KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(ANALISIS SEMIOTIK DALAM FILM EAT, PRAY, LOVE)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
SHOFA MAYONIA JERIC
1110051000047
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./2014 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakanbahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan meraih gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 10 Oktober 2014
Shofa Mayonia Jeric
i
ABSTRAK
Shofa Mayonia Jeric
Komunikasi AntarBudaya (Analisis Semiotika dalam Film Eat, Pray, Love)
Eat, Pray, Love merupakan film yang bergenre drama Amerika Serikat
pada tahun 2010. Film ini didasari dari novel Eat, Pray, Love yang kisahnya
merupakan kisah nyata dari penulis novel itu sendiri, yang bernama Elizabeth
Gilbert. Film yang berlokasi di 3 Negara yang berbeda ini, mengindikasikan
bagaimana komunikasi antarbudaya terjadi didalam kehidupan. Kemudian film ini
juga memperkenalkan sebagaian kebudayaan Indonesia kemancanegara. Film Eat,
Pray, Love dapat dijadikan contoh betapa pentingnya melihat sisi lain dari sebuah
proses komunikasi massa, yaitu pesan.
Maka dalam hal peneliti merumuskan dua pertanyaan, Apa makna
denotasi, konotasi, dan mitos dalam film Eat, Pray, Love? Kemudian, bagaimana
unsur-unsur komunikasi antar budaya dibentuk dalam film Eat, Pray, Love?
Penelitian ini berfokus pada makna denotasi, konotasi dan mitos dalam
semiotik yang kemudian dikaitkan dengan unsur-unsur komunikasi antarbudaya.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode semiotika dengan menggunakan
teori Roland Barthes, dimana ia menjelaskan tentang makna denotasi, konotasi
serta mitos.
Film ini adalah sebuah kisah nyata yang dialami oleh penulis novel dengan
judul yang sama yaitu Eat, Pray, Love. Film ini mencoba menceritakan secara
visual kisah perjalanan Elizabeth Gilbert di 3 Negara. Eat yang berarti Elizabeth
ingin mencari kebebasan dengan pergi ke Itali untuk berkuliner. Kemudian Pray
mencoba mendekatkan diri dengan cara melakukan ritual meditasi di India. Lalu
yang terakhir Love yaitu mencoba belajar untuk keseimbangan diri dan mencari
cinta sejatinya.
Film Eat, Pray, Love yang menampilkan bagaimana cara berkomunikasi di
3 Negara yang berbeda perlu dikaji secara semiosis. Karena, banyak simbol-
simbol atau tanda-tanda yang mungkin menghadirkan berbagai interpretasi dan
pesan simbolik. Dan faktor inilah yang menjadikan film Eat, Pray, Love yang
notabennya memuat simbol-simbol komunikasi antarbudaya secara dominan perlu
dianalisis menggunakan semiotik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antarbudaya terdapat
pada makna tanda-tanda dan kode yang muncul dalam beberapa scene atau adegan
di dalam film Eat, Pray, Love. Peneliti menjelaskannya dalam tabel makna
denotasi, konotasi, dan mitos. Kemudian terdapat pula scene atau adegan yang
berkaitan dengan unsur-unsur komunikasi antarbudaya.
Kata kunci: Film Eat, Pray, Love, Komunikasi Antarbudaya, Denotasi, Konotasi,
dan Mitos, Semiotik
ii
KATA PENGANTAR
Rangkaian ucapan syukur yang tak terkira selalu penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin umat, Baginda Nabi
Muhammad saw, beserta keluarga serta para sahabat yang telah menjadi suri
tauladan bagi kita dalam melangkah.Terima kasih penulis ucapkan khusus untuk
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang sudah memberikan segala fasilitas
kepada penulis dalam menimba ilmu dan menambah wawasan.
Sebagai manusia biasa, tentunya penulis memiliki keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas
keterbatasan dan kekurangan yang ada pada skripsi ini.Dibalik keberhasilan selalu
ada kebersamaan yang memberikan semangat, bimbingan, motivasi dan doa. Oleh
karena itu, tak lupa pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulisberterimakasihkepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan, Dr. Suparto, M.Ed. Ph.D, selaku Wakil
Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, dan Dr. H. Sunandar, MA selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iii
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Bapak Rachmat Baihaki, MA., dan Sekretaris Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam Ibu Fita Fathurakhman M.si yang telah
membantu dan memberikan motivasi serta menuntun penulis dalam
menempuh pembuatan skripsi.
3. Bapak Dr. H. Sunandar, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, membimbing penulis dalam membuat skripsi
yang baik dan benar.
4. Bapak Drs. Hamdani, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis terima kasih.
5. Seluruh Dosen dan Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala pengetahuan dan
pengalaman berharga sehingga penulis bisa menyelesaikan studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh staff Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
Perpusatakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
penulis dalam mencari bahan referensi penelitian ini.
7. Kedua orang tua yang sangatpenuliscintai, Bapak H. Jepri Siddik dan Ibu Hj.
Clara Nainggolan, yangdengansegenaphatimerekatidak pernah lelah dan
penuh kesabaran dalam mendidik anak-anaknya, terimakasih untuk kasih
sayang, do’a-do’a, serta nasihat-nasihatnya. Kakak-kakakpenulis Silky
AgustoniaJericdanMirantySeptoniaJericsertakakakiparpenulisIrwan Faisal
dan Semi Riawanyang senantiasamemberikansemangat,
kasihsayangdanbantuanmaterikepadapenulis.
iv
KepadakembaranpenulisMarwaMayoniaJeric yang bersama-
samamenyelesaikanskripsisampaiakhirnyasidangpadabulandantahun yang
sama.
8. Kepada kedua keponakan penulis Izzeldane Rajaby Irwasky dan Khaidera
Imadeldane Irwaskyyang
selalumembawadanmemberikankeceriaansertasemangatkepadapenulis.
9. Sahabat-sahabat setia KhairinaSabila, UrniaYumalita, Marliana, dan Nadia
Pratama. Terimakasihbanyaksudahmenemanipenulisselama 4 (empat) tahun
inidalamkeadaansusahmaupunsenang.
10. Teman seperjuangan penulis Rosma Aliah, Nurmaliza Nazarani, Popy
Lukitawati selama menyelesaikan skripsi ini selalu menemani penulis dalam
keadaan apapun.
11. Teman-teman KLISE FOTOGRAFI yang
memberikanartikebersamaandanpengalamanserutakterlupakanuntukpenulis.
12. Para senior kakArga, kakFaqih, kakAldi, KakSendi, yang selalu
memberikanjawabansetiap kali penulisbertanya.
13. Teman-teman dari KKN TUNAS 2013, Aziz, Fafaw, Jawa, Nia, Eya, Ryan,
Bang Wahyu, Muamar, Titi, Winda, Encem, Azar, Terima kasihuntuk
kekompakan dan keseruan yang kalian berikan selama satu bulan penuh
sampai saat ini.
14. Teman-teman KPI A, KPI B, KPI C, KPI D, KPI E, KPI F dan KPI G
angkatan 2010 yang telah banyak memberikan kenangan selama masa kuliah,
terima kasih.
v
Dan untuk semua pihak yang telahmembantu baik secara langsung
ataupun tidak langsung, penulismengucapkanterimakasihbanyak. SemogaAllah
SWT membalas kebaikan dan jasa kalian semua. Penulis memohon maafapabila
melakukan kesalahan dalam penulisan skripsi ini baik yang disengaja maupun
tidak disengaja. Semogaskripsi ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Amiiin Yaa
Robbal Aalamiin.
Wassalam
Jakarta, 10 Oktober2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah .......................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 5
D. Metodologi Penelitian ........................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 10
A. Tinjauan Umum Film ............................................................ 10
1. Definisi Film ................................................................... 10
2. Sejarah Film .................................................................... 12
3. Jenis dan Klasifikasi Film ............................................... 14
4. Sinematografi .................................................................. 17
5. Film sebagai Media Dakwah ........................................... 19
6. Hubungan Film dengan Kebudayaan .............................. 20
B. Tinjauan Umum Semiotika ................................................... 22
1. Konsep Dasar Semiotika ................................................. 22
2. Konsep Semiotika Roland Barthes.................................. 26
C. Komunikasi AntarBudaya
1. Definisi Komunikasi AntarBudaya ................................. 31
2. Unsur-unsur Komunikasi AntarBudaya .......................... 36
BAB III GAMBARAN UMUM FILM ................................................... 41
A. Sinopsis Film Eat, Pray, Love .............................................. 41
vii
B. Tim Produksi ........................................................................ 46
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN .................................. 55
A. Objek Semiotik dalam Film Eat, Pray, Love ....................... 55
B. Pengantar Adegan dalam Film Eat, Pray, Love ................... 58
BAB V PENUTUP .................................................................................. 80
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
1. Penjelasan Petanda dan Penanda ................................................................... 23
2. Trikotomi Ikon/ Indeks/ Simbol Pierce ......................................................... 26
3. Peta Tanda Roland Barthes ........................................................................... 29
4. Analisis Tanda Denotasi, Konotasi, Mitos .................................................... 63
ix
DAFTAR GAMBAR (ILUSTRASI)
1. Analisis Potongan Scene Terhadap Unsur-unsur Komunikasi Antarbudaya,
Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap .......................................................... 68
2. Analisis Potongan Scene Terhadap Unsur-unsur Komunikasi Antarbudaya,
Unsur Pandangan Dunia (World View) ......................................................... 71
3. Analisis Potongan Scene Terhadap Unsur-unsur Komunikasi Antarbudaya,
Unsur Organisasi Sosial (Social Organization) ............................................ 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eat, Pray, Love merupakan film yang bergenre drama Amerika
Serikat pada tahun 2010. Film ini didasari dari novel Eat, Pray, Love yang
kisahnya merupakan kisah nyata dari penulis novel itu sendiri, yang bernama
Elizabeth Gilbert. Dalam proses pembuatannya, film ini berlokasi di 3 negara
besar yang pertama Iltali kemudian berpindah ke India dan terakhir di
Indonesia (Bali).
Film ini bercerita tentang si penulis novel yang merasa ada sesuatu
yang hilang di dalam dirinya, sehingga dia memutuskan untuk pergi ke 3
negara besar yaitu Itali, India, dan Indonesia (Bali). Dia memilih Itali karena
disana ia ingin merasakan bebasnya hidup tanpa ada rasa beban sama sekali.
Kemudian dia memilih India karena dia ingin mendekatkan diri kepada Tuhan
karena selama ini ia merasa sangat jauh dengan Tuhan, dan yang terakhir dia
memilih untuk pergi ke Indonesia (Bali) karena disana ia ingin mencari
keseimbangan hidup, ketenangan jiwa atau spiritual.
Film Eat, Pray, Love bukan hanya sekedar film yang bercerita tentang
kisah nyata perjalanan seorang penulis novel dalam menemukan sesuatu yang
hilang dalam dirinya, namun film ini juga mencoba untuk memperlihatkan
bagaimana cara berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda bahasa serta
budaya. Film ini juga memperlihatkan potret kebiasaan atau budaya diketiga
Negara tersebut.
2
Dalam menjelajahi 3 negara besar, komunikasi antarbudaya sangat
dibutuhkan disini. Karena tanpa berkomunikasi, kita tidak dapat mendapatkan
feedback dari segala sesuatu yang kita dan orang lain inginkan. Komunikasi
antarbudaya menurut Alo Liliweri adalah definisi yang paling sederhana dari
komunikasi antarbudaya yaitu menambah kata budaya ke dalam pernyataan
“komunikasi antara dua orang/lebih yang berbeda latar belakang
kebudayaan”.1
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Karena budaya dan
komunikasi sama-sama menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa,
bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan
kondisi-kondisi untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
Perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat tinggal kita sendiri.
Budaya merupakan landasan komunikasi jadi bila budaya beraneka ragam,
maka beraneka ragam pula komunikasinya.2
Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh, bukan hanya
untuk hiburan tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film digunakan
untuk menyampaikan suatu pesan dan membantu untuk memberikan suatu
penjelasan kepada masyarakat. Menikmati cerita dalam film lebih menarik
dari pada membaca buku atau novel.3
1 Dr. Alo Liliweri, M.S., Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 8 2 Dr. Deddy Mulyana, M.A dan Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. Komunikasi
Antarbudaya Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), h. 19 3 Prof. Onong Uchjana Effendy.,M.A. Ilmu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:
Cipta Aditya Bakti,2003), hlmn 208
3
Cerita dalam novel atau buku biasanya lebih cenderung menggunakan
huruf-huruf, sehingga membuat masyarakat harus membaca dengan teliti.
Karena setiap huruf itu adalah sebuah tanda yang memiliki arti atau pesan.
Jadi masyarakat yang membaca sebuah cerita di dalam buku atau novel harus
benar-benar mengerti akan arti atau pesan yang disampaikan cerita di dalam
buku atau novel tersebut. Berbeda dengan cerita dalam film. Di dalam film,
masyarakat tidak perlu membaca dengan teliti. Karena film menyajikan cerita
berupa tingkah laku para pemain cerita di dalam film tersebut. Sehingga
ceritanya terlihat seperti kenyataan.
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Rangkaian gambar
dalam film menciptakan imajinasi dan sistem penandaan. Semiotika adalah
suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Suatu tanda
menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (Meaning) ialah
hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda. Konsep dasar ini
mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol,
bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan
bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda
disusun. 4
Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk
simbol yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan
latar belakang budaya. Proses penyampaian informasi, gagasan atau perasaan
di antara mereka disampaikan dengan cara lisan atau tertulis, bahasa tubuh,
4 Drs. Alex Sobur, M.Si. Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h. 15
4
gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal-hal lain yang ada di sekitar
mereka agar pesan atau informasi yang ingin disampaikan jelas maksud dan
tujuannya.5
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memberikan judul
“Komunikasi Antarbudaya (Analisis Semiotik dalam Film Eat, Pray,
Love)”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan penelitian dan memberi arah yang tepat
dalam pembatasan masalah ini sehingga tidak terlalu meluasnya pembahasan,
maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah dengan mengambil
adegan-adegan yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya dalam film
Eat, Pray Love yang berupa potongan-potongan adegan dan teks dari film Eat,
Pray, Love.
Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
yaitu sebagai berikut:
1. Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam film Eat, Pray, Love?
2. Bagaimana unsur-unsur komunikasi antarbudaya dibentuk, dikemas, dan
ditetapkan dalam film Eat, Pray, Love?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
5 Dr. Alo Liliweri, M.S., Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 10
5
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam film
Eat, Pray, Love melalui konsep semiotika Roland Barthes yang
menjelaskan tentang makna denotasi, konotasi, dan mitos.
2. Ingin mengetahui bagaimana unsur-unsur komunikasi antarbudaya
dibentuk, dikemas, dan ditetapkan dalam film Eat, Pray, Love.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah keilmuan para mahasiswa/i
ilmu komunikasi dalam mengkaji semiotika, khususnya semiotika
dalam film yang dalam penelitian ini menggunakan analisis model
Roland Barthes.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memjadi contoh kepada para
mahasiswa/I untuk mengetahui cara menggali makna dalam sebuah
proses media massa, khususnya film dengan menggunakan analisis
semiotika.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode
Semiotika merupakan salah satu analisis isi yang menggunakan
pendekatan analisis isi kualitatif. Kemudian metode yang digunakan
adalah deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara
6
objektif, dengan menggambarkan pesan-pesan secara simbolis dalam film
Eat, Pray, Love.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kediaman penulis yaitu, Ciputat,
Tangerang Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama
maksimal enam bulan sesuai dengan ketentuan yang diberikan. Terhitung
dari tanggal 28 April 2014 sampai dengan 28 Oktober 2014.
3. Objek dan Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian ini adalah film Eat, Pray, Love. Dan yang
menjadi objeknya adalah potongan-potongan gambar atau visual yang
terdapat dalam film Eat, Pray, Love yang berkaitan dengan rumusan
masalah penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi menjadi dua
bagian yang mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan
penelitian. Adapun instrument penelitiannya adalah:
1) Data Primer, berupa dokumen elektronik satu keping DVD Original film
Eat, Pray, Love dengan teks bahasa Indonesia dan Inggris.
2) Data Sekunder, berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film Eat,
Pray, Love baik dari majalah, artikel di internet, dan buku-buku yang
relevan dengan penelitian.
7
5. Tehnik Analisis Data
Analisis data penelitian ini diawali dengan mengklasifikasikan adegan-
adegan film Eat, Pray, Love yang berhubungan dengan rumusan masalah.
Kemudian, data dianalisis dengan menggunakan konsep semiotika Roland
Barthes yaitu dengan cara menganalisis setiap adegan yang berhubungan
dengan rumusan masalah berupa makna denotasi, konotasi, dan mitos.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan
kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Jakarta. Banyak judul
skripsi mahasiswa/i Universitas Islam Negeri Jakarta yang meneliti tentang
Analisis Semiotika Film, yaitu diantaranya adalah Uray Noviandy Taslim
(108051000190) yang meneliti tentang “Semiotika Perjuangan “Said Nursi”
Menulis Kitab Risalah Nur dalam Film Nur Adam”. Dalam penelitiannya,
uray menggunakan metode analisis Roland Barthes dan Christian Metz karena
keduanya adalah tokoh penting yang memperkenalkan metode semiotika film.
Adapun konsep yang ingin diteliti oleh uray adalah perjuangan Said Nursi
menulis kitab risalah dalam film Nur Adam.6
Ika Kurnia Utami (108051000094) meneliti tentang “Semiotika
Taubat dalam Film Mama Cake”. Dalam penelitiannya, ika menerapkan
metode analisis Roland Barthes kemudian dikaitkan dengan komponen elemen
6 Uray Noviandy Taslim, “Semiotika Perjuangan “Said Nur” Menulis Kitab Risalah Nur
dalam Film Nur Adam” S1, (Jakarta: Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012)
8
semiotika Steven Campsall, yang mengkaji tentang sinematografi pada
adegan-adegan yang diteliti.7
Rinal Rinoza (104051001846) memiliki judul skripsi “Perspektif
Komunikasi AntarBudaya dalam Film Al-Kautsar”. Disini rinal meneliti
dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis. Metodologi ini digunakan karena sesuai dengan konteks
Film Al-Kautsar yang mengisahkan perbedaan antara kedua pemahaman
dalam menginterpretasikan ajaran agama islam dan keteguhan tokoh
protagonis dalam menggunakan kebenaran menuju perubahan di penduduk
desa sekarlangit.
Dari beberapa tinjauan pustaka diatas, maka penulis ingin mengkaji
tentang unsur-unsur komunikasi antarbudaya yang dibentuk, dikemas, dan
ditentukan didalam film Eat, Pray, Love. Kemudian dalam penelitian ini,
penulis mengunakan konsep semiotika Roland Barthes, yang menjelaskan
tentag makna denotasi, konotasi, dan mitos.
F. Sistemika Penulisan
Skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, dan
masing-masing bab akan dibagi-bagi lagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, Pada bab ini, dijelaskan apa saja yang akan
dibahas dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan
7 Ika Kurnia Utami, “Semiotika Taubat dalam Film Mama Cake” S1, (Jkarata:
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013)
9
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Tinjauan Pustaka serta Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis terdiri dari Defini dan Konsep Film, Definisi
dan Konsep Semiotika, dan Definisi dan Konsep Komunikasi
AntarBudaya.
BAB III : Gambaran umum Film Eat, Pray, Love, Ringkasan Film dan
profil tentang sutradara beserta pemeran dan crew dalam film Eat,
Pray, Love.
BAB IV : Analisis Semiotika Film Eat, Pray, Love. Berisi tentang hasil
penelitian.
BAB V : Penutup. Berisi kesimpulan dan Saran.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Film
1. Definisi Film
Film hadir ke tengah kehidupan maysrakat sebagai suatu hasil
produksi yang melibatkan banyak tenaga, modal dan peralatan. Tenaga
yang diperlukan membutuhkan kualifikasi tertentu. Pada tingkat tertentu
tenaga-tenaga yang terlibat dalam produksi film harus merupakan tenaga
yang professional. Sebagai suatu hasil produksi, film sebagaimana juga
hasil produksi lainya dituntut untuk memuaskan masyarakat. Dan
masyarakat sebagai konsumen mempunyai faktor-faktor determinan yang
ikut menetukan arah dan lenturnya tuntutan pada suatu hasil produksi.1
Film adalah bagian kehidupan sehari-hari dalam banyak hal.
Bahkan ketika kita sedang bicara sangat dipengaruhi oleh metafora film.
Pada mulanya film tumbuh dengan menyerap penemuan-penemuan yang
telah atau yang tengah terjadi, baik sains, teknologi, dan estetika, seperti
fotografi, kinetograf, dan fonograf. Hasil dari beberapa penemuan itu
terwujud dalam senimatograf, sebuah mesin yang sekaligus bisa
difungsikan sebagai kamera dan proyektor, sehingga memungkinkan
sebuah film bisa ditonton oleh banyak orang dalam satu waktu.2
Selama ini kita dapat mengikuti perkembangan film sebagai suatu
transformasi yang memperoleh sukses. Sejak dimulai dengan apa dengan
1 Drs. Ton Kertapati, Dasar-dasar Publisistik, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal 209
2 Misbach Yusa Biran, sejarah film 1900-1950: bikin film jawa, (Jakarta: Komunitas
Bambu, 2009) hal. xv
11
apa yang disebut nickelodeon, hingga mencapai tinngkatan seni
stereoscopic, film senantiasa popular dikalangan masyarakat. Dan sebagai
suatu karya seni, maupun alat hiburan atau komersial film selalu berada di
tengah-tengah masyarakat manusia. Kemudian film juga memiliki
keunggulan-keunggulan yang khusus didalam menciptakan ruang dan
waktu tertentu dalam dunia imajinasi publik penontonnya.
Sejalan dengan impressi visual yang semakin sempurna, tekhnik suara
yang dibawakan oleh film pun semakin maju. Dunia dari suara telah dapat
disaring dan dipecah-pecah sampai ke unsur-unsurnya, untuk kemudian
secara selektif diciptakan kembali dalam suatu bentuk suara synthesis yang
harmonis dan memberikan kesegaran dan kepuasan baru bagi mass
audience nya.3
Film memiliki definisi yang beragam, tergantung dari sudut
pandang orang yang mendefinisikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat
gambar negatif (yang akan dibuat potret).
Menurut UU No. 23 Tahun 2009 tentang Perfilman, Pasal 1
menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan
pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
kaidah senimatografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam Kamus Komunikasi, film
adalah media yang bersifat visual atau audio visual untuk menyampaikan
pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat.
3 Drs. Ton Kertapati, Dasar-dasar Publisistik, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal 267
12
Amura dalam bukunya Perfilman Indonesia dalam Era Baru,
mengatakan bahwa film bukan semata-mata barang dagangan melainkan
alat penerangan dan pendidikan. Film merupakan karya sinematografi
yang dapat berfungsi sebagai alat Cultural Education atau Pendidikan
Budaya. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-
nilai budaya.
Secara umum film memiliki empat fungsi yaitu film sebagai alat
hiburan, film sebagai sumber informasi, film sebagai alat pendidikan, dan
film sebagai pencerminan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa.4
2. Sejarah Film
Awal industri film kebanyakan dibangun oleh wirausaha yang ingin
mendapatkan uang dengan menghibur semua orang. Laumiere bersaudara
adalah ahli mesin yang hebat, dan ayah mereka memiliki pabrik pembuat
plat fotografis. Film mereka yang pertama lebih kecil dari pada film hitam-
putih. Film yang ditampilkan hanya berisi kisah-kisah yang sederhana.
Tidak ada penyunting, kameranya hanya dinyalakan, kemudian dimatikan
saja. Tidak ada transisi pudar, hapus atau kilas balik. Tidak ada grafis
komputer, tidak ada dialog, dan tidak ada musik. Namun demikian, banyak
penonton yang takut melihat lokomotif sistematis yang seperti berjalan
kearah mereka. Mereka sama sekali buta dengan bahasa film.
Khalayak untuk menonton film pertama Lumiere tidak dapat
berbicara bahasa film. Menonton film bagaikan sedang terdampar di
negeri asing yang tidak anda ketahui bahasa dan budayanya. Anda harus
4 Teguh Trianto, Film Sebagai Media Belajar, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) hal. 3
13
dapat berhasil dengan setiap pengalaman baru yang membantu anda
memahami bahasa dan orang-orangnya dengan lebih baik. Mereka harus
mengembangkan pemahaman perubahan sinematik dalam ruang dan
waktu. Mereka harus mempelajari bagaimana gambar dan suara
digabungkan untuk menciptakan suatu makna. Pembuat film dan penonton
harus tumbuh secara bersama-sama.5
Pendahulu teknis film adalah fotografi. Penemuan tahun 1727
bahwa cahaya menyebabkan nitrat perak menjadi gelap adalah dasar dari
perkembangan teknologi film. Demikian pula fenomena manusia yang
disebut persistensivisi. Mata manusia menangkap gambar selama
sepersekian detik. Jika serangkaian foto menangkap sesuatu yang bergerak
dan jika foto itu digerakkan secara berurutan dengan cepat, maka mata
manusia akan melihatnya sebagai gambar yang bergerak tak putus-putus.
Yang diperlukan adalah kamera yang tepat dan film untuk
menangkap sekitar 16 gambar per detik. Peralatan ini muncul pada 1888.
William Dickson dari laboratorium Thomas Edison mengembangkan
sebuah kamera film. Dickson dan Edison menggunakan film seluloid yang
kemudian disempurnakan oleh George Eastman, yang memperkenalkan
kamera Kodak. Pada 1891 Edison telah mulai memproduksi film.
Film Edison dilihat dengan cara melongok ke sebuah kotak. Di
Perancis, Lumiere bersaudara, yakni Auguste dan Louis, menggunakan
proyeksi untuk film. Dengan memutar film di depan sebuah lampu yang
terang, Lumiere bersaudara memproyeksi gambar film ke tembok. Pada
5 Stanleyn J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media & Budaya, (Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama, 2012) hal. 211
14
tahun 1895 mereka membuka hall eksibisi di Paris yaitu bioskop pertama.
Edison menyadari keuntungan komersial dari proyeksi itu dan dia sendiri
mematenkan proyektor Vitascope, yang dipasarkan pada 1896.6
Di Indonesia film dikenal dengan nama Gambar Idoep. Gambar
idoep muncul di Batavia dan untuk pertama kalinya dipertontonkan pada
warga adalah pada tanggal 5 desember 1900. Pertunjukkan film
berlangsung di Tanah abang, Kebonjae. Film Indonesia mulai muncul
pada masa penjajahan Belanda. Film pertama yang diputar adalah film
dokumenter tentang peristiwa yang terjadi di Eropa dan Afrika Selatan,
termasuk film dokumenter tentang politik yang berisi gambar Sri Baginda
Maha Ratu Belanda bernama Yang Mulia Hertog Hendrig memasuki kota
DenHaag.
Belanda mendirikan bioskop pada masa jajahannya di Indonesia.
Pada awal munculnya film diputar di bioskop. Beberapa bioskop yang
terkenal pada masa itu adalah bioskop Rialto di Tanah Abang (kini
menjadi bioskop surya). Pada tahun 1926, bioskop Indonesia diramaikan
dengan munculnya film Loetoeng Kasaroeng. Cerita film ini diangkat dari
cerita legenda rakyat Jawa Barat. Film ini tergolong sukses pada masanya,
bahkan sempat diputar selama satu minggu penuh di Bandung.7
3. Jenis-jenis dan Klasifikasi Film
a. Jenis-jenis Film
Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film
dokumenter, dan film animasi atau kartun. Berikut ini penjelasannya:
6 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Putra Grafika, 2008) hal. 161
7 Teguh Trianto, Film Sebagai Media Belajar, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) hal. 13
15
1) Film fitur merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu berupa
narasi, yang dibuat dalam tiga tahap, yang pertama tahap
praproduksi, tahap produksi dan tahap post-produksi. Tahap
praproduksi merupakan periode ketika skenario diperoleh.
