KATA PENGANTAR
Kegiatan kolaboratif APIP Kementerian/Lembaga serta APIP Provinsi dan
Kabupaten/Kota bersama BPKP dirasa perlu untuk ditingkatkan intensitas dan
kualitasnya dalam rangka menjawab kebutuhan para stakeholders, terutama Presiden
RI. Kegiatan Reviu Penyerapan Anggaran dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
triwulanan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2016 sudah saatnya untuk diarahkan
pada kualitas belanja karena perhatian pemerintah sekarang ini tidak hanya pada
pemerataan penyerapan anggaran sepanjang tahun seperti yang telah lalu.
Kegiatan reviu oleh APIP K/L/D mulai tahun 2018 ini diharapkan bisa memberikan
gambaran mengenai kualitas belanja, meliputi alokasi anggaran belanja, ketepatan
waktu dalam penganggaran dan pelaksanaannya, transparansi dan akuntabilitas serta
efisiensi dan efektlvltas. Hal ini menjadi penting dalam rangka untuk mengawal pembuat
kebijakan {policy maker) sehingga pengelolaan sumber daya keuangan negara/daerah
benar-benar diarahkan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, APIP
K/L/D juga perlu mengetahui penyebab hakiki adanya hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan anggaran yang bisa dianalisis dengan metode Root Cause Analysis (RCA),
untuk memberikan saran sebagai solusinya.
Peran APIP dalam sistem peringatan dini {early warning system) sangat penting
bagi terwujudnya kualitas belanja yang baik, termasuk penggunaan anggaran yang
efektif dan efisien serta minimalisasi praktik korupsi dalam rangka mewujudkan sasaran
strategis yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Kami harapkan pedoman ini dapat
menjadi acuan bagi APIP K/L/D untuk dapat melaksanakan kegiatan reviu dengan
lebih optimal.
1
A. DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
APBN.
8. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
9. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Perpres
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa.
10. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam
Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
11. Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan
Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara.
12. Inpres Nomor 1 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyusunan APBD tahun 2017.
15. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
02/M-IND/PER/1/2014 tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produk
Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
16. Surat Kepala BPKP Kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Nomor
S-187/K/D2/2018 Tanggal 9 Februari 2018 tentang Reviu Reviu Pengelolaan
Anggaran oleh APIP K/L/D Triwulan IV Tahun Anggaran 2017.
17. Surat Kepala BPKP Kepada Seluruh Gubernur/Bupati/Walikota Nomor
S-186/K/D3/2018 Tanggal 9 Februari 2018 tentang Reviu Pengelolaan Anggaran
dan Penggunaan Dana Desa Triwulan IV Tahun Anggaran 2017.
2
B. LATAR BELAKANG
Peran APIP selaku aparat pengawas harus bisa membantu pimpinan K/L/D dalam
menjalankan fungsi kontrol dengan memberikan informasi sebagai feedback atas
pelaksanaan suatu kebijakan, program dan kegiatan, atau adanya potensi
penyimpangan. Informasi tersebut tentunya harus didukung bukti atau pun data
yang relevan dalam rangka membantu pelaksanaan evidence-based policy. Kegiatan
reviu yang merupakan kolaborasi APIP K/L/D dan BPKP dilakukan secara triwulanan
diharapkan bisa memberikan informasi awal yang bermanfaat bagi pimpinan K/L/D
untuk mengoptimalkan peran APIP dalam early warning system.
Akhir-akhir ini, topik tentang pengelolaan anggaran negara/daerah sudah tidak lagi
fokus pada pola serapan anggaran yang rendah di awal tahun. Ketepatan alokasi
anggaran menjadi perhatian yang lebih utama pemerintah saat ini, salah satunya
ditunjukkan dengan arahan Presiden agar anggaran negara/daerah diperuntukkan
lebih besar untuk kegiatan yang terkait langsung dengan pelayanan masyarakat.
