Download - Komunikasi Massa
SISTEM KOMUNIKASI MASSA
PENGERTIAN SISTEM KOMUNIKASI MASSA
Terdapat beberapa definisi yang di kemukakan oleh para ahli tentang sistem komunikasi
massa, antara lain sebagai berikut :
Menurut Bittner (1980:10)“Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.”Menurut Garbner (1967)“Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.” Ruben (1992)“Komunikasi massa adalah proses di mana informasi diciptakan dan disebarkan oleh organisasi untuk dikonsumsi oleh khalayak.”
Dari definisi-definisi diatas dapat diambil suatu rangkuman definisi bahwa komunikasi massa dapat diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau media elektronik sehingga pesan yang sama dapat disampaikan secara serempak dan sesaat. Menurut Elizabeth-Noelle Neuman (1973), komunikasi massa secara teknis menunjukkan empat tanda pokok yaitu : Bersifat tidak langsung, harus melewati media teknis. Bersifat satu arah, tidak ada interaksi antara para komunikan. Bersifat terbuka, ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. Mempunyai publik yang tersebar.
Karena perbedaan teknis ini, maka sistem komunikasi massa juga mempunyai
karakteristik psikologi yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal. Hal
ini tampak pada :
Pengendalian Arus Informasi Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan yang disampaikan
dan yang diterima. Perbandingan antara pengendalian arus informasi dalam komunikasi massa
dan komunikasi interpersonal:
KOMUNIKASI MASSA KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Kita tidak dapat mengendalikan arus
informasi seperti yang dikehendaki
(dikendalikan komunikator)
Kita bersama-sama dapat mengendalikan arus
informasi seperti yang dikehendaki.
Situasi komunikasi dapat menunjang
persuasi yang efektif
Situasi komunikasi akan mendorong belajar
yang efektif
Komunikator sukar menyesuaikan pesannya
dengan reaksi komunikan, reaksi khalayak
Komunikator mudah menyesuaikan pesannya
dengan reaksi komunikan
dijadikan proses untuk komunikasi
berikutnya (feedback)
Umpan Balik
Umpan balik berasal dari teori sibernetika (Norbet Wiener). Dalam sibernetika, umpan
balik adalah keluaran (output) sistem yang dibalikkan kembali (feedback) kepada sistem
sebagai masukan (input) tambahan dan berfungsi mengatur keluaran berikutnya.
Dalam komunikasi umpan balik diartikan sebagai respon, peneguhan, dan
servomekanisme internal (Fisher, 1978: 286-299). Sebagai Respon, umpan balik adalah pesan
yang dikirim kembali dari penerima ke sumber, memberi tahu sumber tentang reaksi
penerima, dan memberikan landasan kepada sumber untuk menentukan perilaku selanjutnya.
Dalam pengertian ini umpan balik bermacam-macam jumlah dan salurannya. Umpan balik
sebagai peneguhan, respon yang diperteguh akan mendorong orang untuk mengulangi respon
tersebut. sebaliknya, respon yang tidak diperteguh akan dihilangkan. Umpan balik sebagai
servomekanisme. Dalam setiap sistem, selalu ada aparat yang memberikan respon pada
jalannya sistem. Belajar menimbulkan servomekanisme dalam diri individu. Sikap yang
diperoleh melalui belajar, diinternalisasikan dalam diri individu sebagai mekanisme yang
menstabilkan perilaku individu.
Perbedaan umpan balik sistem komunikasi massa dan sistem komunikasi interpersonal:
PEMBEDA KOMUNIKASI MASSA KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
Sebagai respon Hanyalah zero feedback,
berlangsung satu arah (feedback
loop tidak terjadi)
Volume tidak terbatas dan lewat
berbagai saluran komunikasi
Sebagai
peneguhan
Delayed feedback
(terlambat)
Umpan balik cepat
Sebagai
servomekanisme
Kendala ekonomi, nilai, teknologi,
dan organisasi berfungsi sebagai
servomekanisme
Sikap berfungsi sebagai
servomekanisme
Stimuli Alat Indera
Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada jenis media massa.
Sedangkan dalam komunikasi interpersonal, stimuli lewat seluruh alat inderanya. Menurut
McLuhan, perkembangan sejarah berdasarkan media massa dibedakan menjadi 3 babak:
Babak tribal: stimulus ditangkap melalui semua alat indera tanpa dibatasi teknologi komunikasi.
Babak Gutenberg: hanya indera mata yang mendapat stimuli sehingga manusia cenderung berpikir linier.
