh seseorang atau sesuatu golongan. Biasanya tindakan tersebut untuk mencapai tujuan-
tujuan politik
Amerika Serikat menjadikan isu terorisme internasional ini sebagai alasan utama
mereka mengadakan perang ke Afghanistan. Amerika yang berang karena sistem keamanan
negaranya bisa ditembus dengan kasus peledakan WTC (World Trade Center), yang
menewaskan ribuan warga Amerika Serikat.
Presiden Bush dalam pidatonya pada tanggal 11 September 2001 mengemukakan 4
alasan Amerika Serikat harus menyerang Afghanistan, yaitu:
*Chapter VI of United Nation Charter (Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1368)
*Intervention by Invitation
*Humanitarian Intervention
*Self Defence
Pada Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1368, disebutkan bahwa PBB
memperbolehkan suatu negara untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu terhadap
sebuah negeri atau golongan yang melakukan maupun melindungi terorisme.
Alasan kedua, ketiga, dan keempat menunjukkan bahwa Amerika melakukan
penyerangan di Afghanistan karena diserang terlebih dahulu. Ditambah hal ini Amerika juga
memposisikan diri sebagai negara yang diserang dan menganggap perlu melakukan
pembelaan diri dengan melakukan penyerang balik ke Afghanistan yang merupakan markas
milisi Taliban. Ditambah tuntutan rakyat saat itu yang meminta pihak pemerintah bertindak
menghapus terorisme di dunia yang telah merenggut ribuan nyawa di Amerika khususnya.
Namun, tanpa disangka-sangka perang ini berlangsung berkepanjangan. Hingga tahun
2009 ini bahkan belum juga usai. Ditambah lagi permintaan penambahan pasukan oleh
Panglima perang AS di Afghanistan Jenderal Stanley Mac Chrystal sebanyak 30.000
personil. Bahkan setelah pengiriman 30.000 pasukan, Panglima Amerika di Afghanistan
Jenderal Stanley Mac Chrystal meminta penambahan 40.000 pasukan ke Afghanistan.
Apakah yang menyebabkan perang ini begitu panjang? Salah satunya karena
perlawanan rakyat Afghanistan lewat Taliban merupakan aksi perlindungan diri mereka atas
serangan besar-besaran Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya ke tanah air mereka. Mereka
berpendapat bahwa serangan itu tidak diprakarsai oleh mereka, melainkan merupakan
rekayasa Amerika supaya mereka mendapat pembenaran atas serangan mereka di
Afghanistan. Simpati masyarakat sipil Afghanistan terhadap militan Taliban juga semakin
bertambah, hal ini dibuktikan dari hanya 50.000 rakyat saja yang mau mendukung Amerika
Serikat mengusir Taliban dari Afghanistan. Pasukan Amerika serikat kewalahan menghadapi
pejuang Afghanistan yang selalu memberikan perlawanan dan kini lebih 70% wilayah
Afghanistan di bawah kontrol pejuang Afghanistan.
2.PEMBAHASAN
Kepentingan AS dengan Perang Afghanistan
Amerika Serikat sejak peristiwa penyerangan WTC pada 11 September 2001 mulai
mencanangkan program pemberantasan terorisme. Sedikitnya 900 pasukan Amerika telah
tewas dan 600 pasukan koalisi tewas. Ini tentu belum termasuk dengan korban yang luka-
luka, cacat permanen atau gangguan mental. Adakah kepentingan selain memberantas
terorisme yang membuat Amerika bersikukuh untuk melanjutkan penambahan tentara guna
menyelesaikan perang ini? Berikut ini beberapa pendapat mengenai kepentingan Amerika
Serikat dan negara lain terhadap perang Afghanistan.
Terkait dengan isu terorisme global, khususnya yang dianggap merupakan aksi dari
para milisi Taliban setidaknya Amerika Serikat memiliki dua kepentingan, yaitu:
1. Vital
• Pencegahan penggunaan senjata pemusnah massal oleh terorisme dan penggunaannya untuk
menyerang warga negara AS, properti AS, dan pasukan AS
2. Sangat Penting
• Kerawanan AS terhadap segala bentuk terorisme domestik maupun internasional diatasi
dengan perilaku yang konsisten dengan cara liberal, prinsip-prinsip demokratis yand diadopsi
dari konstitusi Amerika
• Negara-negara yang mendukung gerakan terorisme internasional atau menjadi perlindungan
bagi teroris akan mendapatkan sanksi dan dihimbau untuk menghentikan aksi tersebut.