Presiden, dalam arahannya, tidak mengharapkan bahwa anggaran banyak
dihabiskan untuk kepentingan birokrasi atau dibayarkan kepada pegawai. Dengan
kata lain, para pengelola anggaran pada K/L atau pemerintah daerah diharapkan
tidak hanya fokus pada angka persentase penyerapan anggaran, tetapi juga lebih
memberi perhatian kepada peruntukan anggaran belanja tersebut supaya lebih tepat
sasaran. Penghematan anggaran atau efisiensi juga perlu menjadi perhatian
pimpinan K/L dan pemda di tengah capaian pendapatan pajak yang sulit mencapai
target sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Selain itu, dalam rangka pemenuhan tata
kelola yang baik, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran juga menjadi
tuntutan yang harus terpenuhi untuk mencegah dan mengurangi praktik korupsi.
Adanya perubahan fokus perhatian dalam pengelolaan anggaran tersebut
melatarbelakangi perubahan konten reviu triwulanan APIP K/L/D dan BPKP. Reviu
yang selama 2 tahun difokuskan untuk penyerapan anggaran dan pelaksanaan
pengadaan barang/jasa dirasa perlu lebih dalam lagi dengan mengarah pada kualitas
belanja. Dengan demikian, pedoman yang selama ini menjadi acuan pelaksanaan
reviu juga perlu direvisi.
C. TUJUAN REVIU
Kegiatan reviu dimaksudkan agar APIP K/L/D dapat:
1. Meningkatkan peran pengawalan pengelolaan anggaran termasuk kualitas
belanja, PNBP dan PAD, PBJ serta kepatuhan atas P3DN dengan kemampuan
mengidentifikasi permasalahan dan memberikan solusi debottlenecking yang
efektif kepada pimpinan K/L/D.
2. Mengidentifikasi kepatuhan dan meningkatkan perhatian (awareness) K/L/D untuk
melaksanakan program P3DN dalam pelaksanaan PBJ Pemerintah.
3. Mendorong kepatuhan bendahara pada Pemerintah Daerah untuk memungut dan
menyetorkan PPN dan PPh.
4. Mendorong terbangunnya sistem pengendalian pengelolaan anggaran termasuk
kualitas belanja, PNBP dan PAD, PBJ, dan penerapan P3DN.
3
D. SASARAN REVIU
1. Mengidentifikasi kualitas belanja pada masing-masing K/L/D.
2. Mengetahui jumlah dan posisi PBJ yang telah dilakukan pelelangan, ditetapkan
pemenang, ditandatangani kontrak, dan tingkat penyelesaian paket pekerjaan
pada setiap akhir Triwulan Tahun Anggaran 2017.
3. Mengetahui jumlah dan nilai paket melalui penyedia yang mensyaratkan TKDN
dalam RUP.
4. Memperoleh informasi pembentukan Tim P3DN di masing-masing K/L/D.
5. Mengetahui nilai TKDN yang tercantum dalam seluruh kontrak yang melalui
penyedia.
6. Mengetahui nilai PPN dan PPh yang dipungut dan disetor dari belanja Pemerintah
Daerah.
7. Mengidentifikasi hambatan/permasalahan dan memberikan saran perbaikan atas
kualitas belanja dan realisasi pendapatan, pelaksanaan PBJ, Kepatuhan atas
P3DN, serta realisasi PPN dan PPh dari belanja Pemda.
E. RUANG LINGKUP REVIU DAN BATAS TANGGUNG JAWAB APIP
1. Reviu Kualitas Belanja
Ruang lingkup reviu pengelolaan anggaran ini adalah terhadap DIPA/ Perda APBD
tahun anggaran 2017 beserta anggaran perubahannya.
Reviu dilakukan terhadap 5 (lima) variabel yaitu: alokasi, ketepatan waktu,
transparansi dan akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas belanja K/L/D.
2. Reviu Realisasi Pendapatan
a. Pada K/L: Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang terdiri dari:
1) PNBP Fungsional: penerimaan yang berasal dari hasil hasil pungutan
kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan
tugas pokok dan fungsinya.
2) PNBP Umum: penerimaan yang tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya, seperti hasil penjualan barang inventaris kantor, hasil
penyewaan BMN, jasa giro dan pengembalian belanja.
b. Pada Pemerintah Daerah: Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari:
1) Pajak Daerah.
