KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI
GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN
KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
Oleh
LISTYA CITRA SULUHINGTYAS
F34104067
2009
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI
GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN
KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
LISTYA CITRA SULUHINGTYAS
F34104067
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI
GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN
KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
LISTYA CITRA SULUHINGTYAS
F34104068
Dilahirkan di Indramayu pada tanggal 4 Nopember 1986
Tanggal Lulus : Januari 2009
Menyetujui,
Bogor, Januari 2009
Ir. Semangat Ketaren, MSc Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Listya Citra Suluhingtyas
NRP : F34104067
Departemen : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Kajian Sintesa
Asam Abietat dari Getah Pinus (Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel
Melalui Reaksi Isomerisasi” merupakan karya tulis saya pribadi dengan
bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas
disebutkan rujukannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan
dari siapapun.
Bogor, Januari 2009
Listya Citra Suluhingtyas
F34104067
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Listya Citra
Suluhingtyas, dilahirkan di Indramayu pada tanggal 4
November 1986, sebagai putri pertama dari pasangan
Ayah Eko Sungkowo, SE dan Y. Lelawati, S.Pd. Penulis
menyelesaikan pendidikan di TK Kenanga (1991-1992),
SD Negeri 2 Juntinyuat (1992-1993), SD Negeri Rawa
Sapi (1993-1998), SLTP Negeri 5 Tambun (1998-2001),
dan SMA Negeri 1 Bekasi (2001-2004). Penulis Fakultas
Teknologi Pertanian IPB melalui undangan seleksi masuk (USMI). Selama
menjalani kemudian melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi
Industri Pertanian, studi di IPB. Penulis aktif dalam keorganisasian diantaranya
adalah menjadi anggota TMPLK Departemen Sosial, Lingkungan dan
Kemasyarakatn BEM KM IPB (2004-2005), anggota Departemen Syiar Forum
Bina Islami Fateta (2004-2005), menjadi anggota departemen PSDM Forum Bina
Islami Fateta (2006). Selain itu, penulis juga menjadi Asisten Praktikum Kimia
Dasar, Asisten Praktikum Biologi Dasar, Asisten Praktikum Pendidikan Agama
Islam, Asisten Praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun
(2008) dan Asisten praktikum Teknologi Minyak, Lemak, Emulsi, Oleokimia dan
Fitofarmaka (2008-2009). Penulis telah melaksanakan kegiatan praktek lapang
pada tahun 2007 di Industri minyak nilam asuhan Dinas Perindustrian Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat dengan judul Studi Regional Penyulingan Minyak Nilam di
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa penulis telah
melakukan beberapa penelitian, diantaranya berjudul ; Kajian Penggunaan Kunyit
(Curcuma sp) Sebagai Indikator Penurunan Mutu Durian Terkemas dalam
Intelegence Packaging (2007) dibawah bimbingan Prayoga Suryadarma, S.T.P,
MT, dan Aplikasi Heat Excess Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) pada
Ruang Pengering Nilam (2008) dibawah bimbingan Dr.Ir Meikha Syahbana Rusli.
Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Sintesa Asam Abietat
dari Getah Pinus (Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel Melalui Reaksi
Isomerisasi”
LAMPIRAN
Teruslah bergerak, hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu Teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu Teruslah berjalan, hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu Teruslah bertahan, hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu Tetaplah berjaga, hingga KELESUAN itu LESU menemanimu. (Alm. Ust Rahmat Abdullah)
Dan aku ingin tetap menjadi aura langit pada romantisnya senja, cantiknya kerlip malam yang dihiasi bintang, birunya pagi,
teriknya siang untuk menapaki jejak-jejak di hutan peradaban..
Sripsi ini kupersembahkan untuk mamah, papah, kedua adikku,
sahabat dan saudaraku serta seluruh semesta alam.. Semoga bermanfaat..
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bidang
penelitian yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah teknologi
proses dan katalisis dengan judul “Kajian Sintesa Asam Abietat dari Getah Pinus
(Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel Melalui Reaksi Isomerisasi”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluargaku tercinta; Mamah yang selalu memberikan semangat luar biasa
melalui teduh kata-katanya, Papah yang selalu memberikan motivasi melalui
keras sikapnya, Layung yang memberikan inspirasi melalui keteguhan
prinsipnya dan Lintang yang selalu memberikan senyuman melalui kepolosan
perhatiannya. Terimaksih untuk setiap lantunan doa, pelukan penuh kasih
sayang, didikan keras akan kemandirian, pecutan semangat serta dukungan
tiada henti
2. Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan,
bimbingan, dan masukkan yang telah diberikan kepada penulis selama masa
perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini.
3. Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng selaku dosen pembimbing kedua, peneliti
sekaligus kepala bidang Teknologi Proses dan Katalisis, Puslit-Kimia LIPI,
Puspitek Serpong atas bimbingannya dan kerjasamanya selama penelitian
berlangsung hingga selesai.
4. Drs. Chilwan Pandji, Appth MSc selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan saran, masukan, dan menguji penulis.
5. Prayoga Suryadharma, S.T.P, M.T atas bimbingan, diskusi, semangat,
dukungan, kekeluargaan, transfer ilmu, yang selama ini telah diberikan kepada
penulis
6. Prof Kurnia atas masukan, saran dan arahan yang diberikan sehingga tugas
akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
7. Joddy Arya Laksmono, S.T. Egy Agustian,S.T dan Yogi Hermawan, S.T,
peneliti pada Teknologi Proses dan Sintesa Minyak Atsiri, Puslit-Kimia LIPI
ii
Puspiptek atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini
dapat diselesaikan dan pada prosesnya berjalan lancar.
8. My Pelangi; Fariz, Eka, Adi, Silvy, Uga Wafa atas semua dukungan, semangat
dan persahabatannya, setelah hujan akan ada pelangi dan buatku, kalianlah
pelangi itu..
9. Nuru, Nuriah, Vera, Fahmi Hakim, Cory, Ira, Linda, Saefudin dan Bobby atas
semua bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini baik berupa
bahan-bahan, jurnal penelitian, ataupun dalam bentuk semangat dan dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
10. Ade Nurisman, Rendy Irawan, Siti Mulia, dan Galih Krisnawati Sanjaya atas
bantuan, pertemanan dan ukhuwahnya selama penulis melakukan penelitian di
Puslit-Kimia LIPI, Puspiptek dan menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian IPB, atas transfer ilmu pengetahuan
dan teknologinya, serta arahan dan bimbingan serta dukungan luar biasa
12. Staf Tata Usaha dan Laboran TIN atas seluruh bantuannya selama ini kepada
penulis
13. Keluarga besar TINers 41 atas hubungan kekeluargaan yang selama ini
terjalin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, oleh karena itu
segala saran dan kritik yang sifatnya konstruktif akan penulis terima. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kemajuan industri
minyak atsiri Indonesia.
Bogor, Januari 2009
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Bahan Baku ........................................................................................... 4
1.Getah Pinus ...................................................................................... 4
2. Pengolahan Getah Pinus .................................................................. 5
B. Asam Resin ............................................................................................ 8
C. Teknik Reaksi Kimia dan Katalis .......................................................... 11
1.Katalis ............................................................................................... 11
2.Termodinamika Reaksi .................................................................... 17
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan ...................................................................................... 20
B.Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 20
C. Metode
1. Perlakuan Pendahuluan ..................................................................... 20
2. Penelitian Utama ............................................................................... 21
D.Analisa Laboratoris ............................................................................... 24
IV. PEMBAHASAN
A.Karakterisasi Bahan Baku ..................................................................... 27
B.Proses Sintesa Asam Abietat Menggunakan Katalis Nikel .................... 28
C.Karakterisasi Asam Abietat Kasar ......................................................... 29
1. Bilangan Asam ................................................................................... 29
iv
2. Bilangan Penyabunan ........................................................................ 30
3. Bilangan Iod ....................................................................................... 32
4. Kelarutan dalam Alkohol ................................................................... 34
D.Analisa Spektrofotometri ....................................................................... 35
1.FTIR .................................................................................................... 35
2.GCMS ................................................................................................. 38
E.Mekanisme Sintesa Reaksi Asam Abietat ............................................. 66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 80
B. Saran ..................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82
LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produksi Getah Pinus di Indonesia ............................................................ 1
2. Komponen Kimia dalam Getah Pinus ......................................................... 5
3. Asam Resin Berdasarkan Letak Geografis. ................................................. 9
4 Komposisi Asam Resin Berdasarkan Daerah Asal Bahan Baku ................. 9
5. Karakteristik Nikel ...................................................................................... 16
6. Spontanitas Termodinamika......................................................................... 18
7. Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku. ................................................................. 27
8 Standar Mutu Rosin (Gondorukem) ............................................................. 27
9. Kelarutan Asam Abietat Kasar dalam Etanol 90% ..................................... 34
10. Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Asam Abietat Kasar ........................ 37
11. Tafsiran Hasil GCMS Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) ..................... 39
12. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) . ........... 41
13. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) . ........... 43
14. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) . ........... 45
15. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) . ......... 47
16. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5 % katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) . .......... 49
17. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5 % katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) . .......... 51
18. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) . ........... 53
19. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) . ......... 55
20 Komposisi senyawa asam abietat kasar tiap perlakuan.............................. 58
21. Senyawa Terpen ........................................................................................ 61
22. Presentase Senyawa Terpen-O Kemungkinan Reaksi . ............................. 64
23. Entalpi Pembentukan. ................................................................................ 68
24 Entropi ........................................................................................................ 69
25. Energi Gibbs .............................................................................................. 70
26. Kemungkinan Reaksi . ............................................................................... 72
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Pengolahan Getah Pinus ............................................................... 8
2. Struktur Molekul Asam-asam Resin Dalam Rosin ................................... 10
3. Cara Katalisis Heterogen a) mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan
b) mekanisme Eley-Rideal (Thomas dan Thomas, 1997, hal 66) . .......... 14
4. Energi aktivasi reaksi katalitik (Van Santen dan Nemantsverdriet, 1995
Hal 44) ..................................................................................................... 15
5. Serbuk Nikel ............................................................................................ 16
6. Energi Aktivasi Reaksi .............................................................................. 19
7. Proses Sintesa Asam Abietat. .................................................................... 21
8 Diagram Alir Prosedur Penelitian ............................................................. 22
9. Alat GC-MS .............................................................................................. 26
10. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Asam Produk
Asam Abietat Kasar ................................................................................. 29
11. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Penyabunan Asam
Abietat Kasar . ........................................................................................... 31
12. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Iod Asam Abietat
Kasar ......................................................................................................... 33
13. FTIR Produk Sintesa Asam Abietat .......................................................... 36
14. Kromatogram Gas Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) ........................... 39
15. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar
Nitrogen . .................................................................................................... 41
16. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 2 (3% katalis nikel, 2 Bar
Nitrogen . .................................................................................................... 43
17. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 3 (3% katalis nikel, 5 Bar
Nitrogen . .................................................................................................... 45
18. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 4 (3% katalis nikel, 10 Bar
Nitrogen . .................................................................................................... 47
19. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 5 (3% katalis nikel, 0 Bar
Nitrogen . .................................................................................................. 49
vii
20. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 6 (5% katalis nikel, 2 Bar
Nitrogen . ................................................................................................... 51
21. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 7 (5% katalis nikel, 5 Bar
Nitrogen . .................................................................................................... 53
22. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 8 (5% katalis nikel, 10 Bar
Nitrogen . ................................................................................................... 55
23. Spektrum Massa Asam Abietat ................................................................ 57
24. Grafik Rendemen Asam Abietat ............................................................... 59
25. Grafik Perbandingan Komposisi Asam Tipe Pimarat dan Tipe Abietat
Setelah Reaksi Isomerisasi ......................................................................... 60
26. Senyawa Terpen ......................................................................................... 61
27. Komposisi Senyawa Terpen ....................................................................... 62
28. Komposisi Senyawa Terpen ....................................................................... 64
29 Komposisi Senyawa Terpen O ................................................................... 64
30. Penampakan Nikel Setelah Reaksi Berlangsung....................................... 66
31. Fungsi Katalis ........................................................................................... 67
32. Energi Gibbs Reaksi Konversi Asam Abietat. .......................................... 71
33. Reaksi Isomerisasi Asam Abietat ............................................................. 73
34. Mekanisme Reaksi Isomerisasi Asam Abietat ......................................... 74
35. Reaksi Isomerisasi Senyawa Terpen ......................................................... 75
36. Reaksi Isomerisasi Luar ke Luar. .............................................................. 75
37. Kurva Zat Karbokation ............................................................................. 76
38. Reaksi isomerisasi dari dalam cincin ke luar cincin ................................. 77
39. Reaksi Pembentukan Terpen -O ............................................................... 77
39. Reaksi Hidrasi ........................................................................................... 79
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. FTIR (Fourier Transformed Infra Red) ...................................................... 86
2. Spektrum Massa .......................................................................................... 95
3. Perhitungan Termodinamika Reaksi Kimia ................................................. 110
4 Analisa Data Statitik .................................................................................... 111
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Getah pinus merupakan salah satu komiditi ekspor non migas andalan
Indonesia (Wiyono, 2007). Getah pinus Indonesia biasa dihasilkan dari
daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara maupun
Sulawesi Selatan
Sebelum dipasarkan getah pinus terlebih dahulu diolah untuk
memberikan nilai tambah (added value) agar dapat meningkatkan nilai
jualnya. Menurut Silitonga (1973) pengolahan getah pinus dimaksudkan
untuk memisahkan komponen gondorukem dan terpentin serta membersihkan
dari kotoran (impurties) dari getah pinus. Pengolahan getah pinus, secara
umum akan menghasilkan dua produk utama yakni gondorukem (rosin) dan
minyak terpentin.
Getah pinus merupakan salah satu produk unggulan sektor kehutanan
Indonesia. Hampir 60 persen dari total produksi getah pinus tersebut diekspor
ke luar negeri. Dengan harga rata-rata 889 dollar AS per ton, produk di atas
mampu menyumbang sekitar 67 persen dari total ekspor hasil hutan nonkayu.
Ini berarti sebanyak 12,87 juta dollar AS dihasilkan dari penjualan getah
pinus per tahunnnya.
Tabel 1. Produksi getah pinus di Indonesia
Tahun Produksi Volume (Kg) Nilai/Value (US$)
2002 5.529.959 2.555.658
2003 5.495.180 2.277.210
2004 8.267.970 4.024.094
2005 513.681 374.078
2006 463.594 253.423
Sumber/Source : Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen
Kehutanan (2007)
Gondorukem merupakan residu penyulingan getah pinus yang
komponen utamanya berupa asam-asam resin dan terpentin. Salah satu asam
resin yang paling dominan adalah asam abietat yang banyak dimanfaatkan
pada industri makanan, kosmetik maupun obat-obatan. Pada industri
makanan, asam abietat biasa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam
2
kecap, bahan pengkeruh untuk minuman kesehatan seperti sari vitamin C
yang banyak dijual di pasaran, juga untuk berbagai minuman mengandung
soda. Sedangkan pada industri kosmetik, asam abietat biasa digunakan pada
produk kecantikan seperti lipstik; agar lipstik terlihat berkilau, dan pada gel
rambut pria.
Sejauh ini, kebutuhan asam abietat yang dibutuhkan oleh industri, baik
industri makanan, industri kosmetik, maupun industri obat-obatan, biasanya
dalam bentuk gondorukem. Padahal jika ditilik lebih lanjut, pada gondorukem
masih terdapat komponen minyak terpentin yang jika secara tak sengaja
terkonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Namun pasar masih tetap
menggunakan gondorukem untuk memenuhi kebutuhan akan asam abietat,
hal tersebut dikarenakan adanya asumsi bahwa penggunaan gondorukem
hanya dalam jumlah yang sedikit. Namun demikian, jika hal ini berlangsung
terus menerus maka dapat membahayakan kesehatan.
Lebih lanjut, sintesa asam abietat ini adalah suatu sarana guna
meningkatkan nilai tambah dari produk olahan getah pinus. Berdasarkan nilai
ekonominya, harga asam abietat di pasaran akan lebih tinggi daripada harga
gondorukem kelas utama (WW). Satu ton asam abietat akan dihargai dalam
kisaran nilai $1031. Kisaran harga asam abietat akan menjadi sangat tinggi
bila dibandingkan dengan gondurkem kelas WW yang hanya mencapai $889
per tonnya Belum lagi jika dibandingkan dengan harga jual gondorukem
kualitas yang lebih rendah misalnya WG, maka tentunya harga yang
diperoleh akan lebih rendah lagi
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian terhadap
pengaruh suhu, tekanan, dan konsentrasi katalis terhadap asam abietat yang
terbentuk
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah karakterisasi getah pinus yang
telah direaksikan dengan penambahan H2SO4 pekat dan katalis nikel pada
3
reaktor bertekanan, menentukan pengaruh tekanan dan konsenterasi katalis
terhadap asam abietat yang terbentuk.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Baku
1. Getah Pinus
Pinus merupakan jenis tanaman yang tersebar luas hampir di seluruh
dunia dan menempati ratusan juta hektar wilayah hutan. Terdapat kurang
lebih 105 jenis pinus yang tersebar secara alami di berbagai tempat
tumbuh yang berbeda-beda di benua Eropa, Amerika, Afrika dan Asia.
Tanaman ini sebagian besar berada di sebelah utara garis khatulistiwa.
Getah pinus (colophony) merupakan cairan yang transparan dan agak
pucat, jernih, kental, lengket, memiliki daya rekat yang cukup tinggi dan
apabila diuapkan akan menjadi rapuh. Jenis getah ini terutama
mengandung senyawa-senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa
netral.
Getah pinus adalah getah atau oleoresin yang dihasilkan dari berbagai
tanaman pinus. Oleoresin merupakan cairan asam-asam resin dalam
terpentin yang menetes keluar apabila saluran resin pada kayu atau kulit
pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah (Mulyaningrum, 2008).
Penamaan oleoresin ini, adalah cara untuk membedakannya dari getah
yang muncul pada kulit atau rongga jaringan kayu dari berbagai genus
anggota Dipterocarpae, Leguminoseae, Caesalpiniceae.
Oleoresin banyak dihasilkan dari Pinus pallustris dan Pinus ellioti di
Amerika Serikat, Pinus pinaster dan Pinus halepensis di Perancis, Italia,
Portugal, Spanyol dan Yunani, Pinus roxburghii di India dan Pakistan,
Pinus massioana dan Pinus tabulaeformis di Cina, Pinus caribeae van
hondurensis serta Pinus oocarpa di Amerika Tengah dan Amerika Latin.
Menurut Suwardi (1973), getah pinus di Indonesia merupakan hasil
sadapan dari spesies Pinus merkusii Jungh et de Vriese.
5
Tabel 2. Komponen kimia dalam getah pinus
Komponen Pinus
massoniana
Pinus
murkusiii
Pinus kesiya
var.langbianensis
Pinus
yunnanensis
Pinus
elliottii
Pinus
armandi
-Pinene 31.7 37.4 38.8 38.5 15.2 21.8
Kamfen 0.5 0.3 0.4 0.5 0.3 0.3
- Pinene 1.2 0.3 0.4 2.0 12.4 2.3
Myrcene 0.4 0.2 0.5 0.5 0.4 0.6
Dipentene 0.5 0.2 0.5 1.7 3.2 0.8
-Terpineol Tr 0.1 0.1 0.1 Tr 0.1
Longifolene 9.5 - 2.1 - - 1.7
Trans-Carryophylene 1.4 Tr Tr Tr - 0.3
Farnesene 0.5 0.3 0.1 0.1 - 0.2
8, 15 Asam Isopimarat 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1.0
Asam Pimarat 0.1 0.3 0.2 0.7 0.9 0.4
Asam Communic 4.1 0.1 4.1 2.9 2.8 2.6
Asam Sandarakopimarat 1.3 3.7 1.2 1.4 3.8 1.3
Asam Isopimarat 0.2 10.6 1.1 1.4 11.2 14.0
Asam Rosin (Palustrat
dan Levopimarat )
21.5 24.3 28.5 31.0 26.0 7.7
Asam Dehydroabietat 1.7 1.2 2.7 2.6 2.05 0.7
Asam Abietat 10.9 8.2 8.2 5.5 4.7 20.1
Asam Neoabietat 9.9 2.7 8.5 8.7 11.3 4.2
Asam Mercusic - 8.2 - - - -
Sumber: Shen Zaobang (1995)
2. Pengolahan Getah Pinus.
Pada umumnya, kumpulan asam-asam resin dijual dalam bentuk
gondorukem (rosin). Gondorukem merupakan hasil penyulingan getah
pinus yang menghasilkan residu berupa minyak terpentin. Komponen
utama gondorukem biasanya adalah asam-asam resin seperti asam abietat,
asam pimarat, dll. Sedangkan, komponen utama yang terkandung dalam
minyak terpentin adalah komponen-komponen terpen terutama komponen
diterpen, seperti alpha pinen dan komponen turunannya seperti kamfen,
delta limonene, alloocimene.
Secara umum proses pengolahan getah pinus yang umumnya diolah
menjadi gondorukem meliputi penampungan getah, pemurnian getah dari
kotoran dan pemisahan terpentin dari gondorukem. Dari pengolahan getah
pinus biasanya akan dhasilkan 65% gondorukem dan 30-33% minyak
terpentin (Wiyono, 2006). Urutan proses pengolahan getah pinus menjadi
gondorukem dan terpentin adalah sebagai berikut:
6
1. Getah pinus yang diterima pabrik ditampung dalam bak penampungan
getah yang memiliki kapasitas 240 ton. Dari bak getah, getah
dimasukkan ke tangki melter untuk proses pengenceran dan
penyaringan awal. Untuk proses pengenceran, maka ke dalam tangki
melter dilakukan penambahan terpentin
2. Getah dalam tangki melter diaduk dengan semburan uap dari boiler
sampai getah larut merata atau homogen dengan terpentin. Suhu
dalam tangki ini dipertahankan sekitar 70-80oC. Larutan getah
disaring dengan saringan kasar sebelum getah dimasukkan ke dalam
tangki settler
3. Dalam tangki settler, dilakukan penambahan asam oksalat sebanyak
0,2% - 0,25% dari berat getah. Selanjutnya pengadukan dilakukan
dengan alat pengaduk mekanik selama 5 menit dan setelah itu getah
diendapkan minimal 10 menit. Endapan yang terbentuk dikeluarkan
dan ditampung dalam bak limbah. Larutan getah yang sudah terpisah
dari endapan tangki settler disaring dengan filter gaf berukuran 5
mikron.
4. Larutan yang telah disaring dialirkan ke tangki penampungan getah
bersih dan menunggu untuk dimasak. Getah bersih dari penampungan
dialirkan masuk ke ketel pemasak atau tangki pemasak melewati filter
gaf berukuran 1 mikron.
