i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI TENGAH
AGUSTUS 2017
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI TENGAH
ii
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil.
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
lokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU.
Kritik, saran, masukan dan komentar dapat disampaikan kepada :
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah
Jl. Dr. Sam Ratulangi No.23 Palu
Telp : 0451 - 421181
Fax : 0451 - 421180
Email : [email protected]; [email protected];
[email protected]; [email protected]
www.bi.go.id
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-Nya maka
penyusunan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tengah
Periode Agustus 2017 telah dapat kami selesaikan. Buku KEKR ini kami susun dengan tujuan
untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan tentang perkembangan
ekonomi dan keuangan di Sulawesi Tengah. Adapun ruang lingkup dari buku KEKR Provinsi
Sulawesi Tengah ini meliputi kajian mengenai pertumbuhan ekonomi; keuangan pemerintah;
inflasi; stabilitas keuangan daerah; pengembangan akses keuangan dan UMKM;
penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah; ketenagakerjaan dan
kesejahteraan; serta prospek perekonomian dan inflasi ke depan.
Kami berharap informasi yang terangkum dalam buku KEKR ini dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber referensi bagi para pembuat kebijakan, kalangan akademisi,
investor dan pelaku dunia usaha, serta masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian dan
perhatian terhadap perekonomian Sulawesi Tengah.
Selanjutnya, pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu
kami terutama dalam penyediaan data dan informasi untuk penyusunan buku kajian ini.
Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan kualitas kajian kedepan, kami
mengharapkan saran, masukan dan tentunya update data dan informasi terkini dari seluruh
stakeholder. Buku kajian ini kami cetak dalam jumlah terbatas, dan untuk mendapatkan soft
file dapat diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/.
Semoga Tuhan YME selalu meridhoi setiap upaya kita dalam berkontribusi untuk
memajukan perekonomian di wilayah yang kita cintai ini. Terima kasih.
Palu, Agustus 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Ttd
Miyono
Deputi Direktur
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI TENGAH PERIODE AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Ritme pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mampu tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan mencapai 6,61% (yoy),
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,91% (yoy). Industri pengolahan terutama yang berasal dari
peningkatan nilai tambah sektor pertambangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang
meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini didorong oleh perbaikan kinerja ekspor seiring
membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang, terutama Tiongkok. Disisi lain, terdapat perbaikan
produksi dari sisi sektor pertanian terutama pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan,
seiring dengan berakhirnya kondisi anomali cuaca El Nino dan La Nina. Produksi yang tersebar
berpengaruh positif terhadap kenaikan pertumbuhan meski masih dalam skala yang terbatas. Pada
tiwulan II 2017, output sektor industri pengolahan belum dapat menghasilkan ritme pertumbuhan yang
sama dengan periode puncak sebagaimana yang terjadi pada triwulan II 2016. Kondisi produksi smelter
baru di Kabupaten Morowali Utara yang belum optimal, dan belum selesainya pembangunan pabrik
pengolahan amonia di Kabupaten Banggai merupakan beberapa faktor yang menyebabkan akselerasi
pertumbuhan tidak setinggi periode sebelumnya. Pembangunan pabrik amonia diharapkan selesai pada
November 2017 sehingga dapat memberikan tambahan peningkatan output industri pengolahan dan
meningkatkan kontribusi ekspor terhadap perekonomian Sulteng pada triwulan IV 2017.
Inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017, tercatat 5,23% (yoy), lebih tinggi jika
dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya 4,05% (yoy). Inflasi tahunan Kota Palu
pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi selama 3
tahun terakhir yaitu 5,15%. Tekanan inflasi bulan Juni 2017 tersebut dapat dijelaskan dari dua sisi. Dari
sisi demand, tekanan inflasi mengalami peningkatan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan
udara akibat meningkatnya permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu juga muncul dari kelompok
sandang seiring dengan meningkatnya permintaan sandang oleh masyarakat untuk merayakan lebaran.
Sementara dari sisi supply, tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik seiring dengan
adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 900 VA yang diberlakukan
secara bertahap. Sementara itu, dari tekanan inflasi dari kelompok volatile foods cukup terkendali seiring
dengan terjaganya pasokan komoditas khususnya dari sub kelompok ikan segar yang selama ini sering
memberikan tekanan.
Tekanan harga dari sisi penawaran relatif stabil dan lebih disebabkan oleh pasokan yang
menurun. Tekanan sisi penawaran meningkat pada Mei 2017 yang diakibatkan meningkatnya permintaan
masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri dan tingginya perdagangan antar daerah yang terjadi di
Provinsi Sulawesi Tengah. Tingginya permintaan terutama terjadi pada komoditas sub kelompok ikan
Pertumbuhan ekonomi
mengalami akselerasi
pada triwulan II 2017
didorong perbaikan
kinerja dari sektor
pertanian,
pertambangan dan
industri pengolahan
Tekanan inflasi Kota Palu
mengalami peningkatan
bila dibandingkan
periode triwulan
sebelumnya.
2
segar dan sub kelompok bumbu-bumbuan. Tercatat komoditas ikan cakalang mengalami kenaikan indeks
harga mencapai 42,29% (mtm) dan memberikan andil inflasi 0,31% dan bawang putih mengalami
kenaikan harga 29,93% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,08%. Adanya panen raya di triwulan II
mampu meredam tekanan inflasi dari sisi penawaran dengan tersedianya pasokan beras di Provinsi
Sulawesi Tengah. Tekanan inflasi dari sisi penawaran yang cukup terkendali tidak lepas dari tindakan
pengendalian yang telah dilakukan selama triwulan II 2017.
Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di sektor Korporasi, sektor Rumah
Tangga maupun sektor Perbankan. Ketahanan Korporasi pada triwulan II 2017 masih cukup baik, meski
terdapat tekanan pada beberapa sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah. Ketahanan korporasi
diantaranya terlihat dari perkembangan kredit sektor utama di Sulawesi Tengah khususnya sektor
Pertanian dan industri pengolahan yang tumbuh 20,96%(yoy) dan 23,74%(yoy). Walaupun demikian,
perkembangan kredit sektor lainnya seperti pertambangan dan konstruksi menunjukkan perlambatan.
Optimisme konsumen rumah tangga mengalami peningkatan pada periode laporan.
Berdasarkan survei Konsumen Bank Indonesia, indikator tingkat penghasilan saat ini meningkat dari
angka indeks 82 pada triwulan I menjadi 100 pada triwulan laporan. Ketahanan sektor rumah tangga
masih cukup baik, didukung oleh tingkat pertumbuhan yang positif walaupun tidak setinggi periode
sebelumnya tercermin dari masih terjaganya tren positif pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
selama triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, kredit KPR mencapai Rp2,27 triliun atau tumbuh 10,20%
(yoy); lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 9,87% (yoy).
Fungsi intermediasi perbankan juga berjalan baik, dengan tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR)
mencapai 142%. Kredit yang disalurkan pada Juni 2017 tercatat tumbuh 9,15% (yoy), sedangkan
simpanan masyarakat (Dana Pihak Ketiga/ DPK) mencapai Rp17,7 triliun atau tumbuh 3,86% (yoy).
Keberpihakan perbankan terhadap UMKM juga tinggi, tercermin dari nilai kredit UMKM yang mencapai
34,20% dari total kredit perbankan.
Dari aspek keuangan daerah, peran APBD (Provinsi, Kabupaten dan Kota) dan APBN dalam
mendinamisasi perekonomian Sulteng perlu lebih dimeratakan, serta ditingkatkan penyalurannya di awal
tahun anggaran agar dapat memberi dampak multiplier effect yang besar bagi perekonomian Sulteng.
Realisasi APBD Provinsi Sulteng hingga akhir triwulan II 2017 mencapai Rp1.271,55 miliar atau 35,32%
dari total anggaran yang tersedia sebesar Rp3.599,70 miliar. Persentase realisasi belanja Pemerintah
Provinsi Sulteng mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 36,48%.
Sementara itu, realisasi belanja APBD Kabupaten dan Kota kami perkirakan mencapai 29,2% . Sedangkan
realisasi belanja APBN yang dialokasikan di Sulteng mencapai Rp2.918,36 miliar atau 28,13% dari total
pagu belanja Rp10.374,79 miliar.
Perkembangan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Sulawesi Tengah pada triwulan
laporan mengalami penurunan di sisi inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal outflow pada triwulan laporan mencapai Rp2,2 triliun, lebih
tinggi dibandingkan outflow triwulan I 2017 sebesar Rp402,785 miliar. Sedangkan inflow justru
mengalami penurunan menjadi Rp311,15 miliar dari Rp1 triliun di triwulan I 2017. Sesuai dengan tren
tahun sebelumnya, nilai outflow selalu mengalami peningkatan di triwulan II yang didorong oleh
meningkatnya pengeluaran masyarakat selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Stabilitas keuangan daerah
masih tumbuh positif
meskipun sektor rumah
tangga dan korporasi
mengalami tekanan dan
tumbuh tidak sekuat
periode sebelumnya
Realisasi pendapatan
APBD lebih tinggi
dibandingkan realisasi
belanja APBD
3
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum mengalami perkembangan positif
dibandingkan tahun sebelumnya (periode Februari 2016). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
mengalami penurunan dan mencapai 2,97% atau lebih rendah dibandingkan Februari 2016 yang
mencapai 3,46%. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah
pada Maret 2017 tercatat sebanyak 417.870 jiwa atau 14,14% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah
tersebut sedikit lebih tinggi dari posisi September 2016 yang tercatat 14,09%.
PROSPEK PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH
Memperhatikan kondisi perekonomian saat ini dan prospeknya ke depan, kami memproyeksikan
perekonomian Sulteng pada triwulan III 2017 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy); sementara
prospek perekonomian Sulteng secara keseluruhan 2017 diprediksikan masih cukup baik meski tidak
setinggi tahun-tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 7,7-8,1% (yoy). Kami
optimis perkembangan konsumsi rumah tangga dan produksi sektor pertanian kami perkirakan
meningkat. Optimisme pada sektor pertanian ini ditunjang dengan upaya positif dari pemerintah daerah
khususnya dalam melakukan pembenahan kualitas bibit, metode tanam, serta perbaikan infrastruktur
irigasi, jalan dan bandara, sehingga konektivitas antar daerah semakin baik. Di samping itu, sektor industri
pengolahan dan sektor pertambangan diperkirakan masih memberikan kontribusi yang cukup besar
melalui produksi LNG dan nikel olahan, sehingga mampu memenuhi permintaan ekspor luar negeri dan
menjadi penggerak perekonomian yang dominan dari sisi permintaan.
Pada triwulan III 2017 tekanan inflasi diperkirakan sedikit mengalami peningkatan, namun
melalui upaya penguatan koordinasi TPID dan peningkatan kerjasama antar daerah (antar Kab/Kota di
Sulteng) diharapkan dapat mengendalikan dan menjaga pasokan maupun tingkat harga komoditas
pangan strategis. Tekanan inflasi diperkirakan lebih dipengaruhi oleh harga kelompok administered prices
yang diperkirakan mengalami peningkatan tarif angkutan udara sebagai dampak dari banyaknya event
berskala Nasional dan Internasional di Sulawesi Tengah pada triwulan III 2017. Meningkatnya permintaan
diharapkan dapat diimbangi dengan tambahan jadwal penerbangan oleh maskapai sehingga dampak
peningkatan harga tarif angkutan udara bisa sedikit diredam. Potensi kenaikan harga minyak dunia
kedepan diperkirakan juga berpotensi mendorong peningkatan harga bahan bakar rumah tangga.
Dengan mempertimbangkan banyaknya tantangan yang dihadapi Sulteng, kami masih tetap
optimis inflasi pada akhir 2017 akan dapat dikendalikan di kisaran 5,90-6,30% (yoy) , meski perkiraan ini
jauh lebih tinggi dari inflasi tahun sebelumnya 1,49% (yoy). Angka proyeksi yang berada di batas angka
maksimal tersebut, kami tetapkan setelah mempertimbangkan pengaruh dari kebijakan kenaikan tarif
listrik pada Mei-Juni 2017 dan perkiraan kenaikan harga minyak dunia seiring dengan tanda-tanda
membaiknya perekonomian global yang dapat berdampak pada kenaikan harga BBM di pasar global dan
domestik. Selain itu, proyeksi juga telah mempertimbangkan potensi penurunan pasokan ikan segar pada
Desember 2017 yang disebabkan siklus iklim yang berpengaruh pada gelombang air laut yang tinggi.
Tekanan Inflasi pada triwulan
II dan III tahun 2017
diperkirakan mengalami
peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi pada
Tw III 2017 dan triwulan IV
2017 diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya
Pengangguran dan
kemiskinan mengalami
penurunan
4
TABEL INDIKATOR EKONOMI
PROVINSI SULAWESI TENGAH
A. PDRB dan Inflasi
2017
I II III IV I II III IV I II III IV I
PDRB (%, yoy) 2,32 1,76 6,60 9,51 16,49 15,09 15,63 15,10 13,21 15,52 7,92 3,80 3,91
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,93 7,17 5,89 10,02 9,99 7,08 5,00 3,52 3,50 1,20 1,45 2,70 3,85
Pertambangan dan Penggalian (25,62) (32,21) (15,69) (24,93) 7,35 15,52 31,97 50,44 50,38 67,83 29,76 9,03 6,14
Industri Pengolahan 4,06 3,16 10,23 14,66 65,15 65,21 101,36 123,97 55,95 69,55 26,16 7,92 6,13
Pengadaan Listrik dan Gas 6,54 9,28 11,91 14,10 8,69 13,45 9,72 3,68 6,04 2,48 5,18 6,03 11,71
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,92 7,18 9,66 10,52 10,51 9,41 4,33 2,72 2,41 3,39 1,80 5,73 5,37
Konstruksi 13,39 12,23 23,15 50,51 49,19 37,45 16,33 (4,54) (5,03) (5,77) (3,79) (3,20) (0,50)
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 12,90 8,12 9,30 8,49 5,77 5,89 3,89 7,65 9,10 7,99 5,14 0,50 1,62
Transportasi dan Pergudangan 7,95 7,22 11,33 10,43 9,64 9,64 7,29 4,46 8,14 6,44 3,45 3,16 3,45
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,84 8,30 10,58 10,11 5,30 8,74 14,12 11,70 13,66 9,06 0,35 1,76 5,43
Informasi dan Komunikasi 12,85 11,58 13,77 11,92 10,22 10,46 8,95 7,41 13,89 12,74 6,50 3,60 2,65
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,88 2,05 2,16 9,87 7,81 0,79 10,47 5,50 10,84 20,42 16,26 23,04 11,49
Real Estate 11,89 9,70 8,72 10,34 9,23 9,56 6,58 3,35 4,20 2,88 1,74 5,91 5,93
Jasa Perusahaan 8,17 6,84 5,88 2,33 2,43 2,54 5,15 5,20 5,23 4,87 4,15 4,38 4,30
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,06 7,92 9,24 10,85 9,52 9,86 8,07 6,77 5,44 12,24 4,74 3,68 4,76
Jasa Pendidikan 3,34 5,65 9,48 11,19 7,86 8,07 8,31 6,48 8,05 6,00 4,07 1,29 2,11
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,90 12,74 8,96 8,67 11,37 9,47 5,99 0,75 0,97 0,30 5,26 7,25 7,63
Jasa lainnya 7,80 9,24 11,05 12,26 9,91 9,69 9,07 7,78 7,28 6,32 4,51 4,85 4,77
Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 7,80 7,59 6,41 5,28 4,27 4,46 3,11 4,73 6,06 6,10 6,06 6,19 6,23
Konsumsi Pemerintah 5,32 3,35 3,69 6,96 8,57 6,06 11,94 7,78 2,51 3,42 (3,31) (4,27) (0,90)
Investasi 17,18 13,68 22,25 23,42 16,84 21,84 14,68 17,66 9,83 3,12 9,01 9,48 (1,71)
Ekspor Luar Negeri (29,00) (53,30) (19,17) (13,22) 53,13 182,85 88,83 125,23 92,39 173,51 128,16 68,49 71,76
Impor Luar Negeri (18,87) 2,52 40,98 31,64 87,97 127,90 216,46 556,12 326,14 354,18 115,05 8,30 81,34
Net Ekspor Antar Daerah 39,96 23,98 24,37 15,06 (11,75) 19,75 (8,31) 4,96 (3,12) 6,70 51,37 65,95 37,16
Ekspor
Nilai Ekspor Non - Migas (USD Juta) 25 2 4 11 11 85 62 72 92 240 209 248 238
Volume Ekspor Non-Migas (ribu ton) 1.174 1 2 14 12 81 64 86 94 225 173 201 184
Impor
Nilai Impor Non-Migas (USD Juta) 6 24 77 124 114 163 235 301 124 269 211 535 233
Volume Impor Non-Migas (ribu ton) 9 16 56 171 73 115 364 372 233 569 515 548 262
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu* 111,45 113,64 115,12 120,21 117,34 120,46 121,29 125,22 124,42 125,53 126,24 127,09 129,46
Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu 7,85 10,27 5,40 8,85 5,28 6,00 5,36 4,17 6,03 4,21 4,08 1,49 4,05
Berdasarkan Sektor
Berdasarkan Penggunaan
Indikator2014**
Ekonomi Makro Regional
2015** 2016**
*Inflasi rebase 2007 ke 2012=100
**Angka sangat sementara
5
5
B. PERBANKAN
2017
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1
PERBANKAN
Total Aset (Rp juta) 24.646.847 27.078.675 26.714.037 24.810.161 26.543.932 27.287.094 27.253.626 27.149.075 28.438.833
DPK (Rp juta) 14.563.966 15.688.585 16.800.912 16.328.854 16.673.667 17.059.294 16.307.807 16.064.386 16.701.597
- Giro 3.614.000 4.292.445 4.561.804 2.372.232 3.931.000 4.051.677 3.650.974 2.184.628 3.822.858
- Deposito 3.774.144 3.940.301 4.269.934 4.492.611 4.538.384 3.984.980 3.878.312 4.231.226 4.341.228
- Tabungan 7.175.822 7.455.839 7.969.175 9.464.012 8.204.282 9.022.637 8.778.521 9.648.532 8.537.511
Kredit (Rp juta) 19.074.523 19.508.247 20.335.567 20.971.321 21.339.000 21.894.812 22.568.695 23.228.222 23.564.999
1 Modal Kerja 6.435.939 6.569.583 6.773.388 6.873.042 7.001.000 7.213.911 7.436.402 7.609.160 7.718.934
2 Investasi 2.182.732 2.086.656 2.150.941 2.173.648 2.166.000 2.220.493 2.277.445 2.238.310 2.195.538
3 Konsumsi 10.455.852 10.852.007 11.411.239 11.924.630 12.172.000 12.460.408 12.854.848 13.380.752 13.650.526
% NPL GROSS 2,15% 2,12% 2,10% 1,94% 2,16% 2,27% 2,46% 2,67% 3,04%
LDR 135,09% 128,16% 124,77% 133,03% 133,21% 128,35% 138,39% 144,59% 141,09%
Kredit UMKM (Rp juta) 6.814.442 7.015.825 7.005.008 7.428.232 7.346.739 7.346.739 7.581.218 7.945.458 7.980.226
1 Modal Kerja 5.447.842 5.634.606 5.652.898 5.950.276 5.861.921 5.861.921 5.967.425 6.307.013 6.340.987
2 Investasi 1.366.600 1.381.218 1.352.110 1.477.957 1.484.818 1.484.818 1.613.792 1.638.445 1.639.238
3 Konsumsi - - - - - - - - 26
Kredit Mikro 1.755.754 1.816.804 1.821.753 2.158.362 2.316.900 2.257.308 2.279.690 2.518.933 2.504.700
1 Modal Kerja 1.348.520 1.386.564 1.373.007 1.608.144 1.745.116 1.677.514 1.674.416 1.833.658 1.807.491
2 Investasi 407.234 430.241 448.747 550.218 571.784 579.794 605.274 685.275 697.209
3 Konsumsi - - - - - - - - 26
Kredit Kecil 2.363.729 2.412.633 2.457.213 2.518.560 2.552.966 2.640.214 2.736.883 2.940.362
1 Modal Kerja 1.803.100 1.862.048 1.924.853 1.971.693 1.992.657 2.068.106 2.109.564 2.361.696 2.442.282
2 Investasi 560.629 550.585 532.360 546.867 560.310 572.108 627.319 578.666 578.790
3 Konsumsi - - - - - - - -
Kredit Menengah 2.694.960 2.786.388 2.726.041 2.751.309 2.476.873 2.716.011 2.564.644 2.486.164 2.454.454
1 Modal Kerja 2.296.222 2.385.995 2.355.039 2.370.438 2.124.148 2.299.968 2.183.445 2.111.660 2.091.215
2 Investasi 398.737 400.393 371.003 380.871 352.725 416.043 381.199 374.504 363.239
3 Konsumsi - - - - - - - -
NPL UMKM gross 4,12% 4,31% 4,43% 4,51% 4,46% 4,60% 5,00% 4,52% 5,21%
Total Aset (Rp juta) 1.615.847 1.811.699 1.869.650 1.877.855 1.951.504 1.983.556 2.062.360 2.207.986 2.291.692
DPK (Rp juta) 443.966 466.831 502.335 564.876 654.667 642.743 652.416 692.237 813.485
Deposito 377.144 396.914 396.914 481.651 578.384 563.773 573.797 603.231 727.579
Tabungan 66.822 69.917 69.917 83.226 76.282 78.970 78.619 89.006 85.907
Kredit (Rp juta) 1.471.121 1.601.472 1.656.752 1.679.058 1.703.777 1.765.395 1.789.959 1.919.336 2.005.383
1 Modal Kerja 73.836 75.364 71.886 77.478 73.130 72.199 74.186 78.424 82.990
2 Investasi 2.573 2.332 2.121 10.602 11.133 9.629 11.463 10.043 10.079
3 Konsumsi 1.394.712 1.523.776 1.582.745 1.590.978 1.619.514 1.683.566 1.704.309 1.830.869 1.912.313
Rasio NPL gross (%) 1,48% 1,25% 1,27% 0,77% 0,89% 1,30% 1,20% 1,07% 1,04%
RINCIAN
BPR (Data Maret 2017)
Bank Umum:
2015 2016
6
6
C. Sistem Pembayaran
2017
I II III IV I II III IV I
Posisi Kas Gabungan (Miliar Rp) 1.583,30 1.615,09 1.577,25 1.020,59 1.020,59 1.604,38 1.541,90 1.432,69 1.531,68 1.531,68 2.055,41
Inflow (Miliar Rp) 1.006,52 312,70 947,70 213,17 2.480,09 1.154,60 261,75 955,47 310,05 1.527,27 1.022,59
Outflow (Miliar Rp) 430,33 1.258,99 1.808,20 1.816,19 5.313,71 329,37 1.901,53 984,69 1.766,29 4.652,51 402,78
Pemusnahan Uang (Miliar Rp) 244,34 166,30 294,22 167,63 872,49 231,43 169,51 195,12 132,82 497,45 251,96
Ingoing (Miliar Rp) 9.946,72 15.830,04 14.712,76 4.444,40 44.933,92 - - - - - -
Outgoing (Miliar Rp) 17.006,15 22.232,19 19.310,64 10.302,60 68.851,58 31.628,80 26.962,00 13.576,70 35.135,70 75.674,40 3.292,10
Nominal Kliring (Miliar Rp) 1.498,56 1.493,85 1.776,48 2.180,57 6.949,46 2.651,99 720,07 56,21 74,62 850,90 2.742,56
Volume Kliring (Lembar) 38.137 38.368 42.348 43.800 162.653 5.124 899 711 2.830 4.440 58.141
Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 95,08 133,86 287,51 1.160,16 1.676,61 1.866,18 2.337,52 1.570,84 1.680,61 5.588,97 1.379,24
Volume Kliring Kredit (Lembar) 4.689 5.695 10.185 20.669 41.238 28.617 34.066 29.974 35.075 99.115 29.085
RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 4,59 6,57 4,71 18,42 34,29 30,59 37,10 24,93 26,67 88,71 22,25
RRH Volume Kliring Kredit (Lembar) 227 280 167 328 1.002 469 541 476 557 1.573 469
Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 1.403,48 1.359,99 1.488,97 1.020,41 5.272,85 1.600,90 1.576,32 1.469,99 1.605,99 4.652,30 1.363,32
Volume Kliring Debet (Lembar) 33.448 32.673 32.163 23.131 121.415 33.741 32.244 30.007 32.245 94.496 29.056
RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 68,05 66,94 24,41 16,20 175,60 26,24 25,02 23,33 25,49 73,84 21,99
RRH Volume Kliring Debet (Lembar) 1.619 1.608 527 367 4.121 553 512 476 512 1.500 469
Nominal Kliring Pengembalian (Miliar
Rp) 36,07 37,88 43,53 652,78 770,26 347,49 411,17 446,39 662,50 1.520,06 27,24
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 1.024 1.320 984 12.571 15.899 903 923 678 717 2.318 678
RRH Nominal Kliring Pengembalian
(Miliar Rp) 1,76 1,87 0,71 10,36 14,70 5,70 6,53 7,09 10,51 24,12 0,44
RRH Volume Kliring Pengembalian
(Lembar) 49 65 16 200 330 15 15 11 11 37 11
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar
Rp) 28,10 29,51 39,60 644,45 741,66 25,82 29,98 40,20 37,58 107,76 22,21
Volume Kliring Cek/BG Kosong
(Lembar) 886 1.061 848 12.104 14.899 751 766 578 592 1.936 560
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong
(Miliar Rp) 1,36 1,45 0,65 10,23 13,69 0,42 0,48 0,64 0,64 1,76 0,36
RRH Volume Kliring Cek/BG Kosong
(Lembar) 43 53 14 192 302 12 12 9 9 31 9
RRH Nominal Cek/BG Kosong (%) 1,87 0,02 2,23 29,55 33,67 0,97 4,20 72 50,36 126,56 0,81
RRH Volume Cek/BG Kosong (%) 2,32 0,03 2,00 2 6,35 14,66 85,20 81,3 20,92 106,12 0,96
TOTAL
Cek/BG Kosong
TOTAL
Transaksi RTGS
Kliring Kredit
Kliring Debet
Kliring Pengembalian
20162015
Indikator
7
8
I DAERAH
Nilai tambah yang dihasilkan dari komoditas nikel dan gas alam berpotensi
meningkatkan output di tahun 2017 dan mendorong perekonomian Sulawesi
Tengah
Pertumbuhan ekonomi pada periode laporan mengalami kenaikan dari triwulan
sebelumnya dari 3,91% (yoy) menjadi 6,61% (yoy). Sektor pertanian, industri
pengolahan dan pertambangan masih menjadi sumber pertumbuhan dari sisi
penawaran. Sementara dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan ekspor
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Arah pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan positif seiring
dengan membaiknya iklim investasi dan kondisi keamanan yang semakin
kondusif untuk menopang pertumbuhan investasi. Perkiraan pulihnya harga
komoditas internasional di 2017 juga membawa optimisme lebih untuk tetap
menjaga tren positif pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.
