Komodifikasi Syariah Dalam Perbankan Studi Kemunculan dan Pertumbuhan Bank Syariah: Studi Kasus PT. Bank Syariah
Mandiri
Aris Satya Nugraha
Program Sarjana Sosiologi, Universitas Indonesia Email:[email protected]
Abstrak
Didalam artikel bahasan yang di angkat adalah mengenai kebangkitan bank syariah di Indonesia. Hari ini banyak bank konvensional yang mulai membentuk bank syariah. Fenomena ini seakan menunjukkan jika Islam terlihat seakan masuk kedalam banyak bank konvensional. Dalam kajian sebelumnya, hal ini dilihat sebagai gerakan kapitalisme Islam. Kajian sebelumnya lainnya menyebutkan jika ini adalah Ekspresi keIslaman Muslim dalam sistem perbankan. Dalam tulisan ini, penulis melihat berbeda, kemunculan dari bank syariah ini penulis lihat sebagai suatu bentuk pengkomodifikasian simbol syariah Islam dalam sistem perbankan. Dalam tulisan ini pula, penulis melihat jika komodifikasi juga bisa terjadi akibat Islamisasi di Indonesia. Dengan pendekatan kualitatif, penulis ingin bercerita lebih tentang kemunculan bank syariah milik bank konvensional. Dalam kajian ini penulis ingin menjelaskan jika ada hubungan yang terlihat antara Islamisasi dan komodifikasi yang menyebabkan simbol Islam menjadi terkomodifikasi.
Abstract
This article examines the Syariah banking emergence in Indonesia. Many conventional bank in Indonesia today started to establish their own syariah bank. This phenomenon shown us if it looks like Islam is started to getting inside many conventional bank. The studies before tell us if this is an Islamic capitalism movement. Other study tell us if this is an Islamic expresion as a muslim in banking system. In other hand in this article researcher have a different perspective. In this study researcher look this emergence of syariah bank as a capitalist movement who commodification-ing symbol of syariah Islam in banking system. This article also see if this commodfification can be happened is because the Islamization in Indonesia. With qualitative approach in this study, researcher wants to tell more about this emergence of syariah bank from conventional bank. In this study researcher want to tell reader if there is a corelation between Islamization and commodification that makes Islamic symbol becoming commodified. Kata Kunci: Komodifikasi, Bank Syariah, Bank Konvensional, Islamisasi, Syariah
PENDAHULUAN
Semenjak kemunculannya di awal tahun 90-an, bank yang menggunakan sistem ekonomi syariah
berkembang dengan sangat pesat. Kelahiran bank dengan ekonomi syariah ini diawali dengan
terbentuknya ICMI yang kemudian mempengaruhi kebijakan pemerintah mengenai sistem ekonomi
(Muhammad, 2009). Semenjak saat itu terbentuklah badan keuangan yang berbasis sistem ekonomi Islam
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
pertama yaitu Bank Muammalat pada 1 November 1991 (Liddle, 1996). Semenjak berdirinya Bank
Muammalat, kemudian mulai juga bermunculan bank-bank konvensional lain yang juga menggunakan
sistem syariah. Hal ini akhirnya memberikan ruang untuk Islam di Indonesia untuk mulai menggunakan
sistem ekonomi Islam yang sebenarnya sudah golongan Islam upayakannya sejak awal tahun 1990-an.
Setelah era reformasi, perbankan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah semakin bertumbuh pesat, baik
yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah baru seperti Bank IFI Cabang
Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Divisi Syariah dan sejenisnya. Kemunculan ini menjadi suatu
ruang bergerak baru bagi Islam untuk menghidupkan Islam didalam ekonomi.
Tercatat sampai dengan tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah meningkat menjadi 3 Bank Umum Syariah (BUS), 15 Unit Usaha Syariah (UUS). Selain
itu terdapat juga bang yang melakukan transfigurasi dari bank umum konvesional menjadi Bank Umum
Syariah seperti Bank Syariah Mega Indonesia, dan juga 7 UUS dari bank umum konvensional lainnya.
Bank tersebut khususnya pada bank-bank pembangunan daerah yaitu Bank DKI, BPD Riau, Bank Niaga,
BPD KALSEL, BPD Sumut, BPD Aceh dan Bank Permata. Selain itu pemberian ijin operasional juga
diberikan kepada 5 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yaitu BPRS Situbondo, BPRS Tenggamus,
BPRS Buana Mitra Perwira, BPRS Artha Surya barokah dan BPRS Bhakti Sumekar
(http://www.bi.go.id)2. Pada November 2008 berdiri BUS keempat yaitu Bank Syariah BRI dan pada
Desember 2008 berdiri BUS kelima yaitu Bank Syariah Bukopin (http://www.bi.go.id). Sampai dengan
Desember 2008, sudah tercatat 5 Bank Umum Syariah, 27 UUS, dan 131 BPRS dengan total jaringan
kantor BUS, UUS, dan BPRS mencapai 951 kantor. Per Desember 2008, nilai aset perbankan syariah
disini telah mencapai Rp 49,55 trilyun. Per November 2008, aset perbankan syariah ini telah mencapai
2,05% dari total aset perbankan nasional, sedangkan aset BPRS mencapai 4,8% dari total aset BPR
nasional (Wibisono, 2009).
Di Indonesia hingga pada akhir 2012 terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah
dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dengan
jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar 25,31% sejak mulai dikembangkannya sistem
perbankan syariah di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun total aset industri perbankan syariah telah
meningkat sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79 triliun pada tahun 2000, menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir
tahun 2008. Laju pertumbuhan aset secara impresif tercatat tumbuh sebesar 46,3% per tahun. Untuk
periode 2007 sampai dengan 2008 sebelumnya, pertumbuhan yang mencapai rata-rata 36,2% pertahun di
1Lihat http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-‐dan-‐stabilitas/syariah/Pages/lpps2004.aspx (Diakses pada 5 Oktober 2014, 22.53 WIB) 2Lihat http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-‐dan-‐stabilitas/syariah/Pages/lpps2004.aspx (Diakses pada 5 Oktober 2014, 22.53 WIB)
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
industri perbankan syariah Indonesia bahkan lebih tinggi daripada laju pertumbuhan aset perbankan
syariah regional (Asia Tenggara) yang hanya berkisar 30% pertahun untuk periode yang sama. Kemudian
pertumbuhan ekonomi syariah pun juga menunjukan pertumbuhan yang impresif di bidang yang lebih
mikro. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, sampai akhir tahun 2011, unit koperasi secara umum berjumlah 187,598 unit dimana 71,365
unit diantaranya merupakan unit koperasi simpan pinjam, dan kurang lebih 5,500 unit diantaranya adalah
BMT (http://www.bi.go.id).3
Beberapa kajian mengenai ekonomi Islam sebelumnya memberikan beberapa pandangan
mengenai mengapa ekonomi berbasis syariah, dan termasuk didalamnya bank, ini sangat pesat
berkembang. Dari kajian-kajian tersebut, terdapat pandangan yang melihat jika berkembangnya bank
syariah merupakan islamisasi kapitalisme (Liddle, 1996 dan Hefner, 1998 dalam Fatahullah, 2008), ada
pula yang melihat ini merupakan gerakan dari kapitalisme Islam (Halabi 2001; Chapra, 2001; Wilis 2010),
ada pula yang melihat jika ini merupakan upaya kapitalisme untuk menjual produk bersimbol Islam
(Fealy, 2008 dan Pink, 2009). Sehingga dari beberapa pandangan awal tersebut terlihat jika ada tiga
pandangan mengenai perkembangan bank syariah. Kategori pandangan yang pertama menjelaskan jika
kemunculan dari ekonomi syariah merupakan kemunculan dari pergerakan Islam yang mengislamkan
kapitalisme, dalam kategori pandangan yang kedua melihat jika kemunculan ekonomi Islam merupakan
pergerakan dari semangat kapitalisme Islam sendiri, sedangkan dalam pandangan yang ketiga mereka
melihat ekonomi Islam merupakan suatu bentuk ekspresi keislaman.
