Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 637
KAJIAN PERCEPATAN DISEMINASI INOVASI M-KRPL
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN KELUARGA
DI PROVINSI JAWA BARAT
Sri Hartati1 dan Agus Hasbianto
2
1Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan
Jl. A. Yani km. 35 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan
Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman pangan, obat-obatan, ikan, ternak dan lain-
lain berprosfek untuk pendapatan jika dikelola dengan baik. Ketahanan dan kemandirian
pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga (pernyataan Presiden RI, komperensi DKP
di JICC, 2010), dengan demikian berarti pemanfaatan lahan pekarangan untuk
pengembangan pangan rumah tangga sebagai alternatif mewujudkan kemandirian pangan
rumah tangga tersebut. Perhatian/minat masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan
relatif masih kurang dan pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan
pekarangan belum banyak berkembang seperti yang diharapkan. Makalah ini dibuat
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan
serta jejaring kerjasama dalam implementasi M-KRPL spesifik lokasi. Data diperoleh
melalui survey, FGD dan indepth interview dengan pendekatan PRA pada 30 KK/RPL dari
Kecamatan Sindang Sari dan Kecamatan Babakan Jati Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa
Barat. Dari hasil kajian diketahui bahwa KRPL mulai dapat diterima masyarakat jawa barat
dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan serta jejaring kerjasama dalam
implementasi karena mempunyai dampak langsung bagi rumah tangga dan menunjang
kebutuhan pangan keluarga.
Kata kunci : pemanfaatan lahan pekarangan, KRPL, ketahanan pangan.
Pendahuluan
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) mengacu pada konsep M-KRPL (Model
Kawasan Rumah Pangan Lestari) yang merupakan salah satu kegiatan dari Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian melalui BPTP selaku unit pelaksana teknis yang berada di
setiap provinsi di Indonesia melalui dengan dukungan inovasi teknologi dan bimbingan
teknis spesifik lokasi mendorong optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan yang masih
belum optimal dimanfaatkan (10,3 juta ha atau 14 % dari keseluruhan luas lahan pertanian
secara nasional) (Anonim, 2011), namun berpotensi sebagai penyedia bahan pangan yang
bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Perhatian/minat masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih
kurang dan pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum
banyak berkembang seperti yang diharapkan. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 638
tanaman pangan, obat-obatan, ikan, ternak dan lain-lain berprosfek untuk pendapatan jika
dikelola dengan baik.
Ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga
(pernyataan Presiden RI, komperensi DKP di JICC, 2010), dengan demikian berarti
pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga sebagai
alternatif mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga tersebut.
Saat ini kawasan rumah pangan lestari mulai berjalan dan tersebar di wilayah
Indonesia, begitu juga di wilayah provinsi jawa barat. Untuk mendukung ketahanan pangan
keluarga di Jawa Barat, maka Kajian yang berjudul percepatan diseminasi inovasi M-KRPL
Mendukung ketahanan pangan keluarga dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengidentifikasikan dan menganalisis aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan serta jejaring
kerjasama dalam implementasi M-KRPL spesifik lokasi.
Metodologi
Data diperoleh melalui survey, FGD dan indepth interview (wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner) di lokasi kajian dengan pendekatan PRA. Responden merupakan
kooperator awal maupun pengembangan (eskalasi) sebanyak 30 KK (30 RPL) dari
Kecamatan Sindang Sari (15 RPL) dan Kecamatan Babakan Jati (15 RPL) Kabupaten
Kuningan Provinsi Jawa Barat. Analisis data secara deskriptif dan tabulasi, analisis
kelembagaan digunakan untuk merumuskan model kelembagaan dan jejaring kerjasama
dalam implementasi M-KRPL, sedangkan analisis anggaran parsial untuk menghitung
penghematan pengeluaran rumah tangga.
Hasil Dan Pembahasan
Desa Sindangsari berbatasan dengan Desa Ancaran/Kec. Kuningan (Utara), Desa
Lengkong/Kec. Garawangi (Selatan), Desa Kaduagung/Kec. Sindang Agung (Timur) dan
Kelurahan Cijoho/Kec. Kuningan (Barat), dengan membawahi 5 Dusun, yaitu; Dusun
Kaliwon, Dusun Manis, Dusun Pahing, Dusun Puhun dan Dusun Wage. Desa Babakanjati
berbatasan dengan Desa Ciawi Gajah/Kec. Beber (Utara), Desa Timbang/Kec. Ciganda
Mekar (Selatan), Desa Winduhaji /Kec. Sedang (Timur) dan Desa Timbang/Kec. Ciganda
mekar (Barat) yang memiliki empat dusun, yakni Dusun I, Dusun II, Dusun III dan Dusun
IV.
