KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA ATAS
PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI UTARA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
MOHAMMAD RIFQI AZIZ
NIM: 11140450000084
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
i
KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA ATAS
PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI UTARA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
MOHAMMAD RIFQI AZIZ
11140450000084
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Dr. H. Rumadi, M. Ag.
NIP: 19690304 199703 1 001 002
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
iv
ABSTRAK
MOHAMMAD RIFQI AZIZ, NIM: 11140450000084, Kebijakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Atas Penghentian Proyek Reklamasi Pantai
Utara, Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2019.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab dalam
proyek Reklamasi Pantai Utara memutuskan untuk menghentikan
pembangunan proyek Reklamasi dengan mencabut 13 izin pulau dari total 17
pulau yang rencananya akan dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui landasan hukum serta implementasi dan implikasi dari langkah
Pemprov DKI dalam melanjutkan pembangunan 4 pulau reklamasi yang tidak
dicabut izinnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hukum
normatif yang mengkaji hukum tertulis dari aspek teori, sejarah, filosofi,
perbandingan, struktur dan komposisi. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer berupa dokumen resmi seperti Kepres, Pergub, Perda,
maupun hasil wawancara dan data sekunder berupa studi pustaka dan, jurnal,
dan berita online yang tulisannya dianggap peneliti berkenan dengan
permasalahan yang sedang diteliti.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi atas kebijakan
Pemprov DKI Jakarta dalam menghentikan proyek reklamasi Pantai Utara
adalah dengan mencabut 13 izin pelaksanaan pulau reklamasi dari total 17
pulau reklamasi yang rencananya akan dibangun. Implikasi atas kebijakan
tersebut, Pemprov DKI menerbitkan Peraturan Gubernur berupa pembentukan
Badan Koordinasi dan Pengelolaan Pantura, kemudian mencabut Raperda
RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara yang
rencananya akan dibahas oleh DPRD. Atas kebijakan tersebut, 4 pengembang
yang dicabut izinnya merasa tidak puas dan mengajukan gugatan ke PTUN
Jakarta.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Reklamasi, Pantura, Teluk Jakarta,
Anies Baswedan
Pembimbing: Dr. Rumadi, M. Ag
Daftar Pustaka: Tahun 1994 sampai Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang
telah memberikan kasih dan sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada tingkat Universitas.
Shalawat teriring salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman keilmuan seperti sekarang ini. Dan
tak lupa kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu mengamalkan
sunnahnya hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI
JAKARTA ATAS PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI
UTARA” merupakan karya tulis penutup di tingkatan Strata 1 dari semua
pembelajaran yang sudah penulis dapatkan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta selama ini.
Dalam penulisan skripsi ini, saya sebagai penulis sangat menyadari akan
pentingnya keberadaan orang-orang di sekitar penulis baik itu yang memberi
dukungan secara keilmuan, pemikiran maupun materi serta dukungan lain baik secara
moril maupun spiritual sehingga skrispi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dukungan
mereka sangatlah berarti karena segala halangan dan hambatan yang ada dapat teratasi
dengan mudah dan terarah. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
amat dalam kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA., Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Seserta seluruh Civitas Akademik atas bantuannya selama
mengikuti Pendidikan.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Isam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala
motivasi yang telah diberikan kepada mahasiswa.
vi
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ibu Dr. Masyrofah, S.Ag., M.Si. Ketua Program Studi
dan Sekertaris Program Studi Hukum Tata Negara yang telah banyak meluangkan
waktunya untuk memberikan saran maupun masukan.
4. Bapak Dr. Khamami Zada, MA., dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
5. Bapak Dr. H. Rumadi, M.Ag., dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan
meluangkan waktu serta sumbangsih pemikiran dan arahan yang begitu berarti
bagi penulis.
6. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag., dan Bapak Atep Abdurrofiq, M.Si.,
penguji skripsi penulis yang telah memberikan masukan dan catatan dalam proses
penyempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah
memberi banyak ilmu pengetahuan bagi penulis.
8. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN
Jakarta yang selalu ramah dan menyediakan literatur yang sangat membantu untuk
penulis.
9. Kedua Orang Tua dan Keluarga besar penulis yang sangat berjasa dan teristimewa
bagi hidup saya, Ibunda tercinta Suwaibah Prabu dan Ayahanda M Sofwan, yang
selalu menyayangi, mensuport, mendoakan, dan memenuhi segala keperluan
penulis. Semoga Ibu dan Ayah serta keluarga selalu dalam perlindungan Allah
SWT dan semoga segala pengorbanan yang kalian lakukan dibalas dengan hal
yang indah suatu saat nanti. Saya bangga terlahir dikeluarga yang sempurna ini.
10. Bapak Rizka Okie Wibowo, Biro Hukum Setda. Mas Febri, Bappeda. Pak Rama,
Bappeda. Bu Inke, Kabid P4 Bappeda Pemprov DKI Jakarta, serta Kak Ayu Eza
Tiara, LBH Jakarta. Terimakasih atas arahan yang telah banyak membantu dalam
pengerjaan skripsi ini.
11. Keluarga Besar Hukum Tata Negara Angkatan 2014, yang telah menemani dan
berproses bersama dalam menyelesaikan studi di Universitas tercinta ini.
12. Sahabat terbaik Khoiruridho Al-Qeis, Triyono, Riza Mahendra, dan Aris Nur
Hidayat. Terimakasih atas dukungan kalian.
vi
13. Teman-teman Basecamp Lafourmi 17, Choky, Athfan, Ikwan, Dimas, Pian,
Habib, Akbar, Bombom, Bang Tadlo, Ical, Harun, Dendy, dan seluruh sahabat
grup Tamu VVIP.
14. Teman-teman KKN khususnya Alya, Sita, Fudoh, Bagus, Bayhaqi, Pauziah, dan
Niko.
Karena proses tidak akan menghianati hasil, semuanya bergantung kepada
kekuasaan Allah SWT yang Maha Segalanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi siapapun yang membacanya dan menjadi amalan baik yang akan dicatat oleh
malaikat sebagai bekal kita di akhirat nanti.
Jakarta, 27 Desember 2019
M. RIFQI AZIZ
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PMBIMBING .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI .................................................................. iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 7
C. Pembatasan & Perumusan Masalah ........................................................ 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 8
E. Review Kajian Terdahulu ....................................................................... 10
F. Metode Penelitian ................................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 14
BAB II REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA ................................................ 16
A. Reklamasi Pantai ................................................................................... 16
1. Pengertian Reklamasi Pantai ............................................................ 16
2. Tujuan Reklamasi............................................................................. 17
3. Dampak Reklamasi .......................................................................... 18
a) Dampak Positif .......................................................................... 19
b) Dampak Negatif ........................................................................ 20
B. Reklamasi Pantai di Indonesia .............................................................. 21
1. Reklamasi Kawasan Tanjung Carat ................................................. 22
2. Reklamasi Teluk Benoa, Bali ........................................................... 22
ix
3. Reklamasi Teluk Jakarta .................................................................. 23
BAB III REKLAMASI TELUK JAKARTA ......................................................... 25
A. Gambaran Umum Daerah ..................................................................... 26
1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta ........................................................ 26
2. Kawasan Reklamasi Teluk Jakarta ................................................... 28
B. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta .......................................................... 30
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA
JAKARTA ............................................................................................................... 48
A. Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta ............................................ 48
1. Dasar dan Implementasi .................................................................. 48
B. Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta ............................ 61
1. Gugatan Pengembang...................................................................... 61
2. Gugatan Lembaga Swadaya Masyarakat ........................................ 64
C. Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta .................................................. 69
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 74
A. Kesimpulan ........................................................................................... 74
B. Rekomendasi ......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desakan atas besarnya kebutuhan lahan disertai derasnya arus urbanisasi
untuk kegiatan pembangunan terutama di kawasan perkotaan pada saat ini
mengalami peningkatan sangat pesat. DKI Jakarta merupakan kota yang sangat
potensial bagi masyarakat urban untuk mengadu nasib. Sebagai pusat
pemerintahan sekaligus perekonomian Indonesia, Jakarta juga merupakan
Ibukota dengan pertumbuhan penduduk tinggi yang memiliki luas wilayah
661.5km² dan jumlah penduduk 10.189.959 jiwa. Jumlah penduduk DKI
Jakarta pada 2015 mencapai 10.18 juta jiwa. Kemudian meningkat menjadi
10.28 juta jiwa pada 2017. Artinya dalam 2 tahun terakhir jumlah penduduk di
Ibukota bertambah 269 jiwa setiap hari atau 11 orang per jam.1
Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumber daya dan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk, meluasnya peradaban sosial ekonomi, dan meningkatnya kebutuhan
akan lahan, maka solusi yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi
aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat setempat.2 Agar mendapatkan lahan,
maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini terlupakan, yaitu pantai
(coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup rendah.
Penyediaan lahan di wilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau
habitat yang sudah ada, seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur
dan lain sebagainya yang dianggap kurang bernilai secara ekonomi dan
lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi.
Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah
1 Badan Pusat Statistik BPS 2017, Berapa Jumlah Penduduk Jakarta, diakses pada 12
April 2019, dalam https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-
penduduk-jakarta/
2 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan
Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1.
2
pemekaran kota. Ketika kepadatan dan laju pertumbuhan meningkat diiringi
dengan keterbatasan lahan, negara atau kota besar biasanya melakukan
reklamasi untuk memenuhi kebutuhan lahan yang meningkat pesat. Kondisi ini
tidak lagi memungkinkan untuk melakukan pemekaran ke daratan, sehingga
diperlukan daratan baru.
Pantura Jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di
sebelah utara kota Jakarta, pada umumnya merupakan perairan dangkal yang
memiliki kedalaman rata-rata 15 meter dengan luas sekitar 514 KM². Teluk ini
merupakan muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan Jakarta dan
daerah penyangga Bodetabek yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa. Proyek
reklamasi dan revitalisasi yang dikembangkan oleh Pemda DKI terhadap
kawasan itu bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah
kawasan aktifitas bisnis dan perekonomian maupun pemukiman elit. Dengan
prakarsa itu juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan mitra kerjanya ingin
mengubah predikat Jakarta pada sebutan Water front City. Hal ini akan secara
menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya yang kumuh dan
ditempati oleh masyarakat menengah kebawah kepada kawasan elit yang
menurut Pemda sebagai solusi untuk menekan laju petumbuhan penduduk
sekitar 2,7% per tahun dan untuk mengatasi kesulitan penyediaan ruang untuk
mengatasi perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan dan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bukan hanya
karena faktor dari alam, lebih dikarenakan oleh ulah dan perilaku manusia untuk
meningkatkan status sosial ekonominya. Kerusakan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia berlangsung secara terus menerus dan semakin lama semakin
besar pula dan membahayakan tatanan kehidupan masyarakat. Bebrapa
kerusakan disebabkan upaya peningkatan status ekonomi, antara lain
dikarenakan faktor kemiskinan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Pembangunan sebagai salah satu proses perubahan untuk meningkatkan taraf
hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam.
3
Dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan-perubahan yang dilakukan
tentunya akan memberi pengaruh pada lingkungan hidup.
Maka dari itu, pelaksanaan reklamasi wajib mempertimbangkan berapa hal
agar menjaga keseimbangan ekosistem dan menjadi titik utama pembangunan
berkelanjutan. Selain dampak positif pelaksanaan reklamasi, beberapa dampak
negatif yang patut diperhitungkan secara hati-hati. Beberapa dampak positif
kegiatan reklamasi antara lain terjadinya peningkatan kualitas dan nilai
ekonomi kawasan Pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif,
penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, penyerapan tenaga kerja
dan lain-lain. Dampak negatifnya adalah mengubah bentuk geografis wilayah
tersebut, perubahan hidro-oseanografi sedimentasi, perubahan permukaan air
laut, musnahnya tempat hidup hewan dan biota laut dalam jumlah besar, dan
pencemaran laut akibat kegiatan di area reklamasi.
Awal munculnya ide untuk melaksanakan reklamasi di Pesisir Teluk Jakarta
tersebut berawal dari presiden Indonesia ke-2, Soeharto. Tahun 1995 Presiden
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 mengenai reklamasi Teluk
Jakarta. Keppres mengatur bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak
berwenang untuk reklamasi. Pada saat itu reklamasi teluk Jakarta dimaksudkan
untuk menambah ruang pembangunan Jakarta, karena dengan kepadatan
penduduk yang tinggi kota Jakarta sudah tidak mungkin diperluas (daratan).
Selain itu, alasan reklamasi ini pada tahun 1995 bertujuan untuk mencegah
pengikisan daratan Jakarta oleh air laut, serta membangun beberapa fasilitas
kota lainnya. Tak hanya itu, reklamasi pantai utara Jakarta bertujuan untuk
menata kembali Pantai Utara Jawa (Pantura) dengan membangun kawasan
pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (Waterfront City).3
Manifestasi pelaksanaan reklamasi dapat dilihat dalam izin pelaksanaan
reklamasi pulau D, yang dikeluarkan pada Agustus 2010, disebutkan beberapa
3 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan
Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1
4
dasar hukum, antara lain Keppres No.52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara
Jakarta, Perpres No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur, Perda
No.1/2012 tentang RTRW 2010-2030, Peraturan Gubernur No.121/2012
tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pada tanggal
20 Mei 2012, Pemprov DKI Jakarta diwakili oleh Asisten Pembangunan dan
Lingkungan Hidup, Wiriyatmoko menandatangani adendum Perjanjian Kerja
Sama dengan PT Kapuk Naga Indah, dimana ada perizinan Pulau C, D dan E
digabung menjadi satu, kemudian Pemprov DKI menerbitkan izin pelaksanaan
reklamasi pulau G pada Desember 2014. Pada tanggal 21 Mei 2012, Gubernur
DKI Jakarta saat itu Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur No.121/2012
mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Untuk
pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bahwa akan ada 17 Pulau A
sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Pergub memproyeksikan
akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau baru. Kemudian pada tanggal
21 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan izin prinsip untuk Pulau F, G, I,
dan Pulau K.
Reklamasi pantai di Pesisir Teluk Jakarta berlangsung sampai tahun 2017
dan telah berdampak negatif langsung terhadap nelayan yang wilayah usahanya
pada laut dangkal di dusun Muara Agke. Dampak yang dirasakan oleh nelayan
laut dangkal dari kegiatan reklamasi adalah perikanan payang, dogol, bubu, dan
gillnet serta budidaya kerrang hijau. Luas daerah penangkapan dan budidaya
kerang hijau akan terdampak langsung dari kegiatan reklamasi mencapai
1.527,34 hektar. Semakin jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang
tersedimentasi oleh lumpur, dan usaha menagkap ikan dengan bubu tidak dapat
dilakukan lagi. Akibat dari hal tersebut menurunkan hasil tangkap nelayan yang
akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan nelayan.
Wahana Lingkungan Lidup (WALHI) dan beberapa komunitas lingkungan
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang terdiri dari berbagai organisasi akar
rumput, lingkungan, advokasi hukum, para pakar, dan jurnalis menolak dengan
keras reklamasi pantai di Pesisir Teluk Jakarta, karena dampak yang
5
diakibatkan sangat luas salah satunya rusaknya ekosistem di pesisir. Walhi
menolak adanya reklamasi di Teluk Jakarta, sebab dampak yang dirasakan
sangat luas bukan hanya ekosistem laut yang rusak perbukitan pun akan ikut
rusak karena digunakan untuk penimbunan.4 Pada bulan September 2015,
Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menggugat Pemda DKI Jakarta
karena telah menerbitkan izin untuk pulau G untuk Pluit City di Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Nelayan mengatakan reklamasi telah mengancam
wilayah mereka mencari nafkah sehingga mereka harus berlayar lebih jauh.
Beberapa nelayan juga bersaksi telah melihat lumpur mengambang di sekitar
wilayah pembangunan pulau G.
Walhi juga mendesak pemerintah agar memperbaiki kondisi lingkungan dan
ekosistem perairan pesisisr teluk Jakarta dengan membenahi tata kelola air dan
13 sungai dari limbah padat dan cair secara bertahap termasuk menghentikan
swastanisasi pengelolaan air Jakarta dengan memperhatikan kebutuhan dan
dampak spesifik yang dialami masyarakat. Akibat pembangunan proyek
reklamasi, tempat tinggal yang sudah dihuni bertahun-tahun terpaksa harus
ditinggal karena akan digunakan sebagai lahan proyek. Mereka meski sebagian
bukan penduduk asli, tetapi telah mendiami wilayah ini lebih dari 20 tahun
lebih, sehingga dapat disebut sebagai penduduk lokal.5
Kemudian di tanggal 13 bulan Juni 2018, sembilan bulan pasca pelantikan
Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Gubernur Jakarta Anies Baswedan
telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pengelolaan
reklamasi. Pergub itu adalah Pergub 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi Pantai
Utara Jakarta. Pergub ini ditetapkan pada 4 Juni 2018, secara resmi Pemprov
DKI Jakarta membentuk Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP)
4 Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta: Menolak Reklamasi, Siaran Pers Bersama, diakses
pada 12 April 2019, dalam https://walhi.or.id/koalisi-selamatkan-teluk-jakarta-konsisten-tolak-
reklamasi/
5 Koalisi Pakar Interdisiplin, Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta, (Jakarta,
Rujak Center for Urban Studies, 2017). hlm. 12
6
Pantai Utara Jakarta. Didalam Pasal 3, BKP adalah Lembaga ad hoc yang
melaksanakan pengelolaan reklamasi.
Pada tanggal 26 September 2018, Gubernur DKI Jakarta secara resmi
menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta dan mencabut izin 13 pulau reklamasi.
Langkah pencabutan izin diambil lantaran ada kewajiban-kewajiban yang tidak
dilakukan oleh pihak pengembang. Tiga belas pulau reklamasi yang dicabut
izinnya adalah Pulau A, B, dan E, yang dipegang izinnya oleh PT Kapuk Naga
Indah; Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah; Pulau I, J, K, dan L oleh PT
Pembangunan Jaya Ancol; Pulau I, oleh PT Jaladri Kartika Pakci; Pulau M, dan
L, oleh PT Mandala Kridha Yudha; Pulau O, dan F, oleh PT Jakarta
Propertindo; Pulau P dan Q oleh PT KEK Marunda Jakarta. Sedangkan Pulau
C dan D yang dipegang izinnya oleh PT Kapuk Naga Indah; Pulau G oleh PT
Muara Wisesa Samudra; dan pulau N oleh PT Pelindo II, tidak dicabut izinnya
lantara pulaunya sudah dibangun.6
Namun pada kenyataannya, meski secara hukum proyek reklamasi teluk
Jakarta telah dihentikan, namun pembangunan empat pulau masih diberikan
izin pembangunan termasuk berbagai fasilitas dan infrastruktur di Pulau D,
seperti jembatan penyebrangan dan foodcourt yang beroprasi sejak 23
Desember 2018.7 Padahal Pemprov DKI Jakarta belum memiliki Perda tentang
Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
(RZWP3K) sebagai dasar hokum pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil di
Jakarta. Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melihat Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan tidak serius dalam menghentikan proyek
reklamasi di Teluk Jakarta dan tidak berpihak pada nelayan setempat, dan
meminta Pemprov DKI mengakhiri proyek apapun diatas Pulau Reklamasi
6 Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan, Ini Yang
Perlu Anda Ketahui, diakses tanggal 26 Februari 2019, dalam
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45662194/
7 Fadel Prayoga, Cek Aktivitas Bisnis di Pulau Reklamasi, Anies: Kalau Melanggar Kita
Beri Sanksi, diakses tanggal 26 Februati 2019 dalam
https://news.okezone.com/read/2019/01/24/338/2008579/cek-aktivitas-bisnis-di-pulau-reklamasi-
anies-kalau-melanggar-kita-beri-sanksi/
7
Teluk Jakarta demi kehidupan ribuan nelayan dan segera mengesahkan Perda
RZWP3K.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas penulis tertarik untuk
mengkaji dengan judul skripsi “Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta atas Penghentian Proyek Reklamasi Pantai Utara”.