BAB I
Sektor Pertanian
Sektor Industri
Sektor Industri
Sektor Konstruksi
Investasi
Konsumsi Rumah Tangga
5,59%(yoy) 1,65%
7,59%(yoy) 0,91%
0,52% 4.57%(yoy)
Growth
Growth
Growth
Andil terhadap
Pertumbuhan
Andil terhadap
Pertumbuhan
Andil terhadap
Pertumbuhan
3,70%(yoy) USD709,8 juta
Growth Realisasi PMA
6,96%(yoy) 3,31%
Growth Andil terhadap
Pertumbuhan
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Jembatan Kuning, Provinsi Sulawesi Tengah
9
Ritme pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mampu tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan mencapai 6,61%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,91% (yoy). Industri pengolahan terutama yang berasal
dari peningkatan nilai tambah sektor pertambangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang
meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini didorong oleh perbaikan kinerja ekspor seiring
membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang, terutama Tiongkok. Disisi lain, terdapat perbaikan
produksi dari sisi sektor pertanian terutama pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor
perkebunan, seiring dengan berakhirnya kondisi anomali cuaca El Nino dan La Nina. Produksi yang
tersebar berpengaruh positif terhadap kenaikan pertumbuhan meski masih dalam skala yang terbatas.
Lonjakan signifikan pada output sektor industri pengolahan akibat peningkatan nilai tambah
komoditas nikel dan gas alam yang terjadi pada 2015, mendorong terjadinya perubahan
struktural pada perekonomian Sulawesi Tengah. Pada tiwulan II 2017, output sektor industri
pengolahan belum dapat menghasilkan ritme pertumbuhan yang sama dengan periode puncak
sebagaimana yang terjadi pada triwulan II 2016. Kondisi produksi smelter baru di Kabupaten
Morowali Utara yang belum optimal, dan belum selesainya pembangunan pabrik pengolahan amonia
di Kabupaten Banggai merupakan beberapa faktor yang menyebabkan akselerasi pertumbuhan tidak
setinggi periode sebelumnya. Pembangunan pabrik amonia diharapkan selesai pada November 2017
sehingga dapat memberikan tambahan peningkatan output industri pengolahan dan meningkatkan
kontribusi ekspor terhadap perekonomian Sulteng pada triwulan IV 2017.1
Sektor pertanian mulai pulih seiring dengan masa panen raya sehingga memberikan andil atau
kontribusi yang cukup tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng. Pertumbuhan sektor
pertanian mencapai 5,59% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,85% (yoy). Meningkatnya
perhatian dalam pengembangan sumber daya lokal, terutama produk ataupun komoditas sub sektor
1 Hasil liaison KPwBI Sulteng terhadap pelaku usaha industri pengolahan amonia
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan dan Nominal PDRB
(triwulanan) Sulawesi Tengah
10
perkebunan berdampak terhadap meningkatnya luas lahan dan produktivitas.2 Komoditas unggulan
seperti cengkeh, kopi robusta dan kelapa sawit merupakan komoditas yang mengalami peningkatan
produktivitas seiring dengan adanya kebijakan pengembangan komoditas unggulan. Optimisme juga
didorong dari sub sektor tanaman pangan seiring dengan adanya panen raya padi di bulan April-Mei
2017. Periode puncak panen raya di Sulawesi Tengah mengalami pergeseran dari biasanya bulan
Maret-April menjadi April-Mei karena pengaruh cuaca yang lebih didominasi oleh hujan. Selain itu,
meningkatnya kontribusi sub sektor perikanan juga menjadi faktor pendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditopang dari meningkatnya output hasil-hasil ikan, udang dan
gurita, serta ekspor yang meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari Hong Kong dan
Amerika Serikat.3
Peranan sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan dan ekspor pada triwulan III 2017
diperkirakan meningkat dan masih menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Provinsi
Sulawesi Tengah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih berada
pada kisaran 7,2% - 7,6%. Optimisme ini ditopang oleh perkiraan tetap terjaganya aktivitas
pertambangan nikel kadar rendah meski belum berproduksi secara optimal, sehingga masih akan
menahan pertumbuhan sektor pertambangan Sulawesi Tengah. Sementara itu, optimisme industri
pengolahan ditopang oleh optimalisasi kuota ekspor LNG yang sejalan dengan perkiraan
meningkatnya harga jual LNG di 2017.4 Realisasi investasi dan penyelesaian konstruksi pabrik
pengolahan amonia di Kabupaten Banggai dan stainless steel di Kabupaten Morowali diperkirakan
juga turut menopang pertumbuhan pada triwulan mendatang.
Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan lebih rendah dari pencapaian 2016. Pertumbuhan
didorong oleh prospek sektor industri pengolahan dan pertambangan diperkirakan juga masih mampu
memberikan kontribusi maksimal di 2017 seiring dengan harga komoditas internasional yang masih
berpeluang meningkat di 2017, serta terealisasinya pengembangan Morowali Industrial Park 2017-
2018 yang menargetkan pencapaian produksi stainless steel 3 juta ton per tahun. Selain itu, sektor
pertanian termasuk diantaranya sub sektor perkebunan yang diyakini berada dalam kondisi yang lebih
baik setelah kinerja pada 2016 mengalami penurunan sebagai dampak dari anomali cuaca El Nino dan
La Nina. Di samping itu, peningkatan produktivitas pangan melalui program Upaya Khusus (UPSUS)
PAJALA diprediksi mampu memberi kontribusi dalam meningkatkan produksi komoditas padi, jagung,
dan kedelai. Faktor pendorong pertumbuhan di sektor ini juga bersumber dari adanya dukungan
program pengembangan infrastruktur pertanian dan konektivitas.
2 Hasil FGD dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan Prov. Sulteng
3 Hasil Liaison terhadap eksportir pada sub sektor perikanan
4 Japanese Crude Cocktail Prices diperkirakan tumbuh USD6,66 per juta Btu
11
1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 masih ditopang oleh sektor
pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. Sektor pertambangan pada triwulan laporan
mampu tumbuh 11,35% (yoy) dengan kontribusi 1,55% terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara
itu, andil sektor industri pengolahan terhadap pertumbuhan juga cukup tinggi mencapai 0,91%.
Sektor pengolahan tumbuh dari 6,13% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 7,59% (yoy) di triwulan II
2017. Di sisi lain, sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor ekonomi utama Sulawesi Tengah
tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, dari 3,85% (yoy) meningkat menjadi 5,59% (yoy),
sehingga sektor ini menjadi penyumbang andil pertumbuhan ekonomi yang tertinggi di triwulan II
2017 yakni mencapai 1,65%.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah ADHK 2010 (SNA 2008)
I II III IV I II III IV I II
Berdasarkan Sektor Growth PDRB (%,yoy)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 23.148 24.718 24.718 26.298 26.928 9,92 7,08 5,00 3,69 3,50 1,95 1,45 2,70 3,85 5,59
Pertambangan dan Penggalian 9.773 7.333 7.333 9.223 12.459 8,65 14,49 33,50 51,37 49,76 64,45 29,76 9,03 6,14 11,35
Industri Pengolahan 3.957 4.274 4.274 8.120 10.971 65,18 65,32 101,50 123,67 55,99 66,42 26,16 7,92 6,13 7,59
Pengadaan Listrik dan Gas 31 34 34 41 43 15,98 18,36 15,27 5,78 9,40 4,07 5,18 6,03 11,71 8,40
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 101 110 110 117 121 10,51 9,41 4,33 2,72 2,41 3,39 1,80 5,73 5,37 4,64
Konstruksi 7.001 8.791 8.791 10.636 10.343 47,12 38,53 16,33 (4,40) (1,63) (2,38) (3,79) (3,20) (0,50) 4,57
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.756 7.407 7.407 7.860 8.285 5,02 5,15 2,90 6,82 8,68 7,85 5,14 0,50 1,62 4,65
Transportasi dan Pergudangan 2.818 3.079 3.079 3.317 3.485 9,91 9,64 7,29 4,46 7,55 6,44 3,45 3,16 3,45 7,41
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 363 397 397 437 463 5,30 8,74 14,12 11,70 13,66 9,06 0,35 1,76 5,43 6,88
Informasi dan Komunikasi 2.592 2.916 2.916 3.184 3.470 10,22 10,46 8,95 7,41 13,89 12,74 6,50 3,60 2,65 7,47
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.604 1.668 1.668 1.760 2.070 7,81 0,79 10,47 5,50 10,80 20,42 16,26 23,04 11,49 8,14
Real Estate 1.398 1.540 1.540 1.649 1.716 9,23 9,56 6,58 3,35 4,95 3,62 1,74 5,91 5,93 6,22
Jasa Perusahaan 194 205 205 213 223 2,43 2,54 5,15 5,20 5,23 4,87 4,15 4,38 4,30 5,68
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4.125 4.509 4.509 4.892 5.193 9,52 9,86 8,07 6,77 5,44 10,98 4,74 3,68 4,76 4,88
Jasa Pendidikan 2.783 2.990 2.990 3.219 3.373 7,86 8,07 8,31 6,48 8,05 6,00 4,07 1,29 2,11 4,33
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 972 1.074 1.074 1.147 1.196 11,37 9,47 5,99 0,75 2,72 2,03 5,26 7,25 7,63 8,48
Jasa lainnya 575 634 634 691 731 9,91 9,69 9,07 7,78 7,28 6,32 4,51 4,85 4,77 3,70 91.071
TOTAL 68.192 71.678 71.678 82.803 91.071 16,39 15,01 15,65 15,11 13,56 15,56 7,91 3,80 3,91 6,61
201720162015**
Nominal (Rp miliar)
2016**
Ekonomi Makro Regional
Indikator 2015**2015
2013* 2014**
1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,85% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 2,70% (yoy). Faktor utama yang mendorong akselerasi pertumbuhan sektor
pertanian adalah membaiknya produksi sub sektor tanaman pangan terutama padi dan jagung.
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan
Sektor ADHK 2010
12
Perkembangan tersebut ditandai dengan tercapainya realisasi panen yang cukup tinggi pada periode
bulan berjalan. Luas panen lahan pertanian padi mencapai 107.054 Ha dengan rata-rata produktivitas
mencapai 48,11 Ku/Ha. Sementara itu, luas panen komoditas jagung mencapai 30.133 Ha dengan
tingkat produktivitas mencapai 51,66 Ku/Ha. Hasil panen jagung pada triwulan II 2017 mengalami
peningkatan 90% menjadi 40 ton sebagai dampak dari bantuan teknis dan alat dari BPTP khusus
dalam pengembangan metode penanaman jagung.5
Upaya meningkatkan produktivitas terus dilakukan untuk mendorong peningkatan output.
Pengembangan dan penerapan beberapa metode tanam baru yaitu : pendekatan tanam Jajar Legowo
dan metode Hazton pada padi, serta pengembangan komoditas unggulan jagung dan kedelai dengan
pengawalan dan pendampingan oleh petugas pertanian dan aparat TNI melalui UPSUS PAJALA.
Program unggulan daerah tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi. Dari sisi
mikro, terdapat program pemberdayaan Poktan dan Gapoktan melalui pengembangan pertanian
Organik (Padi) serta pengembangan Desa Mandiri Benih. Program-program tersebut dilakukan dalam
rangka mendukung target peningkatan produktivitas komoditas padi yang ditargetkan di RPJMD 2016
2021 yang mengalami peningkatan dari 48,92 Ku/Ha menjadi 50,44 Ku/Ha.
5 Hasil informasi liaison kepada salah satu Gapoktan
Grafik 1.3.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output
(triwulanan) Sektor Pertanian
Grafik 1.4. Hasil Produksi Perikanan Tangkap PPI
Donggala (Bulanan dan Triwulanan, Kg)
13
Tabel 1.2. Target RPJMD Sub Sektor Tanaman Pangan
2017 2018 2019 2020 2021
Meningkatnya produktivitas dan mutu tanaman pangan
(kuintal/ha)
1 PADI 48,57 48,92 49,30 49,68 50,06 50,44 0,76
2 JAGUNG 40,34 42,85 43,63 44,41 45,19 45,97 2,66
3 KEDELAI 18,71 19,81 20,72 21,63 22,54 23,46 4,63
4 KACANG TANAH 16,88 16,95 16,99 17,02 17,06 17,10 0,26
5 KACANG HIJAU 8,22 8,52 8,56 8,60 8,64 8,68 1,10
6 UBI KAYU 211,99 221,14 225,36 229,59 233,80 238,02 2,35
7 UBI JALAR 108,61 111,24 111,89 112,54 113,19 113,84 0,95
No. INDIKATOR KINERJA Kondisi Kinerja
Awal RPJMD
TARGET RPJM Pertbh
(%/thn)
Produksi perikanan tangkap sedikit mengalami peningkatan sehingga turut menopang laju
pertumbuhan ekonomi sektor pertanian. Hasil tangkapan nelayan pada periode laporan mencapai
287.486 Kg, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 227.453 Kg atau meningkat 9,83% (yoy).6 Faktor
cuaca yang cukup kondusif menyebabkan jumlah tangkapan ikan mengalami peningkatan. Di
samping itu, meningkatnya permintaan ekspor dari negara Hong Kong dan Amerika Serikat untuk
komoditas jenis ikan tuna, gurita, dan udang turut mendorong peningkatan hasil tangkapan7.
Permintaan ekspor tersebut selanjutnya direalisasikan dengan pengiriman langsung melalui pelabuhan
Kab. Banggai yang merupakan salah satu daerah sentra eksportir perikanan.
Mencermati perkembangan indikator yang terdapat di sektor pertanian, diperkirakan pada
triwulan III 2017 pertumbuhan di sektor pertanian Sulawesi Tengah masih cenderung stabil.
Risiko La Nina diprediksi sudah melemah dan periode panen diperkirakan masih berlangsung meski
tidak merata di setiap sentra pertanian8. Walaupun demikian, optimise lebih tinggi tertahan oleh
penurunan produksi sub sektor perkebunan yang telah mengalami panen pada triwulan sebelumnya.
Annual growth sektor pertanian diperkirakan masih positif di 2017. Meredanya anomali cuaca El
Nino dan melemahnya La Nina diperkirakan mampu mendorong peningkatan produksi dibandingkan
tahun sebelumnya. Peningkatan produksi juga ditopang oleh adanya upaya peningkatan produktivitas
melalui intensifikasi pemberian benih unggul bermutu, alsintan, dan subsidi pupuk. Beberapa program
unggulan seperti perluasan areal tanam melalui optimalisasi lahan, cetak sawah baru, bantuan
pompa/sumur/ledeng, dan konservasi diharapkan mampu mendukung sasaran produksi 2017 yang
mencapai 1.268.986 ton. Peningkatan produksi pertanian juga ditopang oleh sub sektor perikanan
melalui program Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), yang akan mengembangkan klaster perikanan
baru di wilayah timur. Klaster industri perikanan tangkap juga dikembangkan di Kabupaten Banggai
yang didukung sub-klaster Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Morowali. Diharapkan berbagai
bentuk intervensi kebijakan pemerintah dari sisi penawaran tersebut dapat mendorong peningkatan
sektor pertanian dan mampu mendukung target swasembada pangan nasional 2017.
6 Data Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
7 Hasil informasi liaison kepada salah satu eksportir ikan.
8 Hasil FGD REKDA dan informasi BMKG Prov. Sulteng
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Sulteng
14
1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan mengalami akselerasi pertumbuhan pada triwulan II 2017. Peningkatan
produksi sektor pertambangan pada triwulan II 2017 disebabkan oleh adanya peningkatan harga
komoditas nikel di pasaran internasional di akhir triwulan II yang disertai perbaikan permintaan dari
negara mitra dagang seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Tiongkok. Hal ini menjadi faktor
utama yang mendorong pertumbuhan sektor ini di triwulan II 2017 yang tumbuh 11,35% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya tumbuh 6,14% (yoy).