Luas lahan pekarangan dan pemukiman di desa sindangsari 1,72 % dan 22,06 %,
adapun luas pekarangan dan pemukiman di desa babakan jati sebesar 7,09 % dan 11,35 %
dari total luas wilayah masing-masing desa. Luas wilayah menurut penggunaan di dua
lokasi kajian seperti terlihat pada Tabel 1.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 639
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Di Kab. Kuningan Provinsi Jabar
Luas Wilayah Menurut
Penggunaan
Desa Sindang sari Kecamatan
Sindang Agung
Desa Babakanjati
Kec. Cigandamekar
Pemukiman 30,793 ha/m2 16,000 ha/m
2
Persawahan 94,005 ha/m2 105,000 ha/m
2
Perkebunan 7,005 ha/m2 2,000 ha/m
2
Kuburan 1,612 ha/m2 3,500 ha/m
2
Pekarangan 2,397 ha/m2 10,000 ha/m
2
Perkantoran 0,079 ha/m2 1,000 ha/m
2
Prasarana umum 3,491 ha/m2 3,488 ha/m
2
Jumlah luas 139,570 ha/m2 140,988 ha/m
2
Sumber : Profil Desa Sindangsari dan Desa Babakanjati, 2011
Keragaan sumber daya manusia di dua lokasi kajian yang berpotensi untuk
mendukung pelaksanaan keglatan M-KRPL terlihat pada tabel 2 dengan jumlah kepala
keluarga masing-masing sebanyak 849 KK (desa sindang sari) dan 603 KK (desa
babakanjati).
Tabel 2. Potensi Sumber Daya Manusia Di Kabupaten Kuningan Provinsi Jabar
Potensi SDM Desa Sindang sari
Kecamatan Sindang
Agung
Desa Babakanjati
Kec. Cigandamekar
1. Laki-laki
1.529 Orang
1.122 Orang
2. Perempuan 1.472 Orang 1.208 Orang
3. Kepala Keluarga 849 KK 603 KK
4. Penduduk usia 18-56 th
Perempuan 828 Orang 900 Orang
Laki-laki 856 Orang 802 Orang
5. Penduduk masih sekolah
(usia 7-18 tahun)
Perempuan 297 Orang 286 Orang
Laki-laki 367 Orang 106 Orang
Sumber : Profil Desa Sindangsari dan Desa Babakanjati, 2011
Sumber mata pencaharian pokok warga desa sindangsari adalah sektor pertanian
dengan komposisi jenis pekerjaan antara lain; petani (24,03 %), buruh tani (27,62 %), PNS
(4,97 %), pedagang keliling (2,35 %) dan peternak (0,07 %). Sektor pertanian juga
merupakan sumber mata pencaharian pokok di desa babakanjati, dimana jenis pekerjaan
yang dilakukan sebagai petani (40,22 %), buruh tani (47,28 %), PNS (2,17 %), pedagang
keliling (0,11 %) dan peternak (1,20 %).
Lingkungan di sekitar perumahan penduduk di lokasi kajian (desa sindangsari dan
desa babakanjati) sudah tertata rapi dengan cara penataan disesuaikan dengan luasan
pekarangan yang dimiliki. Pada awal kegiatan tanaman-tanaman yang ditanam terutama
sayuran yang ada di pekarangan masih belum termanfaatkan secara optimal, hal ini
dikarenakan para ibu masih sayang untuk memanennya, sehingga cendrung belum
menikmati hasil tanaman yang dipeliharanya. Jadi tanaman dipekarangan hanya dirawat dan
dibiarkan tumbuh baik tapi tidak dikonsumsi. Namun saat kajian dilakukan ibi-ibu sudah
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 640
memanen tanaman (sayuran) untuk dikonsumsi, diberikan bagi yang membutuhkan bahkan
dijual dan menggantikannya dengan bibit yang baru. Ketersediaan air di lokasi kajian
terbatas karena hanya memiliki sungai dengan debit kecil. Saat musim kemarau tanaman
yang ada dipekarangan menjadi layu bahkan banyak yang mati, sehingga responden
cendrung tidak melalukan penanaman lanjutan diakibatkan kekurangan air.
Karakteristik responden RPL pada kajian ini pada umumnya adalah ibu – ibu dengan
pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga (70 %), PNS (6,67 %), dan kepala dusun/honor
guru/PTT Swasta (23,33 %). Usia responden berkisar antara 25-46 tahun dengan pendidikan
terakhir antara 9-16 th (53,33 %) dan usia > 46 tahun dengan pendidikan terakhir antara 6-
17 th (46,67 %).
Saat ini kawasan rumah pangan lestari mulai berjalan dan tersebar di wilayah Indonesia,
begitu juga di wilayah provinsi jawa barat. Kajian percepatan diseminasi inovasi M-KRPL
Mendukung ketahanan pangan keluarga yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasikan dan menganalisis aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan serta jejaring
kerjasama dalam implementasi M-KRPL spesifik lokasi.
Implementasi dan Eskalasi m-KRPL
Pengembangan M-KRPL di Desa Sindangsari, Kecamatan Sindang Agung dimulai
bulan Nopember 2011, sedangkan dan Desa Babakanjati Kecamatan Cigandamekar yang
baru dimulai pada bulan Maret 2012, kedua desa kajian ini berada pada Kabupaten
Kuningan Jawa Barat. Kegiatan M-KRPL dimulai dengan memberdayakan dasawisma (10
KK) yang sudah ada di lokasi kajian yang merupakan kerjasama antara PKK, BKKBN,
Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian melalui program KWT dengan kegiatan UPGK yang
telah berlangsung empat tahun yang lalu, kemudian didukung oleh aparat desa, penyuluh
pertanian, dan tokoh masyarakat.