5. Di dalam ketel pemasak, larutan getah dipanaskan dengan uap yang
dialirkan lewat pipa spiral (close steam) dan open steam dalam ketel
tersebut. Larutan getah tersebut diaduk dengan semburan uap panas
dari boiler untuk mempercepat proses penguapan terpentin.
6. Uap terpentin dari ketel pemasak menguap dan mengalir melalui
tangki kondensor. Tangki ini berfungsi mengembunkan terpentin yang
berasal dari tangki pemasakan. Dari tangki kondensor masuk ke tangki
separator yang berfungsi memisahkan terpentin dan air. Karena
perbedaan berat jenis maka terpentin mengambang di atas dan air
turun ke dasar tangki. Terpentin dialirkan ke tangki penampung
terpentin 1 dan 2, sedangkan airnya dialirkan ke tangki penampungan
7
kondensat. Terpentin dari tangki penampungan, dialirkan lewat
dehydrator yang berisi garam industry atau NaCl untuk meminimalisir
kadar airnya dan seterusnya dimasukkan ke dalam tangki terpentin
persediaan yang siap dipasarkan.
7. Setelah suhu mencapai 165oC dan waktu pemasakan kurang lebih 2
jam serta apabila laju alir cairan (campuran terpentin dan air)
mencapai sekitar 10 persen dibandingkan laju awal maka proses
pemasakan akan dihentikan. Cairan gondorukem yang tertinggal di
tangki pemasakan dialirkan dan ditampung di dalam drum-drum
kemasan yang berkapasitas 240 kg gondorukem.
8. Selama pemasakan, tangki pemasak, kondensor, separator, tangki
kondensat dan tangki terpentin penampung hasil pemasakan divakum
dengan pompa vakum; tujuannya adalah untuk mempercepat
penguapan terpentin dan mencegah terjadinya ledakan pada tangki
pemasakan.
9. Proses produksi menghasilkan limbah yang ditampung di bak
penampungan limbah untuk kemudian diendapkan. Hasil
pengendapan limbah, berupa getah yang berada di bagian atas, serta
air dan kotoran yang berada di bagian dasar tangki. Getahnya dipompa
ke tangki melter untuk diproses kembali. Air hasil pengendapan
dinetralkan terlebih dahulu karena bersifat asam (pH=4). Proses
penetralan dilakukan dengan penambahan air kapur sampai pH netral
dan diendapkan. Air limbah yang telah dinetralkan dibuang ke saluran
pembuangan. Digaram alir proses produksi dapat dilihat pada gambar
1.
8
Gambar 1. Bagan pengolahan getah pinus
B. Asam Resin
Menurut Silitonga dan Suwardi (1977), getah pinus, sama halnya
dengan gondorukem terdiri dari senyawa asam. Asam-asam yang terdapat
dalam getah pinus ataupun produk olahannya seperti gondorukem disebut
Getah Pinus
Penampungan
Pengenceran Terpentin
Pengendapan dan
Penyaringan Getah
Pembuangan
Limbah
Pengendapan dan
Penyaringan Getah
Air Pencucian Getah
Terpentin
Kotoran
Gondorukem
Pengendapan
Pemasakan
Penyaringan 1
Mikron
Penyaringan 5
Mikron
Larutan Getah
9
juga asam-asam resin. Asam resin ini merupakan derivat diterpenoid-
monokarboksilat dari alkil hidropenanthren yang mempunyai rumus molekul
C20H30O2 (Kirk dan Othmer, 1972). Namun demikian, selain mengandung
sejumlah asam, getah pinus juga mengandung senyawa terpen lainnya.
Komposisi asam resin pada hasil olahan getah pinus seperti pada
gondorukem berbeda berdasarkan letak geografi maupun jenisnya.
Tabel 3. Asam Resin Berdasarkan Letak Geografis
No. Jenis Asam Resin Indonesia Cina Meksiko Portugal Brazil
1. As. Pimarat 0,2 8,3 5,4 8,6 4,0
2. As. Sandrakopimarat 7,8 2,3 1,3 1,9 2,0
3. As. Palustrat 18,5 13,1 23,4 21,5 12,3
4. As. Isopimarat 16,0 1,5 12,4 4,5 15,9
5. As. Abietat 28,9 48,4 12,8 26,3 36,1
6. As. Dehidroabietat 3,6 4,5 5,4 5,9 3,1
7. As. Neoabietat 6,0 12,4 10,3 18,1 12,8
8. As. Dihidroabietat 0,0 0,8 0,6 0,0 0,4
9. As. Merkusat 6,5 0,0 0,0 0,0 0,0 Sumber: Moyers et al (1989)
Tabel 4. Komposisi Asam Resin Berdasarkan Daerah Asal Bahan Baku
No. Jenis Asam Resin Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara
1. As. Pimarat 0,0 0,0 0,0
2. As. Sandrakopimarat 12,2 11,7 11,0
3. As. Palustrat 17,9 17,6 18,8
4. As. Isopimarat 9,7 17,2 12,7
5. As. Dehidroabietat 27,7 15,6 11,6
6. As. Abietat 17,0 24,0 33,8
7. As. Neoabietat 1,3 1,5 2,5
8. As. Merkusat 14,2 12,3 9,7 Sumber: Wiyono et al (2006)
Asam resin secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
tipe abietat dan tipe pimarat. Tipe abietat terdiri dari asam-asam abietat,
levopimarat, palustrat, neoabietat, dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari
asam pimarat dan isopimarat. Asam abietat, neoabietat dan levopimarat
bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh panas dalam suasana asam,
sedangkan tipe pimarat biasanya akan cenderung lebih stabil (Harris dalam
Silitonga dan Suwardi, 1977).
10
Asam Resin Tipe Abietat
H
O
HO
H
O
HO
H
O
HO Abietat Neoabietat Palustrik
H
O
HO
H
O
HO Levopimarat Dehidroabietat
Asam Resin Tipe Pimarat
H
O
HO
H
O
HO
H
O
HO Pimarat Isopimarat Sandarakopimarat
Gambar 2. Struktur molekul asam-asam resin dalam rosin
(shen zaobang, 1995)
Asam Abietat
Asam abietat semi netral (telah ternetralisir 50% atau lebih) dapat
digunakan untuk mencegah korosif bahan bakar terhadap besi dan baja. Asam
abietat kasar dapat digunakan untuk mencegah korosi terhadap alumunium,
logam magnesium dan alloys dari bahan yang sedang diuji. Asam abietat
11
semi murni ataupun murni dapat digunakan untuk mencegah bahan bakar
polar (seperti bio ethanol) dari kerusakan yang disebabkan oleh zat-zat besi
ataupun pengotor lainnya.
Asam abietat murni adalah serbuk resin berwarna kekuningan dengan
titik lunak 182oC yang biasanya dipersiapkan dari ekstraksi alkoholisis getah
pinus ataupun gondorukem. Formula dari asam abietat adalah C44H64O5,
C19H29COOH, dan C20H30O2. Asam abietat dapat larut dalam brebagai pelarut
organik seperti alkohol, eter, kloroform dan benzene. Namun demikian, asam
abietat tidak larut dalam air (Moyesr, 1989)
C. Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis
1. Katalis
Katalis didefinisikan sebagai bahan yang mengakseslerasi atau
mempercepat reaksi kimia tanpa ikut bereaksi (Twigg, 1989). Katalis
mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi dari reaksi
tersebut, sehingga sebelum reaksi lain terjadi reaksi yang diinginkan dapat
terjadi terlebih dahulu. Sehingga dengan demikian fungsi sebenarnya dari
katalis adalah menspesifikasi terjadinya suatu reaksi.
Dalam perkembangan lebih lanjut tentang konsep katalis
Barzelius, Oswald pada tahun 1901 mendefinisikan katalis sebagai zat
atau senyawa yang dapat mempercepat reaksi tanpa turut bereaksi
(Moore dan Pearson, 1981). Setelah ditemukan bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa katalis dan reaktan ternyata berinteraksi sebelum
suatu reaksi terjadi, maka definisi Oswald perlu disempurnakan. Definisi
katalis yang umum diterima saat ini adalah zat yang meningkatkan laju
reaksi kimia tanpa ‘dirinya sendiri’ terlibat dalam reaksi secara
permanen (Augustine, 1996).
Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan
senyawa produk reaksi. Entalpi reaksi dan faktor-faktor termodinamika
lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan produk, sehingga
tidak dapat diubah dengan katalis. Adanya katalis dapat
12
mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu reaksi seperti laju reaksi, energi
aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain (Augustine, 1996).
Katalis pertama kali diperkenalkan oleh Berzelius pada tahun 1836
dalam bahasa Yunani, yang dalam bahasa Inggris berarti loosening down
atau dalam bahasa Indonesia berarti longgar atau lepas. Beliau mengatakan
bahwa katalis adalah sesuatu yang misterius. Fenomena katalis telah
dipelajari secara intensif sejak awal decade abad ke-19, dimana Kirchoff
pada tahun 1814 menemukan asam sebagai katalis hidrolisis tepung/kanji,
yang merupakan contoh klasik dari katalis homogen (Thomas dan
Thomas,1997)
Katalis sebagai bahan atau senyawaan kimia dapat mempercepat
laju reaksi (Van Santen dan Niemantsverdriet, 1995). Katalis dapat
menurunkan energi aktivasi dengan menempuh jalur alternatif untuk
menghindari tahap lambat atau tahap penentu dari laju pada reaksi non
katalitik, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat pada suhu yang sama
(Atkins, 1986)
Berdasarkan fasanya, material katalis dapat digolongkan menjadi
katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen ialah katalis
yang mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya,
sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan
campuran reaksinya. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan
dengan katalis heterogen karena heterogenitas permukaannya (Kalangit,
1995). Walaupun demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran
reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalis
heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia.
Pada pembahasan selanjutnya tentang katalis, hanya membahas
katalis heterogen karena katalis yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah katalis hetrogen
Untuk menilai baik tidaknya suatu katalis, ada beberapa parameter
yang harus diperhatikan :
a. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan
menjadi produk yang diinginkan.
13
b. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di
antara beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan
dapat diperoleh dengan produk sampingan seminimal mungkin.
Selektivitas katalis merupakan ukuran sejauh mana reaksi yang
diinginkan diperoleh pada kondisi tertentu. Untuk katalis tertentu,
selektivitas merupakan fungsi dari suhu reaksi, kecepatan gas umpan,
komposisi gas umpan, bentuk reactor , dan tingkat konversi.
c. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas
seperti pada keadaan semula.
d. Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap
satuan reaktan yang terkonsumsi.
e. Kemudahan diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas
dan selektivitas katalis seperti semula.
Deaktivasi dan Racun Katalis
Katalis dapat kehilangan aktivitas selama waktu reaksinya dengan
berbagai alasan:
a. Sisi aktif katalis teracuni oleh adsorpsi pengotor yang terdapat dalam
umpan (bahan baku)
b. Penutupan permukaan dan penutupan pori-pori katalis oleh residu
karbon sebagai hasil pemecahan hidrokarbon
c. Kehilangan spesies katalitik karena terjadi transformasi kimia atau
penguapan selama reaksi
Mekanisme poisoned catalyst adalah sebagai berikut; pada saat
reaksi, zat-zat pengotor (impurities) yang ada pada bahan baku akan
menjadi racun katalis yang kemudian akan diadsorpsi secara kimiawi pada
permukaan katalis sehingga mengurangi jumlah sisi aktif katalis yang ada
untuk proses kemisorpsi reaktan. Senyawa-senyawa yang dikenal luas
sebagai racun katalis adalah H2S, NH3, CO, dan senyawa heterosiklik
organik yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa-senyawa tersebut
akan cenderung diadsorpsi secara irreversible oleh katalis dan
14
berkompetisi dengan reaktan sehingga selanjutnya dapat menghilangkan
fungsinya sebagai katalis. Racun lemah diadsorpsi secara reversible dan
aktivitas katalis dapat dipulihakan kembali. (Thomas dan Thomas, 1997).
Adsorpsi pada Permukaan Katalis
Proses katalitik harus diawali dengan adsorbsi. Bila senyawa A dan
senyawa B berinteraksi secara katalitik membentuk senyawa C maka
terdapat dua mekanisme kemungkinan reaksi yang dapat ditempuh yaitu
kedua spesies teradsorpsi pada permukaan kemudian terjadi pengaturan
kembali atomik pada permukaan dengan mekanisme Langmuir-
Hinshelwood (Gambar 3) atau hanya salah satu dari spesies reaktan yang
teradsorpsi pada permukaan, dan akan bereaksi dengan permukaan reaktan
lain dalam keadaan gas untuk membentuk produk C, yang disebut dengan
mekanisme Eley-Rideal (Gambar 3) (Thomas dan Thomas, 1997)
a b.
Gambar 3. Cara Katalisis Heterogen a) mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan b)
mekanisme Eley-Rideal (Thomas dan Thomas, 1997, hal 66)
Bila reaktan A dan B membentuk produk C dan D melalui reaksi
katalitik pada permukaan padat, maka tahap-tahap yang dialui adalah
sebagai berikut:
a. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis. Molekul diadsorpsi dalam
bentuk molecular atau terdisosiasi ke dalam atom
15
b. Reaksi spesies-spesies yang teradsorpsi pada permukaan, biasanya
merupakan tahap reaksi konsekutif..
c. Desorpsi atau pelepasan produk dari permukaan, meninggalkan sisi
aktif yang kemudian ditempati oleh molekul berikutnya (Van Santen,
dan Niemantsverdriet, 1995)
Gambar 4. Energi aktivasi reaksi katalitik (Van Santen dan
Nemantsverdriet, 1995 Hal 44)
Dari persamaan Arrhenius, k=Ae-Ea/RT
, reaksi dapat terjadi bila
energi aktivasi untuk reaksi tersebut bisa dilewati. Laju reaksi katalitik
lebih cepat karena energi aktivasi keseluruhan dari reaksi katalitik lebih
rendah dari reaksi non katalitik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di
atas. Ilustrasi penting lainnya dari reaksi katalitik adalah perubahan energi
bebas (∆G) sebelum dan setelah reaksi adalah sama, baik reaksi katalitik
maupun reaksi non katalitik, hanya energi aktivasi saja yang berbeda. Jadi
katalis hanya mempercepat waktu kesetimbangan saja, tidak merubah
konsentrasi spesies pada kesetimbangannya (Van Santen dan
Niemantsverdriet, 1995).
Nikel Sebagai Katalis
Pemanfaatan logam nikel sebagai katalis sudah dilakukan sejak
lama, seperti misal, Bartholomew (1976) mempelajari kimia katalis nikel
16
meliputi preparasi perlakuan dan reduksi katalis. Zielinski (1982)
mempelajari morfologi katalis nikel, McCarty dan Wise (1979)
mempelajari reaksi hidrogenasi karbon permukaan dengan bantuan katalis
nikel. Disamping sebagai katalis hidrogensi, logam nikel juga digunakan
sebagai katalis steam reforming (wei et al, 2000, Kim et al, 2000)
Gambar 5. Serbuk Nikel
Serbuk nikel memiliki ukuran partikel 0.05 to 1.0 µm dan memiliki
luasan layer yang sangat tipis. (Anonim, 2006). Nikel memiliki sifat yang
fleksibel dan mempunyai karakteristik-karakteristik yang unik seperti tidak
berubah sifatnya bila terkena udara, ketahanannya terhadap oksidasi dan
kemampuannya untuk mempertahankan sifat-sifat aslinya di bawah suhu
yang ekstrim maka nikel biasa digunakan sebagai katalisator dalam
berbagai reaksi, misalnya pada reaksi disproporsionasi, hidrogenansi,
sintesa mentol, juga pada cracking minyak bumi. Karakteristik dari nikel
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 . Karakteristik nikel
Karakteristik Nilai
Warna Opaque, perak,hitam (serbuk)
Massa Atom 58.6934(2) g/mol
Konfigurasi elektron [Ar] 3d8 4s
2
Massa jenis (sekitar suhu kamar) 8.908 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur 7 8.81 g/cm³
Titik lebur 1728K (1455 °C, 2651 °F)
Titik didih 3186K (2913 °C, 5275 °F)
Kalor peleburan 17.48 kJ/mol
Sumber: http://www.wikipedia.org
17
2. Termodinamika Reaksi
Parameter termodinamika untuk perubahan keadaan diperlukan
untuk mendeskripsikan ikatan kimia, struktur dan reaksi. Hal ini juga
berlaku dalam kimia anorganik, dan konsep paling penting dalam
termodinamika dipaparkan di bagian ini. Pengetahuan termodinamika
sederhana sangat bermanfaat untuk memutuskan apakah struktur suatu
senyawa akan stabil, kemungkinan kespontanan reaksi, perhitungan kalor
reaksi, penentuan mekanisme reaksi dan pemahaman elektrokimia.
Hukum Termodinamika II memberikan suatu mekanisme dimana
terjadi perubahan entalpi dan perubahan entropi secara bersamaan hingga
menghasilkan suatu kumpulan termodinamika energi yang disebut Energi
Bebas Gibbs
G = H – TS
Pada tekanan (P) dan temperature (T) yang konstan maka:
∆G=∆H – T ∆S
Berdasarkan Hukum Termodinamika II tersebut\, reaksi yang
mungkin terjadi dalam suatu proses akan ditentukan oleh seberapa besar
energi bebas yang dimiliki oleh proses tersebut, yang berarti ∆G haruslah
bernilai negatif (∆G<0). Perubahan energi bebas Gibbs ditentukan oleh
dua faktor yakni ∆H dan ∆S
Entalpi adalah kandungan kalor sistem dalam tekanan tetap.
Perubahan entalpi (ΔH) bernilai negatif untuk reaksi eksoterm, dan positif
untuk reaksi endoterm. Entalpi reaksi standar, ΔH0, adalah perubahan
entalpi dari 1 mol reaktan dan produk pada keadaan standar (105 Pa dan
298.15 oK). Entalpi pembentukan standar, ΔHf0, suatu senyawa adalah
entalpi reaksi standar untuk pembentukan senyawa dari unsur-unsurnya.
Karena entalpi adalah fungsi keadaan, entalpi reaksi standar dihitung
dengan mendefinisikan entalpi pembentukan zat sederhana (unsur) bernilai
nol. Dengan demikian:
f ΔH0 = ΣΔH0 Produk – ΣΔH0 Reaktan
Entropi adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang
menentukan apakah suatu keadaan dapat dicapai dengan spontan dari
18
keadaan lain. Hukum ke-2 termodinamika menyatakan bahwa entropi, S,
sistem yang terisolasi dalam proses spontan meningkat. Dinyatakan secara
matematis ΔS > 0.
Jika ∆G negatif, maka reaksi yang terjadi bersifat spontan dan
mungkin terjadi, jadi hukum termodinamik menggambarkan sebuah
spontanitas reaksi termodinamika, yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Spontanitas Termodinamika
∆ H ∆ S Keterangan
(–) (+) Spontan pada semua suhu
(+) (–) Nonspontan pada semua suhu
(+) (+) Spontan hanya pada suhu tinggi
(–) (–) Spontan hanya pada suhu rendah
Dalam perhitungan selanjutnya maka untuk menentukan energi
bebas yang terdapat dalam suatu reaksi dapat dihitung melalui rumus:
∆G reaksi = ∆G produk - ∆G reaktan
Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung perubahan entalpi dan
entropi dari suatu reaksi.
Termodinamika reaksi sangat erat kaitannya dengan kinetika
reaksi. Dan kinetika reaksi akan berhubungan dengan energi aktivasi. Eakt
adalah energi keadaan transisi realtif terhadap pereaksi. Oleh karena itu,
terdapat hubungan antara laju relatif reaksi dan energi keadaan transisi.
Diantara reaksi-reaksi yang bersaing, dengan bahan awal sama, reaksi
dengan energi transmisi yang rendah adalah reaksi yang memiliki Eakt
lebih kecil. Reaksi dengan struktur yang lebih stabil adalah reaksi yang
paling cepat. Konsep ini digunakan untuk menganalisa reaksi yang mana
yang paling mungkin terjadi.
19
Berlangsungnya reaksi
Berlangsungnyareaksi
(E)Eakt
Eakt
Reaksi 1 : E lebih tinggi, lebih
lambat, produk lebih sedikitakt
Reaksi 2 : keadaan transisi lebihstabil, E lebih rendah, lebihcepat, produk lebih banyak
akt
Gambar 6. Energi Aktivasi Reaksi (Fessenden dan Fessenden, 1986)
Agar reaktan dapat menjadi produk yang ditunjukkan dengan
bertumbukkannya molekul-molekul reaktan, yang kemudian diusahakan
mencapai kondisi transisi, maka dibutuhkan suatu energi yang dinamakan
energi aktivasi. Pada keadaan transisi molekul-molekul memiliki pilihan
yang sama mudahnya yakni kembali menjadi pereaksi atau menjadi
produk. Selisih antara energi potensial dengan energi aktivasi disebut
perubahan entalpi
20
BAB III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan reaksi yaitu reaktor
bertekanan, peralatan gelas (gelas piala, pipet volumetrik dan beaker glass),
kertas saring, dan neraca analitik. Sedangkan peralatan untuk analisa
digunakan buret, gelas ukur, tabung reaksi, hot plate, GC-MS (Gas
Chromatography Mass Spectra) dan FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah
Pinus Merkusii olahan, yang telah mengalami proses pemisahan kotoran,
penambahan terpentin dan oksalat serta penyaringan dengan filter gaf 1 dan
5 mikron. Bahan baku yang digunakan berasal dari PT Perhutani Anugerah
Kimia, anak PT Perhutani PGT Trenggalek. Katalis yang digunakan adalah
serbuk nikel. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengujian dan
karakterisasi adalah Gas N2, H2SO4 25%, dan etanol teknis 95 %.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan
Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2008 di laboratorium Minyak Atsiri
Bidang Teknologi Proses dan Katalisis, Pusat Penelitian Kimia Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia- Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (LIPI-PUSPITEK) Serpong Tangerang, Banten.
C. Metode
Tahapan Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengkarakterisasi
bahan baku melalui beberapa uji, diantaranya yakni; bilangan asam, iod
dan penyabunan, kelarutan dalam alkohol 90%, dan kadar asam abietat.
21
2. Penelitian Utama
a. Prosedur Penelitian
Pada penelitian utama dilakukan proses terhadap bahan baku
(getah pinus) pada Nitrogen Blanket dengan menggunakan berbagai
variasi tekanan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian utama
adalah variasi tekanan yakni 0, 2, 5 dan 10 bar Nitrogen Blanket,
dengan penambahan katalis sebesar 3% dan 5%.
