Download - KDK Intra Vena
DAFTAR ISI
Daftar isi ................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 2
BAB I
Pendahuluan ............................................................................................................ 3
A. Latar Belakang ........................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Tujuan ......................................................................................................... 4
BAB II
Pembahasan............................................................................................................. 5
A. Definisi ........................................................................................................ 5
B. Tujuan ......................................................................................................... 5
C. Indikasi ........................................................................................................ 6
D. KontraIndikasi ............................................................................................ 6
E. Komplikasi................................................................................................... 7
F. Kebutuhan cairan pada pasien dewasa......................................................... 15
G. Cara Menghitung Tetesan Infus .................................................................. 16
H. Macam-macam Cairan dan Kegunaan ........................................................ 17
BAB III
Penutup ................................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ................................................................................................. 25
B. Saran ........................................................................................................... 25
Daftar Pustaka
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul “ Terapi Intravena”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berterimakasih sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang membimbingan, mengarahkan dan membantu secara
langsung maupun tidak langsung, juga kepada Rekan-rekan Studi Semester II
Keperawatan STIkes Bahrul ‘Ulum untuk melancarkan penulisan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga makalah ini ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan pembaca serta perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya.
Malang, 10 Maret 2015
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan cairan terjadi setiap saat dan mutlak diganti agar metabolisme
tubuh dapat berlangsung normal. Harus ada keseimbangan antara jumlah air yang
berasal dari masukkan serta dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak dan protein dan
pada satu pihak lain dengan keluarnya air melalui ginjal, paru, kulit dan saluran
cerna. Keseimbangan air ini dikelola dengan pengaturan masukkan dan
pengeluaran.
Air tubuh terdapat didalam sel (intrasel) dan diluar sel (ekstrasel).Cairan
extraselular meliputi cairan interstisial dan plasma yang mempunyai komposisi
yang sama. Natrium merupakan kation terpenting sedangkan anion terpenting
adalah klorida dan bikarbonant. Kation terpenting pada intrasel adalah kalium dan
magnesium sedangkan anion terpenting adalah fosfat organik, protein dan sulfat.
Biasanya perubahan komposisi plasma darah mencerminkan perubahan yang
terjadi dalam semua cairan tubuh.
Kehilangan cairan normal berlangsung akibat pemakaian energi yang
dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kehilangan cairan insensibel, produksi
urin serta kehilangan cairan melalui tinja. Selain itu dapat terjadi kehilangan
cairan abnormal yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang berupa
pengurangan masukkan cairan atau peningkatan pengeluaran cairan. Pemenuhan
cairan berdasarkan kehilangan cairan akibat penyakit dan kehilangan yang tetap
berlangsung secara normal.
Cara pemberian cairan akibat kehilangan oleh karena penyakit bisa
diberikan secara oral ataupun parenteral. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya
pemberian cairan diusahakan secara oral tapi pada keadaan yang tidak
memungkinkan, dapat pula diberikan secara intravena.1 Dalam pelaksanaannya
pemberian cairan secara intravena pada bayi dan anak yang sakit perlu
diperhatikan hal-hal seperti pemilihan jenis cairan, jumlah dan lama pemberian
3
yang disesuaikan dengan keadaan penyakit dan gejala klinik lainnya karena
terdapat perbedaan komposisi, metabolisme dan derajat kematangan sistem
pengaturan air dan elektrolit. Untuk itu keputusan yang tepat dan teliti dalam
menentukan hal diatas mutlak diperlukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan dari pada Terapi Intravena ?
2. Apa saja Indikasi, Kontraindikasi maupun Komplikasi pada Terapi
intravena ?
3. Apa saja jenis-Jenis Cairan dan Tujuannya ?
4. Beberapa contoh dari Macam-macam Cairan dan Kegunaannya ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan tujuan intravena.
2. Untuk mengetahui dan memahami indikasi, kontraindikasi maupun
komplikasi pada intravena.
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis cairan dan tujuannya.