Skenario bisa berupa adapatsi dari novel, cerita pendek, atau
karya lainnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya
pembuatan film berdasarkan skenario. Kemudian tahap post-
produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan
gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi
suatu kisah yang menyatu.
2) Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang
menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu
menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi
yang apa adanya. Film dokumenter (documentary film)
didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai karya ciptaan
mengenai kenyataan (creative treatment of actuality). Berbeda
dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka film
dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya)
mengenai kenyataan tersebut.
3) Film Animasi atau (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-
anak. Tujuan utama dari film kartun adalah untuk menghibur.
Walaupun tujuan utamanya adalah untuk menghibur, tapi
terdapat pula film-film kartun yang mengandung unsur-unsur
pendidikan. Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk
16
menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua
atau tiga dimensi. Pada masa kini, hampir semua film animasi
dibuat secara digital dengan komputer.8
b. Klasifikasi Film
Mengklasifikasikan film dalah berdasarkan genre. Genre secara
umum membagi film berdasarkan jenis dan latar ceritanya. Istilah
genre berasal dari bahasa Perancis yang bermakna “bentuk” atau
“tipe”. Pada dasarnya istilah genre mengacu pada istilah Biologi yaitu
genus yang artinya sebuah tingkatakan klasifikasi untuk flora dan
fauna yang tikatannya berada diatas spesies.
Dalam film, genre merupakan jenis dari sekelompok film yang
mempunyai karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi dan
subyek cerita. Dari klasifikasi itu muncullah genre-genre popular
seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horror, film noir, roman dan
sebagainya.
Macam-macam genre yang paling umum dan sudah kita ketahu
adalah sebagai berikut:
1) Action-Laga
Film yang biasanya bercerita tentang perjuangan hidup yang
pemeran ini biasanya di perankan oleh orang yang ahli untuk
mempertahankan diri dalam sebuah pertarungan di dalam film.
2) Comedy-Humor
8 http://sinthiasinor.blogdetik.com/2011/07/17/tentang-film/ pkl 13.45, Sabtu, 27 sep 2014
17
Jenis film yang menggunakan faktor kelucuan dalam
penyajiannya. Genre ini biasanya paling digemari dan bisa
menambah segmentasi penonton.
3) Roman-Drama
Genre ini juga menjadi yang terpopuler dikalangan masyarakat
karena lebih terlihat nyata seperti kehidupan sehari-hari.
4) Mistery-Horor
Genre ini adalah genre khusus dalam dunia perfilman. Karena
genre ini memiliki cakupan yang sempit dan pembahasannya
sering kali diulang bahkan tidak diganti-ganti.9
4. Sinematografi
Yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan
antara kamera dan objek yang akan di ambil gambarnya. Cut, close up, two
shot, zoom in, slow motion, dan lain-lain, itu semua merupakan istilah-
istilah dalam bidang sinematografi. Berikut penjelasan masing-masing
istilah sinematografi:
1) Acting adalah sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang
perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan.
2) Action adalah gerak laku pemeran, yang terjadi dalam suatu
adegan.
3) Addes scene yaitu penambahan adegan.
4) Angle adalah sudut pengambilan gambar
9 M. Bayu Widagdo & Winastwan Gora S, Bikin Film Indie itu Mudah!, (Yogyakarta: C.V.
Andy Offset, 2007) h. 26-27
18
5) Animator adalah sebutan bagi seorang yang berprofesi sebagai
pembuat animasi
6) Art department atau bagian artistik bertanggung jawab terhadap
rancangan set film
7) Art director yaitu pengarah artistik dari sebuah produksi
8) Asisten producer adalah seorang yang membantu produser dalam
menjalankan tugas
9) Camera department adalah orang yang bertanggung jawab untuk
merawat dan menjaga semua peralatan kamera yang dibutuhkan
untuk memfilmkan sebuah motion picture. Camera departement
juga bertanggung jawab untuk penanganan film, pengisian film,
dan berhubungan dengan laboraturium pemprosesan.
10) First Cameraman atau Penata Fotografi (Director of
Photography), bertanggung jawab terhadap pergerakan dan
penempatan kamera dan juga pencahayaan dalam suatu adengan.
11) Second cameraman bertindak sesuai intstruksi dari kameramen
utama dan melakukan penyesuaian pada kamera atau
mengoperasikan kamera selama syuting.
12) Costume designer yaitu orang yang merancang dan memastikan
produksi kostum secara sementara maupun permanen untuk sebuah
film.
13) Cut atau Hold merupakan perintah dari sutradara agar adegan
diberhentikan namun pemain tetap berada dalam posisi awal pada
saat syuting berlangsung.
19
14) Cut Back yaitu tehnik mengubah gambar dalam film secara cepat
dari adegan yang sekarang ke adegan lain yang telah dilihat
sebelumnya.
15) Fade in adalah transisi gambar dari gelap ke terang dengan cara
lambat.
16) Fade out adalah transisi gambar dari terang ke gelap dengan cara
lambat.
5. Film Sebagai Media Dakwah
Dakwah adalah mengajak orang lain agar menjalankan perintah
Allah SWT dan menjauhi larangan-nya. Namun secara syar‟i, makna
dakwah adalah menjalankan perintah Allah SWT, baik berupa perkataan
maupun perbuatan, serta meninggalkan semua larangan Allah baik
perbuatan ataupun perkataan.10
Di era informasi sekarang ini, media menjadi suatu hal yang tidak
bisa lepas dari masyarakat. Aktifitas dakwah tidak akan berjalan jika tidak
menggunakan alat atau media. Dan salah satu media yang cukup
berkembang pesat pada saat ini adalah film. Film merupakan salah satu
jenis media yang dapat memberikan pengaruh besar kepada masyarakat.
Oleh karena itu film dapat menjadi media yang cukup efektif dalam
menjalanan dakwah.
Dengan film kita dapat memperoleh informasi dan gambaran
tentang realitas tertentu yang sudah diseleksi. Seorang sutradara akan
memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan, dan akan
mengesampingkan tokoh lain yang dianggap tidak pas untuk ditampilkan.
10
Fawwaz bin Hulayyil as-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, (Jakarta: Darul Haq,
2008). h. 19
20
Lewat peran yang dimainkan tokoh-tokoh tersebut, film dapat menyajikan
pengalaman imajiner bagi para penontonnya, merindukan pengalaman
ideal yang diidamkannya, atau imajiner itu akan ikut membentuk sikap dan
perilaku khalayak yang menyaksikannya. Pengalaman hidup yang
dihadirkan oleh sosok pribadi terpuji yang menegakkan kebajikan serta
ikut memengaruhi sikap dan konsep idealisasi hidup untuk melihatnya.11
Islam bukanlah agama ritual semata. Sebagian orang juga telah
menganggap Islam sebagai falsafah dan jalan hidup. Itu berarti upaya
untuk mengajak orang lain untuk mengikuti agama Islam sebagai jalan
hidup (way of life) individu maupun kehidupan sosial politik, harus
dilakukan sebagik mungkin.
Islamisasi melalui media film, juga merupakan wacana penting di
era digital ini. Hal ini dikarenakan sifat dari penikmat film yang tergolong
gencar memakai budaya konsumsi kontemporer. Islam, dalam kasus ini,
dapat ditampilkan dengan segar, menarik, hybrid dan modern dalam
rangka menjadikan Islam sebagai agama yang relevan dengan budaya yang
saat ini sedang didominasi kaum kapitalis.12
6. Hubungan Film dengan Kebudayaan
Film mempunyai kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas
rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas yang ditampilkan
dalam film adalah realitas yang dibangun oleh pembuat film dengan
mengangkat nilai-nilai atau unsur budaya yang terdapat di dalam
11
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakkwah, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2012), h. 112 12
Andi Faisal Bakti, Globalisasi: Dakwah Cerdas Era Globalisasi: Antara Tantangan dan
Harapan (Lecture at Palembang), h. 59
21
masyarakat. Atau sebaliknya, realitas rekaan yang ditampilkan dalam film
kemudian menjadikan sebuah bentukan budaya yang diikuti oleh
penonton.
Deddy Mulyana menyatakan hubungan film dan budaya bersifat
timbal balik. Sama halnya dengan komunikasi dan budaya mempunyai
hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian
dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut
menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya
seperti yang dikatakan Edward T. Hall bahwa komunikasi adalah budaya
dan budaya adalah komunikasi. Pada satu sisi komunikasi merupakan
suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya
masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada
masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
Film adalah bagian dari produk budaya yang didalamnya juga
memuat nilai-nilai budaya, sehingga film juga menjadi media efektif untuk
menanamkan nilai budaya. Menurut Deddy Mulyana hubungan film dan
budaya saling mempengaruhi. Di satu sisi, film seperti media massa pada
umumnya merupakan cerminan kondisi masyarakat. Nilai, norma, dan
gaya hidup yang berlaku pada masyarakat akan disajikan dalam film yang
diproduksi. Namun, di sisi lain film juga berkuasa menetapkan nilai-nilai
yang penting dan perlu dianut oleh masyarakat, bahkan nilai-nilai yang
rusak sekalipun. Artinya tidak setiap film dapat dijadikan media
22
pendidikan, sebab banyak film-film yang isinya dapat merusak moral dan
budaya anak bangsa.
Tidak semua film dapat dijadikan media pembelajaran atau
pendidikan karakter. Meskipun sesungguhnya setiap film yang diproduksi
dan beredar selalu mencerminkan budaya masyarakat pada masanya. Film-
film yang bertema hantu, sebenarnya merupakan rekaman budaya
masyarakat. Artinya di dalam film-film tersebut terkandung nilai-nilai
budaya. Namun unsur entertainment atau hiburannya mendapat porsi yang
lebih dominan, sehingga kurang tepat dijadikan media pendidikan budi
pekerti atau karakter. Karena ingin menghibur, tak jarang film-film ini
memasukkan unsur adegan yang berbau seks yang vulgar, sehingga dapat
mempengaruhi mental remaja yang menontonnya.13
Film bertema cinta juga mengandung nilai-nilai budaya pada
masanya. Namun, film-film yang mengangkat budaya popular kerap kali
terjebak pada unsur hiburan semata dan jatuh pada tema roman picisan,
sehingga kurang memberikan pendidikan berharga bagi penontonnya.
Film-film dengan tema hantu dan cinta memang dibuat untuk tujuan
komersil saja sehingga tak jarang film-film seperti itu lebih
mengedepankan sisi hiburannya saja.
B. Tinjauan Umum Semiotika
1. Konsep dasar Semiotika
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti „tanda‟
atau seme yang berarti „penafsir tanda‟. Kata semiotika atau semiologi
13
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal 13
23
memiliki beberapa istilah dalam sejarah linguistik yaitu semasiologi,
sememik, dan semik. Nama bidang studi yang disebut “semiotika” telah
muncul di Negara-negara Anglo-Saxon. Seseorang menyebut semiologi
jika dia berfikir tentang tradisi Saussurean. Dalam penerbitan-penerbitan
Prancis, istilah semiologie kerap dipakai. Elements de Semiologie, adalah
salah satu judul yang dipakai oleh Roland Barthes. Namun istilah
semiotics digunakan dalam kaitannya dengan karya Charles Sanders Pierce
dan Charles Morris.
Kedua istilah semiotics dan semiologie sebenarnya memiliki arti
yang sama. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih
dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu
kepada ilmu tentang tanda. Satu-satunya perbedaan kedua istilah ini adalah
bahwa istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa, sedangkan
semiotika cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa Inggris.14
Dalam definisi Saussure, semiologi merupakan sebuah ilmu yang
mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. Tujuan semiologi
adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta
kaidah-kaidah yang mengaturnya. Kemudian istilah semiotika atau
semiotik, yang muncul pada abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik
Amerika, Charles Sanders Pierce, merujuk pada doktrin formal tentang
tanda-tanda. Yang menjadi dasar pada semiotika adalah konsep tentang
tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-
14
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal 14
24
tanda, melainkan dunia itu sendiri pun ikut terkait sejauh hubungannya
dengan realitas.
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna
(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda.
Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas
berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal,
teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan
maknanya dan bagaimana tanda tersebut disusun.15
Semiotika seperti kata Lechte adalah teori tentang tanda dan
penandaan. Lebih jelas lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana sign
„tanda-tanda‟. Hjelmslev mendefinisikan tanda sebagai suatu
keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi
(content plan). Cobley dan Jansz menyebutnya sebagai “discipline is
simply the analysis of signs or the study of the functioning of sign systems”
artinya adalah ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem
penandaan berfungsi. Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiosis
sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning” yang
berarti suatu hubungan di antara tanda, objek, dan makna.
Dua aspek tanda memiliki nama standar. Kesan mental bunyi
disebut penanda dan konsep umum yang dimunculkan disebut petanda.
Dengan kata lain, satu aspek tanda bertindak menandakan. Aspek lainnya
15
Ibid, hal 14
25
adalah apa yang ditandakan. Relasi di antara keduanya disebut sistem
tanda (signification).
Tabel 1: Petanda dan Penanda
Penanda adalah kesan indrawi suatu tanda.
Contoh: imaji mental meninggalkan marka (marks) pada sebuah halaman kertas,
atau imaji mental bunyi udara.
Petanda adalah konsep yang dimunculkan sebuah tanda.
Relasi antara penanda dan petanda, cara kesan indrawi „menunjuk pada‟ atau
memunculkan suatu konsep, disebut sistem pertandaan (signification).