Dalam kajian yang memberikan tiga pandangan mengenai ekonomi Islam yang berkembang
tersebut, ada hal yang penulis tidak sependapat.Pandangan yang ditawarkan tentang kapitalisme Islam dan
Islamisasi kapitalisme,pandangan tersebut menurut penulis tidak melihat ruang gerak ekonomi secara
lebih seksama. Jika dilihat lebih seksama, ruang gerak ekonomi yang besar dan berkembang merupakan
milik kapitalis. Komodifikasi merupakan salah satu cara jitu kapitalisme untuk menjerat calon
ekploitannya. Kapitalis yang sudah berkuasa, disini lebih mampu memanfaatkan kemampuannya untuk
mengkomodifikasi Islam. Didalam ruang geraknya manusia pun menjadi tidak berdaya karena mereka
lebih mengkonsumsi secara taken from granted ekonomi Islam. Kemudian mengenai pandangan tentang
ekspresi keislaman, apakah didalam ekspresi keIslaman tersebut masyarakat konsumen Islam ini
merupakan ciptaan kapitalis dan apakah mereka mengalami kehampaan dalam sifat konsumsi seperti yang
dikatakan? Jika dilihat ekonomi Islam yang berkembang dalam bentuk perbankan ini merupakan suatu
bentuk gerakan bank konvensional memperlebar sayapnya dengan memasuki pasar syariah dan 3Lihat di http://www.bi.go.id/id/perbankan/edukasi/Documents/99b0070d6f65481496d34a9ca4b0f7f0Perkembangan_Impresif_iB_Perbankan_Syariah.pdf (Diakses pada 5 Oktober 2014, 22.55 WIB)
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
menawarkan produk syariah yang lebih komersial atau versi kapitalis kepada konsumen. Disini penulis
mempertanyakan apakah ekonomi Islam yang muncul ini merupakan upaya komodifikasi Islam dengan
memanfaatkan peluang dari masyarakat Islam yang menginginkan produk ekonomi Syariah.
Dalam cara pandang penulis, dari review kajian sebelumnya bank konvensional dapat dilihat
sebagai salah satu perwujudan dari kapitalis. Apa yang dimaksudkan perwujudan adalah sebagai salah
satu bentuk atau cara kapitalis untuk menjalankan dan mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu penulis
melihat kemunculan bank syariah yang marak di ruang gerak ekonomi kuasa kapitalis ini merupakan
ciptaan kapitalis. Dalam hal ini bank syariah yang dimaksudkan adalah bank bentukan bank konvensional.
Dalam ruang gerak ekonomi kuasa kapitalis ini, artikel ini melihat jika bank konvensional memanfaatkan
simbol Islam dalam perbankan syariah. Disini simbol Islam digunakan didalam bank syariah ciptaan
konvensional mereka sebagai jaring untuk menangkap para konsumen Islam. Tetapi bagi konsumen Islam
yang terjaring, hal konsumsi dan ekpresi diri sebagai Islam itu merupakan hal yang sakral dan lebih
terlihat sebagai tindakan yang untuk menjadi seorang pemeluk Islam yang lebih Islami. Disini penulis
melihat jika ekspresi untuk menjadi Islam yang lebih Islami merupakan keluaran dari proses Islamisasi.
Perkembangan Islamisasi yang berjalan sejak tahun 90-an dalam perjalannya menjadikan pemeluk Islam
menjadi terpengaruh untuk hidup lebih Islami dengan memunculkan keIslaman dalam kesehariannya.
Karena di dalam pandangan Islam kehidupan manusia yang Islami hal ini merupakan upaya untuk
mematuhi perintah agamanya. Hal ini juga yang kemudian memberikan pemaknaan khusus bagi para
pemeluk Islam dalam konsumsi produk syariah. Keinginan ekspresi ini lah yang kemudian ditangkap dan
dimanfaatkan oleh bank konvensional untuk mendapatkan profit dengan menggunakan simbol Islam
dalam produk perbankannya. Disini penulis melihat bank syariah yang berkembang ini merupakan dari
hasil komodifikasi melalui komersialisasi simbol Islam dalam perbankan yang seakan terfasilitasi oleh
Islamisasi. Karenanya tulisan dari penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
komodifikasi melalui komersialisasi simbol Islam dalam perbankan syariah yang di miliki oleh bank
konvensional.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan tujuan, penelitian ini
termasuk dalam penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai
bagaimana fenomena komodifikasi simbol agama di bank syariah dan bertujuan untuk menggambarkan
mengenai proses gejala sosial tersebut. Berdasarkan dimensi manfaat penelitian ini merupakan penelitian
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
murni yang mana fokus peneliti ada pada logika dan rancangan peneliti yang dibuat oleh peneliti sendiri
berdasarkan akumulasi pengetahuan dari penelitian terkait sebelumnya. Penelitian ini merupakan
penelitian dasar dikarenakan penelitian ini berfokus pada menyangkal atau mendukung sebuah teori yang
menjelaskan bagaimana dunia sosial ini berjalan, apa yang menyebabkan sesuatu terjadi dan mengapa
masyarakat berubah. Dengan demikian, penelitian ini utamanya ditujukan kepada komunitas ilmiah
dengan harapan penelitian ini dapat menyumbang dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Jenis
penelitian dasar ini hanya bersifat menjelaskan bagaimana suatu fenomena sosial tertentu dapat terjadi,
namun tidak memberikan solusi atau pemecahan masalahnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah menggunakan wawancara mendalam kepada informan, pengumpulan data sekunder, dan
ditambahkan dengan literatur-literatur yang relevan dan mendukung penelitian ini. Informan dalam
penelitian ini adalah tiga nasabah bank syariah, dua pihak Bank Syariah Mandiri, dan satu ahli
ekonomi Islam. Dengan akses yang sudah di dapat peneliti dapat mendekati nasabah yang
dijadikan informan, namun untuk masuk kedalam pihak bank peneliti mendapatkan batasan
struktural. Batasan struktural ini menghambat peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih
segar. Meskipun pendekatan sudah dilakukan peneliti kemudian diarahkan oleh bank kepada
data-data sekunder dari publikasi milik bank syariah Mandiri. Disini dikarenakan posisi peneliti
yang hadir sebagai orang luar di bank Mandiri Syariah.
ISLAMISASI DAN KONTEKSNYA DI INDONESIA
Dalam tulisan ini konsep Islamisasi penulis definisikan sebagai pemanifestasian masif simbol
Islam kedalam dunia sosial kelompok atau Individu yang dimaknai sebagai perwujudan ide Islam(Pink,
2009; Feally, 2008; Wieringa, 2006; Houben, 2003). Cara memanifestasikan simbol Islam dilakukan
dengan skema berfikir yang dibentuk secara dua arah antara unsur manusia dan unsur ketuhanan. Simbol
ini menjadi pembeda bagi penggunanya dengan orang lain. Simbol Islam ini mewakili makna yang lebih
dalam dari agama ini. Didalam simbol-simbol Islam yang dimasifkan kedalam kehidupan, ada pula unsur
kesucian yang menjaga agar simbol tersebut tetap bermakna dalam.Didalam pemanifestasian ini simbol
Islam mewakili bagaimana agama itu merupakan hal sakral yang harus di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai penganut ajaran Islam. Dalam Islamisasi ini Islam menjadi memberikan arahan bagi
penganut agama ini dalam aspek mengenai panduan terhadap hal yang benar untuk di lakukan, pelekatan
makna benar, dan penggunaan hal-hal berlabel sesuai dengan panduan kebenaran Islam. Islamisasi
mendorong masyarakatnya untuk menjadikan Islam sebagai acuan keputusan mereka. Sederhananya,
disini Islamisasi mendorong umat Islam untuk menjadi lebih Islami. Dengan dorongan ini para muslim
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
muncul keinginan untuk melakukan hal-hal yang mencerminkan keIslaman ini dalam berekspresinya.
Salah satu contoh dari keinginan itupun muncul salah satunya didalam hal ekonomi yang mana praktik
ekonomi yang Islami adalah yang sesuai dengan syariah Islam. Salah satu praktik ekonomi Islami ini
adalah dengan menggunakan bank syariah.
Dalam Islamisasi di konteks Indonesia, proses Islamisasi di Indonesia memiliki tiga ragam (Salim,
2008). Bentuk yang pertama dalam Islamisasi di Indonesia adalah Islamisasi dalam hal politik. Dalam
Islamisasi politik di Indonesia, Islamisasi melahirkan partai-partai politik yang berbasiskan agama. Dengar
menggunakan politik, Islamisasi berupaya untuk mengslamkan negara atau menjadikan negara Islam.