Percepatan yang terjadi pada sektor pertambangan juga terkonfirmasi oleh peningkatan kredit
di sektor ini. Akselerasi output sektor pertambangan terlihat dari meningkatnya perkembangan kredit
sektor pertambangan yang merupakan salah satu indikator utama sektor tersebut. Berdasarkan lokasi
proyek kredit sektor pertambangan meningkat signifikan, sebesar 110,52% (yoy), dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami penurunan -23,94% (yoy). Kondisi tersebut tidak
terlepas dari geliat kondisi usaha galian C di triwulan II 2017 yang meningkat dikarenakan mulai
meningkatnya permintaan, yang dalam hal ini juga terkait dengan pengerjaan konstruksi proyek-
proyek pemerintah.
Grafik 1.5.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output
(triwulanan) Sektor Pertambangan
Grafik 1.6. Perkembangan Produksi Galian C
Kabupaten Donggala
Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Pertambangan di
Sulawesi Tengah (Lokasi Proyek)
Grafik 1.8. Perkembangan Harga Nikel Ore
Internasional (USD/Metric Ton)
15
Tracking pertumbuhan sektor pertambangan pada triwulan III 2017 diperkirakan masih tumbuh
optimis dengan skala yang moderat. Optimisme tersebut diperkirakan berasal dari perkiraan
membaiknya produksi smelter baru setelah periode uji coba dan adanya dampak positif kebijakan
pemerintah yang mengizinkan ekspor nikel kadar rendah serta akselerasi pengerjaan proyek
pemerintah, baik yang bersumber dari anggaran APBD maupun APBN. Sementara itu, untuk prediksi
keseluruhan 2017, pertumbuhan sektor pertambangan diperkirakan meningkat yang disebabkan oleh
terbukanya izin ekspor nikel mentah kadar rendah, serta adanya tambahan permintaan bahan baku
dari pabrik pengolahan nikel yang baru beroperasi di 2017.
1.1.3. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan, dan masih tetap menjadi salah
satu mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan.
Industri pengolahan tumbuh 7,59% (yoy), sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
6,13% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekonomi disebabkan adanya tambahan output dari sektor
industri pengolahan, diantaranya berasal dari smelter baru di Morowali Utara selain peningkatan
output dari Kawasan Industri (KI) Morowali.
Pertumbuhan terbatas sektor industri pengolahan berjalan searah dengan perlambatan indeks
pertumbuhan industri di Sulawesi Tengah yaitu indeks IBS Besar dan Sedang, serta IBS Mikro
dan Kecil dari Badan Pusat Statistik. Kinerja industri manufaktur besar dan sedang mengalami
perlambatan dari 6,42 poin menjadi 4,6 poin. Kondisi demikian juga terjadi pada manufaktur mikro
dan kecil mengalami penurunan dari 10,63 poin pada triwulan I 2017 menjadi 2,72 poin pada periode
laporan9. Beberapa kategori industri kecil yang tumbuh melambat adalah industri furnitur, industri
barang logam bukan mesin dan peralatannya, serta industri makanan. Perlambatan kinerja
pengolahan tersebut juga searah dengan penurunan kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek yang
mengalami penurunan -54,75% (yoy).
9Hasil Survei BPS akhir Triwulan II 2017.
Grafik 1.9.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output
(triwulanan) Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1.10.Perkembangan Kredit Industri Manufaktur
16
Tabel 1.3 Pertumbuhan Usaha Industri Pengolahan Mikro dan Kecil Sulawesi Tengah Triwulan II 2017
No Uraian Jenis IndustriQ2 - 16
(%, y-o-y)
Q3 - 16
(%, y-o-y)
Q4 - 16
(%, y-o-y)
Q1 - 17
(%, y-o-y)
Q2 - 17
(%, y-o-y)
1 Industri Makanan 19,7 11,83 13,87 13,81 -1,01
2 Industri Minuman 1,87 -6,42 0,63 6,48 48,95
3 Industri Tekstil 37,2 27,85 2,12 4,74 -5,75
4 Industri Pakaian Jadi 15,88 17,65 7,36 10,08 25,35
5 Industri Bahan kimia dan barang dari bahan kimia 14,68 28,28 -16,03 5,81 5,32
6 Industri Barang Galian bukan Logam Dasar 41,59 29,96 -0,14 6,03 -9,62
7 Industri Barang Logam Bukan Mesin dan Peralatannya 8,58 16,45 17,97 5,28 12,60
8 Industri Furniture 20,88 1,95 8,77 3,13 6,41 Sumber : IBS Mikro BPS Prov. Sulawesi Tengah
Tracking pertumbuhan triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam skala yang terbatas.
Pertumbuhan sektor manufaktur masih ditopang oleh produksi LNG dan produksi NPI eksisting.
Namun tambahan produksi dari output pabrik baru diperkirakan belum terealisasi, sehingga masih
menahan laju pertambahan output. Tertahannya sektor pengolahan diperkirakan berasal dari
kebijakan pemerintah yang kembali mengizinkan ekspor nikel kadar rendah. Bergesernya penyelesaian
konstruksi pabrik pengolahan tersebut menyebabkan potensi produksi dan ekspor yang mencapai
700.000 ton per tahun masih menjadi output potensial yang belum terealisasi. Progress terakhir
direncanakan akan mulai operasional produksinya pada November 2017. 10
Namun secara keseluruhan pertumbuhan sektor pengolahan di 2017 diperkirakan masih positif.
Hal ini disebabkan adanya daya dukung dari tambahan kapasitas produksi smelter baru dan pabrik
pengolahan amonia, yang diperkirakan berdampak pada peningkatan output industri pengolahan.
1.1.4. Pengadaan Listrik dan Gas.
Secara sektoral, pengadaan listrik, dan gas mengalami deselerasi pertumbuhan. Sektor
pengadaan listrik dan gas pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan dibandingkan dengan
periode triwulan sebelumnya, atau tumbuh 8,40% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 11,54% (yoy). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya deselerasi pertumbuhan
10 Hasil liaison perusahaan pengolahan amonia di Sulawesi Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Indeks Industri Mikro
dan Kecil
Grafik 1.12. Perkembangan Indeks Industri Besar
dan Sedang
17
sektor ini di antaranya adalah masih tertahannya rencana pembangunan fasilitas kelistrikan untuk
menunjang kawasan industri Morowali dan juga Kawasan Ekonomi Khusus Palu yang akan
direncanakan akan dilaunching oleh Presiden RI pada triwulan III 2017.
Penyelesaian konstruksi smelter tahap II yang disertai dengan fasilitas PLTU 2x150 Mw
diharapkan mampu menjaga optimisme dari sektor listrik dan gas. PLTU tersebut melengkapi
fasilitas kelistrikan yang telah dibangun pada tahap pembangunan smelter yang pertama, yakni PLTU
dengan kapasitas 2x65 Mw. Adanya tambahan fasilitas PLTU tersebut diharapkan mampu mendorong
peningkatan output dari sektor pengadaan listrik, dan gas.
Tracking pengadaan listrik dan gas triwulan III 2017 diperkirakan mengalami perlambatan.
Kondisi tersebut diperkirakan berasal dari kondisi debit air PLTA yang memasuki periode peningkatan
seiring dengan datangnya musim hujan sesuai dengan siklus tahunannya. Penambahan kapasitas
listrik guna mendukung kebutuhan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dan tambahan
PLTU di Kawasan Industri yang baru akan dimulai diperkirakan belum memberikan andil pada
peningkatan output sektor ini.
1.1.5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (PAPSLDU).
Kinerja Sektor PAPSLDU pada triwulan II 2017
mengalami perlambatan. Sektor PAPSLDU tumbuh
4,64% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh 5,37% (yoy). Perlambatan tersebut
ditopang oleh rata-rata curah hujan yang juga masih
terbatas, sehingga produksi serta volume air bersih
yang tersalurkan relatif melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Tracking pertumbuhan pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) yang mengalami kemunduran
tahapan penyelesaian ke akibat carry over anggaran pembangunan infrastruktur multiyears pada
Grafik 1.13. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan
Output sektor Listrik dan Gas Sulawesi Tengah
Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Listrik, Gas dan Air di
Sulawesi Tengah
Grafik 1.15.Laju Pertumbuhan dan Perkembangan
Sektor PAPSLDU Sulawesi Tengah
18
tahun sebelumnya. Hal demikian menyebabkan dampak peningkatan ketersediaan air baku belum
dapat dirasakan di pertengahan tahun. Meskipun demikian, apabila penyelesaian proyek telah
mencapai target pada 2017, maka permasalahan air bersih dapat dikurangi karena ketersediaan air
baku untuk Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi mengalami peningkatan dengan
debit 2x300 liter per detik. Peningkatan tersebut diperkirakan mampu mendorong akselerasi sektoral
yang lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 6,08% (yoy).
1.1.6. Sektor Konstruksi
Sektor konstruksi mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Pada triwulan II 2017 sektor ini
mengalami pertumbuhan 4,57% (yoy). Peningkatan kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan
melanjutkan tren perbaikan yang juga terjadi pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif mencapai -
0,5% (yoy) dari -3,20% (yoy). Peningkatan kinerja sektor bangunan pada triwulan laporan ini
dipengaruhi oleh masih berlangsungnya proses penyelesaian pembangunan smelter amonia dan
pembangunan ferris wheel di baywalk Citraland senilai Rp 5 Milyar. Selain itu terdapat rencana
pengembangan smelter di kawasan industri melalui pendirian fasilitas kelistrikan dengan kapasitas
2×350 megawatt. Khusus untuk kota Palu sendiri juga akan dibangun taman beramain dan hiburan
dengan rencana anggaran yang cukup besar.11
Periode puncak pembangunan pabrik industri pengolahan dan infrastruktur pendukung utama
telah melewati tahap penyelesaian, sehingga pertumbuhan cenderung terbatas di sektor ini.
Tanpa adanya pembangunan proyek lanjutan dengan nilai yang lebih besar maka pertumbuhan sektor
konstruksi akan tertahan, dan jika tumbuh tidak akan setinggi pertumbuhan periode sebelumnya.
Walaupun demikian, saat ini masih berlangsung proyek pembangunan pabrik stainless steel dan juga
rencana pembangunan pabrik carbon steel di Kawasan Industri (KI) Morowali serta pembangunan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diharapkan dapat menahan tekanan lebih dalam12
.
11
Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah.
12Hasil Liaison KPw BI Sulteng dan Anekdotal Informasi
Grafik 1.18. Laju Pertumbuhan dan
Perkembangan kredit konstruksi di Sulteng
19
Beberapa Perusahaan masih melakukan proses konstruksinya. Walaupun secara umum proses
pembangunan pabrik-pabrik berskala besar sudah mengalami penurunan, tetapi masih terdapat
beberapa pembangunan proyek industri pengolahan walaupun dalam skala yang relatif terbatas.
Pembangunan yang ada merupakan fase lanjutan dari pembangunan pabrik di Industri pengolahan
ataupun infrastruktur pendukung pengolahan. Pembangunan yang masih berlangsung diantaranya
adalah pabrik pupuk Amonia di Kabupaten Banggai. Pembangunan yang dimulai tahun 2015 tersebut
dijadwalkan baru akan selesai pada akhir 2017. Pabrik tersebut dibangun di lahan seluas 192 hektar
dengan investasi sebesar US$ 830 juta atau sekitar Rp 11,2 triliun. Bahan baku input diperoleh dari
hasil produksi blok gas Senoro yang memiliki kapasitas 55 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Puncak
konstruksi sendiri diperkirakan akan terjadi pada semester I 2017 dengan perkiraan total kebutuhan
tenaga kerja mencapai 2.500 orang. Total kapasitas produksi pabrik pupuk amonia tersebut sebesar
700 ribu ton amonia per tahun. Walaupun demikian, terdapat beberapa hambatan dalam proses
konstruksi diantaranya adalah hambatan sosial dari masyarakat lokal yang sering melakukan
penutupan jalan. Hambatan tersebut mengakibatkan terlambatnya pembangunan jalan lingkar
penghubung pabrik dan juga menghambat proses produksi perusahaan-perusahaan lain yang berada
pada kawasan tersebut.13
Diharapkan dengan terealisasinya proses pembangunan pabrik tersebut
mampu kembali memberikan efek positif kepada sektor konstruksi pada tahun 2017. Pembangunan
lain yang diperkirakan masih memberikan dampak positif pada sektor konstruksi adalah tambahan
turbin pada PLTA Poso yang diperkirakan baru akan selesai pada akhir 2017.
Walaupun demikian, terdapat potensi penurunan aktivitas di sektor bangunan. Hal ini
dikonfirmasi oleh salah satu indikator sektro konstruksi yaitu penjualan semen di Sulawesi Tengah.
Penjualan semen pada akhir triwulan II 2017 mengalami kontraksi -36,52% (yoy) pada Juni 2017
menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu mencapai 5,20% (yoy). Secara
sektoral, sektor konstruksi diperkirakan akan mengalami perlambatan pada triwulan III 2017.
Pengaruh efek structural break yang perlahan-lahan mulai hilang dari komposisi output sektor
konstruksi, menyebabkan outlook pertumbuhan diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Selain itu, walaupun masih terdapat tambahan konstruksi namun tidak
13Hasil liaison KPw BI Sulteng terhadap perusahaan industri manufaktur pupuk di Kabupaten Banggai
Grafik 1.19. Perkembangan Konsumsi Semen
di Sulawesi Tengah
20
setinggi periode sebelumnya yang didominasi pembangunan fisik pabrik. Pada periode laporan,
pembangunan lebih banyak berbentuk perluasan pabrik, pembelian mesin instalasi pabrik atau
pembangkit listrik dan bukan pembangunan pabrik secara utuh lagi.
1.1.7. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Sektor perdagangan mengalami akselerasi, dimana pertumbuhan sektoral tercatat 4,65% (yoy)
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,62% (yoy). Meningkatnya
pertumbuhan sektor perdagangan dipengaruhi oleh permintaan konsumen yang masih mengalami
optimisme. Hal demikian dikonfirmasi oleh rata-rata tingkat keyakinan konsumen pada periode
triwulan II 2017, yang masih optimis di level 124 poin. Perayaan HUT Sulteng dan Sulteng EXPO pada
April 2017, serta hari besar keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri juga mendorong konsumsi.
Walaupun demikian, pertumbuhan di sektor perdagangan masih pada skala yang terbatas
karena tertahan oleh adanya penurunan penyaluran kredit perdagangan. Kredit perdagangan
yang memiliki pangsa sebesar 27%, terkontraksi -3,56% (yoy) pada periode laporan, atau lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar -0,39% (yoy).
Tracking sektor perdagangan pada triwulan III 2017 diperkirakan lebih optimis dari periode
laporan. Optimisme tersebut sejalan dengan adanya Event Festival Pesona Palu Nomoni, Pesona Tojo
Una-una serta Tour de Central Celebes yang diperkirakan mendorong aktivitas di sektor perdagangan.
1.1.8. Sektor Transportasi dan Pergudangan
Pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan II 2017 mengalami akselerasi.
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 3,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh perbaikan Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) untuk sektor pengangkutan dari -
1,89 poin pada triwulan I 2017 menjadi -0,89 poin pada periode laporan.14
Tren peningkatan
tersebut membuat perkembangan kegiatan usaha transportasi mampu tumbuh akselerasi. Jika dilihat
14 Hasil SKDU Triwulan IV 2016 oleh KPw BI Sulawesi Tengah
Grafik 1.20. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan
Nominal Output Sektor Perdagangan Sulawesi Tengah
Grafik 1.21.Laju Pertumbuhan Kredit
Sektor Perdagangan Sulawesi Tengah
21
dari dampaknya pada sektor lain, peningkatan sektor ini juga searah dengan pertumbuhan dari
sektor perdagangan yang memberikan dampak pada meningkatnya pengiriman barang dan jasa baik
dari darat, laut dan udara. Meskipun demikian dari sisi pembiayaan perbankan, outstanding kredit
sektor angkutan berdasarkan lokasi proyek masih mengalami penurunan -30,69%(yoy) dibandingkan
dengan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai -28,51%(yoy).
Tracking sektor angkutan pada triwulan III 2017
diperkirakan masih optimis dengan tendensi
meningkat. Faktor pendorong utama peningkatan
sektor angkutan tersebut adalah perkiraan
peningkatan frekuensi penumpang moda
transportasi seiring dengan optimisme dari
meningkatnya kegiatan ekonomi yang dipengaruhi
oleh pelaksanaan beberapa event berskala nasional
dan internasional.
1.1.9. Sektor Penyedia Akomodasi dan Makan Minum
Sektor penyedia akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sektor penyedia akomodasi dan makan minum
mengalami pertumbuhan 6,88% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 5,43% (yoy). Meningkatnya rata-rata tingkat hunian dibandingkan triwulan sebelumnya
menjadi pendorong akselerasi kinerja pertumbuhan sektor akomodasi dan makan-minum secara
umum. Tingkat hunian yang relatif meningkat pada triwulan II 2017 disebabkan oleh dampak dari
HUT Sulteng, Peringatan Haul Pesantren Al Khairat serta adanya agenda Pilkada serentak. Di samping
itu, meningkatnya kunjungan wisata Pulau Togean seiring dengan mulai beroperasinya Bandara
Tanjung Api Ampana juga turut menopang pertumbuhan sektor ini.15
15Hasil FGD dengan Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah
Grafik 1.22. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan
nominal Output Sektor Transportasi & Pergudangan
Grafik 1.23. Laju Perkembangan Dunia Usaha Sektor
Transportasi
Grafik 1.24.Perkembangan Kredit Sektor Angkutan di
Sulawesi Tengah
22
Tracking pada pertumbuhan sektor penyedia akomodasi dan makan minum diperkirakan optimis
pada triwulan III 2017. Secara keseluruhan, prospek pertumbuhan ekonomi sektor penyedia
akomodasi dan makan minum masih positif pada triwulan III 2017 yang ditopang oleh perayaan hari
besar keagamaan Idul Adha dan event lainnya diharapkan berdampak positif terhadap kunjungan
wisatawan. Sementara itu, optimisme terhadap pertumbuhan di 2017 diperkirakan terakselerasi
seiring dengan berlangsungnya perhelatan Festival Kepulauan Togean pada Juli 2017, Festival Danau
Poso pada Agustus 2017, kemudian pelaksanaan event sepeda nasional Tour De Central Celebes 2017
di September 2017. Pemda mengharapkan perhelatan Tour De Central Celebes 2017 mampu
menyerap 1.500 peserta yang terdiri dari negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika, serta dari
kawasan regional Sulawesi, ISSI dan peserta lokal Sulawesi Tengah. Selain itu, pada September 2017
juga diagendakan Festival Pesona Palu Nomoni dan pekan yang diperkirakan menyerap anggaran
Rp2,8 miliar dan pekan teknologi yang rencananya akan dihadiri langsung oleh Presiden RI.16
1.1.10. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
Sektor jasa keuangan, dan asuransi pada triwulan II 2017 tumbuh 8,14% (yoy) atau melambat
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,54% (yoy). Walaupun tidak
setinggi pertumbuhan periode sebelumnya, kredit perbankan berdasarkan lokasi bank pada triwulan
laporan masih mampu tumbuh 8,45% (yoy)17
. Sementara itu, dari jumlah outstanding kredit bank
umum berdasarkan lokasi bank secara nominal mencapai Rp23,30 triliun. Sementara itu, berdasarkan
lokasi proyek, kredit perbankan hanya tumbuh 41.71% (yoy) sedikit menurun dari periode
sebelumnya 45,51% (yoy), dengan outstanding kredit pada periode laporan mencapai Rp 31,03
triliun. Guna mendorong perbankan menyalurkan kredit, Bank Indonesia telah menurunkan suku
bunga acuan, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dan melonggarkan aturan LTV/FTV.
Melalui serangkaian kebijakan ini diharapkan fungsi intermediasi perbankan akan semakin meningkat.
16
Anekdotal informasi PemProv Sulteng
17Pembahasan lebih rinci pada Bab 5
Grafik 1.25. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Output
Sektor Penyedia Akomodasi dan Makan Minum
Grafik 1.26. Laju Pertumbuhan Tingkat Hunian Kamar
Hotel di Sulawesi Tengah
23
Tracking pertumbuhan sektor jasa keuangan pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan
tertahan. Meskipun respon kebijakan moneter yang terus-menerus dilonggarkan untuk mendukung
pertumbuhan sektor riil, namun terdapat beberapa risiko yang juga perlu dicermati, yakni
kecenderungan peningkatan non performing loan (NPL) di sektor-sektor ekonomi tertentu, serta
faktor risiko eksternal yaitu potensi kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat dan Eropa, serta
dampak kebijakan Donald Trump diperkirakan dapat mempengaruhi kenaikan suku bunga acuan
domestik, untuk mengantisipasi adanya capital outflow.
1.1.11. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
Pada triwulan II 2017, kinerja sektor jasa yang terkait dengan pemerintah mengalami akselerasi
atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2017 tumbuh 4,88% (yoy) terakselerasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya 4,76% (yoy). Faktor yang mempengaruhi
meningkatnya pertumbuhan sektor ini adalah mulai adanya realisasi anggaran belanja pegawai dan
meningkatnya serapan untuk persiapan Pilkada serentak pada triwulan berjalan. Tracking arah
pertumbuhan sektor jasa yang terkait dengan pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan
masih akan tumbuh lebih tinggi. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh realisasi proyek pemerintah
seiring dengan mulai berjalannya proses pengadaan proyek-proyek pemerintah pada triwulan laporan.
