Transcript
  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    1/6

    Komunikasi publik merupakan salah satu jenis komunikasi yang terjadi antara pembicara

    kepada orang banyak yang berisikan sejumlah pesan, ide, gagasan informasi atau ajakan.

    Terdapat tiga karakteristik dalam komunikasi publik, yang pertama yaitu komunikasi publik

    dilakukan di ruang publik, bukan ruang privat, Erving Goffman(1963) mendefinisikan publik :

    sebagai layaknya sekumpulan daerah dalam sebuah komunitas dmana terdapat keseluruhan akses

    atas anggota komunitas itu sendiri. Contoh ; jalan, taman, restoran, bioskop, toko. private

    adalah tempat khusus dimana hanya ada anggota atau kumpulan yang diundang. Contoh kantor,

    pabrik, dapur dan ruang keluarga, yang kedua yaitu komunikasi publik terdiri dari pembicara,

    publik, dan event, dan yang terakhir yaitu adanya norma sosial yang mengatur perilaku dalam

    melakukan komunikasi publik.

    Efek dari sebuah pidato atau public speaking dapat terjadi dalam dua domain yaitu

    diantara pembicara dengan audiens dan diantara para audiens itu sendiri. Terdapat dua respon

    terhadap pembicara yaitu reaksi positif dengan menjadikan opini mereka sebagai contoh dan

    reaksi negatif ditunjukan dengan pembicara memberikan waktu kepada opinion leader di tengah

    sesi pidato.

    Sebelum memahami siapa publik kita, maka kita perlu memahami diri kita terlebih

    dahulu dengan melihat pada komponen seperti dari beberapa hal yang terdapat didalam diri kita

    seperti past experience, status, values, roles, reference group, norma, self-image dan social

    image. Kedelapan komponen ini merupakan hal penting dan cukup kompleks, karena hal tersebut

    menentukan siapa diri kita, bagaimana menempatkan diri ketika berhadapan dengan orang lain,

    dan apa yang bias kita lakukan. Seperti pengalaman, peran, dan kesukaan yang kita bisa bagikan

    ke orang lain guna menciptakan pemahaman orang lain atas diri kita.

    Setelah kita membentuk impresi manajemen atas diri kita, maka kita perlu memahami

    siapa publik kita dengan memetakan mereka, karena tidak sedikit para pembicara yang

    mengalami rasa takut dan cemas ketika menghadapi publiknya (communication apprehension).

    Untuk mengatasi situasi semacam ini dibutuhkan pengetahuan untuk memahami berbagai macam

    situasi dan orang yang terlibat didalamnya, serta pengalaman yang menjadikan seseorang akan

    menjadi terbiasa untuk berbicara didepan umum. Didalam memiliki pengetahuan dan mengenali

    publik, seorang pembicara harus menerima perbedaan setiap individu yang terlibat didalam suatu

    pidato. Untuk menerima perbedaan, seorang pembicara dapat melihat kesamaan yang dimiliki

  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    2/6

    atau yang disebut perceptual world, dimana kita berusaha untuk berempati dengan siapa lawan

    bicara kita sehingga kita dapat membuat persamaan persepsi dengan mereka.

    Untuk mendapatkan feedback atas sebuah impresi manajemen seorang pembicara, maka

    pembicara dapat melihat bagaimana orang lain melihat dia. Publik akan melihat seorang

    pembicara dengan melihat kredibilitas berdasarkan informasi yang mereka miliki tentang

    pembicara, sikap dan pengetahuan pembicara dari waktu ke waktu, pembicara yang dipandang

    baik di mata masyarakat, pendapat orang yang lain yang secara sengaja membantu

    mempromosikan pembicara serta penampilan dan tindakan dari pembicara, seperti penampilan

    fisik, sopan santun, dan tanggap dengan kondisi sekelilingnya. Kredibilitas terbentuk melalui

    proses yang panjang. Seorang pembicara tidak langsung begitu saja memiliki penilaian positif

    oleh audience. Karena pada dasarnya kredibilitas terbentuk melalui interaksi.