B. Identifikasi Masalah
Jika diamati oleh bersama, kebijakan penghentian reklamasi teluk Jakarta
menyisakan beberapa persoalan dan pertanyaan. Kebijakan penghentian pulau
reklamasi teluk Jakarta dirasa tidak menjadikan keseimbangan sebagai titik
utama dalam pembangunan berkelanjutan kebijakan pemerintah pusat dan
pemerintah provinsi DKI Jakarta dimasa yang akan datang. Persoalan
problematik yang menjadi polemik dengan diberhentikannya proyek
pembangunan reklamasi tidak sepenuhnya terselesaikan, seperti permasalahan
lingkungan pantai utara, sosial, dan masyarakat pesisir Jakarta, seperti :
1. Tidak dijadikannya persoalan lingkungan dan sosial masyarakat pesisir
Jakarta sebagai tujuan utama penghentian reklamasi teluk Jakarta, sehingga
dirasa pengehetian proyek reklamasi tergesa-gesa dan mengabaikan
persoalan utama proyek reklamasi.
2. Penyegelan pulau dan penghentian proyek reklamasi tidak disertai
pemberhentian pembangunan di pulau D serta aktifitas didalamnya.
3. Pemberhentian proyek reklamasi teluk Jakarta tidak secara tegas
menjelaskan pencabutan izin pulau C, D, G, dan N dicabut dan tidak
menjelaskan kelanjutan pembangunan pulau yang terlanjur dibangun.
4. Pemprov DKI Jakarta belum memiliki perda tentang Zonasi Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai dasar hukum
pengelolaan wilayah pesisir teluk Jakarta.
5. Kebijakan penghentian pulau reklamasi belum menjawab permasalahan
tentang pemulihan kembali ekosistem dan pencemaran lingkungan akibat
dari pembangunan pulau baru reklamasi.
8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan Keputusan Presiden No 52 mengenai reklamasi Teluk
Jakarta, bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang dalam mengatur
pelaksanaan maupun peruntukan Reklamasi Teluk Jakarta. Pada tahun 2017
Pemprov DKI secara resmi menghentikan proyek Reklamasi Teluk Jakarta dan
mencabut izin 13 Pulau Reklamasi dari total 17 pulau yang akan dibangun, sisa
empat pulau yang izinnya tidak dicabut lantaran pulau sudah terlanjur dibangun.
Berdasarkan hasil temuan masyarakat pesisir dan komunitas lingkungan, masih
ditemukan aktivitas pembangunan bahkan aktivitas bisnis diatas proyek yang
belum terbit izin peruntukannya. Agar permasalahan ini tidak melebar pada
kasus-kasus yang lain dalam penelitian ini penulis membatasi dan terfokus pada
empat pulau yang pembangunannya dilanjutkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses implementasi kebijakan penghentian Proyek
Reklamasi Teluk Jakarta?
2. Bagaimana implikasi kebijakan penghentian Proyek Reklamasi Teluk
Jakarta?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas. Maka
penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui proses kebijakan penghentian Pulau Reklamasi
Teluk Jakarta
b. Untuk mengetahui implementasi & implikasi kebijakan penghentian
Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
9
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1) Sebagai acuan untuk menjawab dan mengetahui bagaimana proses
kebijakan penghentian Pulau Reklamasi Teluk Jakarta, serta
implementasi kebijakan penghentian Pulau Reklamasi Teluk Jakarta
2) Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan masukan dan bahan
pertimbangan pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan di masa
yang akan datang, serta sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta.
3) Menjadi referensi bagi perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan
Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4) Sebagai bahan penelitian lanjutan bagi peneliti ataupun mahasiswa yang
ingin meneliti lebih jauh mengenai permasalahan tersebut.
E. Review Kajian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang mambahas dan mengkaji tentang Reklamasi
Teluk Jakarta, diantaranya adalah Muhammad Rifqi Iqsobayadinur S,H yang
menulis tentang “Kebijakan Basuki Tjahja Purnama Tentang Reklamasi Teluk
Jakarta Dalam Pespektif Siyasah” hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
kebijakan Basuki Tjahja Purnama tentang reklamasi teluk Jakarta memberikan
dampak secara langsung yang meliputi dampak politik, ekonomi, dan
lingkungan yang dialami oleh masyarakat kampung Muara Angke terutama
yang berprofesi sebagai nelayan. Dalam tinjauan politik Islam, Basuki Tjahja
Purnama sebagai Gubernur DKI dinilai belum dapat sepenuhnya memenuhi
konsep hak dan kewajiban sebagai seorang pemimpin karena belum sepenuhnya
mencerminkan sikap adil dan pemerintah tidak melalui musyawarah secara
mufakat yang dilakukan oleh masyarakat.8 Dari karya yang ditulis oleh Rifqi
8 Iqsobayadinur, Rifqi. “Kebijakan Basuki Tjahja Purnama Tentang Reklamasi Teluk Jakarta
Dalam Perspektif Siyasah.” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.) h. 94
10
Iqsobayadinur S,H ini menjelaskan tentang dampak kebijakan Basuki Tjahja
Purnama tentang Reklamasi Teluk Jakarta dalam perspektif hukum Islam.
Dalam tulisan Hesti Seftia Wulandari yang berjudul “Analisis Kebijakan
Penghentian Reklamasi di Pesisir Teluk Lampung”, ia menyimpulkan dalam
tulisannya bahwa kebijakan reklamasi pantai di Pesisir Teluk Lampung
mengalami penolakan dari masyarakat sekitar pantai. Masyarakat sekitar pantai
menolak dengan kebijakan reklamasi tersebut karena bagi mereka kebijakan
reklamasi pantai tersebut berdampak negatif langsung bagi masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai nelayan. Bukan hanya masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai nelayan saja namun masyarakat sekitar pantai juga merasa
terganggu karena banyaknya debu yang mengganggu pernafasan mereka
dampak dari pengkerjaan reklamasi pantai di Pesisir Teluk Lampung.9 Dalam
penelitian ini penulis membahas mengenai kebijakan penghentian Reklamasi di
Teluk Lampung dan faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan penghentian
reklamasi di Teluk Lampung. Hal inilah yang akan membedakan karya ilmiah
yang akan ditulis penulis.
Dalam tulisan Ibnu Mustaqim yang berjudul “Dampak Reklamasi Pantai
Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan
Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Jakarta Utara)” dalam tulisannya ia menyimpulkan bahwa reklamasi pantai
memberikan dampak pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun
habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan yang terjadi
harus menyesuaikan peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan,
selanjutnya berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru
dan bentuk keragaman usaha baru yang ditawarkan. Pembangunan pelabuhan
Muara Angke telah menambah keragaman jenis mata pencaharian lain diluar
perikanan (non perikanan), seperti menjadi tukang ojek odong-odong, ojek
9 Hesti Seftia Wulandari, “Analisis Kebijakan Penghentian Reklamasi di Pesisir Teluk
Lampung.” (Skripsi S1, diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas
Lampung, 2017.) h. 82
11
motor atau sepeda, becak dan membuka warung kelontong.10 Dalam penelitian
ini penulis membahas bagaimana dampak pembangunan pelabuhan Muara
Angke terhadap perubahan sosial-ekonomi masyarakat perkampungan nelayan
Muara Angke.
Dari berbagai tulisan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
berbeda dengan beberapa tulisan tersebut. Hal tersebut dikarenakan penelitian
ini lebih memfokuskan kepada proses dan implementasi kebijakan penghentian
pulau Reklamasi Teluk Jakarta.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian
yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,2002). Dalam
penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan
orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman
jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata (Patton dalam
Poerwandari, 1998).
2. Pendekatan Penelitian
Menurut Hillway penelitian adalah suatu studi yang dilakukan
seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu
masalah, sehingga di peroleh pemecahan yang tepat dalam masalah tersebut.
Menurut Whitney disamping untuk memperoleh kebenaran, kerja
menyelidik harus pula dilakukan secara sungguh-sungguh dalam waktu
yang lama. Dengan demikian, penelitia metupakan metode untuk
menemukan kebenaran, sehingga peneliti juga merupakan suatu metode
10 Ibnu Mustaqim, “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial
Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke,
Kelurahan Pluit, Jakarta Utara).” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.) h. 85
12
berfikir secara kritis. Sedangkan menutur Parsons penelitian adalah
pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian
ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 11
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan penelitian hukum normatif yang mengkaji
hukum tertulis dari aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan
komposisi, lingkup dan materi, penjelasan umum dari pasal per pasal,
formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang tetapi tidak
mengikat aspek terapan atau implementasinya. Peneliti dalam hal ini harus
mengumpulkan data berupa produk-produk hukum berupa Pergub, Kepres,
maupun Perda, dan melakukan wawancara kepada pemangku kebijakan di
lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
3. Sumber Data dan Jenis Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
langsung dari lapangan atau data yang diperoleh berupa dokumen-
dokumen resmi sepetri Pergub, Kepres, maupun Perda. Data lainnya
dapat melalui pengamatan langsung maupun hasil wawancara kepada
informan seperti Gubernur DKI Jakarta, atau pejabat dinas terkait
berdasarkan pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
melalui studi perpustakaan, perundang-undangan, buku-buku literatur,
dokumen, jurnal, berita online, dan tulisan yang dianggap peneliti
berkenan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
11 Moh. Nazir, Metode Penelitian “, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), h.12-13
13
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data dengan dua cara yaitu melalui data pustaka
atau pengumpulan data dari berbagai literatur seperti buku – buku ilmiah,
buku, majalah, jurnal, artikel dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
proses penghentian Reklamasi Teluk Jakarta. Selain itu, penelitian ini juga
memungkinkan penulis melakukan wawancara dengan stakeholders
maupun lembaga-lembaga yang terkait yairu, Pemprov DKI, Lembaga
Swadaya Masyarakat atau Komunitas Masyarakat.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan cara menganalisis, bagaimana memanfaatkan
data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan penelitian.12
Penyususn menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu usaha untuk
mengumpulkan data kemudian menganalisis data tersebut.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode
deduktif yaitu cara berfikir berangkat dari teori atau kaidah hukum yang
ada. Metode ini digunakan untuk menganalisis proses penghentian proyek
Reklamasi serta implementasi kebijakan penghentian reklamasi.
12 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rienaka Cipta,1996), h. 124
14
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami, maka skripsi ini disusun secara
sistematis, berikut uraian yang terbagi dalam beberapa Bab, masing masing
Bab terdiri dari Sub Bab. Sistematika yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
Bab I
Bab II
Bab III
PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan yang
meliputi tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah,
Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Review Kajian Terdahulu, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA. Bab ini membahas
tentang Reklamasi Pantai, dan Reklamasi Pantai di Indonesia.
REKLAMASI TELUK JAKARTA. Bab ini menjelaskan
tentang Gambaran Umum Daerah dan Sejarah Reklamasi Teluk
Jakarta sejak ide pembangunan reklamasi muncul sampai
dihentikannya proyek reklamasi.
15
Bab IV
Bab V
ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA
JAKARTA. Bab ini membahas tentang pencabutan izin
Reklamasi Teluk Jakarta, Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi
Teluk Jakarta, dan Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta.
PENUTUP. Dalam bab ini disampaikan kesimpulan sebagai
jawaban dari rumusan masalah pada bab pertama skripsi ini
serta rekomendasi dari penulis.
16
BAB II
REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA
A. Reklamasi Pantai
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang
keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang
garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai
¾ wilayah Indonesia (5,8 juta km2 dari 7.827.087 km2).1 Hingga saat ini
wilayan pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan
sosial ekonominya, manusia memanfaatkan wilayah pesisir untuk berbagai
kepentingan. Agar mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah
yang selama ini terlupakan, yaitu pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki
kualitas lingkungan hidup rendah. Fenomena ini bukan saja dialami di
Indonesia, tapi juga dialami negara-negara maju, sehingga daerah pantai
menjadi perhatian dan tumpuan harapan dalam menyelesaikan penyediaan
hunian penduduk perkotaan. Penyedian lahan di wilayah pesisir dilakukan
dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada, seperti perairan
pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap
kurang bernilai secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi
lahan lain yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan
atau dikenal dengan reklamasi.2
1. Pengertian Reklamasi Pantai
Istilah reklamasi merupakan pekerjaan dengan menimbun perairan atau
pesisir yang mengubah garis pantai atau kedalaman perairan dengan mengubah
1 Kementerian Kelautan dan Perikanan, Refleksi 2017 dan Outlook 2018, diakses tanggal 18
Maret 2019 pada https://kkp.go.id/djprl/artikel/2798-refleksi-2017-dan-outlook-2018-membangun-
dan-menjaga-ekosistem-laut-indonesia-bersama-ditjen-pengelolaan-ruang-laut
2 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan
Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1.
17
menjadi daratan.3 Di dalam pembangunan penghunian dan perkotaan
adakalanya daerah- daerah genangan dikeringkan untuk kemudian
dimanfaatkan. Bahkan wilayah laut pun dapat dijadikan daratan. Reklamasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.4 Pengertian
reklamasi lainnya adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau
lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan
berguna dengan cara pengeringan lahan atau drainase sehingga meningkatkan
manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan, sosial maupun
ekonomi.5 Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di
laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya reklamasi
merupakan kegiatan merubah wilayah perairan pantai menjadi daratan.
Reklamasi dimaksudkan upaya merubah permukaan tanah yang rendah,
menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air).
2. Tujuan Reklamasi
Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan
kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat
yang ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.6 Kawasan
baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman,
perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata. Dalam
perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran
kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kota-kota besar yang laju
3 Bab 1, Pasal 1, Ayat 2. Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011 tentang
Pengerukan dan Reklamasi
4 Direktorat Jendral Penataan Ruang Dept. Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, diakses pada tanggal 25 Maret 2019 pada
http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/22.pdf 5 Bab 1, Pasal 1, Ayat 23. Undang Undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
6 Bagian Kelima, Reklamasi. Pasal 34 ayat 1. Undang Undang No 27 Tahun 2017
18
pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi
mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan
(keterbatasan lahan).
Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak
memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru. Reklamasi kawasan
perairan merupakan upaya pembentukan suatu kawasan daratan baru baik di
wilayah pesisir pantai ataupun di tengah lautan. Tujuan utama reklamasi ini
adalah untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan
menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk berbagai
keperluan ekonomi maupun untuk tujuan strategis lain.
Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan,
pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai,
kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul
perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu
kawasan wisata terpadu. Kegiatan reklamasi ini dilakukan oleh suatu otoritas
(negara, kota besar, pengelola kawasan) yang memiliki laju pertumbuhan
tinggi dan kebutuhan lahannya meningkat pesat, tetapi mengalami kendala
keterbatasan atau ketersediaan ruang dan lahan untuk mendukung laju
pertumbuhan yang ada, sehingga diperlukan untuk mengembangkan suatu
wilayah daratan baru.
3. Dampak Reklamasi
Reklamasi pantai dalam skala besar tentunya memberikan dampak yang
signifikan terhadap kondisi sekitar lokasi reklamasi, dampak positif maupun
negatif. Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu
perekonomian masyarakat pesisir dalam rangka penyediaan lahan untuk
berbagai keperluan seperti pemekaran kota, pengembangan kawasan, maupun
penataan daerah pantai. Walau begitu kerugian kegiatan Reklamasi lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan apabila perencanaan yang jelas dan
19
komperhensif seperti pengambilan material maupun Teknik penimbunan
diperhatikan secara detail. Perlu diingat bahwa reklamasi merupakan bentuk
intervensi manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu
dalam keadaan seimbang maupun dinamis. Perubahan ini akan melahirkan
perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai.
Hal tersebut berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan
lingkungan di daerah lain seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau
untuk material timbunan.
Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat
maupun ekosistem pesisir dan laut. Dampak inipun mempunyai sifat jangka
pendek maupun jangka panjang, yang mungkin dapat menimbulkan masalah-
masalah baru yang dapat mempengaruhi kondisi sosial maupun ekosistem
lokasi kegiatan reklamasi dilaksanakan.
a. Dampak Positif
Secara umum dampak reklamasi seperti tujuan utama proyek reklamasi,
seperti menambah luas lahan, menghidupkan kembali transportasi air,
mengamankan lahan subur, meningkatkan pariwisata bahari, serta
meningkatkan peningkatan daerah setempat.7 Kegiatan reklamasi antara lain
tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai ekonomi Kawasan pesisir,
mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah,
perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan
rejim hidraulik Kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja.
Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan
wilayah dan diharapkan dapat meningkatkan manfaat, bukan hanya manfaat
lingkungan, melainkan memberikan manfaat terhadap keadaan sosial
masyarakat disertai dengan meningkatnya kebutuhan akan ruang.8 Praktek ini
7 Menteri Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir: Tujuan, Manfaat
dan Efek, diakses tanggal 25 Maret 2019 pada
https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/reklamasi/Kebijakan-reklamasi-di-wilayah-
pesisir-tujuan-manfaat-dan-efek-oleh-kementerian-kelautan-dan-perikanan.pdf
8 Bambang Santoso, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. (Jakarta:
Kata Hasta Pustaka, 2009.) h. 81
20
memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan
daerah pantai, menciptakan alternative kegiatan dan pengembangan wisata
bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis
pantai, selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan
banjir rob di daratan.
b. Dampak Negatif
Namun perlu diingat pula, reklamasi merupakan hasil campur tangan
manusia terhadap alam, sehingga memungkinkan semua kegiatan ini juga
membawa dampak buruk. Diantara dampak negatif reklamasi pantai pada
lingkungan meliputi dampak fisik seperti erosi pantai, sedimentasi,
peningkatan kekeruhan, kerusakan pantai dan instalasi utilitas bawah ait,
rusaknya karang, terganggunya jalur pelayaran, peningkatan potensi banjir,
kerusakan ekosistem pesisir dan penggenangan di wilayah pesisir.9 Sedangkan,
dampak ekologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang,
padang lamun, estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati. Dampak sosial
juga menjadi hal yang harus diperhatikan dengan cermat, dampaknya
mencakup perubahan sosial terkait individu, kelompok, termasuk didalamnya
nilai, sikap, dan pola prilaku diantara kelompok dalam masyarakat.10
Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang public
masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan
privat. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun
fauna, karena timbunan tanah urungan mempengaruhi ekosistem yang sudah
ada. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan
mendapat daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak
sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan
terjadinya banjir rob.
9 Menteri Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir: Tujuan, Manfaat
dan Efek
10 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Dasar : Sebuah Kajian Pendekatan Struktural
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) hlm. 142
21
Untuk mereduksi dampak semacam itu, diperlukan kajian mendalam
terhadap proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin
ilmu serta didukung dengan upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif
diharapkan menghasilkan area reklamasi dengan dampak yang seminimal
mungkin terhadap lingkungan di sekitarnya.
B. Reklamasi Pantai di Indonesia
1. Reklamasi Kawasan Tanjung Carat, Banyuasin, Sumatra Selatan.
Pemerintah daerah berencana untuk memperluas Kawasan Tanjung
Carat dengan memperluas pembangunan kawasan ekonomi strategis
Pelabuhan Tanjung Api-Api. Perluasan pembangunan pelabuhan diprediksi
memerlukan lahan sekitar 1.000 hektar (Ha) yang akan dimulai tahun
2018.11
Pada tahun 2016, pemerintah sudah menetapkan Kawasan Tanjung
Carat sebagai kawasan rencana induk pelabuhan sesuai Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KP 897/2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan TAA
Sumsel. Kemudian bulan maret 2017, Tanjung Carat ditetapkan sebagai
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam rapat terbatas yang dipimpin
presiden Joko Widodo. Dalam pengembangannya, Pelabuhan Tanjung
Carat mengantongi pertimbangan Teknis Distrik Navigasi tentang
Pertimbangan Teknis Kegiatan Reklamasi Tanjung Carat oleh PT.
Sriwijaya Tanjung Carat (STC).