Grafik 1.27.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi Sulawesi Tengah
Grafik 1.28.Laju Pertumbuhan DPK dan Kredit
Sulawesi Tengah (Lokasi Proyek)
Grafik 1.29.Laju Pertumbuhan Kredit Sulawesi
Tengah (Lokasi Bank)
Grafik 1.30.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output Sektor
Administrasi Pemerintahan, dan jaminan Sosial
24
1.1.12. Sektor Lainnya
Kondisi sektor lainnya secara umum masih positif dan mengalami pertumbuhan lebih kuat dari
triwulan sebelumnya. Beberapa sektor diantaranya sektor informasi dan komunikasi mengalami
pertumbuhan dari 2,65% (yoy) menjadi 7,47% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor jasa
perusahaan, yang mengalami peningkatan dari 4,30% (yoy) menjadi 5,68% (yoy). Sementara sektor
real estate masih belum banyak berubah yakni hanya tumbuh 6,22% (yoy) pada triwulan II 2017 dari
sebelumnya 5,93% (yoy). Tracking arah pertumbuhan pada triwulan III 2017 diperkirakan akan
cenderung stabil mengingat pada sektor informasi dan komunikasi masih ekspansi jaringan 4G LTE
dari salah satu provider yang diperkirakan mampu menciptakan pertumbuhan akseleratif pada sektor
tersebut. Sementara itu, sektor real estate juga memiliki arah pertumbuhan yang lebih tinggi seiring
dengan rencana pembangunan proyek perumahan rakyat.
1.2. Analisis PDRB Dari Sisi Permintaan
Pada sisi permintaan, pertumbuhan tertinggi triwulan II 2017 terjadi pada komponen perdagangan
internasional yang tumbuh tinggi mencapai 21,97% (yoy). Jika dilihat dari andilnya, pertumbuhan
ekspor luar negeri menjadi penggerak utama pertumbuhan perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah
dari sisi penggunaan dengan andil mencapai 5,30%. Pengeluaran konsumsi rumah tangga menempati
urutan berikutnya dengan menyumbangkan andil pertumbuhan 3,31%, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) 1,49% sedangkan impor luar negeri menyumbangkan andil pertumbuhan 0,40%.
Sementara itu, Net ekspor antar daerah justru mengalami kontraksi -3,18%.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan
Atas Dasar Harga Konstan 2010
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Berdasarkan Sektor
Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 7,80 7,59 6,42 5,28 4,27 4,46 3,11 4,73 6,01 6,06 6,06 6,19 6,23 7,09
Konsumsi Pemerintah 5,32 3,35 3,68 6,96 8,57 6,06 11,94 7,78 2,51 3,42 -3,31 -4,27 -0,90 2,47
Investasi -14,96 -1,56 80,32 34,58 16,84 21,84 14,68 17,66 9,97 3,57 9,01 9,48 -1,71 3,70
Ekspor Luar Negeri -29,00 -53,30 -19,71 -13,26 53,13 182,85 88,83 125,23 92,39 173,51 128,16 68,49 71,76 21,97
Impor Luar Negeri -19,61 -0,08 41,90 31,74 87,97 127,90 216,46 556,12 326,14 354,18 115,05 8,30 81,34 9,46
Net Ekspor Antar Daerah 17,64 11,64 19,39 17,71 -11,75 19,75 -8,31 4,96 -4,80 7,48 51,37 65,95 37,16 15,21
TOTAL 2,34 1,79 6,63 9,25 16,39 15,01 15,65 15,10 13,56 15,56 7,91 3,80 3,91 6,61
2017**
Ekonomi Makro Regional
2014
PDRB (%,yoy)
Indikator2015* 2016**
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Sulawesi Tengah
Grafik 1.31.Andil Pertumbuhan Ekonomi menurut Komponen
Penggunaan di Sulawesi Tengah (%)
25
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT
Konsumsi masyarakat terutama konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif pada triwulan
laporan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,08% (yoy). Relatif meningkatnya
pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga dipengaruhi pola konsumsi masyarakat yang
cenderung meningkat pada periode hari besar keagamaan, Ramadhan dan Idul Fitri. Akselerasi
pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen yang
mencatatkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari level 118 poin (rata-rata triwulan
I 2017) menjadi 124 poin (rata-rata triwulan II 2017).18
Konsumsi rumah tangga yang meningkat ini
diiringi dengan optimisme masyarakat yang masih berada pada level tinggi, sehingga komponen
tersebut masih tetap mampu memberi andil terhadap perekonomian Sulawesi Tengah secara umum
sebesar 3,31%.
Tracking pertumbuhan konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan memiliki tendensi tumbuh
lebih tinggi. Beberapa event dengan skala Nasional yang diselenggarakan di Provinsi Sulawesi Tengah
seperti Festival Kepulauan Togean pada Juli, Festival Danau Poso pada Agustus dan juga pelaksanaan
event sepeda nasional Tour De Central Celebes 2017 di September 2017 serta hari raya Idul Adha
diperkirakan akan menjaga optimisme konsumsi. Hal ini sejalan dengan hasil Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) Sulawesi Tengah triwulan III-2017 diperkirakan sebesar 107,39, meningkat
dibandingkan ITK triwulan II-2017 yang sebesar 106,42.
Annual growth konsumsi sepanjang 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari periode
sebelumnya. Peningkatan konsumsi masyarakat pada 2017 diperkirakan akan didorong efek
multiplier perkembangan positif di sektor pertanian yang dalam hal ini memiliki pangsa terbesar pada
PDRB Sulteng. Meskipun jika dilihat secara trend dari tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor
18
Hasil Survei Konsumen KpwBI 2016 periode Juni 2017
Grafik 1.32.Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.33.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Di Sulawesi Tengah
26
ini cenderung terus menurun dikarenakan menurunnya kinerja sub sektor perkebunan, namun geliat
sektor pertanian di triwulan I II 2017 secara perlahan mulai kembali menumbuhkan optimisme. Hal
tersebut berdampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, mengingat sebagian besar
penduduk Sulawesi Tengah bekerja di sektor ini. Positifnya pertumbuhan sektor pertanian ini seiring
dengan tracking kondusifnya iklim 2017 pasca periode anomali El Nino dan La Nina pada tahun
sebelumnya. Selain itu semakin membaiknya harga komoditas ekspor Sulawesi Tengah juga
memberikan dampak positif pada peningkatan daya beli masyarakat secara umum. Peningkatan
aktivitas, selain terjadi di sektor pertanian, diperkirakan juga terjadi di sektor pertambangan dan
industri pengolahan seiring dengan meningkatnya kapasitas, sehingga diperkirakan berdampak positif
terhadap pendapatan masyarakat, yang dengan demikian outlook sektor konsumsi diperkirakan juga
tumbuh lebih tinggi di 2017.
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Pada triwulan II 2017, konsumsi pemerintah mencatatkan peningkatan. Peningkatan konsumsi
pemerintah mencapai 2,47% (yoy) yang didorong oleh meningkatnya capaian realisasi belanja,
terutama realisasi APBD. Walaupun demikian, tingkat realisasi APBD yang pada akhir triwulan II 2017
baru mencapai 35,32% dirasakan masih belum optimal karena masih terdapat selisih target realisasi
anggaran yang cukup tinggi. Kondisi demikian diantaranya dipengaruhi oleh adanya perubahan
numenklatur pada beberapa instansi sehingga proses pengadaan mengalami penundaan.
Pada triwulan III 2017, tracking realisasi belanja pemerintah Sulawesi Tengah diperkirakan
memiliki tendensi meningkat. Kondisi demikian sesuai dengan historis tahun-tahun sebelumnya,
dimana sebagian besar proses pengadaan telah selesai dilakukan pada triwulan III sehingga
memungkinkan terdapat realisasi anggaran belanja modal yang cukup besar.
1.2.3. Investasi
Investasi tumbuh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Secara tahunan
komponen investasi pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 3,70% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif -1,71% (yoy). Meningkatnya
kinerja investasi tercermin dari peningkatan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Grafik 1.34.Perkembangan Konsumsi Pemerintah
27
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari -3.32% (yoy) menjadi 3,99% (yoy), sementara disisi lain,
inventori mengalami perlambatan dari 19,20% (yoy) menjadi 0,57% (yoy).
Peningkatan investasi terutama dikarenakan penyelesaian smelter Amonia di Kabupaten Banggai serta
pengerjaan proyek-proyek strategis pemerintah daerah19
. Data investasi dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mencatatkan jumlah proyek investasi pada triwulan II 2017 sebanyak 122
proyek, dengan rincian 33 proyek diantaranya merupakan realisasi PMDN dan 89 proyek merupakan
realisasi PMA. Total realisasi PMA pada triwulan II 2017 di Sulawesi Tengah tercatat sebesar USD709,8
juta; sedangkan total realisasi PMDN pada triwulan laporan mencapai Rp982,5miliar.
Komponen investasi pada triwulan III 2017 diperkirakan akan mengalami kontraksi. Telah
selesainya proyek-proyek besar industri pengolahan yang menjadi faktor pendorong utama
pertumbuhan investasi, seperti smelter nikel maupun pabrik pengolahan amonia yang sudah akan
beroperasi pada Tw IV 2017 akan berdampak pada pertumbuhan investasi. Rencana investasi
penambahan PLTU dan fasilitas pendukung KEK Palu diperkirakan tidak memberikan dampak terlalu
besar pada pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2017. Pertumbuhan investasi tahunan 2017
diperkirakan masih positif walaupun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya. Adanya
kebijakan perizinan ekspor nikel mentah kadar rendah, membuat beberapa perusahaan tambang
19Hasil liaison dan press release perusahaan smelter di Kabupaten Morowali Utara
Grafik 1.35. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah
Grafik 1.36. Perkembangan Perubahan Inventori
Grafik 1.37.Perkembangan PMDN Sulawesi Tengah Grafik 1.38.Perkembangan PMA Sulawesi Tengah
28
mengkaji ulang rencana pembangunan smelter yang direncanakan untuk dibangun di 2017 sehingga
berisiko pada penundaan investasi lanjutan20
. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa proyek
lanjutan yang diperkirakan masih akan menyumbangkan nilai investasi yang cukup tinggi, diantaranya
adalah pabrik ferronikel di Kawasan Industri Morowali yang telah mencapai tahap 80% dengan nilai
investasi mencapai USD820 juta, dan pembangunan pembangkit listrik PLTA Poso I dengan perkiraan
nilai investasi mencapai Rp2 triliun.21
1.2.4. Ekspor Luar Negeri
Ekspor masih mengalami pertumbuhan walaupun tidak setinggi periode sebelumnya.
Pertumbuhan ekspor mencapai 21,97% (yoy) meskipun lebih rendah dibandingkan periode triwulan
sebelumnya yang mencapai 71,76% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekspor dipengaruhi kondisi
industri nikel seiring adanya tambahan produksi pada pabrik baru di Kabupaten Morowali Utara yang
berkapasitas 100.000 ton per tahun. Jika dicermati lebih dalam, hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan manufaktur Tiongkok sebagai mitra dagang Sulawesi Tengah pada triwulan laporan
yang juga sedikit melambat, sebagaimana tercermin dari indeks manufaktur yang turun dari 51,3 poin
menjadi 50,1 poin.22
.
20
CEO salah satu perusahaan tambang di Sulawesi Tengah
21 Hasil Liaison KpwBI Sulteng terhadap salah satu perusahaan energi dil Sulawesi Tengah
22 Informasi data Bloomberg
Grafik 1.39. Perkembangan Ekspor Luar Negeri
Sulawesi Tengah
Grafik 1.40. Ekspor non-migas Sulewesi Tengah
(USD juta)
Grafik 1.41. Volume Muat Barang Pelabuhan
Sulawesi Tengah
Grafik 1.42. Volume Kargo Keluar
Di Bandara Mutiara Palu
29
Perlambatan pertumbuhan ekspor Sulawesi Tengah dipengaruhi oleh pengiriman hasil non-
migas. Kondisi tersebut, searah dengan indikator pertumbuhan kargo yang melambat sebesar -0,80%
(yoy). Realisasi nilai ekspor komoditas besi dan baja Provinsi Sulawesi Tengah juga tercatat mengalami
perlambatan dari 156,2% (yoy) senilai USD224,79 juta pada triwulan I 2017 menjadi 70,88% (yoy)
dengan nominal USD395,6 juta pada triwulan II 2017.
Negara tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah masih ke Tiongkok. Tiongkok merupakan negara
tujuan ekspor terbesar dengan pangsa mencapai 53% yang kemudian disusul oleh Jepang dan Korsel
dengan persentase masing-masing 28% dan 14%. Ekspor Sulawesi Tengah ke Tiongkok didominasi
oleh produk yang dihasilkan perusahaan smelter di Kawasan Industri Morowali, sementara ekspor ke
Jepang dan Korsel didominasi oleh ekspor LNG dari Kabupaten Banggai dan produk turunnya.
Grafik 1.43.Ekspor Bahan Bakar Mineral Sulawesi
Tengah
Grafik. 1.44. Negara Tujuan Ekspor Komoditas
Sulawesi Tengah
Grafik 1.46. Perkembangan Harga LNG
(Japan Impor Contract Based)
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Ekspor di
Sulawesi Tengah
30
Tracking pertumbuhan ekspor pada
triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh
dengan bias ke atas dari arah proyeksi.
Pertumbuhan ekspor ditopang oleh produksi
LNG yang semakin optimal seiring dengan
adanya peningkatan harga jual internasional.
Di samping itu, terdapat juga tendensi
optimisnya aktivitas industri manufaktur
Jepang yang ditandai dengan stabilnya indeks
optimisme sektor manufaktur Jepang menjadi
pada level 52,7 poin.
Annual growth ekspor di 2017 diperkirakan masih tumbuh positif walaupun dengan skala yang
terbatas. Relatif bergejolaknya harga komoditas nikel olahan dan adanya prediksi penurunan kinerja
manufaktur Tiongkok di awal 2017 dapat menyebabkan perkembangan ekspor tidak sekuat tahun
sebelumnya.
Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan SITC 2 Digit Komoditas Utama
Provinsi Sulawesi Tengah (Ribu USD)
Tahun Bulan Total Ekspor
Ikan,kerang-
kerangan,m
oluska dan
Olahannya
Besi dan
Baja
Kopi, Teh,
Coklat,
rempah-
rempah
Kayu dan
Gabus
Biji Logam
dan Sisa-sisa
Logam
Bahan Nabati
dan hewani
Lainnya
Barang-
barang Kayu
dan Gabus
Lainnya
1 1.271 444 0 0 516 0 123 89 99
2 6.177 447 0 0 179 0 112 64 5.375
3 3.482 598 0 0 391 0 106 95 2.292
4 31.551 270 23.356 0 437 0 171 30 7.287
5 24.442 496 21.204 0 407 0 99 19 2.217
6 28.601 473 21.650 2.545 579 0 165 70 3.119
7 21.819 199 20.986 0 324 0 154 52 104
8 21.721 337 18.504 0 322 0 131 48 2.379
9 18.448 389 15.422 0 235 0 202 16 2.185
10 19.453 400 16.269 0 444 0 115 46 2.179
11 25.734 159 24.708 0 344 0 18 0 505
12 27.387 152 23.714 0 379 0 126 26 2.990
Total 230.087 4.363 185.813 2.545 4.557 0 1.522 555 30.731
Pangsa 100% 1,90% 80,76% 1,11% 1,98% 0,00% 0,66% 0,24% 13,36%
1 31.603 234 28.722 0 268 0 26 18 2.335
2 1.079 311 0 0 503 0 35 42 189
3 61.248 170 58.422 0 433 0 34 18 2.172
4 84.787 325 80.849 0 527 0 47 26 3.013
5 66.499 226 65.545 0 229 0 39 18 442
6 89.219 81 85.098 0 688 0 44 128 3.180
7 44.192 195 43.762 0 132 0 32 0 71
8 71.944 401 70.870 0 371 0 58 47 197
9 92.911 97 90.140 0 296 0 15 41 2.323
10 70.119 204 69.550 0 285 0 59 21 0
11 74.196 422 68.951 59 378 0 345 50 3.991
12 103.921 872 101.636 0 346 0 406 30 630
Total 791.719 3.537 763.546 59 4.455 0 1.139 439 18.542
Pangsa 100% 0,45% 96,44% 0,01% 0,56% 0,00% 0,14% 0,06% 2,34%
1 81.059 658 78.733 0 295 0 570 45 758
2 47.984 488 42.455 0 261 0 122 54 4.605
3 109.690 510 103.799 0 532 0 326 50 4.472
4 76.019 325 71.742 0 990 0 249 20 2.694
5 196.654 1.196 192.383 0 886 0 231 26 1.933
6 137.365 564 131.455 0 896 0 226 26 4.197
Total 648.771 3.741 620.567 0 3.859 0 1.723 221 18.659
Pangsa 100% 0,58% 95,65% 0,00% 0,59% 0,00% 0,27% 0,03% 2,88%
2015
2016
2017
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.47. Indeks PMI Manufaktur Jepang dan
Tiongkok
31
1.2.5. Impor Luar Negeri
Permintaan impor luar negeri mengalami deselerasi. Pertumbuhan permintaan impor luar negeri
Sulawesi Tengah turun signifikan dari 81,34% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 9.46% (yoy) di
triwulan II 2017. Barang utama yang mengalami penurunan impor pada triwulan laporan utamanya
berupa barang yang termasuk golongan barang mesin (peralatan listrik), dan mesin (mesin umum dan
pengolahan logam). Besarnya kebutuhan barang-barang modal (mesin/peralatan listrik dan
mesin/pesawat mekanis) memiliki keterkaitan yang erat dengan masih berlangsungnya investasi
pembangunan fisik/konstruksi di Sulawesi Tengah khususnya infrastruktur terkait industri pengolahan
di Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara.
Total impor non migas Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Komponen impor barang berupa mesin sebagian besar didatangkan
dari kawasan Asia, terutama China. Hal tersebut merupakan salah satu dampak penanaman modal
pembangunan smelter dimana mayoritas investor merupakan perusahaan yang berasal dari Tiongkok.
Grafik 1.48. Volume Bongkar Barang Pelabuhan
Sulawesi Tengah
Grafik 1.49.Perkembangan Jumlah Kargo Masuk
di Bandara Mutiara Palu
Grafik 1.50.Negara Importir
Grafik 1.51.Perkembangan Kredit Impor
32
Tiongkok menjadi negara yang memiliki hubungan trade impor terbesar dengan Sulawesi
Tengah. Adanya pengiriman bahan baku (barang modal) meliputi pesawat mekanik dan mesin-mesin
listrik untuk kebutuhan pembangunan pabrik stainless steel di Kabupaten Morowali menjadi bukti
ketergantungan industri pengolahan Sulawesi Tengah dengan Tiongkok. Ke depan, perusahaan
Tiongkok juga berencana untuk mengembangkan Morowali Industrial Park meliputi pabrik industri
pengolahan produk turunan smelter serta perusahaan energi dan pembangkit listrik. Khusus untuk
pembangkit listrik akan masuk beberapa perusahaan listrik diantaranya dari PT Tsingshan group yang
akan membangun pembangkit sebagai pendukung smelter-smelter yang ada di Sulawesi Tengah.23
Kedepan direncanakan kelebihan daya dari pembangkit-pembangkit tersebut akan dijual kepada
masyarakat umum melalui PLN Sulawesi Tengah.
Tracking pertumbuhan impor pada triwulan III 2017 diperkirakan memiliki arah bias ke bawah
dari proyeksi. Deselerasi impor didorong oleh perkembangan pembangunan pabrik industri
pengolahan skala besar yang semakin mendekati target penyelesaian, terutama pabrik pengolahan
amonia yang sudah akan Hal ini terjadi karena sebagian besar impor yang masuk ke Sulawesi Tengah
sebagian besar berupa mesin dan alat-alat konstruksi. Selain itu, terdapat perusahaan smelter yang
menunda pembangunan di 2017 seiring dengan adanya kebijakan pemerintah yang memperbolehkan
ekspor nikel mentah kadar rendah.
Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Impor Berdasarkan SITC 2 Digit
Provinsi Sulawesi Tengah (Ribu USD)
Tahun Bulan Total Impor
PLASTICS,
NON-
PRIMARY
FORM
NON
METALIC
MINERALS
MFS
IRON AND
STEEL
MANUFACT
URES OF
METAL NES
POWER
GENERATING
MACH. &
EQP
MACH.SPE
CIAL FOR
PARTIC.IND
S
METALWO
RKING
MACHINER
Y
GENERAL
INDUSTRIAL
MACH.&EQP
ELECTRICAL
MACH.,
APPARATUS
SANITARY,
PLUMBING,
FITTINGS
PROF.,SCIENTI
FIC
&CONT.INST.