Gambar 7. Proses Sintesa Asam Abietat
Tata laksana penelitian utama yaitu bahan baku getah pinus
ditimbang sebanyak 302.2 gram (1 mol), lalu katalis nikel ditimbang
sebanyak 3% dan 5 % (w/w) getah pinus, serta H2SO4 ditimbang
sebesar 0.01-0.02% (w/w) getah pinus. Ketiga bahan tersebut
dimasukkan ke dalam reaktor. Suhu reaksi ditetapkan sebesar 1500C
(kisaran suhu pada reaktor 148 – 153oC) dan keluaran gas Nitrogen
diatur sebesar 1 bar. Tombol suhu dan kecepatan diatur pada posisi
on dan katup gas dibuka, kemudian gas dalam reaktor dibuang pada
suhu kamar dengan tekanan 1 bar. Klep pembuangan gas pada
reaktor ditutup dan kemudian gas nitrogen kembali dimasukan ke
dalam reaktor sesuai dengan jumlah yang telah divariasikan. Suhu
awal bahan pada reaktor terukur sebesar 27oC. Reaktor kemudian
dipanaskan hingga mencapai suhu 150oC, dan reaksi dilangsungkan
selama 6 jam.
Setelah proses selesai dilakukan pemisahan katalis nikel dari
bahan dengan menggunakan kertas saring.
22
Gambar 8. Diagram Alir Prosedur Penelitian
b. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan pada tahapan ini
melibatkan dua faktor yakni konsentrasi katalis (A), dan tekanan
(B). Untuk faktor katalis, dilakukan 2 kali amatan (3% dan 5%),
sedangkan untuk faktor tekanan dilakukan 4 kali amatan (0, 2, 5, dan
10 bar). Dari setiap amatan dilakukan tiga kali pengulangan, untuk
meminimalisir eror yang terjadi.
Mulai
H2SO4 0,01-0,02%
Katalis Nikel 3%, 5%
Dipanasakan pada suhu
150oC selama 6 jam
Dialirkan Gas N2
(0,2,5, dan 10 Bar)
Filtrasi
Getah pinus yang telah
dibersihkan, dipanaskan
dan dicuci
Analisa dengan
GC-MS dan FTIR
Selesai
Analisa sifat
fisika kimia
23
Setelah itu dari setiap faktor, kita akan dapat menentukan amatan
mana yang memberikan perbedaan nyata terhadap produk yang ingin
kita hasilkan. Sehingga rancangan percobaan yang dapat digunakan
adalah rancangan percobaan acak lengkap 2 faktorial.
Bentuk umum dari model linier aditif dari rancangan ini dapat
dituliskan sebagai berikut :
Yij = + αi+ βj+( αβ)ij+ijk
Dimana :
Yijk : Nilai pengamatan faktor A taraf ke-i faktor B taraf
ke-j dan ulangan ke k
(, αi, βj) : Kelompok aditif dari rataan, pengaruh utama
faktor A dan pengaruh utama faktor B,
(αβij) : Interaksi antara faktor A dan faktor B
ijk : Pengaruh acak yang menyebar Normal (0, σ2)
Hipotesis yang dapat disusun dari rancangan acak lengkap tersebut
adalah sebagai berikut:
Pengaruh utama faktor A
H0: α1= ... = αa = 0 (faktor A tidak berpengaruh)
H1: paling sedikit ada satu i dimana αi≠0
Pengaruh utama faktor B
H0: β1= ... = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh)
H1: paling sedikit ada satu j dimana βj≠0
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B:
H0: (αβ)11 = (αβ)12 = ... = (βα)ab = 0 (interaksi dari faktor A dengan
faktor B tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
H1: paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αβ)ij≠0
24
D. Analisa Laboratoris
Analisa kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini adalah berupa
karakterisasi produk asam abietat kasar hasil sintesa yakni meliputi analisa;
bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod dan kelarutan dalam
alkohol.
1. Kelarutan dalam etanol, heksan dan benzene (SP-SMP-19-1975)
Sebanyak 1 ml rosin diukur dengan teliti dalam gelas ukur yang
tertutup berukuran 10 ml atau 25 ml, dan ditambahkan pelarut non-
polar dengan Molaritas tertentu. Pada setiap ml penambahan pelarut
non polar dikocok dan diamati apakah minyak larut atau tidak.
Penambahan berlangsung hingga diperoleh suatu larutan yang jernih.
2. Bilangan asam
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmayer 100 ml lalu
ditambahkan 25 ml alkohol 90 %. Kemudian ditambahkan indikator pp
tiga tetes dan dititrasi dengan KOH 0.5 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi merah muda.
Perhitungan :
Bilangan asam = ml KOH x N KOH x 56.1
Bobot contoh (g)
dimana : ml KOH = Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi
N KOH = Normalitas larutan KOH dalam alkohol
56.1 = Bobot molekul KOH
3. Bilangan Penyabunan
Sampel ditimbang sebesar 2 g dalam Erlenmeyer. Tambahkan 25
ml larutan KOH dan didihkan selama 1 jam di bawah pendingin udara.
Didinginkan dan tambahkan 4 – 5 tetes indikator phenolftalin lalu titar
dengan 0,5 N larutan HCI sampai warna larutan tepat berubah menjadi
merah jambu. Ulangi prosedur di atas tanpa contoh (minyak) untuk
blanko.
25
Perhitungan:
Bilangan penyabunan =
W
56,1 x N x VV 1
di mana :
V1 = ml larutan
V2 = ml larutan
W = bobot contoh
N = normalitas larutan
4. Bilangan Iod
Timbang contoh minyak dengan teliti sebanyak 0,25 g,
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup asah. Larutkan dengan
15 ml karbon tetra klorida. Dengan pipet (pergunakan pompa isap)
tambahkan 25 ml larutan wijs dan simpan selama 30 menit dalam
tempat atau kamar gelap. Tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 100 ml
air, segera labu ditutup. Kemudian titar dengan larutan baku tio dan
sebagai indikator pergunakan larutan kanji. Ulangi cara kerja di atas
tanpa menggunakan contoh minyak (penetapan blangko).
Perhitungan :
Bilangan Iod =
W
12,69 x N x VV 1
di mana :
V1 = ml larutan baku natrium tiosulfat untuk penitaran contoh
V = ml larutan baku natrium tiosulfat untuk penitaran blangko
W = bobot contoh minyak
N = normalitas larutan baku Na2S2O7
Analisa kualitiatif yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisa
instrumen FT-IR dan GC-MS.
1. Analisa FTIR
Analisa gugus fungsi pada spektrum FTIR didasarkan pada
kecocokan dengan peta korelasi, khususnya kuatnya gugus karboksilat
yang terbentuk. Pengukuran FTIR dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer FTIR Tensor 37 (Bruker Spektroskopin) yang
dilengkapi dengan detektor DTGS. Personal komputer operasi dilengkapi
dengan oftware OPUS versi 4,2 yang digunakan untuk mengontrol kerja
spektrofotometer dalam menghasilkan spektrum pada range 400-4000
26
cm-1
. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 30 detik dengan resolusi 4
cm-1
.
2. Analisa GC-MS
Analisa komponen kimia getah yang telah disintesa asam abietatnya
dilakukan dengan Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph dan
5973 Mass Selective Detector dengan MSD Chem yang dilengkapi dengan
kolom kapiler HP Ultra 2 (17 m x 0,25 mm i.d. dengan ketebalan film 0,2
µm). Kondisi suhu kolom mula-mula 80oC, dinaikkan hingga mencapai
suhu 250oC dengan laju 10
oC/menit. Gas pembawa yang digunakan adalah
helium dengan laju alir 0,6 µL/menit dan nisbah pemisahan 10:1. Injektor
dijaga pada suhu 250oC
Gambar 9. Alat GC-MS
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Bahan Baku
Pada tahap pertama penelitian ini dilakukan karakterisasi bahan baku
yang digunakan, yaiu getah pinus yang telah mengalami proses pencucian. Hal
itu dikarenakan belum ada standar khusus tentang karakteristik asam abietat
yang banyak terkandung dalam getah pinus. Sifat fisiko kimia bahan baku
(Tabel 7) akan mempengaruhi proses sintesa asam abietat yang dilakukan.
Tabel 7. Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku
Karakteristik Nilai Bahan Baku
Penampilan Cairan bening agak kuning muda
Kelarutan dalam etanol 90% Larut sempurna (1:1)
Bilangan Asam 134,2
Bilangan Iod 44,37
Bilangan Penyabunan 251,45
Kadar Asam Abietat (%) 8,9
Dikarenakan belum ada standar yang baku mengenai asam abietat,
maka secara umum tidak dapat ditentukan apakah bahan baku merupakan
bahan baku terstandar atau tidak. Namun sebagai bandingan, dapat dilakukan
dengan membandingkan bahan baku dengan produk olahannya yakni rosin
(gondorukem).
Tabel 8. Standar Mutu Rosin (Gondorukem)
Karakteristik Nilai Bahan Baku
Penampilan* Padatan angular berwarna kuning
amber sampai kemerahan
Bilangan Asam* 160 – 190
Bilangan Penyabunan* 170 – 220
Bilangan Iod* 5 – 25
Kadar Asam Abietat** 28 %
Sumber : *(SNI 01-5009-12-2001), **(Wiyono et al, 2006)
Dari tabel hasil karakterisasi bahan baku yang dibandingkan dengan
tabel standar mutu gondorukem, dapat dilihat bahwa ada pebedaan antara
28
standar gondorukem dengan hasil analisa bahan baku. Dalam hal penampakan,
bahan baku memiliki wujud cair menyerupai minyak, sedangkan gondorukem
berbentuk padatan. Gondorukem larut dalam pelarut non polar seperti toluene,
sedangkan getah pinus larut dalam pelarut polar seperti alkohol. Bilangan
asam dari bahan baku lebih rendah daripada bilangan asam gondorukem.
Bilangan asam bahan baku hanya berada pada nilai 134,2 mg KOH/gram
sampel, sedangkan bilangan asam gondorukem berada pada kisaran 160-190
mg KOH/gram sampel. Hal itu menandakan bahwa asam-asam bebas yang
terdapat dalam gondorukem lebih banyak dibandingkan asam-asam bebas
yang terdapat pada getah pinus.
Dari data bilangan iod, bilangan iod bahan baku (getah pinus) berada
jauh di atas kisaran bilangan iod gondorukem. Bilangan iod bahan baku (getah
pinus) mencapai nilai 44, 37 sedangkan kisaran nilai bilangan iod gondorukem
yakni 5-25. Hal tersebut menandakan ikatan rangkap yang terdapat pada bahan
baku lebih banyak daripada ikatan rangkap yang terdapat pada gondorukem.
B. Proses Sintesa Asam Abietat dengan Menggunakan Katalis Serbuk Nikel
Proses sintesa asam abietat diawali dengan mencampurkan bahan baku
utama (getah Pinus merkusii) dengan asam sulfat 25% sebesar 0,01-
0,02%(w/w) untuk mengikat logam-logam yang bertindak sebagai impurities
sehingga asam abietat hasil sintesa nantinya dapat murni tanpa pengotor
apapun. Dari hasil analisa GCMS bahan baku, diketahui bahwa bahan baku
yang digunakan dalam penelitian ini terkotori besi karbonil dalam jumlah
yang cukup besar, sehingga pemanfaatan dari H2SO4 pekat adalah untuk
menarik dan mengikat pengotor (logam). Pengotor (logam besi) yang ada pada
bahan baku jika dibiarkan akan dapat mengganggu jalannya reaksi sintesa
asam abietat nantinya.
Selanjutnya, sintesa asam abietat dilanjutkan dengan memasukkan
katalis serbuk (logam) nikel ke dalam reaktor bertekanan yang kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan stirrer. Selanjutnya untuk mengetahui
sifat fisika-kimia senyawa baru yang diperoleh, dilakukan evaluasi dengan
beberapa uji yakni; uji bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod,
29
kelarutan dalam alkohol, dan juga uji kualitatif dengan menggunakan alat
analisis instrumenFTIR dan GCMS.
C. Karakterisasi Asam Abietat Kasar
1. Bilangan Asam
Menurut Guenther (1947) bilangan asam adalah jumlah milligram
KOH 0,1N yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam satu
gram asam abietat kasar. Bilangan asam produk asam abietat kasar dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Asam
Produk Asam Abietat Kasar
Belum ada standar yang menentukan kisaran nilai bilangan asam
produk asam abietat kasar, sehingga pengujian bilangan asam dilakukan
sebagai karakterisasi. Data analisis berdasarkan histogram di atas
menunjukkan, asam abietat kasar memiliki bilangan asam yang cukup
tinggi yakni dalam kisaran 111-127gr per gram sampel. Dikarenakan asam
abietat kasar belum memiliki standar mutu, maka angka asam ini
dibandingkan dengan standar gondorukem yang ada (SNI 2001). Pada SNI
2001, bilangan asam gondorukem berkisar antara angka 160-190 gr
KOH/100 gr sampel. Dalam hal ini nilai bilangan asam dari asam abietat
30
kasar hasil sintesa terdapat berada di bawah range standar mutu rosin
berdasarkan SNI 2001.
Dari uji sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa uji
interaksi pada kedua faktor (katalis dan tekanan) memperlihatkan interaksi
tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bilangan asam produk
asam abietat kasar hasil sintesa (nilai P=0.0001, artinya P<0.05).
Pengaruh interaksi katalis dan tekanan terhadap bilangan asam asam
abietat kasar (rude abietic acid) dapat ditunjukkan oleh Gambar 10,
dimana terlihat bilangan asam produk asam abietat kasar cenderung
menurun. Reaksi isomerisasi yang tidak sempurna memungkinkan
terjadinya degradasi dari molekul-molekul asam. Bilangan asam yang
turun menunjukkan terjadinya reduksi/degradasi dari molekul-molekul C20
menjadi molekul-molekul yg lebih kecil misal C10.
Namun, pada uji lanjut interaksi, baik katalis ataupun tekanan, tidak
berepengaruh nyata terhadap bilangan asam asam abietat kasar hasil
sintesa. Katalis ataupun tekanan yang tidak mempengaruhi bilangan asam
dapat terjadi dikarenakan proses sempurna karena proses sintesa asam
abietat dilakukan dalam suasana nitrogen sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya proses oksidasi yang utamanya mempengaruhi
bilangan asam, sehingga efek katalis ataupun tekanan tidak berpengaruh
terhadap bilangan asam asam abietat kasar.
2. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya basa (mg KOH)
yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya bilangan
penyabunan bergantung dari massa molekul minyak, semakin besar massa
molekul semakin rendah bilangan penyabunannya. Hal ini dapat
dijelaskan, dengan semakin panjang rantai hidrokarbon suatu minyak,
maka akan semakin kecil proporsi molar gugus karboksilat yang akan
bereaksi dengan basa.
Data analisis bilangan penyabunan asam abietat kasar hasil sintesa
memiliki kisaran nilai 205-245 mg KOH/gram contoh, angka ini relatif
31
lebih besar bila dibandingkan bilangan penyabunan gondorukem yakni
170-220mg KOH/gram contoh. Bilangan penyabunan asam abietat kasar
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan
Penyabunan Asam Abietat Kasar
Dari gambar 11 dapat dilihat, bilangan penyabunan asam abietat
kasar yang masuk ke dalam standar mutu gondorukem adalah asam abietat
kasar dengan perlakuan tekanan 5 bar dan katalis 5%, tekanan 5 bar dan
katalis 3%, kemudian disusul oleh asam abietat kasar dengan perlakuan
tekanan 2 bar dan katalis 5%, sisanya memiliki bilangan penyabunan yang
di atas standar mutu gondorukem
Dari hasil uji sidik ragam pada lampiran 4, menunjukan bahwa
interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata
terhadap nilai bilangan penyabunan asam abietat kasar hasil sintesa
P=0.0001 (P < 0.05). Pengaruh interaksi katalis dan tekanan terhadap
bilangan asam asam abietat kasar (rude abietic acid) dapat ditunjukkan
oleh Gambar 11, dimana terlihat bilangan penyabunan asam abietat kasar
cenderung turun. Hal itu dapat disebabkan dari terjadinya penurunan
bilangan asam karena bilangan penyabunan merupakan penggabungan dari
32
bilangan asam dan bilangan ester. Pada pembahasan sebelumnya telah
diketahui bahwa bilangan asam tidak dipengaruhi oleh katalis ataupun
tekanan, sehingga kemungkinan yang mempengaruhi adalah bilangan
ester. Ester mungkin terjadi akibat adanya reaksi reduksi yang mengubah
asam menjadi ester-ester dalam bentuk aldehid, keton atau bahkan dalam
bentuk ester. Untuk membuktikannya dapat dilakukan analisa gas
kromatografi spektroskopi massa.
Namun, pada uji lanjut interaksi, baik katalis ataupun tekanan, tidak
berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan asam abietat kasar.
Katalis ataupun tekanan yang tidak mempengaruhi bilangan penyabunan
dapat terjadi dikarenakan proses sempurna karena proses sintesa asam
abietat dilakukan dalam suasana nitrogen sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya proses oksidasi, sehingga efek katalis ataupun
tekanan tidak berpengaruh terhadap bilangan asam asam abietat kasar yang
akhirnya tidak akan mempengaruhi bilangan penyabunan asam abietat
kasar
3. Bilangan Iod
Bilangan iod menunjukkan banyaknya molekul iod yang dapat
mengadisi ikatan rangkap pada suatu senyawa yang dinyatakan dalam
gram iod per gram sampel. Bilangan ini sangat penting dalam menentukan
kualitas asam abietat kasar berdasarkan banyaknya ikatan rangkap dalam
asam resinnya. Semakin besar bilangan iod, maka semakin banyak ikatan
rangkap yang ada dalam asam suatu resin. Sedangkan semakin banyak
ikatan rangkap dalam suatu senyawa, maka senyawa tersebut akan
semakin mudah rusak, karena sifatnya yang mudah teroksidasi oksigen
dalam udara, senyawa kimia atau proses pemanasan.
Data analisis menunjukkan, asam abietat kasar memiliki bilangan iod
yang cukup tinggi yakni dalam kisaran 21-24 gr iod/100 gram sampel.
Dikarenakan asam abietat kasar belum memiliki standar mutu, maka angka
iod ini dibandingkan dengan standar gondorukem yang ada (SNI 2001).
Pada SNI 2001, bilangan iod gondorukem berkisar antara angka 5-25 gr
33
iod/100 gr sampel. Dalam hal ini nilai bilangan iod dari asam abietat kasar
hasl sintesa terdapat dalam range standar mutu rosin berdasarkan SNI
2001. Bilangan iod asam abietat kasar dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Iod Asam
Abietat Kasar
Dari hasil uji sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa
interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh yang nyata
terhadap nilai bilangan iod asam abietat kasar hasil sintesa (P = 0.1826).
Hal itu menunjukkan bahwa interaksi antara katalis dan tekanan tidak
mempengaruhi jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam asam abietat
kasar yang berarti jumlah ikatan-ikatan rangkap relatif tetap dan tidak
mengalami kerusakan baik melalui proses oksidasi ataupun melalui
polimerisasi
Dari hasil sidik ragam, dapat dilihat bahwa faktor katalis juga tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan iod asam abietat kasar hasil
sintesa (Pr>F = 0.7443). Katalis nikel yang digunakan dalam proses
sintesa asam abietat kasar tidak mempengaruhi bilangan iod asam abietat
kasar. Hal tersebut dapat dikarenakan katalis nikel yang digunakan
berfungsi menyediakan orbital kosong untuk tempat berpindahnya ikatan
rangkap (ikatan phi), namun nikel tidak memutuskan ikatan rangkap
34
namun hanya memfasilitasi berpindahnya ikatan rangkap tersebut sehingga
reaksi yang terjadi adalah reaksi isomerisasi asam abietat.
Namun demikian, tekanan memiliki pengaruh terhadap nilai
bilangan iod asam abietat kasar hasil sintesa Pr>F=0.0006 (P<0.05). Dari
uji Duncan terhadap tekanan terlihat bahwa tekanan 0 bar memiliki
pengaruh berbeda dengan yang lainnya, tekanan 10 bar dan 5 bar memiliki
pengaruh yang sama terhadap Iodium. Pengaruh tekanan yang paling
tinggi adalah tekanan 2 bar. Tekanan tersebut mempengaruhi turunnya
bilangan iod asam abietat kasar. Bahan baku memiliki bilangan iod 44,37
yang kemudian turun, penurunan tersebut dapat dipengaruhi oleh tekanan
yang diberikan.
4. Kelarutan dalam Alkohol
Kelarutan suatu zat di dalam alkohol ditentukan oleh jenis
komponen kimia yang terkandung di dalam zat tersebut. Pada umumnya
suatu zat yang mengandung hidrokarbon beroksigen lebih mudah larut
daripada zat yang menyandung senyawa terpen. Asam abietat adalah
senyawa yang dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar.
Berikut ini adalah tabel data kelarutan seluruh asam abietat kasar dalam
etanol 90%.
Tabel 9. Kelarutan Asam Abietat Kasar dalam Etanol 90%
Ulangan 1 Ulangan 2
Katalis 3%
0 Bar Larut sempurna (1:1) Larut sempurna(1:1)
2 Bar Larut sempurna(1:1) Larut sempurna(1:1)
5 Bar Larut sempurna (1:1) Larut sempurna(1:1)
10 Bar Larut sempurna (1:1) Larut sempurna(1:1)
Katalis 5%
0 Bar Larut sempurna(1:1) Larut sempurna(1:1)
2 Bar Larut sempurna(1:1) Larut sempurna(1:1)
5 Bar Larut sempurna(1:1) Larut sempurna(1:1)
10 Bar Larut sempurna(1:1) Larut sempurna(1:1)
35
Dapat dilihat pada tabel, bahwa kelarutan dalam etanol 90% dari
produk asam abietat kasar hasil sintesa dari seluruh kombinasi perlakuan
bahwa asam abietat kasar mudah larut dalam etanol dan bersifat polar.
Asam abietat dapat dapat larut dengan baik dalam etanol karena adanya
kandungan senyawa oxygenated hydrocarbon dalam asam abietat kasar
memiliki polaritas yang mendekati nilai polaritas etanol.
Namun demikian, walaupun asam abietat memiliki gugus OH yang
polar, namun asam tidak dapat larut dalam air. Hal itu dikarenakan asam
abietat memiliki ikatan karbon yang panjang dan siklik yang bersifat non-
polar sehingga pada air yang memiliki kepolaran yang tinggi, gugus non-
polar (berupa rantai karbon yang panjang dan siklik) tidak akan dapat
larut. Hal sama juga terjadi ketika asam abietat kasar dilarutkan dalam
heksan yang merupakan pelarut non-polar. Dalam hal ini, asam abietat
juga tidak akan terlarut, hal itu dikarenakan heksan merupakan pelarut non
polar sedangkan asam abietat memiliki gugus OH yang berisfat polar.