Gereakan ini dilakukan golongan-golongan Islam yang membentuk persatuan-persatuan golongan Islam
baik politik dan bukan. Kemudian bentuk kedua adalah Islmisasi ideologi negara. Didalam Islamisasi
ideologi, Islam tidak ingin merubah Indonesia menjadi suatu negara Islam tetapi memasukkan unsur-unsur
ke Islaman seperti ide-ide kedalam ideologi negaranya. Disini Islam ingin meng Islamkan Indonesia tapi
tanpa merubah negaranya menjadi negara Islam. Didalamnya Islamisasi ini dilakukan oleh orang-orang
Islam yang bersatu dalam kelompok-kelompok dan berupaya masuk kedalam kelompok-kelompok lebih
berpengaruh di Indonesia. Kemudian, proses Islamisasi selanjutnya adalah Islamisasi dalam bentuk yang
berkaitan dengan identitas si tiap pemeluknya. Di era Islamisasi ini target dari Islamisasi adalah dengan
menjadikan orang-orang Islam agar menjadi lebih Islami. Didalam era sesudah orde baru, Islam memiliki
ruang baru untuk menjalankan syariah-syariah Islam. Sehingga Islam dengan simbol-simbolnya
dimunculkan dengan maksud untuk agar para pemeluknya menjadi lebih Islami. Hal ini dikarenakan, di
Islamisasi era ini para kelompok-kelompok muslim melihat jika masyarakat Islam masih belum Islami
(Salim, 2008).
Dalam prosesnya Islamisasi yang berhubungan dengan identitas ini memberikan arah ekspresi
Identitas bagi para pemeluknya. Arah ekspresi ini menjadikan mereka menggunakan Islam sebagai
panduan kebenaran dan mereka melekatkan simbol dari panduan kebenaran didalam kehidupannya. Hal
ini terlihat dari mulai diangkatnya hal-hal yang bernama syar’I atau syariah di ruang-ruang masyarakat.
Islamisasi ini menjadikan umati Islam memiliki keinginan untuk berekspresi diri dengan mengkonsumsi
hal-hal yang dianggap sesuai syariah. Dari situ maka turunlah produk atau jasa yang berbasis hukum
syariah yang diharapkan menjadi produk-produk yang Islami. Produk-produk Islami ini kemudian yang
digunakan para muslim untuk mengekspresikan keIslaman mereka
KOMODIFIKASI SIMBOL AGAMA ISLAM
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Komodifikasi Agama yang berangkat dari pemahaman klasik dapat dilihat sebagai suatu bentuk
komersialisasi simbol-simbol agama menjadi sebuat komoditas (Feally, 2008). Dalam konteks penelitian
ini Komodifikasi Agama Islam adalah bagaimana simbol-simbol didalam agama Islam yang mewakili
makna tertentu di komersialkan menjadi suatu komoditas. Simbol-simbol Islam sendiri muncul dalam
ragam bentuk seperti ustad, jilbab, dan juga bank syariah Islam. Feally (2008) kemudian lebih khusus
menjelaskan tentang istilah komodifikasi Islam. Menurut Feally komodifikasi agama Islam adalah bentuk
komersialisasi Islam dimana keimanan dan simbol-simbolnya menjadi hal yang dapat diperjualbelikan
untuk mendapatkan keuntungan. Didalam simbol agama Islam ini, tiap-tiap simbol tersebut mewakili
suatu makna khusus dan sakral dari agama ini. Berangkat dari pemaham yang di berikan Feally, disini
penggunaan simbol-simbol Islam untuk tujuan komersil ini menjadikan lunturnya makna khusus dan
sakral dari simbol-simbol Islam. Dengan lunturnya makna khusus dan sakral dari barang komoditas
bersimbol Islam ini, nilai-nilai ketabu-an dalam Islam menjadi diabaikan dan juga bisa hilang. Nilai-nilai
ketabuan yang dimaksudkan adalah simbol-simbol Islam ini mewakili suatu kepercayaan akan hal halal
dan haram bagi Islam. Sehingga komoditas simbol Islam yang di produksi dalam komodifikasi ini
menjadikan barang yang di produksi hanya menjadikan simbol Islam sebagai label untuk berjualan.
Komodifikasi agama Islam ini produk-produk yang dikeluarkan hanya menggunakan simbol Islam sebagai
nilai jual komersil namun tidak menjadikan Islam sebagai inti produk. Didalamnya ada aspek-aspek yang
berubah lalu kemudian menjadikan makna khusus dan sakral dari agama tersebut menjadi hilang.
Berangkat dari penjelasan Feally (2006) aspek-aspek tersebut adalah hal-hal yang mewakili dari agama
tersebut dalam bentuk aspek Identitas dari agama dan kesakralan identitas tersebut.
Dalam aspek identitas, simbol agama yang terdapat didalamnya merupakan perwakilan dari suatu
identitas tertentu (Rook, 1985). Dalam hal Islam disini, aspek Identitas adalah bagaimana Islam menjadi
suatu cara mengidentifikasi suatu barang yang merupakan barang representasi identitas Islam. Didalam
representasi itu, simbol identitas dalam fisik dari barang mewakili makna khusus dan sakral dari Islam.
Sehingga ketika penggunanya khususnya disini pengguan dengan agama Islam menggunakan barang
tersebut, identitas dari barang merupakan merupakan upaya pewujudan nilai khusus dan sakral dari Islam
dalam bentuk yang lebih material. Komodfikasi agama, menggunakan identitas tersebut dan
menjadikannya komersial. Dengan proses komersial tersebut nilai komersil menjadi lebih utama dan lebih
kuat yang menjadikan nilai asli dari identitas barang menjadi hilang. Disini simbol dari agama hanya
menjadi sebuah bungkus produk dari komoditas yang di produksi oleh komodifikasi agama.
Kemudian aspek kesakralan dari simbol agama tersebut. Simbol-simbol agama yang muncul
dalam bentuk material memiliki makna atau mewakili hal yang dianggap sakral. Didalam kesakralan
tersebut terdapat hal-hal terlarang yang harus di hindari dan hal-hal yang merupakan kewajiban yang
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
harus dilaksanakan agar kesakralan tersebut tetap terjaga. Didalam kesakralan terdapat aturan-aturan
dalam agama yang mengatur sehingga menjadikan suatu hal materil yang memuat simbol-simbol agama
menjadi sakral. Didalam kesakralan tersebut, bagi penggunanya terdapat ikatan yang emosional yang
menjadikan kesakralan itu dapat dirasakan oleh penggunanya. Komodifikasi agama disini menjadikan
kesakralan dari suatu barang yang bersimbol Islam menjadi hilang, dikarenakan komodifikasi melakukan
marketitsasi barang yang bersimbol agama yang menjadikan simplifikasi pesan religius dari kesakralan
tersebut. Simbol agama Islam dalam barang hanya menjadikan barang tersebut tidak lagi sakral dan hanya
menjadi barang dengan suatu jenis tertentu yang membedakan dengan barang lainnya.
Untuk menjadikan agama dan simbolnya sebagai suatu komoditas, kapitalis sebagai pihak yang
menjalankan pun disini berproses. Proses komodifikasi Agama disini adalah merubah suatu simbol dalam
agama menjadi komoditas yang mana berawal dari suatu komersialisasi. Proses komodifikasi ini terjadi
ketika pasar memberikan permintaan. Permintaan pasar sendiri muncul dari adanya konsumsi simbol
keagamaan dari para penggunanya (Rook, 1985). Dalam konsumsi simbol agama ini agama menjadi objek
konsumsi. Kemudian dengan permintaan konsumsi simbol keagamaan tersebut, kapitalis disini melihat
adanya peluang untuk masuk dan memanfaatkan agama beserta simbolnya untuk dijadikan komoditas.
Dengan skema berfikir pemaksimalan keuntungan, agama dijadikan suatu komoditas komersil.
Didalamnya proses komodifikasi yang dilakukan kapitalis ini, Agama dengan simbolnya yang tadinya
mewakili hal sakral menjadi suatu komoditi komersil. Hal ini karena bagi kapitalis barang yang di
produksi ini hanya sebagai suatu komoditi buka suatu barang dengan makna lebih dalam. Karenanya
keutamaan dari simbol Islam di barang tersebut tidak menjadi perhatian bagi kapitalis.
Bagi kapitalis, dalam pemenuhan keingan pasar adalah tentang kesesuaian wujud dari simbol
seperti apa yang di harapkan pasasr ada lekat dengan barangnya. Karenanya komoditas yang dibentuk
kapitalis ini dibentuk dengan keseuaian tempelan simbol agama, akan tetapi simbol agama yang di
produksi ini hanya sebagai tempelan komditi tidak sebagai suatu representasi aspek religius. Agama yang
dimunculkan melalui simbol dalam tampilan ini menjadi komoditi komersial ini memiliki nilai jual untuk
di beli di pasar oleh konsumennya. Disini kapitalis menyalurkannya kepada pasar yang memberikan
mereka permintaan yaitu para konsumen Islam yang mengkonsumsi simbol Islam ini. Didalam
konsumsinya, hal-hal yang dijadikan barang konsumsi para konsumen ini memang memiliki simbol-
simbol yang di sakralkan agama, namun dibalik simbol dari komoditias yang di produksi ini bagi
produsennya hanya sebagai komoditi.