1 1.863 0 1.562 0 1 300 0 0 0 0 0 0
2 17.623 0 0 2.639 254 98 2.396 17 11.841 378 0 0
3 94.235 0 900 2.513 1.740 11.759 2.003 68 46.308 27.229 1.672 22
4 9.215 0 1.516 0 0 0 0 0 0 0 0 7.500
5 16.681 0 434 0 0 7.475 0 0 573 1.215 0 0
6 23.941 0 736 44 544 0 1.228 253 14.308 498 16 0
7 86.119 18 9.908 535 114 436 3.454 1.736 50.754 12.378 241 154
8 53.058 41 1.770 643 565 251 337 122 31.662 8.450 28 165
9 95.785 4 6.781 114 852 44.728 2.583 166 14.237 17.377 2.555 191
10 71.727 2 2.028 0 93 5.936 8.240 1.684 19.870 24.983 3 67
11 85.806 0 443 468 14 5.708 635 1.655 30.156 36.020 2.957 38
12 144.443 0 845 3 103 15.690 13.987 662 34.709 25.957 3.936 48
Total 398.520 66 26.923 6.959 4.279 92.381 34.864 6.364 254.418 154.484 11.408 8.185
1 2.233 0 0 1.294 0 0 0 0 0 939 0 0
2 68.153 0 0 3.221 96 6 14.864 12.809 2.475 26.308 7.629 746
3 32.066 0 0 261 423 12 2.955 1.266 1 7.059 8.126 11.963
4 48.711 37 1.308 859 462 1.425 3.126 2 21.925 11.976 2.348 58
5 91.480 5 1.521 1.056 75 30 559 63 69.154 7.575 3.230 20
6 128.605 0 1.458 11.479 6.105 157 1.253 40.487 46.919 4.986 357 2
7 33.351 0 2.367 1.730 116 4 12.781 6 1.183 76 4.749 2
8 111.407 114 4.759 114 211 1.401 3.015 43 32.480 41.715 2.957 0
9 66.582 0 8.409 1.680 379 11.207 3.023 72 7.314 24.182 1.273 23
10 187.029 1 687 1.142 1.041 12.148 6.212 83.723 32.848 27.574 1.682 13
11 158.219 25 6.988 369 909 12.002 2.183 52.306 25.949 48.941 2.494 187
12 189.686 0 129 717 942 31.726 7.313 6.444 80.608 12.979 18.829 662
Total 1.117.521 183 27.625 23.921 10.758 70.117 57.284 197.222 320.855 214.310 53.673 13.677
1 1.909 5 165 18 536 11 293 46 297 13 521 4
2 9.689 0 374 26 70 2.436 5 0 2.098 174 4.493 12
3 200.921 0 956 174 4.197 7.477 13.113 26.938 94.920 29.052 6.716 310
4 90.432 0 956 174 4.197 7.477 13.113 26.938 94.920 29.052 6.716 310
5 95.625 5 1 149 0 344 2.493 0 49.818 8.750 2.693 404
6 60.151 38 4.476 624 209 239 1.785 14.492 52.305 3.981 625 338
Total 458.728 64 7.122 1.213 9.489 18.369 34.446 77.523 313.190 75.392 32.809 1.582
2015
2016
2017
23 Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah.
Sumber : Bank Indonesia, diolah
35
KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan
lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja. Pencapaian realisasi belanja
APBD pada triwulan ini juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Rata-rata progress pembangunan fisik di Kabupaten/Kota hingga akhir triwulan II
2017 hanya mencapai 30,39%, sehingga perlu lebih ditingkatkan kedepannya.
Peningkatan anggaran pembangunan infrastruktur yang terdapat pada pos
APBN dan pada APBD Sulawesi Tengah, diharapkan dapat menurunkan
kesenjangan ketersediaan infrastruktur dasar di Sulawesi Tengah. Sementara
itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana Desa yang mencapai 54,39% pada
Triwulan II 2017 diharapkan dapat meningkatkan pemerataan pembangunan
yang sifatnya bottom-up.
BAB II
48,72%
35,32%
23,05%(Rp111,66 miliar)
Realisasi Belanja Modal
48,55%(Rp443,94 miliar)
Realisasi PAD
realisasi pendapatan
APBD
realisasi belanja APBD
Rp1.040,12 miliar
DPK Pemda
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulteng menyerahkan cinderamata kepada Perwakilan Pemerintah
Daerah dalam kegiatan Sosialisasi Implementasi Transaksi Penerimaan dan Pembayaran Secara Non Tunai Pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kota Palu
36
2.1. Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017
Hingga akhir Triwulan II 2017 realisasi pendapatan daerah masih lebih tinggi dibandingkan
dengan realisasi belanja daerah. Realisasi pendapatan daerah Sulawesi Tengah mencapai Rp
1.749,74 miliar atau 48,72% dari pagu anggaran 2017 sebesar Rp3.591,486 miliar. Persentase nilai
realisasi pendapatan pada triwulan II 2017 ini sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 47,95%. Peningkatan realisasi pendapatan dipengaruhi oleh
meningkatnya realisasi PAD menjadi 48,55% dari capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya
48,43% serta pendapatan lain-lain PAD yang sah dari 8,45% menjadi 79,1%.
Total realisasi belanja daerah mencapai Rp1.271,55 miliar atau 35,32% dari total anggaran yang
tersedia sebesar Rp3.599,70 miliar. Persentase realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah
mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 36,48%. Salah satu
faktor penyebab menurunnya realisasi belanja pemerintah adalah perubahan numenklatur dan adanya
peleburan ataupun perampingan kelembagaan dalam instasi daerah, sehingga membutuhkan lebih
banyak waktu untuk mempersiapkan administrasi dan susunan anggaran di awal tahun.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang ditempatkan di
Perbankan mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017 DPK milik Pemerintah Daerah tercatat
sebesar Rp1.040,12 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp3.193,73 miliar. Penurunan DPK terjadi dikarenakan adanya penundaan transfer dana dari
pemerintah pusat karena melesetnya perkiraan penerimaan negara dari yang ditargetkan.
Grafik 2.1.Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Daerah
Grafik 2.2.Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pemda
37
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD
Realisasi dana perimbangan menjadi komponen penopang utama penerimaan APBD di triwulan
II 2017. Realisasi dana perimbangan tertinggi secara nominal didominasi oleh komponen Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1.282miliar dengan tingkat realisasi mencapai 48,43%. Realisasi DAU
pada triwulan laporan relatif stabil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang juga
mencapai 49,58% dengan total nominal sebesar Rp740,40 miliar. Peningkatan juga terjadi pada
realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Retribusi Daerah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi komponen PAD mengalami
peningkatan dari 41,77% menjadi 48,55%. Sementara itu, realisasi komponen Retribusi Daerah
mengalami peningkatan dari 58,27% menjadi 70,92%.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Secara
historis, Rasio Kemandirian Fiskal Sulawesi Tengah menunjukkan tingkat kemandirian yang baik
dengan rata-rata pada 5 tahun terakhir mencapai 42,73 (mid-upper rank). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa sumber PAD Sulawesi Tengah mampu mengimbangi dana pendapatan daerah yang berasal
dari sumber ekstern, misalnya : Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana
Pusat Alokasi Umum dan Dana Pusat Alokasi Khusus. Namun berdasarkan perkembangan terkini (data
sementara), terlihat kinerja rasio kemandirian masih berada di bawah rata-rata historisnya. Pada posisi
terakhir, angka rasio kemandirian mencapai 34,00 atau masih berada di bawah angka rata-rata 5
tahun terakhir yang mencapai 42,73. Angka rasio kemandirian tersebut merupakan perbandingan
nilai PAD di triwulan II 2017 yang mencapai Rp444 miliar terhadap nominal pendapatan-pendapatan
lain yang mencapai Rp1.306 miliar.
Grafik 2.3.Perkembangan Realisasi Pendapatan
Daerah per Triwulan II
Grafik 2.4.Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos
Pendapatan Daerah
38
Tabel 2.1. Rasio Kemandirian dan Derajat Kemandirian Fiskal1
TahunRasio
Kemandirian
Derajat Desentralisasi
Fiskal
2012 55,25 29,81
2013 57,11 31,07
2014 51,05 28,19
2015 57,00 30,78
2016* (Q I-16) 27,91 21,82
2016* (Q II-16) 36,09 26,41
2016* (Q III-16) 40,57 28,86
2016* (Q IV-16) 41,99 29,57
2017* (Q I-17) 26,29 20,82
2017* (Q II-17) 34,00 25,37
Sumber : BPKAD Prov. Sulawesi Tengah, data diolah *data sementara
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggambarkan persentase campur tangan pemerintah pusat
dalam pembangunan daerah dan menunjukkan tingkat kesiapan keuangan pemerintah daerah
dalam melaksanakan otonomi daerah. Semakin tinggi rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), maka
semakin tinggi pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah. Berdasarkan
rata-rata data historis selama 5 tahun terakhir, DDF Sulawesi Tengah sebesar 27,27%; dengan
demikian pada triwulan laporan, Derajat Desentralisasi Fiskal Sulawesi Tengah berada pada skala
cukup (middle rank : 20,01 30,00). Sementara itu, perkembangan terkini DDF menunjukkan adanya
peningkatan dari posisi triwulan sebelumnya, yakni dari 20,82 poin pada triwulan I 2017 menjadi
25,37 poin pada triwulan II 2017. Adanya perbaikan manajemen fiskal daerah diharapkan mampu
mendorong peningkatan kemandirian Pemerintah Daerah terutama dalam menggali potensi-potensi
pendapatan asli daerahnya. Hal tersebut menjadi penting mengingat hampir semua Provinsi masih
bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan di daerah.
Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Rp juta
URAIAN ANGGARAN REALISASI SD TW II
2017 ( % ) REALISASI
PENDAPATAN 3.591.486,41 1.749.744,14 48,72%
PENDAPATAN ASLI DAERAH 914.431,69 443.939,84 48,55%
Pendapatan Pajak Daerah 782.619,05 351.722,42 44,94%
Retribusi Daerah 5.155,51 3.656,10 70,92%
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 21.657,99 18.478,97 85,32%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 104.999,14 70.082,34 66,75%
DANA PERIMBANGAN 2.646.828,12 1.281.894,83 48,43%
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 183.125,66 73.458,93 40,11%
Dana Alokasi Umum 1.493.238,03 740.397,16 49,58%
Dana Alokasi Khusus 970.464,43 468.038,74 48,23%
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 30.226,60 23.909,47 79,10%
Pendapatan Hibah 22.726,60 16.409,47 72,20%
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 7.500,00 7.500,00 100,00%
1Skala Rendah (0-10); Kurang (10,01-20,00); Cukup (20,01-30,00); Sedang (30,01-40,00); Baik (40,01-50,00); dan Sangat Baik
(>50,00)
Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
39
2.1.2 Realisasi Belanja APBD
Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi belanja periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat realisasi
belanja daerah tertinggi berada pada komponen belanja tidak langsung yang mencapai 39,85%
dengan nominal belanja sebesar Rp 857,3miliar. Secara relatif, pencapaian ini mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mampu mencapai 40,20% atau sebesar Rp666miliar.
Walaupun demikian, tingkat realisasi belanja langsung tercatat 28,6% atau secara nominal sebesar
Rp414,3 miliar lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai 32,93% atau sebesar Rp572
miliar.
Tabel 2.3. Realisasi Keuangan dan Fisik Tingkat Kabupaten/Kota
Region Jenis Progress Kategori Jun-16 Sep-16 Des-16 Mar-17 Jun-17 Region Jenis Progress Kategori Jun-16 Sep-16 Des-16 Mar-17 Jun-17
Target 50.00% 80.00% 95,00% 20,00% 55,00% Target 44.00% 74.00% 100,00% 11,00% 31,00%
Realisasi 24.16% 54.49% 75,23% 7,78% 34,58% Realisasi 43.05% 65,67% 92,00% 8,80% 29,00%
Target 40.56% 69.14% 96,17% 20,00% 50,00% Target 43.00% 73.00% 97,00% 10,00% 30,00%
Realisasi 24.16% 54.49% 75,23% 7,27% 33,42% Realisasi 43.05% 65,67% 91,33% 8,80% 29,07%
Target 47.09% 85.39% 100,00% 27,39% 54,86% Target 45.26% 85.31% 100,00% 26,17% 58,05%
Realisasi 20.62% 38.60% 81,64% 5,63% 25,43% Realisasi 37.67% 47.79% 97,14% 11,70% 20,45%
Target 52.78% 83.64% 100,00% 27,39% 54,86% Target 32,96% 69,84% 97,51% 15,07% 57,50%
Realisasi 20.62% 38.60% 81,64% 5,63% 25,43% Realisasi 27,54% 50,74% 94,16% 4,27% 19,94%
Target 40.00% 75.00% 100,00% 20,00% 42,00% Target 50.00% 80.00% 100,00% 12,00% 40,00%
Realisasi 30.48% 53,37% 83,71% 3,84% 19,09% Realisasi 38.30% 51.47% 56,97% 7,31% 28,00%
Target 38.00% 73.00% 97,00% 20,00% 42,00% Target 45.00% 75.00% 97,00% 10,00% 37,00%
Realisasi 28.96% 50,95% 82,69% 3,50% 18,72% Realisasi 36.64% 50.15% 97,22% 7,31% 27,31%
Target 62.50% 83.90% 100,00% 14,35% 55,68% Target 50.00% 80.00% 100,00% 18,00% 48,00%
Realisasi 45.72% 75.68% 91,87% 2,31% 50,28% Realisasi 32.41% 54.51% 73,54% 9,62% 23,74%
Target 58.40% 83.21% 99,74% 29,11% 58,37% Target 45.00% 75.00% 98,00% 14,79% 44,36%
Realisasi 36.91% 49.39% 67,15% 14,10% 33,33% Realisasi 29.03% 50.15% 69,62% 9,14% 23,69%
Target 50.00% 80.00% 100,00% 15,00% 40,00% Target 55.00% 83.00% 100,00% 20,81% 48,19%
Realisasi 27.41% 52,28% 92,05% 8,20% 37,41% Realisasi 32.11% 51.63% 57,51% 13,56% 30,10%
Target 45.00% 75.00% 97,00% 13,00% 37,99% Target 54.90% 82.22% 100,00% 20,81% 48,88%
Realisasi 26.92% 51,20% 92,05% 7,84% 37,41% Realisasi 25.84% 49.79% 55,83% 9,87% 28,45%
Target 33.00% 75.00% 100,00% 16,00% 33,00% Target 50.00% 80.00% 100,00% 20,00% 40,00%
Realisasi 30.28% 65.71% 97,72% 11,28% 31,78% Realisasi 35.55% 46.02% 71,95% 8,72% 34,84%
Target 50.00% 80.00% 99,00% 19,00% 50,00% Target 45.00% 75.00% 97,00% 20,00% 37,00%
Realisasi 36.86% 57.75% 92,39% 12,05% 38,81% Realisasi 35.55% 52,06% 71,95% 8,72% 34,84%
Donggala
Progress Fisik
Progress Keuangan
Palu
Progress Fisik
Progress Keuangan
Toli
Progress Fisik
Progress Keuangan
Parimou
Progress Fisik
Progress Keuangan
Sigi
Progress Fisik
Progress Keuangan
Progress Keuangan
Progress Fisik
Poso
Tojun
Progress Fisik
Progress Keuangan
Morut
Progress Fisik
Progress Keuangan
Morowali
Progress Fisik
Progress Keuangan
Bangla
Progress Fisik
Progress Keuangan
Bangkep
Progress Fisik
Progress Keuangan
Banggai
Progress Fisik
Progress Keuangan
Sumber : Monev TEPRA
Dalam lingkup spasial, rata-rata progress fisik dan keuangan baru mencapai 29,8% dengan
rincian rerata realisasi fisik sebesar 30,39% dan keuangan 29,2%. Kabupaten Tojo Una-una menjadi
daerah dengan tingkat realisasi keuangan tertinggi dengan realisasi pada akhir triwulan II 2017
mencapai 38,81%. Sedangkan Kabupaten Banggai Laut menjadi daerah dengan tingkat realisasi
Grafik 2.5.Perkembangan Realisasi Nominal Belanja
Grafik 2.6.Perkembangan Realisasi Persentase Belanja
40
keuangan terendah hanya mencapai 18,72%. Relatif tingginya realisasi anggaran di Kabupaten Tojo
Una-una didorong oleh adanya pembangunan infrastruktur dengan alokasi anggaran yang cukup
besar, diantaranya adalah untuk pengadaan alat kesehatan gigi & laboratorium, pengadaan alat
kesehatan kamar operasi & radiologi, pengadaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), pembangunan
lanjutan gedung rawat inap kelas 1 dan 2, belanja modal pengadaan alat peraga keterampilan
maupun lanjutan pembangunan gedung kantor camat Ratolindo.2 Dimana proses pengadaan untuk
pembangunan infrastruktur tersebut telah diselesaikan di triwulan II 2017, sehingga diperkirakan
mampu mendorong tingkat realisasi keuangan yang relatif tinggi di akhir tahun.
Dari sisi realisasi fisik per Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Morowali
menjadi daerah dengan tingkat realisasi tertinggi. Tingkat realisasi fisik Kabupaten Morowali
mencapai 50,28%, tingginya tingkat realisasi fisik di Kabupaten Morowali didukung oleh adanya
perkembangan positif pembangunan Kampus Universitas Tadulako, Bandara Morowali dan
infrastruktur pendukungnya, peningkatan jalan dan drainase yang proses pelelangannya telah selesai
pada Triwulan I 2017 sehingga progress fisik dapat maksimal.3
Tabel 2.4. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Rp juta
URAIAN ANGGARAN REALISASI SD TW II
2017 ( % ) REALISASI
BELANJA 3.599.701,59 1.271.555,88 35,32%
BELANJA TIDAK LANGSUNG 2.151.244,49 857.264,44 39,85%
Belanja Pegawai 1.277.264,51 460.707,10 36,07%
Belanja Hibah 501.067,68 302.216,71 60,31%
Belanja Bantuan Sosial 1.000,00 276,50 27,65%
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintah Desa362.718,28 93.447,64 25,76%
Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota
dan Pemerintahan Desa6.694,02 616,48 9,21%
Belanja Tidak Terduga 2.500,00 0,00 0,00%
BELANJA LANGSUNG 1.448.457,10 414.291,45 28,60%
Belanja Pegawai 128.346,01 44.902,88 34,99%
Belanja Barang dan Jasa 835.621,79 257.724,91 30,84%
Belanja Modal 484.489,30 111.663,66 23,05%
SURPLUS / DEFISIT -8.215,18 478.188,26
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 55.415,18 77.436,67 139,74%
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 55.415,18 70.515,11 127,25%
Penerimaan Piutang Daerah 0,00 0,00 0,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 47.200,00 4.500,00 9,53%
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 47.200,00 0,00 0,00%
PEMBIAYAAN NETTO 8.215,18 70.515,11 858,35%
SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN TAHUNAN 0,00 548.703,37
PEMBIAYAAN DAERAH
Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
2 LPSE Kabupaten Morowali
3LPSE Kota Palu
41
2.2 Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah relatif stabil dari periode yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah total belanja APBN mencapai Rp2.918,36 miliar, dengan
tingkat serapan anggaran 28,13% dari total pagu belanja Rp10.374,79 miliar. Tingkat realisasi belanja
pada triwulan laporan tercatat sedikit meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang waktu itu tercatat 25,44%.
Dari sisi belanja, sebagian besar total belanja di triwulan II 2017 merupakan kontribusi dari
belanja pegawai dengan jumlah nominal mencapai Rp927,39 miliar. Pada sisi belanja barang,
tingkat realisasi dana APBN mencapai Rp815,28 miliar atau 34,37% dari total realisasi belanja APBN di
triwulan laporan. Sementara itu, tingkat realisasi belanja modal masih cukup rendah yang mencapai
Rp632,85miliar atau berada pada kisaran 24,91%.
Tabel 2.5. Realisasi Belanja APBN
JAN FEB MAR Nominal % APR MEI JUN Nominal % Nominal %
1 'BELANJA PEGAWAI 2.109,32 114,69 132,28 138,52 385,49 18,28% 154,49 159,14 228,28 541,90 25,69% 927,39 43,97%2 'BELANJA BARANG 2.371,83 15,13 73,02 142,43 230,58 9,72% 184,77 177,37 222,57 584,70 24,65% 815,28 34,37%3 'BELANJA MODAL 2.540,88 1,55 71,56 118,37 191,48 7,54% 105,77 134,05 201,55 441,37 17,37% 632,85 24,91%4 'BELANJA BANTUAN SOSIAL 20,99 - - - - 0,00% 0,12 1,69 0,90 2,71 12,93% 2,71 12,93%5 'DANA ALOKASI KHUSUS FISIK 1.897,94 - - - - 0,00% 553,24 14,63 - 567,87 29,92% 567,87 29,92%6 'DANA DESA 1.433,83 - - - - 0,00% 272,02 313,38 194,40 779,80 54,39% 779,80 54,39%
10.374,79 131,37 276,86 399,32 807,55 7,78% 1.270,40 800,26 847,70 2.918,36 28,13% 3.725,91 35,91%
TW II REALISASI SEM.I
T O T A L
NO Jenis Belanja PAGUREALISASI TW I REALISASI
Anggaran Dana Desa (ADD) 2017 tahap pertama yang mengalami penundaan dari Maret kemudian
bergeser ke April telah terealisasi dengan serapan sebesar Rp 779,0 miliar atau 54,39% dari total
anggaran ADD 2017 Provinsi Sulawesi Tengah. Realisasi ADD 2017 diprioritaskan pada empat
program prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes
PDTT), yaitu menentukan produk unggulan desa atau kawasan pedesaan, mengembangkan Badan
Usaha Milik Desa, membangun sarana embung air desa dan membangun sarana olahraga desa.
---oOo---
Rp Miliar
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Sulteng
Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Serapan Belanja
APBN periode 2012-2017
Grafik 2.8. Perkembangan Nominal Realisasi
Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan)
45
I DAERAH
Inflasi triwulan II 2017 Kota Palu terjaga dengan baik, dan pada akhir Juni
lalu mencatatkan angka 5,23% (yoy). Namun, angka ini masih sedikit
lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahunan dalam tiga
tahun terakhir yang hanya mencapai 5,15% (yoy).