4. Untuk mengetahui dan memahami contoh dari macam-macam cairan
dan kegunaannya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam
tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving
seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu
keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan
dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan
ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke
dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan
order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang
dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa
faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat
kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena
dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus
mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan
serta mengatur dan mempertahankan system.
B. Tujuan
Tujuan terapi intravena adalah:
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa
4. Memberikan tranfusi darah
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena
6. Membantu pemberian nutrisi parenteral
5
C. Indikasi
1. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam IV
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus
melalui IV
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral
atau intramuskuler
5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan
elektrolit
6. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena
untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian
obat)
9. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.
D. Kontraindikasi
Infus dikontraindikasikan pada daerah:
1. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis
2. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
3. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
4. Vena yang sklerotik atau bertrombus
5. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan
kulit
6
7. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena
terganggu)
8. Lengan yang mengalami luka bakar
E. Komplikasi
1. Komplikasi lokal
1. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan
hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau
rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan.Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan,
pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
saat penusukan).
Intervensi :
a. Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain
b. Tinggikan ekstremitas
c. Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena
Pencegahan :
a. Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
b. Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena
c. Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih area
insersi
d. Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi
apapun setiap jam
e. Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
f. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin
7
2. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena.Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan
oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan
penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika
tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas
yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan
infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah
proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket
tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap
menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
Intervensi:
a. Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau
proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan)
b. Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan
(meningkatkan drainase vena dan membantu mengurangi edema)
c. Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi
nyeri)
Pencegahan:
a. Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu
b. Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena
c. Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area
pemasangan infus
3. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada
kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH
tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,
vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)
8
Intervensi:
a. Turunkan aliran infus
Pencegahan:
a. Encerkan obat sebelum diberikan
b. Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka
waktu lama, sarankan dokter untuk memasang central IV.
4. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi.Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang
tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter
dilepaskan.Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan
segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat
penusukan.
Intervensi:
a. Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril
b. Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan
kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi
darah
c. Mengkaji tempat penusukan
d. Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan
Pencegahan:
a. Memasukkan jarum secara hati-hati
b. Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil
5. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan
dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang
9
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area
insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa
tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat,
demam, malaise, dan leukositosis.
Intervensi:
a. Menghentikan IV
b. Memberikan kompres hangat
c. Meninggikan ekstremitas
d. Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan
Pencegahan:
a. Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan
b. Mengobservasi area insersi tiap jam
c. Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas
6. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan
aliran infus berhenti.Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding
vena, pelekatan platelet.
Intervensi:
a. Menghentikan IV
b. Memberikan kompres hangat
c. Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan dengan
infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang
istimewa/baik untuk pertumbuhan bakteri)
Pencegahan:
a. Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena
10
7. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada
area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV,
aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
Intervensi:
a. Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses
Pencegahan:
a. Pemeliharaan aliran IV
b. Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko
aliran darah balik)
c. Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat
8. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka
maksimal.Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan
yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi
vena dan aliran yang terlalu cepat.
Intervensi:
a. Berikan kompres hangat di sekitar area insersi
b. Turunkan kecepatan aliran
Pencegahan:
a. Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih
dahuilu.
11
9. Reaksi vasovagal
Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada
vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan
darah.. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan
Intervensi:
a. Turunkan kepala tempat tidur
b. Anjurkan klien untuk nafas dalam
c. Cek tanda-tanda vital (vital sign)
Pencegahan:
a. Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi
kecemasan yang dialami
b. Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang tidak
tahan terhadap nyeri)
10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa
dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang
tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan
ligament.
Intervensi:
a. Hentikan pemasangan infus
Pencegahan:
a. Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama
b. Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari lokasi
vena
12
2. Komplikasi sistemik
1. Septikemia/bakteremia
Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat
pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat
dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus
dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi
pernafasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise
umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi
adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian tehnik aseptik.Septikemi
terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan imun.
Intervensi:
a. Monitor tanda vital
b. Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.
c. Berikan medikasi jika diresepkan
Pencegahan:
a. Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan
b. Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku
2. Reaksi alergi
Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair,
bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi
anafilaktik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia,
wheezing, kejang dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh
allergen, misal karena medikasi.