Kedua istilah ini merupakan istilah yang berguna untuk
menekankan dua cara berbeda bagaimana sebuah tanda harus berfungsi
agar bisa menjadi tanda. Penanda dan petanda selalu berjalan bersama.16
Ferdinand de Saussurean mengatakan bahwa tanda-tanda disusun
dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau
representasi visual) dan sebuah konsep dimana citra bunyi disandarkan.
Pandangan Saussurean ini merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi
dan ini sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda
(signifier). Dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua
komponen yang tak terpisahkan. Bagi Saussurean, hubungan antara
penanda dan petanda bersifat arbiter (bebas), baik secara kebetulan
maupun ditetapkan. Prinsip arbiteran bahasa atau tanda tidak dapat
diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya. Ada tanda-tanda yang benar-
benar arbiteran, tetapi ada pula yang hanya relatif. Keartbiteran bahasa
16
Tony Thwaites, dkk, Introducing Cultural And Media Studies Sebuah Pendekatan
Semiotik, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hal. 42
26
sifatnya bergradasi. Disamping itu, ada pula tanda-tanda yang bermotivasi,
yang relatif non-arbitrer.
Kemudian Charles Sanders Pierce menyatakan bahwa tanda-tanda
berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya
memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan
konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Pierce menggunakan istilah
ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat, dan simbol
untuk asosiasi konvensional. Berikut ini tabel yang bisa memperjelas:
Tabel 2: Trikotomi Ikon/ Indeks/ Simbol Pierce17
TANDA IKON INDEKS SIMBOL
Ditandai dengan:
Contoh:
Proses
Persamaan (kesamaan)
Gambar-gambar
Patung-patung
Tokoh besar
Foto Reagan
Dapat dilihat
Hubungan sebab-akibat
Asap/ api
Gejala/ penyakit
Bercak merah/ campak
Dapat diperkirakan
Konvensi
Kata-kata
Isyarat
Harus dipelajari
2. Konsep Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah
Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai
Atlantik di sebelah barat daya Prancis. Ayahnya seorang perwira angkatan
laut, meninggal dalam sebuah pertempuran di Laut Utara. Sepeninggalan
ayahnya, Barthes kecil di asuh oleh ibu, kakek, dan neneknya.
17
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal 15
27
Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga
intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan
strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Bartens menyebutnya
sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun
1960-an dan 70-an. Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah
sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat
tertentu dalam waktu tertentu.
Barthes telah menulis banyak buku, dan beberapa diantaranya telah
menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Dalam
bukunya yang terkenal, S/Z (1970), yang oleh Bartens pantas disebut
sebuah buku dengan judul cukup aneh. Buku ini merupakan salah satu
contoh bagus tentang cara kerja Barthes. Dalam buku ini Barthes
menganalisa sebuah novel kecil yang relatif kurang dikenal, berjudul
Sarrasine, ditulis oleh sastrawan Prancis abad ke-19, Honore de Balzac.
Dalam penilaian John Lechte, buku ini ditulis Barthes sebagai upaya untuk
mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah
realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode
rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika
tentang tanda mode. Ada lima kode yang ditinjau oleh Barthes yaitu, kode
hermeneutic (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode
simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomic atau kode
cultural yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.
28
Pada tahun 1954-1956, sebuah rangkaian tulisan muncul dalam
majalah Prancis, Le Letters nouvelles. Pada setiap terbitannya Roland
Barthes membahas “Mythology of the Month” (Mitologi Bulan Ini),
sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda-
tanda dalam budaya pop menyikapkan konotasi yang pada dasarnya adalah
“mitos-mitos” (myths) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas
yang membentuk masyarakat.
John Lechte memaparkan, imaji dan pesan iklan, hiburan, kultur
popular dan literer, serta barang-barang konsumsi sehari-hari menemui
telaah subjektif yang cukup unik dalam hasil dan penerapannya. Cobley &
Jansz mengungkapkan bahwa Barthes membahas fenomena keseharian
yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan
dan menunjukkan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologi-
mitologi tersebut biasanya merupakan hasil konstruksi yang cermat.18
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut
sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain
yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem
pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem
yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes diebut dengan konotatif, yang
di dalam Mythologies nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau
18
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal 63-68
29
sistem pemaknaan tataran pertama. Barthes menciptakan peta tentang
bagaimana tanda bekerja.
Tabel 3: Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(Petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari tabel diatas, dijelaskan bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur materi: hanya jika kita mengenal tanda “singa”, barulah
konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan barthes yang
sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussurean, yang berhenti
pada penandaan dalam tataran denotatif.
Dalam pengertian umum, denotasi adalah konotasi tanda yang
paling stabil dan teruji secara objektif. Sebagai hipitesis bahwa stabilitas
relatif denotasi bisa muncul dengan sejumlah cara:
1) Ketika rentangan makna umum tertentu berlaku umum yaitu
dinisbatkan kepada suatu tanda oleh sejumlah kode dimana tanda
beroperasi.
30
2) Ketika kode tertentu berfungsi dominan.
3) Ketika tanda bekerja dalam berbagai kode objektif atau ilmiah
tertentu.
Walaupun denotasi merupakan makna yang relatif stabil, namun
denotasi dihasilkan dalam permainan diferensial nilai di antara tanda dan
kode, bukan oleh korespondensi sederhana antara penanda dan petanda.
Stabilitas denotasi sama sekali merupakan perkara relatif, dan oleh
karenanya tak ada perbedaan yang jelas dan absolute antara denotasi dan
konotasi
Konotasi merupakan kumpulan petandanya yang mungkin. Konotasi
muncul melalui kode yang pada dasarnya dimiliki bersama dan bersifat
sosial. Konotasi bukanlah sesuatu yang diciptakan secara personal dari
suatu tanda. Konotasi adalah sesuatu yang diciptakan dari kode yang
tersedia dari suatu tanda. Konotasi sangatlah terstruktur, sekalipun dengan
cara yang sangat aktif dan fleksibel.
Mitos adalah pengkodean. Mitos merupakan sebuah peristilahan
dominan secara metonimis mewakili semua peristilahan dalam suatu
sistem. Sebuah relasi metonimis dominan diantara berbagai peristilahan
secara metonimis mewakili semua relasi. Efek dari mitos adalah
simplifikasi radikal atas semua relasi didalam sistem. Mitos mengkodekan
secara belebihan (over code) keseluruhan sistem kepada satu unsur
dominan tunggal dan satu relasi tunggal.19
19
Tony Thwaites, dkk, Introducing Cultural And Media Studies Sebuah Pendekatan
Semiotik, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hal. 89-98
31
Denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah yaitu makna
yang sesungguhnya. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut
sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan
arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, denotasi menurut
Roland Barthes merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara
konotasi merupakan tingkat kedua. Barthes mengungkapkan, konotasi
identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai “mitos”, dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-
nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Didalam mitos juga terdapat tiga pola dimensi penanda, petanda,
dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh
suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain,
mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Didalam mitos
sebuah petanda memiliki beberapa penanda. Imperialism Inggris misalnya,
ditandai oleh berbagai ragam penanda, seperti teh (yang menjadi minuman
wajib ditanam), bendera Union Jack yang lengan-lengannya menyebar
kedelapan penjuru, bahasa inggris yang kini telah menjadi bahasa
internasional, dll. Arti dari segi jumlah, petanda lebih miskin jumlahnya
dari pada penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan
sebuah konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk tersebut karena
pengulangan konsep terjadi dalam wujud berbagai bentuk tersebut.20
C. Konsep & Definisi Komunikasi AntarBudaya
1. Definisi Komunikasi AntarBudaya
20
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal 71
32
Andre L. Rich E dan Denis M. Ogawa dalam buku Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication A Reader
mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar
etnik dan ras, maupun antar kelas sosial.
Charley H. Dood mengatakan komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar
belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para
peserta.
Lustig dan Koester dalam Intercultural Communication
Competence, menyatakan komunikasi antarbudaya adalah suatu proses
komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang
dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat
kepentingan tertentu memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda
terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai
makna yang dipertukarkan. Intercultural Communication yang disingkat
ICC, mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi
antarpribadi antara seorang anggota dengan kelompok yang berbeda
kebudayaan.
Dari semua pendapat beberapa tokoh di atas, dalam hal ini peneliti
menggunakan pendapat menurut Alo Liliweri yaitu definisi yang paling
sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambah kata budaya ke
33
dalam pernyataan “komunikasi antara dua orang/lebih yang berbeda latar
belakang kebudayaan”.21
Pengertian-pengertian komunikasi antarbudaya diatas,
membenarkan sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya, bahwa
semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula
kita kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah
komunikasi yang efektif. Jadi harus ada jaminan terhadap akurasi
interpretasi pesan-pesan verbal maupun non verbal. Hal ini disebabkan
karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang
berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya
derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam peramalan, derajat
ambiguitis, kebingungan, suasana misterius yang tak dapat dijelaskan,
tidak bermanfaat, bahkan nampak tidak bersahabat.
Dengan demikian manakala suatu masyarakat berada pada kondisi
kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat
menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Disini, kebudayaan
yang menjadi lata belakang kehidupan, akan mempengaruhi perilaku
komunikasi manusia.22
Dalam bukunya, Alo Liliweri mengasumsi sebuah teori
komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan yang
menggambarkan sebuah lingkungan yang vali tempat dimana teori-teori
21
Dr. Alo Liliweri, M.S., Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007) hal. 8 22
Dr. Alo Liliweri, M.S., Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007) hal. 12
34
komunikasi antarbudaya itu dapat diterapkan. Ada beberapa asumsi
komunikasi antarbudaya, yaitu:
1. Perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan
Apapun bentuk dan konteksnya, selalu menampilkan perbedaan
iklim antara komunikator dengan komunikan. Karena ada perbedaan
iklim budaya tersebut maka pada umumnya perhatian teoritis atau
praktis dari komunikasi selalu difokuskan pada pesan-pesan yang
menghubungkan individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang
berbeda. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam perbedaan itu
umumnya mengimplikasikan bahwa hambatan komunikasi
antarbudaya sering kalii tampil dalam bentuk perbedaan persepsi
terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, struktur budaya,
dan sistem budaya.
2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi
Secara alamiah proses komunikasi antarbudaya berakar dari
relasi sosial antarbudaya yang menghendaki adanya interaksi sosial.
Watzlawick, Beavin dan Jackson menekankan bahwa isi (content of
communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang
terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam membentuk relasi
(relations).
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi
Candia Elliot berkata bahwa secara normatif komunikasi
antarpribadi itu mengandalkan gaya berkomunikasi yang dihubungkan
35
dengan nilai-nilai yang dianut orang. Nilai-nilai itu berbeda diantara
kelompok etnik yang dapat menunjang dan mungkin merusak
perhatian tatkala orang berkomunikasi. Disini gaya itu bisa berkaitan
dengan individu maupun gaya dari sekelompok etnik.
4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian
Tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat
ketidakpatian tentang orang lain. Gudykunstt dan Kim menunjukkan
bahwa orang-orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi
tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi
antarpribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat
dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni:
1) Pra-kontrak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol
verbal maupun non verbal (apakah komunikan suka
berkomunikasi atau menghindari komunikasi)
2) Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas
kesan yang muncul dari kontrak awal tersebut.
3) Closure, mulai membuka diri anda yang semula tertutup
melalui atribusi dan pngembangan kepribadian implisit.
5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan
Smith berpendapat bahwa komunikasi dan kebudayaan tidak
dapat dipisahkan. Edward T. Hall mengatakan komunikasi adalah
kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi. Dalam kebudayaan
ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-
simbol komunikasi dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran
36
simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika
ada komunikasi.
6. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya
Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat
dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian
pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat
tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini juga sekaligus
menerangkan tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai
(komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya
menggambarkan upaya apa yang sadar dari peserta komunikasi untuk
memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan,
menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang
efektif.23
2. Unsur-unsur Komunikasi AntarBudaya
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosial-budaya tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia. Unsur-unsur sosial-budaya merupakan bagian-bagian dari
komunikasi antarbudaya. Bila digabungkan, sebagaimana dilakukan ketika
kita sedang berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-
komponen suatu sistem, setiap komponen berhubungan dan membutuhkan
satu sama lainnya. Dalam keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak
terisolasi dan tidak berfungsi sendiri-sendiri. Unsur-unsur tersebut
membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang
23
Dr. Alo Liliweri, M.S., Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007) hal. 22
37
sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu
fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya.
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan
eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-
energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Secara
umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai
hasil dari cara mereka mempersepsikan dunia yang sedemikian rupa pula.
Komunikasi antarbudaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan
budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian.
Suatu prinsip penting dalam pendapat ini adalah bahwa masalah-masalah
kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan
persepsi.24
Dalam ilmu sosial-budaya, mempunyai tiga unsur yang
mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang
kita bangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah sistem-
sistem kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), pandangan
dunia (world view), dan organisasi sosial (social organization). Ketika
ketiga unsur utama ini mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita
bangun dalam persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek
makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Berikut ini akan dijelaskan
secara jelas ketiga unsure utama dalam komunikasi antarbudaya.
1) Sistem-sistem kepercayaan, nilai, sikap
24
Dr. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosda,
2006) hal 25
38
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan-
kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek
atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu.
Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai
dan karakteristik-karakteristik tertentu menunjukkan tingkat
kemungkinan subjektif kita dan konsekuensinya, juga
menunjukkan kedalaman atau intensitas kepercayaan kita. Intinya
dari kepercayaan adalah semakin pasti kita dalam kepercayaan kita,
semakin besar pulalah intensitas kepercayaan tersebut.
Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan,
nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif meliputi kualitas-
kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan
memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Nilai-nilai dalam suatu
budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya
yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini disebut dengan
nilai normatif. Kebanyakan orang melaksanakan perilaku-perilaku
normatif dan ada sebagian orang yang tidak melaksanakan
perilaku-perilaku normatif. Orang yang tidak melaksanakan
perilaku normatif mungkin akan mendapat sanksi informal ataupun
sanksi yang sudah dibakukan.