Tabel 3. Perkembangan dan jumlah peserta M-KRPL menurut strata di Desa Sindangsari,
Kecamatan Sindang Agung-Kuningan-Jawa Barat, 2011-2012
Keterangan Jumlah (KK) Perubahan (%)
1. Perkembangan peserta
a. RPL Awal (Nop’-Des’ 2011) 40 -
b. RPL 3 bulan (Peb’- Mar’ 2011) 60 150
c. RPL saat survey kajian (September
2012) 110 111,36
2. Komposisi menurut strata Jumlah (KK) %
a. Strata sempit (< 100m2) 75 68,18
b. Strata Sedang (100-200 m2) 30 27,27
c. Strata Luas (>200 m2) 5 4,55
Sumber: data primer, diolah.
Jumlah kepala keluarga Masing-masing desa pada awal kegiatan berjumlah 40 KK
(Tabel 3 DAN Tabel 4.). Pada tiga bulan berikutnya jumlah peserta yang menerapkan M-
KRPL di lokasi kajian bertambah hingga 150% - 220%, Jumlah ibu-bu rumah tangga yang
ingin mengimplentasikan program ini juga meningkat pada bulan-bulan selanjutnya. Hal ini
terbukti pada September 2012 peserta program ini menjadi 110 KK (desa sindangsari) dan
98 KK (desa babakanjati) meningkat antara 111,36% - 183,33 % dibandingkan pada bulan
sebelumnya. Dengan demikian, selama bulan Nopember 2011 – September 2012 dan
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 641
bulan Maret 2012 – September 2012 jumlah peserta M-KRPL (KK) di Desa Sindangsari
Kecamatan Sindang Agung dan Desa Babakanjati Kecamatan Cigandamekar Kabupaten
Kuningan Jawa Barat terus meningkat, seperti juga ditunjukkan oleh Gambar 4 dan 5.
Jumlah peserta ini juga diperkirakan akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya.
Gambar 4. Perkembangan jumlah RPL (KK) Desa Sindangsari, Kec. Sindang Agung
2011-2012 (Sumber: Tabel 3 diolah).
Tabel 4. Perkembangan dan jumlah peserta M-KRPL menurut strata di Desa Babakanjati,
Kecamatan Cigandamekar -Kuningan-Jawa Barat, 2012
Keterangan Jumlah (KK) Perubahan (%)
1. Perkembangan peserta
a. RPL Awal (Mar’-Apr’ 2012) 40 -
b. RPL 3 bulan (Juni - Juli 2012) 88 220
c. RPL saat survey kajian (September
2012) 98 183,33
2. Komposisi menurut strata Jumlah (KK) %
a. Strata sempit (< 100m2) 70 71,43
b. Strata Sedang (100-200 m2) 25 25,51
c. Strata Luas (>200 m2) 3 3,06
Sumber: data primer, diolah.
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 642
Gambar 5. Perkembangan jumlah RPL (KK) Desa Babakanjati, Kec. Cigandamekar
Kuningan-Jawa Barat, Tahun 2012 (Sumber: Tabel 4 diolah).
Jumlah peserta yang menerapkan program ini tidak hanya pada lokasi kajian, akan
tetapi sejak Maret 2011 dan Juli 2012 telah diadopsi oleh sebanyak 28 KK di luar desa
sindangsari dan babakanjati. Kondisi ini menunjukkan bahwa M-KRPL telah banyak
diminati warga desa terutama oleh ibu-ibu rumah tangga. Dilihat dari strata pengembangan
program ini, tampaknya lebih banyak diimplementasikan dalam strata sempit. Hal ini
terlihat dari sebanyak 110 KK (desa sindangsari) dan 98 KK (desa babakanjati) yang
menerapkan program ini ada 68,18 % dan 71,43 pada strata sempit (<100 m2
) (Tabel 3,4
dan Gambar 6 dan 7.). Sementara yang menerapkan pada strata sedang (100 – 200 m2)
sebesar 27,27% dan 25,51%, sedangkan pada strata luas (> 200 m2 ) hanya 4,55% dan
3,06%.
Gambar 6. Komposisi Jumlah Peserta RPL (%) Menurut Strata di Desa Sindangsari
Kecamatan Sindang Agung Kabupaten Kuningan- Jawa Barat, 2012 (Sumber:
Tabel 3 diolah).
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 643
Gambar 7. Komposisi Jumlah Peserta RPL (%) Menurut Strata Desa Babakanjati
Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan- Jawa Barat, 2012 (Sumber:
Tabel 4 diolah).