BANK SYARIAH MANDIRI
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
PT Bank Syariah Mandiri atau disingkat BSM merupakan Bank yang lahir dari Bank Mandiri
konvensional yang melihat peluang dari UU No.10 tahun 1998 untuk melakukan dual banking sistem dan
peluang pasar di tahun 1998-1999. Disini kemudian Bank Mandiri membentuk tim Pengembangan
Perbankan Syariah untuk memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan konversi salah satu asetnya
yaitu PT Bank Susila Bakti dari Bank Konvensional menjadi Bank Syariah. Kemudian pada tanggal 8
September 1999, PT Bank Syariah Mandiri resmi berdiridan tercatat dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH,
No. 23. Kemudian dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/
KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999.PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin
tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. Kini Bank Syariah Mandiri berkantor pusat di
Wisma Mandiri I dan II, Jalan M.H. Thamrin 5 Jakarta. Kepemilikan Saham PT Bank Syariah Mandiri
terdiri dari dua pihak. Pihak pertama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dengan jumlah 231.648.712 lembar
saham (99,999999%) dan PT Mandiri Sekuritas sebanyak 1 lembar saham (0,000001%).
Dalam BSM pimpinan utama adalah Rapat Utama Pemegang Saham. Pemegang Saham dari Bank
Syariah Mandiri adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dengan jumlah 231.648.712 lembar saham
(99,999999%) dan PT Mandiri Sekuritas sebanyak 1 lembar saham (0,000001%). Kemudian di bawahnya
terdapat Direktur Utama sebagai pengatur dan pimpinan yang menjalankan kegiatan Bank. Mendampingi
Direktur ada Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah. Secara umum struktur organisasi Bank
Syariah Mandiri di bawahnya memilki struktur organisasi yang serupa dengan bank Konvensional. Namun
perbedaan utamanya adalah hadirnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi operasional BSM
secara independen. DPS ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), yang mana sebuah badan di
bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seluruh pedoman produk, jasa layanan dan operasional BSM
disini mendapatkan persetujuan DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah
Islam4.
Dikutip langsung dari laporan tahunan PT Bank Syariah Mandiri (BSM) 2013, BSM mencatatkan
pertumbuhan Aset sebesar Rp9,74 triliun atau 17,95%, semula sebesar Rp54,23 triliun di tahun 2012
menjadi Rp63,97 triliun di tahun 2013. Total penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar
Rp9,05 triliun atau 19,09%, semula Rp47,41 triliun di tahun 2012 menjadi 56,46 triliun di tahun 2013.
Penyaluran pembiayaan meningkat sebesar Rp5,71 triliun atau 12,75%, semula Rp44,76 triliun di tahun
2012 menjadi Rp50,46 triliun di tahun 2013. Ekuitas tumbuh sebesar Rp681 miliar atau 16,29%, semula
Rp4,18 triliun di tahun 2012 menjadi Rp4,86 triliun di tahun 2013.
4 Coba lihat http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-‐perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-‐pengawas-‐syariah/ (Diakses pada 01.10 WIB, 12 Maret 2015)
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Di dalam praktiknya BSM disini melakukan pengaturan-pengaturan dan penyesuaian bentuk
praktik banknya yang mengikuti aturan keseuaian syariah. Aturan-aturan tersebut mereka wujudkan dalam
penggunaan istilah-istilah bank syariah kedalam produk-produknya. Dengan mengunggulkan kesesuaian
itu BSM berupaya untuk mengejar target-target pasar yang mereka tentukan untuk tetap bersaing di pasar.
Bank yang berpraktik syariah seperti BSM ini memiliki target-target seperti mengejar pertumbuhan laba,
pertumbuhan aset, jumlah pembiyayaan, dan fee based income (Laporan Tahunan PT Bank Syariah
Mandiri, 2013). Secara tata kelola, BSM sendiri memiliki tata kelola yang tidak jauh berbeda dengan bank
konvensional. Hal itu dilihat dari laporan-laporan publikasi dalam laporan tahunan, laporan Good
Coorporate Governece, dan struktur hirarki milik BSM. Namun didalamnya BSM menambahkan DPS
sebagai salah satu bagian didalam bank syariah BSM. Fungsi DPS yang dilihat dari laporan menjalankan
uji-uji kesesuaian syariah dari cabang-cabang mandiri, kemudian memberikan opini dan masukan
terhadap produk syariah. Didalam laporannya Mandiri menjelaskan dengan seksama bagaimana DPS
memberikan nilai dan opini yang menjadikan produk syariah BSM bisa dilihat sebagai produk yang sesuai
syariah. Opini tersebut nantinya menjadi masukan bagi BSM apakan produk BSM sudah sesuai atau
belum dengan syariah Islam.
Didalam semangat BSM, syariah Islam memang dijadikan pegangan namun BSM
mengedepankan ide yang menurut BSM lebih universal dari syariah Islam. Hal ini karena BSM melihat
syariah dalam ekonomi Islam merupakan nilai universal, sehingga dengan nilai universal itu dianggap jika
bank syariah merupakan salah satu jenis tata kelola perbankan yang sebetulnya saama seperti lainnya
namun memiliki khas Islam. Disini jika dilihat dari penjelasan sebelumnya, nama syariah sendiri mewakili
makna khusus tentang agama dan bukan sekedar nilai universal. Ide bank syariah sendiri memiliki tujuan
yang lebih besar dari sekedar melakukan aktivitas ekonomi dalam perbankan yaitu untuk tujuan Ibadah.
EKSPRESI MUSLIM ISLAMI
Proses Islam menjadi panduan tentang bagaimana ekspresi muslim yang Islami dimulai dari
Islamisasi di Indonesia. Islamisasi di Indonesa memunculkan ragam keluaran seperti munculnya partai
politik Islam, penggunaan jilbab, dan juga penggunaan syariah Islam (Feally 2006 dan Salim 2008).
Periode perkembangan Islamisasi ini bisa dilihat menjadi tiga periode. Dalam penjelasan mereka
Islamisasi periode pertama berupaya untuk membentuk negara Islam. Islamisasi periode awal berupaya
menjadikan Indonesia sebagai suatu negara Islam yang berdiri dengan syariah Islam. Kemudian dalam
periode Islamisasi kedua, Islam berupaya menjadikan ideologi Islam menjadi ideologi negara. Disini
gerakan Islamisasi ini ingin memasukkan Islam kedalam ideologi negara tanpa merubah ideologi negara
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
yang sudah ada. Kemudian dalam periode ketiga, Islamisasi ingin menjadikan muslim di Indonesia
menjadi lebih Islami. Periode ketiga ini merupakan periode Islamisasi yang disebut sebagai Islamisasi
dalam era modern. Islamisasi era modern terjadi di akhir sampai sesudah masa Orde Baru (Salim, 2008).
Dalam Islamisasi era ini, Islamisasi lebih mengarahkan targetnya kepada orang Islam sendiri. Islamisasi
ini mengarahkan para muslim untuk hidup dengan lebih Islami. Dalam kehidupan yang lebih Islami, disini
Islamisasi mengarahkan agar muslim memunculkan keislaman dalam aspek-aspek kehidupan.
Dari arahan Islamisasi untuk menjadi orang Islam yang lebih Islami ini, maka tumbuhlah
permintaan untuk ekspresi Islam. Permintaan tersebut menginginkan munculnya simbol-simbol Islam
dalam barang-barang konsumsi. Hal ini kemudian yang menjadikan simbol-simbol Islam muncul untuk
dikonsumsi. Konsumsi ini dilakukan dengan penggunaan jilbab, preferensi partai politik Islami, kebutuhan
siraman rohani dalam bentuk cetak ataupun eletronik, dan juga keinginan untuk menggunakan bank yang
sesuai syariah Islam (Feally, 2006 dan Muzakki dalam Kitiarsa, 2008). Disini permintaan tersebut pun
ternyata memiliki pengaruh yang besar bagi pasar. Permintaan akan ruang ekspresi keIslaman untuk
menjadi orang Islam yang ingin lebih Islami ini membuka peluang baru karena masih kurangnya
produsen. Islamisasi memunculkan kenginginkan simbol-simbol Islam dalam konsumsi menjadi pasar
yang berkembang bagi pasar, jilbab, partai politik Islam, kebutuhan akan siraman rohani Islam dan
penggunaan bank syariah dan keinginan ini pun bertumbuh dan meningkat. Hal itu dilihat seperti
penggunaan jilbab yang semakin laku, kebutuhan siraman rohani melalui langganan dalam pesan singkat,
dan juga praktik-praktik ekonomi syariah seperti bank syariah (Feally, 2008). Didalam ekspresi Islami ini,
agama Islam dijadikan panduan yang mana hal yang benar adalah yang sesuai dengan Islam.