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan
dan isi sikap. Kita boleh mendefinisikan sikap sebagai suatu
kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk
merespons suatu objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam
39
suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan
itu akan turut membentuk sikap kita, kesepian kita untuk
merespons, dan akhirnya perilaku kita.
2) Pandangan Dunia (world view)
Konsep dan uraian abstrak merupakan salah satu unsur
terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antarbudaya.
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap
hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-
masalah filosofi lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk.
Pendangan dunia membantu kita untuk mengetahui posisi dan
tingkatan kita dalam alam semesta. Isu-isi pandangan dunia bersifat
abadi dan merupakan landasan paling mendasar dari suatu budaya.
Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya seringkali tak
terlihat dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian
isyarat, dan perbendaharaan kata. Pandangan dunia mempengaruhi
nilai, sikap, pengguna waktu, dan banyak aspek budaya lainnya.
Dengan cara-cara yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia
sangat mmpengaruhi komunikasi antarbudaya. Oleh karena itu sebagai
anggota suatu budaya setiap perilaku komunikasi mempunyai
pandangan dunia yang tertanam dalam jiwa yang sepenuhnya dianggap
benar dan ia otomatis menganggap bahwa pihak lainnya memandang
dunia sebagaimana ia memandangnya.
3) Organisasi Sosial ( social organization)
40
Cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan
lembaga-lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana
anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka
berkomunikasi. Ada dua unit yang dominan dalam suatu budaya, yang
pertama adalah keluarga. Meskipun organisasi sosial terkecil dalam
suatu budaya, namun keluarga mempunyai pengaruh yang sangat
penting. Keluargalah yang paling berperan dalam mengembangkan
anak selama periode-periode formatif dalam hidup. Keluarga
memberikan banyak pengaruh budaya kepada anak, bahkan sejak
pembentukkan sikap pertamanya. Keluarga membimbing dalam
penggunaan bahasa, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek.
Keluarga juga memberikan persetujuan, dukungan, ganjaran, dan
hukuman yang mempengaruhi nilai-nilai perkembangan anak dan
tujuan-tujuan yang ia ingin capai. Kemudian yang kedua adalah
sekolah, yaitu organisasi sosial yang memiliki kepentingan yang sama
dengan keluarga. Dilihat dari sudut definisi dan sejarahnya, sekolah
diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu
budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang
menghubungkan masa lalu dan juga masa depan. Sekolah memelihara
budaya dengan memberi tahu anggota-anggota barunya apa yang telah
terjadi, apa yang penting, dan apa yang harus diketahui seseorang
sebagai anggota budaya.25
25
Dr. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosda,
2006) hal 29
41
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM
A. Sinopsis Film Eat, Pray, Love
Diceritakan tentang pengalaman Elizabeth dalam menemukan
kekosongan di dalam hidupnya yang sebenarnya sudah cukup sempurna.Liz
adalah panggilan Elizabeth, dia memiliki karier yang bagus, memiliki rumah
idamannya, teman-teman yang menyayanginya, serta suami yang sangat
mencintainya.Namun dalam kesempurnaannya itu, dia merasa seperti masih
ada yang hilang dalam dirinya.Kemudian dia memutuskan untuk berdoa,
namun konsep itu sangat asing baginya sampai dia memulai dengan “Aku
Penggemar Besarmu”. Dalam islam Tuhan disebut Allah SWT dan Allah
SWT diyakini sebagai Zat Maha Tinggi yang Nyata dan Esa. Pencipta yang
Maha Kuat dan Maha Mengetahui, Yang Abadi, penentu Takdir, dan Hakim
bagi semesta alam. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah SWT adalah
Tuhan yang Maha Esa, tertera dalam Surat Al-Ikhlas 112:1-41:
Artinya: “katakanlah, Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan dia” (QS. Al-
Ikhlas:1-4).
Selama Liz menjalani hidup dia jarang sekali berinteraksi dengan
Tuhan.Setelah dia menyadari ada yang hilang dalam dirinya, dia langsung
1 Azharuddin Sahil, Indeks Al-Quran Panduan Mencari Ayat Al-Quran
Berdasarkan Kata Dasarnya, (Bandung: Mizan, 1995), hal, 181
42
teringat dengan Tuhan. Beberapa petikan dialog Liz yang mencoba
berinteraksi dengan Tuhan:
Liz: “Hallo Tuhan”
“Senang akhirnya bisa bertemu”.
“Maaf aku tidak pernah bicara langsung denganmu”.
“Tapi, kuharap aku sudah mengekspesikan rasa syukurku atas berkahmu yang
diberikan dalam hidup ini”.
“Entah aku harus bagaimana”.
“Aku membutuhkan jawaban”.
“Tolong katakan aku harus bagaimana”.
“Oh tuhan tolonglah aku”.
“Katakan aku harus bagaimana, aku pasti akan patuh”.
Setelah Liz mencoba berinteraksi, Liz menyadari bahwa dia harus pergi
meninggalkan semuanya.Liz memilih meninggalkan zona nyamannya untuk
pergi ketiga negara selama 1 tahun, demi melengkapi sesuatu yang hilang
dalam dirinya.3 negara yang di pilih adalah Italia, India, dan Indonesia.
Untuk pergi mencari hal yang hilang dalam dirinya itu Liz
meninggalkan semua yang dimilikinya di New York. Liz bercerai dengan
suaminya, menjual semua barang yang ia punya, dan meninggalkan orang-
orang yang di sayanginya. Negara yang pertama kali di kunjunginya adalah
Italia.Selama 4 bulan Liz tinggal di Itali.Di negara ini Liz mendapatkan
kembali nafsu makannya yang sempat hilang.Ia bertemu dengan teman-teman
baru yang mengajarinya untuk menikmati hidup dan bergembira. Selama
43
berada di Itali Liz melakukan kuliner, sehingga berat badannya naik. Namun
Liz sama sekali tidak memikirkan hal itu. Liz juga belajar bahasa Italia.
Setelah 4 bulan berakhir, kemudian melanjutkan perjalanannya
menuju India.Tujuan Liz ke India adalah untuk kembali dekat dengan
Tuhan.Kondisi di India sangat bertolak belakang dengan Italia. Awal mula
berada di India Liz mengalami kesulitan, dia sangat kesulitan dalam
menjalankan tata cara bermeditasi. Semua itu disebabkan karena Liz yang
belum bisa menerima apa yang sedang terjadi dalam diri dan kehidupannya.
Sampai akhirnya dia bertemu dengan Richard yang membantunya untuk
menyadari dengan apa yang sedang terjadi dan berusaha belajar untuk bisa
menerima apa yang sedang terjadi. Akhirnya Liz kembali menemukan
kehidupan spiritualnya.Ia belajar berdevosi (semacam meditasi), dan
kemudian ia mulai melakukannya dengan rutin. Liz menghabiskan waktu
sampai 4 bulan di India.
Setelah masanya habis di India, kunjungan terakhir Liz adalah
mengunjungi Negara Indoneisa yaitu Bali.Sebelumnya Liz pernah ke Bali,
dan bertemu dengan seorang peramal bernama Ketut Liyer yang juga seorang
ahli pengobatan tradisional. Pada saat itu Ketut mengatakan bahwa Liz akan
kembali ke Bali bertemu dengan Ketut dalam 2 tahun lagi (yaitu sekarang
saat Liz berkeliling ketiga negara) dan akan menghabiskan waktu di bali
selama 4 bulan. Dan ternyata ramalan Ketut benar Liz akhirnya kembali ke
Bali.Sesampainya di Bali, orang yang pertama kali ditemui Liz adalah Ketut
44
Liyer.Awalnya Ketut lupa pada Liz, kemudian Liz mengingatkan Ketut
dengan sebuah kertas bergambar dewa yang diberikan Ketut kepada Liz dulu.
Pada saat di Bali, selain bertemu dengan Ketut Liyer dan belajar
banyak hal mengenai keseimbangan hidup, Liz juga bertemu dengan Wayan
Nuriasih yang juga berprofesi sebagai ahli pengobatan tradisional Bali. Hari-
hari Wayan dilalui bersama anak perempuannya yang bernama Tutti tanpa
seorang suami.Wayan memberikan banyak masukan dan pelajaran bagi
Liz.Rumah yang dihuni oleh Wayan sudah memiliki banyak kerusakan
dimana-mana. Melihat kebaikan yang telah Liz dapatkan dari Wayan, Liz
membalas dengan cara mengumpulkan donasi dari sahabat-sahabat dekatnya
untuk memberikan bantuan dana bagi Wayan untuk membeli sebuah rumah
baru di Bali.
Dia mengirimkan email kepada sahabat-sahabatnya yang intinya
berisi, seandainya dia sekarang berada di New York dan akan melangsungkan
ulang tahunnya, maka teman-temannya pasti akan memberikan hadiah yang
mahal dan dia juga akan mengadakan pesta ulang tahun yang menghabiskan
banyak uang, kemudian dia mengusulkan pada teman-temannya untuk
menyumbangkan sedikit rezeki mereka untuk membantu Wayan dalam
membeli rumah sebagai kado ulang tahunnya tahun ini, dari hal ini juga Liz
mengatakan bahwa uang mereka akan jauh lebih berguna.
Selain bertemu dengan Ketut Liyer dan Wayan, akhirnya bertemulah
Liz dengan pria yang bernama Felipe yang akhirnya menjadi pasangan hidup
Liz hingga saat ini. Felipe merupakan pria asal Brazil dengan
45
kewarganegaraan Australia, ia sudah beberapa tahun berada di Indonesia
karena memiliki usaha di Bali.
Film ini juga menjadikan lokasi syuting dan para pemainnya
mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak yang merespon baik film ini.
Sebuah situs online balinews.blog.com mengatakan bahwa Bali mendapat
penghargaan sebagai The Best Leisure Destination In Asia Pasific,
penghargaan tersebut diberikan oleh sebuah majalah terkemuka di Hongkong
bernama Bisnis Travellers Asia Pasific. Sebagian besar keberhasilan Bali
mendapatkan predikat ini karena film yang diperankan oleh Julia Robert yang
berjudul Eat, Pray, Love. Detik.com mengabarkan bahwa KBRI Washington
DC dan Sony Picture Entertaiment menggelar Private Screening film Eat,
Pray, Love di Lowe AMC Theater yaitu sebuah kawasan bergengsi di
Georgetown, Washington DC.
Salah satu pemain film Eat, Pray, Love yang mendapat penghargaan
adalah Ketut Liyer. Dia mendapat penghargaan khusus dari Kementrian
Kebudayan dan Pariwisata. Dalam acara ini juga di tanda tangani MOU
antara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata dengan 7 media nasional
dalam menginformasikan dan mempromosikan pariwisata Indonesia.2
Blitzmegaplex.com juga memberitakan film Eat, Pray, Love menjadi
film pembuka dalam acara Cosmopolitan Film Festival yaitu sebuah festival
film yang menghadirkan berbagai film bertemakan wanita. Acara ini
2 tourismnews.co.id/category/tourism-news/dua-belas-penghargaan-dalam-malam-apresiasi-
visit-indonesia-year-2010
46
diadakan di blitzmegaplex Pasific Place dan acara ini tidak dibuka untuk
umum (khusus tamu undangan).
B. Tim Produksi
1. Ryan Murphy (Director)
Ryan Murphy adalah seorang penulis, sutradara film dan serial TV
yang berasal dari Amerika. Murphy lahir di Indianapolis, Indiana, pada 30
Novemver 1965. Murphy dibesarkan di keluarga Katolik Irlandia dan
dirinya bersekolah di sekolah Katolik dari kelas 1 sampai 8, dan lulus dari
Warren Central High School di Indianapolis. Ibunya adalah seorang ibu
rumah tangga yang tinggal di rumah dan membesarkan dua anak laki-
lakinya. Sedangkan sang ayah adalah seorang kepala sirkulasi di sebuah
perusahaan surat kabar, sebelum akhirnya pensiun setelah 30 tahun bekerja.
Murphy kuliah di Indiana University, Bloomington. Selama kuliah,
dirinya adalah anggota koran sekolah, Indiana Daily Student, juga anggota
dari paduan suara Singin Hoosiers. Murphy mengakui dengan terbuka
bahwa dirinya adalah seorang gay, dan terkadang dia beribadah di gereja di
Los Angeles.
Murphy memulai karirnya sebagai seorang jurnalis yang bekerja untuk
The Miami Herald, The Los Angeles Times, New York Daily News,
47
Knoxville News Sentinel dan Entertainment Weekly. Kegiatannya menulis
naskah dimulai pada akhir 1990an, dan Steven Spielberg sempat membeli
naskahnya yang berjudul Why Can't I Be Audrey Hepburn?. Murphy
memenangkan Golden-Globe Award untuk NIP/TUCK yang
diciptakannya,di mana dirinya menjadi eksekutif produser dan sutradara
untuk beberapa episode. Pada 2004, Murphy mendapatkan Enmmy Award
pertamanya dalam kategori Outstanding Directing for a Drama Series.
Dia memulai karinya di televisi pada 1999 dengan seri komedi remaja
yang berjudul POPULAR. Sekarang, dia sedang bekerja untuk seri televisi
komedi musikal GLEE untuk Fox. Kesuksesan serial TV ini dibuktikan
dengan bertambahnya jumlah episode yang bertambah 9 dari 13 episode
yang sudah direncanakan.Pada musim gugur 2009, jumlah episode yang
dibuat adalah 22 episode lengkap. Bahkan season 2 dan 3 dari GLEE sudah
diminta oleh Fox karena rating yang tinggi dan tanggapan yang baik dari
pemirsa.Tidak hanya televisi, Murphy juga berkarya di beberapa film. Pada
2006, Murphy menulis naskah dan menyutradarai film Running G With
Scissors. Setelahnya, beberapa film menjadi buah karya Murphy, seperti
Dirty Tricks, Eat, Pray, Love, Face, Need, juga Alfred Hitchcock and The
Making Of Psycho.3
3http://www.kapanlagi.com/hollywood/r/ryan_murphy/ Rabu, 15 Oktober 2014, pkl 14.30
48
2. Elizabeth Gilbert (Writter)
Elizabeth Gilbert lahir diWaterbury, Connecticut pada tahun 1969,
dan dibesarkan di sebuah peternakan pohon Natal dari keluarga kecil.