2) Retribusi Daerah.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Periode reviu untuk reviu realisasi pendapatan adalah sampai dengan
akhir triwulan yang direviu.
3. Realisasi PPN dan PPh yang dipungut dan dipotong pada Belanja Pemerintah
Daerah (Khusus APIP Pemda): PPN dan PPh dari kegiatan yang dibayar dengan
SP2D LS.
4. Reviu Pelaksanaan PBJ melalui Pelelangan
Jumlah, nilai dan status PBJ yang dibiayai dengan Belanja Modal dan Belanja
Barang yang dilakukan melalui proses pelelangan (lelang terbatas dan lelang
4
umum yang masuk dalam e-procurement). Tingkat penyelesaian kontrak dihitung
untuk kegiatan pengadaan konstruksi maupun non-konstruksi.
5. Reviu Kepatuhan atas P3DN
a. Informasi nilai TKDN pada Kontrak/Surat Perintah Kerja/Dokumen Pengadaan
atas seluruh pengadaan (tidak hanya lelang) K/L/D yang melalui Penyedia
(selain swakelola) yang sumber dananya dari APBN/D.
b. Informasi RUP yang mensyaratkan TKDN dan pembentukan Tim P3DN di
masing-masing K/L/D (bila ada revisi dari isian Triwulan I TA 2017).
Tanggung jawab APIP K/L/D terbatas pada hasil reviu (penyebab/hambatan dan
solusi/saran yang diberikan).
Pelaksanaan Reviu yang dilaksanakan APIP K/L/D akan didampingi oleh Tim
Pendamping dari BPKP.
F. METODE REVIU
1. Pengumpulan data dan informasi.
2. Analisis perbandingan data dan informasi.
3. Wawancara kepada pihak-pihak terkait (KPA, ULP dan Biro Keuangan K/L atau
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) untuk mengetahui penyebab tidak
tercapainya target dan penetapan solusi pemecahan masalahnya.
G. GAMBARAN UMUM REVIU KUALITAS BELANJA
1. Definisi
Belanja berkualitas adalah belanja yang memenuhi nilai-nilai ekonomi,
efisiensi, efektivitas, equity atau keadilan, akuntabilitas, dan responsivitas
(BAPPENAS, 2011). Berdasarkan definisi tersebut, Juanda, et. al. (2014)
mendeskripsikan kualitas belanja sebagai belanja yang dialokasikan berdasarkan
prioritas pembangunan daerah yang dilakukan secara efisien dan efektif, tepat
waktu, transparan dan akuntabel. Dengan demikian, kualitas belanja meliputi
keseluruhan siklus belanja, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan
efektivitas dari adanya belanja tersebut.
2. Variabel, Indikator dan Bobot Penilaian
Reviu kualitas belanja oleh APIP dilakukan terhadap 5 (lima) variabel sebagai
berikut:
No Variabel Indikator Bobot
1 Alokasi dan Realisasi
Belanja
Alokasi dan realisasi per jenis (K/L dan
Pemda) dan fungsi (khusus Pemda) belanja
20
2 Ketepatan Waktu Ketepatan penetapan anggaran dan realisasi
anggaran
15
3 Transparansi dan
Akuntabilitas
Tersedianya media informasi anggaran dan
terselenggaranya e-procurement
20
4 Efisiensi Efisiensi dari sisi belanja 20
5 Efektivitas Efektivitas dari sisi output 25
Total 100
5
Pengukuran pemenuhan indikator variabel belanja, dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
No Variabel Indikator Keterangan
1 Alokasi dan Realisasi Belanja
Rasio Realisasi Belanja Pegawai ≤38% Realisasi Total Belanja
Sasaran Pokok RPJMN 2014-2019, Sasaran Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan
Rasio Realisasi Belanja Modal ≥26% Realisasi Total Belanja
Rasio Realisasi Total Belanja ≥90% Pagu Total Belanja
Mempertimbangkan tren realisasi anggaran TW IV TA 2016
Rasio Realisasi urusan pendidikan ≥20% Total Belanja (Khusus Pemda)
UU Nomor 20/2003 Pasal 49: Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan minimal 20% APBN/D
Rasio Realisasi urusan kesehatan ≥10% Total Belanja (Khusus Pemda)
UU nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 171 ayat (2) anggaran kesehatan Pemda prov, kab/kota dialokasikan minimal 10% dari APBD diluar gaji
Rasio realisasi belanja Urusan Wajib (Khusus Pemda) ≥90% pagu anggarannya
Mempertimbangkan tren realisasi anggaran TW IV TA 2016
2 Ketepatan Waktu
DIPA/Perda APBD ditetapkan sebelum tanggal 31 Desember
Realisasi anggaran sesuai dengan Rencana Penarikan Dana (Disbursement Plan)
3 Transparansi dan Akuntabilitas
Terdapat media informasi anggaran K/L/D yang dapat diakses oleh publik.