Namun pembangunan dan perluasan reklamasi Tanjung Carat yang
masuk wilayah Desa Sungsang IV, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten
Banyuasin, yang akan mereklamasi laut sekitar 3.000 hektar (Ha) lebih ini
11 Bhakti Satrio Wicaksono, Setelah Jakarta Hentikan Reklamasi, Masih Ada 35 Proyek Yang
Berjalan, di akses pada Kamis, 18 Juli 2019, dalam
https://sains.kompas.com/read/2018/10/01/183833423/setelah-jakarta-hentikan-reklamasi-masih-
ada-35-proyek-yang-berjalan/
22
menggunakan lahan di Kawasan Hutan Lindung Pantai Air Telang sebagai
pinjam pakai dan berpotensi merugikan 530 KK.12
2. Reklamasi Teluk Benoa, Bali
Pada tanggal 26 Desember 2012 Gubernur Bali memberikan izin
reklamasi kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) di
kawasan perairan Teluk Benoa Kabupaten Badung seluas 838 hektar
melalui SK Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Rencana Pemanfaatan dan
Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa.
Rencana revitalisasi laut teluk Benoa, seluas 838 hektar, untuk membuat
11 (sebelas) pulau dengan menguruk laut, untuk marina sport, sikuit formula
satu, apartermen mewah, pusat rekreasi, pusat kebudayaan, dan pusat
perbelanjaan, lapangan golf, perumahan pinggir pantai, yang diinisiasi akan
menjadi simbol pariwisata baru untuk Bali.
Di akhir masa jabatannya sebagai Presiden, SBY mengeluarkan Perpres
No 51 Thn 2014 tentang Perubahan Atas Perpres No 45 Thn 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA yaitu mengubah
status konservasi Teluk Benoa menjadi zona penyangga atau kawasan
pemanfaatan umum. Pasca penerbitan Perpres 51 tahun 2014 kemudian PT.
Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI) juga mengantongiizin lokasi
reklamasi nomor 445/MEN-KP/VIII/2014dari Menteri Kelautan dan
Perikanan di kawasan perairan Teluk Benoa yang meliputi Kabupaten
Badung dan Kota Denpasar Provinsi Bali seluas 700 hektar.
Namun dalam pelaksanaannya, Reklamasi Teluk Benoa menimbulkan
berbagai macam reaksi dan penolakan dari masyarakat di Bali termasuk
Indonesia. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam ‘ForBali Tolak
Reklamasi’ berpendapat bahwa pada dasarnya Reklamasi ini dianggap
12 Setelah Jakarta Hentikan Reklamasi, Masih Ada 35 Proyek Yang Berjalan,
https://sains.kompas.com/read/2018/10/01/183833423/setelah-jakarta-hentikan-reklamasi-masih-
ada-35-proyek-yang-berjalan/
23
hanya merupakan bisnis semata yang menguntungkan para investor dan
merugikan masyarakat Bali karena akan merusak kualitas lingkungan
hidup. Selanjutnya Penerbitan Perpres No 51 Tahun 2014 menghapuskan
pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan
konservasi sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat 5 Perpres
No 45 Thn 2011 serta mengurangi luasan kawasan konservasi
perairan dengan menambahkan frasa “sebagian” pada kawasan konservasi
Pulau Serangan dan Pulau Pudut. Hal tersebut menyebabkan kawasan
konservasi di wilayah SARBAGITA menjadi berkurang luasannya.13
Dalam protesnya, ‘ForBali’ Tolak Reklamasi Teluk Benoa mendesak agar
Presiden Joko Widodo untuk mencabut perpres Reklamasi Teluk Benoa.14
3. Reklamasi Teluk Jakarta
Rencana reklamasi Teluk Jakarta seluas 2.700 hektar tersebut pertama
kali dipaparkan di hadapan Presiden Soeharto, Maret 1995. Selain untuk
mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta, proyek reklamasi juga untuk
mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat
wilayah lain. Untuk memuluskan rencana tersebut, disahkan Keputusan
Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan
Perda Nomor 8 Tahun 1995.
Selama 17 tahun berlalu sejak diterbitkannya Kepres 52 tahun 1995,
yang semula diproyeksikan seluas 2.700 herkar, tahun 2012 Fauzi Bowo
gubernur DKI Jakarta yang menjabat saat itu menegaskan pembangunan
proyek reklamasi bahwa akan ada 17 pulau yang dinamai pulau A sampai
pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Alasan pembangunan Reklamasi
Teluk Jakarta adalah bertujuan untuk mencegah pengikisan daratan Jakarta
oleh air laut, serta membangun beberapa fasilitas kota lainnya. Tak hanya
13 Mengapa Kami Menolak, diakses pada 18 Juli 2019 dalam
https://www.forbali.org/id/mengapa-kami-menolak/
14 Rakyat Bali Tuntut Jokowi Cabut Perpres Reklamasi Teluk Benoa, diakses pada 18 Juli
2019 dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180828121053-20-325465/rakyat-bali-tuntut-jokowi-cabut-perpres-reklamasi-teluk-benoa
24
itu, reklamasi pantai utara Jakarta juga bertujuan untuk menata kembali
Kawasan Pantai Utara (Pantura) dengan cara membangun Kawasan pantai
dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city) karena ruang
Jakarta sudah tidak mungkin diperluas.
Dalam kaitannya dengan penanggulangan bencana banjir rob di pesisir
utara Jakarta dan pemenuhan kebutuhan lahan untuk pusat bisnis dan
perkantoran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun
tanggul raksaksa (Jakarta Giant Sea Wall/JGSW) di pesisir utara Jakarta.
Tahapan awal pembangunan JGSW adalah melakukan reklamasi pantai
untuk membuat 18 pulau buatan. Bangunan JGSW akan membentang
sepanjang pantai Teluk Jakarta ± 60 km dan 8 km ke arah laut yang
peletakan batu pertama telah dilaksanakan pada Oktober 2014 dan
diharapkan akan selesai pada tahun 2020. Saat ini sudah ada 3 pulau yang
telah dibangun, yaitu Pulau C, D dan G.
Namun dalam pelaksanaannya, Reklamasi Teluk Jakarta mendapat
penolakan dari warga pesisir dan organisasi lingkungan. Masyarakat pesisir,
yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, berpendapat
bahwa manfaat pembangunan pulau reklamasi diyakini bukan untuk
kepentingan publik, melainkan kepentingan pengusaha dan pengembang
yang memiliki modal besar. Selain itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)
meyakini bahwa proyek reklamasi akan menutup akses dan ruang
kehidupan nelayan untuk mencari ikan, dan menggerus kondisi lingkungan
di wilayah pembangunan reklamasi dengan menimbun Teluk Jakarta
dengan 1 milyar kubik meter pasir.15 Tanggal 26 September 2018, Gubernur
Jakarta Anies Baswedan secara resmi melalui konferensi pers menghentikan
proyek reklamasi Jakarta, dan mengatakan bahwa reklamasi adalah bagian
dari sejarah bukan bagian dari masa depan Jakarta.16
15 Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Konsisten Tolak Reklamasi, diakses tanggal 18 Juli
2019 dalam https://walhi.or.id/
16 Clara Maria Chandra Dewi, Anies Baswedan Resmi Cabut Izin Reklamasi Teluk Jakarta,
diakses pada tanggal 18 Juli 2019 dalam https://metro.tempo.co/read/1130345/anies-baswedan-resmi-cabut-izin-reklamasi-teluk-jakarta
25
BAB III
REKLAMASI TELUK JAKARTA
A. Gambaran Umum Daerah
1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, terbagi menjadi 5 wilayah Kota
administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta
Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta
Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan
Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten
Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara
membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13
buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan
Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah
barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara
dengan Laut Jawa.
DKI Jakarta secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan
pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian
selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke
bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang
lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya
oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman
10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada
bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan
kedalaman 40 m.1
1 Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun
2007-2012
26
Sedangkan secara geografis, letak Provinsi DKI Jakarta berada di bagian
barat laut Pulau Jawa. Posisinya lebih kurang antara 5°19′ 12″ – 6°23′ 54″
Lintang Selatan (LS) dan 106°22` 42″ – 106°58′ 18″ Bujur Timur (BT). Di
antara provinsi-provinsi lain di Indonesia, DKI Jakarta merupakan provinsi
yang wilayahnya paling sempit. Luas daratannya lebih kurang 661,52 km
persegi dan luas lautnya lebih kurang 6.977,5 km persegi.
Sementara secara demografis, jumlah penduduk DKI Jakarta di tahun 2019,
sudah mencapai 10 juta penduduk. Dalam beberapa tahun terakhir, Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat, tren jumlah penduduk Jakarta mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statisik,
jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2015 mencapai 10,18 juta jiwa. Kemudian
meningkat menjadi 10,28 juta jiwa pada 2016, dan bertambah menjadi 10,37
juta jiwa pada 2017. Artinya, selama dua tahun terkahir jumlah penduduk di
Ibu Kota bertambah 269 jiwa setiap hari atau 11 orang per jam. Adapun wilayah
dengan populasi terbanyak adalah Jakarta Timur dengan jumlah penduduk
mencapai 2,89 juta jiwa, diikuti Jakarta Barat (2,53 juta jiwa) dan Jakarta
Selatan (2,23 juta jiwa). Lalu Jakarta Utara (1,78 juta jiwa), Jakarta Pusat (921
ribu jiwa), serta Kabupaten Kepulauan Seribu (24 ribu jiwa).Sementara rasio
perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan di Jakarta pada tahun lalu
mencapai 100,61. Artinya jumlah penduduk laki-laki di Jakarta lebih banyak
dibanding perempuan. Jumlah penduduk Jakarta tersebut berdasarkan proyeksi
Sensus Penduduk 2010.2
Memiliki peran ganda sebagai pusat pemerintahan dan pusat ekonomi
negara, Provinsi DKI Jakarta tentunya menjadi daerah yang memiliki nilai
strategis. Kesempatan mencari lapangan kerja yang lebih mudah, pendapatan
yang ditawarkan lebih besar, serta kemudahan akses dan mobilitas inilah yang
2 Badan Pusat Statistik 2017, Berapa Jumlam Penduduk Jakarta, diakses 24 Juli 2019, dalam
https://databoks.katadata.co.id/
27
menjadi factor utama masyarakat berbondong-bondong dating ke Jakarta. Tak
heran setiap tahunnya, jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta tentunya
menjadi daerah yang memiliki nilai strategis. Kesempatan mencari lapangan
pekerjaan yang lebih mudah, pendapatan yang ditawarkan lebih besar, serta
kemudahan akses dan mobilitas inilah yang menjadi factor utama masyarakat
berbondong-bondong dating ke Jakarta. Tak heran jika setiap tahunnya, jumlah
penduduk di Provinsi Jakarta terus bertambah.
Berbanding terbalik dengan jumlah penduduk, luas wilayah Provinsi DKI
Jakarta pun tak mengalami perluasan wilayah. Berdasarkan analisis dokumen
Jakarta Coastal Defense Strategy (JDCS) menunjukkan perkembangan fisik di
Jakarta khususnya lahan terbangun sudah semakin meluas. Hampir 66.62% luas
daratan Jakarta, didominasi dengan lahan terbangun seperti pemukiman,
bangunan, prasarana dan infrastruktur lainnya. Sedangkan untuk lahan terbuka
justru mengalami keterbatasan. Hanya ada sekitar 33.38% lahan terbangun non
pemukiman, seperti hutan kota, pertanian, taman, jalur hijau, pemakaman dan
lahan kosong lainnya. Adanya keterbatasan lahan inilah yang diindikasikan
menjadi permasalahan yang penting bagi Jakarta dan genting untuk
diselesaikan.3
Mengingat begitu pesatnya perkembangan di Jakarta, kemudian ditambah
lagi dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat, tentunya Jakarta harus
memperoleh solusi untuk memecahkan persoalan ini. Jika tidak segera diatasi,
dikhawatirkan persoalan ini akan menambah beban dan resiko bagi
keberlangsungan perkembangan di Jakarta. Sebagai salah satu jalan keluar
keterbatasan lahan, Pemprov DKI Jakarta akhirnya mendorong adanya
perluasan wilayah ke utara dan atau ke selatan Jakarta. Desakan atas
pertumbuhan penduduk yang pesat, meningkatnya kebutuhan akan lahan dan
3 Dokumen Jakarta Cosastal Defense Strategy, diakses 25 Juli 2019 dari situs
https://issuu.com/rujak/docs/jcds
28
sulitnya pembebasan lahan untuk mengembangkan wilayah serta keperluan
pembangunan kota Jakarta, memaksa pemerintah DKI Jakarta membuat
kebijakan untuk mengembangkan wilayan utara Jakarta untuk menopang
pembangunan dan keberlanjutan kota untuk mengejar ketertinggalan dengan
kota besar di lingkungan dunia Internasional.4 Namun karena terbatasnya lahan
di daerah perbatasan selatan Jakarta, seperti Bogor dan Sukabumi, membuat
upaya perluasan di selatan Jakarta pun urung dilakukan. Akhirnya, perluasan
wilayah di utara Jakarta pun dipilih, karena dinilai bisa memberikan nilai yang
lebih ekonomis karena lokasinya yang strategis di pesisir utara Jakarta, tepatnya
di Kawasan Pantai Utara Jakarta dengan menggunakan konsep reklamasi.
2. Kawasan Reklamasi Teluk Jakarta
Kawasan Pantai Utara Jakarta atau yang disebut kawasan Pantura, berlokasi
di dalam wilayah kota administratif Jakarta Utara. Secara keseluruhan, luas
kawasan Pantura ini mencapai 5.200 hektar, dengan rincian 2.700 hektar areal
hasil reklamasi Teluk Jakarta, sedangkam sisanya, seluas 2.500 hektar ialah
daratan pantai lama yang direvitalisasi. Kawasan Pantura diperkirakan
memiliki garis panjang pantai mencapai kurang lebih 32 km yang berbatasan
dengan pantai Tangerang di bagian barat dan Pantai Bekasi di bagian timur.
Kawasan Pantura, jika dilihat dari aspek geografis, berpotensial menjadi
kawasan andalan. Kawasan ini dinilai bisa menjadi pusat roda ekonomi karena
lokasinya yang strategis dengan beberapa kegiatan ekonomi. Misalnya saja,
berdekatan dengan pelabuhan, pergudangan dan perdagangan. Tidak hanya itu,
lokasi utara Jakarta juga kaya akan nilai sejarah dan budaya, hal inilah yang
juga bisa menambah potensi kawasan Pantura sebagai objek pariwisata. Sejauh
ini, perkembangan kawasan Pantura sudah mengalami kemajuan yang pesat
4 Sapto Supono, (Desertasi), Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta
Secara Berkelanjutan, Desertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 2009.
29
dengan kegiatan-kegiatan yang memiliki skala besar, mulai dari energi,
ekonomi, sosial dan budaya. Contohnya saja seperti PLTU Muara Karang dan
Muara Tawar, pemukiman Pantai Indah Kapuk dan Pantai Mutiara, Pelabuhan
Tanjung Priok, Kawasan Berikat Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Jaya
Ancol, Rumah Pitung Marunda dan perdagangan di Glodok.
Meskipun disebut sebagai kawasan yang memiliki potensi kemajuan,
namun, Kawasan Pantura dinilai memiliki sejumlah permasalahan, baik dari
kondisi lingkungan fisik dan sosial ekonomi, seperti pemukiman kumuh, rawan
banjir, pencemaran laut, rob dan abrasi serta permasalahan zonasi perairan laut
yang belum terpadu. Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air Provinsi
Jakarta, pencemaran perairan Teluk Jakarta di tahun 2008 – 2014 menunjukkan
adanya pencemaran berat yang signifikan, mulai dari penecemaran yang sangat
berat, sedang, ringan, dan sangat ringan. Lebih dari 50% tingkat pencemaran
didominasi dengan pencemaran yang sangat berat hingga sedang. Sementara
untuk pencemaran ringan dan sangat ringan terbilang cukup rendah, hanya
mencapai 15%.90 Pencemaran Teluk Jakarta mengakibatkan rusaknya
ekosistem di sekitar pesisir hingga biota laut di Teluk Jakarta.
Menyikapi ancaman berbagai kerusakan di perairan Teluk Jakarta,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai reklamasi
Teluk Jakarta sebagai salah satu opsi jalan keluar yang memungkinkan. Selain
bisa kembali memperbaiki ekosistem di pesisir dan biota laut, proyek reklamasi
yang dibayarkan pengembang juga bisa digunakan untuk pembangunan
infrasturuktur yang dibutuhkan masyarakat. Nantinya Kawasan Reklamasi
mencakup Kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai
Utara Jakarta5 dengan wilayah perencanaan Kawasan Reklamasi Pantura
5 Bab 2, Pasal 2, Ayat 1. Peraturan Gubernur No 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang
Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
30
berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan koordinat 106°43'1
0"BT,6°22'SS"LS-1 06°ST40"BT, S04TOO"LS.6
B. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta
Pembangunan Reklamasi Pantai Utara Jakarta atau yang sekarang dikenal
dengan Reklamasi Teluk Jakarta memiliki sejarah yang panjang, sejak
diterbitkannya Kepres No. 52 tahun 1995 oleh presiden Soeharto pada zaman Orde
Baru dengan semangat pembangunan nasional, yang inti dari proyek ini pernah
disinggung sewaktu Profesor Ir. H. Van Breen meninjau masalah banjir kota
Jakarta ketika masih menyandang nama Batavia.7 Pemerintah Pusat bersama
dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun akhirnya mengeluarkan kebijakan
yang terus mendukung mandat dari presiden Soeharto tersebut. Sempat terhenti
pembangunannya karena krisis moneter tahun 1998, berikut adalah sejarah
perjalanan pembangunan disertai landasan hukum Reklamasi Teluk Jakarta.
1. Tahun 1994
Reklamasi Teluk Jakarta di pesisir utara Jakarta telah dilakukan sejak era
pemerintahan Presiden Soeharto. Pada era Presiden Soeharto, pemerintah
Indonesia terus mengambil langkah untuk terus membangun negara. Wacana
pembangunan reklamasi berawal dari adanya keinginan Pemerintah Pusat untuk
terus melakukan pembangunan dalam skala nasional. Rencana Pembangunan Lima
Tahun atau Repelita periode 1994 hingga tahun 1999 disebutkan bahwa
pembangunan akan dilakukan di beberapa penjuru daerah. Provinsi DKI Jakarta,
pada saat itu masuk menjadi salah satu daerah yang ditargetkan oleh pemerintah.
Hal ini tentunya untuk memberikan penambahan nilai ekonomi bagi daerah-daerah
tersebut. Reklamasi Teluk Jakarta pertama kali muncul dengan adanya Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 1994, yang masuk sebagai Kawasan Andalan. Dalam
6 Bab 2, Pasal 2, Ayat 2. Peraturan Gubernur No 121 Tahun 2012 7 A.R. Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke Ibukota Negara:
Persiapan-Persiapan Bagi Proyek Multifungsi, (Jakarta: Djambatan, 2004) h. 25
31
Keppres ini, Kawasan Andalan disebutkan secara jelas bahwa Kawasan Pantai
Utara menjadi salah satu fokus pemerintah untuk dijadikan kawasan yang memiliki
peranan strategis baik untuk perkembangan kota Jakarta hingga aspek ekonomis.
Keppres ini juga dinilai menjadi salah satu landasan hukum pengaturan reklamasi
Teluk Jakarta.
Di tahun selanjutnya, Presiden Soeharto kembali menegaskan wacana
reklamasi di dua daerah, yakni Reklamasi Teluk Jakarta dan Reklamasi Teluk Naga
Tangerang.
2. Tahun 1995
Menindaklanjuti adanya Keppres No.17 Tahun 1994 tentang Kawasan
Andalan, Presiden Soeharto kala itu menilai bahwa Jakarta kekurangan lahan dan
dan perlu adanya penambahan luas ibukota. Pada tanggal 13 Juni 1995, Presiden
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.52 mengenai reklamasi
Teluk Jakarta. Keppres No.52 Tahun 1995 ini menyebutkan bahwa Reklamasi
Pantai Utara disebut juga sebagai Reklamasi Pantura dilakukan di bagian
Kotamadya Jakarta Utara, khususnya di pesisir Pantai Utara Jakarta.