Dia menghadiri NewYork University, dimana ia belajar ilmu politik di
siang hari dan bekerja pada cerita pendeknya pada malam hari. Setelah
kuliah, dia menghabiskan beberapa tahun perjalanan di seluruh negeri,
bekerja dibar, pengunjung dan peternakan, mengumpulkan pengalaman
untuk berubah menjadi fiksi.
Eksplorasi tersebut akhirnya membentuk dasar dari buku
pertamanya koleksi cerita pendek yang disebut peziarah, yang
merupakan finalis untuk penghargaan PEN/Hemingway, dan yang
pindah AnnieProulx memanggilnya "seorang penulis muda bakat pijar".
Selama tahun-tahun awal di NewYork, ia juga bekerja sebagai wartawan
untuk publikasi seperti Spin, GQ dan The New York Times Magazine.
Dia adalah seorang finalis tiga kali untuk The National Magazine
Award, dan artikel yang ditulisnya dalam GQ tentang pengalamannya
bartanding di Lower East Side akhirnya menjadi dasar bagi film
COYOTEUGLY.
49
Pada tahun 2000, Elizabeth menerbitkan novel pertamanya,
STERNMEN (cerita perang wilayah brutal antara dua pulau nelayan
terpencil di lepas pantai Maine) yang merupakan Buku New York Times
Notable. Pada tahun 2002, Elizabeth menerbitkan THE LAST
AMERICAN MAN kisah nyata dari penebang kayu modern Eustace
Conway. Buku ini, pekerjaan pertamanya non-fiksi, adalah seorang
finalis untuk kedua National Book Award dan Kritik Buku Nasional
Lingkaran Award.
Elizabeth dikenal, namun baginya 2006 memoar EAT, PRAY,
LOVE, yang mencatat perjalanannya sendiri di seluruh dunia, mencari
pelipur lara setelah perceraian yang sulit. Buku itu buku terlaris
internasional, diterjemahkan ke dalam lebih dari tiga puluh bahasa,
dengan lebih dari 10juta kopi terjual di seluruh dunia. Pada tahun 2010,
EAT, PRAY, LOVE dibuat menjadi sebuah film yang dibintangi Julia
Roberts. Buku ini menjadi sangat populer sehingga majalah Time
bernama Elizabeth sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh
didunia.
Pada tahun 2010, Elizabeth menerbitkan tindak lanjut EAT, PRAY,
LOVE disebut COMMITTED, sebuah memoar yang dieksplorasi
perasaan ambivalen padanya tentang lembaga pernikahan. Buku ini
segera menjadi nomor satu New York Times Best seller, dan juga
diterima dengan pujian kritis hangat. Sebagai News week menulis,
bertekad mempertahankan banyak ruefulness komik Gilbert dan mata
50
terbelalak heran", dan NPR disebut buku "minuman yang kaya wawasan
baru ditemukan dan kebijaksanaan."
Novel terbarunya, THE SIGNATURE OF ALL THINGS,
diterbitkan pada musim gugur 2013, adalah kisah luas eksplorasi botani
abad ke-19. Omagazine menamakannya "novel seumur hidup", dan Wall
Street Journal menyebutnya "pekerjaan yang paling ambisius dan murni
membayangkan karier (Gilbert) dua puluh tahun." Elle Magazine
mengatakan, "Sepertinya Gilbert terus meningkatkan pada bar. "THE
SIGNATURE OF ALL THINGS adalah NewYork Times Bestseller, dan
Janet Maslin menyebutnya "mengasyikkan...hidup dan berdarah panas."
Novel ini bernama Buku Terbaik dari 2013 oleh The New York Times,
OMagazine, The Washington Post, The Chicago Tribune, dan The New
Yorker. Elizabeth Gilbert tinggal di kota sungai kecil Frenchtown,
NewJersey, dimana ia dan suaminya (lebih dikenal sebagai "Itu Brasil
Guy Dari EAT, PRAY, LOVE") menjalankan sebuah toko impor besar
dan menyenangkan disebut DUATOMBOL.4
4http://www.elizabethgilbert.com/ Rabu. 15 Oktober 2014, pkl 15.01
51
3. Julia Roberts (Elizabeth Gilbert)
Julia Fiona Roberts (lahir di Atlanta, Georgia, 28 Oktober1967;
umur 46 tahun) adalah seorang aktris Amerika Serikat pemenang
Academy Award yang juga mantan fashion model, yang mulai syuting
film pada awal 1990an setelah membintangi komedi romantis, Pretty
Woman, dengan lawan mainnya Richard Gere.
4. Javier Bardem (Felipe)
Javier Ángel Encinas Bardem (lahir 1 Maret1969; umur 45 tahun)
adalah seorang pemeran berkebangsaan Spanyol.Dia dilahirkan di Las
Palmas de Gran Canaria, Spanyol.Ia berasal dari keluarga yang telah
malang melintang di perfilman Spanyol sejak lama. Kakek-neneknya
adalah aktor Rafael Bardem dan Matilde Muñoz Sampedro, ibunya Pilar
Bardem adalah seorang aktris, pamannya Juan Antonio Bardem adalah
52
sutradara dan penulis naskah, kedua kakaknya Carlos Bardem dan Mónica
Bardem juga aktor. Javier Bardem pertama kali muncul di layar kaca pada
umur enam tahun dalam sebuah mini seri televisi The Scoundrel.
5. James Franco (David)
James Edward Franco (lahir 19 April1978; umur 36 tahun)
merupakan seorang aktor, sutradara, dan produser berkebangsaan
Amerika Serikat. Dia bermain di film utamanya seperti Tristan & Isolde,
Annapolis, dan Flyboys. Dia dilahirkan di Palo Alto, California.Ia
berkarier di dunia film sejak tahun 1999.5
6. Christine Hakim (Wayan)
Herlina Christine Natalia Hakim atau lebih dikenal dengan nama
Christine Hakim lahir di Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956
adalah salah aktris senior dan terkemuka di Indonesia. Orang tuanya
merupakan campuran Minangkabau, Aceh, Banten, Jawa, dan
5http://id.wikipedia.org/wiki/Eat_Pray_Love Rabu, 15 Oktober 2014, pkl 14.17
53
Lebanon.Hal inilah yang menyebabkan Christine kecil sering
mempertanyakan identitas dirinya.Christine Hakim mengawali karir
sebagai aktris sejak tahun 1973 lewat film berjudul CINTA PERTAMA.
Dari film ini, Christine berhasil meraih piala Citra dalam ajang Festival
Film Indonesia (FFI)1974 di Surabaya. Dia pernah dipercaya menjadi
Dewan Juri Festival Film Internasional Cannes (FFIC) ke-55 di Prancis
pada 15-26 Mei 2002, bersama bintang film Hollywood Sharon Stone
(BASIC INSTINCT), Michele Yeoh (James Bond: TOMORROW
NEVER DIES) dan sutradara David Lynch selaku ketua dewan juri saat
itu. Christine juga menerima penghargaan Nikkei Asia Prizes di bidang
kebudayaan dari koran Jepang, Nikkei Shimbun. Penghargaan nasional
yang diterimanya antara lain delapan kali menerima Piala Citra Pemeran
Wanita Terbaik, Satyalancana Wira Karya dan Bintang Budaya Parama
Dharma. Bersama aktor Ferry Salim, ia menjadi duta UNICEF, yaitu
organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam bidang
pendidikan. Tak pernah bermain karakter antagonis, bukan berarti tak
mau bermain karakter tersebut, namun Christine hanya mencari karakter
yang pas.Di mana karakter antagonis yang tak berlebihan dan tetap
memiliki sisi baik. Di film JAMILA DAN SANG PRESIDEN, Christine
berperan sebagai karakter antagonis yaitu sebagai sipir penjara.
Kepedulian Christine terhadap warisan bangsa memang tak perlu
diragukan.Hal ini terlihat dari usahanya untuk mengangkat olah raga
pencak silat ke layar lebar. Seperti pada film MERANTAU yang turut ia
bintangi. Bahkan film ini akan diputar pada Festival Film Cannes.
54
Christine Hakim adalah orang Indonesia pertama yang pernah menjadi
juri dalam Festival Film Cannes dan aktris Indonesia pertama yang
berperan di film Hollywood EAT PRAY LOVE, bersama Julia Robert
di Bali.6
6http://uniqpost.com/profil/christine-hakim/ Rabu, 15 Oktober 2014, pkl 14.09
55
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Objek Semiotik dalam Film Eat, Pray, Love
Eat, Pray, Love film yang didasari dari novel yang merupakan kisah
nyata dari sang penulis novel Elizabeth Gilbert. Film ini menjelaskan makna
yang tersirat dari setiap kata yang didasari dari pengalaman penulis novel
tersebut. Eat yang dalam bahasa Indonesia berarti makan, dimaknai oleh Liz
sebagai kebebasannya untuk menikmati segala makanan yang di inginkan
semua orang tanpa memikirkan apapun. Liz memilih Negara Itali sebagai
awal dimulai perjalanannya. Itali merupakan Negara yang terkenal dengan
makanan yang sangat menggiurkan bagi semua orang khususnya orang-orang
Barat. Liz memilih Itali karena dia ingin berkuliner menjelajah semua
makanan yang ada disana, sampai berat badannya naik.
Pray atau berdoa adalah perjalanan kedua yang dilalui oleh Liz. India
adalah pilihan Negara kedua bagi Liz. Tujuan liz ke India adalah untuk
mencoba berkomunikasi dengan Tuhan melalui meditasi. Meditasi
merupakan suatu ritual yang dijalankan oleh agama tertentu seperti Hindu.
Meditasi biasanya dilakukan dengan cara mengosongkan pikiran kita dengan
berfikir secara positif dan berlapang. Hal ini dilakukan Liz agar dia tidak
digerumuni perasaan bersalah akibat menuntut cerai suaminya. Liz mencoba
untuk menghilangkan rasa bersalahnya dengan cara bermeditasi atau
berkomunikasi dengan Tuhan.
56
Perjalanan Liz diakhiri dengan berkunjung ke Negara Indonesia, Bali.
Di bali Liz bertemu dengan seorang kakek tua bernama Ketut Liyer.
Sebelumnya Liz sudah pernah datang ke Bali dan bertemu Ketut Liyer. Ketut
Liyer meramalkan Liz akan datang kembali ke Bali dan bertemu ketut.
Kemudian selain bertemu dengan Ketut Liyer, Liz juga bertemu dengan
seorang janda bernama Wayan. Di bali Liz ingin mendapatkan keseimbangan
hidup.
Dalam film ini terdapat beberapa pesan atau makna yang dapat
dijadikan pelajaran bagi para penontonnya. Disini peneliti ingin
menyampaikan bagaimana cara Liz berkomunikasi dengan orang-orang yang
ada di tiga Negara yang sangat berbeda bahasa serta budaya. Terdapat
beberapa adegan yang berkenaan langsung dengan isi penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti ingin menjelaskan unsur-unsur komunikasi
antarabudaya yang terdapat dalam film ini.
Berbicara tentang film, bisa dipastikan hampir setiap film
menunjukkan tanda yang mengacu kepada suatu hal. Yang lebih identik
menggambarkan sesuatu di luar interpretasi dari film tersebut. Peneliti
mencoba mendeskripsikan dan menjabarkan alur film Eat, Pray, Love dengan
komponen analisis film dan unsur semiotika.
Sebelum menganalisis tentang unsur-unsur komunikasi antarbudaya
yang terdapat dalam film ini, berikut ini peneliti akan memaparkan
komponen-komponen naratif yang dapat dijadikan acuan dalam memahami
adegan-adegan berdasarkan unsur naratif film.
57
1. Tokoh
Tokoh pada film ini terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu.
Tokoh utama dalam film ini adalah Julia Roberts. Julia Roberts berperan
sebagai Elizabeth Gilberts. Dalam film ini Julia memerankan sifat Liz
yang sedang bingung, sedih, serta resah. Julia memerankan tokoh Liz
sangat menghayati sehingga cerita yang disuguhkan terlihat nyata. Dalam
film ini ada banyak tokoh protagonis. Seperti di Itali dia bertemu dengan
Sofi, yang di perankan oleh Tuva Novotny. Sofi membantu Liz
menemukan guru les bahasa Itali selama dia berada disana. Kemudian
Richard yang berada di India, diperankan oleh Richard Jenkins. Richard
membantu Liz dalam menyelesaikan masalah dalam dirinya sendiri.
Terakhir di Bali ada Ketut Liyer yang diperankan oleh Hadi Subiyanto.
Ketut Liyer adalah seorang peramal dan seorang ahli pengobatan
tradisional.
2. Lokasi
Lokasi utama pada adegan-adegan ini ada 4 Negara, yaitu New
York, Itali, India, dan Indonesia. Keempat lokasi ini memiliki hubungan
penting dalam film ini. Selain itu setting dari keempat tempat ini
merupakan tempat yang memang menjadi sejarah bagi Elizabeth Gilbert
dalam pencarian hidup barunya.
3. Waktu
Waktu yang digunakan dalam film ini adalah, pagi ketika Liz tdi
India dia harus bangun pagi untuk mengikuti meditasi bersama-sama.