Babak neotribal: alat-alat elektronik memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indera.
Proporsi Unsur Isi dengan Hubungan
Beberapa perbandingan proporsi unsur isi dengan hubungan antara komunikasi massa
dan komunikasi interpersonal, sebagai berikut :
KOMUNIKASI MASSA KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Unsur isi lebih penting Unsur hubungan lebih penting
Pesan berstruktur, urutan yang sistematis,
dapat disimpan, diklasifikasi, dan
didokumentasikan
Pesan tidak berstruktur, tidak sistematis, dan
sukar disimpan atau dilihat kembali
(retrieval).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KHALAYAK PADA
KOMUNIKASI MASSA
Menurut kaum behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang dapat
mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses
imitasi (belajar sosial), sedangkan khalayak itu sendiri dianggap sebagai kepala kosong yang
siap untuk menampung atau menerima pesan-pesan yang telah diberikan atau disampaikan
kepadanya (Dervin, 1981:74).
Namun menurut kaum psikologi kognitif, khalayak dipandang sebagai organisme yang
aktif, dan dapat mengorganisasikan stimulus. ( W.I. Thomas dan Florian Znaniecki). Sehingga
khalayak dapat membuat proses tawar-menawar yang berat. (Davidson, 1959: 360).
Ada pendapat lain dari Raymond A. Bauer menyebutkan khalayak yang kepala batu
(obstinate audience), yang baru mengikuti pesan bila pesan itu menguntungkan mereka.
Komunikasi tidak lagi bersifat linier (dengan peranan komunikator yang dominan), tetapi
merupakan transaksi. ‘Each gives in order to get’, kata Bauer (dalam Schramm dan Roberts,
1977: 345).
Beberapa teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak pada
komunikasi massa.
1. Teori De Fleur dan Ball Rokeach tentang Pertemuan dengan Media
DeFleur dan Ball-Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan tiga
kerangka teoretis, yaitu perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan
perspektif hubungan sosial.
Perspektif Perbedaan Individual
Memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan
bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada
stimuli tersebut.
Perspektif Kategori Sosial
Berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial, yang reaksinya
pada stimuli tertentu cenderung sama.
Perspektif Hubungan Sosial
Menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam memengaruhi reaksi
orang terhadap media massa.
2. Pendekatan Motivasi dan Uses and Gratification
Uses and Gratifications
Uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa
pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan
menimbulkan pemenuhan kebutuhan akan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang
tidak kita inginkan (Katz, Blumler, Gurevitch, 1974:20).
Asumsi-asumsi dasar dari teori mereka adalah :
Khalayak dianggap aktif.
Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan
dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan
kebutuhannya.
Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota
khalayak.
Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih
dahulu orientasi khalayaknya. ( Blumler dan Katz, 1974:22).
Model uses and gratification memandang individu sebagai makhluk suprarasional dan
sangat selektif.
Motif Kognitif dan Gratifikasi Media
Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk
mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan
mencapai tingkat emosional tertentu.
Pada kelompok kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, MCGuire
menyebutkan empat teori, sebagai berikut :
Teori Konsistensi
Teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada berbagai konflik.
Konflik mungkin terjadi dikarenakan memiliki beberapa kepercayaan atau beberapa hubungan
sosial ataupun berdasarkan masa lalu dan masa kini. Untuk menanganinya, manusia berusaha
sedapat mungkin mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi atau
melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik.
Dalam hubungan ini, komunikasi massa mempunyai potensi untuk menyampaikan
informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi, pada saat yang sama
karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan
banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsistensi.
Teori Atribusi
Teori ini memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami seba-
sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Respons yang diberikan
padasuatu peristiwa bergantung pada interpretasi tentang peristiwa itu. Pada komunikasi
massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan penyajian realita yang
disimplifikasikan, dan didasarkan pada stereotip.
Teori Kategorisasi
Pendapat teori ini bahwa manusia sebagai makhluk yang selalu mengelompokkan
pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya. Orang memperoleh kepuasan
apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya,
dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya. Pandangan ini
menunjukkan bahwa isi komunikasi massa, yang disusun berdasarkan alur-alur cerita tertentu,
dengan mudah diasimilasikan pada kategori yang ada.
Teori Objektifikasi
Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunjuk
kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi.
Empat teori kognitif yang melukiskan individu sebagai makhluk yang berusaha
mengembangkan kondisikognitif yang dimilikinya, sebagai berikut.