Terdapat implementasi pelaksanaan PBJ secara elektronik (e-procurement)
Alokasi untuk kegiatan pembinaan SPIP di masing-masing K/L/D
Alokasi dan realisasi anggaran untuk unit pengawasan (APIP) 1% dari total pagu belanja
Huruf D angka 11 Permendagri 44/2008: Pemda wajib mengalokasikan 1% APBD, untuk Inspektorat Prov/Kab/Kota
4 Efisiensi Penyusunan anggaran menggunakan standar biaya
Informasi apakah K/L/D telah melakukan reviu efisiensi anggaran melalui identifikasi indikasi inefisiensi, duplikasi dan identifikasi belanja untuk kegiatan yang tidak berulang (einmaleg), yang mengacu pada spending review oleh Kementerian Keuangan
6
No Variabel Indikator Keterangan
5 Efektivitas Rasio realisasi kegiatan > rasio realisasi anggaran
Rasio Persentase Capaian Program Strategis K/L/D > Rasio realisasi kegiatan
Hasil perhitungan/skoring reviu kualitas belanja akan dikonversi sebagai berikut:
No Skor Uraian
1 86 s.d. 100 Sangat Baik
2 71 s.d. 85,99 Baik
3 56 s.d. 70,99 Cukup
4 <55 Kurang baik
H. LANGKAH KERJA
1. Data/Informasi yang Dibutuhkan
No Ruang Lingkup Reviu Data/Informasi yang Dibutuhkan
1 Kualitas
Belanja
Alokasi
dan
Realisasi
Belanja
Pagu anggaran setahun dan realisasi belanja s.d. akhir
Triwulan yang direviu:
a. Per Jenis Belanja (KL dan Pemda): Belanja Pegawai,
Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal, Belanja Bantuan
Sosial, dan Belanja Lain-lain.
b. Urusan Wajib Pemerintah Daerah: Pendidikan, Kesehatan,
Pekerjaan umum dan penataan ruang, Perumahan rakyat
dan kawasan permukiman, Ketenteraman, ketertiban
umum, dan pelindungan masyarakat, dan Sosial.
Ketepatan
Waktu
a. Informasi nomor dan tanggal pengesahan DIPA/Perda
APBD.
b. Persentase kesesuaian realisasi anggaran belanja dengan
Rencana Penarikan Dana (Disbursement Plan) setiap
Triwulan.
Transparansi
dan
Akuntabilitas
a. Informasi mengenai ada/tidaknya media informasi
anggaran K/L/D yang dapat diakses oleh publik (e-gov).
b. Informasi mengenai sudah/belum terimplementasinya
pelaksanaan PBJ secara elektronik (e-procurement).
c. Alokasi dan realisasi anggaran untuk kegiatan pembinaan
SPIP di lingkungan instansi masing-masing.
d. Alokasi dan realisasi anggaran untuk unit pengawasan
(APIP).
Efisiensi a. Informasi proses penyusunan anggaran telah/belum
menggunakan standar biaya (Standar Satuan harga/SSH)
yang formal.
b. Informasi apakah K/L/D telah/belum melakukan reviu
efisiensi anggaran.
7
No Ruang Lingkup Reviu Data/Informasi yang Dibutuhkan
Efektivitas a. Jumlah realisasi kegiatan yang diselesaikan dibandingkan
dengan target kegiatan awal tahun, rasio ini akan
dibandingkan dengan rasio realisasi anggaran dengan
pagu anggaran setahun.
b. Rata-rata Persentase Capaian Program Strategis K/L/D.