58
Kemudian, siang hari seperti ketika Liz di Itali dia berjalan-jalan
mengelilingi Itali. Kemudian malam hari, seperti ketika Liz di Bali yang
menghadiri acara para pendatang bule yang berkumpul dalam sebuah
pesta pantai. Karena cerita ini berdasarkan kisah nyata, maka sutradara
film menggarap film ini agar benar-benar terlihat seperti nyata, dan para
penontonnya terbawa masuk kedalam cerita.
4. Kepribadian
Kepribadian dari Elizabeth menjadi objek utama dalam penelitian
ini. Baik dari segi perkataan atau perbuatan yang menunjukkan cara dia
berkomunikasi di dalam ketiga Negara yang dia jelajahi. Banyak pesan
langsung maupun tidak langsung yang terlihat dari perilaku dan
perkataan Liz. Seperti contohnya ketika Liz membantu Tulsi untuk
mempercayai suaminya yang dipertemukan melalui perjodohan sesuai
dengan adat istiadat orang India.1 Dan masih banyak lagi perilaku dan
perkataan dari Liz yang mencerminkan kepribadiannya dalam beberapa
adegan yang diteliti.
B. Pengantar Adegan dalam Film
Sebelum masuk ke dalam inti penelitian, peneliti ingin memberi
pengantar agar lebih mudah dalam memahami adegan-adegan yang diteliti.
Mise en scene dalam film ini adalah contoh yang nyata adalah pada simbol
perilaku. Elizabeth Gilbert adalah seorang penulis novel, esai, cerita pendek,
biografi dan memoar Amerika Serikat. Dia semakin dikenal berkat novelnya
1 Terdapat pada durasi 01:25:10
59
Eat, Pray, Love, yang berisi tentang kisah nyatanya. Sejak desember 2010
novelnya tetap bertahan selama 199 pekan di dalam daftar buku terlaris New
York Times dan di buat menjadi film dengan judul yang sama pada tahun
2010.
Diceritakan bahwa Elizabeth Gilbert, seorang penulis berusia 31 tahun
merasa bahwa kehidupan ibu rumah tangga bukanlah hidup yang ia ingin
jalankan. Setelah melalui pertengkaran dan depresi, Elizabeth akhirnya
bercerai. Ia lantas memutuskan melakukan perjalanan keliling dunia untuk
mencari jati diri dan penyembuhan batin. Tiga tahun kemudian dalam usia
yang masih relatif muda untuk menjadi janda, 34 tahun, Elizabeth memilih
tiga negara di tiga benua, yaitu Italia, India, dan Indonesia sebagai tujuan
perjalanannya.
Pertama, Elizabeth pergi ke Roma, Itali untuk mendapatkan
kesenangan hati dengan cara berkuliner. Dengan teman-teman Italia
kenalannya, Elizabeth menikmati makanan-makanan Italia yang terkenal
sedap sampai puas. Di Roma ia berusaha melupakan pengalaman buruk
perkawinannya dan hal-hal sentimental lainnya. Yang ia kerjakan hanya
bersenang-senang. Pergi ke restoran-restoran yang berbeda-beda setiap hari,
dan berjalan-jalan menjelajahi Itali.
Setelah empat bulan di Italia, Elizabeth memutuskan untuk pergi ke
India Disana ia mengunjungi sebuah Ashram (sebuah kuil Hindu lengkap
dengan asrama) yang terletak di luar kota Mumbai untuk belajar spiritual
dengan seorang guru kenamaan. Bertolak belakang dengan perjalanan dan
60
pengalamannya di Italia, di India Elizabeth sama sekali tidak ingin
memikirkan dan melakukan hal-hal duniawi. Tujuannya di Ashram hanya
untuk mencari ketenangan spiritual dan mendekatkan diri dengan Tuhan.
Setiap hari dia beryoga, sembahyang, meditasi dan membantu membersihkan
Ashram bersama murid-murid lain.
Setelah dari India, Elizabeth pergi ke Indonesia atau tepatnya Bali. Di
Bali ia berniat menemukan sebuah keseimbangan hidup antara duniawi dan
spiritual. Walaupun sebelumnya Elizabeth pernah mengunjungi Bali, wanita
humoris ini masih belum mengenal budaya Bali dan sama sekali tidak bisa
berbahasa Indonesia. Kemudian ia bertemu dengan seorang guru spiritual
Hindu bernama Pak Ketut Liyer. Elizabeth bercerita tentang perkawinannya
serta perjalanannya keliling dunia. Ketut Liyer menjelaskan bahwa jika ingin
meditasi, sembahyang, dan mendekatkan diri dengan Tuhan tidak harus
melelahkan dan bertele-tele seperti itu. Ia mengajari Elizabeth cara
mendekatkan diri dengan Tuhan yang baik dan mudah, hanyalah kurang lebih
15 menit sampai 30 menit dalam sehari. Yakni saat bangun tidur di pagi hari
dan malam sebelum tidur serta dengan tersenyum dari hati, pikiran, sampai
mulut.
Di Bali pula Elizabeth menemukan cinta sejatinya, Felipe seorang pria
asal Brasil yang sudah lama tinggal di Bali. Dengan Felipe, Elizabeth belajar
tentang seluk-beluk Bali dan budaya Indonesia lebih dalam, berpesta dan
bersosialisasi dengan teman-teman pekerja dan pengusaha asing di Bali. Ia
juga belajar dari Felipe tentang cinta dan hidup damai di Bali.
61
Efek yang muncul dari serangkaian perpaduan mise en adegan adalah
perwujudan dari serangkaian perilaku dan perkataan Elizabeth yang
memperlihatkan kepribadiannya. Dan juga pemeran yang interpretatif
membangun sebuah narasi yang realistis.
Sistem makna yang diperlihatkan adalah pendekatan denotasi dan
konotasi. Dalam adegan denotasi yang muncul adalah member gambar dewa,
membaca kamus, mengunakan tangan sebagai cara berkomunikasi orang Itali,
name tag silence, pakaian yang digunakan, kitab yang dibaca ketika
bermeditasi, serta obat tradisional. Dan penjelasan makna denotasi dan
konotasi pada film akan dijelaskan selanjutnya.
Pembangunan mise en adegan ini dilakukan dengan teknik tertentu.
Pada adegan-adegan di atas, sepertinya sutradara memfokuskan pada aspek
perilaku, setting dan pemain. Aspek perilaku Elizabeth merupakan yang
menonjol di sini. Pemilihan kapan harus berperilaku juga tidak sembarangan,
disesuaikan dengan momen agar pesan sampai kepada penonton. Setting yang
begitu kuat yaitu di ketiga Negara juga dipilih sutradara dengan cermat.
Dengan keempat setting ini, aspek realitas dari film ini juga sampai kepada
penonton. Begitu pun dengan pemain. Pemain dalam film ini sudah
mengalami seleksi materi dan non materi. Dari segi materi yaitu hubungannya
dengan penampilan fisik. Non materi biasanya berhubungan dengan karakter
yang melekat pada pemain.
Tujuan dari sutradara film ini adalah ingin memperlihatkan Elizabeth
dengan tingkah laku, perkataan serta norma-norma kesopanan dan rasa saling
62
tolong menolong. Dan cara Elizabeth berkomunikasi dengan orang-orang
disekitarnya selama berada di tiga Negara yang berbeda.
Pada film ini, unsur editing lebih didominasi dalam bentuk cut. Yaitu
perpindahan antara satu shot dengan shot lainnya. Pada film ini tidak terlalu
banyak unsur cut, film ini sangat mengikuti alur sehingga unsur cut sulit
untuk diteliti.
Genre film ini adalah Drama. Dimana sutradara membuat film terlihat
sangat nyata sekali, agar penonton ikut terbawa kedalam cerita yang
ditampilkan.
1. Semiotika dalam Film Eat, Pray, Love
Tanda-tanda dapat dilihat dalam adegan ini dari sesuatu yang
menonjol dan ditampilkan secara alamiah memiliki maksud tertentu.
Akan tetapi, tanda-tanda tersebut merupakan hasil representasi yang
membutuhkan pengetahuan kejadian yang terjadi pada adegan ini.
Pada penelitian ini, peneliti mencoba mencari unsur tanda tersebut
pada adegan-adegan yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya
dengan langkah awal yaitu mengelompokkan tanda-tanda tersebut ke
dalam makna denotasi, konotasi, dan mitos. Pemilihan ketiga makna
tersebut diperoleh dari beberapa objek yang bisa dilihat, didengar, dan
dirasakan. Pada film ini, kedua makna tersebut hanya dipilih berdasarkan
pada tingkat keterkaitannya dengan tujuan penelitian. Adapun makna
denotasi, konotasi, dan mitos dalam film Eat, Pray, Love pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
63
a. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos dalam Film Eat, Pray, Love
Sebelum melanjutkan penelitian mengenai unsur-unsur
komunikasi antarbudaya dalam film ini, peneliti akan menjelaskan
makna denotasi, konotasi, dan mitos pada film Eat, Pray, Love. Agar
lebih mudah dicerna dan dipahami peneliti akan menjelaskan dengan
menggunakan tabel.
Tabel 5
Analisis Tanda Denotasi, Konotasi, dan Mitos
Gambar & Durasi Makna
Denotasi
Makna Konotasi
Durasi 03:15
Dewa Ketut Liyer
memberikan gambar
ini sebagai penuntun
jalan bagi Liz, setelah
Ketut Liyer meramal
Liz.
Dewa merupakan sesuatu
yang dipuja sesuai
dengan kepercayaan yang
dianut.
Durasi 33:15
Digunakan Liz ketika
sedang berada di Itali
untuk
memudahkannya
berkomunikasi selama
berada disana.
Kamus yaitu berupa buku
yang berisi daftar
kosakata suatu bahasa di
dalam suatu Negara
secara lengkap, tersusun
secara alfabet, dan diberi
penjelasan serta contoh
pemakaiannya bila perlu.
Durasi 43:46
Tangan Liz dan teman-teman
yang berada di Itali
sedang menirukan
gaya orang-orang Itali
menggunakan tangan
sebagai simbol dalam
berkomunikasi.
Orang Itali lebih sering
berkomunikasi dengan
menggunakan tangan.
Durasi 01:06:12
Name Tag
bertuliskan
I am
Silence.
Corella dan Liz
sedang melakukan
ritual meditasi dengan
cara Silence.
Silence adalah salah satu
cara meditasi dengan
melakukan kebisuan
gunanya untuk melatih
mental dan kesabaran
seseorang.
64
Durasi 01:20:30
Kitab Liz sedang membaca
kitab saat sedang
mengikuti meditasi di
India
Kitab merupakan buku
utama yang berhubungan
dengan agama, ilmu
pengetahuan, atau Tuhan.
Durasi 01:40:55
Ketut Liyer
memberikan kitab
manteranya kepada
Liz untuk dirapikan
penulisannya.
Durasi 02:09:23
Liz memberikan
hadiah terakhir kepada
Ketut Liyer sebuah
kitab berisi mantera-
mantera milik
peninggalan kakek
Ketut yang sudah
dirapihkan oleh Liz.
Durasi 01:25:22
Baju Ketika di India Liz
menggunakan kain
sari saat menghadiri
pernikahan Tulsi.
Baju adalah pakaian yang
digunakan untuk
menutup badan. Biasanya
setiap Negara dan budaya
memiliki baju khas
tersendiri yang
mencerminkan Negara
atau budaya tersebut.
Durasi 01:38:38
Saat Liz kembali ke
Bali, dia
menggunakan baju
batik sebagai simbol
Negara Indonesia.
Durasi 01:38:54
Obat
Tradisional
Ketut Liyer
membacakan beberapa
mantera dan
memberikan setetes
obat kepada anak
balita yang sedang
tumbuh gigi.
Wayan membuatkan
jamu untuk Liz.
Obat Tradisional
merupakan obat
penghilang atau pereda
rasa sakit dengan bahan-
bahan yang terbuat dari
berbagi dedaunan serta
biji-bijian yang diramu
atau dirajik sendiri secara
turun-temurun.
65
Durasi 01:54:54
Buah-
buahan
Buah Rambutan dan
buah Durian.
Beraneka ragam buah-
buahan yang terdapat di
Indonesia.
Durasi 01:56:07
Pura Pura merupakan
tempat beribadah bagi
orang yang beragama
Hindu
Pura ini dinamakan
sebagai Pura Melanting
yang berarti Kuil
Kemakmuran
2. Unsur-unsur Komunikasi AntarBudaya dalam Film Eat, Pray, Love
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik
lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Secara umum dipercaya
bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara
mereka mempersepsikan dunia yang sedemikian rupa pula. Komunikasi
antarbudaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam
mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Suatu prinsip penting
dalam pendapat ini adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi
sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan persepsi.2
Pada pemahaman keterpaduan hubungan antara persepsi dengan
unsur-unsur budaya dalam berkomunikasi. Unsur-unsur budaya ini bagai
suatu stereo, setiap unsur budaya berfungsi saling berhubungan dengan saling
2 Dr. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosda,
2006) hal 25
66
membutuhkan antara satu unsur dengan lainnya. Komunikasi antarbudaya
dipahami dengan perbedaan budaya mempersepsikan dunia, manusia, dan
peristiwa. Perlu dipahami betul bahwa masalah-masalah yang timbul dalam
komunikasi dan berkomunikasi bersumber dari perbedaan-perbedaan
persepsi. Oleh karena itu perlu dipahami betul apa dan bagaimana kerangka
persepsi orang lain tentang pemilihan, penilaian, dan tindakannya terhadap
dunia, manusia, dan peristiwa dari lingkungan eksternal. Dalam komunikasi
antarbudaya diupayakan banyak persamaan pengalaman dan persepsinya
sungguh pun ciri kebudayaan itu sendiri banyak menimbulkan perbedaan
dalam pengalaman dan persepsi.3
Dalam analisis ini penulis menemukan perbedaan persepsi pada
durasi 01:10:39 sampai durasi 01:26:34, disini terjadi perbedaan persepsi
antara Richard dan Liz. Ketika di India Liz merasa tidak nyaman dan tidak
bisa berkonsentrasi dengan meditasinya. Mengetahui Liz memiliki masalah
yang cukup besar, Richard mencoba membantu Liz tetapi sepertinya Richard
salah mengambil jalan maksud niatnya ingin membantu tetapi malah jadi
berdebat dengan Liz. Dalam ilmu sosial-budaya, mempunyai tiga unsur yang
mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang kita
bangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. sistem-sistem kepercayaan (believe), nilai (value), sikap (attitude),
2. pandangan dunia (world view), dan
3. organisasi sosial (social organization).