Teori Otonomi
Melihat manusia sebagai makhluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga
mencapai identitas kepribadian yang otonom. Namun komunikasi massa terlihat sangat
sedikit untuk memuaskan kebutuhan humanistik ini.
Teori Stimulasi
Memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang “Lapar stimulus”, yang senantiasa
mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang
memperkaya pemikirannya. Komunikasi massa disini menyajikan hal-hal yang baru, yang
aneh, yang spektakuler, yang menjangkau pengalama-pengalaman yang tidak terdapat pada
pengalaman sehari-hari. Sehingga hasrat ingin tahu, kebutuhan untuk mendapat rangsangan
emosional, dan keinginan untuk menghindari kebosanan terpenuhi melalui komunikasi massa.
Teori Teleologis
Teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mencocokkan persepsinya
tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendaki. Media
massa pada teori ini merupakan sumber pemuasaan kebutuhan yang subur.
Teori Utilitarian
Teori ini berpendapat bahwa individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi
sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan
hidup. Komunikasi massa dapat berperan sebagai pemberi informasi, pengetahuan dan
keterampilan.
Motif Afektif dan Gratifikasi Media
Teori-teori pada motif afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang
menggerakkan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu.
Teori Reduksi Tegangan
Memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada
pengurangan ketegangan. Komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia
dengan menyajikan peristiwa atau adegan kekerasan.
Teori Ekspresif
Menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi
dirinya (menampakkan perasaan dan keyakinannya). Komunikasi massa mempermudah orang
untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan sehingga orang
secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya.
Teori Ego Defensif
Beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan kita
berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan
dunia kita. Dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita,
pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat manusia dan hubungan sosial.
Teori Peneguhan
Memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara
yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu. Orang
menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan,
hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.
Teori Penonjolan (assertion)
Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan seluruh potensinya
untuk memperoleh penghargaan dari dirinya dan dari orang lain. Komunikasi massa
merupakan institusi pendidikan yang menyediakan informasi dan ketrampilan yang
membantu orang untuk menaklukkan dunia.
Teori Afiliasi
Memandang manusia sebagai makhluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang
lain. Komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain.
Isi media massa digunakan orang sebagai bahan percakapan dalam membina interaksi sosial.
Teori Identifikasi
Melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan
menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. Komunikasi massa tidak
secara eksplisit dirancang untuk menampilkan tokoh yang memainkan peranan atraktif, media
cenderung menggambarkan orang dalam berbagai situasi dramatis yang melibatkan respon
menarik dan memperkenalkan khalayak pada berbagai peranan dan gaya hidup, sehingga
memberikan bahan alternatif identitas peranan untuk memperkaya konsep diri.
Teori Peniruan
Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan kemampuan
afektifnya. Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh khalayaknya.
Kesimpulan dari teori-teori diatas bahwa orang menggunakan media massa karena
didorong oleh beraneka ragam motif, dimana setiap orang memiliki motif berbeda sehingga
mendorong konsumsi media yang tidak sama.
Menurut aliran uses and gratification, perbedaan motif dalam konsumsi media massa
menyebabkan setiap individu bereaksi berbeda, karena efek media massa juga berlainan pada
setiap anggota khalayaknya.
EFEK KOMUNIKASI MASSA
Pada umumnya, kita lebih tertarik pada bukan kepada apa yang kita lakukan kepada
media, tetapi kita lebih tertarik kepada apa yang dilakukan media terhadap kita, kita ingin
tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana
surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan
perilaku kita. Inilah yang disebut efek komunikasi massa.
Di saat kita menjelaskan perkembangan penelitian efek komunikasi massa, kita telah
melihat pasang-surut efek media massa pada pandangan peneliti. Ada satu saat ketika media
massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi ada saat lain ketika media massa dianggap
sedikit, bahkan hampir tidak ada pengaruhnya sama sekali. Perbedaan pandangan ini tidak
saja disebabkan karena perbedaan latar belakang teoritis, atau latar belakang historis, tetapi
juga karena perbedaan mengartikan “ efek “.
Seperti dinyatakan Donald K. Robert ( Schramm dan Roberts, 1977:359 ), ada yang
beranggapan bahwa efek hanyalah “ perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media
massa “. Karena fokusnya pesan , maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang di
sampaikan media massa.
Steven M.Chaffee (Dalam Wilhoit dan Harold de Block, 1980:78) membagi 3 pendekatan
efek media, sebagai berikut.