2 Realisasi Pendapatan
(PNBP dan PAD)
a. K/L: Target pendapatan triwulanan dan Tahun Anggaran
2017 dan realisasi PNBP s.d akhir Triwulan yang direviu.
b. Pemda: Target pendapatan triwulanan dan Tahun
Anggaran 2017 dan realisasi PAD s.d akhir Triwulan yang
direviu.
3 Realisasi PPN dan
PPh dari Belanja
Pemerintah Daerah
(Khusus APIP
Pemerintah Daerah)
Nilai PPN dan PPh yang dipungut dari pembayaran dengan
SP2D LS melalui Daftar Transaksi Harian/Rincian Transaksi
Harian (DTH/RTH) dan penyetoran PPN dan PPh yang
bersumber dari akun pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga
(PFK) per akhir triwulan yang direviu.
4 PBJ melalui
Pelelangan
a. Rencana PBJ (jumlah dan nilai) yang dibiayai dengan
Belanja Barang dan Belanja Modal yang akan dilakukan
melalui pelelangan oleh K/L/D untuk tahun 2017 melalui
Rencana Umum Pengadaan (RUP).
b. Data posisi PBJ per akhir triwulan (jumlah dan nilai paket
PBJ yang masih/belum proses lelang, telah ditandatangani
kontraknya, dan tingkat penyelesaian pekerjaan) yang
diperoleh dari PPK dan ULP.
5 Kepatuhan atas
P3DN
a. Informasi sudah/belum dibentuk tim P3DN.
b. Jumlah dan nilai paket yang mensyaratkan TKDN dalam
Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan mencantumkan
nilai TKDN dalam dokumen kontrak/dokumen pengadaan.
2. Analisis Data
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan diinput di kertas kerja, dilakukan
pendalaman/identifikasi permasalahan apabila kondisi tidak sesuai kriteria,
sebagai berikut:
No Ruang Lingkup Reviu Kondisi tidak Sesuai Kriteria
1 Kualitas Belanja Kualitas belanja kurang atau sama dengan “Cukup” (skor
kualitas belanja kurang dari 71).
2 Realisasi Pendapatan
(PNBP dan PAD)
Realisasi total PNBP Fungsional/PAD ≤90% target
PNBP/PAD Setahun.
3 Realisasi PPN dan PPh dari
APBD (Pemda)
Selisih PPN dan PPh dipungut dan disetor ≥10%
4 PBJ melalui Pelelangan Terdapat paket PBJ yang: (1) Belum/proses lelang,
(2) Belum tanda tangan kontrak, (3) Realisasi fisik <100%.
5 Kepatuhan atas P3DN Tidak terdapat informasi nilai TKDN dalam Kontrak.
8
3. Identifikasi Permasalahan dan Perumusan Solusi
Terhadap ruang lingkup reviu yang kondisinya tidak sesuai kriteria, APIP K/L/D
melakukan identifikasi permasalahan dan perumusan solusi menggunakan metode
Root Cause Analysis (RCA). Root Cause Analysis (RCA) atau Analisa Akar Masalah
merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mencari penyebab hakiki dari
masalah yang telah terjadi.
Pendekatan yang digunakan adalah “the 5 Whys” dengan tujuan mengidentifikasi
faktor-faktor atau permasalahan yang dapat dikendalikan (controllable) yang
memicu terjadinya suatu masalah dan dilakukan dengan cara bertanya “Why”
sampai 5 kali terhadap suatu masalah sampai tidak ada jawaban lagi yang dapat
dikemukakan. APIP K/L/D diharapkan dapat melakukan identifikasi 3 (tiga)
kelompok permasalahan dengan mempertimbangkan:
a. Aspek proses kegiatan: (1) Kebijakan, (2) Perencanaan, (3) Penganggaran,
(4) Pelaksanaan, (5) Penatausahaan, (6) Pelaporan, (7) Pertanggungjawaban,
(8) Monitoring dan Evaluasi.