Dalam prosesnya, penggunaan jasa dari bank dengan simbol syariah ini lebih dari dari sekedar
fungsi bagi para informan di penelitian yang penulis lakukan. Bagi informan penggunaan bank bersimbol
syariah bagi mereka ini merupakan ekspresi sebagaimuslim yang lebih Islami. Bagi penggunanyaada
keberkahan yang dicari dan dosa untuk dihindari dalam penggunaan hal-hal yang bersyariah. Sehingga hal
ekspresi Islami ini juga memiliki arti yang berhubungan dengan hal kepatuhan kepada agama. Sebagai
muslim, nama syariah sendiri bisa dilihat jika memiliki arti yang lebih dalam bagi informan. Ekspresi
keislaman juga merupakan urusan dia si pengguna dengan Tuhannya. Sebagai seorang muslim, disini
syariah dimaknai para informan sebagai bentuk kepatuhan dia kepada agama. Bentuk kepatuhan ini salah
satunya direpresentasikan dengan menggunakan bank yang memuat simbol syariah. Hal ini serupa dengan
apa yang Ritzer jelaskan tentang makna dari simbol barang merepresentasikan diri si penggunanya
(Ritzer, 2004). Dalam proses perkembangan Islam di Indonesia, Islamisasi yang berproses dalam kajian
sebelumnya (Feally, 2006; Salim, 2008) menjadikan orang Islam di Indonesia semakin mendalami Islam
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
dan memasifkan Islam dalam kehidupannya. Dimasifkannya Islam ini ingin menjadikan muslim yang
lebih Islami.
Islamisasi mengantarkan umat Islam jika menjadi seorang muslim itu harus berupaya masuk
secara kaffah (Liddle,1996). Apa yang dimaksud kaffah disini adalah hidup dengan utuh atau penuh, atau
dapat dipahami dengan hidup secara Islami dalam berfikir, bertindak, dan berpenampilan atau juga bisa
dibilang sebagai jalan hidup yang harus diambil sebagai muslim. Dengan lebih singkatnya, Islamisasi
mengarahkan agar orang Islam itu lebih Islami. Hal tersebut menjadikan pemeluk Islam berupaya untuk
selalu memunculkan keislaman tersebut dengan mengkonsumsi barang yang Islami dan bersyariah. Dari
situ menjadikan kemudian yang memunculkan kebutuhan akan simbol Islam yang muncul dan melekat
dalam berbagai aspek ataupun barang (Pink, 2009, Feally, 2008, Wieringa, 2006, Houben, 2003,
Noorduyn, 1987). Karena dengan begitu, bagi umat Islam seperti EA, BM, dan ER bisa dilihat hal ini
merupakan upaya kepatuhan mereka atas kebenaran yang di tunjukan agamanya.
Dari informan penelitian ini peneliti menemukan jika Islamisasi menghasilkan memasifnya Islam
bagi muslim, yang mana menjadikan muslim berupaya untuk memanifestasikan diri dengan hidup secara
Islami. Hidup secara Islami ini menjadikan para muslim berfikir, bertindak, dan berkata sebagaimana
muslim seharusnya. Hal ini bisa dilihat jika Informan yang memasifkan Islam kedalam kehidupan.
Pemanifestasian oleh informan ini kemudian mengarahkan pada keinginan untuk mengkonsumsi simbol
simbol Islam. Keinginan konsumsi ini merupakan upaya untuk ekspresi muslim yang lebih Islami.
Ekspresi ini agar melekatnya simbol Islam ke diri sebagai wujud kepatuhan aturan yang di berikan Islam.
Keharusan untuk mengkonsumsi ini menjadikan mereka yang menjalankannya meyakini, jika mereka
berada dalam jalan keselamatan dan dijanjikan keberkahan. Fealy (2006) juga pernah menemukan sifat
konsumsi yang serupa yaitu adanya ikatan emosional dalam ekspresi keislaman. Dia melihat jika ini
merupakan sifat konsumsi emosional yang dilakukan untuk mewujudkan loyalitas kepada agama. Dari
informan peneliti menemukan pemanifestasian diri sebagai Islam dalam keinginan menggunakan bank
syariah. Dalam memunculkan diri sebagai muslim yang dianggap utuh, Islamisasi mengantarkan muslim
untuk menjadikan tindakan konsumsinya memiliki pertimbangan tentang makna hal yang benar menurut
Islam. Didalamnya hal yang benar ini, ekspresi Islam ini dianggap sakral karena. Hal ini karena bagi
informan tindakan konsumsi ini berhubungan dengan halal dan haram, dosa dan pahala, dan juga
pencarian keberkahan bagi informan “jelas milih syariah dong untuk menghindari riba tadi, ya untuk
menghindari dosa (Wawancara dengan informan EA, 17 Februari 2015)”, “riba dosa besar, hadisnya
jelas. Kurang banyak apa tentang larangan riba (Wawancara dengan informan BM, 6 Maret 2015)”,
“nabi menjalankan itu dan kita sebagai pengikutnya wajib mengikuti anjuran atau yang pernah
dilakukan,inysaAllah itu membawa kebaikan (Wawancara dengan informan ER, 18 Februai 2015)”.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Islam memberikan makna dalam memilih yang benar bagi muslim dalam tindakannya. Dari
informan ini Islamisasi terlihat melahirkan muslim yang menjadi konsumen bank syariah Islam. Muslim
ini adalah yang menginginkan ruang ekspresi diri sebagai Muslim dengan lebih Islami. Keinginan untuk
memilih bank yang berlabel syariah karena, Islam memberikan makna benar pada bank berlabel syariah.
Sehingga bisa dilihat jika nama label syariah tidak hanya menjadi sebuah nama jenis bank. Nama syariah
sendiri memiliki hubungan yang sakral kepada pahala dan dosa bagi pemeluk Islam dan agamanya.
Bagi pengguna menggunakan bank syariah didasari dengan dasar ketaatan dengan panduan agama
melalui barang yang disetujui agama. Disini simbol syariah yang dimiliki BSM menjadikan informan
merasa jika keinginannya tersebut terpenuhi. Para pengguna merasa terpenuhi dikarenakan simbol syariah
Islam yang diyakininya dapat dikonsumsi. Karenanya disini penggunaan barang barang tersebut
berhubungan ekpresi diri sebagai Islam yang patuh dan taat merupakan upaya yang harus dilakukan
seorang muslim. Meskipun dalam upaya ini terdapat keterbatasan keyakinan tentang kemurnian syariah
Islam dalam bank yang digunakan, disini para konsumen ini tetap menggunakannya “ini kepercayaan gue
dari orang yang ahli ya, jadi ekonomi bank syariah sekarang itu belum seratus persen syariah
(Wawancara dengan Informan EA, 17 Februari 2015)”, “Sebagian mungkin (sudah syariah), kalau
menurut saya kalau seratus persen jelas engga (Wawancara dengan Informan BM, 6 Maret 2015)”. Hal
ini karena ada keyakinan mencoba untuk patuh. Keyakinan untuk patuh ini juga memberikan dorongan
emosional dalam bentuk keloyalan kepada bank dengan jenis syariah.
Dari hal-hal ini Islamisasi bisa dilihat keluarannya itu membentuk diri muslim untuk
mengekspresi diri. Bentukan tersebut adalah mengenai hal yang benar dan lekatnya simbol kebenaran dari
Islam. Islam menjadikan diri muslim untuk melihat jika yang benar adalah menggunakan produk yang
bersimbol syariah. Hal ini juga bisa dikatakan untuk menjadi Islam yang lebih Islami, muslim
menggunakan simbol yang dianggap benar menurut agamanya. Kemudian ekspresi untuk lebih Islami
disini merupakan bentuk ekspresi untuk mengikuti agama dengan lebih baik. Dengan keinginan untuk
lebih Islami, penggunaan bank dengan simbol syariah menjadi pilihan dan dilihat sesuai pada perintah
agama. Sehingga, bisa dilihat jika Islamisasi mengarahkan siapa yang patuh pada agama adalah siapa yang
lebih Islami.
KOMODIFIKASI SIMBOL ISLAM DALAM BANK BSM
Dengan adanya keinginan ekspresi keIslaman tentunya akan memunculkan kebutuhkan ruang
untuk pemenuhan keinginan mereka. Jika dilihat, keinginan tersebut merupakan permintaan pasar.