Selain itu, terdapat kepentingan lainnya yang dapat saya paparkan diantaranya adalah :
Pertama, Politik Hegemoni. Konsepsi Hegemoni, menurut K. J. Holsti dalam bukunya
The Dividing Discipline: Hegemony and Diversity in International Theory (1985) pada
awalnya merujuk pada dominasi (kepemimpinan) suatu negara-kota Yunani terhadap negara-
kota lain dan berkembang menjadi dominasi negara terhadap negara lain.
Penyerangan terhadap negara-negara Timur Tengah adalah salah satu cara pembuktian
Amerika Serikat untuk menunjukkan kedigdayaannya. Ditambah lagi di Timur Tengah
terdapat “saudara tirinya”, yaitu Israel. Amerika membutuhkan legitimasi yang kuat di Timur
Tengah supaya Israel bisa diakui oleh masyarakat interanasional terutama di kawasan Timur
Tengah. Hal ini dilakukan dengan melakukan penyerbuan ke negara-negara Timur Tengah
seperti Afghanistan.
Kedua, kepentingan keamanan negara. Demi keamanan dalam negeri dan aset-aset
ekonominya, Amerika Serikat yang menampakkan diri sebagai polisi dunia telah menyerang
negara yang belum tentu bersalah. Pada poin kedua ini, saya lebih melihat bahwa Amerika
memiliki ketakutan tersendiri pasca penyerangan WTC pada 11 September 2001.
Kekhawatiran ini memicu mereka untuk lebih dulu menyerang negara-negara yang
terindikasi mampu melakukan teror. Meskipun belum terbukti secara otentik tuduhan-
tuduhan yang dilancarkan oleh Amerika Serikat. Contohnya, Taliban yang dituduh sebagai
dalang dari tragedi 11/9 serta senjata pembunuhan massal di Irak. Amerika juga
berkepentingan menjagas stabilitas Afghanistan. Mereka akan secepatnya melatih pasukan
Afganistan agar dapat mengambil alih perang dan bertanggung jawab atas keamanan
negaranya.
Ketiga, Membendung Arus Islam. Kebangkitan Islam yang baik di dunia Barat
maupun Timur membawa kecemasan tersendiri bagi Amerika. “Keseleo lidah” dari mantan
Presiden Bush yang menyatakan “Perang Salib” bagi teroris dimaknai oleh kalangan tertentu
sebagai kepentingan Amerika untuk melunakkan gerakan-gerakan Islam yang mulai menjadi
arus utama di masyarakat dan pemerintahan. Pembendungan Arus Islam lewat isu “war
against terrorist” ini juga berlaku pada gerakan Al-Qaeda yang disinyalir memiliki
perwakilan di beberapa negara di dunia. Amerika melihat bahwa perkembangan Islam ini
bisa memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan negara mereka. Selain itu,
juga mampu menekan kepentingan mereka di Timur Tengah terkait keberadaan Israel.
Quo Vadis Perang Afghanistan?
Petualangan AS di Afghanistan sudah berlangsung lebih dari delapan tahun sejak AS
memutuskan menyerbu Afghanistan pascaserangan teroris yang meruntuhkan dua menara
kembar WTC di New York, September 2001. Sudah hampir 2.700 tentara AS tewas di
Afghanistan. Namun, hingga saat ini tersangka dalang teroris Osama bin Laden belum dapat
ditangkap maupun diketahui lokasi persembunyiannya.
AS sudah berada dalam keadaan frustrasi dan bimbang antara meneruskan atau
menghentikan petualangannya di Afghanistan. Keadaan ini tergambarkan cukup jelas ketika
dua orang petinggi puncak AS di Kabul ternyata berselisih pendapat tentang pembacaan atas
situasi terkini di Afghanistan yang mengakibatkan kekacauan atas rencana militer AS
selanjutnya. Kepala Perwakilan AS di Kabul, Duta Besar Karl Eikenberry,telah mengirim
kawat rahasia ke Menlu AS dan menyatakan ketidaksetujuannya atas rencana komandan
pasukan AS di Kabul, Jenderal Stanley McChrystal,yang dari awal menginginkan tambahan
pasukan.
Eikenberry melihat kondisi tentara gabungan yang dimotori AS tidak kondusif untuk
melanjutkan perang melawan Taliban. Sementara itu, Jenderal Mc- Chrystal menyodorkan
sejumlah kendala yang memperberat keberhasilan perang kontra perlawanan di Afghanistan.
Pendapatnya itu bisa dilihat sebagai ajakan kepada presiden untuk menolak pendapat
Eikenberry dan berharap permintaan penambahan pasukan disetujui. Faktanya justru
rekomendasi Jenderal McChrystal yang kemudian diamini Presiden dan Kongres AS.