b. Aspek objek/faktor penyebab (6M)
No Objek Uraian
1 Man Faktor manusia baik dalam hal perilaku ataupun kompetensi
2 Method Faktor metode kerja/SOP
3 Money Faktor ketersediaan anggaran
4 Material Faktor ketersediaan bahan dan alat
5 Measurement Faktor penetapan ukuran keberhasilan/target
6 Minutes Faktor waktu
Format isian RCA sebagai berikut:
Permasalahan Penyebab 1
Penyebab 2
Penyebab 3
Penyebab 4
Penyebab 5
Solusi
Identifikasi dengan metode RCA diharapkan dapat menghasilkan penyebab yang
hakiki yang selanjutnya dapat menjadi dasar bagi APIP K/L/D merumuskan
rekomendasi yang strategis kepada pimpinan masing-masing.
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
9
Ilustrasi penerapan RCA dalam penentuan penyebab hakiki sebagai berikut:
a. Contoh identifikasi permasalahan dengan RCA: Kualitas Belanja
Permasalahan Realisasi anggaran rendah (60%) Penyebab 1 Seringnya revisi
anggaran Keterlambatan
Penerbitan SP2D Keterlambatan
Penyusunan Dok SPP/SPM
Penyebab 2 Pengalihan dan pengurangan anggaran
Pengalihan dan pengurangan anggaran
Keterlambatan pengajuan tagihan penyedia barang/jasa
Penyebab 3 Perubahan/ Penambahan kegiatan
Keterlambatan memulai pelaksanaan PBJ
Penyedia barang/jasa menagihkan pada saat 100%
Penyebab 4 Keadaan/kondisi periode berjalan tidak sesuai perkiraan perencanaan
Keterlambatan penetapan Pokja ULP
Persyaratan pengajuan tagihan terlalu rumit
Penyebab 5 Perencanaan penganggaran yang kurang baik
Kurangnya jumlah dan SDM kompetensi terkait PBJ
Kebijakan tambahan persyaratan pengajuan tagihan pada satker
Solusi Pengendalian proses perencanaan dengan indikator terukur
Melakukan pemetaan kompetensi dan mengusulkan diklat PBJ
Penyederhanaan adminstrasi belanja tanpa mengorbankan akuntabilitas
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
10
b. Contoh identifikasi permasalahan dengan RCA: Realisasi PNBP/PAD
Permasalahan Target penerimaan <90% Penyebab 1 Banyaknya Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang belum dibayar oleh WP dari 100 SKPD yang dikirim hanya 30% yang dipenuhi oleh WP
Banyaknya tunggakan pajak oleh WP (WP enggan membayar pajak ke Pemda dan sebagian WP sudah dinyatakan pailit)
Piutang pajak tidak ditagih
Penyebab 2 Petugas Penagihan pajak daerah belum dapat diperankan secara optimal sesuai peran dan tugasnya
Petugas penagihan pajak tidak dapat melakukan sita paksa hanya sampai pada penerbitan Surat Peringatan (SP) dua
Data Piutang pajak tidak dibukukan secara tertib
Penyebab 3 Petugas penagihan pajak merangkap sebagai bagian administrasi pajak sehingga tidak bisa keluar kantor sebelum pekerjaan administrasi selesai dikerjakan.
Belum mempunyai juru sita untuk melakukan penagihan pajak daerah dengan Surat Paksa
Petugas merasa itu tugas bagian akuntansi bukan dibagian pajak
Penyebab 4 Belum adanya penunjukkan petugas penagihan pajak secara khusus
Sudah ada pegawai yang bersertifikasi sebagai juru sita namun belum diangkat
Tidak adanya job description yang jelas untuk pegawai
Penyebab 5 Belum ada kelembagaan dan tunjangan petugas penagihan pajak.