Sebagai permintaan pasar sendiri mampu melihat jika ini adalah peluang. Mereka memenuhi keinginan
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
yang dinginkan para konsumen ini dengan memberikan apa yang mereka inginkan agar mampu masuk
kedalam konsumen yang ingin ruang ekspresi ini. Sehingga disini Islamisasi ditangkap oleh kapitalis yang
tidak mempunyai bank syariah lalu kemudian membentuk bank syariah dan menjualnya kepada konsumen
yang menginkan seperti informan-informan ini. Para pengguna bank syariah bisa dilihat lahir dari adanya
Islamisasi yang mengarahkan muslim untuk memanifestasikan panduan Islam dalam hidupnya. Salah satu
upaya untuk memwujudkan Islam dalam hidup dimulai dengan keinginan untuk melakukan kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan Islam. Karenanya bangkitlah permintaan untuk menggunakan ekonomi
dengan simbol syariah.
Feally (2006) memberikan penjelasan tentang komodifikasi agama yaitu komersialisasi simbol-
simbol agama menjadi sebuah komoditas. Dari penjelasan Feally tersebut, komodifikasi agama bisa dilihat
jika simbol-simbol agama menjadi komoditas ketika simbol-simbol agama di komersilkan. Komersialisasi
yang dimaksudkan ini adalah tindakan yang mengutamakan keuntungan dari yang mengkomersilkan
agama tersebut. Sehingga dapat dilihat jika simbol agama yang ada merupakan hasil dari upaya
penyesuaian kepada permintaan pasar ataupun penawaran kepada pasar. Dalam BSM, disini peneliti
melihat bank dengan simbol syariah yang terlihat adalah upaya untuk menyesuaikan diri terhadap pasar.
Disini apakah identitas dari simbol yang dimunculkan mewakili agama Islam didalam bank syariah atau
merupakan bentuk adaptasi bank konvensional yang melihat peluang pasar?
Bank Syariah Atau BSM merupakan bank syariah yang merupakan anak perusahaan yang di
bentuk oleh bank Mandiri yang merupakan bank konvensional. Kepemilikan dari BSM dimiliki oleh bank
Mandiri dan Mandiri sekuritas. Didalam BSM, simbol-simbol Islam bisa terlihat dari nama BSM, yaitu
kata Syariah dalam nama Bank Syariah Mandiri. Kemudian simbol-simbol Islam juga terlihat dari nama-
nama produk milik BSM. Simbol syariat Islam juga dimuculkan BSM “kalau syariat islam ya, kita kalau
dari bahasa bahasanya dari hadist lah ya, kaya akadnya mudarabah mutakkah, gini gininya raudiyah
(Wawancara dengan Informan MF, 22 Maret 2015)”. Dalam produknya simbol-simbol yang Islami
seperti penggunaan kata perjanjian menjadi kata akad, penggunaan istilah-istilah didalam produk dan
penjelasan produknya seperti mudharobah muthlaqah, wadiah yad dhamanah, wadiah yad al-amanah
muobahah, wakalah wal murabahah, wakalah wal ijarah, sahibul maal, wadiah, musyarakah, nisbah,
isthisna, kafalah, ijarah, hawalah.5 Didalam publikasi tertulis dan penjelasan dalam media online yaitu
situs resmi BSM, istilah tersebut BSM juga lengkapi dengan penjelasan mengenai arti dari istilah-istilah
tersebut.
5http://www.syariahmandiri.co.id/category/consumer-‐banking/ Diakses pada 3 Juli 2015, 9.30 WIB.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Selain tampilan nama dan penggunaan istilah itu didalam tubuh BSM kewajiban menggunakan
atribut Islam seperti penggunaan jilbab juga menjadi bagian peraturan bagi pegawainya dan juga ada
kewajiban untuk harus bisa membaca kitab suci Islam yaitu al-Quran saat penerimaannya“..harus lah
wajib islam. Soalnya kita dikantor juga harus bisa ngaji, ada tesnya juga. Kan ada tesnya pas lagi
interview, kamu bisa ngaji ga nah itu di tes.” (Wawancara dengan informan MF, 22 Maret 2015)”.
Menurut Informan MF juga ada lomba-lomba membaca Al-quran yang diadakan BSM untuk antar sesama
pegawainya. Menurut informan UR, dalam praktik-praktik pendekatannya mereka juga melakukan
pelatihan yang mengedukasi calon wirausaha agar menggunakan yang bersyariah.
Didalam stuktur perusahaan, BSM sebagai bank syariah juga memiliki DPS atau Dewan
Pengawas Syariah. Fungsi utama dari DPS di bank adalah untuk menyesuaikan identitas Islam dalam bank
syariah. Menurut BSM fungsi dari DPS adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah, menilai dan memastikan pemenuhan
Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank, mengawasi proses
pengembangan produk baru Bank, meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru
Bank yang belum ada fatwanya, dan melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank6. Jika melihat
fungsi DPS menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus
DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005, DPS hadir dengan beberapa fungsi pengawasan akan Syariah
dalam bank. DPS hadir didalam bank untuk melakukan pengawasan secara periodik dilembaga keuangan
syariah, mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada DSN, melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran, dan
merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN (Nafis, 2011).
Secara keseluruhan, dari laporan tahunan BSM tahun 2012 dan 2013 serta website resminya BSM
menjalankan aturan yang ditetapkan MUI melalui DSN untuk menjaga kesyariahan bank Islam. Dalam hal
ini bisa dilihat jika BSM memiliki DPS sebagai penjamin keIslamian dari bank syariahnya. Tetapi bisa
dilihat juga, jika BSM menempatkan DPS sebagai pemberi nasihat dan masukan bagi produk BSM. Hal
itu pun juga dikatakan oleh informan “kalau peran DPS itu untuk minta pendapat tentang produk produk
syariah yang mau dikeluarin sama BSM, tapi para DPS itu nanti cuma jadi konsultan ahli yang
mengawasi (Wawancara dengan informan MF,22 Maret 2015)”.Tetapi meskipun sebagai pemberi nasihat,
namun DPS disini memberikan nasihat dan masukan yang memberikan bagaimana keIslaman itu di
6http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-‐perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-‐pengawas-‐syariah/ (Diakses pada 2 Juli 2015, 13.25)
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
munculkan dan juga menjadi salah satu hal yang terlihat menjadi jaminan. Yang dimaksudkan jaminan
adalan, ada DPS yang menjamin keIslaman bank syariah. Hal ini karena menurut Informan BM sebagai
pengamat ekonomi syariah DPS sudah bekerja dengan baik “Tapi di indonesia nih, dewan pengawas
syariah nih bekerja dengan sangat baik. Walaupun MUI (DSN dan DPS) dalam konteks masyarakat tidak
sangat didengar, secara umum (Wawancara dengan informan BM, 6 Maret 2015)”.
Salah satu bank syariah yang di bentuk oleh bank kovensional adalah Bank Syariah Mandiri.Bank
yang di panggil sebagai bank BSM ini juga memiliki pertumbuhan yang paling positif di Indonesia.
Pertumbuhan yang cepatnya bisa dilihat dari cepatnya pertambahan dana-dana yang ada didalam BSM.
BSM dalam bentuk produk dan praktinya menggunakan simbol Islam yang bisa dilihat untuk
memunculkan tampilan yang Islami. Tampilan Islami tersebut bisa dilihat dari bagaimana dia
menggunakan bahasa-bahasa yang khas bank Syariah dan hadirnya DPS yang menjamin kesyariahan
bank. Sehingga nantinya dengan tampilan ini maka akanmemberikan kesesuaian keinginan kepada
konsumen terutama yang menginginkan bank Islami. Dari tampilannya, BSM sudah memunculkan
simbol-simbol Islam bisa dilihat sebagai wujud yang memunculkan pembedaan antara BSM dan bank
lainnya. Dari pembedaan ini BSM memunculkan identitas Islami yang jika dilihat merepresentasikan
Islam.
Pembentukan BSM sendiri yang dimulai pada tahun 1998-1999 merupakan kesadaran bank
Mandiri sebagai induk perusahaan yang melihat peluang (PT Bank Syariah Mandiri, 2013). Hal itu pun
juga berteparan pada tahun1998-1999 munculnya muslim yang ingin lebih Islami (Feally, 2008 dan Salim,
2008). Pada tahun tersebut muncul muslim yang menginginkan adanya hal-hal yang Islami salah satunya
bank Islam. Hal ini yang kemudian di sadari bagi bank Mandiri untuk membentuk divisi syariah. Selain
adanya peluang tersebut, bank konvensional juga mendapatkan ruang dari pemerintah dengan di
berlakukannya peraturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan
sistem perbankan bagi hasil. Peraturan tersebut kemudian dirubah pada tahun 1998 menjadi Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Antonio, 2001). Dalam perubahannya Undang-undang
ini memberikan ruang bagi bank konvensional untuk memanfaatkan peluang pasar yang terbuka. Disini
bank Mandiri konvensional kemudian menyusun divisi syariah dalam tubuhnya. Divisi syariah ini
kemudian menjadi bank BSM sebagai anak perusahaan. BSM sebagai bank syariah pun menyadari adanya
pasar dari konsumen Islam yang menginginkan barang yang yang Islami dan akan memilih bank Islam.