Selain mengatur tentang lokasi pembangunan Reklamasi Pantura, Keppres ini
juga menjelaskan dan mengatur bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak
berwenang dan bertanggungjawab dalam pembangunan Reklamasi Pantura. Tidak
hanya itu, Presiden juga menyebutkan penyelenggaraan reklamasi Pantura
mengharuskan dibentuknya Badan Pelaksana yang diisi oleh Pemerintah Provinsi
DKI. Sedangkan Pemerintah Pusat hanya ditugaskan menjadi pengarah dari
penyelenggaraan reklamasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional atau Kepala Bappenas sebagai Ketua Tim Pengarah.
Kemudian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, sebagai penyelenggara serta
bertanggungjawab atas pembangunan Reklamasi Pantura, mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda) No.8, Tahun 1995 mengenai Penyelenggaraan Reklamasi dan Tata
32
Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Peraturan daerah ini merupakan salah satu tindak
lanjut dalam menanggapi Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1994 tentang
Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan.
3. Tahun 1997
Tahun 1997, Asia dilanda krisis ekonomi yang sangat parah sehingga
menyebabkan kepanikan yang ditandai dengan jatuhnya mata uang negara-negara
Asia. Indonesia adalah termasuk negara dengan dampak krisis ekonomi terparah,
nilai rupiah jatuh terhadap dolar karena ketakutan investor sehingga Rupiah dan
Bursa Saham Jakarta menyentuk titik terendah pada bulan September. Inflasi dan
kerusuhan pecah, sehingga stabilitas ekonomi dan politik tergaggu. Akibatnya,
banyak kebijakan pembangunan nasional terhambat, termasuk pembangunan
Reklamasi Pantura. Meski demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap
bersikeras untuk meneruskan Reklamasi Pantura pada tahun 1997, Pemerintah
Daerah (Pemda) DKI Jakarta menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan PT
Kapuk Naga Indah untuk pulau C (2B), D (2A), dan Pulau E (1).
4. Tahun 1999
DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat itu yang dipimpin
oleh Gubernur Sutiyoso, mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) di mana reklamasi masuk kedalam rencana tata ruang dan
merubah rencana tata ruang dari Keppres tahun 1995. Didalam Perda ini disebutkan
bahwa tujuan Reklamai Pantura adalah untuk perdagangan dan jasa Internasional,
perumahan dan pelabuhan wisata. Perda ini juga menyebutkan ada beberapa isi
Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta, baik dari rencana penyebaran
penduduk, pengembangan aktivitas kota, pengembangan sistem sarana prasarana
dan intensitas ruang. Tidak hanya menuliskan tentang rencana pembangunan di 5
kotamadya saja, Perda ini juga menuliskan tentang pembangunan Reklamasi Teluk
33
Jakarta. Pada pasal 61 poin b, tertulis bahwa perencanaan reklamasi Teluk Jakarta
dikhususkan untuk pembangunan pemukiman bagi kelas menengah ke atas.
5. Tahun 2003
Kementerian Lingkungan Hidup, saat itu dipimpin oleh Nabiel Makarim
menerbitkan Keputusan Menteri No.14 yang menyatakan bahwa proyek reklamasi
dan revitalisasi Pantura Jakarta tidak layak dilaksanakan. Hal ini dikarenakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat memenuhi kaidah penataan ruang dan
teknologi yang sesuai dengan Analisa Dampak Lingkungan atau AMDAL.
Kementerian Lingkungan Hidup juga mengatakan bahwa reklamasi akan
meningkatkan resiko banjir terutama di Kawasan Utara Jakarta, merusak ekosistem
laut, dan menyebabkan penghasilan nelayan turun. Proyek juga akan membutuhkan
sekitar 330 juta meter kubik pasir (untuk wilayah seluas 2.700 hektar), dan akan
mengganggu PLTU Muara Karang di Jakarta Utara.
Hal inilah yang dinilai merugikan bagi pengembang. Pasalnya, para
pengembang merasa terhambat dalam melakukan permohonan izin kepada pihak
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan menimbulkan kerugian yang besar bagi
penggugat. Kemudian tahun 2003 enam kontraktor menggugat keputusan tersebut
ke PTUN. Enam perusahaan tersebut adalah: PT Bakti Era Mulia, PT Taman
Harapan Indah, PT Manggala Krida Yudha, Pelindo II, PT Pembangunan Jaya
Ancol and PT Jakarta Propertindo.
6. Tahun 2007
Di tahun 2007, enam pengembang yang mendapatkan hak reklamasi pun
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keenam pengembang
tersebut ialah, PT Bakti Bangun Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT
Manggaka Krida Yudha, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, PT Pembangunan
Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertinda. Gugatan tersebut dilayangkan karena
34
Menteri Negara Lingkungan Hidup dinilai merumuskan kebijakan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perbuatan yang
melampaui batas dan perbuatan sewenang-wenang.
Akhirnya, Pengadilan pun memutuskan bahwa surat Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 dinyatakan tidak sah dan
mewajibkan tergugat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup untuk
mencabut surat tersebut. Tidak berhenti disitu, setelah kalah dalam pengadilan Tata
Usaha Negara, Kementerian Lingkungan Hidup kembali mengajukan Banding ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terkait dengan putusan tersebut. Namun lagi-
lagi Kementerian Lingkungan Hidup harus berbesar hati karena gugatannya
kembali kalah.
Di tahun yang sama, DKI Jakarta diterpa bencana banjir disebakan hujan deras
yang diperparah dengan naiknya air laut di kawasan Utara Jakarta yang terjadi satu
kali setiap 18 tahun. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan
lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari 2007 hingga keesokan
harinya tanggal 2 Februari. Banyaknya volume air dari 13 sungai yang melintasi
Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang,
mengakibatkan banjir lebih dari 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan
kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi.8
7. Tahun 2009
Di tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup akhirnya pun memutuskan
untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terkait dengan putusan
incracht dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pada Juli 2009, akhirnya
Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan kasasi tersebut yang
8 “Dahsyatnya Banjir 2007 yang Tenggelamkan Jakarta” diakses 29 Juli 2019 dalam
https://www.liputan6.com/news/read/3881811/dahsyatnya-banjir-2007-yang-tenggelamkan-jakarta/
35
menyatakan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta telah menyalahi Analisis
Dampak Lingkungan atau Amdal yang berlaku.
Kemudian dua tahun berselang setelah bencana banjir rob yang merendam
Jakarta tahun 2007, Pemerintah Belanda mendatangi Pemerintah Indonesia dengan
menindaklanjuti permohonan Fauzi Bowo dan Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Jakarta untuk merancang sistem pertahanan laut yang dilakukan pada 2009-2012,
yang kemudian dikenal sebagai Giant Sea Wall atau Great Garuda. Dalam
masterplan Jakarta Coastal Defense System yang kemudian di 2013 berganti nama
menjadi National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), Gubernur
Jakarta saat itu Fauzi Bowo memasukkan rencana reklamasi pulau-pulau ke dalam
NCICD. Alasannya adalah untuk kemitraan antara pemerintah dengan
pengembang, di mana pengembang diminta sumbangannya untuk memperbaiki
tanggul laut yang telah ada, yang disebut sebagai NCICD Fase A. Masuknya
rencana Reklamasi Pantura telah menghidupkan lagi rencana reklamasi yang
selama ini pembangunannya terhenti. Kemudian pada bulan Desember 2009, Fauzi
Bowo membubarkan Badan Pelaksana Reklamasi.
8. Tahun 2010
Pada bulan Agustus tahun 2010, Gubernur Fauzi Bowo menerbitkan izin
pelaksanaan sebagai kelanjutan izin prinsip dari Gubernur periode 2007 Sutiyoso
untuk pulau 2A, yang kemudian disebut sebagai Pulau D kepada PT Kapuk Naga
Indah dengan nomor 1491 tahun 2010. Sebelumnya, PT Kapuk Naga Indah sudah
mendapat persetujuan izin prinsip reklamasi tanggal 19 Juli 2007dengan nomor
1571/-1.771.9
9 Rachmadin Ismail, Pergub dan 8 Izin Reklamasi ke Pengembang yang Diterbitkan Fauzi
Bowo, diakses 30 Juli 2019 dalam https://news.detik.com/berita/d-3182571/pergub-dan-8-izin-
reklamasi-ke-pengembang-yang-diterbitkan-oleh-fauzi-bowo
36
9. Tahun 2011
Dua tahun berselang setelah Mahkamah Agung mengabulkan kasasi
Kementerian Lingkungan Hidup, Mahkamah Agung melakukan Peninjauan
Kembali atau PK dalam putusannya. Di tahun 2011, keadaan justru berbalik.
Mahkamah Agung justru mengabulkan upaya hukum luar biasa Peninjauan
Kembali (PK) yang dimohonkan 6 pengembang terkait Reklamasi Pantura perkara
No Register 12 PK\/TUN\/2011 dengan pengadilan asal PTUN Jakarta No Surat
Pengantar W2.TUN.132\/HK.06\/XII\/2010 dan menyatakan bahwa
pembangunan proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah hal yang legal dan
diperbolehkan oleh hukum. Putusan inilah yang menjadi pertanyaan sejumlah
pihak bagaimana dengan pembangunan mega proyek tersebut.10
10. Tahun 2012
Pada bulan Januari, DPRD mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2012
tentang RTRW 2010-2030 yang memasukkan reklamasi pulau-pulau, yang saat itu
berjumlah 14 sesuai lampiran RTRW. Gambar satelit yang diambil dari Google
Earth menunjukkan bahwa sudah ada titik kecil di utara Pantai Indah Kapuk yang
adalah cikal bakal Pulau D.
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah
DKI Jakarta tahun 2030 ini, Perda RTRW DKI Jakarta 2030 menjadi pedoman
pembangunan Jakarta dalam jangka panjang dan menengah serta pembangunan
Jakarta, termasuk didalamnya rencana pembangunan reklamasi Teluk Jakarta
sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional. Dengan disahkannya Perda tentang
RTRW DKI Jakarta 2030 ini maka mengubah adanya peraturan yang termaktub
dalam Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Perda ini disahkan oleh Pemerintah
Daerah pada tanggak 12 Januari 2012 silam.
10 DKI Minta Semua Pihak Hargai Putusan MA Reklamasi Pantai Jakarta, diakses 30 Juli
2019 dalam https://news.detik.com/berita/1606600/dki-minta-semua-pihak-hargai-putusan-ma-soal-
reklamasi-pantai-jakarta
37
Kemudian pada tanggal 21 Mei 2012, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta diwakili oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Wiriyatmoko
menandatangani addendum Perjanjian Kerja Sama dengan PT Kapuk Naga Indah,
dimana ada perizinan Pulau C, D, dan E digabung menjadi satu.
Pada 19 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur No.
121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Untuk pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bawah akan ada 17 pulau
yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Pergub
memproyeksikan akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau baru.
Selanjutnya pada tanggal 21 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan izin
prinsip untuk pulau F, G, I, dan K.
Pada 5 Desember 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP
No. 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Indonesia.
Pasal 16 menyatakan bahwa izin pelaksanaan reklamasi di Kawasan Strategis
Nasional Tertentu harus mendapatkan rekomendasi menteri terkait.
11. Tahun 2014
Meski Gubernur periode sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah izin
reklamasi, namun tak ada satu pun izin yang dikeluarkan atau pun perpanjangan
izin yang diteken oleh Jokowi. Ada beberapa aturan yang memang dikeluarkan oleh
Jokowi kala itu, yang masih berkaitan dengan Reklamasi Pantura, yakni Peraturan
Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 146 Tentang Pedoman Teknis Membangun
dan Pelayanan Perizinan dan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara
Jakarta. Selain Pergub DKI Jakarta Nomor 146, Jokowi juga sempat mengeluarkan
Pergub Nomor 15 Tahun 2014 tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau
- Pulau Kecil. Namun tidak ada pemberian izin terhadap satu pun pengembang
mengenai izin reklamasi di Teluk Jakarta. Jokowi sempat menyebutkan dua Pergub
ini merupakan acuan dan landasan hukum terkait dengan pengaturan izin
38
Reklamasi Teluk Jakarta seperti melanjutkan aturan yang pernah dikeluarkan oleh
Presiden dan Gubernur sebelumnya, bukan pemberian izin pelaksanaan reklamasi.
Pada 10 Juni 2014, sembilan hari setelah Jokowi mengambil cuti untuk
kampanye presiden, Basuki Tjahaja Purnama, saat itu menggantikan Jokowi
sebagai Pelaksana Tugas atau Plt, mengeluarkan perpanjangan izin prinsip yang
sudah kadaluwarsa di September 2013 yang dikeluarkan Fauzi Bowo di tahun 2012
untuk pulau F, G, I, dan K.
Pada 23 Desember, Ahok menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau G untuk
anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudra. Saat itu
Ahok kurang dari sebulan resmi menjabat sebagai gubernur; ia dilantik pada 19
November 2014.
12. Tahun 2015
Pada bulan April, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta
Pemerintah Daerah (Pemda) DKI untuk menghentikan reklamasi dengan alas an itu
adalah wewenang pemerintah pusat. Pemda DKI menanggapi dengan mengatakan
bahwa reklamasi 17 pulau bukanlah bagian dari NCICD, dengan demikian
merupakan wewenang Pemda sesuai dengan Keppres 1995 mengenai Reklamasi
Pantai Utara.
Di bulan September Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menggugat
pemda DKI karena telah menerbitkan izin untuk Pulau G untuk Pluit City di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Nelayan mengatakan reklamasi telah
mengancam wilayah mereka mencari nafkah sehingga mereka harus berlayar lebih
jauh. Beberapa nelayan juga bersaksi telah melihat lumpur mengambang di sekitar
wilayah pembangunan Pulau G. Pada bulan Oktober 2015, Ahok kembali
mengeluarkan surat perizinan pelaksanaan reklamasi Pulau F melalui Keputusan
Gubernur Nomor 2268 Tahun 2015 kepada salah satu pengembang Badan Usaha
Miliki Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo atau Jakpro.
39
Ada 13 poin penting yang disebutkan dalam Keputusan Gubernur tersebut, seperti
halnya kewajiban dari PT Jakarta Propertindo dan kontribusi yang harus diberikan
kepada Pemprov DKI Jakarta.
Di waktu yang bersamaan dengan terbitnya Keputusan Gubernur Pulau F, Ahok
mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau I, melalui Keputusan Gubernur
Nomor 2269 Tahun 2015 kepada pengembang PT Jaladri Kartika Pakci. Adapun
pembangunan reklamasi di Pulau I nantinya akan diperuntukkan pembangunan real
estate dan Gedung perkantoran. Pada 17 November 2015, Ahok kembali
mengeluarkan perizinan pelaksanaan reklamasi kepada pengembang PT
Pembangunan Jaya Ancol. Dengan adanya Keputusan Gubernur DKI Jakarta
Nomor 2485 ini artinya Pemprov DKI Jakarta menyetujui izin pelaksanaan
reklamasi Pulau K, yang sudah sesuai dengan aturan.
Pada 23 November, pemda DKI mengirimkan dua rancangan peraturan daerah
tentang zonasi reklamasi dan pulau-pulau kecil di utara Jakarta dan rencana tata
ruang kawasan strategis reklamasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pemda DKI mengatakan reklamasi penting untuk pembangunan waterfront city di
Jakarta.
13. Tahun 2016
Di bulan Januari, The Jakarta Post menemukan gambar satelit dari Google
Earth yang memperlihatkan bahwa KNI telah membangun Pulau C yang melekat
pada Pulau D. Di Februari KNTI menggugat Pemerintah Daerah (Pemda) atas
penerbitan izin pelaksanaan pulau F, I, dan K di PTUN. Kemudian Ahok
mengeluarkan kebijakan baru melalui Pergub Nomor 206, yang mana peraturan ini
berkaitan dengan Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E Hasil Reklamasi
Kawasan Startegis Pantura Jakarta. Pergub ini dikeluarkan tentunya untuk
40
memberikan pedoman kepada para pengembang yang telah mendapatkan kartu
hijau, mulai dari prinsip dan pelaksanaan reklamasi.
Pada bulan Maret, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan
anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, M. Sanusi, dengan tuduhan suap
berkait dua raperda reklamasi. KPK juga menahan Presiden Direktur Agung
Podomoro Land, Ariesman Widjaja untuk dugaan yang sama. Pada tanggal 18
April, Menko Maritim Rizal Ramli mengeluarkan moratorium untuk Pulau C, D, E
dan G. Pekerjaan reklamasi dihentikan. Pada tanggal 27 April, Presiden Jokowi
pasca kepulangannya dari Belanda, mengadakan rapat terbatas mengenai NCICD,
dan meminta agar NCICD dilanjutkan dan jangan dipersempit menjadi 17 pulau
saja.
Pada tanggal 31 Mei, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
memenangkan gugatan nelayan Jakarta Utara melawan PT Muara Wisesa Samudra
dan Pemerintah DKI Jakarta yang mengeluarkan Izin Pelaksanaan Pulau G. Dalam
pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi
a. Melanggar hukum karena tidak dijadikannnya UU 27 Tahun 2007 dan UU 1
Tahun 2014 sebagai dasar
b. Tidak adanya rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27
Tahun 2007
c. Proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan
d. Reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan
umum sebagaimana UU 2/2012.
e. Tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis
semata
f. Mengganggu objek vital
g. Menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur.
h. Hakim juga menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan
dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan)
41
Pada tanggal 27 Juli, Presiden Jokowi melakukan penggantian kabinet. Rizal
Ramli diganti oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Pada bulan September Menko
Perekonomian dan Maritim yang baru Luhut Panjaitan menyatakan reklamasi
Teluk Jakarta tidak Bermasalah dan bisa dilanjutkan, sehingga menimbulkan pro
dan kontra.
Pada tanggal 19 Oktober 2016, Kementerian Agraria dan Tata Ruang
mengembalikan berkas permohonan HPL kepada Pemprov DKI. Pada tanggal 20
Oktober 2016, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memenangkan Banding
kepada PT Muara Wisesa dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tanggal 23
Oktober, 2 hari sebelum cuti kampanye, Gubernur Ahok menandatangani Peraturan
Gubernur 206 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E.
14. Tahun 2017
Pemerintah Provinsi Jakarta menyatakan PT Kapuk Naga Indah selaku
pengembang pulau buatan telah memenuhi seluruh syarat perbaikan dalam Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) reklamasi Pulau C dan D di Teluk Jakarta.
Pada tanggal 25 April, PTSP DKI menerbitkan Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin
lingkungan reklamasi Pulau C dan D. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta Andono Warih, izin lingkungan layak
diberikan karena PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang pulau buatan telah
memenuhi seluruh syarat perbaikan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) reklamasi Pulau C dan D.
Seluruh perbaikan dokumen Amdal oleh PT Kapuk Naga Indah, tukas Andono
mengacu pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti
Nurbaya mengenai penghentian sementara seluruh kegiatan Pulau C, D dan G serta
pembatalan Pulau E (SK.356/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016). Selain memperhatikan
syarat perbaikan dari Menteri Siti, prosedur penerbitan izin lingkungan Pulau C dan D
kata dia juga didasarkan pada Peraturan Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan
42
Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan (Permen LH Nomor 08
Tahun 2013).11
Pada tanggal 12 dan 19 Juni, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat HPL atas nama pemerintah DKI Jakarta
untuk Pulau D, setelah itu PT Kapuk Naga Indah mengajukan sertifikat HGB atas pulau
tersebut pada tanggal 21 Agustus ke kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kemudian surat
ukur untuk keperluan sertifikat HGB terbit pada 23 Agustus dengan luas 312 hektar.
Satu hari setelah itu, sertifikat HGB dikeluarkan pada 24 Agustus atas nama PT Kapuk
Naga Indah untuk pulau D seluas 312 hektar.12
Sebelumnya pada tanggal 23 Agustus, Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat
menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar mencabut sanksi
administrasi dengan alasan semua syarat telah dipenuhi. Kemudian tanggal 30 Agustus,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut sanksi moratorium karena
11 syarat dianggap sudah dipenuhi.