Belum ada kelembagaan dan gudang penyimpanan untuk barang sitaan
Tidak adanya penunjukkan petugas secara khusus untuk melaksanakan suatu tugas (SK petugas)
Solusi Melakukan koordinasi dengan bagian biro organisasi untuk membahas kelembagaan dan tunjangan petugas pajak
Melakukan koordinasi dengan bagian biro organisasi untuk membahas kelembagaan dan tunjangan petugas pajak
Melakukan evaluasi struktur organisasi pada Dinas DPPKAD
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
11
c. Contoh identifikasi permasalahan dengan RCA: Realisasi PPN dan PPh dari APBD
(APIP Pemda)
Permasalahan Selisih nilai PPN dan PPh yang disetorkan dengan yang dipungut sebesar >10% dari yang dipungut
Penyebab 1 Bendahara Pengeluaran
tidak segera menyetorkan pajak yang telah dipungut
Pajak yang telah dipungut disetorkan dalam waktu lebih dari 7 hari
Pajak yang telah dipungut disetorkan dalam waktu lebih dari 7 hari
Penyebab 2 Bendahara menunggu terkumpulnya surat ketetapan pajak dari beberapa kegiatan
Pajak yang dipungut dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar belanja daerah
Bendahara lalai untuk meyetorkan pajak dalam batas waktu yang diperbolehkan
Penyebab 3 Keterbatasan SDM untuk melakukan penyetoran pajak setiap hari
Kas yang berada di rekening Kas Daerah tidak cukup
Tidak ada kontrol atau peringatan dari atasan langsung
Penyebab 4 Jumlah SDM terbatas (hanya ada 3 orang di bagian keuangan: bendahara, bagian gaji dan staf pendukung)
Penerimaan dari pendapatan daerah lebih kecil dari pembayaran belanja daerah yang harus dilakukan
Tidak ada sanksi dari otoritas terkait
Penyebab 5 - Manajemen kas yang kurang baik di BUD
-
Solusi Melakukan evaluasi beban kerja dibandingkan dengan analisis jabatan, serta mempertimbangkan struktur organisasi instansi
Melakukan evaluasi SOP manajemen kas dikaitkan dengan proyeksi penerimaan
Melakukan rapat koordinasi secara berkala untuk memantau kedisiplinan penyetoran PPN dan PPh ke Kas Negara.
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
12
d. Contoh identifikasi permasalahan dengan RCA: PBJ melalui Pelelangan
Permasalahan Capaian fisik <100% Penyebab 1 Terdapat pekerjaan yang
baru mencapai fisik 50% Terdapat dua kegiatan
yang gagal lelang Terdapat 1 pekerjaan
yang capain fisiknya masih 0%
Penyebab 2 Pelaksanaan mulai lelangnya terlambat dilaksanakan
Tidak adanya rekanan yang mengajukan penawaran lelang
Pembebasan lahan belum clear
Penyebab 3 Menunggu pengesahan revisi anggaran (APBD-P)
Waktu pelaksanaan pekerjaan terlalu mepet dengan batas akhir tahun anggaran
Tuntutan masyarakat melebihi jumlah yang telah dianggarkan (minta dengan harga wajar)
Penyebab 4 Adanya penambahan volume pekerjaan
Pengesahan revisi anggaran (APBD-P) terlambat
Harga ganti rugi yang ditetapkan pemerintah berdasarkan harga NJOP yang ada
Penyebab 5 Terdapat sisa anggaran dari hasil efisiensi kegiatan lain
Karena menunggu persetujuan DPRD
NJOP pemda sudah lama tidak di update
Solusi Meningkatkan kecermatan penyusunan perencanaan harus cermat agar tidak perlu ada anggaran perubahan / revisi anggaran dapat diminimalkan
Saat menyusun perencanaan harus cermat agar tidak perlu ada anggaran perubahan/ revisi anggaran dapat diminimalkan
Untuk kedepannya agar melakukan evaluasi terhadap harga NJOP disetiap daerah dan menetapkan NJOP yang baru
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
13
e. Contoh identifikasi permasalahan dengan RCA: Kepatuhan atas P3DN
Permasalahan Tidak terdapat informasi TKDN dalam kontrak atau dokumen pengadaan