Selanjutnya Obama mengumumkan keputusannya yang sangat mencengangkan
dunia.AS akan segera mengirimkan pasukan tambahan sebanyak 30.000 pasukan guna
menuntaskan perang di Afghanistan.Tambahan itu menggenapi jumlah pasukan AS yang ada
di Afghanistan menjadi hampir 100.000 pasukan.
Kepentingan Pakistan dan India Terkait Perang Afghanistan
Selain Amerika, negara seperti India dan Pakistan juga mempunyai kepentingan
terkait dengan perang Afghanistan. Pakistan contohnya, karena berada di perbatasan
Afghanistan serta dianggap sebagai negara tempat pelarian dan persembunyian tentara
Taliban. Mengingat pentingnya daerah perbatasan ini sehingga Pakistan juga ikut dalam
membantu Amerika Serikat untuk menumpas terorisme. Keberadaan penyusup yang
berlindung di Pakistan menjadi isu yang dibahas oleh pemerintahan Pakistan dan
Afghanistan. Keikutsertaan Pakistan bertujuan untuk mempersempit ruang gerak tentara
Taliban dan untuk meredakan ketegangan di wilayah perbatasan .
India yang merupakan salah satu negara yang terletak di sekitar daerah Afghanistan
juga memiliki kepentingan dalam menjaga keamanan kawasan. Kekacauan di sekitar negara
mereka juga turut berdampak pada ketidakamanan di negara mereka. Kekhawatiran penyusup
Taliban dan adanya serangan bom di Mumbai juga merupakan salah satu alasan keterkaitan
India dalam mendukung perang Afghanistan.
Ketika Barack Obama dilantik sebagai presiden AS pada awal tahun ini, harapan
bertaburan di sejumlah penjuru dunia bahwa pemimpin baru itu akan bisa mengakhiri atau
setidaknya meredakan konflik mematikan di sejumlah negara seperti Afghanistan dan Irak.
Sorak-sorai pun berkumandang riuh ketika Obama diambil sumpahnya sebagai Presiden ke-
44 AS pada 20 Januari di Capitol Hill, Washington DC.
Penduduk sipil tidak berdaya di negara-negara konflik itu menyambut positif
kehadiran Obama dengan harapan pemimpin baru tersebut bisa mengentaskan mereka dari
penderitaan akibat perang. Obama dalam pidato pelantikannya berjanji akan mengalihkan
operasi pasukan dari Irak ke Afghanistan dan berusaha mencapai perdamaian meski hal itu
tidak mudah dilakukan. "Kita akan mulai meninggalkan Irak untuk memberikan tanggung
jawab kepada rakyatnya, dan mewujudkan perdamaian yang sulit di Afghanistan," katanya.
Untuk menopang rencana itu, ia menyatakan akan mengirim puluhan ribu prajurit
tambahan AS untuk bertempur melawan Al-Qaeda dan Taliban.
"Penduduk Afghanistan pada akhirnya akan melakukan pengamanan mereka sendiri," kata
Obama. Presiden baru AS berdarah Amerika-Afrika itu berjanji akan menyelesaikan
permasalahan strategi dan sumber daya setelah perang delapan tahun di Afghanistan.
"Ini menjadi perhatian saya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut," katanya.Obama juga
mengatakan bahwa seluruh dunia bertanggung jawab membantu Amerika dalam misi di
Afghanistan.
Pada awal Desember, Obama memerintahkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan ke
Afghanistan untuk bergabung dengan pasukan AS dan NATO yang sudah berada di negara
itu untuk memerangi Taliban dan sekutunya. Perintah Obama itu ditindaklanjuti oleh negara-
negara NATO yang menjanjikan pengiriman sedikitnya 7.000 prajurit lagi untuk mendukung
upaya baru pimpinan AS untuk mencapai kemenangan di Afghanistan. Namun, kekerasan di
negara itu hingga kini tidak mereda dan bahkan berkobar semakin hebat. Menjelang tutup
tahun pun, seorang prajurit AS tewas dalam serangan bom. Pasukan Bantuan Keamanan
Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengumumkan Minggu (27/12), seorang prajurit
ISAF asal AS tewas dalam ledakan bom improvisasi (IED), pembunuh terbesar pasukan
asing dalam perang delapan tahun di Afghanistan.