Bagaimana kita melihat efek media, baik yang berkaitan dengan pesan maupun
dengan media itu sendiri.
Melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa.
(penerimaan informasi, perubahan perasaan, perubahan kognitif, dll).
Meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa. (individu, kelompok,
organisasi, masyarakat, atau bangsa)
1.1 Efek Kehadiran Komunikasi Massa
Teori McLuhan, disebut teori teori perpanjangan alat indera (sense extension theory),
menyatakan bahwa media massa adalah perluasan dari alat indera manusia; telepon adalah
perpanjangan dari telinga, dan televisi adalah perpanjangan dari mata.
Menurut Steven H. Chaffe ada lima hal tentang efek:
Efek ekonomis, bahwa kehadiran media massa mengerakkan berbagai usaha. Seperti:
produksi, distribusi, dan konsumsi “jasa” media massa.
Efek sosial, berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat
kehadiran media massa.
Efek pada penjadwalan kegiatan, penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari.
Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, orang menyalurkan perasaannya
dengan mengunakan media massa.
Efek pada perasaan orang terhadap media, bagaimana orang menggunakan media massa
untuk memuasakan kebutuhan psikologis.
1.2 Efek Kognitif Komunikasi Massa
Dalam kognitif komunikasi massa, kita banyak mengulas tentang citra. Citra adalah
gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut
persepsi kita. Kita akan menelaah efek kognitif komunikasi pada pembentukan dan perubahan
citra.
Pembentukan dan Perubahan Citra
Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk
menyampaikan informasi. Untuk khalayak, informasi dapat membentuk, mempertahankan
atau mendefinisikan citra. Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera
kita dari media massa kita memperoleh alat indera kita. dengan media massa kita memperoleh
iformasi tentang benda, orang, atau tempat yang kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu
luas untuk kita masuki semuanya. Karena itu media massa dapat menjadi jendela kecil untuk
menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita.
Kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas yang
ditampilkan media masa. Misalnya saja, televisi yang sering menampilkan adegan kekerasan
menjadikan penonton cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih
mengerikan. Dalam hal ini jelas citra dunia dan lingkungan sosial dipengaruhi oleh apa yang
dilihatnya di televisi ataupun media massa lain.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi karena pada masyarakat modern orang
memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Dari media kita dapat
menentukan mana isu yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan media massa untuk
mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh masyarakat disebut agenda setting.
Agenda Setting
Teori agenda setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita,
artikel atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, penyunting redaksi atau wartawan
mementukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap
kejadian atau isu diberi bobot tertentu dalam penyajian (ruang suat kabar, waktu pada televisi
atau radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada surat kabar dan frekuensi
pemuatan). Bagaimana media massa menyajikan peristiwa, itulah yang disebut sebagai
agenda media.
Karena khalayak memperoleh banyak informasi melalui media massa, maka agenda media
tentu berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda). Agenda masyarakat diketahui
dengan menanyakan kepada anggota-anggota masyarakat tentang apa yang mereka pikirkan,
apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah
yang tengah menarik perhatian masyarakat (community salience).
Efek Prososial Kognitif
Bila media massa seperti televisi, radio, atau surat kabar menyampaikan informasi atau
nilai-nilai yang berguna. Tetapi apakah khalayak memperoleh manfaat? Disini akan dibahas
magaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Inilah
yang disebut efek prososial. Contohnya, bila televisi menyebabkan kita mengerti tentang
bahasa Indonesia yang baik dan benar, berarti televisi menimbulkan efek prososial. Bila
majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati anda terdorong untuk
menolong mereka, media massa menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar
membuka dompet bencana alam dan menghimbau anda untuk menyumbang, maka terjadi
efek prososial kognitif.
1.3 Efek Afektif Komunikasi Massa
Pembentukan dan perubahan sikap
Menurut Joseph Klepper (1960), berdasarkan penelitian yang komprehensif mengenai
media massa, dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh
media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum :
Pengaruh komunikasi massa, faktor-faktornya :
- predisposisi personal
- proses selektif
- keanggotaan kelompok
Faktor-faktor diatas berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun
kadang-kadang berfungsi sebagai agent of change.
Komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap
lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap).
Komunikasi massa efektif dalam bidang dimana pendapat orang lemah (misalnya pada
iklan komersial).
Komunikasi massa afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru
bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.
Perubahan sikap secara berarti tidak ditemukan oleh peneliti sebab :
alat ukur yang digunakan oleh peneliti gagal mendeteksi perubahan tersebut.
terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima konsepsi yang
sudah ada sebelumnya.
ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus,
artinya orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi
juga menentang hal tersebut.
media memang tidak menyebabkan orang beralih sikap, tetapi hanya memperkokoh
kecenderungan yang sudah ada sehingga setiap pihak, dengan kampanye berusaha
menghindari pindah ke pihak lain.
umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap politik yang didasarkan pada
keyakinan yang dipegang teguh, bukan pada sikap yang berlandaskan kegiatan yang dangkal.
diduga, mereka yang diterpa media massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar.
diduga, media massa tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi melewati dulu
pemuka-pemuka pendapat.
media massa tidak mengubah pendapat, tetapi memengaruhi penonjolan suatu isu di atas
isu yang lain.
Rangsangan Emosional
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan pada media massa :
Suasana emosional (mood) : dalam mempersepsi sesuatu, suasana mental sangat
berpengaruh.
Skema kognitif : naskah pada pikiran kita yang menjelaskan alur peristiwa yang dapat
juga terbentuk karena induksi verbal atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkan
kerangka interpretatif.
Suasana terpaan : kondisi sekitar akan memengaruhi dalam emosi pada saat memberikan
respons.
Predisposisi individual : mengacu pada karakter individu yang khas, semua orang
berbeda-beda.
Tingkat identifikasi khalayak terhadap tokoh dalam media massa : sejauh mana orang
merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan di media massa
Rangsangan Seksual
Merupakan rangsangan yang muncul akibat adegan-adegan erotis di media massa, yang
kita kenal dengan pornografi. Beberapa ahli menggunakan istilah SEM (Sexually Explicit
Materials) atu erotika. Erotika merangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai moral,
mendorong orang gila seks, dan merangsang gairah seksual.
Dalam bab ini, dikenal adanya stimuli erotis, yaitu stimuli yang membangkitkan gairah
seksual internal dan eksternal. Stimuli internal adalah perangsang yang timbul dari
mekanisme dalam tubuh organisme. Sedangkan stimuli eksternal adalah petunjuk-petunjuk
(cues) yang bersifat visual (olfactory), sentuhan (tactual), gerakan (kinesthetic), dan
intelektual.
Menurut tokoh Baron dan Byrne, erotika telah diungkapkan sejak masa kemanusiaan yang
paling dini. Di dunia modern sekarang, erotika menjadi komoditi yang laku. Minat orang pada
erotika timbul karena beberapa motif, antara lain rasa ingin tahu dan aphrodisiac. Seks
sendiri dikenal pertama kali dari media erotika.
1.4 Efek Behavioral Komunikasi Massa
Efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima atau efek prososial behavioral
(dan pada perilaku agresif). Selanjutnya, akan diulas teori-teori yang menjelaskan efek
komunikasi massa pada peristiwa-peristiwa sosial.
Efek Prososial Behavioral
Salah satu perilaku prososiala memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan
orang lain. Teori psikologi yang menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar
sosial menurut Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung,
tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Artinya, kita mampu memiliki keterampilan
tertentu bila terdapat jalinan positif yang kita amati dan karakteristik kita.
Agresi Sebagai Efek Komunikasi Massa
Agresi sebagai setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang
lain yang menghindari perlakuan seperti itu (Baron dan Byrne, 1979:405). Menurut teori
belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya, stimuli
menjadi teladan untuk perilakunya. Kita dapat menduga penyajian cerita atau adegan
kekerasan dalam media massa akan menyebabkan orang melakukan kekerasan pula, dengan
kata lain mendorong orang menjadi agresif.
Teori-teori Efek Komunikasi Massa
Menurut Innis (1951), media mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap
media memiliki kecenderungan memihak ruang atau waktu – communication bias. Bila
komunikasi yang dilakukan bias pada ruang – artinya, pesan dapat disampaikan ke tempat-
tempat yang jauh – orang cenderung bergerak ke tempat-tempat yang jauh, sehingga terjadi
ekspansi teritorial, mobilisasi penduduk secara horizontal, dan kekaisaran. Sebaliknya, bila
komunikasi bias pada waktu, orang tinggal pada ruang yang terbatas, pada kelompok yang
terikat erat karena sejarah, tradisi, agama, dan keluarga. Bias waktu membawa ke masa lalu,
bias ruang membawa ke masa depan. Dengan demikian, media komunikasi membentuk jenis
kebudayaan tertentu. Media lisan mengandung bias waktu, karena sukar didengar dari jarak
jauh. Ini melahirkan masyarakat tradisional dan kekuasaan kelompok agama serta orang-
orang tua. Media tulisan memiliki bias ruang. Ini melahirkan masyarakat yang menolak
tradisi, meninggalkan mitos dan agama, serta berorientasi pada masa depan.