Intervensi :
a. Jika reaksi terjadi, segera hentikan infus
b. Pelihara jalan nafas
13
c. Berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika
diresepkan
d. Jika diresepkan berikan epinefrin
e. Jika diresepkan berikan kortison
Pencegahan:
a. Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru
b. Kaji riwayat alergi klien
3. Overload sirkulasi
Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral,
dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk
dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk
adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan
ginjal.Hal ini juga mungkin bisa terjadi pada pasien dengan gangguan
jantung yang disebut denga kelebihan beban sirkulasi.
Intervensi:
a. Tinggikan kepala tempat tidur
b. Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali
c. Jika diperlukan berikan oksigen
d. Mengkaji bunyi nafas
e. Jika diresepkan berikan furosemid
Pencegahan:
a. Sering memantau tanda-tanda vital
b. Menggunakan pompa IV untuk menginfus
c. Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infuse
14
4. Embolisme udara
Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena
sentral.Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis,
hipotensi, nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada,
bahu, dan punggung bawah.
Intervensi :
a. Klem atau hentikan infus
b. Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg
c. Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas
d. Memberikan oksigen
Pencegahan:
a. Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai
menyambungkan infus
b. Pastikan semua konektor tersambung dengan baik
F. Kebutuhan Cairan Pada Pasien Dewasa
A. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana +
70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine
100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
B. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99%
dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium
yang terikat dengan protein didalam sel.
15
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter,
faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
G. Cara Penghitungan Cairan Infus
Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus adalah tanggung jawab
perawat. Masalah yang dapat muncul apabila perawat tidak memperhatikan
regulasi infus adalah hipervolemia dan hipovolemia. Dalam menentukan
tetesan infus, perawat perlu memperhatikan faktor tetesan yang akan
digunakan. Faktor tetesan yang sering digunakan adalah:
Mikrodrips (tetes mikro) : 60 tetes/ml (infuset mikro)
Makrodrips (tetes makro) :10 tetes/ml, 15 tetes/ml, 20 tetes/ml (infuset
regular/makro)
Untuk mengatur tetesan infus, perawat harus mengetahui volume cairan
yang akan dimasukkan dan waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan
cairan infus. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan
millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
-Millimeter per jam
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya
adalah sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h
-Tetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)
16
Faktor yang mempengaruhi tetesan infus:
Posisi lengan
a. Posisi lengan klien terkadang bisa menurunkan aliran infus. Sedikit
pronasi, supinasi, ekstensi atau elevasi lengan dengan bantal dapat
meningkatkan aliran.
b. Posisi dan kepatenan selang infus (aliran berbanding langsung dengan
diameter selang)
c. Aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan diameter besar, berlawanan
dengan kanul kecil.
Posisi botol infus
a. Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki aliran yang
tersendat-sendat (aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana
cairan).
b. Larutan/cairan yang dialirkan (aliran berbanding terbalik dengan
viskositas cairan)
c. Larutan intravena yang kental, seperti darah, membutuhkan kanula yang
lebih besar dibandingkan dengan air atau larutan salin.
d. Panjang selang (aliran berbanding terbalik dengan panjang selang)
e. Menambah panjang selang pada jalur IV akan menurunkan aliran.
H. Macam –Macam Larutan Untuk Terapi Intravena
a. Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan
osmolalitasnya
1. Isotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati
osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume
ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama.
Cairan ini akan meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik
17
akan menambah CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk
mengganti 1 liter darah yang hilang.
Contoh:
NaCl 0,9 %
Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma)
Dextrose 5 % dalam air (D5W)
Dextrose5 % dalam air (D5W)
Kegunaan :
Cairan ini digunakan untuk mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan
cairan setelah muntah yang berlangsung lama.
Indikasi :
Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
2. Hipotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada
osmolalitas plasma.Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan
seluler, dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian
cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan
mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di
intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak.
Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke dalam sel.
Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK.
18
Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:
1. Deplesi cairan intravaskuler
2. Penurunan tekanan darah
3. Edema seluler
4. Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus dipantau
dengan teliti.