3 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi AntarBudaya, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 1995), hal 58
67
Ketika ketiga unsur utama ini mempengaruhi persepsi kita dan makna
yang kita bangun dalam persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-
aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif.4
Disini penulis akan mengkolaborasikan tentang unsur-unsur
komunikasi antarbudaya dalam setiap potongan gambar adegan yang
memperlihatkan komponen-komponen dari masing-masing unsur-unsur
komunikasi antarbudaya. Unsur-unsur tersebut secara langsung sangat
mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya
menentukan tingkah laku komunikasi. Unsur-unsur komunikasi antarbudaya
membentuk suatu keterpaduan hubungan persepsi yang saling berkaitan dan
membutuhkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini
penulis menyusunnya dengan menggunakan sistem tabel.
4 Dr. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosda,
2006) hal 29
68
Gambar 3. Analisis potongan scene terhadap unsur-unsur
komunikasi antarbudaya
1. Sistem-sistem Kepercayaan (Believe), Pandangan Dunia (World View),
dan Organisasi Sosial (Social Organization).
Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap Potongan Scene
Sistem kepercayaan
69
Sistem Nilai
Sistem Sikap
Sistem kepercayaan adalah semakin pasti kita dalam kepercayaan kita,
semakin besar pulalah intensitas kepercayaan tersebut. Dalam film ini, penulis
menemukan sistem kepercayaan yang berhubungan dengan potongan scene
pada durasi ke 01:37:11 sampai 01:37:24. Dalam adegan tersebut
menyampaikan bahwa sebenarnya Tuhan ada didalam diri kita. Walaupun kita
70
cari kemana-mana, kalau kita tidak yakin maka kita akan selalu tersesat. Jadi
pada intinya kita harus meyakini apa yang akan kita lakukan dan pikirkan
sebelum memulai untuk bertindak.
Sistem nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan,
nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif meliputi kualitas-kualitas seperti
kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan
kesenangan. Dalam film ini, sistem nilai pada unsur komunikasi antarbudaya
terdapat pada durasi 36:59 dan 41:02. Pada scene ini terlihat Elizabeth sangat
menikmati perjalanannya di Itali.
Sistem sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun
lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap kita, kesepian
kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita.5 Pada durasi 01:09:37 dan
01:12:24 pada film ini, memperlihatkan ketika Elizabeth sulit untuk mengikuti
kebiasaan orang india saat menjalankan ritual meditasi.
5 Dr. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosda,
2006) hal 29
71
Gambar 4. Analisis potongan scene terhadap unsur-unsur komunikasi
antarbudaya
2. Pandangan Dunia (World View)
Unsur Komunikasi AntarBudaya Potongan Scene
Pandangan Dunia (World View)
Durasi 43:46
Durasi 43:58
Durasi 44:05
Durasi 44:13
Durasi 01:25:22
Durasi 01:38:38
72
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal
seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-masalah
filosofi lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk. Pendangan dunia
membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam
semesta. Isu-isi pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan
paling mendasar dari suatu budaya. Pandangan dunia sangat mempengaruhi
budaya. Efeknya seringkali tak terlihat dalam hal-hal yang tampak nyata dan
remeh seperti pakaian isyarat, dan perbendaharaan kata.6 Dalam gambar
diatas, dijelaskan bahwa Elizabeth mempelajari bagaimana cara orang-orang
di Itali berkomunikasi. Budaya orang Itali dalam berkomunikasi adalah
dengan menggunakan gerakkan tangan, setiap gerakan tanga memiliki makna
atau arti tersendiri. Kemudia pada durasi ke 01:25:22 dan 01:38:38
memperlihatkan bahwa Liz mengenakan baju khas India dan juga
mengenakan baju simbol Negara Indonesia yaitu batik. Dalam hal ini Liz
sebagai mahkluk sosial memiliki sifat sopan dan satun serta mentaati tata
tertib dimanapun dia berada.
6 Ibid, hal 29
73
Gambar 4. Analisis potongan scene terhadap unsur-unsur komunikasi
antarbudaya
3. Organisasi Sosial (Organization Social)
Unsur Komunikasi
AntarBudaya
Potongan Scene
Organisasi Sosial (Organization
Social)
74
75
76
77
78
Organisasi sosial memiliki dua unit yang dominan dalam suatu
budaya, yang pertama adalah keluarga. Meskipun organisasi sosial terkecil
dalam suatu budaya, namun keluarga mempunyai pengaruh yang sangat
penting. Keluargalah yang paling berperan dalam mengembangkan anak
selama periode-periode formatif dalam hidup. Keluarga memberikan banyak
pengaruh budaya kepada anak, bahkan sejak pembentukkan sikap
79
pertamanya. Dalam gambar diatas terlihat bahwa Liz sedang merayakan Hari
Kasih Sayang dengan keluarganya yang berada di Itali. Kemudian pada
gambar selanjutnya Liz sedang meng-email teman-temannya yang berada di
New York agar membantu memeberikan donasi kepada Wayan agar wayan
bisa membangun rumahnya sendiri. Ada beberapa petikan dialog yang
memiliki makna yang bagus.
Pada durasi 02:07:44
“kelompok kecil di Bali ini menjadi keluargaku, dan kita harus menjaga
keluarga kita diamnpun itu”.
Pada durasi 02:08:06
“saat aku di Itali, aku mempelajari satu kata “Tutti” yang artinya “Semua
Orang”. Jadi saat kamu mau membantu dirimu sendiri, kadang kamu malah
membantu Tutti”.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Untuk menyimpulkan hasil penelitian pada skripsi ini, peneliti
mengacu pada fokus permasalahan yang ada. Dengan melihat berbagai
pendekatan teori terhadap objek penelitian, maka kesimpulan peneliti terhadap
masalah tersebut sebagai berikut:
1. Makna tanda denotasi, konotasi, dan mitos yang terdapat pada film Eat,
Pray, Love adalah gambar dewa yang diberikan Ketut Liyer kepada Liz,
kamus yang digunakan Liz sebagai pegangan saat ia pergi ke Itali, simbol
pergerakan tangan sebagai cara berkomunikasi orang Itali, Silence
merupakan ritual meditasi kebisuan bagi orang India, baju atau pakaian
yang dikenakan Liz ketika berada di India dan Bali, Liz sangat
menyesuaikan pakaiannya ketika ia berada di India dan Indonesia.
Kemudian kitab, lalu obat tradisional yang digunakan Ketut Liyer dan
Wayan sebagai obat Herbal yang diracik atau diramu sendiriuntuk
menyembuhkan orang sakit.
2. Unsur-unsur komunikasi antarbudaya yang terdapat pada film Eat, Pray,
Love adalah:
a. Sistem kepercayaan, nilai, dan sikap
Terdapat beberapa adegan pada unsur ini, yaitu:
Sistem kepercayaan: adegan yang mengandung sistem ini terdapat
pada durasi 01:35:52 sampai dengan 01:37:24. Pada durasi
81
tersebut menceritakan bahwa Elizabeth telah tersadar dari
kesulitannya dalam melaksanakan ritual meditasi guna
mendekatkan diri kepada Tuhan. Liz telah meyakini bahwa Tuhan
itu tidak dicari melainkan Tuhan itu ada dalam diri kita sendiri,
tinggal bagaimana kita mempercayai dan memahaminya. Dalam
hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an Surat Ali Imron, ayat 1931:
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan)
yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada
Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-
kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
banyak berbakti” ( QS. Ali „Imron: 193).
Sistem nilai: pada sistem ini film Eat, Pray, Love mengemasnya
dalam adegan ketika Liz berada di itali. Pada durasi 36:59 dan
43:02, pada durasi ini Liz memperlihatkan bahwa dia sangat
menikmati perjalanannya di itali.
Sistem Sikap: pada sistem ini, terdapat di durasi ke 01:09:37 dan
01:12:10. Pada durasi ini menceritakan bahwa Liz sedang berada
di masa sulitnya dalam melakukan ritual meditasi.
b. Pandangan Dunia (World View)
Pada sistem unsur ini, film Eat, Pray, Love memasukkannya
kedalam adegan bagaimana Elizabeth mempelajari cara orang-orang di
1 Azharuddin Sahil, Indeks Al-Quran Panduan Mencari Ayat Al-Quran
Berdasarkan Kata Dasarnya, (Bandung: Mizan, 1995), hal, 484
82
Itali berkomunikasi. Budaya orang Itali dalam berkomunikasi adalah
dengan menggunakan gerakkan tangan, setiap gerakan tanga memiliki
makna atau arti tersendiri. Kemudia pada durasi ke 01:25:22 dan
01:38:38 memperlihatkan bahwa Liz mengenakan baju khas India dan
juga mengenakan baju simbol Negara Indonesia yaitu batik. Dalam hal
ini Liz sebagai mahkluk sosial memiliki sifat sopan dan satun serta
mentaati tata tertib dimanapun dia berada.
c. Organisasi Sosial (Social Organization)
Keluarga memberikan banyak pengaruh budaya kepada anak,
bahkan sejak pembentukkan sikap pertamanya. Dalam unsur ini
diceritakan bahwa Liz sedang merayakan Hari Kasih Sayang dengan
keluarganya yang berada di Itali. Kemudian pada gambar selanjutnya
Liz sedang meng-email teman-temannya yang berada di New York
agar membantu memberikan donasi kepada Wayan agar wayan bisa
membangun rumahnya sendiri. Ada beberapa petikan dialog yang
memiliki makna yang bagus.
Pada durasi 02:07:44
“kelompok kecil di Bali ini menjadi keluargaku, dan kita harus
menjaga keluarga kita diamnpun itu”.
Pada durasi 02:08:06
“saat aku di Itali, aku mempelajari satu kata “Tutti” yang artinya
“Semua Orang”. Jadi saat kamu mau membantu dirimu sendiri,
kadang kamu malah membantu Tutti”.
83
Dalam Alquran dijelaskan bahwa sebagai manusia kita harus
menyayangi keluarga kita dan harus saling tolong menolong sesama
manusia. Sesuai dengan Dalil Al qur'an dalam firman Allah SWT pada
Surat Al-Maidah, ayat 22:
Artinya: "...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan" (QS. Al-Maidah: 2).
2 Ibid, hal 469
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. Prof. Ilmu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003
Taslim, Uray Noviandy. “Semiotika Perjuangan “Said Nur” Menulis Kitab
Risalah Nur dalam Film Nur Adam”. Skripsi S1, Jakarta: Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012
Utami, Ika Kurnia. “Semiotika Taubat dalam Film Mama Cake”. Skripsi S1,
Jakarta: Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
Kertapati, Ton. Dasar-dasar Publisistik. Jakarta: Bina Aksara, 1986
Biran, Misbach Yusa. Sejarah film 1900-1950: bikin film jawa. Jakarta:
Komunitas Bambu, 2009
Trianto, Teguh. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013
Baran, Stanleyn J. Pengantar Komunikasi Massa Melek Media & Budaya.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2012
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Putra Grafika, 2008
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Hormerian Pustaka, 2008)
Widagdo, M. Bayu. dan S, Winastwan Gora. Bikin Film Indie itu Mudah!.
Yogyakarta: C.V. Andy Offset, 2007
as-Suhaimi, Fawwaz bin Hulayyil. Begini Seharusnya Berdakwah. Jakarta:
Darul Haq, 2008
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Dakkwah. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2012
Bakti, Andi Faisal. Globalisasi: Dakwah Cerdas Era Globalisasi: Antara
Tantangan dan Harapan. Lecture at Palembang
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009
Thwaites, Tony. dan dkk. Introducing Cultural And Media Studies Sebuah
Pendekatan Semiotik. Yogyakarta: Jalasutra, 2011
pick, Suzana M. Cinema As Sign and Language, Christian Metz, Language and
Cinema, Translate by Donna Jean Umber-Sebeok, Mouton: The Hague
Paris, 1974. pp. 304
Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi AntarBudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007
Samovar, Larry A. Porter, Richard E. McDaniel, Edwin R. Komunikasi Lintas
Budaya. Jakarta: PT. Salemba Humanika, 2010
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. Komunikasi AntarBudaya
(Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya).
Bandung: PT. Remaja Rosda, 2006
Rumondor, Alex H. Materi Pokok Komunikasi AntarBudaya. Jakarta:
Universitas Terbuka, 1995
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT, RajaGrafindo
Persada, 2006
Badudu, J.S. dan Zain, Sutan Mohammad. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994
Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran Panduan Mencari Ayat Al-Quran
Berdasarkan Kata Dasarnya. Bandung: Mizan, 1995
Sumber Lain:
Film Eat, Pray, Love Diakses dari
http://sinthiasinor.blogdetik.com/2011/07/17/tentang-film/ pada pkl
13.45, hari Sabtu, 27 sep 2014
http://www.kapanlagi.com/hollywood/r/ryan_murphy/ Rabu, 15 Oktober 2014,
pkl 14.30
http://www.elizabethgilbert.com/ Rabu. 15 Oktober 2014, pkl 15.01
http://id.wikipedia.org/wiki/Eat_Pray_Love Rabu, 15 Oktober 2014, pkl 14.17
http://uniqpost.com/profil/christine-hakim/ Rabu, 15 Oktober 2014, pkl 14.09
LAMPIRAN
Lampiran 1
Cover DVD Film Eat, Pray, Love
Lampiran 2
Cover Novel Eat, Pray, Love
Lampiran 3
Official Facebook Film Eat, Pray, Love