Didalam penjelasan Feally (2008), komersialisasi adalah bagaimana simbol agama dijadikan
komoditas bernilai jual komersil. Identitas produk dan diri yang BSM tampilkan dari bagaimana website,
publikasi, dan pegawai BSM menunjukkan ciri-ciri bank dengan simbol Islami. Namun, peneliti di
penelitian ini mencoba melihat mengapa ke Islamian ini ada di BSM. Berangkat dari penjelasan dan
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
publikasi publikasi resmi BSM, didalam penjelasan BSM ide yang lebih di angkat dari BSM adalah untuk
memperbesar keuntungan komersial dari bank. BSM menyebutkan jika mereka hadir sebagai bank yang
mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara
idealisme usaha dan nilai-nilai rohani ini bagi mereka menjadi salah satu keunggulan PT. Bank Syariah
Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.7Sebagai perusahaan mengupayakan usahanya
untuk mencari profit memang adalah suatu keharusan, namun sebagai bank syariah BSM harmoni usaha
dan rohani tidak menjadikan kesyariahan sebagai tujuan utama.
Didalam sepuluh target BSM, delapan merupakan prioritas untuk memaksimalkan kondisi
keuangan dari bank, satu untuk budaya perusahaan dan sumber daya manusianya, dan satu untuk mengejar
peringkat satu kualitas layanan perbankan syariah. Dari target tersebut terlihat jika bank memang memiliki
target utama yaitu untuk memaksimalkan keuntungan. Kemudian melihat target mengenai kualitas
pelayanan ini, apakah didalamnya termasuk prioritas untuk meningkatkan kesesuaian syariah Islam dari
BSM. Didalam penjelasan Othman and Owen (2002) didalam bank syariah ada upaya untuk menjaga
kualitas pelayanan dengan menjaga kepatuhan syariah. Disini dengan kepatuhan syariah menurut Astuti,
Wilasari, dan Utami (2009) akan memberikan pengaruh mempengaruhi kepercayaan dan kepuasan
nasabah. Tetapi jika dilihat, keutamaan dari kepatuhan syariah ini adalah dampak positif terhadap kondisi
perusahaan (Chan et al, 2003). Dampak positif tersebut salah satunya adalah meningkatkan profit dari
perusahaan. Kesesuain syariah sendiri hadir bukan untuk tujuan menyesuaikan syariah dalam bank dengan
syariah Islam. Namun lebih kepada bagaimana tampilan dan wujudnya sesuai dengan ketentuan syariah.
Hal ini kemudian menjadi gambaran jika bank syariah mengkomersilkan identitas syariah sebagai label
untuk komoditas produksi mereka, yaitu produk perbankan yang Islami.
Sebagai bank yang memanggul nama syariah, salah satu tujuan dari bank syariah adalah profit di
dunia dan kehidupan sesudah dunia (Antonio, 2001). Sehingga nama syariah sendiri menyimbolkan
simbol kesakralan. Namun ketika simbol kesakralan tersebut di komersilkan, dan simbol tersebut
dijadikan barang dagangan maka kesakralan itu pun luntur atau bahkan hilang. Bagi BM sebagai ahli dan
pengguna jasa bank syariah seperti BSM, dia melihat jka kesakralan itu berkurang. Hal ini karena menurut
BM ada hal-hal yang menurutnya mempengaruhi kehalalan dari bank syariah. Yaitu sumber dana dari
bank yang masih tidak halal dan juga masih adanya mindset bank konvensional yang lebih
mengedepankan keuntungan daripada agama. BM sebagai ahli ekonomi melihat ini dikarenakan
kurangnya dukungan untuk bersyariah yang kaffah dalam bank dari pemerintah. Bagi BM bank syariah
sendiri memiliki arti pahala dan dosa, yang mana hal tersebut berhubungan dengan kehidupan sesudah
7http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-‐perusahaan/profil-‐perusahaan/sejarah/ (Diakses pada 3 Juli 2015, 1.44 WIB)
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
kematian. Seperti salah satu masalah riba dalam bank “kalau masih bersama riba kan riba dosa besar,
hadisnya jelas. Kurang banyak apa tentang larangan riba. Larangan riba, larangan zinah, larangan
membunuh, itu kenapa satu paket. Bahkan lebih besar dosanya riba. (Wawancara dengan informan BM, 6
Maret 2015”. Menurut BM, Islamisasi memang masif didalam masyarakat, namun belum masif didalam
ekonomi seperti bank.Bagi EA sebagai pengguna juga menganggap jika bank syariah belum sesuai dengan
syariah “ini kepercayaan gue dari orang yang ahli ya, jadi ekonomi bank syariah sekarang itu belum
seratus persen syariah. (Wawancara dengan informan EA, 17 Februari 2015)”. Bagi EA dia menganggap
bank syariah masih belum sesuai karena didalamnya masih ada riba. Hal ini pun bisa dilihat jika bagi EA
kesakralan bank syariah pun menjadi luntur.
Selain EA dan BM, ada pula informan IB yang bahkan melihat jika bank syariah bukan lah hal
yang sakral. Bagi IB bank syariah disini merupakan bank yang sama saja dengan bank konvensional “kalo
di syariah banknya ga pake bunga kan, katanya itu di bagi hasil nah yang itu halal. Tapi kan kalau
menurutku yah bank syariah itu ya sebenernya sama aja. (wawancara dengan informan IB, 7 Februari
2015)”. Hal ini dikarenakan dia merasa bank syariah masih memiliki riba, namun menggunakan nama
syariah. Sehingga bisa dilihat jika nama bank syariah bukan sesuatu yang sakral. Bagi informan MF yang
menjadi pegawai bank syariah, dia melihat jika bank syariah ini jika dilihat kesyariahannya masih sekitar
tujuh puluh persen yang sudah sesuai. Kesesuaian menurut MF adalah dalam tampilan-tampilan dan
istilah dalam bank syariah mandiri ini.
BSM sebagai sebuah bank syariah memasifkan Islam didalam tubuhnya. Namun masifnya Islam
tersebut terlihat dari tampilan-tampilan dengan menggunakan hal seperti Istilah dan nama yang Islami.
Dalam penggunaan Istilah-istilah Islami tersebut pun disini BSM pun mengikuti standar untuk
meningkatkan kualitas pelayanan syariahnya. Sebagai bank bentukan konvensional ini tujuan dari
pemasifan Islam ini untuk lebih mengejar profit. Upaya tersebut adalah masuk ke pasar ekspresi Islami
yang tumbuh dari Islamisasi. Hal ini berbeda dengan Islamisasi yang memasifkan Islam sebagai ekspresi
Islam untuk upaya kepatuhan kepada agamanya. Hal ini pun menjadikan nama syariah dan Istilahnya
menjadi sebatas label jualan yang di peruntukkan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang Ingin lebih
berekspresi Islami. Keinginan tersebut BSM penuhi dengan memberikan produk yang berlabel Islami.
Label-label yang merupakan simbol agama yang sakral disini menjadi suatu simbol biasa yang menjadi
pembeda antara jenis bank syariah dan bank konvensional. Nama syariah disini dikomersialkan menjadi
komoditas yang memiliki nilai jual melalui tampilan-tampilannya. Nama syariah ini di pasarkan
khususnya bagi para muslim yang ingin mengekspresikan keIslamian. Identitas simbol Islam dalam
produk Islami bank syariah ini lah yang dikomersilkan dan dijadikan sebuah komoditas. Seperti yang
Feally (2008) jelaskan tentang komodifikasi dimana simbol agama di komersilkan menjadi sebuah
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
komoditas, disini BSM melakukan komodifikasi yaitu dengan mengkomersilkan simbol-simbol syariah
bank Islam untuk menjadi komoditas yaitu label untuk dijual kepada masyarakat dengan keinginan
ekspresi keislaman. Sehingga disini peneliti ingin menunjukkan jika bank syariah ini merupakan upaya
dari bank konvensional yang ingin memanfaatkan pasar ekspresi keIslaman yang muncul dari Islamisasi.