    Untuk meningkatkan kredibilitas sumber, terdapat sejumlah cara yang bisa digunakan

    yaitu dengan mengetahui apa yang audiensi pikirkan mengenai kita sebagai pembicara dan untuk

    mengetahui citra kita di hadapan audiens. Selain pengetahuan tersebut, hal lain seperti

    kekuasaan, kompetensi, itikad baik, kepercayaan, kesamaan, idealisme dan dinamisme juga

    menjadi faktor berpengaruh.

    Tetapi tidak jarang komunikasi publik sering mengalami kegagalan ketika komunikator

    memiliki pemikiran yang salah tentang audiensnya, sehingga dalam beberapa kasus, para

    komunikator cukup kaget dengan pernyataan atau ungkapan yang tidak sesuai dengan ekspektasi.

    Terdapat 4 tipe bagian dalam ranah komunikasi publik : (1)Dimensi Analisa Audiens, (2) Sifat

    komunikasi publik, (3)Efek audiens dalam komunikasi publik, (4) Potensi respon pendengar.

    Memetakan dimensi dan menganalisa siapa audiens adalah hal yang penting dilakukan

    sebelum melakukan komunikasi publik. Walaupun nampaknya sama saja dengan komunikasi

    yang dilakukan pada umumnya di lingkungan sosial, namun ada perbedaan tujuan dan setting

    komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Terdapat 3 proses dalam menganalisa audiens

    yang dilakukan oleh komunikator yaitu (1)Saat sebelum komunikasi terjadi-komunikator

    menemukan karakteristik audiensnya sehingga Ia siap untuk menerima respon penerimaan atau

    penolakan pesan yang akan disampaikannya; (2) Saat komunikasi berlangsung-komunikator

    melakukan kontrol dan monitoring dalam percakapan untuk bisa melakukan modifikasi

    komunikasi yang tepat; (3) Saat setelah komunikasi-saat dimanakomunikator berusaha

    menemukan apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak diterima.

  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    3/6

    Sebelum mulai memetakan dimensi dan menganalisa audiensnya, komunikator perlu

    mempertanyakan 4 hal berikut. (1)Apakah nilai dan perilaku yang dilakukan audiens?, (2)

    Apakah saya sudah memiliki keyakinan yang sama dalam situasi yang akan terbangun dalam

    percakapan? (3) Kira-kira pengalaman apa sebelumnya yang sudah audiens alami dan seperti

    apakah dampaknya kelak? (4) Seperti apa kebutuhan audiens agar mereka dapat beradaptasi

    dalam situasi tertentu?. Bilamana komunikator sudah mempertanyakan hal diatas, maka Ia siap

    untuk membuat list percakapan yang akan disampaikannya kepada public.

    Dalam proses menganalisa audiens, komunikator bisa melakukan penelitian kecil

    terhadap audiensnya dengan proses identifikasi gesture. Apabila identifikasi respon ini dilakukan

    dengan benar, maka komunikator bisa dengan sigap memperbaiki atau melakukan hal-hal yang

    lebih menarik.

    Ketika seorang pembicara telah selesai berbicara, rata-rata mereka ingin tahu efek dari

    pesan yang telah disampaikan. Analisa Post-Audience berisi mengenai kumpulan bukti seperti ;

    tepuk tangan, pertanyaan,pujian, dan kritik dapat mengindikasikan poin mana yang tidak

    dimengerti dan mana yang dipahami. Kuesioner, wawancara dengan audiens, percakapan

    lanjutan kadang kala dapat memberikan data yang lebih tepat. Ketika berhadapan dengan audiens

    yang sama pada beberapa waktu, analisa post audiens dapat menyarankan pilihan-pilihan cara

    komunikasi.