Berbeda dengan etanol. Etanol merupakan pelarut polar yang memiliki
gugus non-polar. Gugus OH asam abietat kasar akan larut pada etanol
karena etanol pun memeiliki gugs OH, begitu juga rantai karbon dan siklik
yang berifat non-polar akan terlarut karena etanol juga memiliki gugs
nonpolar (CH3CH2-). Hal tersebut menunjukkan asam abietat memiliki
kelarutan hampir sama dengan etanol, yakni kepolaran di bawah air dan
jah di atas heksan
Hal itu senada dengan yang dikemukakan oleh Guenther (1948),
bahwa komponen kimia yang terkandung dalam zat menentukan kelarutan
zat tersebut dalam etanol. Biasanya zat dengan kandungan oxygenated
hydrocarbon tinggi akan lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan
dengan zat dengan kandungan senyawa terpen tinggi. Salah satu
komponen yang termasuk dalam golongan oxygenated hydrocarbon adalah
senyawa yang memiliki gugus fungsi -COH (alkohol), yang artinya
memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut alkohol (etanol).
Semakin tinggi dominasi senyawa oxygenated hydrocarbon (terpen-O)
lain dalam produk asam abietat kasar memiliki daya larut yang semakin
36
baik dalam alkohol. Dengan demikian semakin polar produk asam abietat
kasar tersebut.
D. Analisa Spektrometri
1. Analisa Spektroskopi Inframerah (Fourier Transform Infra Red)
Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang
dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui
maupun untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang
diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Identifikasi dengan spektroskopi inframerah adalah berdasarkan
penentuan gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa organik
bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai spektrum
yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak satupun
antara 2 senyawaan yang mempunyai kurva serapan inframerah yang
identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spektrum 4000-400 cm-1
Gambar 13. Grafik FTIR
Getah pinus Pinus merkusii hasil reaksi dianalisis dengan inframerah
bertujuan untuk melihat perubahan spektrum sebelum dan sesudah proses
reaksi. Pencirian dilakukan pada pengukuran rentang bilangan gelombang
400-4000 cm-1
.
Spektrum inframerah yang ditampilkan pada gambar 13 menunjukkan
gugus hidroksil dari asam karboksilat menyerap kuat pada gelombang
37
1720 – 1680 cm-1
. Nowrman et al (1975) mengemukakan bahwa serapan
gugus karboksilat akan menguat pada panjang gelombang 165 –1540 cm-1
dan 1450 –1360 cm-1
untuk garam dari asam karboksilat, 1720 – 1680 cm-1
untuk dimer dari asam karboksilat, dan 1800 – 1740 cm-1
untuk monomer
asam karboksilat.
Selain itu dapat terlihat adanya senyawa OH kuat yang terdapat pada
frekuensi 2838. Uluran pita OH yang berasal dari struktur asam
karboksilat berada dalam asosiasi yang stabil dikarenakan adanya ikatan
hidrogen yang sangat kuat.
Fesenden dan Fessenden (1986) mengemukakan bahwa asam
karboksilat menunjukkan serapan C=O yang khas dan juga menunjukkan
pita O-H yang sangat terbedakan (distinctive) yang mulai sekitar 3330 cm-1
(3,0 µm) dan miring ke dalam pta adsorbsi CH alifatik. Gugus OH
karbonil pada umumnya memiliki spektrum yang berbeda dengan OH
karboksilat karena asam karboksilat membentuk dimer berdasarkan ikatan
hydrogen.
Tabel 10. Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Asam Abietat Kasar dengan
FTIR
Frekuensi absorpsi, v (cm-1
) Identifikasi Gugus
2838 (2400-3100) -OH
3087 (3010-3090) C=C (cincin benzena)
1690,50 (1680-1710) C=O
Dari FTIR diatas, antara asam abietat kasar dengan bahan baku getah
pinus memiliki frekuensi, v (cm-1
) yang hampir sama. Hal ini berarti
bahwa setiap senyawa memiliki gugus karboksilat yang semakin menguat,
dimana menunjukkan terdapat asam dalam jumlah yang cukup besar.
Mekanisme absorpsi radiasi inframerah terjadi pada saat inti-inti atom
yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (Vibration) atau
osilasi. Kemudian inti atom tersebut menyerap radiasi inframerah sehingga
menyebabkan kenaikan amplitudo yang dapat diperlihatkan dalam bentuk
38
puncak-puncak serapan inframerah dalam kurva yang tergambar
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Untuk memastikan senyawa-senyawa yang terbentuk maka analisa
dilanjutkan dengan menggunakan GC-MS.
2. Analisis Gas Chramatography- Mass Spetroscopy (GC-MS)
Marques et al.(1997) mengungkapkan bahwa, sintesa senyawa baru
yang belum terdapat standar sebagai nilai pembanding, maka analisa yang
sesuai yaitu dengan analisa pendeteksian jumlah bobot molekulnya
diantaranya menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-
MS).
GCMS merupakan alat analisa yang memiliki 2 komponen utama
yakni GC (Gas Chromatography) dan MS (Mass Spectroscopy), sehingga
dari sekali analisa dengan menggunakan GC-MS, akan diperoleh dua
informasi dasar sekaligus, yaitu kromatogram gas dan spektrum massa.
Gas Chromatography adalah analisa yang digunakan untuk
mengetahui jumlah komponen yang dikandung olah sampel; getah pinus
hasil modifikasi dari setiap perlakuan yang ditentukan dalam penelitian ini.
Prinsip analisa kromatografi gas adalah pemisahan komponen berdasarkan
perbedaan laju gerak komponen-komponen yang akan diidentifikasi. Berat
molekul dan polaritas komponen adalah faktor-faktor yang akan
mempengaruhi perbedaan laju gerak tersebut. Komponen yang akan
menguap pada waktu awal pemisahan komponen adalah komponen dengan
berat molekul rendah dan polaritas yang rendah pula.
Komponen yang menguap dari Gas Chromatography akan
diidentifikasi oleh Mass Spectroscopy menggunakan referensi data base
yang tersedia. Analisa MS yang dilakukan dalam penelitian kali ini
menggunakan database WILEY 275.L, NIST.L, W8085.L. Semakin
banyak database akan lebih mengakurasikan hasil penafsiran dari
kromatogram gas.
39
Tafsiran Kromatogram GC-MS
Tafsiran hasil infra merah (FTIR) diperkuat dengan kromatogram
GC-MS yang ditampilkan. Ditunjukkan bahwa asam pimarat, asam
dehidroabietat, asam neoabietat, asam palustrat mengalami kecenderungan
untuk berkurang konsentrasinya, hal itu ditunjukkan dengan semakin
kecilnya area yang ditunjukkan oleh puncak-puncak yang ada pada
kromatogram. Sementara di sisi lain, konsenterasi asam abietat semakin
meningkat yang ditunjukkan oleh semakin menguat dan melebarnya
puncak area pada kromatogram GC-MS.
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0 2 6 . 0 0 2 8 . 0 0 3 0 . 0 0 3 2 . 0 0
2 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0
1 e + 0 7
1 . 2 e + 0 7
1 . 4 e + 0 7
1 . 6 e + 0 7
1 . 8 e + 0 7
2 e + 0 7
2 . 2 e + 0 7
2 . 4 e + 0 7
2 . 6 e + 0 7
2 . 8 e + 0 7
T im e -->
A b u n d a n c e
T I C : S R . D
5 . 3 5
7 . 1 0
1 3 . 2 4
1 3 . 3 4
1 3 . 5 7
1 3 . 9 8 1 4 . 0 8
1 4 . 8 6 1 5 . 7 7
1 6 . 8 8
1 8 . 2 7
2 0 . 0 8
Gambar 14. Kromatogram Gas Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii)
Tabel 11. Tafsiran Hasil GCMS Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.22 3,34 C10H16 Delta 3 Carene 97
2. 3.37 0,25 C10H16 Beta Pellandrene 95
3. 3.83 0,38 C10H16 Alpha-terpinolene 98
4. 5.35 18,68 C21H22FeN205 Besi (Iron) 87
5. 6.77 0,14 C15H24 Trans-Carryophylene 99
6. 7.09 15,44 C21H22FeN205 Besi (Iron) 91
9. 12.91 0,44 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 35
11. 13.23 4,68 C20H30O2 Asam Pimarat 50
12. 13.56 30,79 C20H30O2 Asam Rosin 93
13. 13.71 8,67 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 99
14. 13.98 10,46 C20H30O2 Asam Abietat 99
15. 14.28 5,09 C20H30O2 Asam Neobaietat 60
17. 14.69 1,65 C20H30O2 Asam Palustrat 42
40
Dari hasil tafsiran analisa GCMS bahan baku, dapat diketahui bahwa
komponen terbesar dari bahan baku adalah asam rosin dengan waktu
retensi 13.56 menit dengan kualitas 99 dan kisaran area mencapai 30,79%.
Menurut Wiyono (2006), asam rosin adalah merupakan gabungan dari
asam pallustrat dan asam levopimarat. Komponen asam-asam resin lainnya
seperti asam abietat, asam alpha pimarat, asam dehidroabietat, asam
pallustrat dan asam neoabietat juga ditemukan dalam bahan baku, namun
dengan jumlah yang relative lebih sedikit dibandingkan dengan asam
rosin.
Shen Zaobang (1995), komponen asam abietat yang seharusnya ada
pada Pinus adalah 4,1-20% Untuk membandingkan kadar asam abietat
bahan baku, dikarenakan sampai saat ini belum ada standar yang baku,
maka, kadar asam abietat bahan baku yang berupa getah pinus
dibandingkan dengan kadar asam abietat yang terdapat pada olahan getah
pinus yang ada di pasaran, yakni dalam bentuk gondorukem. Gondorukem
atau dikenal juga dengan gum rosin adalah hasil penyulingan getah pinus
yang komponen utamanya adalah asam-asam resin, terutama asam abietat.
Wiyono et al (2008) mencatatkan bahwa gondorukem Indonesia
memiliki kadar asam abietat sebesar 28,9%. Sedangkan apabila kita
bandingakan kadar asam abietat gondorukem berdasarkan sumber bahan
baku maka kadar asam abietat jawa barat 7,0, jawa timur 24,0, dan
Sumatera Utara 33,8. Jika membandingkan dengan kadar asam abietat
bahan baku dengan kadar asam abietat gondorukem, maka dapat dilihat
bahwa kadar asam abietat bahan baku tergolong rendah. Namun demikian,
hal tersebut dapat dimengerti karena pada bahan baku masih terdapat
banyak komponen terpenoid terutama senyawa C10H16 yang merupakan
senyawa dari minyak terpentin, sedangkan pada gondorukem senyawa-
senyawa tersebut hampir sebagian besar sudah diuapkan sehingga kadar
asam abietat menjadi semakin meningkat.
41
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0
2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0
1 4 0 0 0 0 0
1 6 0 0 0 0 0
1 8 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 0 0
2 6 0 0 0 0 0
2 8 0 0 0 0 0
T im e - - >
A b u n d a n c e
T I C : R D 4 . D
3 . 4 2 1 2 . 0 7 1 2 . 8 1
1 2 . 9 4
1 3 . 0 7
1 3 . 2 6
1 3 . 5 2
Gambar 15. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (3% katalis nikel, 0
Bar Nitrogen)
Tabel 12. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 3,04 C10H16 Alpha Terpinolene 97
2. 3.70 4,21 C10H16 Alloocimene 98
3. 4.28 0,27 C10H18O Alpha Terpineol 95
4. 10.64 0,32 C20H30O2 Asam Isopimarat 86
5. 12.08 4,53 C15H24 Trans Carryophylene
6. 13.06 25,79 C20H30O2 Asam Rosin 95
7. 13.26 8,83 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 99
8. 13.52 52,96 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 0 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 52,96% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh
asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam
levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar
25,79%, asam dehidroabietat dengan luas area 8,83% yang terdeteksi pada
menit ke 13.26, trans carryophylene dengan luas area 4,53% yang terdeteksi
pada menit ke 12.08, alloocimene dengan luas area 4,21% yang terdeteksi pada
menit ke 3.70, alpha terpinolene dengan luas area 3,04% yang terdeteksi pada
menit ke 3.41, asam isopimarat dengan total persentase sebesar 0,32% pada
Asam Abietat
Alpha terpinolene
Asam Dehidroabietat
Metil Abietat
Asam Rosin
42
waktu retensi menit ke 10,64 dan terakhir alpha terpineol dengan luas area
0,27% yang terdeteksi pada menit ke 4.28.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 87,95% yang terdiri atas asam abietat (52,96%), asam
rosin (25,79%), asam dehidroabietat (8,83%), asam 7,15 isopimarat (0,32%).
Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni
asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,32% dan asam
resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin, dan asam dehidroabietat) dengan
jumlah sebesar 87,63%. Selain dari asam-asam rosin, terdapat juga senyawa
terpen dan terpen-O. Pada asam abietat kasar RUN 8 ditemukan senyawa
terpen golongan C10H16 sejumlah 11,78% yang terdiri atas komponen alpha
terpinolene (3,04%), alloocimene (4,21%) dan trans carryophylene (4,53%),
serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 0,27% dalam bentuk alpha
terpineol.
Dari tabel 12, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke
4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang
memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap
golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin
kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap
dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya
asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka
waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
43
4 .00 6 .00 8 .00 10 .00 12 .00 14 .00 16 .00 18 .00 20 .00 22 .00 24 .00
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
T ime-->
Abundanc e
T IC: R D 5.D
3 .42
3 .71 4 .12 4 .29
12 .07
12 .81 12 .94
13 .06
13 .25
13 .52
17 .57 18 .36
Gambar 16. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 2 (3% katalis nikel, 2
Bar Nitrogen)
Tabel 13. Senyawa Hasil GCMS RUN 2 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 4,79 C10H16 Alpha Terpinolene 98
2. 3.70 2,23 C10H16 Alloocimene 97
3. 4.13 1,79 C10H18O Isoborneol 95
4. 4.28 1,39 C10H18O Alpha terpineol 94
5. 10.64 0,35 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 91
6. 12.06 3,71 C15H24 Trans Carryophylene
7. 12.93 1,65 C21H32O2 Metil Abietat 55
8. 13.06 18,61 C20H30O2 Asam Rosin 86
9. 13.26 9,55 C19H26O2 Asam Dehidroabietat
10. 13.52 55,93 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 2 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 55,93% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh
asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam
levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar
18,61%, asam dehidroabietat dengan luas area 9,55% yang terdeteksi pada
menit ke 13.26, alpha terpinolene dengan luas area 4,79% yang terdeteksi pada
menit ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 3,71% yang terdeteksi
pada menit ke 12.06, alloocimene dengan luas area 2,23% yang terdeteksi pada
Asam Abietat
Asam Rosin
Asam Dehidroabietat
Alpha terpinolene
Metil Abietat
Alpha terpineol
44
menit ke 3.70, isoborneol dengan luas area 1,79% yang terdeteksi pada menit
ke 4.13, metil abietat dengan luas area 1,65% yang terdeteksi pada menit ke
12.93, alpha terpineol dengan luas area 1,39% yang terdeteksi pada menit ke
4.28, dan terakhir asam 7,15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,35%
pada waktu retensi menit ke 10,64.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 87,95% yang terdiri atas asam abietat (55,93%), asam
rosin (18,61%), asam dehidroabietat (9,55%), asam 7,15 isopimarat (0,35%),
dan metil abietat (1,65%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat
dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan
jumlah sebesar 0,35% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin,
dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 87,60%. Selain dari asam-
asam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat
RUN 8 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 9,22% yang
terdiri atas komponen alpha terpinolene (4,79%), alloocimene (2,23%) dan
trans carryophylene (3,71%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah
3,18% dalam bentuk isoborneol (1,79%) dan alpha terpineol (1,39%).
Dari tabel 13, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke
4.11 (isoborneol) dan menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah
golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi.
Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul
masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih
mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada
kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak
ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah
14 menit.
45
4 .00 6 .00 8 .00 10 .00 12 .00 14 .00 16 .00 18 .00 20 .00 22 .00 24 .00
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
T ime-->
Abundanc e
T IC: R D 6.D
3 .42
3 .71
12 .07
12 .81 12 .94
13 .06
13 .52
14 .11
17 .57 18 .36
Gambar 17. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 3 (3% katalis nikel,
5 Bar Nitrogen)
Tabel 14. Tafsiran Hasil GCMS RUN 3 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 1,29 C10H16 Alpha Terpinolene 97
2. 3.70 1,77 C10H16 Alloocimene 96
3. 10.64 0,22 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 68
4. 12.06 1,79 C15H24 Trans-carryophylene 83
5. 12.67 0,46 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 98
6. 12.93 1,41 C21H32O2 Metil abietat 93
7. 13.06 9,59 C20H30O2 Asam Rosin 90
8. 13.52 56,64 C20H30O2 Asam Abietat 99
9. 14.11 26,83 C20H30O2 Asam Pallustrat 55
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 5 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 56,64% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh
asam pallustrat dengan luas area 26,83% yang terdeteksi pada menit ke 14.11,
kemudian asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan
asam levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area
sebesar 9,59%, trans carryophylene dengan luas area 1,79% yang terdeteksi
pada menit ke 12.06, alloocimene dengan luas area 1,77% yang terdeteksi
pada menit ke 3.70, metil abietat dengan luas area 1,41% yang terdeteksi pada
menit ke 12.93, alpha terpinolene dengan luas area 1,29% yang terdeteksi pada
Asam Abietat
Trans Carryoph,ylene
Asam Rosin
Asam Pallustrat Alpha terpinolene
Alloocimene
Metil Abietat
46
menit ke 3.41, asam dehidroabietat dengan luas area 0,46% yang terdeteksi
pada menit ke 12.67 dan yang terakhir adalah asam 7,15 isopimarat dengan
luas area 0,22% yang terdeteksi pada menit ke 10.64.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 95,15% yang terdiri atas asam abietat (56,64%), asam
rosin (9,59%), asam pallustrat (26,83), asam dehidroabietat (0,46%), asam 7,15
isopimarat (0,22%), dan metil abietat (1,41%). Dari golongan asam yang
terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat
(asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,22% dan asam resin tipe abietat (asam
abietat, asam rosin, asam pallustrat, dan asam dehidroabietat) dengan jumlah
sebesar 94,93%. Sisanya adalah senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah
4,85% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (1,29%), alloocimene
(1,77%) dan trans carryophylene (1,79%).
Dari tabel 14, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh senyawa asam. Hal
itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41
(alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene). Selanjutnya adalah golongan asam-
asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi
dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa,
semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut
menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah
dideteksinya asam pallustrat pada menit ke 14.11, tidak ditemukan senyawa
lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 3 adalah 15 menit.
47
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0
2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0
1 4 0 0 0 0 0
1 6 0 0 0 0 0
1 8 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 0 0
2 6 0 0 0 0 0
2 8 0 0 0 0 0
T im e - - >
A b u n d a n c e
T I C : R D 7 . D
3 . 4 2
3 . 7 1
3 . 8 2 4 . 1 2 4 . 2 9
1 0 . 7 8
1 2 . 0 7
1 2 . 5 7 1 2 . 6 8
1 2 . 8 1 1 2 . 9 4
1 3 . 0 7
1 3 . 5 5
1 6 . 8 5
1 7 . 5 8
1 8 . 3 6
1 8 . 6 5
Gambar 18. Kromatogram gas asam abietat kasar GCMS RUN 4 (3% katalis
nikel, 10 Bar Nitrogen)
Tabel 15. Senyawa Hasil GCMS RUN 4 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 2,51 C10H16 Alpha Terpinolene 98
2. 3.70 0,83 C10H16 Alloocimene 98
3. 3.83 0,41 C10H16 Alloocimene 95
4. 4.13 0,48 C10H18O Isoborneol 78
5. 4.28 0,55 C10H18O Alpha Terpineol 91
6. 10.45 0,12 C20H30O2 Asam sandrakopimarat 93
7. 10.64 0,24 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 94
8. 12.08 1,45 C15H24 Trans-Carryophylene 87
9. 12.67 0,45 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 99
10. 12.93 1,44 C21H32O2 Metil Abietat 38
11. 13.06 9,35 C20H30O2 Asam Rosin 91
12. 13.54 82,17 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 2 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 82,17% pada waktu retensi menit ke 13.54. Disusul oleh
asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam
levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar
9,35%, alpha terpinolene dengan luas area 2,51% yang terdeteksi pada menit
ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 1,45% yang terdeteksi pada
Asam Abietat
Asam Sandrakopimarat
Alpha terpineol
Isoborneol
Asam Dehidroabietat
Alpha terpinolene
Alloocimene
Asam 7,15 pimarat
Trans Caryophylene
48
menit ke 12.08, metil abietat dengan luas area 1,44% yang terdeteksi pada
menit ke 12.93, alloocimene dengan luas area 0,83 dan 0,41% yang terdeteksi
pada menit ke 3.70 dan 3.83, alpha terpineol dengan luas area 0,55% yang
terdeteksi pada menit ke 4.28, isoborneol dengan luas area 0,48% yang
terdeteksi pada menit ke 4.13, asam 7,15 isopimarat dengan total persentase
sebesar 0,24% pada waktu retensi menit ke 10,64, dan terakhir asam
sandrakopimarat yang terdeteksi pada menit ke 10.45 dengan luasan area
0,12%
Dari tabel 14, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke
4.11 (isoborneol) dan menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah
golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi.
Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul
masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih
mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada
kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak
ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah
14 menit.