Keragaan sumber informasi untuk mengetahui M-KRPL dan alasan peserta RPL
menerapkannya disajikan pada Tabel 5. Sebagian besar responden (80%) mengatakan
bahwa penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang ada di desa Sindangsari dan desa
Babakanjati sebagai sumber informasi tentang adanya program M-KRPL, kemudian sebesar
63,33 % dengan melihat langsung program ini di Kebun Benih Desa (KBD). Responden
juga mengatakan bahwa mereka tahu program ini karena informasi dari BPTP Jabar dan
mendengar dari tetangganya dengan persentase yang sama yakni sebanyak 60 %.
Tabel 5. Sumber informasi dan alasan peserta mengembangkan RPL di Desa Sindangsari,
Kecamatan Sindang Agung 2011-2012 dan Desa Babakanjati, Kecamatan
Cigandamekar Kuningan-Jawa Barat, Tahun 2012
Keterangan %
1. Sumber Informasi
a. Melihat langsung 63,33
b. Tetangga 60,00
c. PPL 80,00
d. BPTP 60,00
2. Alasan tertarik mengembangkan RPL
a. Hobby 80,00
b. Ikut—ikutan 53,33
c. Supaya ada kegiatan 56,67
d. Mendapat ilmu bertanam sayuran 3,33
e. Mengurangi pengeluaran keluarga 13,33
f. Menghilangkan stress 3,33
g. Menambah estetika pekarangan 16,67
Sumber: data primer, diolah.
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 644
Informasi awal mengenai M-KRPL pertama kali diperoleh warga Desa Sindangsari
dan Desa Babakanjati pada dasarnya melalui sosialisasi oleh tim MKRPL Badan Litbang
Kementerian Pertanian termasuk BBP2TP dan BPTP Jabar serta sosialisasi oleh PPL yang
dilakukan di salah satu rumah warga (Desa Sindangsari) bulan Nopember - Desember 2011
dan di Balai Desa (Desa Babakanjati) pada bulan Maret - April 2012.
Ada beberapa alasan kenapa responden tertarik untuk mengembangkan M-KRPL.
Diantaranya adalah karena hobby, seperti dikatakan oleh sebanyak 80,0% responden. Selain
karena hobby, alasan lainnya adalah karena ikut-ikutan tetangga, bermanfaat kesehatan
untuk keluarga, menambah estetika pekarangan, menghilangkan stress dan mendapatkan
ilmu bertanam sayuran (tabel. 5).
Peserta dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga bahwa dengan menanam sayuran di
pekarangannya akan mengurangi pengeluaran keluarga (beli sayur, biaya transport) dan
tenaga dibandingkan kalau sayuran tersebut di beli di pasar atau supermarket. Program ini
cendrung mampu membatasi penggunaan pestisida sehingga produk akan lebih sehat
dibandingkan sayuran sejenis yang terdapat di pasar disamping tanaman tersebut lebih segar
(karena baru dipetik ketika akan dimasak) selain itu oksigen cendrung lebih tersedia di
lingkungan tempat tinggal.. Oleh karena itu program ini berpotensi untuk menjaga kesehatan
keluarga dan mendukung indonesia sehat disamping untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga. Disisi lain peserta RPL cendrung mendapatkan ilmu bercocok tanam (teknik
budidaya) di pekarangan juga dapat mengenal jenis sayur-sayuran yang belum pernah dilihat
sebelumnya. Melihat sayuran-sayuran hijau di halaman rumah bisa juga mengurangi emosi
(stress) dan pada saat yang sama juga menambah estetika pekarangan rumah.
Luas kepemilikan lahan pekarangan ternyata berpengaruh terhadap tujuan penerapan
RPL. Keragaan tujuan menerapkan RPL menurut katagori strata disajikan pada Tabel 6
berikut. Tampak bahwa responden pada strata sempit dan strata sedang mengatakan bahwa
tujuan utama mereka menerapkan RPL cendrung untuk menambah pendapatan keluarga, hal
ini terlihat dari persentase cendrung lebih besar (46,67 % dan 16,67 %) dibanding tujuan
yang lain. Hal ini diduga karena sebagian tanaman yang dihasilkan diharapkan dapat dijual
nantinya, walaupun saat ini masih cendrung untuk keperluan rumah tangga sendiri, minimal
biaya pengeluaran rutin untuk membeli kebutuhan pangan, terutama sayur-sayuran dapat
disimpan/dialokasikan untuk keperluan lain dalam keluarga.