Pada tanggal 2 Oktober, Gubernur Djarot menandatangani Peraturan Gubernur
(Pergub) No.137/2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G, penyusunan pergub
tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam persiapan dan perencanaan
pembahasan Pulau G dan akan menjadi rancangan tata kota atau Urban Design
Guideline (UDGL) definitif pulau G.13
11 “Alasan Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Izin Lingkungan Pulau C dan D” diakses tanggal
31 Juli 2019 dalam https://kbr.id/nasional/05-
2017/_alasan_pemprov_jakarta_terbitkan_izin_lingkungan_pulau_c_dan_d/90075.html
12 “BPN Sebut Penerbitan Sertifikat HGB Pulau D Diminta Jokowi” diakses tanggal 31 Juli
2019 dalam https://www.suara.com/news/2017/08/29/151837/bpn-sebut-penerbitkan-sertifikat-hgb-
pulau-d-diminta-jokowi
13 Bab II, maksud dan tujuan pasal 2, Pergub No.137/2017 tentang Panduan Rancangan Kota
Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
43
Pada tanggal 5 Oktober, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman mencabut
Moratorium untuk Pulau C, D, dan G. Dokumen itu ditandatangani langsung oleh
Luhut Pandjaitan dengan judul surat 'Pencabutan Penghentian Sementara (Moratorium)
Pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta'.14 Kemudian tanggal 6 Oktober,
Gubernur Djarot menuliskan surat kepada DPRD DKI untuk mulai membahas Raperda
tentang Reklamasi. Dalam surat itu, Djarot juga mengingatkan perlu diaturnya
kontribusi 15 persen dari pengembang. Sebagaimana diketahui, Djarot akan habis masa
jabatan sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta pada hari Senin, 16 Oktober 2017 yang akan
digantikan dengan Gubernur DKI Jakarta terpilih periode 2017-2022, Anies Baswedan
dan Sandiaga Uno. Keduanya akan dilantik sebagai Gubernur terpilih pada tanggal 16
Oktober 2017 sore di Istana oleh Presiden Joko Widodo.
Tanggal 14 Desember, Gubernur Anies mencabut dua Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRW) dan Raperda
tentang Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
Raperda tersebut dibuat pada periode Gubernur sebelumnya yang dimaksudkan sebagai
landasan hukum pembangunan pulau reklamasi pantai utara.
15. Tahun 2018
Tanggal 9 Januari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Badan
Pertanahan Nasional (BPN) atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencabut
sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di sejumlah pulau hasil Reklamasi Teluk Jakarta.
Hal itu ia sampaikan dalam surat resmi Gubernur DKI Jakarta bernomor 2373/-1.794.2.
Alasannya karena keluarnya HGB, khususnya untuk pulau D, tidak sesuai dengan
peraturan yang ada. Menurutnya, sertifikat tersebut diberikan sebelum adanya
pengesahan dua Rancangan Peraturan Daerah yang menjadi alas hukum pelaksanaan
reklamasi Jakarta yakni, Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara
14 “Kronologi Pencabutan Moratorium Pembangunan 17 Pulau Reklamasi” diakses 1 Agustus
2019 dalam https://kumparan.com/@kumparannews/kronologi-pencabutan-moratorium-pembangunan-
17-pulau-reklamasi
44
Jakarta (RTRKS Pantura) dan Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (RZWP3K).15
Tanggal 4 Juni, Pemprov DKI telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub)
No.52/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi
Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pergub itu mengatur pembentukan Badan
Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantai Utara Jakarta. Badan itu
mempunyai tugas mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pelaksanaan
penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta, pengelolaan hasil Reklamasi Pantura
Jakarta dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta serta memberikan
rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta, dan
penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta.16 Ketua Komunitas Nelayan
Tradisional (KNT), Iwan, menyebut Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 58 Tahun
2018 yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi kado
pahit bagi para nelayan menjelang perayaan Idul Fitri tahun 2018 ini. Menurutnya,
dengan diterbitkannya Pergub No.58 maka ada kemungkinan Pemprov DKI
melanjutkan proyek reklamasi. Apabila proyek reklamasi lanjut, Iwan melanjutkan,
akan membuat nasib nelayan tidak jelas.17 Namun, Gubernur Jakarta Anies Baswedan
membantah akan melanjutkan reklamasi. Menurutnya Pergub No.58 bertujuan untuk
mengatur pulau reklamasi yang sudah terlanjur dibangun.18
15 “Anies Minta BPN Cabut HGB Pulau Reklamasi Karena Langgar Aturan” diakses 1
Agustus 2019 dalam https://tirto.id/anies-minta-bpn-cabut-hgb-pulau-reklamasi-karena-langgar-aturan-
cC1n
16 Pergub No.58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi
Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
17 “Pergub Reklamasi, Kado Pahit Anies ke Nelayan Jelang Lebaran” diakses 1 Agustus 2019
dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180613120349-20-305777/pergub-reklamasi-kado-
pahit-anies-ke-nelayan-jelang-lebaran
18 “Anies: Yang Sebut Reklamasi Lanjut Berarti Kritik Imajinasi Sendiri” diakses 1 Agustus
2019 dalam https://news.detik.com/berita/4068980/anies-yang-sebut-reklamasi-lanjut-berarti-kritik-
imajinasi-sendiri
45
Tanggal 7 Juni, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa dua
pulau reklamasi di Teluk Jakarta, C dan D, atas nama PT Kapuk Naga Indah disegel
oleh Pemprov DKI Jakarta. Dalam kesempatan yang sama, seluruh aktivitas
pembangunan di kedua pulau tersebut juga dihentikan lantaran melanggar banyak
ketentuan dan belum memiliki izin lengkap dari DKI Jakarta. Diketahui bahwa jumlah
bangunan di kedua pulau tersebut mencapai 932 unit yang terdiri dari 212 unit rukan,
409 rumah tinggal tapak ukuran 60, serta 311 unit rumah dan rukan yang masih
setengah jadi.19
Usai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta pada Rabu 26 September, Anies
Baswedan secara resmi menghentikan segala proyek reklamasi di wilayahnya dan
mencabut izin prinsip 13 pulau dari 17 total pulau reklamasi. Keputusan tersebut
diambil setelah Pemprov DKI Jakarta melakukan verifikasi atas seluruh kegiatan
reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Saat proses verifikasi, Pemprov DKI Jakarta
menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan pengembang, antara lain dalam hal
desain dan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).20 Dalam kesempatan yang sama,
Pemprov DKI Jakarta tidak menyediakan ruang untuk negosiasi, dan menyatakan siap
digugat secara hukum oleh pengembang. Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Tubagus,
menyayangkan masih ada izin 4 pulau yang tidak dicabut. Menurutnya, 4 pulau yang
sudah terlanjur dibangun tersebut cacat hukum sejak awal dibangun dan telah memberi
dampak sosial kepada masyarakat sekitar yang kehilangan mata pencaharian. Tubagus
juga menyarankan Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil alih 4 pulau oleh
pemerintah tanpa ada campur tangan swasta.21
19 “Anies Baswedan Segel 932 Unit Bangunan di Pulau Reklamasi” diakses 1 Agustus 2018
dalam https://tirto.id/anies-baswedan-segel-932-unit-bangunan-di-pulau-reklamasi-cLU2
20 “Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan: Yang Harus
Anda Ketahui” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45662194
21 Lia Harahap, “WALHI: Harusnya Pemprov DKI Juga Berani Cabut Izin 4 Pulau
Reklamasi” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://www.merdeka.com/jakarta/walhi-harusnya-
pemprov-dki-juga-berani-cabut-izin-4-pulau-reklamasi.html
46
Pada tanggal 9 November, Anies Baswedan menandatangani Pergub No.120/2018
tentang penugasan pada PT Jakpro dalam pengelolaan Reklamasi Pantai Utara. Pergub
tersebut diteken Gubernur pada 9 November dan mulai diundangkan pada 16
November. Dalam Pergub itu dijelaskan bahwa PT Jakpro berhak mengelola lahan
kontribusi sesuai dengan panduan rancangan kota. Selain itu, PT Jakrpro juga
diperbolehkan melakukan kerja sama pengelolaan sarana, prasarana, dan utilitas umum
lainnya pada pemegang izin pelaksanaan reklamasi sesuai yang diamanatkan dalam
Panduan Rancang Kota.22 Senin 26 November, Pemprov DKI mengubah nama Pulau
C, D, dan G. Nama pulau-pulau tersebut diganti dari Pulau C menjadi ‘Pantai Kita’,
kemudian pulau D menjadi ‘Pantai Maju’, dan Pulau G menjadi ‘Pantai Bersama’.
Perubahan nama tersebut setelah Gubernur DKI menandatangani keputusan gubernur
nomor 1744.23
16. Tahun 2019
Bulan Juni, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan izin mendirikan
bangunan (IMB) untuk 932 bangunan yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi
di pesisir utara Jakarta. Di Pulau D, terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah
tinggal dan 212 rumah kantor, 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai
dibangun. Gubernur Anies Baswedan melalui siaran pers yang dilakukan Kamis 14
Juni, penerbitan IMB sudah sesuai prosedur dan transparan. Menurutnya walaupun
sebelumnya terjadi penyegelan bangunan yang terjadi di Pulau D, namun pengembang
tidak kehilangan haknya untuk mengurus IMB.24
22 Pasal 2, Pergub No 120/2018 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta
Propertindo Dalam Pengelolaan Tanah Hasil Reklamasi Pantai Utara Jakarta
23 Kepgub No 1744/2018, tentang Penamaan Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju,
dan Kawasan Pantai Bersama Kota Administrasi Jakarta Utara
24 Nibras Nada Nailufar, Kronologi Penerbitan IMB Pulau Reklamasi, diakses pada 8
Agustus 2019 dalam https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/14/08564111/kronologi-
penerbitan-imb-pulau-reklamasi
47
9 Juli, Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan PT Taman Harapan
Indah tentang pencabutan izin pelaksanaan reklamasi pulau H. Pencabutan izin ini
menanggapi Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tertuang
dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.1409/2018 tanggal 6 September
2018. Kepgub ini dibuat Anies menyangkut Pencabutan Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No.2637/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau H kepada
PT Taman Harapan Indah, sehingga PTUN Jakarta mewajibkan Gubernur DKI Jakarta
memproses izin perpanjangan keputusan era Basuki Tjahaja Purnama terkait
pemberian izin reklamasi Pulau H di Teluk Jakarta.
Lalu tanggal 19 Juli, Pemprov DKI Jakarta mengajukan banding atas putusan
PTUN yang mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah tentang pencabutan izin
pelaksanaan reklamasi Pulau H. Selain Pulau H, ada tiga pengembang lain yang juga
menggugat SK Gubernur. Mereka adalah PT Agung Dinamika Perkasa pengembang
Pulau F yang mendaftarkan gugatan pada 26 Juli 2019 dan PT Jaladri Kartika Pakci
pengembang Pulau I pada 27 Mei 2019. Lalu, PT Manggala Krida Yudha pengembang
Pulau M pada 27 Februari 2019.
48
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA
Dalam bab ini akan dibahas faktor-faktor penyebab dihentikannya proyek
reklamasi Pantai Utara serta proses dan implementasi kebijakan yang sudah
dilaksanakan. Selain itu, bab ini juga akan menganalisis landasan hukum Reklamasi
Pantai Utara yang digunakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam
menghentikan proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
A. Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta
1. Dasar dan Implementasi
Dalam perjalanannya sejak direncanakan oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto,
dan direstui oleh pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Soeharto dengan
diterbitkannya Keppres 52/1995, berdasarkan isi dari Keppres tersebut disebutkan
bahwa Reklamasi Pantai Utara merupakan sepenuhnya wewenang Gubernur DKI
Jakarta. Saat itu, proyek Reklamasi Pantai Utara semakin mulus dengan dibentuknya
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Komisi Penilai AMDAL)
pada tahun 1999. Namun Kementrian Lingkungan Hidup merespon pembentukan
Komisi Penilai AMDAL dengan mengatakan bahwa Reklamasi Pantai Utara Jakarta
berbahaya bagi lingkungan dan berdampak buruk bagi masyarakat terutama nelayan.
Dalam rencananya, kegiatan reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan untuk menambah
wilayah daratan yang akan digunakan sebagai pusat bisnis baru, perkantoran,
pelabuhan, tempat wisata sampai pemukiman mewah untuk masyarakat menengah
keatas.
Dalam konsep perizinan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi DKI
Jakarta, ada beberapa tahapan-tahapan dimana para pengembang reklamasi harus
memenuhi persyaratan dalam mendapatkan izin pembangunan dari Pemprov DKI
selaku pemilik lahan. Sebagai wilayah baru yang akan dibangun, reklamasi teluk
49
Jakarta membutuhkan beberapa aturan yang mesti dikeluarkan Pemprov untuk
pengembang sebagai landasan hukum dalam menentukan suatu zonasi wilayah.
Tahapan pertama adalah Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang, seperti dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, disebutkan bahwa Izin Prinsip adalah surat izin yang diberikan oleh
pemerintah/pemerintah daerah untuk menyatakan suatu kegiatan secara prinsip
diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroprasi dan sebagai pertimbangan
pemanfaatan lahan berdasarkan aspek teknis, politis, dan sosial budaya.1 Setelah
diterbitkannya Keppres No. 52/1995, beberapa izin prinsip diberikan Pemprov DKI
Jakarta kepada pengembang diantara lain PT Kapuk Naga Indah yang mendapat
persetujuan izin prinsip reklamasi tanggal 19 Juli 2007 melalui keputusan nomor
1571/-1.711 untuk Pulau 2A, lalu izin prinsip pulau A dan B dengan nomor izin 1289/-
1.794.2. yang dikeluarkan tanggal 21 September 2012, PT Kawasan Ekonomi Khusus
atas pulau O dengan nomor izin 1281/-1.794.2. yang dikeluarkan tanggal 21 september
2012, PT Manggala Krida Yudha atas pulau M dengan nomor izin 1283/1.794.2 yang
dikeluarkan tanggal 21 September 2012, kemudian PT Pembangunan Jaya Ancol atas
pulau L, J dan I dengan nomer izin 1276/-1.794.2.8. yang dikeluarkan tanggal 21
September 2012.
Sebagai pihak yang mendorong terealisasinya proyek reklamasi teluk Jakarta yang
digagas presiden Soeharto, dukungan terhadap reklamasi teluk Jakarta masih berjalan
hingga tahun 2017 periode Gubernur Basuki Tjahja Purnama. Dalam tahapan perizinan
pulau reklamasi teluk Jakarta, ketika izin prinsip sudah terbit maka tahapan selanjutnya
adalah izin pelaksanaan yang memuat kewajiban pengembang secara umum. Genap
sebulan memimpin menggantikan Gubernur Jakarta sebelumnya Joko Widodo tahun
2014, Gubernur Ahok sudah mengeluarkan izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta
untuk Pulau G dengan perusahaan pengembang PT Muara Wisesa Samudra melalui
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 pada tanggal 23 Desember 2014 silam.
1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang, Pasal 163, Ayat (1), Huruf A.
50
Selang beberapa lama, Ahok kembali menerbitkan izin pelaksanaan untuk pulau F
dengan Keputusan Gubernur No 2268/2015 untuk PT Jakarta Propertindo. Bertepatan
dengan terbitnya izin pelaksanaan pulau F, Ahok kembali menerbitkan izin
pelaksanaan untuk pulau I melalui Keputusan Gubernur No. 2269/2015 kepada PT
Jaladri Kartika Pakci, sampai perizinan Pulau K untuk PT Pembangunan Jaya Ancol
dengan nomer putusan 2485. Dengan diterbitkannya izin-izin pelaksanaan tersebut,
artinya empat pengembang sudah dapat melanjutkan pembangunan reklamasi sesuai
dengan aturan pemanfaatan lahan dari masing-masing pulau. Sejak pertama kali
menjabat sebagai Gubernur DKI, Ahok memang memperlihatkan keseriusan untuk
melanjutkan pembangunan reklamasi teluk Jakarta, dengan alasan pembangunan
reklamasi teluk Jakarta akan memberikan keuntungan bagi warga DKI Jakarta.
Alasannya pembebanan biaya reklamasi teluk Jakarta ditanggung pengembang dan
tidak dibebankan Pemprov DKI Jakarta, terlebih lagi Pemprov menetapkan biaya
retribusi dan kontribusi tambahan yang harus dibayarkan pengembang sebagai pajak
yang akan digunakan untuk membangun Jakarta. Rencananya dana kontribusi
tambahan yang dibebankan untuk pengembang nanntinya akan digunakan untuk
dialokasikan sebagai penataan kembali daratan pesisir pantai utara Jakarta.
Gubernur Ahok kembali menunjukkan keseriusannya dalam kelanjutan proyek
reklamasi dengan membahas Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda perihal
Kawasan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (Pantura) pada
sidang Paripurna yang diselenggarakan 25 November 2015, Raperda ini direncanakan
dapat menjadi landasan hukum dalam pembangunan Reklamasi mendatang. Dalam
Paripurna tersebut, Ahok menjelaskan bahwa status lahan reklamasi 100% adalah milik
Pemprov DKI Jakarta dengan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemprov
Jakarta, sedangkan pada lahan-lahan yang ingin dikembangkan sebagai komersil oleh
pengembang hanya diberi Hak Guna Bangunan (HGB) yang kemudian dari total luas
lahan pulau, sekitar 5% wajib diserahkan kepada Pemprov Jakarta.2 Dalam
2 Kurnia Sari Aziza, Ahok Ajukan Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta, diakses pada
tanggal 6 September 2019 dari situs
51
penjelasannya di sidang Paripurna, Ahok juga menjelaskan secara detail tentang
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pengembang. Kewajiban pertama, setiap
pengembang wajib menyediakan 5% dari total luas lahan pulau untuk Pemprov DKI
Jakarta, selain itu pengembang juga diwajibkan untuk menyediakan 30% Ruang
Terbuka Hijau atau RTH dengan spesifikasi 20% terbuka untuk umum dan 10% untuk
privat. Dari berbagai kewajiban yang harus dipenuhi pengembang, salah satu
kewajiban yang diatur dalam Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang
mendapat perhatian publik adalah kontribusi tambahan yang dinilai akan
menguntungkan warga DKI Jakarta. Besaran kontribusi tambahan disebutkan sebesar
15% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdasarkan total lahan yang dapat dijual pada
tahun dimana tambahan kontribusi tersebut dikenakan.3
Awal mula penetapan kontribusi tambahan sebesar 15% bagi pengembang
reklamasi sudah didiskusikan Pemprov DKI Jakarta kepada pengembang sejak Ahok
masih menjadi wakil Gubernur Joko Widodo, menurutnya Pengembang juga tidak
keberatan atas kontribusi tambahan yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta dan sepakat
atas peraturan tersebut.4 Namun tidak dijelaskan lebih jauh mengenai mekanisme
perhitungan, prosedur pembayaran, lokasi, besaran dan lokasi jenis pengenaan
kewajiban kontribusi tambahan, rencananya detail aturan tersebut akan diatur dengan
Pergub secara terpisah. Dari hasil perhitungan sederhana, nilai kontribusi tambahan
yang bisa diterima Pemprov DKI Jakarta karena dapat memberi pemasukan ke kas
https://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/26/07475601/Ahok.Ajukan.Raperda.Reklamasi.Pantai.
Utara.Jakarta
3 Pasal 166, ayat 11. Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara
Jakarta.