Contoh:
dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,45 %
NaCl 0,2 %
3. Hipertonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada
osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat
menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi.Perpindahan cairan
dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya
mengkerut.Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit
ginjal dan jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh:
D 5% dalam saline 0,9 %
D 5 % dalam RL
Dextrose 10 % dalam air
Dextrose 20 % dalam air
b. Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:
19
1. Nutrient solution
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk
menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan
energi.Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis.
Contoh:
D5W
Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride
2. Electrolyte solution
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk
larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
Contoh:
Normal Saline (NS)
Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)
Normal Saline
Kegunaan :
Larutan ini sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi
dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air
dan elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis.
Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang pada intravaskuler.
b. Diare
20
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak,
cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar
dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan
elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga
homeostasis tubuh.Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen
yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi :
Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan
edema paru..
3. Alkalizing solution
Untuk menetralkan asidosis metabolik
Contoh : Ringer Laktat /RL
4. Acidifying solution
Untuk menetralkan alkalosis metabolik
Contoh :
Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,9 %
5. Blood volume expanders
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan
darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka baker berat)
21
Contoh :
Dekstran Plasma Human Serum Albumin
Dekstran
Komposisi :
dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc
mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard,
iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.Mempunyai efek anti trombus,
mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas darah, dan menghambat
agregasi platelet.Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40
mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin dan
HES.
Kontraidikasi :
pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria
atau anuria yang parah.
c. Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan
berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
Ringer-Laktat
Kegunaan:
22
keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan
konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler.
Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan
osmotik.Klorida merupakan anion utama di plasma darah.Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan
otot.Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan
pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi :
mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan
asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi :
hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh: albumin, HES dan steroid.
Albumin
Komposisi :
Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Kegunaan :
23
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches
dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis
luas dan luka bakar. Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome).Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan
albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta
penurunan berat badan secara bersamaan.
Kontraindikasi :
Gagal jantung, anemia berat.
HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi :
Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi :
Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi :
Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi,
hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).
24
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
a. Pemberian cairan pada bayi dan anak sakit diusahakan secara oral dan
pada keadaan yang tidak memungkinkan diberikan secara intravena.
b. Cairan intravena yang diberikan pada beberapa penyakit bayi dan
anak diantaranya adalah larutan kristaloid, koloid dan kombinasi
keduanya.
c. Prinsip terapi cairan intravena yaitu menggantikan cairan yang hilang
dengan menghitung cairan yang dibutuhkan yaitu: defisit + rumatan +
kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
d. Pemilihan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian cairan intravena
didasarkan atas beberapa parameter.
B. Saran
a. Diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang baik dalam
memberikan cairan intravena pada bayi dan anak sakit yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
b. Perhitungan pemberian cairan intravena agar dilakukan dengan teliti.
c. Diperlukan pengetahuan dan penguasan tentang sistem keseimbangan
cairan tubuh.
25
DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
dan Praktik. Vol 2. Jakarta: EGC
Rocca, et.al. 1998. Seri Pedoman Praktis: Terapi Intravena. Edisi 2. Jakarta: EGC
Kozier, et al. 1995.Fundamental Of Nursing: Concepts, process and practice 5th
edition. California : Addison- Wesley
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.2001. Penatalaksanaan Pasien Di
Intensif CareUnit. Jakarta: Sagung Seto
Hudak, et.,al. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Vol. 1. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1.
Jakarta: EGC
Laboratorium Ketrampilan Keperawatan PSIK FK UGM. 2002. SKILLS LAB:
Pendidikan Ketrampilan Keperawatan. Yogyakarta: PSIK FK UGM
Baranoski, S., et.al.2004.Nursing Prosedures.4th edition. USA: Lippincoth
William & Wilkins
Potter & Perry. 2005. Buku Saku: Ketrampilan & Prosedur Dasar. Edisi 5.
Jakarta: EGC
Price, et.al. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
Nurachmah, dkk. 2000. Buku Saku: Prosedur Keperawata Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Swearingen, P. et al. 2001. Seri Pedoman Praktis: Keseimbangan Cairan,
Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta: EGC
26