KESIMPULAN
Islamisasi sebagai proses memasifkan Islam kedalam diri muslim mengarahkan muslim menjadi
lebih Islami. Untuk menjadi lebih Islami masyarakat ini pun memiliki keinginan untuk mengekspresikan
keinginan tersebut. Salah satu keinginan berekspresi sebagai muslim yang Islami adalah dengan
menggunakan bank yang Islami, yaitu bank syariah. Keinginan berekspresi ini pun memiliki arti bagi para
muslim sebagai upaya bentuk kepatuhan dia kepada agamanya. Hal ini ditangkap oleh bank konvensional
sebagai peluang. Dengan memanfaatkan peluang yang ada bank konvensional pun membentuk bank
syariah. Bank syariah ini menggunakan simbol syariah yang khas Islami. Simbol-simbol Islami ini
dikomersilkan dan menjadi komoditas yang ditawarkan kepada muslim yang ingin lebih Islami untuk
keuntungan bank.
Ekonomi Islam memiliki Ide sebagai rahmat bagi seluruh alam yang di yakini para pemeluknya
(Rozalinda, 2014). Islam dalam praktiknya menggunakan bank Syariah merupakan salah satu upaya untuk
menggapai rahmat tersebut. Keinginan muslim ini ditangkap dan dijadikan kesempatan dengan menjual
nama bank Islam. Dalam ruang gerak ekonomi pelaku ekonomi seperti bank konvensional disini
meyesuaikan diri untuk masuk untuk memenuhi keinginan Islam. Disini mereka menjadikan keinginan
umat Islam sebagai ide untuk berinovasi. Bank konvensional pun menyesuaikan wujud mereka dengan
bentuk sebagaimana seharusnya bank syariah bagi para pemeluk Islam yang diinginkan muslim untuk
mengekspresikan keIslaman mereka. Didalamnya dengan tujuan komersil, simbol Islam dikomersilkan
menjadi sebuah komoditas. Hal ini pun menjadikan nama bank syariah hanya sebagai salah satu jenis cara
perhitungan dalam keuangan. Simbol Islam dalam bank syariah disini hanya menjadi sebuah barang
dagangan yang di perdagangkan oleh bank syariah kepada orang Islam yang menginginkan.
Dalam penelitian ini bank syariah melakukan komodfikasi Agama. Mereka menjalankan hal
tersebut karena adanya masyarakat konsumen Islam yang ingin memenuhi keinginan akan kepatuhan
kepada agama. Disini mereka menjadikan nama Islami yaitu bank syariah sebagai label jualan kepada
masyarakat yang ingin mengekspresikan keIlsmanannya. Sehingga jika ditanya mengapa banyak bank-
bank konvensional yang membuka divisi syariah di Indonesia, peneliti mungkin bisa mengajukan jawaban
jika hal tersebut karena bank konvensional menangkap keinginan ekspresi muslim yang ingin lebih Islami.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Peneliti ingin menyampaikan jika perbankan syariah tumbuh karena dikomodifikasinya agama
oleh bank konvensional. Komodifikasi ini adalah dimana dikomersilkannya simbol-simbol agama
dikomersilkan sebagai komoditas oleh bank. Ruang bagi bank konvesional untuk melakukan komodifikasi
juga terfasilitasi oleh Islamisasi yang memunculkan konsumen yang ingin lebih Islami. Para konsumen ini
di tawarkan semua produk dari perbankan dan semuanya di berikan label syariah. Dengan label syariah
bagi muslim yang menggunakan meyakini jika hal ini sebagai produk yang digunakan memenuhi
keinginan mereka untuk menjadi taat. Disini peneliti dalam gambaran besar melihat jika kapitalis sangat
kuat dan tidak ragu untuk memanfaatkan keadaan. Mereka selalu mampu untuk menangkap peluang dan
menyesuaikan diri untuk memanfaatkan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Achwan, Rochman. (2014). Sosiologi Ekonomi di Indoneisa. Jakarta: UI-Press
Antonio, Muhammad Syafi’I dan Perwataatmadja, Karnaen A. (1993). Apa dan Bagaimana Bank Islam
cet.2. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Antonio, Muhammad Syafi’i. (2001) Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani.
Astuti, Septin Puji. Wilasari, Wiwik. Utami, Datien Eriska. (2009). “Meningkatkan Kualitas Pelayanan di
Bank Syariah Penelitian Dengan Fuzzy Servqual dan Dimensi Carter”. Integritas -Jurnal
Manajemen Bisnis. Vol. 2 No. 1, Hal: 47-58. April - Juli 2009.
Chan, L. K., Hui, Y. V., Lo, H. P., Tse, S. K., Tso, G. K. F., dan Wu, M. L., 2003, “Consumer satisfaction
index: New practice and findings”, European Journal of Marketing, Vol. 37 No. 5/6, pp. 872-
909.http://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/03090560310465189
Chapra, M. Umer. “Islamic Economic Thought and the New Global Economy.” Islamic Economic Studies
Vol.9, No.1. 2001.
El-Galfy, Ahmed. Khiyar, Khiyar Abdalla. “Islamic Banking and Economic Growth: A Review.” The
Journal of Applied Business Research. Vol.28, No. 5, Hal: 943-956. September/Oktober 2012.
Fealy, Greg. White, Sally. (2008). Expressing Islam Religious Life and Pilitics in Indonesia. Pasir
Panjang: ISEAS Publising.
Houben, Vincent J. H. "Southeast Asia and Islam". Annals of the American Academy of Political and
Social Science, Vol. 588, Islam: Enduring Myths and Changing Realities, Hal: 149-170. Juli
2003.http://www.jstor.org/stable/1049859
Kushendrawati, Selu Margaretha. “Masyarakat Konsumen Sebagai Ciptaan Kapitalisme Global:
Fenomena Budaya Dalam Realitas Sosial.” Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 2, Hal: 49-57.
Desember 2006.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Liddle, R. William. “The Islamic Turn in Indonesia: A Political Explanation.” The Journal of Asian
Studies Vol.55, No.3, Hal: 613-634. Agustus 1996.
Lukens-Bull, Ronald. Dkk. “Islamization as Part of Globalization: Some Southeast Asian Examples”.
Journal of International & Global Studies Vol. 3, Issue 2, Hal: 32. April 2012.
Muhammad. “Perkembangan Hukum Islam dan Dinamika Ekonomi Syari'ah di Indonesia.” Jurnal Kajian
Islam, Vol.1, No.1, 2009.
Muzaki, AKh. (2008) "Religious Commodification in Asia Marketing Gods." Islam As Symbolic
Commodity Transmitting and consuming Islam through public sermons in Indonesia. Ed. Pattana
Kitiarsa. New York: Routledge, 2008. 205-219.
Noorduyn, j. "Makasar and The Islamization Of Bima". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde, Vol.
143, 2de/3de afl. pp. 312-342. 1987.http://www.jstor.org/stable/27863842
Othman, A. Q., dan Owen, Lynn, 2002, ”Adopting and measuring customer service quality (SQ) in
Islamic Banking: A case study in Kuwait finance house”, International Journal of Islamic Financial
Services, Vol. 3 No. 1.
Pink, Johanna. (2009). Muslim Societies in the Age of Mass Consumption: Politics, Culture and Identity
between the Local and the Global. Newcastle: Cambridge Scholars Publishing.
Prabowo S, M. Nur. “Meretas Kebahagiaan Utama di Tengah Pusaran Budaya Konsumerisme Global:
Perspektif Etika Keutamaan Ibnu Miskawaih. Mukaddimah, Vol. 19, No. 1. 2013.
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah. (2007). Perbankan Syariah. Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah Publishing.
Ritzer, George. Goodman, Douglas J. (2004). Sociological Theory. New York.
Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Salim, Arkal. (2008). Challenging the Secular State The Islamization of Law in Modern Indonesia.
Honolulu: University of Hawai’s Press
Schaik, D. (2001), "Islamic Banking", The Arab Bank Review, Vol.3, No.1. Hal: 45-52. April, 2001.
Simorangkir, O. P. (1986). Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan. Jakarta: Aksara Persada Indonesia.
Soleh, H.A. Khuduri. (2013). Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Wieringa, Saskia Eleonora. "Islamization in Indonesia: Women Activists’ Discourses". Signs, Vol. 32, No.
1 Hal: 1-8. Autumn 2006.http://www.jstor.org/stable/10.1086/505274
Willis, Paul. Maarouf, Mohammed. “The Islamic Spirit of Capitalism: Moroccan Islam and its
Transferable Cultural Schemas and Values.” Journal of Religion and Popular Culture, Vol. 22
No.3. 2010.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015
Yusuf Wibisono. “Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang Dan Tantangan Regulasi Industri
Perbankan Syariah.” Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 16, No. 2,
Hlm. 105-115. 2009.
Zarqa, Muhammad Anas. “Islamization of Economics: The Concept and Methodology. Journal of King
Abdul Aziz: Islamic Economy, Vol.16, No. 1, Hal. 3-42. 2003.
Komodifikasi syariah..., Aris Satya Nugraha, FISIP UI, 2015