4 Puput Tripeni Juniman, Ahok: Kontribusi Tambahan Reklamasi Juga Untuk Bangun
Tanggul, diakses pada tanggal 11 September 2019 pada
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160916192321-20-158922/ahok-kontribusi-tambahan-
reklamasi-juga-untuk-bangun-tanggul
52
daerah yaitu sebesar Rp.100 triliun per tahun sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak dari
setiap pengembang Reklamasi.5
Selain itu dalam perencanaan ruang untuk kawasan pesisir Jakarta, pembagian
alokasi ruang perairan, dasar hukum yang mengatur kegiatan yang diizinkan Pemprov
selaku pemilik lahan, maupun aturan mengenai kebijakan, strategi, dan arahan
pengembangan pada setiap zona rencananya akan dijabarkan dalam Raperda
Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ruang lingkup Raperda ini
rencananya mengatur tentang batas-batas wilayah pulau yang mencakup wilayah
administrasi kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut. Dalam perjalanannya,
kedua Raperda tersebut mendapat banyak tantangan disebabkan proses politik yang
rumit. Gubernur Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama sampai mengirim surat
bernomor 4511/-075.61 kepada DPRD DKI Jakarta yang meminta kedua Raperda
tersebut segera disahkan dalam rapat paripurna DPRD.6
Menurutnya Raperda RZWP3K dan Raperda RTRKS Pantura telah selesai dibahas
bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta sehingga
tidak ada lagi alasan untuk menundanya. Sejak awal dirinya menjabat menggantikan
Gubernur Joko Widodo yang naik menjadi Presiden, Ahok memang telah mengajukan
tiga Raperda kepada DPRD DKI Jakarta terhitung dari akhir tahun 2014. Namun
hampir satu tahun dirinya menjabat, baru satu Raperda yang telah rampung dibahasa
oleh DPRD. Dari 17 total Raperda prioritas Pemprov DKI, 16 sisa Raperda yang belum
dibahas rencananya ditargetkan selesai dalam kurun waktu tujuh bulan kedepan,
beberapa Raperda prioritas diantaranya adalah draft raperda tentang penyelenggaraan
5 Fadel Prayoga, Ahok: Pergub Yang Saya Keluarkan Tak Bisa Dijadikan Dasar IMB Pulau
Reklamasi, diakses tanggal 11 September 2019 pada
https://megapolitan.okezone.com/read/2019/06/19/338/2068409/ahok-pergub-yang-saya-keluarkan-
tak-bisa-dijadikan-dasar-imb-pulau-reklamasi
6 Larissa Huda, Ini Alasan Ahok Minta DPRD Segera Sahkan Raperda Zonasi, diakses
tanggal 11 September 2019 dalam https://metro.tempo.co/read/811622/ini-alasan-ahok-minta-dprd-
segera-sahkan-raperda-reklamasi/full&view=ok
53
reklamasi Pantai Utara Jakarta. Namun lambannya pembahasan Raperda dalam DPRD
DKI Jakarta menurutnya tidak akan menghambat pembangunan Pemprov, menurutnya
walaupun DPRD enggan mengesahkan Perda yang mengatur Reklamasi, maka Ahok
akan mengeluarkan Peraturan Gubernur agar pembangunan reklamasi tetap berjalan.7
Pilihan dalam mengeluarkan Pergub jika pembahasan Raperda lamban memang
dimungkinkan, berdasarkan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-
Undangan dan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, Pergub memang bisa
dibuat sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi urusan
wajib Pemerintah Daerah dan Gubernur memiliki kewenangan atas hal itu.
Namun dengan mudahnya Gubernur mengeluarkan Pergub bisa menimbulkan
masalah kedepannya, karena pembuatan produk hukum tidak melewati DPRD maka
kontrol publik atas kebijakan Gubernur melalui wakilnya di DPRD akan makin sulit
dilakukan. Ahok juga menegaskan tak akan menghentika proyek reklamasi walaupun
DPRD DKI belum mengesahkan dua Raperda soal reklamasi menjadi Perda, dirinya
siap menggunakan Perda yang lama yaitu Perda No. 8/1995 tentang Pelaksanaan
Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Hanya saja yang jadi masalah
adalah, dalam Perda tahun 1995 tersebut belum dijelaskan tentang kontribusi tambahan
untuk pengembang sebesar 15% dari NJOP, yang hanya dijelaskan dalam Raperda
RTR Kawasan Strategis Pantura. Dirinya juga siap menunggu sampai Pemilu Legislatif
tahun 2019 menghasilkan anggota DPRD yang baru yang dapat mengakomondasi
besaran kewajiban 15% tersebut.8
7 Lalu Rahadian, DPRD Tak Hasilkan Perda, Ahok Santai Karena Bisa Bikin Pergub, diakses
tanggal 11 September 2019 pada https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150507114005-20-
51804/dprd-tak-hasilkan-perda-ahok-santai-karena-bisa-bikin-pergub
8 Danu Damarjati, Raperda Reklamasi Tak Kunjung Disahkan DPRD, Ahok: Pakai Perda
yang Lama, diakses tanggal 11 September 2019, pada https://news.detik.com/berita/d-
3181326/raperda-reklamasi-tak-kunjung-disahkan-dprd-ahok-pakai-perda-yang-lama
54
Selain Raperda Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, Gubernur Ahok kembali
mempercepat proses dalam perencanaan pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta
dengan mengajukan Raperda Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk
tahun 2015-2035. Bedanya dengan Raperda Kawasan Strategis Pantura, Raperda
RZWP3K merupakan aturan yang berkaitan dengan peruntukan ruang laut pesisir utara
Jakarta. Dalam Raperda ini, mengatur tentang hal-hal penting seperti pemisahan zonasi
kawasan, yang memisahkan kawasan pelayaran, budidaya, atau wilayah peruntukan
umum dan konservasi. Kedua Raperda tersebut rencananya dapat menjadi landasan
hukum yang sah dalam keberlanjutan proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Ahok pada saat
itu, beralasan bahwa dikebutnya pembangunan proyek Reklamasi Teluk Jakarta saat
itu demi mengejar kontribusi tambahan pengembang ditambah dengan terbukanya
lapangan pekerjaan yang diproyeksikan menyerap 1,2 juta tenaga kerja baru.9
Pada saat menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Jakarta periode 2012-
2017, Ahok sebagai Petahana memutuskan untuk maju melanjutkan masa
kepemimpinannya sebagai gubernur untuk periode kedua melawan Anies Baswedan
dan Agus Harimurti Yudhoyono. Dalam Program Kerjanya, Ahok mengatakan bahwa
dalam periode kedua sebagai gubernur dirinya akan tetap melanjutkan Proyek
Reklamasi Pantai Utara sebagai solusi keterbatasan lahan dengan pertimbangan-
pertimbangan yang menguntungkan masyarakat Jakarta seperti yang sudah dijelaskan
diatas. Namun kedua rivalnya, menentang proyek reklamasi Jakarta dan berencana
untuk menghentikan proyek ambisius itu dengan alasan keberpihakan kepada rakyat
kecil. Anies Baswedan, sebagai calon gubernur saat itu mengatakan bahwa Reklamasi
sebagai cita-cita Soeharto berbeda dengan reklamasi yang dibangun saat ini.
Menurutnya, Reklamasi hanya akan menjadi pemukiman yang mewah dan masyarakat
9 Larissa Huda, Dipandu Ira Koesno, Begini Debat Ahok dan Anies Soal Reklamasi, diakses
pada tanggal 6 September 2019 pada https://nasional.tempo.co/read/865595/dipandu-ira-koesno-
begini-debat-ahok-dan-anies-soal-reklamasi
55
kecil hanya dapat menontonnya dari jauh.10 Dalam kampanyenya, Anies Baswedan
sebagai calon gubernur yang paling lantang dalam menolak reklamasi teluk Jakarta
dalam video kampanyenya mengatakan soal keberpihakannya dengan memilih untuk
tidak membiarkan pembangunan proyek reklamasi. Anies beranggapan bahwa segala
pembangunan yang terjadi di Jakarta seharusnya dapat dimanfaatkan untuk seluruh
rakyat Jakarta bukan hanya sekelompok orang saja.11 Melalui video kampanye
berdurasi 57 detik yang diunggah akun Twitternya, Anies mengatakan bahwa dirinya
tidak ingin pulau reklamasi menjadi kawasan perumahan komersial yang hanya dapat
dinikmati kelompok mengengah keatas, dan ia berjanji tak akan tinggal diam dan akan
mencari solusi agar reklamasi dapat dinikmati bersama.12
Kampanye tolak reklamasi teluk Jakarta tampaknya mampu mendongkrak
elektabilitas Anies Baswedan melawan petahana Basuki Tjahaja Purnama, sampai
akhirnya hari Jumat, 5 Mei 2017 KPUD DKI Jakarta menetapkan Anies Baswedan dan
Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih 2017-2022. Keseriusan
Anies dalam menghentikan reklamasi dimulai 100 hari pertamanya saat menjabat, pada
bulan Desember 2017 Pemprov DKI Jakarta resmi mencabut dua rancangan peraturan
daerah (Raperda) terkait reklamasi pantai utara dari DPRD. Dua Raperda tersebut
adalah Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
serta Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K). Padahal kedua Raperda tersebut sempat didorong prosesnya agar segera
diselesaikan DPRD oleh Basuki selaku Gubernur DKI periode sebelumnya sebagai
landasan hukum yang akan digunakan dalam mengatur kawasan reklamasi 17 pulau
guna membuat rancangan kebijakan maupun strategi pengembangan setiap zona di
10 Larissa Huda, Ahok Versus Anies Soal Reklamasi di Debat Final Pilkada DKI, diakses pada
tanggal 6 September 2019 pada situs https://pilkada.tempo.co/read/865536/ahok-versus-anies-soal-
reklamasi-di-debat-final-pilkada-dki/full&view=ok
11 Gregorius Aryodamar, Kilas Balik Janji Kampanye Anies Baswedan Soal Reklamasi,
https://www.idntimes.com/news/indonesia/gregorius-pranandito/kilas-balik-janji-kampanye-anies-
baswedan-soal-reklamasi/full
12 https://twitter.com/aniesbaswedan/status/837113257374568449
56
kawasan pulau reklamasi. Dalam tahapan proses pembangunan reklamasi, sebelum
pemerintah daerah menerbitkan izin bangunan kepada pengembang diperlukan
landasan hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Pantura Jakarta dan Raperda Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP3K) guna mengatur penataan ruang wilayah, sebagai bentuk
penjabaran rencana umum tata ruang untuk pemanfaatan wilayah yang lebih spesifik
seperti penjabaran wilayah fasos-fasum, perencanaan jalur hijau, dan pemukiman
warga. Pemprov DKI melalui Kasubag Peraturan Perundang-Undangan Bidang
Pembangunan dan Lingkungan Hidup, bapak Rizka Okie Wibowo, mengatakan bahwa
salah satu faktor dicabutnya izin beberapa pulau reklamasi merupakan konsekuensi
politis atas keinginan Gubernur dalam menghentikan proyek reklamasi.
“Karena faktor politis, kebijakan Gubernur karna waktu itu Gubernur
ingin melihat kembali Raperda yang sudah disampaikan ke DPRD. Memang
persisnya waktu itu sudah pembahasan (Raperda), hampir Paripurna. Cuma
mungkin Gubernur ingin melihat kembali substansi materi Raperda
RZWP3K dan RTR Kawasan Strategis Pantura sehingga dicabut dari
DPRD.”13
Pemprov DKI juga mengatakan alasan Anies mencabut Raperda tentang Tata
Ruang Kawasan Pantura Jakarta dan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) karena isi Raperda tersebut menurutnya sudah tidak
sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, karena itu perlu pengkajian ulang dengan
melihat segala aspek seperti aspek geopolitik, aspek ekonomi, hingga aspek sosial.14
Selain itu Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Pergub No.52/2018 tentang
Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan
13 Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bid. Pembangunan dan
Lingkungan Hidup, Interview Pribadi, Balaikota DKI Jakarta, 21 Oktober 2019.
14 Mochamad Zhacky, Kaji Ulang Raperda Reklamasi, Anies: Situasi Kini Beda Dengan
Dulu, diakses pada 9 September 2019 pada https://news.detik.com/berita/3756338/kaji-ulang-raperda-
reklamasi-anies-situasi-kini-beda-dengan-dulu
57
Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang mengatur tentang pembentukan Badan
Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantura Jakarta. BKP Pantura
mempunyai tugas mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penyelenggaraan reklamasi pantura Jakarta, pengelolaan hasil reklamasi pantura
Jakarta, dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta serta memberikan
rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan reklamasi pantura Jakarta, dan
penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta.15
"Yang sudah ada, empat (pulau) itu, sesuai amanat Perpres Nomor 52 Tahun
1995 dan Perda Nomor 8 Tahun 1995, di mana pengelolaan pulau-pulau hasil
reklamasi melalui badan pengelola. Karena itulah ada badan. Jadi badan ini (BKP
Reklamasi), justru ini mengaskan bahwa kita tidak meneruskan reklamasi. Ini
mengurusi proyek yang semua, yang sudah jadi, 4 pulau itu, akan dikelola oleh
badan tadi," papar Anies.16
Pernyataan Gubernur Anies tersebut sekaligus membantah anggapan bahwa
Pergub No.58/2018 bertujuan untuk melanjutkan proyek reklamasi Pantura Jakarta.
Kecurigaan itu disampaikan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang merupakan
perkumpulan elemen masyarakat yang menolak reklamasi. Menurutnya Pergub
tersebut merupakan kado pahit di hari raya yang mengejutkan masyarakat terutama
nelayan pesisir, selain itu reklamasi juga dinyatakan tidak mengantongi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kawasan ataupun regional, tidak disertai
rencana zonasi dan kawasan strategis, ketidakjelasan lokasi pengambilan material
pasir, hingga pembangunan rumah dan ruko di atas pulau reklamasi tanpa IMB bahkan
tanpa sertifikat tanah.17
15 Pasal 4, Pergub No.58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan
Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
16 Mochhamad Zhacky, Bentuk BKP Pantura, Anies Tegaskan Reklamasi Tetap Tak
Dilanjutkan, diakses 16 Oktober 2019, dalam https://news.detik.com/berita/d-4068940/bentuk-bkp-
pantura-anies-tegaskan-reklamasi-tetap-tak-dilanjutkan
17 Danu Damarjati, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Kecam Pergub BKP Reklamasi Anies,
diakses 16 Oktober 2019, dalam https://news.detik.com/berita/4067111/koalisi-selamatkan-teluk-
jakarta-kecam-pergub-bkp-reklamasi-anies
58
Namun Pemprov DKI mencoba menjawab keraguan berbagai pihak dalam
mempertanyakan keseriusan dalam menghentikan proyek reklamasi. Dihadapan para
awak media Balaikota, Anies Baswedan mengumumkan bahwa secara resmi Pemprov
DKI mencabut izin prinsip 13 pulau dari total 17 izin prinsip yang pernah dikeluarkan
Pemprov oleh Gubernur periode sebelumnya. Anies mengatakan bahwa Reklamasi
telah menjadi bagian dari sejarah, tapi bukan bagian dari masa depan Jakarta.18 Meski
mencabut izin prinsip 13 proyek reklamasi, empat pulau tidak dicabut izinnya lantaran
sudah terlanjur dibangun, dan akan dikelola oleh badan BKP Pantura yang akan
mengatur dan memberi masukan kepada gubernur apa yang akan dilakukan
selanjutnya. Sebanyak 13 pulau reklamasi yang dicabut antara lain izin prinsip pulau
A, B, E, yang dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah, izin pulau J dan K oleh PT
Pembangunan Jaya Ancol, izin Pulau L dan M oleh PT Manggala Krida Yudha, izin
pulau O dan F oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), izin Pulau P dan Q oleh KEK
Marunda Jakarta, izin Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah, serta izin Pulau I oleh
PT Jaladri Kartika Pakci. Setelah mencabut izin prinsip reklamasi Pantura Jakarta,
Anies menyerahkan pengelolaan tiga Pulau reklamasi, yakni pulau C, D, dan G kepada
PT Jakpro, salah satu BUMD milik DKI Jakarta, dengan memberi landasan hukum
berupa Pergub No.120/2018 yang menjelaskan PT Jakpro berhak mengelola lahan
kontribusi sesuai dengan panduan rancangan kota. Selain itu Jakpro juga diperbolehkan
melakukan kerja sama pengelolaan sarana, prasarana, dan fasilitas umum lainnya pada
pemegang izin pelaksanaan reklamasi kepada Pemprov DKI. Anies juga mengganti
nama dan memberi nama baru untuk tiga pulau yang terlanjur terbentuk, yang
sebelumnya lebih dikenal dengan pulau C, D, dan G. Menurutnya, sebuah lahan yang
merupakan hasil dari reklamasi disebut dengan kawasan pantai.
18 Akhir Drama Reklamasi Teluk Jakarta di Tangan Anies, diakses 16 Oktober 2019, dalam
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181218135010-20-354542/akhir-drama-reklamasi-teluk-
jakarta-di-tangan-anies
59
"Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai
Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama,"19
Pencabutan izin 13 pulau reklamasi bukan tanpa sebab, Jakarta sebagai kota kota
pesisir yang terdapat 13 muara sungai akan mengakibatkan penumpukan lumpur
maupun sedimentasi yang memperparah banjir di Jakarta. Selain itu, Jakarta telah
mengalami fenomena turunnya permukaan tanah akibat ekspoitasi air tanah oleh
masyarakat secara berlebihan. Penggunaan air tanah yang berlebihan mengakibatkan
kandungan air di pori-pori tanah berkurang, sehingga permukaan tanah turun lantaran
adanya rongga tersebut. Kemudian banyaknya beban diatas permukaan tanah yang
berlebihan seperti gedung-gedung dan bangunan memperparah turunnya permukaan
tanah karna membebani lapisan dibawahnya.
“Jakarta ini adalah pesisir, di Jakarta dialiri 13 sungai, yang kemudian
kenyataan berikutnya, Jakarta permukaan air tanahnya menurun, sehingga
permukaan air laut sering lebih tinggi daripada permukaan air sungai. Bayangkan
ketika hujan, dari Jakarta maupun dari pegunungan, air nya turun sampai ke
pesisir Jakarta, kemudian daratannya bertambah 3-5 kilometer.” Ujar Anies
Baswedan.20
Pemprov DKI juga membantah tudingan berbagai pihak yang mengatakan bahwa
dirinya akan membongkar reklamasi yang sudah terlanjur dibangun. Dalam janji
kampanye Anies Baswedan saat maju sebagai Cagub DKI Jakarta yang mengatakan
akan menghentikan proyek reklamasi, dirinya yang sudah menjadi Gubernur saat ini
menjelaskan bahwa menghentikan reklamasi bukan berarti membongkar pulau yang
sudah terlanjur dibangun. Pulau yang sudah terlanjur dibangun, akan dikelola oleh
Badan Koordinasi dan Pengelolaan (BKP) Pantura Jakarta.
19 Tak Ada Pulau Baru, Anies Sebut Reklamasi Bagian Dari Pulau Jawa, diakses 17 Oktober
2019, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190626211413-20-406783/tak-ada-pulau-
baru-anies-sebut-reklamasi-bagian-pulau-jawa
20 Ddalam vlog milik akun YouTube Pandji Pragiwaksono, “Anies dan Reklamasi”, diakses
pada 18 Oktober 2019, dalam https://www.youtube.com/watch?v=F_EJfe4bBSs
60
Badan tersebut selain mengelola, juga mendapat wewenang dalam mencabut izin
pulau-pulau yang melanggar aturan Pemprov DKI. Dalam pelaksanaanya, badan
tersebut berkoordinasi dengan Pemprov DKI sebelum mencabut izin-izin 13 pulau
tersebut, dan menganalisa beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pengembang. Audit oleh badan tersebut, akan dijadikan pertimbangan Gubernur dalam
mengambil langkah maupun kebijakan strategis terkait pembangunan pulau reklamasi.
Dari hasil audit yang dilakukan BKP Pantura, ditemukan beberapa kewajiban-
kewajiban yang tidak dilakasanakan oleh para pengembang pulau-pulau yang sedang
melakukan reklamasi.
“Misalnya gini, mereka (pengembang) kan dapat izin reklamasi, lalu dapat
kewajiban. Kewajibannya apa aja? Ada daftarnya tuh kewajibannya. Jadi
kewajibannya dicek, misalnya badan A, punya kewajiban bikin AMDAL, punya
kewajiban nunjukin sumber-sumber untuk mendapatkan (material) tanah, macam
macam (kewajibannya). Di audit, trus dilaksanakan tidak? Ternyata
kewajibannya tidak pernah dilaksanakan. Karena tidak (pernah) dilaksanakan,
maka izinnya dicabut.” Ujar Anies.