49
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0
2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0
1 4 0 0 0 0 0
1 6 0 0 0 0 0
1 8 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 0 0
2 6 0 0 0 0 0
2 8 0 0 0 0 0
T im e - - >
A b u n d a n c e
T I C : R D 4 . D
3 . 4 2 1 2 . 0 7 1 2 . 8 1
1 2 . 9 4
1 3 . 0 7
1 3 . 2 6
1 3 . 5 2
Gambar 19. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (5% katalis nikel,
0 Bar Nitrogen)
Tabel 16. Senyawa Hasil GCMS RUN 5 (5% katalis nikel, 0 bar nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 2,83 C10H16 Alpha Terpinolene 97
2. 3.70 0,27 C10H16 Alloocimene 98
3. 4.28 0,52 C10H18O Alpha Terpineol 95
4. 10.64 0,32 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 86
5. 12.08 3,09 C15H24 Trans Carryophylene
6. 12.93 1,69 C21H32O2 Metil abietat 47
7. 13.06 33,97 C20H30O2 Asam rosin 95
8. 13.26 9,48 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 99
9. 13.52 47,83 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 0 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 47,83% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh
asam rosin; yakni merupakan gabungan antara asam pallusstrat dan
levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar
33,97%, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh asam dehidroabietat
dengan total persentase sebesar 9,48% pada waktu retensi menit ke 13.26, trans
carryophylene dengan total persentase sebesar 3,09% pada waktu retensi menit
ke 12.08, alpha terpinolene dengan total persentase sebesar 2,83% pada waktu
retensi menit ke 3.41, metil abietat dengan total persentase sebesar 1,69% pada
Asam Rosin
Alpha Terpinolene
Asam Abietat
Asam Dehidroabietat
Metil Abietat
50
waktu retensi menit ke 12.93, alpha terpineol dengan total persentase sebesar
0,52% pada waktu retensi menit ke 4.28, asam 7, 15 isopimarat dengan total
persentase sebesar 0,32% pada waktu retensi menit ke 10.64, dan terakhir
adalah alloocimena dengan total persentase sebesar 0,27% pada waktu retensi
menit ke 3.70.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 93,26 % yang terdiri atas 7,15 asam isopimarat (0,32%),
methyl abietat (1,69%), asam rosin (33,97%), asam abietat (47,83%), dan asam
dehidroabietat (9,48%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya asam 7,15
isopimarat yang merupakan asam rosin tipe pimarat sedangkan lainnya
merupakan asam rosin tipe abietat. Selain dari asam-asam rosin, terdapat juga
komponen lainnya yakni komponen diterpen C10H16 dan C15H24 dengan jumlah
6,21% yakni alpha terpinolene (2,8%) dan alloocimene (0,27%), serta trans
carryophylene (3,09%), sisanya adalah golongan terpen-O dalam bentuk alpha
terpineol sebesar 0,52%.
Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O yang ditemukan
pada menit ke 4.28. Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang
memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap
golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin
kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap
dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi.
51
4 .0 0 6 .0 0 8 .0 0 1 0 .0 0 1 2 .0 0 1 4 .0 0 1 6 .0 0 1 8 .0 0 2 0 .0 0 2 2 .0 0 2 4 .0 0 2 6 .0 0 2 8 .0 0
2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0
1 4 0 0 0 0 0
1 6 0 0 0 0 0
1 8 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 0 0
2 6 0 0 0 0 0
2 8 0 0 0 0 0
T im e -->
A b u n d a n c e
T IC : D IS -1 .D 3 .2 3 3 .3 6
3 .5 8 3 .8 3
4 .1 1
4 .2 3
7 .1 6 1 1 .2 2 1 2 .5 1 1 3 .1 0
1 3 .2 1
1 3 .4 6
1 3 .6 4
1 3 .9 0
1 4 .2 3
1 5 .7 5 1 8 .5 3 1 9 .4 4 2 4 .5 8 2 4 .7 1 2 4 .7 8
Gambar 20. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 6 (5% katalis nikel, 2 Bar
Nitrogen)
Tabel 17. Senyawa Hasil GCMS RUN6 6 (5% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.22 16,18 C10H16 Delta 3 Carene 96
2. 3.55 18,72 C10H16 D-Limonene 98
3. 3.83 1,64 C10H16 Alpha-Terpinolene 97
4. 4.11 1,62 C10H16 Alloocimene 97
5. 13.45 15,49 C20H30O2 Asam Rosin 70
6. 13.65 9,17 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 93
7. 13.91 29,15 C20H30O2 Asam Abietat 99
8. 14.21 8,03 C20H30O2 Asam Neoabietat 91
Hasil analisa GCMS RUN 6 kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 2
bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 29,15% pada waktu retensi menit ke 13.91. Disusul
berturut-turut oleh d-limonen dengan total persentase sebesar 18,72% pada
waktu retensi menit ke 3.55, delta 3-carene dengan total persentase sebesar
16,18% pada waktu retensi menit ke 3.22, asam rosin; yakni merupakan
gabungan antara asam pallusstrat dan levopimarat yang ditemukan pada menit
ke 13.45 dengan luas area sebesar 15,49%. kemudian secara berturut-turut
diikuti oleh asam dehidroabietat dengan total persentase sebesar 9,17% pada
waktu retensi menit ke 13.65, asam neoabietat dengan total persentase sebesar
Asam Abietat
Asam Dehidroabietat
Alpha terpinolene
Asam Rosin
Delta 3 Carene
Alloocimene
Asam Neoabietat
D-Limonene
52
8,03% pada waktu retensi menit ke 14.21, alpha terpinolene dengan total
persentase sebesar 1,64% pada waktu retensi menit ke 3.83, dan terakhir adalah
alloocimena dengan total persentase sebesar 1,62% pada waktu retensi menit
ke 4.11.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 61,84 % yang terdiri atas; asam rosin (15,49 %), asam
abietat (29,15%%), asam dehidroabietat (9,17%) dan asam neoabietat (8,03%).
Dari golongan asam yang terdeteksi, keseluruhannya merupakan asam rosin
tipe abietat. Selain dari asam-asam rosin, komponen lainnya yakni adalah
komponen diterpen C10H16 dengan jumlah 38,16 % yang terdiri atas delta 3
carene (16,18), d-limonene (18,72), alpha terpinolene (1,64%) dan alloocimene
(1,62%)
Dari tabel 17, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.91. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan asam. Hal
itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.22
(delta 3 carene), 3.55 (d-limonene), 3.83 (alpha terpinolene) dan 4.11
(alloocimene). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki
bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini
tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot
molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya
tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam
neoabietat pada menit ke 14.21, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu
retensi dari senyawa RUN 6 ini adalah 15 menit.
53
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0
5 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0
1 5 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
2 5 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
3 5 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
4 5 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
5 5 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
6 5 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0
7 5 0 0 0 0
T im e - - >
A b u n d a n c e
T I C : R D 2 . D
3 . 4 2
3 . 7 1 4 . 2 9 1 2 . 0 7
1 3 . 0 4
1 3 . 4 9
Gambar 21. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 7 (5% katalis nikel, 5
Bar Nitrogen)
Tabel 18. Senyawa Hasil GCMS RUN 7 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 28,93 C10H16 Alpha-Terpinolene 96
2. 3.70 10,02 C10H16 Alloocimene 98
3. 4.11 3,65 C10H18O Isoborneol 91
4. 4.28 6,92 C10H18O Alpha Terpineol 95
5. 12.67 0,99 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 99
6. 13.04 22,57 C20H30O2 Asam Isopimarat 92
7. 13.50 26,92 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 5 bar
nitrogen diperoleh alpha terpinolene sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 28,93% pada waktu retensi menit ke 3.41. Disusul oleh
asam abietat yang ditemukan pada menit ke 13.50 dengan luas area sebesar
26,92%, asam isopimarat dengan luas area 22,57% yang terdeteksi pada menit
ke 13.04, alloocimene dengan luas area 10,02% yang terdeteksi pada menit ke
3.70, alpha terpineol dengan luas area 6,92% yang terdeteksi pada menit ke
4.28, isoborneol dengan luas area 3,65% yang terdeteksi pada menit ke 4.11,
dan terakhir asam dehidroabietat dengan total persentase sebesar 0,99% pada
waktu retensi menit ke 12.67.
Asam Abietat
Asam Isopimarat
Alpha Terpinolene
Alpha Terpineol
Asam Rosin
Alloocimene
54
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 50,48% yang terdiri atas asam isopimarat (22,57%), asam
abietat (26,92%), dan asam dehidroabietat (0,99%). Dari golongan asam yang
terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat
(asam pimarat) dengan jumlah sebesar 22,57% dan asam resin tipe abietat
(asam abietat dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 27,91%. Selain
dari asam-asam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam
abietat RUN 7 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 39% yang
terdiri atas komponen alpha terpinolene (28,93%) dan alloocimene (10,02%),
serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 9,52% dalam bentuk alpha
terpineol (6,92%) dan isoborneol (3,65).
Dari tabel 18, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.50. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke
4.11 (isoborneol), 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-
asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi
dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa,
semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut
menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah
dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.50, tidak ditemukan senyawa
lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 7 adalah 14 menit.
55
4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0
2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0 0 0 0
1 4 0 0 0 0 0
1 6 0 0 0 0 0
1 8 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0
2 4 0 0 0 0 0
2 6 0 0 0 0 0
2 8 0 0 0 0 0
T im e - - >
A b u n d a n c e
T I C : R D 3 . D
3 . 4 2
3 . 7 1
4 . 1 2 4 . 2 9
1 2 . 0 7
1 2 . 8 1
1 2 . 9 4
1 3 . 0 7
1 3 . 2 5
1 3 . 5 3
1 7 . 5 8 1 8 . 3 6
Gambar 22. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 8 (5% katalis nikel, 10
Bar Nitrogen)
Tabel 19. Senyawa Hasil GCMS RUN 8 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen)
No. RT Area Formula Nama Senyawa Quality
1. 3.41 4,72 C10H16 Alpha Terpinolene 97
2. 3.70 2,18 C10H16 Alloocimene 94
3. 4.28 1,18 C10H18O Alpha Terpineol 97
4. 10.64 0,34 C20H30O2 7,15 Asam Isopimarat 86
5. 12.08 2,56 C15H24 Trans Carryophylene
6. 12.93 1,73 C21H32O2 Metil Abietat 93
7. 13.06 27,95 C20H30O2 Asam Rosin 93
8. 13.26 8,83 C19H26O2 Asam Dehidroabietat 93
9. 13.52 50,51 C20H30O2 Asam Abietat 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 10 bar
nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total
persentase sebesar 50,51% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh
asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam
levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar
27,95%, asam dehidroabietat dengan luas area 8,83% yang terdeteksi pada
menit ke 13.26, alpha terpinolene dengan luas area 4,72% yang terdeteksi pada
menit ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 2,56% yang terdeteksi
pada menit ke 12.08, alloocimene dengan luas area 2,18% yang terdeteksi pada
menit ke 3.70, metil abietat dengan luas area 1,73% yang terdeteksi pada menit
Asam Abietat
Asam Dehidroabietat
Trans Carryophylene
Alpha terpineolene
Alloocimene
Alpha terpineol
7,15 Asam Isopimarat
Metil Abietat
Asam Rosin
56
ke 12.93, alpha terpineol dengan luas area 1,18% yang terdeteksi pada menit ke
4.28, dan terakhir asam 7,15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,34%
pada waktu retensi menit ke 10,64.
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan
asam adalah sebesar 89,36% yang terdiri atas asam abietat (50,51%), asam
rosin (27,95%), asam dehidroabietat (8,83%), asam 7,15 isopimarat (0,34%),
dan metil abietat (1,73%),. Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat
dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan
jumlah sebesar 0,34% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin,
dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 89,32%. Selain dari asam-
asam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat
RUN 8 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 9,46% yang
terdiri atas komponen alpha terpinolene (4,72%), alloocimene (2,18%) dan
trans carryophylene (2,56%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah
1,18% dalam bentuk alpha terpineol.
Dari tabel 19, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke
13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen
akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O
dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel,
dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan
3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke
4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang
memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap
golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin
kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap
dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya
asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka
waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
57
Pada analisa kromatografi gas, terpenoid terutama komponen-komponen
diterpen (C10H16) seperti allo ocimen, alpha terpinolene, 3-carene, d-limonene
akan menguap terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh golongan diterpen-O
seperti alpha terpineol dan borenol, yang memiliki polaritas dan bobot molekul
yang lebih besar dibandingkan dengan komponen diterpen. Berikutnya akan
keluar golongan asam-asam resin yang memiliki polaritas dan bobot molekul
terbesar (Guenther, 1987).
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
5 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0
1 5 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
2 5 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
3 5 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
4 5 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
5 5 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
6 5 0 0 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 0 (1 3 . 9 7 5 m in ): S R . D3 0 2
1 3 6
2 4 1
7 9
4 0 3 5 0 3 5 6 3 6 2 5 7 8 86 9 7 9 0 68 4 7 1 0 3 89 7 2
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 0 ( 1 3 . 9 7 5 m in ) : S R . D3 0 2
1 3 6
2 4 1
7 7
4 0 3 5 0 3 5 6 3 6 2 5 8 8 3 9 4 4 1 0 0 36 8 3 7 4 2 8 0 0
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 4 8 5 7 6 7 : A b ie t ic a c id $ 1 -P h e n a n t h re n e c a r b o x y l ic a c id , 1 , 2 . . .3 0 2
1 0 5
4 3
2 1 3
Gambar 23. Spektrum Massa Asam Abietat
58
Dari seluruh kombinasi perlakuan yang diberikan terlihat bahwa
konsenterasi asam abietat semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi asam
abietat diikuti dengan penurunan konsenterasi asam pimarat, asam neoabietat,
asam pallustrat, asam sandrakopimarat, asam 7,15 isopimarat, dan asam rosin.
Diduga terjadi reaksi isomerisasi pada asam-asam resin tersebut yang
kemudian terkonversi menjadi asam abietat. Konsentrasi asam abietat tertinggi
dihasilkan oleh reaksi getah pinus dengan katalis nikel 3% pada tekanan 10 bar
dalam suasana nitrogen. Selengkapnya seluruh kombinasi senyawa asam
abietat kasar tiap kombinasi perlakuan hasil penafsiran analisa GC-MS dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Komposisi senyawa asam abietat kasar tiap kombinasi perlakuan
Nama Senyawa Bahan
Baku
Katalis 3% Katalis 5%
0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar 0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar
Delta 3 Carena 3,34 - - - - - 16,18 - -
D-Limonena - - - - - - 18,72 - -
Alpha Terpinolene 0,38 3,04 4,79 1,29 2,51 2,83 1,64 28,93 4,72
Alloocimena - 4,21 2,23 1,77 1,24 0,27 1,62 10,02 2,18
Beta Pellandrena 0,25 - - - - - - - -
Alpha Terpineol - 0,27 1,39 - 0,55 0,52 - 6,92 1,18
Isoborneol - - 1,79 - 0,48 - - 2,65 -
Trans Carryophylene 0,14 4,53 3,71 1,79 1,45 3,09 - - 2,56
Asam Rosin 30,79 25,79 18,61 9,59 9,35 33,97 15,49 - 27,95
Asam Dehidroabietat 8,67 8,83 9,55 0,46 0,45 9,48 9,17 0,99 8,83
Asam Abietat 2,44 52,96 55,93 56,64 82,17 47,83 29,15 26,92 50,51
Asam Neoabietat 5,09 - - - - - 8,03 - -
7,15 Asam Isopimarat 0,43 0,37 0,35 0,22 0,24 0,32 - 22,57 0,34
Asam Pimarat 4,68 - - - - - - - -
Asam Pallustrat 1,65 - - 26,83 - - - -
Metil Abietat - - 1,65 1,41 1,44 1,69 - - 1,73
Asam
Sandrakopimarat - - - - 0,12 - - - -
Besi Karbonil 42,14 - - - - - - - -
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 99 100
59
Dari tabel 19 di atas terlihat bahwa dalam proses sintesa asam abietat
kasar juga terbentuk senyawa lain seperti senyawa lain, seperti senyawa terpen-
O. Hal itu diduga disebabkan terjadinya transformasi gugus fungsi dari
golongan terpen menjadi golongan terpen-O. Transformasi tersebut diduga
dimungkinkan karena adanya reaksi hidrasi golongan diterpen oleh H2SO4.
Walaupun H2SO4 yang ditambahkan diawal sebenarnya berfungsi untuk
mengikat zat-zat pengotor yang mengganggu reaksi, namun diduga terjadi
reaksi sampingan yakni H2SO4 kemudian menghidrasi golongan terpen
(C10H16) dan mengubahnya menjadi golongan terpen-O.
Gambar 24. Grafik Rendemen Asam Abietat
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis,
peningkatan tekanan akan meningkatkan kadar asam abietat yang dihasilkan.
Hal itu terlihat dari grafik asam abietat yang semakin meningkat. Dari
perlakuan katalis 3%, pada kondisi tekanan 2 bar, asam abietat yang dihasilkan
sebesar 52,96%, pada 5 bar asam abietat yang dihasilkan meningkat menjadi
55,93%, kemudian setelah tekanan dinaikkan menjadi 5 bar, asam abietat yang
dihasilkan pun meningkat menjadi 56,64%, pada tekanan 10 bar, asam abietat
yang dihasilkan mengalami puncaknya yakni mencapai nilai 82,17%.
Namun dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5%
katalis, grafik yang terjadi tidak seperti pada perlakuan katalis 3% pada kondisi
yang sama. Hal itu dapat dikarenakan katalis 3% lebih selektif ke arah
pembentukan asam abietat sedangkan pada katalis 5% katalis telah mengalami
60
tingkat kejenuhan. Selain itu juga dapat dikarenakan reaksi yang terjadi adalah
reaksi balik yang mengakibatkan yang dihasilkan adalah senyawa terpen dan
bukan senyawa asam. Sehingga katalis yang memberikan pengaruh terbaik
adalah katalis 3%.
Kadar asam abietat tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan katalis
5% pada 10 bar tekanan, sedangkan kadar asam abietat terendah dihasilkan dari
kombinasi katalis 5% pada tekanan 5 bar.
Gambar 25. Grafik Perbandingan Komposisi Asam Tipe Pimarat dan Tipe Abietat
Setelah Reaksi Isomerisasi
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, asam
resin tipe abietat mengalami titik terendahnya sedangkan asam resin tipe
pimarat mengalami titik tertingginya. Walaupun tidak terlihat secara signifikan,
dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis asam resin
tipe abietat mengalami titk terendahnya sedangkan asam resin tipe pimarat
mengalami titik tertingginya.
Pada dasarnya kata terpen digunakan untuk menyebutkan beberapa
senyawa terpenoid. Aturan isoprene yang dikeluarkan oleh Wallach pada tahun
1887, mendefinisikan terpenoid sebagai senyawa dengan struktur raksasa yang
mengandung rantai karbon yang terdiri atas satuan isoprene (2 metilbuta-1,3
diene). Isoprene mengandung lima atom karbon sehingga jumlah karbon pada
setiap senyawa terpen adalah kelipatan lima, tergantung dari banyaknya
isoprene yang dikandungnya. Degradasi senyawa-senyawa terpen akibat
adanya proses kimiawi dan biokimiawi dapat mengakibatkan senyawa terpen
kehilangan atom-atom karbonnya, sehingga jumlah karbon yang dimiliki tidak
61
lagi berupa kelipatan lima. Namun demikian, senyawa tersebut tetap
digolongkan senyawa terpen.
Sintesa asam abietat kasar selain menghasilkan asam abietat juga
menghasilkan senyawa-senyawa terpen. Beberapa senyawa terpen yang
dihasilkan dari sintesa asam abietat kasar dapat dilhat pada Tabel 21
Tabel 21. Senyawa Terpen
Nama Senyawa Katalis 3% Katalis 5%
0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar 0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar
Delta 3 Carena - - - - - 16,18 - -
D-Limonena - - - - - 18,72 - -
Alpha Terpinolene 3,04 4,79 1,29 2,51 2,83 1,64 28,93 4,72
Alloocimena 4,21 2,23 1,77 1,24 0,27 1,62 10,02 2,18
Trans Carryophylene 4,53 3,71 1,79 1,45 3,09 - - 2,56
Jumlah 11,78 10,73 4,85 5,2 6,19 38,16 38,95 9,46
Senyawa terpen yang masih terdapat dalam produk asam abietat kasar
hasil sintesa adalah senyawa delta 3 carena, d-limonena, alpha terpinolena,
alloocimena yang memiliki rumus molekul C10H16 dan trans carryophylena
yang memiliki rumus molekul adalah dan C15H24.
Trans caryophyllene Beta Pellandrene
Alpha Terpinolene D-Limonene
Alloocimene Delta 3 Carene
Gambar 26. Senyawa Terpen
62
Dari setiap perlakuan (katalis dan tekanan) menghasilkan komposisi
senyawa terpen yang berbeda-beda. Komposisi presentase senyawa terpen
yang dihasilkan dari tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 27. Komposisi Senyawa Terpen
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis,
peningkatan tekanan memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah senyawa
terpen yang dihasilkan. Hal itu terlihat dari grafik senyawa terpen katalis 3%
yang semakin menurun seiring dengan peningkatan tekanan. Dari perlakuan
katalis 3%, pada kondisi tekanan 0 bar, senyawa terpen yang dihasilkan sebesar
11,78%, sedangkan pada tekanan 2 bar, senyawa terpen berkurang menjadi
10,73%, dan pada tekanan 5 bar, senyawa terpen berkurang menjadi 4,85%,
walaupun pada tekanan 10 bar, senyawa trerpen mengalami sedikit
peningkatan namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peningkatan
tekanan akan memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah senyawa terpen.
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, pada
kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen yang dalam jumlah yang
kecil yakni bernilai 6,19%, kemudian pada tekanan 2 bar, senyawa terpen yang
dihasilkan meningkat secara signifikan menjadi 38,16%. Peningkatan tekanan
menjadi 5 bar, juga meningkatkan senyawa terpen yang dihasilkan, walaupun
tidak dalam jumlah yang signifikan. Namun, ketika kondisi tekanan dinaikkan
63
menjadi 10 bar, terjadi penurunan jumlah senyawa terpen yang dhasilkan
menjadi 9,46%.
Katalis 5% menghasilkan konversi asam abietat yang kecil yang juga
menunjukkan konversi terpen yang lebih besar. Hal itu dikarenakan selektivitas
dari katalis 5% yang kurang baik. Terjadi penjenuhan katalis. Untuk lebih
jelasnya dibutuhkan penelitianm lanjutan. Peningkatan senyawa terpen-O yang
dihasilkan pada proses sintesa asam abietat kasar dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan konsentrasi asam abietat, yang tentunya akan mengurangi
rendemen asam abietat.
Peningkatan jumlah senyawa terpen akan mengakibatkan berkurangnya
konversi asam abieatat, hal itu dikarenakan sebagian senyawa mengkonversi
diri menjadi senyawa terpen. Semakin banyaknya senyawa terpen yang
terbentuk akan semakin menunjukkan ketidakefektifan dan ketidakselektifan
katalis dalam mengarahkan reaksi ke arah pembentukan asam abietat sehingga
kemungkinanyang terjadi adalah katalis nikel yang digunakan bukan untuk
memindahkan ikatan rangkap namun justru membantu mengadisi ikatan
rangkap yang terdapat pada asam-asam resin sehingga terbentuklah senyawa
terpen.
Golongan terpen-O merupakan golongan hidrokarbon yang memiliki
ikatan dengan oksigen (Ketaren, 1986). Guenther (1987) menyebutkan bahwa
Perubahan komponen terpen menjadi terpen-O dapat terjadi melalui berbagai
macam reaksi antara lain; oksidasi, dehidrogenasi dan dehidrasi. Selain itu,
dapat juga terjadi transformasi antar sesama golongan terpen-O. Transformasi
gugus fungsi dari golongan terpen-O menjadi golongan terpen-O lain ditandai
dengan adanya proses pengikatan oksigen dari udara pada terpen sehingga
menjadi terpen-O.