Penyebab 1 Pejabat pengadaan tidak
menentukan nilai TKDN dalam perencanaan PBJ
Pejabat pengadaan tidak menentukan nilai TKDN dalam perencanaan PBJ
Isu tentang P3DN belum menjadi hal yang penting di K/L/D
Penyebab 2 Penentuan nilai TKDN dianggap bukan suatu hal yang penting/diwajibkan
Kerumitan dalam penghitungan nilai TKDN dikhawatirkan menjadikan masalah dalam PBJ
Belum ada personil atau unit organisasi yang memberi perhatian terkait TKDN dalam PBJ
Penyebab 3 Kektidaktahuan pejabat pengadaan akan ketentuan
Penghitungan nilai TKDN sulit dilakukan dalam tahap pelaksanaan PBJ
Belum dibentuknya Tim P3DN pada K/L/D
Penyebab 4 Kurangnya sosialisasi tentang P3DN
Tidak semua komponen barang yang dibutuhkan dalam PBJ sudah memiliki sertifikasi TKDN
Pimpinan K/L/D belum merasa perlu adanya Tim P3DN
Penyebab 5 - Tidak semua produsen barang/komponen mengurus sertifikasi TKDN
Kekurang pahaman pimpinan K/L/D tentang kewajiban membentuk Tim P3DN
Solusi Koordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk pelaksanaan sosialisasi P3DN
Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian untuk mempermudah pengurusan sertifikat TKDN
Melakukan koordinasi dengan kementerian Perindustrian untuk membentuk Tim P3DN
4. Informasi Tambahan
Pada reviu APIP K/L/D, terdapat informasi tambahan yang perlu diinput di aplikasi
reviu sebagai berikut:
a. Realisasi Anggaran s.d. Triwulan IV TA 2017 atas 3 (tiga) kegiatan prioritas
yang diinput di triwulan sebelumnya.
b. Informasi pembayaran penyesuaian harga dan klaim s.d Triwulan IV TA 2017.
c. Informasi aplikasi keuangan daerah yang digunakan oleh Pemda.
5. Pelaporan Hasil Reviu
Aplikasi berbasis web akan menghasilkan laporan hasil reviu dan menjadi dasar
bagi APIP K/L/D untuk membuat Surat Pengantar Masalah yang ditujukan kepada
pimpinan K/L/D.
Hasil reviu oleh seluruh APIP K/L/D akan dikompilasi oleh BPKP dan dilaporkan
kepada Presiden RI.
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Disebabkan oleh
14
CATATAN PERUBAHAN PEDOMAN
1. Reviu Penyerapan Anggaran dihilangkan
2. Tambahan infromasi pada Triwulan IV Tahun Anggaran 2017:
a. Reviu Kualitas Belanja
b. Informasi pembayaran penyesuaian harga dan klaim s.d Triwulan IV TA 2017.
c. Perubahan informasi nilai TKDN dari yang sebelumnya jika tidak ada informasi
TKDN yang tercantum dalam kontrak, dapat digunakan panduan umum sebagai
berikut:
• Apabila disebutkan dalam persyaratan pelelangan, maka dapat mengacu pada nilai TKDN yang ada di persyaratan pelelangan.
• Apabila dapat diidentifikasi barang/jasa yang diadakan seluruhnya menggunakan produk dalam negeri, maka nilai TKDN=100%.
• Apabila barang/jasa seluruhnya menggunakan komponen impor dan tidak ada informasi TKDN dalam kontraknya, maka nilai TKDN=0%
• Apabila barang/jasa sebagian menggunakan komponen impor dan tidak ada informasi TKDN dalam kontraknya, maka nilai TKDN adalah:
𝑇𝐾𝐷𝑁 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝐿𝑜𝑘𝑎𝑙 (𝑅𝑝)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑘 (𝑅𝑝) 𝑥 100%
Pada Triwulan IV, APIP hanya menginformasikan nilai TKDN yang benar-benar
tercantum pada Dokumen Pengadaan/Kontrak/Surat Perintah Kerja. Nilai TKDN
yang diisikan pada aplikasi bersumber dari informasi yang dapat diyakini.
3. Identifikasi permasalahan dari yang sebelumnya disediakan daftar pilihannya pada
pedoman/aplikasi, diganti dengan pendekatan Root Cause Analysis (RCA).
4. Penetapan kondisi tidak sesuai kriteria, sebagai trigger untuk kewajiban
mengidentifikasi permasalahan dengan RCA.