Kemudian persentase dari tujuan responden dalam pengembangan RPL juga untuk
mengurangi biaya membeli kebutuhan pangan, terutama sayuran dan meningkatkan
ketersediaan pangan keluarga yang masing-masing sebesar 33,33 % pada strata sempit,
13,33 % pada strata sedang dan strata luas (6,67 %). Hal ini dengan mudah dapat dimengerti
bahwa dengan luasan lahan yang relatif sempitpun apalagi luasan lahan yang lebih luas
(strata 2,3), jika pengelolaanya dilakukan dengan benar dan baik, berkelanjutan yang
tentunya didukung dengan motivasi kerja yang tinggi serta dilakukan secara intensif
melalui pendekatan GAP (Good Agricultural Practices) tentunya akan ada kelebihan hasil
yang bisa dijual sebagai sumber baru pendapatan keluarga.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 645
Tabel 6. Tujuan utama peserta mengembangkan RPL di Desa Sindangsari, Kecamatan
Sindang Agung 2011-2012 dan Desa Babakanjati, Kecamatan Cigandamekar
Kuningan-Jawa Barat, Tahun 2012
Keterangan
Strata
Sempit (%) Sedang (%) Luas
(%)
1. Tujuan mengembangkan KRPL
a. Meningkatkan ketersediaan pangan
keluarga 33.33 13,33 6,67
b. Mengurangi biaya membeli kebutuhan
pangan 33,33 13,33 6,67
c. Menambah pendapatan keluarga 46,67 16,67 6,67
2. RPL dapat mengurangi pengangguran
a. Ya 56.67 23,33 10.00
b. Tidak 10,00 10.00 00.00
Sumber: data primer, diolah.
Selain berpotensi untuk menambah pendapatan keluarga, mampu mengurangi biaya
untuk membeli pangan (terutama sayur-sayuran) dan menambah ketersediaan pangan,
ternyata program ini juga diperkirakan mampu menyediakan kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat. Responden dari katagori strata sedang dan luas mengatakan setuju
kalau program ini mampu mengurangi jumlah pengangguran jika lahan yang dimiliki
dikelola secara profesional. Pendapat ini juga didukung oleh sebanyak 56,67% responden
katagori strata sempit. Kondisi ini menunjukkan bahwa program KRPL selain mempu
menambahkan ketahanan pangan keluarga juga cukup membantu program pemerintah
dalam mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
Tanaman yang paling digemari peserta RPL dari desa sindangsari adalah (1) Kailan,
(2) Pakcoy, (3) Kubis, (4) Cabe rawit, (5) Brunko/bunga kol, sedangkan pada desa
babakanjati ; (1) Pakcoy, (2) Kailan, (3) Selada, (4) Brunko/bunga kol, (5) Cabe besar.
Tabel 7 menyajikan jenis tanaman yang ditanam oleh Responden RPL (KK) menurut
katagori strata. Pada strata 1 rata-rata setiap rumah tangga responden menanam 5 sampai 7
jenis komoditas yang ditanam dalam polibag ataupun pot. Dari jumlah tersebut cendrung
semua dari tanaman sayuran (100 %). Sementara Rumah tangga responden yang memiliki
lahan sedang (strata 2) rata-rata menanam 11 komoditas, yang terdiri dari sebanyak 80%
tanaman sayuran, dan tanaman buah-buahan dan ternak/ikan masing-masing 10% dan 10%.
Sedang lahan luas (strata 3) hingga mencapai 18 komoditas. Pola penataan yang digunakan
juga bervariasi seperti dalam polibag, pot, bedengan, langsung di lahan pekarangan, dan ada
juga yang menggunakan rak vertikultur (bamboo, talang air). Sebagai pengganti polibag,
warga memanfaatkan botol aqua (plastik) dan ember cor bekas sebagai pengganti pot,
sehingga bisa menekan biaya peralatan disamping mengurangi pencemaran lingkungan.
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 646
Tabel 7. Jenis komoditas yang ditanam peserta RPL Menurut Strata M-KRPL di Desa
Sindangsari, Kecamatan Sindang Agung 2011-2012 dan Desa Babakanjati,
Kecamatan Cigandamekar Kuningan-Jawa Barat, Tahun 2012
Lokasi kajian Katagori Jenis komoditas Komoditas
Prioritas
Alasan memilih
komoditas
prioritas
Desa
Sindangsari,
Kecamatan
Sindang
Agung
Strata 1
(Lahan
sempit)
Seledri, Caysim, Cabe
merah/hijau Cabe rawit,
Tomat, Selada, Pakcoy
Bayam hijau/merah.
Kangkung Kalian, Kembang
kol, bawang daun, brokoli,
terong, kemangi, kembang
kol, paria, Mentimun, kol,
labu siam, sesin, sirih/sereh,
nangka, sawi, kacang
panjang, lenca, kencur, jahe,
kabocha, zhucini.
- Seledri
- Selada
- Cabe rawit
- Kailan
Mudah dijual dan
enak dimakan.
Mencoba
budidaya tanaman
yang baru dikenal
untuk konsumsi
sendiri.
Strata 2
(Lahan
sedang)
Seledri, Caysim, Cabe
merah/hijau Cabe rawit,
Tomat, Selada, Pakcoy
Bayam hijau/merah.
Kangkung Kalian, Kembang
kol, bawang daun, brokoli,
terong, kemangi, kembang
kol, paria, Mentimun, kol,
labu siam, sesin, sirih/sereh,
nangka, sawi, kacang
panjang, lenca, kencur, jahe,
kabocha, zhucini, Brotowali,
lavende, sirih/sereh merah,
lavender, jeruk nipis,
rambutan, alpukat, pisang,
anggur, kolam ikan (lele,
nila,gurame dll),, ayam,
sepia, kedondong, jambu
bol, roya, belimbing, daun
katuk.