Tahun mematikan
Tahun ini tidak saja mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan
namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban. Sebagian besar kekerasan
terjadi di provinsi-provinsi selatan seperti Kandahar dan Uruzgan. Delapan tahun setelah
penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap
menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam
kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Lebih dari 500 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai
tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan
membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot. Dari jumlah kematian itu, 310
orang adalah prajurit AS, menurut data yang diperoleh Kantor Berita AFP. Jumlah korban
tewas itu dua kali lipat dari angka kematian militer AS pada 2008.Tahun lalu, jumlah prajurit
asing yang tewas di Afghanistan mencapai 295. Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit
internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu
pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa
Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan
sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena
menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung
jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11
September 2001.
Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing
meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum
presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus. Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada
penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah
Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut. Dalam salah satu
serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh
diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari
1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur. Bom rakitan yang dikenal
sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan
asing di Afghanistan, menurut militer.
Perang Afghanistan merupakan Just War?
Gagasan tentang just war muncul pertama di Roma jus fetiale - kombinasi dari ritual
agama dan peraturan hukum - namun teori konsisten pertama dikembangkan oleh gereja,
dalam usaha untuk melayani Kaisar tanpa benar-benar meninggalkan janji kepada Tuhan.
Bagi Augustinus dan Aquinas, just war mengembalikan pelanggaran perintah agama dan
moral. Akibatnya, teologi Abad Pertengahan berkonsentrasi pada menentukan penyebab
keadilan (jus ad bellum) dan mengabaikan peraturan dari perilaku (jus in bello).
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip just war,yaitu:
1. Penyebab harus adil
2. Sebuah kewenangan yang sah harus memutuskan untuk memperbolehkan penggunaan
kekerasan
3. Maksud perang harus sesuai dengan hukum internasional
4. Penggunaan kekuatan menjadi solusi terakhir
5. Probabilitas keberhasilan harus tinggi
6. Rasio keuntungan biaya harus positif
7. Cara yang digunakan harus sesuai dengan hukum humaniter internasional
Saya akan menganalisa kasus Perang Afghanistan berdasarkan ketujuh poin tersebut.
Pada poin pertama, menurut versi Amerika Serikat perang kali ini merupakan bentuk
perlawanan dari serangan 11 September. Mereka berpendapat bahwa perang kali ini adalah
bentuk dari self defence. Mereka juga menganggap bahwa jaringan terorisme Al-Qaeda yang
bertanggung jawab atas serangan itu, sehingga mereka melakukan serangan balik dengan
alasan war on terorism. Namun, perlu digaris bawahi bahwa beberapa tahun kemudian
muncul fakta-fakta yang membantah keterlibatan Al-Qaeda dalam aksi 11/9. Bahkan fakta
mengarah pada keterlibatan Amerika mensabotase tragedi 11/9. Sehingga mereka memiliki
alasan untuk menyerang Al-Qaeda atau Afghanistan.
Pada poin kedua, Presiden Bush menggunakan kekuasaan eksekutif untuk
mengaktifkan angkatan bersenjata Amerika Serikat tanpa mencari kongres secara resmi
deklarasi perang terhadap Afghanistan. NATO dan PBB diminta untuk mendukung
keputusan ini dan mereka lakukan. Untuk poin kedua ini, terlihat Amerika terkesan
memaksakan untuk membenarkan pengiriman pasukannya. Karena kita tahu bahwa PBB dan
NATO merupakan organisasi yang “dikuasai” oleh Amerika. Sehingga sangat mudah bagi
Amerika untuk menekan kedua organisasi ini supaya melegitimasi aksi serangan mereka.
Amerika beralasan untuk melakukan just war termasuk penghapusan ancaman dan
pemulihan atau pembentukan rezim yang sah mungkin untuk menegakkan hak asasi manusia
dan hukum internasional. Hal ini memberikan mereka legitimasi untuk menyerang Al-Qaeda.
Karena meraka berpendapat bahwa Al-Qaeda telah membahayakan rezim pemerintahan
Afghanistan dan mengganggu keamanan dunia, serta menekan hak-hak perempuan. Sehingga
Amerika mendapatkan pembenaran akan just war. Namun, Amerika melupakan bahwa akibat
serangan mereka banyak korban jiwa atau cacat maupun gangguan kejiwaan berjatuhan baik
dari militer maupun sipil. Bukankah hal ini melanggar alasan penegakan hak asasi?
Mengenai poin keempat, Amerika melakukan pembenaran dengan alasan bahwa
perundingan dengan Al-Qaeda tidak akan berhasil sehingga perang menjadi solusi satu-
satunya. Namun, menurut salah satu sumber yang saya baca. Al-Qaeda dalam hal ini milisi
Taliban bersedia menerima perundingan damai jika Amerika menarik mundur pasukannya.
Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa Amerika memaksakan untuk melakukan perang padahal
masih ada peluang untuk melakukan perundingan damai.