Dari sintesa asam abietat kasar dapat dihasilkan senyawa terpen-O. Hal itu
dapat diketahui dari hasil analisa GC-MS. Senyawa-senyawa terpen-O yang
dapat dihasilkan sebagai hasil samping dari sintesa asam abietat dapat dilihat
pada Tabel 22.
64
Tabel 22. Presentase Senyawa Terpen-O
Nama Senyawa Katalis 3% Katalis 5%
0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar 0 Bar 2 Bar 5 Bar 10 Bar
Alpha Terpineol 0,27 1,39 - 0,55 0,52 - 6,92 1,18
Isoborneol - 1,79 - 0,48 - - 2,65
Jumlah 0,27 3,18 0 1,03 0,52 0 9,57 1,-18
Senyawa terpen-O yang masih terdapat dalam produk asam abietat kasar
hasil sintesa adalah senyawa alpha terpineol dan isoborneol. Rumus molekul
kedua senyawa tersebut adalah C10H18O.
HO
Alpha Terpineol
OH
Isoborneol
Gambar 28. Senyawa Terpen O
Dari setiap perlakuan (katalis dan tekanan) menghasilkan komposisi
senyawa terpen-O yang berbeda-beda. Komposisi presentase senyawa terpen-O
yang dihasilkan dari tiap perlakuan dapat dilhat pada gambar di bawah ini.
Gambar 29. Komposisi Senyawa Terpen O
65
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis, pada
kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen-O dalam jumlah yang kecil
yakni bernilai 0,52%, kemudian pada tekanan 2 bar, senyawa terpen-O yang
dihasilkan meningkat hingga mencapai angka 3,18%. Namun, ketika dilakukan
peningkatan tekanan menjadi 5 bar, senyawa terpen-O tidak dihasilkan sama
sekali. Ketika kondisi tekanan dinaikkan menjadi 10 bar, senyawa terpen-O
dihasilkan kembali walaupun dalam jumlah yang relatif kecil yakni 1,18%.
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, pada
kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen-O dalam jumlah yang kecil
yakni bernilai 0,27%, kemudian pada tekanan 2 bar, tidak ditemukan adanya
senyawa terpen-O. Ketika dilakukan peningkatan tekanan menjadi 5 bar,
terjadi peningkatan senyawa terpen-O dalam jumlah yang cukup signifikan
hingga mencapai nilai 9,57%. Namun, ketika kondisi tekanan dinaikkan
menjadi 10 bar, kembali terjadi penurunan jumlah senyawa terpen yang
dhasilkan menjadi 1,18%.
Dari grafik diatas, ditemukan sesutau yang menarik, bahwa ketika
komposisi terpen-O pada perlakuan katalis 5% mengalami puncaknya yakni
pada kondisi tekanan 5 bar, komposisi terpen-O pada katalis 3% pada tekanan
yang sama mencapai titik terendahnya. Begitu juga sebaliknya, pada tekanan 2
bar, senyawa terpen-O yang dihasilkan oleh katalis 3% mengalami puncaknya,
namun pada saat yang sama, senyawa terpen-O yang dihasilkan oleh perlakuan
katalis 5% mengalami titik terendahnya (yakni 0%).
Peningkatan jumlah senyawa terpen-O akan mengakibatkan berkurangnya
konversi asam abietat, hal itu dikarenakan sebagian senyawa mengkonversi diri
menjadi senyawa terpen-O. Katalis 5% menghasilkan konversi asam abietat
yang kecil yang juga menunjukkan konversi terpen-O yang lebih besar. Hal itu
dikarenakan selektivitas dari katalis 5% yang kurang baik. Terjadi penjenuhan
katalis. Untuk lebih jelasnya dibutuhkan penelitian lanjutan.
Peningkatan senyawa terpen O yang dihasilkan pada proses sintesa asam
abietat kasar dapat mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi asam
abietat, yang tentunya akan mengurangi rendemen asam abietat.
66
E. Mekanisme Reaksi Sintesa Asam Abietat
Reaksi sintesa asam abietat pada dasarnya merupakan reaksi yang
bersifat eksoterm, tetapi reaksi ini tidak berjalan spontan karena energi
pengaktifan sangat tinggi. Biasanya untuk mensintesa asam abietat diperlukan
suhu yang cukup tinggi yakni dalam kisaran 270-290oC, namun pada
penelitian ini hanya dilakukan pemanasan dengan suhu 150oC (dengan
kisaran suhu 148-153oC). Namun demikian, walaupun dilakukan proses
pemanasan, suplai energi untuk membawa molekul tersebut kedalam keadaan
transisi belum juga tercukupi, sehingga untuk dapat membuat reaksi tetap
dapat berlangsung, harus ditambahkan katalis.
Gambar 30. Penampakan Nikel Setelah Reaksi Berlangsung
Pada reaksi sintesa asam abietat, katalis serbuk nikel yang
ditambahkan mengalami keracunan (poisoned catalyst). Poisoned catalyst
menandakan bahwa selama reaksi berlangsung katalis telah mengalami
deaktivasi sebagian sehingga katalis yang bekerja hanya sebagian yang
tersisa.
67
Berlangsungnya reaksi
Berlangsungnyareaksi
(E)
Tak dapat dilampauitanpa katalis
Dapat dilampauidengan katalis
E
(diturunkan)akt
DH (tak berubah)Asam resin
Asam abietat
Gambar 31. Fungsi Katalis
Kerja katalis nikel dalam reaksi sintesa asam abietat ini adalah mula-
mula elektron ikatan phi yang terdapat pada isomer asam-asam abietat
terabsorbsi pada permukaan logam nikel melalui fisiosorbsi dengan ikatan phi
dari asam tersebut berikatan dengan orbital kosong yang terdapat dalam
serbuk nikel. Molekul asam yang kehilangan elektron bergerak-gerak pada
permukaan serbuk nikel sampai menabrak ikatan phi (rangkap) yang terikat
pada ikatan logam. Ikatan rangkap kemudian berputar untuk mencari
kestabilan pada rantai karbon siklik yang lain sehingga terbentuklah asam
abietat dalam jumlah yang signifikan. Efek keseluruhan katalis nikel pada
reaksi sintesa asam abietat ini adalah menyediakan suatu permukaan (orbital
kosong) dimana reaksi dapat terjadi dan melemahkan ikatan-ikatan rangakp
yang ada untuk bergerak ke tempat lainnya yang memerlukan energi aktinasi
paling rendah. Ketika mencapai energi tersebut maka reaksi akan berhenti.
Gambar 31 di atas menunjukkan diagram energi untuk reaksi sintesa
asam abieta dimana dapat dilihat bahwa katalis nikel yang ditambahkan tidak
mengubah energi pereaksi maupun produk. Entalpi tidak diubah oleh kerja
katalitik, katalis nikel yang digunakan hanya mengubah energi aktivasi (Eakt)
68
Menurut aturan Markonikov (Fessenden dan Fessenden, 1986), dari
suatu sintesa organik akan dimungkinkan terjadinya berbagai macam reaksi
dengan berbagai macam produk yang terbentuk pula. Begitu pula halnya yang
terjadi pada proses sintesa asam abietat kasar dari getah pinus ini.Untuk lebih
memastikan analisa tersebut dan menduga reaksi yang mungkin dapat terjadi,
aturan Hukum Termodinamika II dapat digunakan sebagai salah satu cara.
Parameter berdasarkan Hukum Termodinamika dapat digunkan untuk
mengukur kestabilan struktur suatu senyawa dan mekanisme reaksi. Ada tiga
variabel yang disebutkan dalam Hukum Termodinamika II, yakni; energi
bebas gibbs, entalpi dan entropi.
1. Entalpi
Entalpi adalah kandungan kalor sistem dalam tekanan tetap. Kalor
pembentukan bernilai negatif berarti reaksi bersifat eksoterm. Reaksi-
reaksi eksoterm biasanya lebih mudah terjadi dibandingkan dengan reaksi-
reaksi endoterm. Hal itu dikarenakan reaksi eksoterm membebaskan energi
sedangkan reaksi endoterm justru membutuhkan energi. Dibawah ini
adalah tabel entalpi dari senyawa-senyawa yang ditemukan berdasarkan
hasil GCMS.
Tabel 23. Entalpi Pembentukan
Rea
kta
n
Kode
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
-69,08 -58,67 -62,52 -33,46 82,35
-
272,27
-
310,08
-
112,68
-
449,29
-
508,97
-
467,05
-
521,32
-
507,05
-
496,11
-
442,02
-
442,02
1 Delta 3 - Carene -69,08 0 10,41 6,56 35,62 151,43
-
203,19 -241 -43,6
-
380,21
-
439,89
-
397,97
-
452,24
-
437,97
-
427,03
-
372,94
-
372,94
2 Beta Pellandrene -58,67 -10,41 0 -3,85 25,21 141,02 -213,6
-
251,41 -54,01
-
390,62 -450,3
-
408,38
-
462,65
-
448,38
-
437,44
-
383,35
-
383,35
3
Alpha
Terpinolene -62,52 -6,56 3,85 0 29,06 144,87
-
209,75
-
247,56 -50,16
-
386,77
-
446,45
-
404,53 -458,8
-
444,53
-
433,59 -379,5 -379,5
4 D-limonene -33,46 -35,62 -25,21 -29,06 0 115,81
-
238,81
-
276,62 -79,22
-
415,83
-
475,51
-
433,59
-
487,86
-
473,59
-
462,65
-
408,56
-
408,56
5 Alloocimene 82,35
-
151,43
-
141,02
-
144,87
-
115,81 0
-
354,62
-
392,43
-
195,03
-
531,64
-
591,32 -549,4
-
603,67 -589,4
-
578,46
-
524,37
-
524,37
6 Isoborneol -272,27 203,19 213,6 209,75 238,81 354,62 0 -37,81 159,59
-
177,02 -236,7
-
194,78
-
249,05
-
234,78
-
223,84
-
169,75
-
169,75
7 Alpha Terpineol -310,08 241 251,41 247,56 276,62 392,43 37,81 0 197,4
-
139,21
-
198,89
-
156,97
-
211,24
-
196,97
-
186,03
-
131,94
-
131,94
8
Trans-
carryophylene -112,68 43,6 54,01 50,16 79,22 195,03
-
159,59 -197,4 0
-
336,61
-
396,29
-
354,37
-
408,64
-
394,37
-
383,43
-
329,34
-
329,34
9
Asam
Dehidroabietat -449,29 380,21 390,62 386,77 415,83 531,64 177,02 139,21 336,61 0 -59,68 -17,76 -72,03 -57,76 -46,82 7,27 7,27
10 Metil Abietat -508,97 439,89 450,3 446,45 475,51 591,32 236,7 198,89 396,29 59,68 0 41,92 -12,35 1,92 12,86 66,95 66,95
11 Asam Pimarat -467,05 397,97 408,38 404,53 433,59 549,4 194,78 156,97 354,37 17,76 -41,92 0 -54,27 -40 -29,06 25,03 25,03
12 Asam Abietat -521,32 452,24 462,65 458,8 487,86 603,67 249,05 211,24 408,64 72,03 12,35 54,27 0 14,27 25,21 79,3 79,3
13 Asam Pallustric -507,05 437,97 448,38 444,53 473,59 589,4 234,78 196,97 394,37 57,76 -1,92 40 -14,27 0 10,94 65,03 65,03
14 Asam Neoabietat -496,11 427,03 437,44 433,59 462,65 578,46 223,84 186,03 383,43 46,82 -12,86 29,06 -25,21 -10,94 0 54,09 54,09
15 Asam 7,15
isopimarat -442,02 372,94 383,35 379,5 408,56 524,37 169,75 131,94 329,34 -7,27 -66,95 -25,03 -79,3 -65,03 -54,09 0 0
16 Asam
Sandrakopimarat -442,02 372,94 383,35 379,5 408,56 524,37 169,75 131,94 329,34 -7,27 -66,95 -25,03 -79,3 -65,03 -54,09 0 0
69
Dari tabel entalpi di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan
bahwa reaksi mungkin terjadi. Golongan terpen hampir semuanya
terkonversi menjadi senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun
menjadi senyawa asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya
isomerisasi antara sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam
resin. Dari tabel di atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat
kasar, dapat terlihat bahwa hampir semua reaktan terdekomposisi menjadi
asam abietat, hal itu ditandakan dari entalpi reaksi pembentukan asam
abietat yang bernilai negatif.
2. Entropi
Entropi adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang
menentukan apakah suatu keadaan dapat dicapai untuk terjadinya suatu
reaksi atau tidak. Semakin tinggi nilai suatu entropi maka semakin
mungkin reaksi tersebut terjadi. Dinyatakan secara matematis ΔS > 0
Tabel 24. Entropi
Rea
kta
n
Kode
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0,735 0,661 0,622 0,641 0,586 0,845 0,853 0,961 1,306 1,563 1,462 1,464 1,399 1,443 1,388 1,388
1 Delta 3 - Carene 0,735 0
-
0,074
-
0,113
-
0,094
-
0,149 0,11 0,118 0,226 0,571 0,828 0,727 0,729 0,664 0,708 0,653 0,653
2 Beta Pellandrene 0,661 0,074 0
-
0,039 -0,02
-
0,075 0,184 0,192 0,3 0,645 0,902 0,801 0,803 0,738 0,782 0,727 0,727
3
Alpha
Terpinolene 0,622 0,113 0,039 0 0,019
-
0,036 0,223 0,231 0,339 0,684 0,941 0,84 0,842 0,777 0,821 0,766 0,766
4 D-limonene 0,641 0,094 0,02
-
0,019 0
-
0,055 0,204 0,212 0,32 0,665 0,922 0,821 0,823 0,758 0,802 0,747 0,747
5 Alloocimene 0,586 0,149 0,075 0,036 0,055 0 0,259 0,267 0,375 0,72 0,977 0,876 0,878 0,813 0,857 0,802 0,802
6 Isoborneol 0,845 -0,11
-
0,184
-
0,223
-
0,204
-
0,259 0 0,008 0,116 0,461 0,718 0,617 0,619 0,554 0,598 0,543 0,543
7 Alpha Terpineol 0,853
-
0,118
-
0,192
-
0,231
-
0,212
-
0,267
-
0,008 0 0,108 0,453 0,71 0,609 0,611 0,546 0,59 0,535 0,535
8
Trans-
carryophylene 0,961
-
0,226 -0,3
-
0,339 -0,32
-
0,375
-
0,116
-
0,108 0 0,345 0,602 0,501 0,503 0,438 0,482 0,427 0,427
9
Asam
Dehidroabietat 1,306
-
0,571
-
0,645
-
0,684
-
0,665 -0,72
-
0,461
-
0,453
-
0,345 0 0,257 0,156 0,158 0,093 0,137 0,082 0,082
10 Metil Abietat 1,563
-
0,828
-
0,902
-
0,941
-
0,922
-
0,977
-
0,718 -0,71
-
0,602
-
0,257 0
-
0,101
-
0,099
-
0,164 -0,12
-
0,175
-
0,175
11 Asam Pimarat 1,462
-
0,727
-
0,801 -0,84
-
0,821
-
0,876
-
0,617
-
0,609
-
0,501
-
0,156 0,101 0 0,002
-
0,063
-
0,019
-
0,074
-
0,074
12 Asam Abietat 1,464
-
0,729
-
0,803
-
0,842
-
0,823
-
0,878
-
0,619
-
0,611
-
0,503
-
0,158 0,099
-
0,002 0
-
0,065
-
0,021
-
0,076
-
0,076
13 Asam Pallustric 1,399
-
0,664
-
0,738
-
0,777
-
0,758
-
0,813
-
0,554
-
0,546
-
0,438
-
0,093 0,164 0,063 0,065 0 0,044
-
0,011
-
0,011
14 Asam Neoabietat 1,443
-
0,708
-
0,782
-
0,821
-
0,802
-
0,857
-
0,598 -0,59
-
0,482
-
0,137 0,12 0,019 0,021
-
0,044 0
-
0,055
-
0,055
15
Asam 7,15
isopimarat 1,388
-
0,653
-
0,727
-
0,766
-
0,747
-
0,802
-
0,543
-
0,535
-
0,427
-
0,082 0,175 0,074 0,076 0,011 0,055 0 0
16
Asam
Sandrakopimarat 1,388
-
0,653
-
0,727
-
0,766
-
0,747
-
0,802
-
0,543
-
0,535
-
0,427
-
0,082 0,175 0,074 0,076 0,011 0,055 0 0
Dari tabel entropi di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan
bahwa reaksi mungkin terjadi. Berbeda dengan tabel entalpi, pada tabel
entropi, reaksi yang mungkin terjadi akan menunjukkan nilai positif, hal
ini dikarenakan semakin positif suatu entropi atau keadaan, maka semakin
70
negative nilai energi bebas gibbsnya, sehinggaa kemungkinan terjadinya
reaksi pun akan semakin tinggi.
Dari tabel di atas terlihat bahwa golongan terpen hampir semuanya
terkonversi menjadi senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun
menjadi senyawa asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya
isomerisasi antara sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam
resin. Dari tabel di atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat
kasar, dapat terlihat bahwa hampir semua reaktan terkonversi menjadi
asam abietat, hal itu ditandakan dari entropi reaksi asam abietat yang
bernilai positif.
3. Energi Bebas Gibbs
Dalam suatu proses kimia, sebuah reaksi dapat berlangsung jika
energi bebas Gibbs reaksi tersebut bernilai negatif. Maka kemungkinan
berlangsung tidaknya sutau reaksi akan sangat bergantung pada variabel
energi bebas Gibbs reaksi tersebut. Dibawah ini adalah tabel entalpi dari
senyawa-senyawa yang ditemukan berdasarkan hasil GCMS.
Tabel 25. Energi Gibbs
Rea
kta
n
Kode
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
149,85 138,37 122,72 157,39 256,88 -20,5 -55,88 196,63 -60 -43,15 -31,42 -85,11 -89,96 -66,09 -28,36 -28,36
1 Delta 3 - Carene 149,85 0 -11,48 -27,13 7,54 107,03 -170,35 -205,73 46,78 -209,85 -193 -181,27 -234,96 -239,81 -215,94 -178,21 -178,21
2 Beta Pellandrene 138,37 11,48 0 -15,65 19,02 118,51 -158,87 -194,25 58,26 -198,37 -181,52 -169,79 -223,48 -228,33 -204,46 -166,73 -166,73
3 Alpha Terpinolene 122,72 27,13 15,65 0 34,67 134,16 -143,22 -178,6 73,91 -182,72 -165,87 -154,14 -207,83 -212,68 -188,81 -151,08 -151,08
4 D-limonene 157,39 -7,54 -19,02 -34,67 0 99,49 -177,89 -213,27 39,24 -217,39 -200,54 -188,81 -242,5 -247,35 -223,48 -185,75 -185,75
5 Alloocimene 256,88 -107,03 -118,51 -134,16 -99,49 0 -277,38 -312,76 -60,25 -316,88 -300,03 -288,3 -341,99 -346,84 -322,97 -285,24 -285,24
6 Isoborneol -20,5 170,35 158,87 143,22 177,89 277,38 0 -35,38 217,13 -39,5 -22,65 -10,92 -64,61 -69,46 -45,59 -7,86 -7,86
7 Alpha Terpineol -55,88 205,73 194,25 178,6 213,27 312,76 35,38 0 252,51 -4,12 12,73 24,46 -29,23 -34,08 -10,21 27,52 27,52
8 Trans-carryophylene 196,63 -46,78 -58,26 -73,91 -39,24 60,25 -217,13 -252,51 0 -256,63 -239,78 -228,05 -281,74 -286,59 -262,72 -224,99 -224,99
9 Asam Dehidroabietat -60 209,85 198,37 182,72 217,39 316,88 39,5 4,12 256,63 0 16,85 28,58 -25,11 -29,96 -6,09 31,64 31,64
10 Metil Abietat -43,15 193 181,52 165,87 200,54 300,03 22,65 -12,73 239,78 -16,85 0 11,73 -41,96 -46,81 -22,94 14,79 14,79
11 Asam Pimarat -31,42 181,27 169,79 154,14 188,81 288,3 10,92 -24,46 228,05 -28,58 -11,73 0 -53,69 -58,54 -34,67 3,06 3,06
12 Asam Abietat -85,11 234,96 223,48 207,83 242,5 341,99 64,61 29,23 281,74 25,11 41,96 53,69 0 -4,85 19,02 56,75 56,75
13 Asam Pallustric -89,96 239,81 228,33 212,68 247,35 346,84 69,46 34,08 286,59 29,96 46,81 58,54 4,85 0 23,87 61,6 61,6
14 Asam Neoabietat -66,09 215,94 204,46 188,81 223,48 322,97 45,59 10,21 262,72 6,09 22,94 34,67 -19,02 -23,87 0 37,73 37,73
15 Asam 7,15 isopimarat -28,36 178,21 166,73 151,08 185,75 285,24 7,86 -27,52 224,99 -31,64 -14,79 -3,06 -56,75 -61,6 -37,73 0 0
16 Asam Sandrakopimarat -28,36 178,21 166,73 151,08 185,75 285,24 7,86 -27,52 224,99 -31,64 -14,79 -3,06 -56,75 -61,6 -37,73 0 0
Dari tabel energi gibbs di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan
bahwa reaksi mungkin terjadi. Pada tabel energi gibbs di atas, reaksi yang
71
mungkin terjadi akan menunjukkan nilai negative. Dari tabel di atas
terlihat bahwa golongan terpen hampir semuanya terkonversi menjadi
senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun menjadi senyawa
asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya isomerisasi antara
sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam resin. Dari tabel di
atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat kasar, dapat terlihat
bahwa hampir semua reaktan terkonversi menjadi asam abietat, hal itu
ditandakan dari energi bebas gibbs asam abietat yang bernilai negatif.
Berlangsungnya reaksi
Berlangsungnyareaksi
(E)
DG = -25,11KJoule/mol
Asam dehidroabietat
Asam abietat
Gambar 32. Energi Gibbs Reaksi Konversi Asam Abietat
Dari perhitungan energi Gibbs yang telah dilakukan (Lampiran 4) yang
terinterpretasi pada gambar di atas dapat diketahui, bahwa energi Gibbs akan
menentukan berlangsung tidaknya suatu reaksi. Dari grafik terlihat bahwa
energi reaksi isomerisasi asam dehidroabietat menjadi asam abietat bernilai -
25,11 Kj/mol, dimana terlihat bahwa energi bebas yang dimiliki oleh asam
dehidroabietat berada jauh di atas energi bebas yang dimiliki oleh asam abietat,
Suatu reaksi akan terjadi apabila menemukan suatu sistem dengan energi
pengaktivan yang sesuai, terutama dengan tingkat energi yang rendah.