- Ikan nila
- Ayam
kampung
Harga mahal,
mudah
memeliharanya
dan bisa
dikonsumsi
sendiri/tidak beli
ikan/ayam untuk
keluarga.
Strata 3
(Lahan
Luas)
Aneka Sayuran petik, Aneka
sayuran buah (oyong,dll)
kolam ikan, ternak ayam
kampung
Komoditas
Sesuai
keperluan
keluarga dan
kebutuhan
masyarakat
Mudah dijual dan
dipasarkan
disamping
konsumsi
keluarga sendiri
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 647
Lokasi kajian Katagori Jenis komoditas Komoditas
Prioritas
Alasan
memilih
komoditas
prioritas
Desa Babakan
jati,
Kecamatan
Cigandamekar
Strata 1
(Lahan
sempit)
Pokcoy, Cabe merah,
Cabe rawit, kalian,
Tomat, Selada, terong,
selada, Kangkung,
timun suri, paria,
seledri, cukini, timun
suri, daun bawang, kol,
caysim,bayamhijau/me
rah, kaboca.
- Cabe rawit
- Kangkung
- Seledri
Untuk
konsumsi
sendiri
Strata 2
(Lahan
sedang)
Pokcoy, Cabe merah,
Cabe rawit, kalian,
kacang panjang,Tomat,
Selada, terong, selada,
Kangkung, timun suru,
paria, ikan nila, seledri,
cukini, timun suri, daun
bawang, kol,
caysim,bayam
hijau/merah,
kaboca.Lenca, kacang
panjang, sirih/sereh,
jahe, pisang, ikan lele
- Kacang
panjang
- Cabe rawit
- Kangkung
- pisang
Untuk
konsumsi
sendiri dan
mudah dijual
Strata 3
(Lahan
Luas)
Aneka Sayuran petik,
Aneka sayuran buah
(oyong,dll) kolam
ikan, ternak ayam
kampung
Ayam kampong dan
kolam ikan (lele, nila,
mas), domba.
- Ayam
Kampung
- Ikan lele dan
nila
Untuk
konsumsi
sendiri dan
mudah
dipasarkan
Sumber: data primer, diolah
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 648
Selain informasi di atas, kajian ini juga menunjukkan bahwa hingga bulan
September 2012, sayuran petik yang sudah dipanen antara lain kangkung, caysim, pakcoy,
seledri, cabe rawit, kacang panjang, kalian, kembang kol, kangkung, terong, ikan
lele/gurame/mas, ayam kampung dan selada. Hasil panen sayuran pada umumnya (80%)
dikonsumsi oleh setiap rumah tangga. Kelebihan hasil panen diberikan kepada sanak
saudara dan tetangga (6,66%). Namun, komoditas seperti seledri, terong, kangkung, selada
bokor, kembang kol, brokoli,kalian dan tomat memiliki nilai ekonomi dan mudah untuk
dijual kepada pedagang keliling atau dibawa langsung ke pasar sayuran. Jumlah komoditas
ini sebesar 13,34%, seperti tertera pada Gambar 8.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 649
Gambar 8. Penggunaan Produk RPL di Kabupaten Kuningan Provinsi Jabar tahun 2012
(Sumber: data primer, diolah)
Aspek Sosial dan Ekonomi Dalam Pengembangan m-KRPL
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa pengembangan KRPL mampu mengurangi
biaya untuk membeli pangan (terutama sayur-sayuran), meningkatkan ketersediaan pangan,
dan juga untuk beberapa peserta menambah pendapatan keluarga. Kontribusi program ini
terhadap pengeluaran rumah tangga disajikan pada Tabel 8.
Hasil kajian menunjukkan bahwa nilai produk dari pengembangan program ini, kalau
disetarakan dalam bentuk rupiah pada katagori strata sempit rata-rata Rp 100.150,- per
bulan. Jumlah pengeluaran pangan (diluar minum dan rokok) untuk responden katagori ini
sekitar Rp 1.087.219,-. Oleh karena itu, program ini telah diperkirakan mampu
berkontribusi terhadap pengeluaran pangan keluarga sebesar 9,21%. Dengan kata lain,
pengembangan KRPL mampu mengurangi biaya pengeluaran pangan sebesar Rp 100.150,-
(seratus ribu seratus lima puluh rupiah) per bulan.
Sementara pada strata sedang, program ini telah mampu mengurangi biaya untuk
membeli pangan sekitar Rp 155.571,- per bulan atau sekitar 20,25% dari biaya pangan yang
diperlukan. Kontribusi program ini menurun pada pada strata luas. Kontribusinya hanya
mencapai 7,58% terhadap total pengeluaran pangan rumah tangga atau sekitar Rp
69.167,- rupiah per bulan. Hal ini terjadi karena ketersediaan air sangat terbatas, jumlah
tenaga kerja keluarga sedikit (2-3 orang) disamping itu peserta RPL bekerja sebagai guru.