Pada poin probabilitas dan rasio keuntungan biaya, kita dapat sama saksikan bahwa
Amerika mematok target bahwa mereka akan segera menumpas milisi Taliban dalam kurun
beberapa minggu. Namun, kenyataanya dalam waktu 8 tahun perang tidak kunjung usai.
Bahkan mereka berniat menambah pasukan. Selain itu, pengeluaran dari perang ini juga
semakin membengkak belum lagi ditambah biaya kerusakan di Afghanistan dan biaya
pengobatan masyarakat sipil yang menjadi korban.
Poin terakhir menjelaskan mengenai cara-cara yang sesuai dengan hukum humaniter
internasional. Meskipun dalam proposalnya Amerika menyebutkan tentang perlindungan
terhadap rakyat sipil, namun pada kenyataannya kita tidak dapat menyangkal kalau tetap saja
jatuh korban dan hal ini diperparah dengan kuatnya perlawanan dari milisi Taliban. Sehingga
semakin banyak korban yang berjatuhan di kedua belah pihak. Ditambah dengan semakin
kuatnya dukungan rakyat terhadap Taliban juga jadi faktor banyaknya korban dari rakyat
sipil.
3.PENUTUP
Pada kesimpulannya, saya melihat bahwa meskipun terlihat bahwa apa yang
dilakukan oleh Amerika Serikat adalah suatu aksi yang heroik dengan kilah just war yaitu
untuk membasmi terorisme. Namun, pada beberapa hal terlihat Amerika Serikat memaksakan
untuk melakukan penyerangan. Mulai dari aksi balas dendam atas serangan terhadap WTC
sampai pada tindakan mereka yang lebih memilih jalur perang ketimbang lewat perundingan
damai.
Tindakan perlawanan yang dilakukan Taliban dengan bantuan rakyat adalah bentuk
perlawanan terhadap aksi kesewenang-wenangan Amerika selama ini terhadap rakyat muslim
pada umumnya dan khususnya terhadap saudara-saudara mereka di Afghanistan. Rakyat
tidak akan mengadakan gerakan perlawanan jika mereka tidak merasa ditindas. Bahkan
tuduhan sebagai aktor tragedi 11/9 yang belum terbukti keotentikannya menjadi tameng
Amerika untuk memporak-porandakan Afghanistan. Hal ini juga membuat Taliban semakin
menguatkan perlawanan mereka ditambah dengan dukungan dari rakyat Afghanistan.
Perang tidak akan berakhir jika masing-masing pihak masih mengedepankan ego
tanpa memperhatikan nasib rakyat sipil disekitar daerah perang. Yang jadi korban tidak
hanya tentara dan milisi, tapi rakyat sipil yang tidak berdosa juga menjadi korban. Apakah ini
bentuk perang yang bertujuan damai? Apakah harus jatuh korban nyawa sia-sia untuk
menciptakan kedamaian? Hal ini perlu jadi renungan dan menjadi perhatian kita semua
maupun pemerintah negara-negara di dunia. Karena pada dasarnya semua manusia
menginginkan perdamaian dan ingin kehidupan yang aman.
Presiden Barack Obama membela hak Amerika Serikat melancarkan "perang yang
dibenarkan (legal)," saat dia menerima Hadiah Nobel Perdamaian, Jumat pagi WIB, dan
mengakui bahwa sebagai presiden di era perang, itu adalah pilihan kontroversial. Pada pidato
dalam seremoni pemberian penghargaan itu di Oslo, yang didahului oleh tiupan sangkala,
Obama menyatakan bahwa dia tidak akan berkompromi dengan ancaman-ancaman yang
dihadapi Amerika Serikat. Dia mengingatkan momok tentang babak baru perlombaan senjata
yang potensial terjadi di Timur Tengah atau Asia Timur, dan menyerukan sanksi tegas
terhadap negara-negara yang tidak mematuhi hukum internasional, yang adalah peringatan
terhadap Iran dan Korea Utara.
Obama juga menerima kritik bahwa dia tidak layak menerima Nobel dan belum
banyak menunjukkan prestasi nyata di umur pemerintahannya yang masih muda yang sekitar
11 bulan. Dia mengatakan bahwa dia berada di awal, bukan di ujung, kiprahnya di panggung
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.antaranews.com/.../setahun-obama-konflik-makin-berkobar-di-afghanistan
http://www.antaranews.com/.../obama-terima-nobel-perdamaian-bela-perang
http://news.id.finroll.com/.../194202-perang-afghanistan-makin-berkobar
http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/29/int1.htm
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0905/11/lua01.html