    Dengan melihat siapa publik dan sasaran yang akan dituju, maka pembicara akan

    mengetahui bagaimana cara menyusun pesan yang efektif. Pembicara harus menunjukkan

    komitmen terhadap pesan dan khalayaknya. Kemudian sebisa mungkin untuk

    menyeimbangkannya, agar pembicara dapat mengetahui kapasitasnya sebagai seorang yang

    menyampaikan pesan, dan kapasitas orang yang mendengarkan atau publik.

    Untuk memiliki komitmen terhadap isi pesan, maka seorang pembicara dapat

    menceritakan unsur pengalaman pribadi, dengan demikian khalayak akan meperlakukan

    pengalaman pribadi pembicara sebagai salah satu indikator terbaik dari komitmen pesan yang

    disampaikan. Tetapi untuk menceritakan pengalaman ini, seorang pembicara harus

    mengevaluasi, apakah pengalaman tersebut relevan dengan topik yang akan disampaikan. Selain

    menggunakan pengalaman pribadi, pembicara juga dapat mengintensifkan pesan, dengan

    mengajak khalayak untuk berinteraksi, sehingga pembicara akan lebih mengetahui isi pesan

    secara mendalam.

  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    4/6

    Study Case:

    Untuk menjadi pembicara ulung didepan publik, Ia bukan hanya memperhatikan siapa publik

    dan pesannya tetapi bagaimana pesan tersebut dapat dipahami dan dimengerti oleh publik.

    Bahkan seorang raja Inggris didalam film King Speech (berdasarkan kisah nyata), membutuhkan

    waktu yang tidak sebentar untuk terus berlatih hingga akhirnya mampu berbicara di depan

    publiknya dengan baik. Sama seperti seorang raja, seorang walikota yang memiliki peran sebagai

    kepala eksekutif di suatu kota, tidak hanya melaksanakan tugas pemerintahan, tetapi bagaimana

    cara berkomunikasi dengan publiknya juga akan menentukan keberhasilan pemerintahannya.

    Seperti halnya ketika menjadi seorang walikota Semarang ketika menghadapi

    permasalahan yang ada. Salah satu isu yang selalu menarik untuk dibahas adalah isu lingkungan,

    karena masalah lingkungan sudah ada sejak dahulu kala tetapi dampaknya lebih luas jika tidak

    ditangani secara baik. Dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, maka Semarang sebagai kota

    terbesar di Jawa Tengah mengalami jumlah peningkatan penduduk 2,3% setiap tahunnya,

    sehingga menjadikan lahan pemukiman Semarang semakin sempit dan berkurangnya lahan hijau.

    Seorang walikota harus syarakat, private sector, dan birokrat, baik yang berasal dari

    dalam atau luar kepemerintahan. Selain memperhatikan siapa publiknya, seorang walikota juga

    harus memiliki kredibilitas yang didapatkan dari pengalaman dan menjaga penampilan fisik,

    sopan santun, dan tanggap dengan kondisi sekelilingnya.

    Ketika berbicara mengenai persoalan lingkungan dan ruang terbuka hijau, maka walikota

    Semarang harus mampu merangkul seluruh publiknya tanpa membedakan siapa mereka atau

    darimana mereka berasal. Publik dari seorang walikota adalah mereka yang terlibat didalam isu

    lingkungan seperti Badan Lingkungan Hidup, NGO seperti WWF, Earth Hour, Walhi, dan

    masyarakat Semarang yang menjadi sasaran utama dalam menciptakan lingkungan yang lebih

    baik. Tentunya ketika ingin menyampaikan hal tersebut tidak terlepas dari kompetensi,

    komitmen mereka didalam memberikan pelayanan yang baik terhadap seluruh pihak, dan

    bagaimana mereka membangun komunikasi yang baik dan efektif.Kepemimpinan merupakan bentuk akumulasi berbagai hal positif dalam diri seseorang

    atau beberapa individu dalam kelompok. Adanya kemampuan, kekuatan, keunggulan, kebajikan,

    kharisma, pengetahuan dan sebagainya sebagai figur penggerak, pendorong, motivator,

    agregator, integrator, perumus sekaligus pelaksana ide atau kebijakan menjadi spirit bagi seorang

    walikota untuk mencapai tujuan.