Dikarenakan energi pengaktivan asam abietat lebih rendah daripada energi
pengaktivan asam dehidroabietat sehingga asam dehidroabietatlah yang
terkonversi menjadi asama abietat dan bukan sebaliknya.
72
Penentuan mungkin tidaknya suatu reaksi diperoleh dari penggabungan
nilai entalpi, entropi dan eneergi gibbs. Reaksi yang memungkinkan terjadi
dapat dicari melalui persamaan ∆G= ∆H - T ∆S, dimana ∆G harus bernilai
negatif. Hasil dari penggabungan tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 26. Kemungkinan reaksi
Kode Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
reak
tan
1 Delta 3 - Carene 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16
2 Beta Pellandrene 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16
3 Alpha Terpinolene 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16
4 D-limonene 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16
5 Alloocimene 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16
6 Isoborneol 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 6.9 6.10 6.11 6.12 6.13 6.14 6.15 6.16
7 Alpha Terpineol 7,1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8 7.9 7.10 7.11 7.12 7.13 7.14 7.15 7.16
8 Trans-carryophylene 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 8.8 8.9 8.10 8.11 8.12 8.13 8.14 8.15 8.16
9 Asam Dehidroabietat 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6 9.7 9.8 9.9 9.10 9.11 9.12 9.13 9.14 9.15 9.16
10 Metil Abietat 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 10.6 10.7 10.8 10.9 10.10 10.11 10.12 10.13 10.14 10.15 10.16
11 Asam Pimarat 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 11.6 11.7 11.8 11.9 11.10 11.11 11.12 11.13 11.14 11.15 11.16
12 Asam Abietat 12.1 12.2 12.3 12.4 12.5 12.6 12.7 12.8 12.9 12.10 12.11 12.12 12.13 12.14 12.15 12.16
13 Asam Pallustric 13.1 13.2 13.3 13.4 13.5 13.6 13.7 13.8 13.9 13.10 13.11 13.12 13.13 13.14 13.15 13.16
14 Asam Neoabietat 14.1 14.2 14.3 14.4 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9 14.10 14.11 14.12 14.13 14.14 14.15 14.16
15 Asam 7,15 isopimarat 15.1 15.2 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 15.9 15.10 15.11 15.12 15.13 15.14 15.15 15.16
16 Asam Sandrakopimarat 16.1 16.2 16.3 16.4 16.5 16.6 16.7 16.8 16.9 16.10 16.11 16.12 16.13 16.14 16.15 16.16
Dari tabel (22) dapat diketahui bahwa asam abietat (12) dihasilkan
dari semua reaktan. Hal itu menandakan bahwa asam abietat adalah jenis
asam yang cukup stabil. Hal itu didasarkan pada teori dimana suatu reaksi
berlangsung untuk mencapai sutau keadaan stabil, sehingga ketika
diperoleh keadaan seimbang, sistem akan stabil.
Berdasarkan tabel kemungkinan reaksi di atas dapat dijabarkan
secara umum bahwa terdapat dua macam reaksi dalam proses sintesa asam
abietat, yakni; reaksi pembentukan asam abietat dan reaksi sampingan.
1. Reaksi Pembentukan Asam Abietat
Dalam sintesa asam abietat, unuk meningkatkan rasio konversi
asam abietat, maka dibutuhkan suatu reaksi yang tepat. Reaksi yang
memungkinkan terjadinya konversi asam-asam resin lainnya ataupun
73
komponen-komponen lainnya seperti molekul trerpen yang terdapat
dalam bahan baku (getah pinus) menjadi asam abietat diantaranya
dapat melalui reaksi isomerisasi .
Dari tabel kemungkinan reaksi di atas beberapa kemungkinan
reaksi isomerisasi yang terjadi dapat dilihat dari gambar di bawah ini:
H
O
HO
Asam Palustrik
H
O
HO
H
O
HO
Asam Dehidroabietat
Asam Abietat
H
O
HOAsam Pimarat
H
O
HO
Asam Neoabietat
Gambar 33. Reaksi isomerisasi asam abietat
Sedangkan salah satu contoh reaksi isomerisasi dari sekian banyak
reaksi isomerisasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H
O
HO
Asam Neoabietat
H
O
HO
Asam Abietat
dan
74
H
O
HO Asam Pimarat
H
O
HO
Asam Abietat
H
O
HO
Gambar 34. Mekanisme reaksi isomerisasi asam abietat
2. Reaksi Sampingan
Proses sintesa asam abietat dari getah pinus dengan menggunakan
katalis nikel bertujuan untuk menghasilkan lebih banyak asam abietat,
sehingga reaksi konversi asam abietatlah yang diinginkan. Namun
demikian dalam suatu proses sintesa, selalu akan ada kemungkinan
terjadinya produk lain hasil dari reaksi sampingan proses tersebut
(Fessenden, 1986). Dalam sintesa asam abietat ini terdapat beberapa
reaksi sampingan yang akhirnya menghasilkan atau meningkatkan
jumlah produk lain selain asam abietat. Reaksi sampingan yang terjadi
tersebut diantaranya adalah reaksi isomerisasi dan reaksi hidrasi.
a. Reaksi Isomerisasi
Dari reaksi yang memungkinkan terjadi, salah satunya adalah
reaksi isomerisasi gugus fungsi C10H16. Jika dilihat terjadi
perubahan jumlah ataupun perubahan komponen dari bahan baku
hingga hasil sintesa. Salah satu yang memungkinkan hal tersebut
terjadi adalah reaksi isomerisasi ikatan rangkap pada senyawa
terpen.
75
Delta 3 Carene
D-Limonene
Alpha
Terpinolene
Alloocimene
Beta Pellandrene
Gambar 35. Reaksi Isomerisasi Senyawa Terpen
Mekanisme reaksi isomerisasi ikatan rangkap pada
molekul C10H16 adalah sebagai berikut:
1. Reaksi Isomerisasi dari luar ke luar ataupun dari dalam ke
dalam
Reaksi isomerisasi luar ke luar adalah reaksi isomerisasai
gugus gungsi dimana terjadi perpindahan letak ikatan rangkap
yang berada di luar rantai benzene. Reaksi isomerisasi ikatan
rangkap dari luar ke luar ini memerlukan energi yang relative
lebih sedikit dibandingkan reaksi isomerisasi dari dalam ke
luar ataupun luar ke dalam.
D-Limonene Alpha Terpinolene
Gambar 36. Reaksi isomerisasi luar ke luar
76
Dari reaksi isomerisasi yang memungkinkan yang terjadi
dalam sintesa asam abietat salah satu reaksinya adalah reaksi
isomerisasi dari d-limonene menjadi alpha terpinolene ataupun
sebaliknya. Ikatan rangkap yang terdapat pada rantai C ujung,
memiliki ketidakstabilan yang tinggi sehingga ikatan phi
tersebut mencari tempat yang lebih stabil untuk menyangganya.
Dalam suatu reaksi, berubahnya suatu senyawa menjadi
senyawa lainnya, baik melalui reaksi isomerisasi ataupun reaksi
lainnya, akan melalui tahapan yang dinamakan tahapan transisi.
Pada tahapan transisi ini, akan dihasilkan suatu zat yang
disebut zat antara karbokation. Proses berlangsungnya suatu
reaksi hingga menghasilkan produk baru dengan melalui
karbokation terlebih dahulu dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 37. Zat karbokation
Zat karbokation adalah suatu zat antara yang memiliki
ketidakstabilan yang sangat tinggi, sehingga zat ini akan
mencari suatu zat dengan energi transisi terendah namun sudah
cukup membuatnya cukup stabil.
77
2. Reaksi Isomerisasi dari dalam ke luar atau luar ke dalam
Reaksi isomerisasi ikatan rangkap dari dalam ke luar dan luar
ke dalam dapat dilihat pada reaksi isomerisasi Beta Pellandrena
menjadi alpha terpinolena, seperti terlihat pada gambar di
bawah ini:
Beta Pellandrene Alpha Terpinolene
Gambar 38. Reaksi isomerisasi dari dalam cincin ke luar cincin
b. Reaksi Hidrasi
Reaksi hidrasi adalah salah satu jenis reaksi adisi ikatan
rangkap oleh H2SO4. Dalam proses sintesa asam abietat dari getah
pinus diduga terjadi reaksi antara molekul senyawa terpen
golongan C10H16 dengan asam sulfat sehingga menghasilkan
senyawa terpen-O seperti isoborneol dan alpha terpineol. Beberapa
kemungkinan reaksi yang dapat menghasilkan alpha terpineol dan
borneol tersaji dalam Gambar 39.
78
OH
Isoborneol
HO
Alpha TerpineolDelta 3 Carene
Alloocimene
Beta Pellandrene
D-Limonene
Alpha Terpinolene
Gambar 39. Reaksi pembentukan terpen-O
Salah satu contoh terjadinya reaksi hidrasi adalah reaksi dari d-
limonen menjadi alpha terpineol
79
+ HO-HSO3+H
HOH
HO
D-Limonen
Alpha Terpineol
Gambar 40. Reaksi Hidrasi
Reaksi hidrasi D-Limonen menjadi alpha terpineol terjadi
dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi protonasi ikatan rangkap
pada rantai C ujung yang akhirnya menghasilkan karbokation.
Tahap kedua adalah adisi nukleofil dalam hal ini adalah asam
sulfat ke dalam karbokation tersebut. Karena mula-mula terbentuk
karbokation maka kedua reaksi tersebut tunduk pada aturan
Markonikov.
Fesenden (1986) menyatakan bahwa ikatan rangkap yang
terletak pada rantai yang tak simetris (yakni gugus-gugus yang
terikat pada sp2 tidak sama) akan kemungkinan menghasilkan
produk yang berlainan. Dalam adisi tersebut H+ dari suatu asam
akan menuju karbon berikatan rangkapyang telah lebih banyak
memiliki hidrogen.
80
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil pengamatan terhadap karakteristik bahan baku yang berupa getah
Pinus yang telah mengalami proses penyaringan kotoran, pemanasan hingga
pencucian menunjukkan bahwa getah pinus masih memeiliki berbagai macam
ion pengotor. Selain itu memiliki kadar asam abietat yang lebih sedikit
dibandingkan produk olahannya (gondorukem). Sehingga untuk
menghilangkan ion pengotor tersebut diperlukan suatu proses pemurnian,
selain itu minimnya jumlah asam abietat yang terdapat pada getah pinus,
menjadi alasan dilakukan serangkaian reaksi untuk meningkatkan kadar asam
abietat dalam getah pinus itu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan katalis memberikan
pengaruh yang nyata terhadap yield asam abietat yang dihasilkan, namun
perlakuan tekanan tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata terhadap
yield asam abietat yang terbentuk.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
rendemen asam abietat paling tinggi diperoleh dengan perlakuan katalis
serbuk logam nikel 3% dan tekanan 10 bar nitrogen.
Dari hasil penelitian, dan banyaknya asam abietat yang dihasilkan dari
konversi asam-asam tipe abietat dan pimarat lainnya dapat disimpulkan
bahwa asam abietat adalah jenis asam yang paling stabil dibandingkan
dengan asam resin lainnya. Hal itu dilihat dari nilai konversi isomerisasi asam
abietat yang lebih tinggi dibandingkan asam resin lainnya
Dari hasil penelitian yang terlihat adalam GCMS dapat disimpulkan
bahwa waktu retensi produk sintesa asam abietat adalah berkisar antara 14 –
15 menit, sedangkan asam abietat dapat terdeteksi pada menit ke-13. Di
samping itu, dapat dismpulkan pula bahwa asam abietat merupakan asam
resin yang cukup stabil dibandingkan asam resin lainya, terbukti dari
terkonversinya hampir semua asam resin menjadi asam abietat
81
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah ada disarankan untuk dilakukan
penelitian lanjutan yakni dengan melakukan proses pemurnian asam abietat
baik melalui isolasi ataupun melalui proses pemurnian lainnya. Setelah itu,
dapat dilakukan juga proses pengaplikasian asam abietat yang telah
dimurnikan tersebut.
Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan kondisi proses yang optimum berdasarkan perlakuan tekanan dan
katalis dengan cara memperbanyak variasi faktor dan memperkecil kisaran
(range) variasi faktor. Dari penelitian yang telah dilakukan, peningkatan
tekanan dapat dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan rendemen asam
abietat kasar yang terbentuk
82
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W.1986. Physical Chemistry, Third Eddition.Oxford University Press.
Oxford
Ault, A.1976. Techniquest and Experiments for Organic Chemistry. Halbrook
Press Inc. Boston.
Augustine, R.L. 1996. Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemist, First
Edition, Marcel Dokker Inc. New York. Jurnal ILMU DASAR Vol. 4 No.
2, 2003: 70-76
Bartholomew C. H dan Robert J Faaruto. 1976. Chemistry of Nickel Alumina
Catalyst. Journal of Catalyst, 45, Halaman 41-53
Brady, James E. 1990. General Chemistry Principles and Structure. St John
University, Jamaica, New York
Chamim Mashar, M. 1995. Analisis Produksi dan Harga Pokok Produk
Gondorukem dan Terpentine Studi Kasus di PGT Winduaji KPH
pekalongan Barat Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Tesis. Program
Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Ditjen Bina Produksi Perkebunan dan Kehutanan. 2007. Getah Pinus,
Gondorukem dan Terpentine. Statistik Perkebunan dan Kehutanan
Indonesia. 2003-2006. 23 hal.
Djatmiko B, Suwardi, S, dan Semangat Ketaren. 1973. Pengujian Kualitas
Gondorukem. Laporan no 10. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat
Jendral Kehutanan, Departemen Pertanian
Djatmiko, B, Suwardi, , dan Semangat Ketaren. 1973. Pengolahan dan
Pengawasan Kualitas Rosin dan Terpentin. Laporan no 9. Lembaga
Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen
Pertanian
Donker, Christien. 1999. The Chemistry of Tackifying Resins. Paper
Douglas A. Skoog, Donald M. West, and F. James Holler. 1992. Fundamentals of
Analytical Chemistry, 6th edition. Saunders College Publishing.
Fardiaz, D. 1989. Kromatografi Gas Dalam Analisis Pangan, PAU, IPB, Bogor.
83
Fessenden, J.R. Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Alih Bahasa Aloysius
Hadyana Pujaatmaka, edisi ketiga jilid I. Penerbit Erlangga:Jakarta.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan Ketaren S. UI Press.
Jakarta.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid 4. Terjemahan Ketaren S. UI Press.
Jakarta.
Heftman, E. 1976. Chromatographi of Steroids. Elsevier Scientific Publ.Co. New
York.
H.M. McNair dan E.J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas, edisi kelima.
Penerbit ITB, Bandung.
http://wwwchem.uwimona.edu.jm/courses/nickel.htm diakses tanggal 20 Juli
2008
http://www.wikipedia.org diakses tanggal 20 Juli 2008
Ho et al. 1988. Effect of Thermal Treatment on the Nickel and CO Hydrogenation
Activity of Titania Supported Nickel Catalyst. Journal of Catalyst. 178,
Hal 34-48
Juwita Wati, Indu. 2005. Esterifikasi Gondorukem dengan Penambahan gliserol
atau Pentaerithrol. Skripsi. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan
IPB.
Kalangit, H. 1995. Pembuatan dan Karakterisasi Nikel-Zeolit Sebagai Katalis
dalam Proses Oksidasi n-Pentana. Tesis. Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.
Jakarta.
Kim et al. 2000. Effect of Metal Partickel Size on Coking during CO2 Reforming
of CH4, over Ni-alumina Aerogel Catalyst. Journal Applied Catalysis A
General, 197 Halaman 191-200
Kirk, R. E, dan Othmer, D. F. 1972. Encyclopedia of Chemical Technology.
Volume ke-17. The Interscience Encyclopedia, Inc. New York.
Maatjikk AA dan Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan. Jurusan
Statistika FMIPA IPB. Bogor
Moore J.W. and Pearson R.G. 1981. Kinetic and Mechanism of Chemical
Reaction, Third Edition, John Wiley and Sons, Inc. New York.
84
Moyers et al. 1989. Compositional Differences and Variation in Gum
Gondorukem. Hercules Incorporated Research Center. Wilmington
Mulyaningrum. 2008. Metil Ester Gondorukem Sebagai Kandidat Bahan Bakar
Nabati. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Nowrman et al .1975. Introduction to Infrared and Raman Spectroscopy.
Academic Press. New York
Pomeranz, Y. dan Meloan, C.E. 1994. Food Analysis, Theory and Practise, 3th
Ed. Interntional Thomsn Publisher. Co., New York.
Retno Utami Siregar, Muslina. 2002. Pengaruh Penambahan Asam Maleat dan
Fumarat Terhadap Rendemen dan Kualitas Gondorukem Modifikasi.
Tesis. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor
Standar Nasional Indonesia. 2001. Mutu dan Cara Uji Gondorukem. SNI 01-
5009-12-2001. Dewan Standarisasi Nasional Republik Indonesia
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1991. Kromatografi, edisi kedua. Liberty,
Yogyakarta.
Sell, Charles S. 2003. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. Royal
Society of Chemistry. Cambridge
Silitonga, T, Suwardi, S, dan Sutarna, N. 1973. Pengolahan dan Pengawasan
Kualitas Rosin dan Terpentin. Laporan no 9. Lembaga Penelitian Hasil
Hutan. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen Pertanian
Silitonga, T, dan Suwardi, S. 1977. Penurunan Kualitas Rosin Selama
Penyaringan di Jawa Timur. Laporan: 87:2-10.
Thomas dan Thomas. 1997. Principle and Practice of Heterogenous Catalysis.
VHC Federal. Republic of Germany
Tursiloadi, S, et al,. 2000. Pembuatan dan Formulasi Katalis untuk Hidrogenasi
Asam Lemak. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Laporan Teknis
Tursiloadi, S, et al,. 2000. Preparasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalisator
Ni/Kiesulghur. Prosiding Seminar Nasional Kimia 22 Agustus 2000.
Institiut Teknologi Sepuluh September
Twigg, Martin F. 1989. Handbok of Catalyst. Wolf Publishing, LTd. England
85
Usman. 2001. Pengaruh Penyangga -Al2O3, TiO3, dan -Al2O3-TiO2 terhadap
Aktivitas Katalis Nikel pada Reaksi Metanasi CO2 . Tesis. Program studi
Magister Ilmu Kimia Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.
Van Santen dan Niemantsverdriet. 1995. Fundamental and Applied Catalysis.
Chemical Kinetics and Catalysis. Plenum Press. New York
Wade LG. 2003. Organic Chemistry Infrared Spestroscopy and Mass
Spectrometry. Chapter 12 Edisi ke 15. Richand College. Dallas
Wei et al. 2000. Highly Effective and Stable Ni/ZrO2 Catalyst for Syngas
Production by CO2 reforming of Methane. Jurnal Applied Catalysis A
General, 196, L167-L172
Wiyono B, Tachibana S, Tinambunan J. 2006. Chemical composition of
Indosnesian Pinus merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins and
Gondorukems from Sumatra and Java. Pakistan Journal of Biological
Science 9 (1):7-14
Wiyono B. 2006. Status Riset Pengolahan Getah Pinus dan Gondorukem.
Prosiding Seminar Prospek Pengolahan Getah Pinus dan Gondorukem.