Merespon keputusan yang diambil Pemprov DKI dalam mencabut 13 izin prinsip
yang sudah dikantongi, para pengembang yang dicabut izinnya mengatakan akan
mematuhi keputusan gubernur tersebut, seperti yang dikatakan BUMD PT Jakarta
Propertindo sebagai pengembang pulau F, G, dan O.21 Pemprov DKI juga sudah siap
menghadapi gugatan para pengembang yang merasa tidak puas atas keputusan yang
diambil dalam mencabut izin prinsip para pengembang, Anies sebagai Gubernur
Jakarta yakin bahwa pencabutan izin pulau reklamasi sudah sesuai prosedur.
Keputusan tersebut juga sudah dibahas dengan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri LHK menyatakan bahwa pencabutan izin
reklamasi tersebut sudah sejalan dengan Pemerintah Pusat. Ujar Marco Kusumawijaya,
21 Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan: Yang Harus
Anda Ketahui, diakses pada 18 Oktober 2019, dalam https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
45662194
61
Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Pengelolaan
Pesisir seperti yang dilansir Kompas.
B. Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta
1. Gugatan Pengembang
Pencabutan izin 13 pulau reklamasi oleh Pemprov DKI tidak berjalan mulus dan
mendapat perlawanan. Beberapa pengembang memutuskan untuk menggugat Pemprov
DKI atas keputusannya dalam mencabut 13 izin yang tertuang dalam Keputusan
Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin 13 Pulau Reklamasi.
Setidaknya ada empat pengembang yang yang menganjukan gugatan ke PTUN, dan
masing-masing pengembang menggugat satu pulau. Pengembang-pengembang
tersebut adalah PT Taman Harapan Indah yang menggugat Pulau H dalam perkara
nomor 24/G/2019/PTUN-JKT, PT Jaladri Kartika Pakci selaku pengembang Pulau I
dalam perkara nomor 113/G/2019/PTUN-JKT, PT Manggala Krida Yudha yang
menggugat Pulau M dalam perkara nomor 31/G/2019/PTUN-JKT, dan terakhir PT
Agung Dinamika Perkasa yang menggugat Pulau F dalam perkara nomor
153/G/2019/PTUN-JKT.
Dalam gugatan yang dilayangkan oleh PT Taman Harapan Indah, anak usaha PT
Intiland Development Tbk yang menggugat pulau H, mengatakan bahwa Taman
Harapan Indah telah melaksanakan sejumlah kewajiban dan kontribusi yang diminta
oleh Pemprov DKI. Misalnya mengeruk Waduk Pluit, membuat saluran Intake Kali
Gendong Waduk Pluit, dan menata jalan inspeksi sejajar Kali Gendong sisi timur
Waduk Pluit, Jakarta Utara. Selain itu, gugatan kepada pemprov DKI sebagai bentuk
tanggung jawab publik terhadap pemegang saham.22
22 Ninis Chairunnisa, Alasan Pengembang Layangkan Gugatan Pencabutan Izin Reklamasi,
diakses tanggal 22 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-
layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi/full&view=ok
62
“Sebagai perusahaan terbuka kami mempunyai tanggung jawab publik
terhadap pemegang saham,” Ujar Theresia Rustandi, Corporate Secretary PT
Intiland Development Tbk, yang dilansir oleh Tempo, Selasa, 30 Juli 2019.
Kewajiban itu sudah dilaksanakan karena Pemprov DKI pada tahun 2015 sudah
menerbitkan izin reklamasi Pulau H seluas 63 hektare untuk Taman Harapan Indah
melalui Keputusan Gubernur Nomor 2637 Tahun 2015 yang diteken oleh Mantan
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Atas gugatannya tersebut, PTUN Jakarta
membatalkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pencabutan izin
Pulau H. Majelis Hakim mewajibkan Pemprov DKI untuk mencabut Kepgub
No.1409/2018 yang dikeluarkan tanggal 6 September 2018 tentang pencabutan izin
prinsip dan pelaksanaan proyek pembangunan 13 pulau reklamasi.
“Menimbang bahwa izin reklamasi Pulau H berlaku 3 Tahun, terhitung sejak
diterbitkan pada 30 November 2015 sampai 30 November 2018, tetapi tergugat
telah menerbitkan objek sengketa (Keputusan Gubernur 1406) sebelum masa
izin berakhir,” bunyi putusan yang diteken pada 18 Juli 2019 lalu.
Dengan keputusan majelis hakim tersebut, PT Taman Harapan Indah sebagai
penggugat dapat mengajukan perpanjangan izin reklamasi Pulau H. Berdasarkan
putusan PTUN nomor 24/G/2019/PTUN-JKT, majelis hakim memutuskan bahwa
keputusan gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang pencabutan izin reklamasi
diterbitkan sebelum izin PT Taman Harapan Indah berakhir. Hakim juga menimbang
bahwa DKI Jakarta tidak memberikan peringatan dan informasi terkait pencabutan izin
tersebut kepada penggugat. Padahal menurut Hakim, berdasarkan Perpres Nomor 122
Tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir, pencabutan izin reklamasi harus
memberi peringatan tiga kali dalam tenggang waktu satu bulan.23
23 Dwi Arjanto, DKI Siapkan Jawaban Khusus Soal Cabut Izin Reklamasi, Apa Itu?, diakses
tanggal 23 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1230406/dki-siapkan-jawaban-khusus-
soal-cabut-izin-reklamasi-apa-itu
63
Kemudian selanjutnya gugatan dilayangkan oleh PT Jaladri Kartika Pakci, sebagai
pengembang Pulau I. Pengembang Pulau I tersebut menggugat Surat Keputusan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1409 Tahun 2018 dalam perkara nomor
113/G/2019/PTUN-JKT. Gugatan ini masih dalam proses persidangan dan belum ada
putusan dari PTUN sejak didaftarkan pada 27 Mei 2019. Tanggapan Pemprov DKI
Jakarta atas gugatan PT Jaladri Kartika Pakci, mengatakan bahwa gugatan atas SK
Gubernur DKI tentang pencabutan izin reklamasi sudah kadaluarsa. Pemprov DKI juga
menjelaskan bahwa wewenang gubernur dalam mencabut atau memberikan izin atas
pulau-pulau reklamasi yang akan dibangun pengembang. Pemprov DKI juga menyebut
PT Jaladri Kartika Pakci tidak melaksanakan sejumlah kewajiban sebagaimana
tertuang dalam SK Nomor 2269 Tahun 2015.
Begitupun dengan PT Agung Dinamika Perkasa juga mengajukan gugatan atas
dicabutnya izin reklamasi Pulau F yang dikantongi PT Jakarta Propertindo ke PTUN
Jakarta pada 26 Juli 2019 dalam perkara nomor 153/G/2019/PTUN-JKT yang
gugatannya masih berlangsung sejak didaftarkan tanggal 26 Juli 2016.
Kemudian yang terakhir PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang
reklamasi Pulau M, mengajukan gugatan kepada PTUN dengan nomor perkara
31/G/2019/PTUN-JKT. Namun untuk gugatan Pulau M, Majelis Hakim menolak
gugatan yang diajukan oleh PT Manggala Krida Yudha terhadap Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan
beberapa hal seperti tidak diperpanjangnya masa berlaku persetujuan Izin Prinsip
reklamasi yang diajukan PT Manggala Krida Yudha oleh Pemprov DKI Jakarta. PT
Manggala Krida Yudha sendiri mendapatkan izin prinsip reklamasi Pulau M dalam
rentang waktu 21 September 2012-2013. Kemudian pada 13 September 2013,
perusahaan itu mengajukan permohonan perpanjangan masa berlaku izin tersebut.
Namun Hakim berpendapat bahwa secara yuridis, izin prinsip pihak penggugat dalam
hal sengketa aquo telah berakhir pada 21 September 2013. Ditambah, Pemprov DKI
kala itu mengeluarkan laporan progres verifikasi awal penyelenggaraan reklamasi
64
pantai Utara Jakarta. Hakim Enrico Simanjuntak, yang membacakan pertimbangan
tersebut juga mengatakan bahwa laporan tersebut dikeluarkan karena PT Manggala
Krida Yudha tidak menunjukkan adanya progres berupa pembangunan fisik dalam
pelaksanaan reklamasi Pulau M.24
“Pencabutan izin juga bisa karena belum adanya wujud pulau, jadi masih
(berbentuk) air. Untuk izin-izin yang memang sudah ada bentuk pulaunya yang
tidak dicabut.”25
Dalam pencabutan izin yang dilakukan Pemprov DKI terhadap 13 pulau reklamasi,
alasan-alasan seperti tidak dilaksanakannya izin dan telah habisnya jangka waktu
perizinan yang dimiliki pengembang menjadi alasan kuat Pemprov DKI dalam
menghentikan proyek reklamasi. Selain itu Pemprov DKI juga menjelaskan bahwa
berhak mencabut izin tanpa harus memberikan peringatan sebanyak 3 kali seperti yang
terdapat dalan Pasal 20 ayat 2 Perpres Nomor 112 Tahun 2012.
2. Gugatan LSM
Menurut Koalisi Pakar Interdisiplin dalam makalahnya Jakarta Tolak Reklamasi,
menjelaskan bahwa pembangunan reklamasi dan proyek bendungan raksasa dibangun
diatas data yang tidak memadai. Proyek reklamasi sendiri memberikan dampak
sedimentasi, turunnya kualitas air laut dan tercemar akibat logam berat sehingga
material yang keluar dari sungai cenderung tertahan dan menyebabkan kematian ikan-
ikan di teluk Jakarta. Dalam makalah yang sama, menjelaskan bahwa alasan
pembangunan reklamasi teluk Jakarta adalah disebabkan oleh kurangnya lahan untuk
masyarakat. Namun penambahan lahan berbentuk reklamasi adalah menciptakan
masalah baru. Apabila dibandingkan dengan penambahan lantai atau penambahan
infrastruktur dalam memenuhi keterbatasan lahan, teknik urban sprawl yang
24 Febriyan, Gugatan Reklamasi Pulau M Ditolak, Ini Tanggapan Pengembang, diakses
tanggal 23 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1249430/gugatan-reklamasi-pulau-m-
ditolak-ini-tanggapan-pengembang
25 Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bid. Pembangunan dan
Lingkungan Hidup, Interview Pribadi, Balaikota DKI Jakarta, 21 Oktober 2019.
65
diterapkan dalam reklamasi teluk Jakarta telah mendapatkan kritik selama beberapa
puluh tahun terakhir karena menimbulkan konflik dan masalah baru seperti konflik
antar daerah, ataupun konflik sosial dan reklamasi adalah penerapan dalam urban
sprawl yang paling buruk. Menurutnya, reklamasi mengubah apa yang tadinya milik
bersama menjadi milik segelintir orang. Lagipula menurutnya Jakarta memerlukan
penambahan lantai dalam pemukiman vertikal serta infrastruktur pendukungnya.
Penambahan lahan melalui praktik murah namun diperuntukkan pemilik modal
maupun pengembang dan dimudahkan oleh kebijakan diskresi yang diskriminatif
seperti reklamasi akan menimbulkan konflik yang tidak perlu dan tidak menjawab
permasalahan kebutuhan lahan di Jakarta.
Sejalan dengan Koalisi Pakar Interdispin, LBH Jakarta yang tergabung kedalam
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, berpendapat bahwa reklamasi teluk Jakarta
melepaskan hak negara dalam menguasai kekayaan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat kepana pengembang properti dan melanggar Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945.26 Menurutnya reklamasi teluk jakarta akan mengurangi pendapatan dan
wilayah mencari nafkah nelayan dan memperparah pencemaran teluk Jakarta tempat
reklamasi dibangun. Lanjutnya pembangunan reklamasi akan berdampak kepada
tempat tinggal serta tempat mencari nafkah nelayan yang berdampak pada penggusuran
masyarakat kecil pesisir mengatasnamakan penertiban. Hanya untuk pembangunan
bagi segelintir kelas menengah atas, mengorbankan masyarakat kecil dengan
melanggar Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin Hak untuk Bertempat Tingal
dan Mendapatkan Lingkungan yang Baik dan Sehat bagi semua warga negara.
LBH Jakarta sendiri konsisten menolak reklamasi sejak reklamasi mulai gencar
dibangun saat gubernur era Basuki Tjahaja Purnama menjabat. Sampai sekarang, LBH
Jakarta pun masih mengkritisi beberapa kebijakan Gubernur DKI yang baru dan dinilai
mulai menunjukkan tanda-tanda dalam melanjutkan proyek reklamasi yang didorong
26 LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi, diakses pada tanggal 29 Oktober 2019 dalam
https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-jakarta/
66
Gubernur Jakarta terdahulu. Misalnya kebijakan Anies Baswedan dalam menerbitkan
IMB untuk kawasan Pantai Maju. Menurut LBH Jakarta, penerbitan IMB untuk
kawasan Pantai Maju sangat tidak sesuai prosedur dan cacat hukum. LBH Jakarta juga
menilai Pemprov DKI dalam menerbitkan IMB terkesan tidak transparan dan terburu-
buru.27 Menurutnya alasan Pemprov DKI dalam menerbitkan IMB reklamasi adalah
ilegal dengan menjadikan Pergub 206/2012 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C,
D, dan E sebagai landasan hukum. Padahal menurutnya Pergub Nomor 206 Tahun
2016 tersebut cacat hukum karena tidak mempunyai kekuatan hukum Perda yang
mengikat. LBH Jakarta juga menegaskan seharusnya penerbitan IMB harus sesuai
prosedur dan harus berdasarkan pada Rancangan Peraturan Daerah, yang seharusnya
Pemprov DKI mencabut IMB tersebut dan tidak meneruskannya karena Pemprov DKI
belum memiliki Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K) dan Raperda tentang Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantura (RTRKS).
“Untuk menerbitkan reklamasi harus ada aturan aturan yang dipenuhi dulu,
pertama harus ada Rencana Tata Ruang Nasional, setelah itu Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Pantura (RTRKS Pantura), setelah itu harus ada Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), dan itu yang belum pernah ada,
dan untuk di Pemprov DKI Jakarta sendiri (Perda) RZWP3K nya masih tahap
pembahasan, lalu ketika sudah ada RZWP3K lalu adanya RTR (Rencana Tata
Ruang) Jakarta, setelah itu harus ada Rencana Detail Tata Ruang yang diatur dalam
Perda, setelah itu ada namanya AMDAL Kawasan, setelah AMDAL Kawasan,
selanjutnya baru dikeluarkan Izin Lingkungan, selanjutnya Izin Prinsip, lalu Izin
Pelaksanaan, kemudian Sertifikat Hak Pakai untuk pendirian bangunan, lalu adanya
Sertifikat Hak Guna Bangunan dan IMB. Nyatanya untuk (menerbitkan) IMB ini
(landasan hukum) yang belum ada adalah RZWP3K, lalu belum ada RTRKS
Pantura, dan ini mereka (Pemprov) shortcut dengan adanya Pergub Nomor 206
Tahun 2016, itu tidak boleh. Seharusnya yang mengatur itu Perda, bukan Pergub.”28
27 CNN Indonesia, Kritik IMB Reklamasi, LBH Jakarta Pertimbangkan Gugat Anies, diakses
pada 29 Oktober 2019, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190621162541-20-
405335/kritik-imb-reklamasi-lbh-jakarta-pertimbangkan-gugat-anies
28 Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, Interview Pribadi, Kantor LBH Jakarta, 21
Oktober 2019
67
Lagipula, IMB kawasan Pantai Maju juga berpotensi gugur apabila Peraturan
Daerah terkait pulau reklamasi terbit. Konsekuensi hukum ini akan terjadi karena
Pemprov DKI Jakarta masih menggunakan Pergub era gubernur sebelumnya Basuki
Tjahaja Purnama sebagai landasan hukum menerbitkan IMB. Dalam pergub tersebut
menjelaskan tentang Pasal yang sifatnya darurat misalnya apabila Perda tentang
Kawasan Strategi Pantura ditetapkan, Pergub ini harus menyesuaikan dengan Perda
dengan segala resiko menjadi tanggungjawab pengembang Pulau C, Pulau D, dan
Pulau E.29 Jika merujuk kepada aturan-aturan tersebut, seharusnya Anies harus
menunggu Perda reklamasi terbit oleh Pemprov DKI dan DPRD sebagai landasan
hukum penerbitan IMB. Namun, pada tahun 2018 silam Anies justru mencabut kedua
draft raperda tersebut dari DPRD dengan alasan aturan dalam Raperda tersebut sudah
tak sesuai dengan kondisi Ibukota saat ini. Anies juga mengatakan akan meninjau ulang
dan merevisi isi dari raperda tersebut sebelum diajukan kembali ke DPRD. Karna
statusnya tersebut, pulau yang udah terbangun dan IMB yang sudah terbit tidak
memiliki Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura dan Rancangan Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam bentuk Perda yang seharusnya dijadikan
sebagai landasan hukum.
Selain karena penerbitan IMB dinilai cacat hukum, penerbitan tersebut juga
semakin memperjelas komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam menghentikan proyek
reklamasi tersebut. LBH Jakarta berpendapat jika Pemprov DKI Jakarta benar-benar
berkomitmen dalam menghentikan proyek reklamasi maka harusnya menghentikan
secara total kegiatan tersebut dengan tidak menerbitkan izin-izin baru. Bahkan kalau
memungkinkan Pemprov DKI seharusnya membongkar ulang bangunan dalam pulau-
pulau tersebut. Bukan tanpa alasan, namun pembangunan Reklamasi hanya akan
mempertegas jurang ketimpangan sosial antara orang kaya dan orang miskin. Tentu
saja pembangunan reklamasi diperuntukkan bagi ekonomi menengah keatas, harga
29 Pasal 9, Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota
Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. hlm. 6
68
properti yang dijual pun paling rendah seharga Rp. 3.77 Milyar (Luas Bangunan
128m2/LT 90m2) dan masyarakat menengah kebawah tidak mungkin sanggup
membelinya. Menurut LBH Jakarta kelangkaan lahan di Jakarta menunjukkan
kesalahan model pembangunan yang tersentralistik dengan reklamasi sebagai proyek
rakus dan menguntungkan pengembang properti.30 Proyek reklamasi juga akan
merampas dan merenggut wilayah penangkapan ikan bagi nelayan pesisir, kurang lebih
16.000 Kepala Keluarga nelayan pesisir terancam digusur oleh Pemprov DKI dan
kehilangan penghasilannya. Selain itu reklamasi teluk Jakarta akan mengganggu
aktivitas kurang lebih 600 kapal nelayan dari 6500 kapal yang ada di DKI Jakarta.
Diketahui bersama bahwa beberapa jenis ikan berbeda antara di laut dan di pesisir
pantai, dan berbeda pula cara menangkapnya dan alatnya. Reklmaasi Jakarta secara
tidak lansung mempersulit dan membunuh nelayan pesisir Jakarta.
“Ada namanya nelayan tradisional, nelayan menengah, dan nelayan besar.
Yang paling terdampak adalah nelayan tradisional dengan maksimum penangkapan
(ikan) 10GT. Dengan adanya reklamasi, mereka tidak bisa melaut karena kapalnya
tidak mendukung. Kalau misalkan dipaksakan pun, akan berbahaya dan harus ada
ongkos (melaut) yang lebih besar dari biasanya. Yang paling tampak adalah ikan-
ikan pada mati. Para nelayan yang kehidupannya tergantung dari melaut, dan bisa
mendapatkan ikan dalam sebulan sekitar 100 kilo, namun setelah ada reklamasi
hanya mendapat ikan 15 atau 20 (kilo) dan itu perubahannya drastis.”
Dengan tidak dibongkarnya pulau dan bangunan reklamasi teluk Jakarta, hanya
akan menjadikan kawasan strategis pantura menjadi perumahan dan pusat komersial
dengan desain arsitektur medioker yang hanya memanjakan kelas menengah keatas
saja dengan tidak menjadikan pencapaian ekonomi atau memecahkan masalah sosial
di Jakarta, padahal biaya sosial dan lingkungan atas pembangunan reklamasi teluk
Jakarta sangat tinggi. LBH Jakarta juga tidak sepakat apabila kontribusi tambahan dari
NJOP yang dibebankan ke pengembang dihapus dalam Raperda yang akan dibahas
nanti, menurutnya kontribusi tambahan tersebut bahkan harus ditambah dan diperberat
30 LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi Jakarta, diakses pada 30 Oktober 2019, dalam
https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-jakarta/
69
karena ongkos lingkungan dan dampak sosial atas pembangunan pulau reklamasi
sangat besar. Yang harus diperhatikan juga, kontribusi tambahan yang diberikan
kepada Pemprov DKI harusnya dimanfaatkan untuk warga sekitar yang terdampak
langsung pembangunan reklamasi, dan tidak dialokasikan ke tempat lain.