Inflasi Kota Palu pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong dari
kelompok administered prices, yang merupakan dampak dari
meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan tibanya Ramadhan
dan Idul Fitri.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus memperkuat koordinasi
kebijakan dan program kerjanya baik di level kabupaten/kota maupun di
level Provinsi. Perwujudan program pengendalian inflasi dapat tercermin
dari strategi 4K antara lain ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga
barang dan jasa, kelancaran distribusi, dan komunikasi ekspektasi.
BAB III
Kedepan, Bank Indonesia akan terus
mencermati berbagai faktor risiko
yang mempengaruhi inflasi baik yang
bersumber dari kelompok volatile food
maupun dari administered prices.
Dalam rangka menjaga inflasi tetap
berada pada sasaran yang
ditetapkan, Bank Indonesia akan terus
memperkuat koordinasi kebijakan
dengan Pemerintah baik di tingkat
pusat maupun daerah
BAB III. INFLASI DAERAH
Lahan Cabai Rawit di Kabupaten Tojo Una-Una
46
3.1. Perkembangan Inflasi Secara Umum di Kota Palu
Inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017, tercatat 5,23% (yoy), lebih tinggi jika
dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya 4,05% (yoy). Inflasi tahunan
Kota Palu pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi
selama 3 tahun terakhir yaitu 5,15%. Tekanan inflasi bulan Juni 2017 tersebut dapat dijelaskan dari
dua sisi. Dari sisi demand, tekanan inflasi mengalami peningkatan terutama didorong oleh kenaikan
tarif angkutan udara akibat meningkatnya permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu juga muncul dari
kelompok sandang seiring dengan meningkatnya permintaan sandang oleh masyarakat untuk
merayakan lebaran. Sementara dari sisi supply, tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif
listrik seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 900
VA yang diberlakukan secara bertahap. Sementara itu, dari tekanan inflasi dari kelompok volatile
foods cukup terkendali seiring dengan terjaganya pasokan komoditas khususnya dari sub kelompok
ikan segar yang selama ini sering memberikan tekanan.
Berdasarkan kelompok disagregasinya, tekanan inflasi terutama berasal dari kelompok
administered prices, khususnya kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar serta
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing mengalami
inflasi 9,29% (yoy) dan 6,46% (yoy). Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas ini tidak
terlepas dari dampak penyesuaian tarif oleh Pemerintah yaitu tarif listrik, biaya perpanjangan STNK
dan bensin. Dari kelompok volatile foods, adanya kondisi cuaca buruk dan meningkatnya permintaan
masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan harga
terutama dari sub kelompok ikan segar dan bumbu-bumbuan. Kelompok inflasi inti juga menunjukkan
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 3.1. Event Analysis Inflasi Kota Palu
47
adanya peningkatan harga namun cukup terkendali seiring dengan tibanya Ramadhan dan Hari Raya
Idul Fitri. Sementara itu, peningkatan harga pada kelompok administered prices di bulan laporan
berasal dari kenaikan tarif angkutan udara yang didorong oleh meningkatnya permintaan khususnya
selama mudik menjelang hari raya Idul Fitri.
Secara spasial, inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017 berada di atas inflasi tahunan
Nasional yaitu 4,37%. Dari 82 Kota yang dihitung inflasinya secara Nasional, 79 kota mencatatkan
inflasi dan 3 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi secara Nasional terjadi di Kota Tual dengan
realisasi inflasi bulanan 4,48% (mtm). Sementara itu, deflasi terdalam terjadi di Kota Singaraja dengan
realisasi -1,76% (mtm). Inflasi bulanan Kota Palu sendiri menempati urutan ke-47 secara Nasional.
Selama periode April-Juni 2017 rata-rata realisasi Inflasi bulanan Kota Palu tercatat 0,68%
(mtm). Rata-rata inflasi Kota Palu tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi
Nasional pada triwulan yang sama yang mencapai 0,37% (mtm). Lebih tingginya inflasi Kota Palu
disebabkan karena tekanan inflasi dari kelompok administered prices khususnya dari sub kelompok
bahan bakar, penerangan dan air serta transpor yang diakibatkan oleh dampak kenaikan tarif listrik
dan peningkatan permintaan selama triwulan II 2017 menjelang Idul Fitri.
Tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan relatif terkendali selama triwulan laporan yang
mengalami peningkatan harga 3,09% (yoy) dan memberikan andil 0,62%. Tekanan inflasi terutama
berasal dari sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya
serta sub kelompok sayur-sayuran. Terkendalinya inflasi kelompok tersebut dikarenakan tersedianya
pasokan bahan pangan dari sentra produksi di Sulawesi Tengah. Adanya panen raya beras yang
sedang mencapai periode puncak pada bulan April-Mei 2017 menyebabkan peningkatan pasokan
komoditas beras dan berdampak kepada penurunan indeks harga komoditas tersebut.
Selain dari sub kelompok bumbu-bumbuan dan sub kelompok sayur-sayuran, tekanan inflasi
juga disumbangkan oleh sub kelompok ikan segar. Pergerakan harga beberapa komoditas sub-
kelompok ikan segar berfluktuasi, harga ikan segar pada April 2017 mengalami inflasi 1,30% (mtm)
yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan ikan dampak dari Siklon Tropis Ernie yang menyebabkan
gelombang tinggi mencapai 1,25-2,25 meter. Ikan segar kembali mengalami peningkatan di Mei 2017
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Tahunan Beberapa
Region di Indonesia Timur
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Palu,
Nasional, Sulampua dan KTI
48
seiring meningkatnya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ikan segar kembali mengalami deflasi
di Juni 2017 sebesar -10,74%% (mtm) dengan terkendalinya permintaan masyarakat dan tersedianya
pasokan di pasar. Hal ini terlihat dari komoditas ikan segar yang mengalami deflasi pada akhir triwulan
II 2017 yaitu ikan cakalang -0,26%, ikan ekor kuning -0,21%, ikan layang -0,13%, ikan teri -0,04%
dan ikan kembung -0,02%.
Selain dikarenakan oleh kondisi cuaca, inflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan juga
disebabkan karena kurangnya pasokan akibat masih tingginya perdagangan antar wilayah yang terjadi
di Sulawesi Tengah dan masih bergantungnya Sulawesi Tengah dengan komoditas impor terutama
bawang putih. Perdagangan antar wilayah untuk komoditas sub kelompok bumbu-bumbuan dan sub
kelompok ikan segar ke Kalimantan menjadi penyebab lain dari . Beberapa tindakan telah diambil di
antaranya langkah yang diambil oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah yaitu
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dengan tidak memberikan lagi rekomendasi
untuk melakukan perdagangan antar pulau dan juga telah diatur mekanisme perizinan untuk
membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan pangkalan yang ditetapkan1. Selain itu, Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura juga mulai menambah luas tanam tanaman pangan dengan
memanfaatkan lahan tidur untuk menjamin ketersediaan pasokan di Provinsi Sulawesi Tengah.2
Tabel 3.1. Komoditas Penyumbang (Andil) Inflasi/Deflasi terbesar Bulan April-Juni 2017
April 2017 (Inflasi)
Mei 2017 (Inflasi)
Juni 2017 (Inflasi)
Tarif Listrik 0,30% Ikan Cakalang 0,31% Tarif Angkutan Udara 0,54%
Ikan Cakalang 0,11% Ikan Bakar 0,12% Tarif Listrik 0,28%
Seng 0,08% Ikan Ekor Kuning 0,1% Tomat Buah 0,11%
Tomat Buah 0,05% Ikan Selar 0,1% Cabai Rawit 0,05%
Ayam Hidup 0,03% Tarif Listrik 0,09% Telur Ayam Ras 0,04%
Besi Beton 0,03% Bawang Putih 0,08% Bayam 0,04%
Pemeliharaan/Service 0,02% Ikan Layang 0,07% Ikan Kakap Merah 0,03%
Tomat Sayur 0,02% Ayam Goreng 0,06% Kacang Panjang 0,03%
Ikan Kembung 0,02% Tarif Angkutan Udara 0,06% Kangkung 0,03%
Ikan Layang 0,02% Jeruk Nipis 0,06% Beras 0,03% pasar
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
3.2 Tekanan Inflasi Sisi Penawaran
Tekanan harga dari sisi penawaran relatif stabil dan lebih disebabkan oleh pasokan yang
menurun. Tekanan sisi penawaran meningkat pada Mei 2017 yang diakibatkan meningkatnya
permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri dan tingginya perdagangan antar daerah
yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah. Tingginya permintaan terutama terjadi pada komoditas sub
kelompok ikan segar dan sub kelompok bumbu-bumbuan. Tercatat komoditas ikan cakalang
mengalami kenaikan indeks harga mencapai 42,29% (mtm) dan memberikan andil inflasi 0,31% dan
bawang putih mengalami kenaikan harga 29,93% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,08%. Adanya
1 Hasil Rapat Koordinasi Terbatas TPID Provinsi Sulawesi Tengah 2 Hasil Rapat Evaluasi TPID Provinsi Sulawesi Tengah
49
panen raya di triwulan II mampu meredam tekanan inflasi dari sisi penawaran dengan tersedianya
pasokan beras di Provinsi Sulawesi Tengah.
Kondisi cuaca Provinsi Sulawesi Tengah selama triwulan II juga cenderung stabil. Hal ini sejalan dengan
analisis dan prakiraan hujan yang dilakukan oleh BMKG Provinsi Sulawesi Tengah. Sifat hujan di
Provinsi Sulawesi Tengah untuk bulan April 2017 secara umum adalah Atas Normal (AN) dengan
intensitas curah hujan berkisar antara 43-362 mm. Kondisi cuaca di Mei 2017 dan Juni 2017 secara
umum tercatat Normal hingga Atas Normal dengan intensitas hujan masing-masing 51-201 mm dan
101-301 mm. 3
Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten
Parigi Moutong, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso.4
Tekanan inflasi dari sisi penawaran yang cukup terkendali tidak lepas dari tindakan pengendalian yang
telah dilakukan selama triwulan II 2017. Adanya program BULOG dalam menjaga ketersediaan
pangan di Sulawesi Tengah menjadi salah satu faktor penahan tekanan inflasi dari sisi penawaran.
Kerja Sama Operasional telah dilakukan BULOG dengan memberdayakan pengecer sebagai penjual
untuk menjual komoditas sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Khusus untuk
komoditas gula, BULOG menurunkan harga beli pengecer kepada dengan syarat pengecer dan RPK
yang telah ditunjuk oleh BULOG akan dilakukan sistem konsinyasi (titip jual). Selain itu, Gerakan
Stabilisasi Pangan yang dilakukan menjelang Ramadhan selama 2 minggu di beberapa daerah seperti
Luwuk, Poso dan Tolitoli juga menjadi faktor penahan laju inflasi di triwulan laporan.
Terkait dengan stok bahan pangan, BULOG telah menjamin ketersediaan bahan pangan seperti beras
di mana BULOG akan terus melakukan penyerapan beras dan komoditas bawang merah dengan
melakukan kerjasama dengan petani di Kota Palu dan Enrekang, Sulawesi Selatan serta menjamin
ketersediaan komoditas gula.5
Adanya program Rumah Pangan Kita menjadi faktor
lain dalam menahan tekanan inflasi dari sisi penawaran. Sebaran outlet Rumah Pangan Kita (RPK)
di seluruh Kabupaten/Kota Sulawesi Tengah telah mencapai 330 gerai unit, dimana Kota Palu memiliki
jumlah gerai terbanyak yang mencapai 72 unit; Kabupaten Poso mencapai 55 unit dan terbanyak
ketiga adalah Kabupaten Toli-toli dengan 45 unit. Gerai tersebut mampu berkontribusi dalam
menyediakan sembako murah bagi masyarakat dan menjadi salah satu program unggulan TPID
Sulteng selain intervensi melalui pasar murah dan sidak penimbunan barang. Komoditas utama yang
diperdagangkan melalui RPK adalah komoditas beras dan gula pasir.
Relatif terkendalinya inflasi pada triwulan II 2017 juga dipengaruhi kondisi surplus pada beberapa
komoditas strategis. Stok komoditas beras yang bertahan hingga Oktober 2017 dan pada Mei 2017,
stok beras di Kota Palu tercatat surplus sebesar 6.327 ton. Komoditas gula juga mengalami surplus
dan tersedia hingga September 2017.6
3 Laporan BMKG Prakiraan Hujan “Analisa Hujan & SPI Desember 2016. Prakiraan Hujan Februari, Maret, April 2017” 4 Laporan BMKG Prakiraan Hujan Mei, Juni, Juli 2017 “Kondisi Dinamika Atmosfer Analisa Hujan Maret 2017 Informasi
Kekeringan (SPI) 5 Hasil HLM TPID Provinsi Sulawesi Tengah 6 Hasil HLM TPID Provinsi Sulawesi Tengah
50
3.3. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan
Dari sisi demand, terdapat indikasi peningkatan permintaan masyarakat yang tercermin dari
meningkatnya tekanan inflasi inti dan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen di triwulan II
2017. Secara umum Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)7 masih jauh berada di level optimis (di atas
100), yakni 141 poin pada Juni 2017 meningkat dari posisi sebelumnya di level 113 poin. Hal ini
menunjukkan bahwa optimisme masyarakat masih relatif tinggi. Dari indikator lain terlihat tekanan
inflasi inti di Kota Palu relatif terkendali, dari semula 3,45% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,62%
(yoy) pada triwulan II 2017. Inflasi inti pada bulan laporan tercatat 3,62% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,29% (yoy). Kondisi tersebut
menyebabkan inflasi inti hanya menyumbangkan andil inflasi tahunan relatif rendah yakni 2,87%,
lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,31%. Kenaikan indikator
tersebut menggambarkan meningkatnya konsumsi masyarakat terutama dalam menyambut
Ramadhan dan Idul Fitri 2017.
Tekanan dari sisi permintaan juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada
barang-barang tahan lama. Barang tahan lama masuk dalam kelompok tersier yang merupakan
komoditas di luar kebutuhan pokok masyarakat. Peningkatan konsumsi terhadap barang tahan lama
tersebut menjadi salah satu indikator bahwa keinginan masyarakat dalam berinvestasi sedikit
meningkat. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia pada bulan Juni 2017,
terjadi peningkatan indeks konsumsi terhadap barang tahan lama dari 101,67 poin di triwulan I 2017
menjadi 118,67 poin di triwulan II 2017. Tingkat penghasilan masyarakat pada triwulan laporan
mengalami peningkatan. Indeks tingkat penghasilan mengalami peningkatan dari 90 poin di tiwulan
I 2017 menjadi 92,67 poin pada triwulan II 2017. Mencermati kedua indikator tersebut, terlihat
bahwa tingkat konsumsi masyarakat meningkat baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk investasi.
Walaupun demikian, masyarakat juga masih menggunakan dana yang tersedia untuk kegiatan saving.
Kondisi demikian terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ekspektasi jumlah tabungan masyarakat
yang naik dari 83,57 poin di triwulan I 2017 menjadi 151,28 poin di triwulan II 2017. Peningkatan
saving tersebut tampaknya sejalan dengan ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan suku bunga,
yang terlihat dari peningkatan indeks ekspektasi suku bunga tabungan dari 100 poin di triwulan I
2017 menjadi 102 poin pada triwulan II 2017.8
7Survei Konsumen KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Periode Juni 2017
8 Survei Konsumen KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Periode Juni 2017
51
z
3.4. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi pada triwulan Laporan. Sementara itu inflasi
dari kelompok bahan makanan relatif terjaga. Pada triwulan II 2017 kelompok transportasi
khususnya angkutan udara menyumbangkan andil yang cukup tinggi terhadap inflasi. Sementara
kelompok bahan makanan yang pada periode sebelumnya menjadi kelompok yang cukup signifikan
dalam mendorong inflasi, relatif terjaga harganya bahkan mampu menyumbang deflasi -0,15% secara
month to month atau sebesar 0,62% secara year on year. Walaupun terdapat tekanan inflasi dari
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, namun secara umum tekanan inflasi tahunan
dan bulanan berdasarkan kelompok barang relatif terjaga dengan baik.
3.4. Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Ekspektasi
Konsumen
3.5. Indeks Penghasilan, Kondisi Ekonomi, dan Konsumsi
Barang Tahan Lama
Grafik 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Palu Menurut Kelompok Komoditas
52
mtm ytd yoy
Umum 0,76 3,94 5,23 0,76
Bahan Makanan -0,74 1,48 3,09 -0,15
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,05 1,68 3,05 0,011
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar dan Gas 1,12 8,51 9,29 0,265
Sandang 0,49 0,99 3,31 0,027
Kesehatan 0,39 1,44 3,06 0,016
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,25 0,29 4,80 0,016
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,10 6,52 6,46 0,570
KELOMPOK KOMODITASJun-17
Andil Inflasi
Tekanan inflasi kelompok bahan makanan relatif terkendali, sehingga menahan tekanan inflasi
Kota Palu pada akhir triwulan II 2017. Penurunan realisasi inflasi kelompok bahan makanan pada
akhir triwulan II 2017 didorong oleh turunnya tekanan pada sub-kelompok padi-padian, umbi-umbian
dan hasilnya serta sub kelompok daging dan hasil-hasilnya yang mengalami deflasi secara tahunan.
Deflasi dari sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dikarenakan tersedianya pasokan
beras seiring dengan masa puncak panen raya di triwulan II 2017 sedangkan dari sub kelompok
daging dan hasil-hasilnya dikarenakan adanya tambahan suplai terutama dari peternak yang berada di
Sulawesi Tengah. Komoditas lain yang mengalami deflasi dari sub kelompok tersebut adalah beras -
0,75% (yoy) dan daging ayam ras -17,20% (yoy).
Sub kelompok lain yang menahan tekanan inflasi di triwulan laporan adalah sub kelompok ikan segar.
Terjadinya penurunan harga tersebut ditopang oleh stabilnya suplai ikan segar seiring dengan
kondusifnya cuaca di Sulawesi Tengah di akhir triwulan II 2017. Sub kelompok ikan segar mengalami
deflasi sebesar 1,99% (mtm) dari triwulan sebelumnya yang tercatatat 10,48% (mtm). Komoditas
yang mengalami penurunan harga dari sub kelompok tersebut adalah ikan ekor kuning -10,37%
dengan andil -0,06% dan ikan kembung -6,38% dengan andil -0,03%.
Tekanan inflasi sub kelompok kacang-kacangan juga cukup terkendali. Tekanan inflasi sub kelompok
tersebut pada triwulan II mengalami penurunan menjadi 1,95% (yoy) dari 3,67% (yoy) pada triwulan
sebelumnya Beberapa komoditas yang mengalami penurunan, harga adalah kacang hijau dan kacang
tanah.
Sumber : BPS
Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan per Kelompok Komoditas (%)
53
mtm ytd yoy
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,05 1,68 3,05
Makanan Jadi 0,00 1,66 1,98
Minuman yang Tidak Beralkohol -0,46 0,56 0,46
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0,51 2,45 8,24
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
Pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau di akhir triwulan II 2017 secara umum
mengalami peningkatan harga. Sub-kelompok tembakau dan minuman beralkohol mencatatkan
inflasi tertinggi 8,24% (yoy) dengan andil 0,39%. Sub-kelompok makanan jadi juga mencatatkan
infasi 1,98% (yoy) dengan andil 0,28%, dimana komoditas ikan bakar dan ayam goreng masing-
masing memberikan andil inflasi 0,13% dan 0,08%.
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (%)
Meningkatnya tarif listrik menjadi salah satu faktor pendorong inflasi pada kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar pada akhir triwulan II 2017 mengalami peningkatan harga cukup tinggi hingg 54,65% (yoy).
Komoditas yang menjadi penyebab utama adalah komoditas tarif listrik yang menyumbangkan inflasi
2,23%. Di sisi lain, terdapat juga peningkatan harga pada komoditas pasir dengan inflasi mencapai
mtm ytd yoy
Bahan Makanan -0,74 1,48 3,09
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0,72 -2,21 -0,06
Daging dan Hasil-hasilnya 1,60 -1,69 1,58
Ikan Segar -10,74 1,12 1,99
Ikan Diawetkan -2,91 8,19 8,95
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 2,02 -0,04 -3,13
Sayur-sayuran 18,06 15,50 13,75
Kacang - kacangan 0,37 2,75 1,95
Buah - buahan 7,92 14,07 1,59
Bumbu - bumbuan -0,21 2,97 13,44
Lemak dan Minyak -0,01 1,57 6,66
Bahan Makanan Lainnya 0,09 1,61 9,90
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
Sumber: BPS
Sumber : BPS
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Bahan Makanan (%)
Grafik 3.7 .Perkembangan Harga Bumbu-bumbuan Grafik 3. 8. Perkembangan Harga Ikan Segar
54
mtm ytd yoy
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 1,12 8,51 9,29
Biaya Tempat Tinggal -0,14 3,81 3,79
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 5,15 26,61 33,69
Perlengkapan Rumahtangga 0,00 0,00 0,18
Penyelenggaraan Rumahtangga 0,09 0,68 1,81
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
mtm ytd yoy
Sandang 0,49 0,99 3,31
Sandang Laki-laki 0,04 -0,20 4,08
Sandang Wanita -0,11 1,28 2,65
Sandang Anak-anak 2,11 2,67 3,32
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0,19 0,56 3,09
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
9,09% (yoy) dengan andil 0,05%. Komoditas sewa rumah juga menjadi komoditas dengan inflasi
tinggi dari kelompok ini dengan peningkatan harga 7,86% (yoy) dan andil 0,23%.