Khusus pada strata luas, pengembangan program membutuhkan biaya dan tenaga yang lebih
besar dari pada strata sempit dan sedang, akan tetapi jika dikelola dengan benar dan baik
sesuai anjuran maka akan berpeluang untuk dijadikan sumber tambahan pendapatan
keluarga.
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 650
Tabel 8. Kontribusi KRPL terhadap pengeluaran pangan rumah tangga di Desa
Sindangsari, Kecamatan Sindang Agung 2011-2012 dan Desa Babakanjati,
Kecamatan Cigandamekar Kuningan-Jawa Barat, Tahun 2012
Keterangan Strata
Sempit Sedang Luas
1. Nilai produksi KRPL (Rp/bln)
a. Minimum 28.000 30.000 90.000
b. Maksimum 300.000 300.000 180.000
c. Rata-rata 100.150 155.571 69.167
2. Rasio antara nilai produk KRPL dan
pengeluaran pangan
a. Rata2 pengeluaran untuk pangan (Rp/bln) 1.087.219 758.143 912.300
b. Rasio nilai produksi KRPL dg pangan (%) 9,21 20,52 7,58
Sumber: data primer, diolah.
Selain mempunyai nilai ekonomi seperti ditunjukkan kontribusi terhadap
pengeluaran pangan keluarga, pengembangan program ini juga mempunyai dampak dan
manfaat lain bagi kehidupan masyarakat setempat, seperti:
1. Memanfaatkan waktu luang yang digunakan untuk menyiram dan mengurus tanaman
2. Mendapat pengetahuan baru terutama budidaya sayuran. Pada umumnya warga hanya
mengetahui bahwa sayuran itu hanya dapat dibudidayakan di dataran tinggi saja.
3. Membangun kepekaan sosial dengan membagikan hasil panen di rumah seperti
sayuran petik, ikan, buah kepada tetangga yang membutuhkan.
4. Llingkungan pemilik kandang ternak sapi jadi bersih, karena kotoran sapi nya diambil
oleh warga yang membutuhkan untuk pemupukan tanaman di RPL nya.
5. Membuat lingkungan tempat tinggal sejuk dan nyaman serta menimbulkan estetika
dan sumber oksigen menjadi lebih tersedia setiap saat.
6. Sarana pembelajaran dan studi banding untuk masyarakat (ibu-ibu) termasuk bagi
pelajar (TK, SD, SMP, SMA dll) dalam mengenal tanaman (pangan, ternak,
hortikultura dan biomedicine)
Aspek Kelembagaan Dan Proses Pelembagaan
Secara umum, aspek kelembagaan input, produksi, pemasaran, dan keuangan belum
berjalan seperti yang diharapkan. Namun demikian, proses pelembagaan pada beberapa
aspek sudah mulai dan potensi berjalan.
Saat ini peserta RPL dapat memanfaatkan dan memilih bibit yang ada di KBD.
Lokasi KBD di kampung Pahing RT. 02/RW.05 Desa Sindangsari dan Desa Babakanjati,
dengaidak kesulitan dalam mencari bibit tanaman. KBD dikelola oleh kelompok dan hasil
penjualan dijadikan modal kelompok karena KBD tidak hanya diperuntukkan untuk
kelompok saja namun siapapun yang memerlukan bibit tersebut dapat membelinya. Selain
KBD desa ada juga KBD dusun yang terdapat disetiap dusun dengan tujuan agar tidak harus
mencari bibit ke KBD desa namun peserta RPL sudah lebih dekat memperolehnya. KBD
desa sindang sari tidak hanya dimanfaatkan oleh warga desa sindang sari saja, namun
masyarakat dari luar desa bahkan luar kecamatan sudah memanfaatkan, seperti Desa Karang
Tunggal, Desa Purwawinangun, Desa Sindang Agung, Desa Taraju, Desa Sadamantra dan
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 651
Desa Winduherang. Namun bibit-bibit yang tersedia baru bibit sayuran, sedangkan bibit-
bibit lainnya seperti tanaman obat dan umbi-umbian belum tersedia.
Kelembagaan produksi relatif sudah berjalan bagus. Ibu-ibu sudah mulai akses
terhadap ketersediaan teknologi produksi. Hal ini ditunjukkan ketika peserta RPL punya
masalah dalam mengelola tanamannya, mereka dengan mudah mengubungi atau
berkonsultasi dengan PPL dan petugas dari BPTP Lembang melalui handphone, selain itu
pertemuan rutin 2 mingguan dilakukan peserta RPL untuk saling berdiskusi tentang tanaman
yang dipelihara.
Penggunaan produksi KRPL masih lebih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan
pangan keluarga, maka menyebabkan kelembagaan pemasaran produk belum berjalan
secara baik. Namun demikian, kelembagaan ini pada dasarnya belum terbangun, misalnya
dengan warung nasi, pedagang mei, dan pedagang sayur-sayur keliling. Kelebihan produk
KRPL dengan mudah dapat dijual kepada pelaku-pelaku tersebut. Apalagi sebenarnya
sayur-sayuran hasil KRPL mempunyai kwalitas lebih baik dibandingkan sayur-sayuran
lainnya, karena bebas dari pestisida serta menggunakan pupuk organik. Oleh karena itu,
konsumer akan lebih memilih produk ini sehingga pasarnya pun lebih terjamin.