David P. Phillips, teori yang dikemukakan Phillips telah banyak dibicarakan oleh ahli-ahli
sosiologi. Namun, yang baru dari Phillips ialah penggunaan kerangka teori imitasi pada efek
media massa terhadap anggota-anggota masyarakat. Ia menyebutkan proses imitasi ini sebagai
penularan kultural (cultural contagion) yang ia analogikan dengan penularan penyakit
(biological contagion). Ia menyebutkan 6 karakteristik penularan kultural.
Inkubasi
Imunisasi
Penularan Khusus atau Umum
Kerentanan untuk Ditulari
Media Infeksi
Karantina
Questions For Review
1. Mengapa orang membenci untuk berkomunikasi tentang berita buruk?
2. Kapan sebuah email tidak tepat dalam metode komunikasi?
3. Cara apa yang paling baik untuk menghentikan rumor?
4. Yang mana yang paling penting : tanda-tanda nonverbal, paralingusitik atau pemilihan
kata-kata yang actual untuk berkomunikasi?
5. Dapatkah orang diajarkan untuk menjadi pendengar efektif? Jelaskan pendapatmu!
Answering
1. Karena ketika seseorang/karyawan/bawahan menyampaikan berita buruk, maka ia
seringkali merasaterancam oleh manager/atasan yang mungkin tidak mau secara
terbuaka membicarakan kabar buruk dan keluhan-keluhannya. Sehingga menimbulkan
keengganan untuk menyampaikan kabar buruk tersebut. Menurut Rosen dan Tesser
keengganan seseorang untuk menyampaikan kabar buruk tersebut sudah dilabelkan
sebagai efek dari MUM (minimum Unpleasent Message). Efek MUM ini adalah cara
betahan luar biasa yang dilakukan seorang karyawan untuk tidak menjadi sumber dari
kabar buruk. Ketika kabar buruk itu melewati pengawas atau manager, para
karyawan/bawahan ini cenderung menggunakan kesopanan untuk memperhalus berita
tersebut. (Lee, 1993)
2. Email tidak tepat digunakan sebagai cara berkomunikasi adalah ketika seseorang
melakukan negosiasi tentang hal-hal yang penting. Dimana negosiasi ini bukan
dimaksudkan untuk mempersiapkan orang untuk mengadakan pertemuan,
penjadwalan pertemuan antar relasi, membicarakan berita umum, menyebarkan memo
atau untuk menyimpulkan sebuah pembicaraan.
3. Karena rumor adalah informasi yang belum jelas benarnya dan keakuratannya, maka
carilah sumber informasi yang dapat dipercaya , selalu gunakan akal sehat dan
bertindak berdasarkan pikiran yang positif . Informasi dalam komunikasi informal
biasanya timbul melalui rantai kerumunan di mana seseorang menerima informasi dan
diteruskan kepada seseorang atau lebih dan seterusnya sehingga informasi tersebut
tersebar ke berbagai kalangan. Lalu untuk menghentikan rumor tersebut, jelaskan
secara spesifik apa yang terjadi, sebarkan memo, buat berita melalui papan
pengumuman dengan legalitas dari orang yang memiliki otoritas lebih tinggi.
4. Semua komponen menjadi penting untuk menghasilkan komunikasi efektif.
5. Orang dapat diajarkan menjadi pendengar yang efektif. Karena berkomunikasi adalah
proses dari pengalaman belajar, makan bukan hanya penyampai pesan dapat diajarkan
bagaimana efektifotasnya berkomunikasi namun penerima pesan juga dapat diajarkan
bagaimana menjadi pendengar yang efektif. Ada beberapa cara untuk melatih
seseorang menjadi pendengar efektif, yakni:
Berhentilah berbicara
Biarkan pembicara menyelesaikan pembicaraannya atau mintalah izin untuk
memotong pembicaraan sebelum menyelanya.
Fokus pada apa yang orang katakana daripada seberapa baik jika anda yang
mengatakannya.
Ajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa kita memahami apa sudut pandang
orang lain, tapi tidak meminta begitu banyak pertanyaan yang mereka
mengalihkan perhatian pembiacara.
Bersabarlah dan menjaga pikiran terbuka untuk apa yang orang bicarakan.