Kelompok sandang mengalami peningkatan harga pada akhir triwulan II 2017
Laju inflasi kelompok sandang tercatat 3,31% (yoy) dengan andil inflasi mencapai 0,18%. Konsumsi
sandang laki-laki menjadi sub-kelompok yang mengalami inflasi tertinggi mencapai 4,08% (yoy)
dengan andil 0,06%. Komoditas komoditas kemeja panjang katun dan baju kaos tanpa kerah menjadi
komoditas penyumbang inflasi tertinggi masing-masing mencapai 0,03 dan 0,02%. Sementara dari
sisi sub-kelompok sandang wanita dan sub-kelompok sandang anak, masing-masing mengalami
peningkatan indeks 2,65% (yoy) dan 3,32% (yoy), sehingga masing-masing menyumbangkan inflasi
0,04%. Peningkatan harga dari komoditas Sandang disebabkan karena meningkatnya permintaan
khususnya pada saat perayaan hari raya besar keagamaan terutama Hari Raya Idul Fitri.
Kelompok kesehatan mengalami inflasi 3,06% (mtm) dengan andil inflasi 0,12%. Andil
kelompok kesehatan disumbangkan oleh sub-kelompok obat-obatan dan perawatan jasmani dan
kosmetika. Pada sub-kelompok perawatan jasmani dan kosmetika didorong oleh peningkatan harga
komoditas sabun mandi, parfum dan bedak yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,03%,
0,02% dan 0,01%. Sementara itu, inflasi dari sub-kelompok obat-obatan didorong oleh peningkatan
mtm ytd yoy
Kesehatan 0,39 1,44 3,06
Jasa Kesehatan 0,00 0,11 0,11
Obat-obatan 0,64 1,44 4,10
Jasa Perawatan Jasmani 0,00 0,00 0,00
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0,61 2,53 5,15
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
Sumber: BPS
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (%)
Sumber: BPS
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Sandang (%)
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan (%)
Sumber: BPS
55
harga pada komoditas obat dengan resep dan obat gosok yang masing-masing menyumbang inflasi
dengan angka 0,01% terhadap inflasi tahunan.
Jasa pendidikan terutama biaya akademi/perguruan tinggi menjadi pendorong utama inflasi dari
kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Secara tahunan, tekanan inflasi kelompok
pendidikan, rekreasi, dan olahraga mencapai 4,80% (yoy) dan pada akhir triwulan II 2018
menyumbang inflasi 0,30%. Komoditas utama penyumbang inflasi berasal dari sub kelompok jasa
pendidikan khususnya dari komoditas biaya akademisi/perguruan tinggi, sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama yang masing-masing memberikan andil 0,15%, 0,12% dan 0,025%. Sedangkan
dari sub kelompok olahraga, inflasi disumbangkan oleh komoditas sepatu olahraga pria dengan andil
0,001%.
Inflasi yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan didorong oleh
peningkatan tarif angkutan udara. Pada triwulan laporankelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami inflasi 6,46% (yoy) dengan inflasi dari tarif angkutan udara 8,10% (yoy) dengan
andil 0,28%. Selain angkutan udara, meningkatnya tarif pulsa ponsel 11,95% (yoy) dengan andil
0,25% juga turut menjadi pendorong tekanan terhadap inflasi tahunan dari kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan. Peningkatan tarif angkutan udara didorong oleh meningkatnya
permintaan masyarakat pada saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, sementara kenaikan tarif pulsa
ponsel didorong dengan semakin mudahnya masyarakat untuk memperoleh ponsel dengan harga
yang terjangkau dan stabilnya sinyal 4G di Kota Palu sehingga permintaan akan tarif pulsa ponsel ikut
meningkat. Penundaan penurunan tarif interkoneksi 2017 yang direncanakan di triwulan I 2017, turut
mempengaruhi peningkatan harga dari komoditas tarif pulsa ponsel.
Tabel 3.10.Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%)
mtm ytd yoy
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,25 0,29 4,80
Jasa Pendidikan 0,00 0,00 7,66
Kursus-kursus/Pelatihan 0,00 2,78 2,78
Perlengkapan/Peralatan Pendidikan 1,98 1,54 1,87
Rekreasi 0,00 0,00 -3,58
Olahraga 0,00 0,00 0,47
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
mtm ytd yoy
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,10 6,52 6,46
Transpor 4,44 6,44 4,80
Komunikasi dan Pengiriman 0,00 2,48 6,42
Sarana dan Penunjang Transpor 0,00 16,35 22,61
Jasa Keuangan 0,00 0,00 0,00
KELOMPOK/SUBKELOMPOKJun-17
Sumber: BPS
Tabel 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (%)
Sumber : BPS
56
3.5. Disagregasi Inflasi
a. Volatile food
Kelompok volatile food mencatatkan inflasi 0,02% (mtm) atau 3,02% (yoy) pada akhir triwulan
II 2017. Inflasi volatile food cukup terkendali yang tercermin dari adanya penurunan harga pada
komoditas ikan cakalang, ikan ekor kuning, ikan ekor layang, bawang putih, bawang merah dan jeruk
ikan kembung di akhir triwulan II 2017. Komoditas ikan cakalang mengalami penurunan indeks harga
mencapai 28,31% (mtm) dan memberikan andil inflasi -0,26%. Ikan ekor kuning mengalami
penurunan harga 27,96% dan memberikan andil inflasi sebesar -0,21%.
Beberapa komoditas yang menyumbangkan inflasi dari kelompok volatile food adalah tomat
buah dan cabai rawit. Berdasarkan hasil SPH, harga rata-rata tomat buah di pasar tradisional
mengalami peningkatan yakni dari Rp5.393,- per Kg pada triwulan I 2017 menjadi Rp8.615,- per Kg
pada triwulan II 2017 atau mengalami peningkatan harga sebesar 60%. Begitu juga dengan
komoditas cabai rawit yang mengalami peningkatan harga di akhir triwulan II 2017. Sementara itu,
peningkatan harga tomat buah yang terpantau di pasar modern juga mengalami peningkatan yakni
dari Rp10.229,- per Kg menjadi Rp15.100,- per Kg pada triwulan laporan. Perbedaan harga komoditas
di pasar tradisional dan modern disebabkan adanya perbedaan kemasan, dimana harga komoditas
beras di pasar modern lebih mahal karena telah dikemas dengan baik untuk memenuhi preferensi
konsumen dengan tingkat pendapatan menengah ke atas.
b. Administered Prices
Kelompok administered prices mengalami peningkatan laju inflasi 3,94% (mtm) dari bulan
sebelumnya atau secara tahunan mencatatkan inflasi 11,50% (yoy). Salah satu komoditas yang
mengalami tekanan selama triwulan II 2017 adalah tarif listrik dan tarif angkutan udara. Tarif listrik
mengalami kenaikan indeks 7,39% (mtm) atau 54,65% (yoy). Kenaikan indeks harga tidak terlepas
dari adanya dampak kebijakan penyesuaian tarif pada konsumen golongan tarif listrik dengan daya
900 VA. Adanya penyesuaian tarif tersebut menyebabkan pelanggan dengan daya 900 VA akan
dipisahkan menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin seiring dengan kebijakan
Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi tepat sasaran. Implikasi kebijakan tersebut menyebabkan
18,9 juta pelanggan listrik 900 VA9 yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) di
Sulawesi Tengah akan mengalami pencabutan subsidi secara bertahap yang dimulai sejak 1 Januari
2017. Sementara jumlah masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi miskin dan rentan miskin
golongan 900 VA hanya sebanyak 4,1 juta. Tarif angkutan udara mengalami kenaikan indeks 18,13%
(mtm) atau 8,10% (yoy), serta menyumbangkan andil inflasi 0,28% terhadap inflasi tahunan dan
0,64% terhadap inflasi bulanan. Peningkatan tarif angkutan udara dipengaruhi oleh adanya
peningkatan arus penumpang terkait dengan acara Kongres Nasional PMII yang dibuka langsung oleh
Presiden RI dan seiring berlangsungnya perayaan terkait Ramadhan dan Idul Fitri.
9 Data TNP2K
57
c. Core Inflation
Inflasi kelompok inti mengalami kenaikan indeks 3,62% (yoy) dan 0,03% (mtm). Beberapa
komoditas pada kelompok inti yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah mobil 4,69% (yoy)
dengan andil 0,10% terhadap inflasi tahunan, pemeliharaan/servis 19,36% (yoy) dengan andil 0,11%
terhadap inflasi tahunan, dan sandang laki-laki yang meningkat 4,08% (yoy) dengan andil 0,06%
terhadap inflasi tahunan. Peningkatan komoditas inti, terutama mobil dan pemeliharaan/servis
berhubungan dengan aktivitas arus mudik masyarakat antar daerah melalui darat, dimana permintaan
untuk kebutuhan perbaikan dan pemeliharaan kendaraan mengalami peningkatan karena sebagian
besar masyarakat membutuhkan komoditas tersebut guna menjamin keamanan dan kenyamanan
dalam perjalanan mudik.
3.6. Prospek Inflasi (Tracking Triwulan III 2017)
Memasuki awal triwulan III 2017, Kota Palu mengalami penurunan inflasi seiring dengan
berakhirnya Ramadhan dan Idul Fitri. Inflasi yang terjadi pada Juli 2017 mencapai 0,05% (mtm),
sedangkan inflasi tahunan di Kota Palu berada pada 4,87% (yoy). Penurunan inflasi Kota Palu pada
awal triwulan III dipengaruhi oleh menurunnya permintaan masyarakat terutama dari kelompok
administered prices yaitu tarif angkutan udara sebesar -10,30% (mtm) dan memberikan andil sebesar
-0,36%. Penurunan tarif angkutan udara dipengaruhi oleh turunnya permintaan pasca Hari Raya Idul
Fitri seiring dengan berakhirnya musim mudik. Hal ini sejalan dengan Survei Pemantauan Harga (SPH)
yang dilakukan Bank Indonesia terutama untuk komoditas angkutan udara low fare yang rata-rata
mengalami penurunan -24,74%. Dampak kenaikan tarif listrik yang sebelumnya menjadi komoditas
penyumbang inflasi utama dari kelompok administered prices, dampaknya sudah berkurang sehingga
tidak mengalami perubahan harga di Juli 2017.
Komoditas lainnya yang mendorong penurunan inflasi Juli 2017 adalah sepeda motor dan kendaraan
carter yang masing-masing mengalami penurunan indeks mencapai -2,53% (mtm), dan -14,53%
(mtm). Penurunan ini juga tidak lepas dari dampak berakhirnya tahun ajaran baru serta Ramadhan dan
Idul Fitri. Walaupun kelompok inti secara umum relatif stabil, namun kelompok sandang justru
3.9. Inflasi berdasarkan Kelompok-Disagregasi
58
mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi di Juli 2017 sebesar 0,12%. Sub kelompok utama
penyumbang inflasi adalah sandang anak-anak dan sandang wanita yang masing-masing mengalami
peningkatan harga sebesar 0,71% (mtm) dan 0,14% (mtm). Kenaikan sandang anak-anak
disebabkan karena meningkatnya permintaan terkait dengan libur sekolah dan persiapan tahun ajaran
baru bagi pelajar di Sulawesi Tengah
Tekanan inflasi kelompok volatile food cukup terkendali, walaupun secara umum masih
mengalami peningkatan indeks harga dalam skala terbatas mencapai 0,01% (mtm) atau 1,05%
(yoy). Inflasi dari kelompok volatile food disebabkan oleh peningkatan harga dari komoditas bawang
merah, ikan ekor kuning, tomat buah, ikan layang dan ikan cakalang. Komoditas bawang merah
mengalami peningkatan indeks harga mencapai 36,77% (mtm) dengan andil inflasi 0,16% dan Ikan
ekor kuning mengalami peningkatan harga 25,38% dengan memberikan andil inflasi sebesar 0,14%.
Berdasarkan perkembangan terkini tersebut, diperkirakan arah pergerakan inflasi pada akhir
triwulan III 2017 akan meningkat. Hari Raya Idul Adha diperkirakan akan memberikan tekanan
inflasi kepada kelompok administered prices seiring dengan libur panjang Idul Adha dan kelompok
volatile foods di triwulan III 2017 terutama untuk komoditas kelompok bahan makanan. Kondisi cuaca
buruk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen yang diperkirakan terjadi di akhir triwulan III.
dMenjelang awal triwulan IV 2017, diperkirakan juga akan memberikan tekanan kepada komoditas
kelompok volatile foods. Fenomena perdagangan antar wilayah yang sering terjadi di Sulawesi Tengah
juga dapat berdampak pada turunnya persediaan pasokan di Sulawesi Tengah.
Adanya event Nasional yang akan diselenggarakan di Sulawesi Tengah selama triwulan III 2017 seperti
balap sepeda Internasional tours de celebes, HUT RI 2017, dan acara Teknologi Tepat Guna
diperkirakan akan memberikan tekanan inflasi dari sisi permintaan di Sulawesi Tengah
sepertiTeknologi Tepat Guna. Acara Teknologi Tepat Guna di Kabupaten Parigi Moutong tersebut
direncanakan akan dibuka langsung oleh Presiden RI, dan diperkirakan akan dihadiri sekitar 7.000
tamu undangan.
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama
dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices, sehingga sejalan dengan
kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko kenaikan harga volatile food.
3.7. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Sepanjang triwulan II 2017, telah dilaksanakan beberapa kegiatan untuk memperkuat koordinasi dan
inovasi program TPID Provinsi Sulawesi Tengah diantaranya adalah :
1. Pada tanggal 15 Mei 2017, TPID Provinsi Sulawesi Tengah melaksanakan High Level Meeting
(HLM) TPID sebagai persiapan TPID dalam mengantisipasi inflasi menjelang Ramadhan dan Idul
Fitri. Adapun HLM dibuka langsung oleh Ketua TPID Provinsi Sulawesi Tengah dengan hasil dari
pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
59
a. Butir-butir hasil HLM
i. Inflasi Provinsi Sulawesi Tengah pada April 2017 tercatat 0,46% (mtm) atau 5,09%
(yoy). Realisasi inflasi bulanan tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan April
2016 yang mengalami deflasi 5,08%(yoy) atau -0,53% (mtm). Realisasi inflasi
tahunan relatif sama dengan posisi yang sama tahun lalu yang mencapai 5,08%
(yoy). Sedangkan secara ytd, laju inflasi Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 2,34%
(ytd), yang berarti di atas inflasi Nasional dan Sulampua masing-masing 1,28% (ytd)
dan 1,62% (ytd).
ii. Tingginya inflasi diperkirakan berasal dari kelompok Administered Prices (AP). Hal ini
tidak terlepas dari dampak kebijakan kenaikan tarif listrik oleh Pemerintah secara
berkala sejak Januari 2017.
iii. Inflasi dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Survei Biaya Hidup
(SBH)yang dilakukan BPS untuk perhitungan inflasi Sulawesi Tengah hanya dilakukan
di Kota Palu. SBH dimaksudkan untuk mendapatkan komoditas yang biasa
dikonsumsi masyarakat dan bobotnya terhadap total pengeluaran rumah tangga.
Untuk Kabupaten lain yang belum di survei SBH, dalam menghitung inflasinya dapat
menggunakan pendekatan sister city dengan menggunakan SBH (Kota Palu).
Kedepan BPS diharapkan melakukan penghitungan kota inflasi lain selain kota Palu
sebagai contoh kota Banggai, Poso atau Toli-toli.
iv. Pada kelompok Volatile Food (VF) Beberapa komoditas yang sering memicu inflasi
sehingga perlu mendapat perhatian menjelang Ramadhan dan Idul Fitri adalah beras,
ikan cakalang, ikan selar, cabai rawit dan daging ayam.
v. Terkait dengan stok bahan pangan :
a) Stok beras Sulawesi Tengah akan bertahan hingga Oktober 2017.
b) Stok gula akan tersedia hingga 4 bulan ke depan.
c) Untuk bawang putih akan dilakukan impor sebesar 23 ton dan akan dijual di
bawah harga pasar.
d) Untuk bawang merah, telah dilakukan kerjasama dengan petani di Enrekang -
Sulawesi Selatan untuk menyediakan bawang selama Gerakan Stabilisasi Harga.
e) Untuk cabai, terdapat potensi siap panen sebanyak 4.500 batang cabai di Tolai
dan telah dilakukan panen perdana.
vi. Terkait dengan stok BBM dan LPG 3 kg:
a) Per tanggal 15 Mei 2017, BBM mencapai ketahanan stok 14 hari ke depan. Pola
ketahanan stok untuk setiap periode akan terus dipertahankan.
b) Per tanggal 15 Mei 2017, LPG 3 kg mencapai ketahanan stok 5 hari ke depan.
Pola ketahanan stok untuk setiap periode akan terus dipertahankan.
60
c) Realisasi penjualan LPG 3 kg Januari-April sebanyak 1.100.000 tabung. Pertamina
akan mempersiapkan 1.300.000 tabung (peningkatan 19%) untuk menjamin
stok Mei-Juni.
vii. Bulog akan melaksanakan Gerakan Stabilisasi Harga pada tanggal 17 Mei 2017
selama 2 minggu. Sementara itu, Polda juga telah membentuk Tim Satgas Pangan
dan telah menyusun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian harga
termasuk kegiatan sidak bersama ke pasar.
viii. Akan dicanangkan program BBM 1 harga di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Banggai
Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una tepatnya di Togean dan Kabupaten Sigi.
b. Rekomendasi
i. Diharapkan BUMN terutama perbankan dapat menyalurkan CSR sebagai bentuk
subsidi harga komoditas-komoditas utama penyumbang inflasi di Provinsi Sulawesi
Tengah. CSR juga dapat diberikan dalam bentuk insentif kepada pengecer yang
bersedia melakukan penjualan komoditas sesuai dengan harga Pemerintah.
ii. TPID Provinsi Sulawesi Tengah diharapkan dapat meyakinkan masyarakat akan
program pengendalian harga yang dilakukan oleh TPID untuk menjaga ekspektasi
inflasi masyarakat.
iii. Bagi Kabupaten yang ingin melakukan perhitungan inflasi di wilayahnya, sementara
belum terdapat Survei Biaya Hidup (SBH) oleh BPS, dapat dilakukan dengan
menggunakan bobot inflasi kota Palu sebagai permulaan sebelum melakukan
penghitungan SBH sendiri.
iv. Untuk perhitungan inflasi Nasional, kedepan diharapkan tidak hanya dilakukan di
Kota Palu, akan tetapi juga di Kota lain agar lebih menggambarkan inflasi Sulteng
yang lebih utuh.
v. Bila dipandang perlu, TPID Provinsi Sulawesi Tengah dapat merumuskan strategi baru
untuk mengendalikan inflasi.
vi. Dinas Perhubungan perlu melakukan penambahan penerbangan (extra flight), untuk
mengantisipasi melonjaknya penumpang pada saat Lebaran.
vii. Dinas Perhubungan diharapkan dapat melakukan pemeriksaan perpindahan barang
yang menjadi komoditas perdagangan dan Balai Karantina diharapkan dapat
mendata pengiriman barang perdagangan yang masuk maupun keluar dari dan ke
wilayah kerjanya.
viii. Melakukan edukasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan konsumsi secara
berlebihan terutama pada saat Ramadhan hingga Idul Fitri, serta menginformasikan
kepada masyarakat bahwa ketersediaan pasokan pangan mencukupi.
ix. Perlu dilakukan sidak ke beberapa lokasi pasar dan gudang, guna memastikan tidak
ada pihak-pihak yang menimbun barang. Polda dan KPPU serta instansi terkait dapat
61
bekerjasama untuk mengatasi distribusi barang dan permasalahan tidak bekerjanya
pasar secara sempurna.
x. Perlunya menambah luas tanam di Kabupaten penyangga untuk meningkatkan
produksi diantaranya beras dan kentang, guna menjaga ketersediaan pangan di
Sulawesi Tengah.
2. Pada Mei 2017, TPID Kota Palu melaksanakan Rapat Koordinasi TPID Kota Palu dengan KPw BI
Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Mei 2017. Rapat dilaksanakan dalam rangka
mengkoordinasikan langkah-langkah dalam mengantisipasi kenaikan harga menjelang Ramadhan
di Kota Palu. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Butir-butir hasil Rapat
i. Rapat dilaksanakan dalam rangka mengkoordinasikan langkah mengantisipasi
kenaikan harga menjelang Ramadhan di Kota Palu.
ii. Inflasi bersumber dari 2 sisi yaitu sisi demand yang dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan masyarakat dan sisi supply yang dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan
dan rantai distribusi.
iii. Inflasi Kota Palu April 2017 tercatat 0,46% (mtm) dan 5,09% (yoy) dengan komoditas
penyumbang inflasi utama dari kelompok administered prices yaitu kenaikan tarif
listrik.
iv. Beberapa tindakan yang dilakukan TPID Sulawesi Tengah dalam mengendalikan inflasi
menjelang Ramadhan adalah menggelar pasar murah yang dilakukan selama 2 minggu
oleh Bulog. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Tengah
juga menggelar pasar murah pada 23-24 Mei 2017, yang disubsidi oleh BI.