Biaya yang dibutuhkan dalam mengelola M-KRPL relatif tidak banyak dan lebih
banyak disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga. Dengan demikian, sampai saat ini
peserta belum bersentuhan dengan kelembagaan keuangan yang ada saat ini. Namun
demikian, jika peserta butuh tambahan modal pada dasarnya kelembagaan keuangan yang
existing bisa dimanfaatkan, seperti BRI, dan beberapa jenis lembagaan keuangan lainnya.
Permasalahan Dalam Implementasi m-KRPL
Ada beberapa permasalahan yang menjadi hambatan dalam pengembangan program
ini, antara lain serangan hama yang hampir terjadi pada RPL (90 %) di lokasi kajian,
selebihnya (10%) berupa ; tenaga kerja, air, modal, ketersediaan pasar, ragam bibit dan
waktu untuk pemeliharaanya dan alsintan.
Peserta KRPL berusia > 46 tahun sebanyak 46,67 % dan 53,33% responden RPL
berumur ≤ 60 tahun. Dilihat dari usia cendrung membutuhkan tenaga kerja yang lebih
produktif untuk mendukung pengelolaan tanaman yang ditanam karena tenaga fisik
cendrung lebih banyak yang diperlukan, walaupun responden RPL masih memiliki motivasi
kerja yang tinggi. Pendidikan terakhir yang dimiliki adalah SD (23,34%), SMP (33,33%),
SMA (23,33 %) dan S1 (20 %), sehingga sebagian besar peserta RPL bekerja untuk
mendukung pendapatan keluarga..
Untuk keberlanjutan program ini diperlukan pengetahuan tentang teknologi
pengelolaan air dimusim kemarau dan adanya mesin pompa air, pendampingan oleh petugas
secara rutin/berkala baik dari PPL setempat, petugas BPTP Jabar, ibu kuwu atau tokoh
masyarakat. Selain itu ketersediaan bibit dengan jenis yang beragam tersedia agar peserta
RPL dapat memilih bibit sesuai dengan lokasi yang dimilikinya, kekompakan
kelompok/kawasan juga sangat diharapkan agar produk yang dihasilkan (kuantitas dan
kualitas) kedepan mudah untuk dijual ke pasar. KBD yang berada di desa dan KBD yang
berada di dusun hendaknya mampu melayani permintaan benih dalam jumlah yang cukup
banyak dan tersedia setiap saat paling tidak ada prioritas komoditas yang harus tersedia.
Pemasaran produk ke depan juga akan menghadapi masalah, terutama dari aspek
harga. Ketika hasil produksi melimpah maka peserta RPL akan mempunyai posisi relatif
lemah dibandingkan pedagang. Oleh karena itu, ke depan perlu dibentuk kelompok
pemasaran bersama (produk dikumpul dengan skala kawasan), sehingga pasarnya tidak
hanya sebatas warung nasi, tukang mie dan pedagang sayur keliling. Peserta KRPL melalui
Sri Hartati dan Agus Hasbianto : Kajian percepatan diseminasi inovasi m-KRPL | 652
kelompok tersebut diharapkan mampu mempunyai akses untuk memasarkan produksinya
sendiri ke pasar-pasar lainnya, dan bahkan diharapkan juga akses terhadap pasar modern
(supermarket).
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
1. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) mulai dapat diterima masyarakat (kelompok
sasaran) karena mempunyai dampak langsung bagi rumah tangga dan menunjang
kebutuhan pangan keluarga.
2. Motivasi masyarakat dan respon positif Pemangku kebijakan (stakeholders) mendukung
dalam percepatan Diseminasi inovasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari.
Saran
1. Penyuluh pertanian di lokasi agar selalu dilibatkan dalam kegiatan percepatan dan
perluasan KRPL untuk mendukung ketahanan pangan keluarga.
2. Peran pemerintah daerah (instansi terkait) diharapkan konsisten, komitmen dan
berkesinambungan dalam pelaksanaan program dan pendampingan.
Daftar Pustaka
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. 2011. Pedoman
Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta.
Sayogya. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Sri Hartati. 2011. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. IPB Press. Bogor.
Sri Hartati. 2011. Gulma dan Rempah Berkhasiat Obat. IPB Press. Bogor
Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan. Makalah
disampaikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia Yang
Diselenggarakan Di Jakarta Pada Tanggal 01 Oktober 2009
Zakaria,F.R. 2006. Ketahanan Pangan Sebagai Wujud Hak Asasi Manusia Atas Kecukupan
Pangan. Revitalisasi Pertanian Dan Dialog Peradapan. Kompas. Jakarta.
Suryana. 2010. Konsumsi Beras RI di Atas Rata-rata Dunia.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberit
acetak&id beritacetak=124-248