  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    5/6

    Tetapi dalam beberapa hal, kredibilitas dan kompetensi bukanlah satu-satunya hal

    terpenting yang menjadi indikator seorang walikota dapat berhasil melaksanakan tugasnya.

    Walikota Semarang mungkin juga perlu berbenah diri dan belajar dari walikota yang terlah

    berhasil mengembangkan daerahnya.

    Seiring dengan perkembangan jaman, pola komunikasi politik seorang pemimpin juga

    mengalami perubahan, dimana seorang pemimpin bukan hanya memiliki kompetensi tetapi juga

    mampu menampilkan diri secara apa adanya, jujur dan terbuka. Publik mungin sudah terlalu

    bosan dengan beberapa pemimpin yang memiliki pola komunikasi yang cenderung dibuat-buat

    atau pencitraan, dan tidak menjaga komitmen isi pesan mereka, sehingga seorang pemimpin

    yang memiliki otentitas diri dan memiliki komitmen terhadap isi pesan mereka, merupakan

    cermin kualitas kepemimpinan yang sebenarnya sangat dirindukan oleh publik.

    Kita dapat melihat beberapa contoh kasus dimana seorang pemimpin seperti Risma

    (Walikota Surabaya) dan Ahok (Gubernur Jakarta) yang selalu menampilkan otentitas diri

    mereka dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang sudah mereka katakan. Mungkin

    beberapa orang akan berpikir bahwa Risma dan Ahok memiliki tingkat kematangan rendah

    sebagai pemimpin. Sikap Risma ataupun Ahok yang seingkali marah dan gaya komunikasi yang

    meledak-ledak menunjukkan indikator kurang mampu mengontrol diri dalam situasi tertentu,

    seperti saat Risma mendamprat panitia bagi-bagi gratis es krim Wall's atau dalam kasus kebun

    binatang Surabaya, Ahok yang seringkali mendamprat reporter, pemilik rusun, hingga aparat

    yang bekerja sama dengannya, tak tanggung-tanggung Ahok mengeluarkan kata-kata kasar untuk

    menegur mereka.

    Tapi soal pemimpin dengan politik galak, publik DKI Jakarta juga pernah memiliki

    pengalaman dengan pemerintahan Ali Sadikin. Dibawah kepemerintahannya, Ia menciptakan

    budaya tertib birokrasi dengan cara blak-blakan, dengan cara keras. Bahkan seorang presiden

    Soekarno juga mengakui bahwa Ali merupakan orang yang keras dan hal itulah yang paling

    ditakuti oleh Soekarno.

    Gaya komunikasi politik seperti ini tentunya sangat bertentangan dengan gaya

    komunikasi politikus atau birokrat yang sering kita lihat di televisi. Politisi lagak memiliki semua

    hal yang disebutkan didalam komunikasi publik. Tetapi yang terjadi adalah justru sebaliknya,

    beberapa dari mereka kurang bisa menjaga komitmen terhadap pesan/ janji yang pernah

  • 8/10/2019 Komunikasi Publik secara Konseptual

    6/6

    disampaikan pada saat kampanye, sehingga mereka tidak mampu melakukan pekerjaan secara

    produktif, dan pada akhirnya publiklah yang dibuat kecewa.

    Perubahan gaya komunikasi kepemimpinan pasca modernisme, menjadikan seorang

    pemimpin bukan lagi hanya sekedar kredibel, dan menjaga citra dengan bersikap santun,

    dianggap memahami publik, ataupun mampu beretorika dengan baik, tetapi seorang pemimpin

    juga harus memiliki otentitas diri yang menjadikannya berbeda dari pemimpin yang lain, lebih

    dari itu mereka juga dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan isi pesan mereka. Dengan

    begitu mereka bisa dicintai oleh publiknya dan menjadi seseorang yang bukan hanya the right

    man in the right placetetapi juga the right mind in the right timedan the right communication in

    the right public.


Top Related