“Misalnya (kemarin) kontribusi tambahan dari Pulau F, kontribusi tambahan
dari reklamasi namun kontribusi tambahannya (disalurkan) bukan ke (warga
pesisir) pulau reklamasi, akhirnya dampaknya tidak signifikan. Misalkan kemarin
disuruh bangun tanggul (dikawasan reklamasi), tapi malah bangun tanggul di
daerah lain.”31
Lagipula pembangunan reklamasi yang berjalan saat ini seharusnya menjadikan
alasan lingkungan sebagai fokus utama dalam penghentian proyek reklamasi, karena
kerusakan lingkungan yang terjadi jika pembangunan reklamasi dilanjutkan adalah hal
yang sulit terbantahkan. Dengan dibangunnya reklamasi tentu saja akan berdampak
kepada bentang alam teluk Jakarta yang terbentuk hasil dari proses akresi secara
alamiah yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari proses tersebut
membentuk 13 sungai yang mendorong sedimentasi secara alami dengan sungai yang
mengalir sampai teluk Jakarta dan mengeras dalam waktu ratusan tahun sampai
sekarang, dan proses ini tidak merusak lingkungan karena terjadi secara alamiah.
Pembangunan reklamasi yang berjalan juga harus memperhatikan ekosistem yang
berada di wilayah kepulauan Seribu, tentu saja pertumbuhan ekosistem maupun biota
laut seperti terumbu karang akan terkena dampak apabila Reklamasi Teluk Jakarta
dilanjutkan karena tekanan bahan pencemar dan sedimen yang dihasilkan dari
pembangunan tersebut.
C. Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta
Melihat begitu besarnya peluang ekonomi serta besarnya nilai dan potensi
pariwisata yang dikembangkan, hal ini tentu mendorong Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah daerah untuk mempertimbangkan Reklamasi sebagai jawaban atas
31 Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, Interview Pribadi, Kantor LBH Jakarta, 21
Oktober 2019.
70
kebutuhan keterbatasan lahan dan perluasan daerah, bekerjasama dengan pengembang
properti swasta untuk membangun pulau-pulau pesisir. Namun pembangunan
Reklamasi Teluk Jakarta menjadi fenomenal dan kontroversi karena banyaknya aktor
politik yang tarik ulur kepentingan demi keuntungan pribadi dan melakukan
manipulasi guna melancarkan proyek reklamasi tersebut. Selain itu, kerusakan
lingkungan dan dampak sosial akibat pembangunan reklamasi menyebabkan
pembangunan reklamasi mendapat penolakan keras dari masyarakat pesisir, pegiat
sosial, dan aliansi masyarakat peduli lingkungan. Keputusan terakhir tentang reklamasi
Teluk Jakarta dengan mencabut izin 13 pulau reklamasi tetap menyisakan beberapa
persoalan, seperti masalah lingkungan yang meninggalkan sedimentasi, ancaman
terhadap taman mangrove, dan ancaman terhadap kehidupan nelayan wilayah pesisir.
Persoalan-persoalan tersebut seharusnya menjadi alasan utama atas penghentian
pembangunan reklamasi, dan bukan menjadikan alasan investasi sebagai pertimbangan
keberlanjutan pembangunan proyek tersebut. Cita-cita dengan menjadikan kawasan
reklamasi sebagai milik bersama, tidak bisa diserahkan kepada pengembang swasta
yang mendahulukan kepentingan bisnis demi keuntungan materil semata. Karena
pembangunan reklamasi bukan hanya melibatkan individu yang dampaknya dirasakan
masing-masing orang yang melibatkan diri, melainkan melibatkan banyak pihak yang
akan mengubah nasib maupun kehidupan dan segala aspek sosial ekonomi masyarakat
yang terlibat.
Penjelasan tersebut sejalan dengan kaidah dalam ajaran agama Islam, yang
menjelaskan tentang kaidah-kaidah Fiqh yang ada dalam budaya keilmuan dalam
ajaran agama Islam yaitu Al-Qawaid Al-Fiqihiyyah yang menjelaskan tentang kaidah
yang melibatkan banyak pihak antar manusia. Dalam penerapannya kaidah ini sering
digunakan dalam Fiqh Siyasah atau hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah. Dalam Fiqh Siyasah, hukum Islam yang objek bahasannya berkaitan dengan
Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Internasional yang
membicarakan hubungan antar rakyat maupun pemimpinnya sebagai seorang penguasa
71
dalam sebuah negara.32 Seperti yang dijelaskan dalam kaidah dalam Fiqh Siyasah yang
populer ini:
ف صمام ت
أ ال
ة عل اعي الر
ط وأ
حة من
ل مصأ
بال
“Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.”
Dalam kaidah diatas, dijelaskan mengenai kaidah yang saling terikat yaitu
tasharrul imam (kebijakan pemimpin) dan maslahah (maslahat). Dua kata tersebut
diatas yang menentukan arah dalam konsep suatu kebijakan seorang pemimpin, yaitu
maslahat. Tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh seorang imam (pemimpin)
atau pemangku kebijakan haruslah sejalan dengan kepentingan bersama atau
kemaslahatan rakyat, bukan untuk suatu golongan tertentu bahkan untuk diri sendiri.
Karena sejatinya, penguasa adalah pengayom dan ujung tombak kesejahteraan rakyat.
Karena kaidah ini memiliki aspek horizontal yang implementasinya memiliki dampak
langsung terhadap kepentingan umat, sehingga dalam penerapannya mampu
merumuskan relasi antara agama, negara, bahkan kebudayaan. Sedangkan bentuk-
bentuk maslahah adalah bentuk kebijakan yang bermanfaat ( افعمن ال ب
dan (جل
menghindari umat dari kerusakan dan keburukan (درا المفاسد).33
Dalam hal keburukan atau mafsadah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyebutkan kaidah dalam menolak mafsadah atau keburukan lebih utama daripada
mengambil manfaat atau maslahat. Selanjutnya, beliau menyampaikan bahwa “apabila
bertemu antara maslahat atau mafsadat, kebaikan dan keburukan, atau saling
berbenturan, maka wajib menimbang yang paling kuat diantara keduanya”. Adapun
yang menjadi tolok ukur dalam menimbang manfaat maupun keburukan dalam suatu
kebijakan adalah tujuan dalam mengambil kebijakan tersebut. Kebijakan atau hukum
yang diambil haruslah memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan manisua. Jika
32 H.A. Jazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Kaidah Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta, Kencana Pernada Media grup, 2006. hlm. 147 ,
33 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2. Prenada Media Group, 2008. Hlm. 208
72
ditinjau dari maqoshid syari’ah, maka kemaslahatan dibagi menjadi tiga bagian.
Kaidah pertama, maslaha dlaluriyah yang memiliki lima prinsip diantaranya tentang
kewajiban agama, kemaslahatan jiwa, kemaslahatan akal, kemaslahatan moral, dan
kemaslahatan ekonomi. Kedua, maslahah hajiyah yaitu tentang kebutuhan dasar
manusia untuk menghilangkan kesukaran, yang jika tidak dipenuhi maka akan merusak
lima prinsip dalam maslahah daluriyah yang tadi. Yang ketiga, adalah maslahah
tahsiniyah, yang bertujuan memberi keindahan dan kesempurnaan bagi hidup manusia.
Dalam kasus reklamasi teluk Jakarta, pemerintah tentunya harus menimbang
kemaslahatan atau manfaat yang akan didapat dalam mengambil segala kebijakan
mengenai reklamasi teluk Jakarta, tentunya menimbang segala keburukan yang akan
berdampak terhadap masyarakat luas. Pemprov DKI Jakarta juga harus menjelaskan
masterplan pembangunan pulau reklamasi yang dilanjut akan memberikan manfaat apa
bagi masyarakat pesisisr maupun masyarakat Jakarta, karna sejauh ini Pemprov DKI
Jakarta hanya menjelaskan bahwa pembangunan pulau reklamasi dilanjutkan karena
pulau sudah terlanjur dibangun sehingga tidak memungkinkan untuk dibongkar karena
akan merusak iklim investasi dilingkungan Pemprov DKI Jakarta. Namun, tidak
dijelaskan nantinya pulau-pulau tersebut apakah bermanfaat buat rakyat kecil atau
sebagai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat kelas atas.
Dalam penghentian Proyek reklamasi Teluk Jakarta, ada beberapa izin pulau-pulau
yang tidak dicabut dengan alasan pulau-pulau tersebut sudah terlanjur dibangun oleh
pengembang, pulau-pulau tersebut pembangunannya sampai saat ini masih berlanjut
dan beberapa bangunan didalamnya sudah ada yang mengantongi Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang diberikan oleh Pemprov DKI. Beberapa Raperda seperti
Raperda RZWP3K yang masih dalam tahap perencanaan yang beberapa waktu lalu
dicabut dari DPRD, akan diajukan kembali oleh Pemprov DKI Jakarta untuk
selanjutnya diputuskan dan disahkan oleh Anies Baswedan selaku Gubernur DKI
Jakarta. Raperda yang dicabut tersebut berencana untuk di revisi agar seuai dengan
kondisi DKI Jakarta saat ini. Namun untuk Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan
73
Strategis Pantura Jakarta (RTRKS Pantura Jakarta), Biro Hukum Pemprov sendiri
mengatakan kemungkinan Raperda tesebut tidak akan diajukan kembali dengan alasan
bahwa Pemprov DKI berkomitmen dalam menghentikan Proyek Reklamasi,
sedangkan Raperda RZWP3K akan diajukan kembali untuk dibahas karena Raperda
tersebut wajib sesuai amanat dari Undang-Undang.
“Untuk yang Raperda RTRKS Pantura Jakarta, kemungkinan materi (Raperda) itu
dimasukan kedalam (revisi) perda Rencana Tata Ruang Wilayah) RTRW Jakarta.”
Ujar Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bidang
Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Biro Hukum Setda Pemprov DKI Jakarta.
Dalam rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, semulanya wilayah untuk
Pulau C, D, dan G yang izinnya tidak dicabut berada dalam kawasan pusat pelayanan
ekonomi Pulau Reklamasi, artinya dalam kawasan tersebut akan menjadi pusat
kegiatan sekunder dimana perdagangan/jasa, perindustrian, kesehatan, pendidikan, dan
peribadatan akan tersedia disana dengan tujuan melayani penduduk pulau-pulau
tersebut maupun beberapa pulau disekitarnya. Perencanaan wilayah tersebut bertujuan
untuk menciptakan sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang
terintegrasi dan berkelanjutan.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk implementasi dalam kebijakan penghentian proyek Reklamasi Pantai
Utara Jakarta adalah dengan dicabutnya 13 izin pelaksanaan pulau reklamasi
Teluk Jakarta dari total 17 pulau yang rencananya akan dibangun, bukan
menghentikan pembangunan reklamasi dan membongkar pulau-pulau yang sudah
dibangun. Untuk pulau-pulau yang terlanjur dibangun, Pemprov DKI Jakarta tidak
akan membongkarnya dan tidak mencabut izin pembangunannya. Kemudian
dalam prosesnya, Pemprov DKI Jakarta juga mencabut Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara (RTRKS Pantura) dari DPRD yang semulanya akan menjadi
landasan hukum perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantura. Untuk
memudahkan prosesnya, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Pergub Nomor 58
Tahun 2018 tentang Pembentukan Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi
Pantura sebagai Lembaga ad hoc yang mepunyai tugas mengoordinasikan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan Reklamasi Pantura
Jakarta.
2. Implikasi dari kebijakan pencabutan 13 izin pulau reklamasi adalah terdapat
beberapa pengembang yang tidak puas akan kebijakan tersebut dan mengajukan
gugatan ke PTUN, yaitu PT Taman Harapan Indah selaku pengembang Pulau H,
PT Jaladri Kartika Pakci pengembang Pulau I, PT Manggala Krida Yudha
pengembang Pulau M, dan PT Agung Dinamika Perkasa pengembang Pulau F.
Diantara 4 pengembang yang mengajukan gugatan, 2 pengembang sudah mendapat
putusan dari Majelis Hakim yaitu PT Taman Harapan Indah yang gugatannya
75
dikabulkan sehingga penggugat dapat mengajukan perpanjangan izin reklamasi
untuk Pulau H, dan PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang Pulau M yang
gugatannya ditolak Majelis Hakim. Kemudian dengan dicabutnya 13 izin pulau
reklamasi dan dicabutnya Raperda RTRKS Pantura, Pemprov DKI Jakarta dinilai
kehilangan potensi pemasukan daerah melalui kontribusi tambahan yang diatur
dalam Raperda tersebut hasil dari NJOP pembangunan reklamasi sebesar 15% yang
diperkirakan DKI Jakarta dapat meraup hingga 100 triliun melalui uang kontribusi
tersebut.
B. Rekomendasi
Penulis menyadari bahwa apa yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya
belum mampu menjawab sepenuhnya mengenai pembangunan Reklamasi Teluk
Jakarta. Hal ini dikarenakan ruang lingkup dan sistematika penulisan yang terbatas.
Namun disini penulis akan mengajukan beberapa saran yang penulis berikan untuk arah
pengembangan selanjutnya. Saran-saran berikut hanya berupa ide secara garis besar
dan akan memerlukan studi literatur lebih mendalam:
1. Pemprov DKI Jakarta diharapkan konsisten dalam menghentikan reklamasi dengan
menghentikan total pembangunan sehingga tidak menjadikan pulau reklamasi
sebagai barang dagangan untuk masyarakat menengah keatas dan memperhatikan
dampak lingkungan dan dampak sosial sebagai pertimbangan utama pembangunan
reklamasi. Walaupun 13 izin pulau dicabut, namun pembangunan 4 pulau lainnya
masih berlanjut dan pasti ada dampak terhadap lingkungan maupun dampak sosial
di kawasan Pantura Jakarta. Pemprov DKI Jakarta juga diharapkan menjelaskan
secara jelas dan terbuka manfaat apa yang bisa masyarakat Jakarta khususnya
masyarakat pesisir dapatkan dari pembangunan pulau reklamasi yang masih
berlanjut. Harapannya Pemprov DKI lebih terbuka atas kegiatan pembangunan
yang berlangsung di pulau tersebut dengan menjelaskan penanganan dan
pencegahan kerusakan lingkungan yang sudah terlanjur terjadi karena
pembangunan pulau reklamasi yang masih berlanjut. Lebih lanjut, Pemrov DKI
76
Jakarta juga diharapkan lebih melibatkan masyarakat-masyarakat yang terdampak
langsung proyek reklamasi sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan
perihal kawasan pantura dan lebih transparan dalam merencanakan keputusan yang
berdampak terhadap masyarakat banyak.
2. Jika Pemprov DKI Jakarta berencana untuk tidak menerbitkan Perda tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura yang mengatur tentang pulau-
pulau reklamasi, diharapkan kontribusi tambahan 15% dari NJOP yang semulanya
diatur dalam Raperda tersebut untuk tetap diatur dalam revisi Perda RTRW Jakarta.
Bahkan harapannya Pemprov DKI Jakarta menetapkan beban kontribusi tambahan
kepada pengembang lebih besar dibanding rencana awal yaitu hanya sebesar 15%.
3. Masyarakat seharusnya lebih kritis terhadap setiap kebijakan yang diambil oleh
Pemprov DKI terhadap pembangunan Reklamasi Pantai Utara ini, bahkan
masyarakat harus ikut mengawasi dengan melibatkan tokoh masyarakat maupun
akademisi demi terwujudnya Reklamasi Teluk Jakarta yang memberi keuntungan
sebesar-besarnya kepada masyarakat DKI Jakarta. Karena Reklamasi Pantai Utara
Jakarta adalah pembangunan yang menjadi tolok ukur bagi daerah lain dalam
pengembangan Kawasan strategis dan pemerataan ekonomi serta contoh
mendapatkan pendapatan tambahan untuk kas daerah.
4. Agar para pengembang mematuhi semua peraturan yang berlaku di Republik
Indonesia.
77
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rienaka Cipta, 1996.
Asmara, Galang. Ombudsman Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara
Republik Indonesia. Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2005.
A.R, Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke
Ibukota Negara: Persiapan-Persiapan Bagi Proyek Multifungsi.
Jakarta: Djambatan, 2004.
Djakapermana, Ruchyat Deni, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif
Pembangunan Kawasan. Jakarta: Kementerian PU, 2015.
H. A, Jazuli, Kaidah Kaidah Fikih, Kaidah Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah Masalah yang Praktis. Jakarta, Kencana
Pernada Media Group, 2006.
Nazir, Mohammad, Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Santoso, Bambang, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009.
Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Dasar: Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.
JURNAL
Efendi, Sofia. Membangun Budaya Birokrasi untuk Good Governance. Jakarta:
Jurnal Loka Karya, 2005.
Rujak Center for Urban Studies, Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, 2017.
78
PERUNDANG – UNDANGAN
Kepres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Kepres Nomor 17 Tahun 1994 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun
Keenam (REPELITA VI) 1994/1995.
Keputusan Gubernur No 1774 Tahun 2018 tentang Penamaan Kawasan Pantai
Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama Kota
Administrasi Jakarta Utara.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang
Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
______, No 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja
Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
______, No 120 Tahun 2018 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas
Jakarta Propertindo Dalam Pengelolaan Tanah Hasil Reklamasi Pantai
Utara Jakarta.
______, No 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil
Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
______, No 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D,
dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
______, No 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi
Pantai Utara Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan
dan Reklamasi.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta.
Undang Undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2017 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
79
SKRIPSI
Iqsobayadinur, Rifqi. Kebijakan Basuki Tjahaja Purnama Tentang Reklamasi
Teluk Jakarta Dalam Perspektif Siyasah.
Mustaqim, Ibnu. Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap
Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis
Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Jakarta Utara). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2017.
WEBSITE
Badan Pusat Statistik, Berapa Jumlah Penduduk Jakarta. Jakarta: BPS, 2018.
Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, diakses pada
tanggal 25 Maret 2019.
http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/22.pdf
Fadel Prayoga. Cek Aktivitas Bisnis di Pulau Reklamasi, Anies: Kalau
Melanggar Kita Beri Sanksi. Diakses pada tanggal 26 Februari 2019.
https://news.okezone.com/read/2019/01/24/338/2008579/cek-aktivitas-
bisnis-di-pulau-reklamasi-anies-kalau-melanggar-kita-beri-sanksi/
For Bali. Mengapa Kami Menolak Reklamasi. Diakses pada tanggal 18 Juli
2019. https://www.forbali.org/id/mengapa-kami-menolak/
LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi, Diakses pada tanggal 29 Oktober
2019. https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-
jakarta/
Menteri Kelautan dan Perikanan, Makalah Kebijakan Reklamasi di Wilayah
Pesisir: Tujuan, Manfaat dan Efek. Diakses pada 25 Maret 2019. https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/reklamasi/Kebijakan-reklamasi-di-wilayah-pesisir-tujuan-manfaat-dan-efek-oleh-kementerian-kelautan-dan-perikanan.pdf
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Provinsi DKI Jakarta Tahun
2018.
Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RJPMD) Provinsi Jakarta Tahun
2018.
80
Wahana Lingkungan Hidup, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Menolak
Reklamasi, Siaran Pers, 2017. Diakses pada tanggal 26 Februari 2019 .
https://walhi.or.id/koalisi-selamatkan-teluk-jakarta-konsisten-tolak-
reklamasi/
INTERVIEW
Interview Pribadi dengan Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta,
Jakarta, 21 Oktober 2019.
Interview Pribadi dengan Rizka Okie Wibowo, Kepala Bagian Peraturan
Perundang-Undangan Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup,
Biro Hukum Setda Pemprov DKI Jakarta. Jakarta, 21 Oktober 2019.