Hotol Comfort, 7-8 Agustus. Makasar: BSPHH Wilayah XV. 1-18
Wiyono, B. 2007. Pengaruh Konsenterasi Bahan Kimia Maleat Anhidrida
Terhadap Gondorukem Maleat dari Getah Pinus Merkusii (Effect of
Maleic Anhydride Concentration on Properties of Maleopimaric Rosin
directly made from Merkusii Pine resin). Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Vol 25 No 1. Februari 2007 halaman 28-40
Zhaobang, Shen.1995. Production and Standards for Chemical Non-Wood Forest
Products in China. CIFOR Occasional Paper No. 6
Zielinski. 1982. Morphology of Nickel-Alumina Catalys. Journal of Catalysis, 76,
157-163
86
Lampiran 1. Grafik FTIR
1. Bahan Baku
87
2. Asam abietat kasar 3% Ni 0 Bar
88
3. Asam abietat kasar 3% Ni 2 Bar
89
4. Asam abietat kasar 3% Ni 5 Bar
90
5. Asam abietat kasar 3% Ni 10 Bar
91
6. RUN 5 (5% Ni 0 Bar)
92
7. Asam abietat kasar 5% Ni 2 Bar
93
8. RUN 7 (5% Ni 5 Bar)
94
9. Asam abietat kasar 5% Ni 10 Bar
95
Lampiran 2. Spektrum Massa
1. Spektra Massa Asam Abietat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
5 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0
1 5 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
2 5 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
3 5 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
4 5 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
5 5 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
6 5 0 0 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 0 (1 3 . 9 7 5 m in ): S R . D3 0 2
1 3 6
2 4 1
7 9
4 0 3 5 0 3 5 6 3 6 2 5 7 8 86 9 7 9 0 68 4 7 1 0 3 89 7 2
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 0 ( 1 3 . 9 7 5 m in ) : S R . D3 0 2
1 3 6
2 4 1
7 7
4 0 3 5 0 3 5 6 3 6 2 5 8 8 3 9 4 4 1 0 0 36 8 3 7 4 2 8 0 0
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 4 8 5 7 6 7 : A b ie t ic a c id $ 1 -P h e n a n t h re n e c a r b o x y l ic a c id , 1 , 2 . . .3 0 2
1 0 5
4 3
2 1 3
H
O
HO
96
2. Spektra Massa Asam Rosin (Asam pallustrat dan Levopimarat)
100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
2000000
m/ z-->
Abundanc e
Sc an 481 (13.561 min): SR .D287
91149
213
355 429 503 577 669 729 950845 1042786
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 8 1 (1 3 . 5 6 1 m in ) : S R . D2 8 7
9 11 4 9
2 1 33 5 5 4 2 9 5 0 3 5 7 7 6 3 7 8 7 9 9 3 9 9 9 86 9 4 7 5 1 8 0 9
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 4 7 6 9 2 3 : R O S I N A C I D S2 8 7
4 1
1 0 4
1 8 5
H
O
HO
97
3. Spektra Massa Beta Pelandrene
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 1 3 ( 3 . 3 7 0 m in ) : S R . D9 3
3 5 52 6 72 0 7 6 5 94 6 7 5 4 9 8 7 57 3 1 1 0 2 89 5 48 0 3
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 3 2 0 5 3 : . b e t a . -P h e l la n d re n e $ $ C y c lo h e x e n e , 3 -m e t h y le n e -6 - . . .9 3
2 7
Beta Pellandrene
98
4. Spektra Massa D-Limonene
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 1 2 ( 3 . 3 4 8 m in ) : S R . D6 8
1 3 6
3 5 52 6 72 0 7 7 7 84 8 5 9 5 15 6 5 6 3 0 8 7 7 1 0 1 46 8 84 2 3
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 3 1 9 8 6 : d l- L im o n e n e $ $ C y c lo h e x e n e , 1 -m e t h y l- 4 - ( 1 - m e t h y le t . . .6 8
1 3 6
D-Limonene
99
5. Spektra Massa Trans Carryophylene
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 1 6 9 (6 . 7 6 7 m in ) : S R . D9 3
1 6 1
2 8 1 3 5 5
2 2 14 2 9
5 0 3 7 3 75 8 3 9 7 08 0 4 9 0 86 6 8 1 0 3 6
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 1 2 1 3 1 4 : t r a n s -C a ry o p h y l le n e $ $ B ic y c lo [ 7 . 2 . 0 ] u n d e c -4 -e n e , . . .9 3
1 6 1
Trans caryophyllene
100
6. Spektra Massa Asam Pimarat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 6 6 ( 1 3 . 2 3 5 m in ) : S R . D1 2 1
2 8 7
5 5
1 8 73 5 5 4 2 9 5 0 3 7 7 15 9 5 6 7 0 8 2 8 8 8 7 9 4 6 1 0 0 4
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 2 5 2 4 5 5 : P im a r ic a c id $ $ 1 - P h e n a n t h r e n e c a r b o x y l ic a c id , 7 - . . .1 2 1
2 8 7
H
O
HO Asam Pimarat
101
7. Spektra Massa Alpha Terpineol
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 5 5 ( 4 . 2 8 5 m in ) : R D 3 . D5 9
1 2 1
2 0 7 2 8 1 3 4 1 5 5 4 9 2 6 1 0 4 04 8 0 8 1 94 0 6 6 9 46 1 2 7 5 9
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 5 2 8 5 1 : ( + ) - . a lp h a . -T e r p in e o l ( p - m e n t h -1 - e n - 8 -o l)5 9
1 2 1
HO
Alpha Terpineol
102
8. Spektra Massa Asam Dehidroabietat
100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
11000
12000
13000
m/ z-->
Abundance
Scan 468 (13.278 min): RD3.D239
91
302
159
401 462 951553 628 1018885700 818759
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 4 6 8 (1 3 . 2 7 8 m in ) : R D 3 . D2 3 9
9 1
3 0 2
1 5 9
4 0 1 4 6 8 9 5 15 5 3 6 2 8 1 0 1 88 8 57 0 0 8 1 87 5 9
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 1 2 5 0 3 4 : 1 -P h e n a n t h re n e c a rb o x y l ic a c id , 1 , 2 , 3 , 4 , 4 a , 9 , 1 0 , 1 0 . . .2 8 5
1 9 7
1 2 94 3
H
O
HO
103
9. Spektra Massa Metil Abietat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
1 0 0 0 0
1 1 0 0 0
1 2 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 5 2 ( 1 2 . 9 3 0 m in ) : R D 3 . D1 2 1
5 5 2 4 1
3 1 6
1 8 3
4 2 9 7 9 24 9 4 6 1 1 9 7 85 5 1 7 1 0 8 8 4 1 0 4 0
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 5 2 ( 1 2 . 9 3 0 m in ) : R D 3 . D1 2 1
5 5 2 4 1
3 1 6
1 8 34 2 9 7 9 24 9 4 6 1 1 9 7 85 5 1 7 1 0 8 8 4 1 0 4 0
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 1 3 4 7 1 1 : M e t h y l a b ie t a t e1 2 1
1 8 5 2 5 6
5 5
3 1 6
104
10. Spektra Massa Delta 3-Carene
100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
m/ z-->
Abundanc e
Sc an 6 (3.218 min): SR .D93
355267207 471 716150 862571 936636 1021780413
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 6 (3 . 2 1 8 m in ) : S R . D9 3
3 5 52 6 72 0 7 8 1 54 5 6 8 7 75 1 5 9 3 9 1 0 0 05 7 6 6 3 5 6 9 3 7 5 1
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 1 5 1 5 7 : 3 -C a re n e9 3
2 7
Delta 3 Carene
105
11. Spektra Massa Asam Pallustrat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
1 0 0 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 6 (1 4 .1 0 6 m in ): R D 5 .D9 1
2 0 7
3 0 2
1 4 8
4 0 54 6 3 5 3 9 8 3 97 4 85 9 9 6 7 9 8 9 9 9 6 7 1 0 4 4
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 5 0 6 (1 4 . 1 0 6 m in ) : R D 5 . D9 1
2 0 73 0 2
4 0 5 5 1 8 5 8 1 8 3 97 4 86 7 9 8 9 9 9 6 7 1 0 4 4
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 1 2 6 1 4 4 : P a lu s t r ic a c id3 0 2
2 4 1
1 0 5
4 1
1 7 1
H
O
HO
106
12. Spektra Massa Asam 7,15 Isopimarat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
1 0 0 0 0
1 1 0 0 0
1 2 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 5 7 ( 1 3 . 0 3 9 m in ) : R D 2 . D2 8 7
9 1
2 0 7
1 4 9
3 5 5 7 8 74 1 8 7 1 75 4 74 8 1 6 5 2 1 0 4 09 7 78 8 5
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 4 5 7 ( 1 3 . 0 3 9 m in ) : R D 2 . D2 8 7
9 1
2 0 71 4 9
3 5 5 7 8 74 1 8 7 1 75 4 74 8 1 6 5 2 1 0 4 09 7 78 8 5
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 4 4 0 7 0 8 : 1 - P H E N A N T H R E N E C A R B O X Y L I C A C I D , 7 - E T H E N Y L - 1 , 2 , 3 , 4 , . . .2 4 11 0 5
3 0 2
H
O
HO
107
13. Spektra Massa Asam Sandrakopimarat
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
2 0 0
4 0 0
6 0 0
8 0 0
1 0 0 0
1 2 0 0
1 4 0 0
1 6 0 0
1 8 0 0
2 0 0 0
2 2 0 0
2 4 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 3 3 8 (1 0 .4 4 7 m in ): R D 7 .D1 3 7
5 5
2 0 7
2 7 2
4 1 53 5 5 8 5 95 3 4 1 0 0 96 0 2 6 6 9 7 2 9 9 5 14 7 7 7 9 8
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
S c a n 3 3 8 (1 0 . 4 4 7 m in ) : R D 7 . D1 3 7
5 5
2 0 7
2 7 2
4 1 53 5 5 8 5 95 3 4 1 0 0 96 0 2 6 6 9 7 2 9 9 5 14 7 7 7 9 8
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - ->
A b u n d a n c e
# 2 1 6 6 7 2 : S a n d a r a c o p im a r a d ie n e $ $ P h e n a n t h r e n e , 7 -e t h e n y l- 1 . . .1 3 7
4 1
2 5 7
H
O
HO
108
14. Spektra Massa Silkonfett
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
5 0 0 0
1 0 0 0 0
1 5 0 0 0
2 0 0 0 0
2 5 0 0 0
3 0 0 0 0
3 5 0 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 4 2 9 (1 2 .4 2 9 m in ): S R .D7 3
2 8 11 4 72 2 1
3 5 5
4 2 9
5 0 3
5 6 3 6 6 7 1 0 1 87 4 1 8 7 2 9 5 58 0 3
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 2 9 ( 1 2 . 4 2 9 m in ) : S R . D7 3
2 8 11 4 7 2 2 1
3 5 5
4 2 9
5 0 3
5 6 3 6 6 7 1 0 1 87 2 7 8 3 3 9 2 3
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 3 9 2 0 4 2 : S I L I K O N F E T T S E 3 0 ( G R E V E L S ) $ $ S i l ic o n e o i l7 3
2 2 11 4 7
3 5 5
2 8 1 4 2 9
5 0 3
5 7 7 6 5 2
109
15. Spektra Massa Iron carbonyl
1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
5 0 0 0
1 0 0 0 0
1 5 0 0 0
2 0 0 0 0
2 5 0 0 0
3 0 0 0 0
3 5 0 0 0
m / z -->
A b u n d a n c e
S c a n 4 2 9 (1 2 .4 2 9 m in ): S R .D7 3
2 8 11 4 72 2 1
3 5 5
4 2 9
5 0 3
5 6 3 6 6 7 1 0 1 87 4 1 8 7 2 9 5 58 0 3
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
S c a n 4 2 9 ( 1 2 . 4 2 9 m in ) : S R . D7 3
2 8 11 4 7 2 2 1
3 5 5
4 2 9
5 0 3
5 6 3 6 6 7 1 0 1 87 2 7 8 3 3 9 2 3
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 00
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
4 0 0 0
5 0 0 0
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
m / z - - >
A b u n d a n c e
# 3 5 0 3 4 2 : I r o n , m o n o c a r b o n y l- ( 1 , 3 -b u t a d ie n e -1 , 4 -d ic a rb o n ic . . .7 3
2 2 11 4 7
3 5 5
2 8 1 4 2 9
5 0 3
5 7 7 6 5 2
110
Lampiran 3. Perhitungan Termodinamika Reaksi Kimia
1. Entalpi
∆H reaksi = ∆H produk - ∆H reaktan
∆H reaksi asam abietat = ∆H asam abietat - ∆H asam dehidroabietat
= -521,32 KJ/mol – (-449,29) KJ/mol
= - 72,03 KJ/mol
2. Entropi
∆S reaksi = ∆S produk - ∆S reaktan.
∆S reaksi asam abietat = ∆S asam abietat - ∆S asam dehidroabietat
= 1,464 – 1,306
= 0,158
3. Energi Bebas Gibbs
∆G reaksi = ∆G produk - ∆G reaktan.
∆G reaksi asam abietat = ∆G asam abietat - ∆G asam dehidroabietat
= -85,11 KJ/mol – (-60)KJ/mol)
= -25,11 KJ/mol
111
Lampiran 4. Analisis Data Statistik
1. BILANGAN IOD
HIPOTESIS
PENGARUH FAKTOR 1 (KATALIS)
H0 : Katalis tidak berpengaruh terhadap Iodium
H1 : Katalis berpengaruh terhadap Iodium
PENGARUH FAKTOR 2 (TEKANAN)
H0 : Tekanan tidak berpengaruh terhadap Iodium
H1 : Tekanan berpengaruh terhadap Iodium
PENGARUH INTERAKSI FAKTOR 1 DAN FAKTOR 2
H0 : Interaksi Katalis dan Tekanan tidak berpengaruh terhadap Iodium
H1 : Interaksi Katalis dan Tekanan berpengaruh terhadap Iodium
Tolak H0 jika nilai-p <0.05
Pertama kali yang dilihat adalah pengaruh interaksi, jika interaksi nyata maka
lakukan uji lanjut interaksi. Jika interaksi tidak nyata maka lakukan uji lanjut
masing-masing faktor.
Between-Subjects Factors
N
Katalis 3%KNi 12
5%KNi 12
Tekanan N2_10Bar 6
N2_2Bar 6
N2_5Bar 6
Tanpa_N2 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Iodium
Katalis Tekanan Mean Std. Deviation N
3%KNi N2_10Bar 22,633 ,5033 3
N2_2Bar 24,033 ,9452 3
N2_5Bar 23,567 ,3786 3
Tanpa_N2 21,367 1,4012 3
Total 22,900 1,3129 12
5%KNi N2_10Bar 23,200 ,4583 3
N2_2Bar 23,800 ,3606 3
N2_5Bar 22,367 ,2082 3
Tanpa_N2 21,833 ,8505 3
Total 22,800 ,9075 12
Total N2_10Bar 22,917 ,5307 6
N2_2Bar 23,917 ,6524 6
N2_5Bar 22,967 ,7118 6
Tanpa_N2 21,600 1,0677 6
Total 22,850 1,1049 24
112
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Iodium
Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 12550,300(a) 8 1568,788 2878,509 ,000
Katalis ,060 1 ,060 ,110 ,744
Tekanan 16,310 3 5,437 9,976 ,001
Katalis * Tekanan 2,990 3 ,997 1,829 ,183
Error 8,720 16 ,545
Total 12559,020 24
a R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999) Dari tabel ANOVA di atas terlihat bahwa interaksi antara Katalis dan tekanan tidak nyata, terlihat dari nilai sig. atau p-value 0.182 (> 0.05). Karena interaksinya tidak nyata maka dapat dilakukan uji lanjut masing-masing faktor dengan uji Duncan. Untuk uji lanjut katalis tidak muncul. Untuk uji lanjut Tekanan,dilakukan uji Duncan. Iodium Duncan
Tekanan N
Subset
1 2 3
Tanpa_N2 6 21,600
N2_10Bar 6 22,917
N2_5Bar 6 22,967
N2_2Bar 6 23,917
Sig. 1,000 ,908 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,545. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 6,000. b Alpha = ,05. Dari uji Duncan di atas terlihat bahwa dalam subset yang sama memiliki pengaruh yang sama. Artinya, Tekanan tanpa N2 berbeda dengan yang lainnya, tekanan N2_10Bar dan N2_5Bar memiliki pengaruh yang sama terhadap Iodium. Pengaruh tekanan yang paling tinggi adalah tekanan N2_2Bar.
113
2. PENYABUNAN
HIPOTESIS
PENGARUH FAKTOR 1 (KATALIS)
H0 : Katalis tidak berpengaruh terhadap Penyabunan
H1 : Katalis berpengaruh terhadap Penyabunan
PENGARUH FAKTOR 2 (TEKANAN)
H0 : Tekanan tidak berpengaruh terhadap Penyabunan
H1 : Tekanan berpengaruh terhadap Penyabunan
PENGARUH INTERAKSI FAKTOR 1 DAN FAKTOR 2
H0 : Interaksi Katalis dan Tekanan tidak berpengaruh terhadap Penyabunan
H1 : Interaksi Katalis dan Tekanan berpengaruh terhadap Penyabunan
Tolak H0 jika nilai-p <0.05
Pertama kali yang dilihat adalah pengaruh interaksi, jika interaksi nyata maka
lakukan uji lanjut interaksi. Jika interaksi tidak nyata maka lakukan uji lanjut
masing-masing faktor.
Between-Subjects Factors
N
Katalis 3%KNi 12
5%KNi 12
Tekanan N2_10Bar 6
N2_2Bar 6
N2_5Bar 6
Tanpa_N2 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Penyabunan
Katalis Tekanan Mean Std. Deviation N
3%KNi N2_10Bar 221,9167 1,74749 3
N2_2Bar 224,0367 1,03351 3
N2_5Bar 217,2233 5,18384 3
Tanpa_N2 243,9300 1,20835 3
Total 226,7767 10,93285 12
5%KNi N2_10Bar 221,3167 1,94706 3
N2_2Bar 219,1033 ,29143 3
N2_5Bar 204,6800 1,11946 3
Tanpa_N2 242,2000 ,70548 3
Total 221,8250 14,01793 12
Total N2_10Bar 221,6167 1,68698 6
N2_2Bar 221,5700 2,78614 6
N2_5Bar 210,9517 7,64531 6
Tanpa_N2 243,0650 1,29653 6
Total 224,3008 12,55153 24
Tests of Between-Subjects Effects
114
Dependent Variable: Penyabunan
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 1211008,009(a) 8 151376,001 31800,790 ,000
Katalis 147,114 1 147,114 30,905 ,000
Tekanan 3269,738 3 1089,913 228,967 ,000
Katalis * Tekanan 130,425 3 43,475 9,133 ,001
Error 76,162 16 4,760
Total 1211084,171 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Dari tabel ANOVA di atas terlihat bahwa interaksi antara Katalis dan tekanan nyata, terlihat dari nilai sig. atau p-value 0.001 (< 0.05). Karena interaksinya nyata maka dilakukan uji lanjut interaksi Untuk uji interaksi, kita menguji interaksi antara kombinasinya.
UJI INTERAKSI Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Penyabunan
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 1211008,009(a) 8 151376,001 31800,790 ,000
interaksi 1211008,009 8 151376,001 31800,790 ,000
Error 76,162 16 4,760
Total 1211084,171 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Penyabunan Duncan
interaksi N
Subset
1 2 3 4 5
5%*5Bar 3 204,6800
3%*5Bar 3 217,2233
5%*2Bar 3 219,1033 219,1033
5%*10Bar 3 221,3167 221,3167
3%*10Bar 3 221,9167 221,9167
3%*2Bar 3 224,0367
5%*0Bar 3 242,2000
3%*0Bar 3 243,9300
Sig. 1,000 ,307 ,153 ,166 ,346
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4,760. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
Dari uji interaksi di atas, terlihat bahwa pengaruh tertinggi adalah interaksi antara
katalis 3% dan 0 bar (tanpa tekanan)
115
3. BILANGAN ASAM
Between-Subjects Factors
N
Katalis 3%KNi 12
5%KNi 12
Tekanan N2_10Bar 6
N2_2Bar 6
N2_5Bar 6
Tanpa_N2 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Abiosin
Katalis Tekanan Mean Std. Deviation N
3%KNi N2_10Bar 129,4333 ,05774 3
N2_2Bar 125,3600 ,18330 3
N2_5Bar 127,5167 1,65712 3
Tanpa_N2 127,3967 1,05642 3
Total 127,4267 1,72465 12
5%KNi N2_10Bar 112,0000 ,12530 3
N2_2Bar 123,1333 ,49652 3
N2_5Bar 114,9400 2,64535 3
Tanpa_N2 116,7500 4,20154 3
Total 116,7058 4,76311 12
Total N2_10Bar 120,7167 9,54903 6
N2_2Bar 124,2467 1,26470 6
N2_5Bar 121,2283 7,16585 6
Tanpa_N2 122,0733 6,44306 6
Total 122,0663 6,50049 24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abiosin
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 358518,337(a) 8 44814,792 12443,354 ,000
Katalis 689,618 1 689,618 191,480 ,000
Tekanan 43,666 3 14,555 4,042 ,026
Katalis * Tekanan 180,987 3 60,329 16,751 ,000
Error 57,624 16 3,602
Total 358575,961 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
116
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abiosin
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 358518,337(a) 8 44814,792 12443,354 ,000
interaksi 358518,337 8 44814,792 12443,354 ,000
Error 57,624 16 3,602
Total 358575,961 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Abiosin Duncan
interaksi N
Subset
1 2 3 4 5
5%*10Bar 3 112,0000
5%*5Bar 3 114,9400 114,9400
5%*0Bar 3 116,7500
5%*2Bar 3 123,1333
3%*2Bar 3 125,3600 125,3600
3%*0Bar 3 127,3967 127,3967
3%*5Bar 3 127,5167 127,5167
3%*10Bar 3 129,4333
Sig. ,076 ,260 ,170 ,205 ,230
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3,602. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
117
4. ABIETAT KASAR Between-Subjects Factors
N
Katalis 3%KNi 12
5%KNi 12
Tekanan N2_10Bar 6
N2_2Bar 6
N2_5Bar 6
Tanpa_N2 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Abietat_kasar
Katalis Tekanan Mean Std. Deviation N
3%KNi N2_10Bar 111,3267 ,11060 3
N2_2Bar 112,2833 ,14434 3
N2_5Bar 104,1133 ,89002 3
Tanpa_N2 117,5667 ,70946 3
Total 111,3225 5,03002 12
5%KNi N2_10Bar 112,0000 ,12530 3
N2_2Bar 123,1333 ,49652 3
N2_5Bar 114,9400 2,64535 3
Tanpa_N2 116,7500 4,20154 3
Total 116,7058 4,76311 12
Total N2_10Bar 111,6633 ,38365 6
N2_2Bar 117,7083 5,95178 6
N2_5Bar 109,5267 6,18717 6
Tanpa_N2 117,1583 2,73177 6
Total 114,0142 5,52368 24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abietat_kasar
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 312630,794(a) 8 39078,849 11913,572 ,000
Katalis 173,882 1 173,882 53,010 ,000
Tekanan 295,180 3 98,393 29,996 ,000
Katalis * Tekanan 180,208 3 60,069 18,313 ,000
Error 52,483 16 3,280
Total 312683,278 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
118
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abietat_kasar
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 312630,794(a) 8 39078,849 11913,572 ,000
interaksi 312630,794 8 39078,849 11913,572 ,000
Error 52,483 16 3,280
Total 312683,278 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Abietat_kasar Duncan
interaksi N
Subset
1 2 3 4 5
3%*5Bar 3 104,1133
3%*10Bar 3 111,3267
5%*10Bar 3 112,0000 112,0000
3%*2Bar 3 112,2833 112,2833
5%*5Bar 3 114,9400 114,9400
5%*0Bar 3 116,7500
3%*0Bar 3 117,5667
5%*2Bar 3 123,1333
Sig. 1,000 ,549 ,077 ,111 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3,280. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
119
5. ASAM ABIETAT
Between-Subjects Factors
N
Katalis 3%KNi 12
5%KNi 12
Tekanan N2_10Bar 6
N2_2Bar 6
N2_5Bar 6
Tanpa_N2 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Asam_Abietat
Katalis Tekanan Mean Std. Deviation N
3%KNi N2_10Bar 81,9900 ,05568 3
N2_2Bar 55,7600 ,03606 3
N2_5Bar 56,5200 ,04359 3
Tanpa_N2 52,9600 ,02646 3
Total 61,8075 12,24908 12
5%KNi N2_10Bar 50,3500 ,05568 3
N2_2Bar 29,1500 ,04359 3
N2_5Bar 26,5300 ,02646 3
Tanpa_N2 47,7200 ,03464 3
Total 38,4375 11,15335 12
Total N2_10Bar 66,1700 17,33001 6
N2_2Bar 42,4550 14,57494 6
N2_5Bar 41,5250 16,42623 6
Tanpa_N2 50,3400 2,87020 6
Total 50,1225 16,54473 24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Asam_Abietat
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 66590,082(a) 8 8323,760 4790653,381 ,000
Katalis 3276,941 1 3276,941 1886009,439 ,000
Tekanan 2341,663 3 780,554 449239,856 ,000
Katalis * Tekanan 677,118 3 225,706 129902,676 ,000
Error ,028 16 ,002
Total 66590,110 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
120
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Asam_Abietat
Source Type II Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 66590,082(a) 8 8323,760 4790653,381 ,000
interaksi 66590,082 8 8323,760 4790653,381 ,000
Error ,028 16 ,002
Total 66590,110 24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Asam_Abietat Duncan
interaksi N Subset
1 2 3 4 5 6 7 8
5%*5Bar 3 26,5300
5%*2Bar 3 29,1500
5%*0Bar 3 47,7200
5%*10Bar 3 50,3500
3%*0Bar 3 52,9600
3%*2Bar 3 55,7600
3%*5Bar 3 56,5200
3%*10Bar 3 81,9900
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,002. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.