Direncanakan seminggu sebelum Lebaran, Disperindag Provinsi Sulawesi Tengah
bekerjasama dengan BI juga akan menggelar pasar murah lagi.
v. Untuk menjaga kontinuitas produksi bahan pangan, BI turut membantu pengendalian
inflasi dengan mengembangkan klaster di beberapa wilayah sentra produksi bahan
pangan Sulawesi Tengah (Kabupaten Sigi, Parigi dan Donggala).
vi. Secara umum beberapa komoditas tercatat surplus, namun dikarenakan terjadi
perdagangan antar daerah ke provinsi lain yang defisit maka pasokan bahan pangan di
Kota Palu juga menjadi berkurang.
vii. Harga komoditas penting selama 3 minggu terakhir terpantau stabil. Bawang merah
dan cabai rawit merah mengalami penurunan harga. Komoditas daging ayam ras
terpantau cukup dan akan terus mendapatkan pasokan dari peternak lokal Palu.
viii. Ketersediaan stok beras Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sebesar 2,3 ton dan
akan dilakukan penambahan 5 ton di Juni 2017. Stok yang tersedia akan digunakan
untuk intervensi pasar ketika terjadi kerawanan pangan.
ix. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu sedang melakukan survei kekuatan
pasokan daerah penyangga dan akan dikaitkan dengan permintaan akan masing-
62
masing komoditas pangan strategis, sehingga Pemkot Palu dapat memperkirakan
kebutuhan dan ketersediaan pasokan yang tersedia selama Ramadhan dan Idul Fitri.
x. Bank Indonesia akan melakukan survei ke area pertanian yang terdapat di daerah
Bayoge dalam rangka mendukung pengembangan produksi hortikultura.
b. Rekomendasi
i. Perlu menjadi perhatian bersama khususnya untuk komoditas bawang putih,
mengingat pasokan untuk komoditas tersebut masih mengandalkan impor.
ii. Perlu dilakukan penambahan jadwal penerbangan untuk mengantisipasi lonjakan
penumpang angkutan udara pada Ramadhan dan Idul Fitri, agar harga tiket pesawat
tidak naik tajam.
iii. Melakukan himbauan kepada masyarakat baik melalui media cetak dan elektronik
untuk tidak berbelanja berlebihan dan meyakinkan masyarakat bahwa pasokan
kebutuhan pokok masih tercukupi.
iv. Pasar murah yang dilakukan oleh Bulog diharapkan tidak hanya dilaksanakan selama 2
minggu tetapi dapat diperpanjang waktunya.
v. Menggalakkan kegiatan gerakan menanam tanaman pangan di pekarangan rumah
atau pinggiran gang/lorong untuk mengurangi tekanan inflasi khususnya komoditas
cabai.
vi. Melakukan sidak kepada distributor untuk mencegah penimbunan stok dan menindak
secara tegas pihak-pihak yang mempermainkan harga.
vii. Menggunakan lumbung pangan yang dimiliki oleh Pemkot Palu menjadi salah satu RPK
Bulog.
viii. Perlunya perbaikan fasilitas umum khususnya pasar di Kota Palu, agar pasokan
komoditas yang masuk ke Kota Palu dapat tertampung dengan baik.
3. Pada Juni 2017 telah dilaksanakan kegiatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah yaitu Rapat
Koordinasi Terbatas TPID Provinsi Sulawesi Tengah. Rapat Koordinasi Terbatas dilaksanakan pada
tanggal 19 Juni 2017 dengan tujuan membahas tingginya inflasi Sulawesi Tengah periode Mei
2017 dan antisipasi yang diambil untuk mengendalikan inflasi ke depannya. Adapun hasil dari
pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
c. Butir-butir hasil Rapat
i. TPID Provinsi Sulawesi Tengah telah mengambil tindakan dalam mengantisipasi
kenaikan harga menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Rapat koordinasi
terbatas dilakukan sebagai tindak lanjut untuk mengevaluasi tindakan yang telah
diambil TPID dan juga sekaligus menentukan langkah-langkah strategis selanjutnya
dalam pengendalian inflasi Sulawesi Tengah.
ii. Pemerintah telah mengambil tindakan pengendalian inflasi sebelum Ramadhan tiba, di
antaranya yaitu penetapan HET, penetapan satgas pangan POLDA, gerakan stabilisasi
pangan dan pendirian RPK oleh Bulog. Selain itu, telah dilaksanakan pasar murah oleh
63
beberapa instansi, dan TPID juga melakukan pemantauan langsung ke pasar-pasar di
Kota Palu. Selain itu TPID juga menghimbau masyarakat untuk tidak berbelanja secara
berlebihan, yang dilakukan melalui beberapa media di antaranya melalui billboard,
radio dan televisi.
iii. Untuk mengatasi kenaikan harga juga dilakukan intervensi langsung ke pasar dengan
mengumpulkan pedagang-pedagang yang mau berkomitmen untuk menjual barang
sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan untuk
memotong jalur distribusi yang cukup panjang.
iv. Inflasi pada komoditas ikan, disebabkan berkurangnya pasokan yang disebabkan
adanya perdagangan antar daerah terutama ke Kalimantan.
v. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah tidak memberikan lagi
rekomendasi untuk melakukan perdagangan antar pulau dan juga telah diatur
mekanisme perizinan untuk membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan
pangkalan yang ditetapkan.
vi. Inflasi ytd Provinsi Sulawesi Tengah telah mencapai 3,16% dan merupakan inflasi
tertinggi selama 5 tahun terakhir. Sejak tahun 2014, pola inflasi Sulawesi Tengah mulai
berubah sehingga sulit memprediksi pergerakan inflasi di Sulawesi Tengah.
vii. Kebijakan pemerintah pusat (tarif listrik, STNK) merupakan salah satu faktor yang
memberikan dampak terhadap tingginya tekanan inflasi Sulawesi Tengah.
viii. Untuk menjamin kebenaran data yang dikumpulkan, BPS membentuk tim evaluasi
harga yang melakukan perbandingan harga dengan instansi lain salah satunya
Disperindag sebagai salah satu langkah kehati-hatian BPS dalam melakukan
penghitungan inflasi Sulawesi Tengah.
ix. Masing-masing komoditas yang menjadi penghitungan inflasi memiliki bobot
tersendiri, dimana bobot tersebut dievaluasi secara periodik. Inflasi bukan
perbandingan harga yang tinggi dan rendah namun memperhatikan berapa besar
perubahan harganya.
d. Rekomendasi
i. TPID Provinsi Sulawesi Tengah perlu untuk memperhatikan beberapa komoditas yang
akan mengalami kenaikan harga yaitu tarif listrik, tarif angkutan udara dan tahun
ajaran baru sekolah.
ii. BPS Provinsi Sulawesi Tengah perlu memperhatikan kembali pembobotan beberapa
komoditas penting di Sulawesi Tengah khususnya dari kelompok ikan segar.
iii. TPID perlu untuk mencari komoditas substitusi dari kelompok ikan segar laut untuk
menekan ketergantungan masyarakat akan kebutuhan ikan air laut.
iv. TPID Provinsi Sulteng perlu untuk memberikan himbauan kepada nelayan untuk lebih
mengutamakan menjual tangkapan di pasar lokal sebelum menjual ke provinsi lain.
64
4. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tengah juga melaksanakan Rapat Evaluasi
TPID Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 14 Juli 2017. Rapat dilaksanakan untuk mengevaluasi
kegiatan pengendalian inflasi selama semester I 2017 dan membahas kegiatan pengendalian
inflasi yang akan dilakukan selama semester II 2017. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. TPID perlu memperhatikan beberapa hal yaitu upaya perbaikan tata niaga, penyimpanan dan
distribusi komoditas pangan, serta isu perdagangan antar daerah. Selain itu, perlu untuk
melakukan pemetaan daerah produksi di Sulawesi Tengah, dan menghimbau pedagang
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan untuk Provinsi Sulteng terlebih dahulu sebelum
melakukan perdagangan antar daerah. Disamping itu perlu juga untuk membuat MoU
sebagai payung hukum dalam perdagangan antar daerah.
b. Pemprov Sulawesi Tengah akan berkoordinasi dengan perusahaan maskapai penerbangan
untuk menambah jumlah penerbangan dari/ke Palu. TPID juga perlu mengusulkan
pemberlakuan ceiling price atau batas tertinggi dari harga tiket pesawat udara pada
Rakornas yang akan diselenggarakan tanggal 27 Juli 2017.
c. TPID akan berkoordinasi dengan Hiswana Migas untuk mengusulkan agar dapat ditetapkan 1
(satu) harga untuk LPG 3 kg. Disamping itu Pemprov Sulawesi Tengah perlu
mengontrol/sidak ke pangkalan LPG 3 kg guna memberikan efek jera terkait dengan
permainan harga dan penimbunan LPG 3 kg yang sering terjadi.
d. Pada semester II, Bulog akan tetap melakukan kegiatan pasar murah dan turun langsung ke
pasar untuk mengendalikan harga komoditas.
e. Untuk menambah pasokan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura sedang
mengembangkan tanaman tomat dan bawang merah dengan memanfaatkan lahan tidur.
f. Disperindag Sulteng perlu untuk mulai mengembangkan program hilirisasi agar pada saat
produksi komoditas melimpah dapat diserap sehingga harganya tidak jatuh.
g. TPID Provinsi Sulawesi Tengah perlu menjaga stok komoditas ikan dengan membangun
infrastruktur pendukung. Selain itu juga perlu membudidayakan ikan air tawar sebagai
komoditas alternatif atau substitusi terutama di saat pasokan ikan laut berkurang.
5. Selain koordinasi yang dilakukan antar anggota TPID di Provinsi Sulawesi Tengah, TPID Provinsi
Sulawesi Tengah juga turut aktif dalam kegiatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi
dengan TPID di Kawasan Timur Indonesia melalui Rapat Koordinasi Wilayah TPID KTI pada tanggal
6-7 Juni 2017. Dari pertemuan tersebut, terdapat 3 (tiga) hal yang akan disampaikan di Rapat
Koordinasi Nasional TPID yaitu :
a. Penguatan kelembagaan TPID, baik melalui upaya pembentukan TPID di beberapa
Kabupaten/Kota yang belum ada TPID-nya, maupun melalui penerbitan Peraturan Presiden
yang mengatur struktur dan mekanisme kelembagaan TPI, Pokjanas TPID dan TPID.
b. Penguatan kerangka Kerjasama Antar Daerah (KAD) melalui:
65
i. Pemasukan KAD dalam perencanaan wilayah, RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD serta
dalam penyusunan RAPBD
ii. Penerbitan instruksi kementerian terkait
iii. Penyusunan roadmap KAD dalam mendukung pengendalian inflasi daerah
c. Pembahasan dan evaluasi bersama dengan BPS mengenai metode perhitungan inflasi tarif
angkutan udara antara lain; kemungkinan pengklasifikasian/pencacahan tarif angkutan udara
seperti halnya komoditas beras (kualitas rendah, medium premium) sehingga indeks tarif
angkutan udara yang muncul merupakan angka weighted indeks dari keseluruhan klasifikasi
angkutan udara. Selain itu, perlu adanya penambahan frekuensi penerbangan serta dukungan
operasional bandara 24 jam untuk merespon tingginya permintaan jelang hari besar
keagamaan/hari libur nasional/hari libur sekolah.
Hasil yang diperoleh dalam Rakorwil tersebut kemudian ditindaklanjuti lebih lanjut dalam Rapat
Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi pada 27 Juli 2017 yang dibuka oleh Presiden RI.
6. Bank Indonesia dan TPID Provinsi Sulawesi Tengah juga telah mengambil langkah-langkah
antisipasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri yaitu:
a. BI Sulteng telah melakukan upaya moral suasion berupa himbauan melalui radio yang
disiarkan melalui RRI Sulteng. Rekaman himbauan tersebut disiarkan secara off-air selama
Ramadhan berlangsung.
b. BI Sulteng bersama TPID melaksanakan Talkshow membahas kesiapan TPID selama
Ramadhan dan Idul Fitri yang disiarkan secara langsung oleh TVRI Sulteng pada 1 Juni 2017,
dengan menghadirkan beberapa narasumber dari anggota TPID, yakni BI, Kepala
Disperindag, Kepala Bulog, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulteng.
c. BI Sulteng memasang iklan layanan masyarakat agar berbelanja bijak dengan mengusung
TPID ada, Stok
di tempat-
tempat strategis di Kota.
d. TPID melalui Bulog juga menyenggarakan Gerakan Stabilisasi Harga Pangan selama dua
minggu yang dimulai pada tanggal 17 Mei 2017.
e. TPID juga telah menyelenggarakan pasar murah yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei - 24
Mei 2017. Selanjutnya pada tanggal 16 - 17 Juni 2017 akan digelar pasar murah kedua. BI
turut berkontribusi pada kegiatan pasar murah tersebut.
f. Polda Sulteng juga telah membentuk Tim Satgas Pangan dan telah menyusun langkah-
langkah pengendalian harga.
g. Pada tanggal 30 Mei 2017, BI Sulteng bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi Sulteng
melakukan sidak ke pasar tradisional Masomba. Selanjutnya pada 1 Juli 2017, BI Sulteng
bersama-sama dengan Walikota Palu dan KPPU melakukan sidak ke pasar Inpres Manonda.
h. TPID melalui Dinas Perhubungan akan segera menyurati maskapai penerbangan untuk
menambah jumlah penerbangan (extra flight) sebagai bentuk mengantisipasi potensi
meningkatnya permintaan transportasi angkutan udara menjelang hari raya lebaran.
66
---oOo---
67
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kinerja korporasi di Sulawesi Tengah pada triwulan II
2017 secara umum masih terjaga dengan baik, namun
perlu antisipasi terkait potensi risiko melambatnya
ekonomi global dan turunnya daya beli masyarakat.
Kinerja sektor rumah tangga secara umum juga cukup
baik yang tercermin dari masih positifnya pertumbuhan
kredit konsumsi dan nilai IKK yang masih tinggi. Kondisi
kredit perumahan maupun kendaraan bermotor secara
umum masih cukup positif dengan tingkat NPL yang
masih terjaga.
Perbankan perlu mencermati penurunan kualitas kredit
motor di Banggai, dan kredit sektor perumahan di kota
Palu dan Morowali.
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di sektor
Korporasi, sektor Rumah Tangga maupun sektor Perbankan
NPL
3,13% KREDIT
9,15% DPK
5%
RASIO GROWTH
O
GROWTH
O
Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate digunakan sebagai suku bunga
kebijakan baru sebagai pengganti BI rate dan berlaku efektif
pada 20 Juli 2017.
Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas
makroekonomi di tengah ketidakpastian global, dan menjaga
pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan
makroprudensial yang akomodatif
Deposit
Lending
4,00%
5,50%
Facility
Facility
7-Day
Repo Rate
4,75%
Wisuda Inkubator Bisnis UMKM “Bina Tanantovea” dan
Seminar peningkatan kapasitas kepada UMKM Kota Palu
68
Secara keseluruhan kondisi stabilitas keuangan daerah baik di sektor korporasi, rumah tangga
maupun perbankan terjaga dengan baik. Meskipun demikian, terdapat beberapa sumber kerentanan
yang perlu menjadi perhatian bagi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Tengah. Perlambatan
perekonomian global yang telah dirasakan sejak tahun 2016 memberikan tekanan cukup besar pada
sektor korporasi di Sulawesi Tengah. Selain itu, ketahanan rumah tangga juga mengalami tekanan
walaupun secara umum masih terjaga. Menurunnya daya beli seiring dengan turunnya kemampuan
konsumsi masyarakat diperkirakan memberikan tekanan pada sektor rumah tangga. NPL motor yang
pada tahun 2016 cukup tinggi mulai menunjukkan perbaikan pada tahun 2017 dengan rasio NPL yang
turun hingga di bawah 5% membaik dari periode sebelumnya. Walaupun pada triwulan II 2017 terdapat
beberapa potensi risiko pada stabilitas keuangan khususnya dari sektor korporasi akan tetapi semakin
kondusifnya inflasi dan suku bunga domestik, diharapkan mampu menahan penurunan kualitas kredit
sehingga masih berada dalam batas aman.
4.1. Ketahanan Sektor Korporasi dan Rumah Tangga
Ketahanan korporasi dan rumah tangga merupakan salah satu komponen penting dalam menjaga
pertumbuhan ekonomi dan mencegah terjadinya risiko sistemik pada sistem keuangan. Ketahanan
korporasi merupakan indikator kemungkinan risiko terjadi kegagalan bayar dari sektor korporasi yang
dapat berdampak pada kegagalan di sektor-sektor yang lain khususnya sektor rumah tangga dan
perbankan di suatu daerah. Sementara itu ketahanan rumah tangga merupakan indikator dari
kemampuan bayar masyarakat terhadap semua kewajibannya di perbankan. Dengan demikian dalam
melakukan assesmen terhadap sektor keuangan menjadi sangat penting melihat kondisi ketahanan
rumah tangga karena akan menentukan aliran uang baik kepada perbankan maupun perekonomian
secara riil.
Jika ketahanan sektor korporasi dan ketahanan rumah tangga cukup baik maka stabilitas keuangan
daerah akan terjaga dengan baik. Peranan ketahanan korporasi sangatlah penting, karena kegagalan
dalam sektor korporasi dapat merambat kepada sektor rumah tangga melalui turunnya income
masyarakat sehingga dapat berdampak pada kegagalan sistem keuangan secara umum yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas pertumbuhan ekonomi secara riil pada suatu daerah. Apabila
kemampuan bayar masyarakat menurun maka akan berujung pada kegagalan bayar rumah tangga
terhadap kewajibannya yang dapat berdampak pada sektor perbankan dan sektor lainnya sehingga akan
merambat pada sistem keuangan secara umum. Kegagalan sistem keuangan di suatu daerah dapat
berdampak sistemik (menular) pada daerah lainnya karena adanya keterkaitan antara sistem keuangan
dan perbankan antar daerah. Oleh karena itu, kegagalan sistem keuangan harus dihindari, agar
pertumbuhan ekonomi tetap terjaga baik.
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perkembangan perekonomian yang tumbuh tidak sekuat periode sebelumnya menjadi perhatian
utama dari sisi korporasi. Walaupun kondisi perekonomian pada triwulan laporan tumbuh lebih tinggi
69
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun secara umum pertumbuhan dari sektor utama
masih belum setinggi pertumbuhan pada tahun 2014 dan 2015. Kondisi ini disebabkan karena output
dari sektor pertambangan dan industri pengolahan yang merupakan salah satu sektor unggulan Sulawesi
Tengah tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan output yang dihasilkan
pada periode sebelumnya. Selain itu, harga komoditas internasional khususnya dari sektor pertambangan
walaupun sempat mengalami perbaikan pada awal triwulan I 2017, namun kembali turun pada triwulan
laporan (grafik 4.1). Kondisi ini menimbulkan adanya tekanan pada ketahanan sektor korporasi di
triwulan laporan.
Sumber kerentanan lainnya adalah adanya anomali cuaca yang diprediksi masih berlanjut hingga
Juni 2017. Kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu risiko bagi pelaku usaha yang bergerak
di sektor pertanian. Peralihan pola dari EL Nino yang bersifat kering ke iklim basah La Nina, menyebabkan
beberapa daerah sentra produksi pertanian mengalami gagal panen akibat banjir. Terjadinya gagal panen
menyebabkan turunnya keuntungan baik bagi perusahaan yang bergerak di bidang pertanian mengalami
penurunan keuntungan, sehingga dapat berdampak pada penurunan kualitas kredit mereka di
perbankan. Selain itu dampak banjir pada lahan pertanian yang dimiliki perorangan juga dapat
menimbulkan kerugian dan gagal bayar khususnya jika modal yang mereka pergunakan ketika
melakukan tanam padi diperoleh melalui hutang kepada perbankan atau lembaga pembiayaan. Cuaca
yang kurang mendukung selain berdampak pada tanaman pertanian juga pada tanaman perkebunan
khususnya cengkeh dan coklat yang juga banyak dimiliki masyarakat Sulawesi Tengah. Turunnya
keuntungan dari petani komoditas pangan maupun perkebunan dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi ketahanan keuangan karena 50% penduduk Sulawesi Tengah bekerja di sektor
pertanian.
Prediksi meningkatnya harga minyak dunia diperkirakan dapat mendorong struktur biaya korporasi
mengalami peningkatan. Pengaruh perkiraan kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2017 juga
dapat mendorong peningkatan biaya produksi korporasi. Meningkatnya harga minyak dunia juga
diprediksi akan disertai dengan adanya risiko pelemahan nilai rupiah, kondisi tersebut dapat mengubah
Grafik 4.1. Perkembangan Harga Komoditas 5 bln terakhir
70
rencana investasi dari perusahaan-perusahaan smelter yang selama ini banyak mengimpor barang-barang
modal.
4.1.2. Ketahanan Sektor Korporasi
Ketahanan Korporasi pada triwulan II 2017 masih cukup baik, meski terdapat tekanan pada
beberapa sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah. Ketahanan korporasi diantaranya terlihat dari
perkembangan kredit sektor utama di Sulawesi Tengah khususnya sektor Pertanian dan industri
pengolahan yang tumbuh 20,96%(yoy) dan 23,74%(yoy). Walaupun demikian, perkembangan kredit
sektor lainnya seperti pertambangan dan konstruksi menunjukkan perlambatan.
Tabel 4.1. Persepsi Akses Kredit dan Kondisi Keuangan Dunia Usaha
Baik Cukup Buruk Baik Cukup Buruk Baik Cukup Buruk
Akses Kredit 20.00% 40.00% 40.00% 15.38% 69.23% 15.38% 16.67% 66.67% 16.67%
Kondisi keuangan perusahaan berdasarkan likuiditas 34.43% 59.02% 6.56% 41.38% 48.28% 10.34% 36.84% 54.39% 8.77%
Kondisi keuangan perusahaan berdasarkan rentabilitas 22.95% 72.13% 4.92% 44.83% 46.55% 8.62% 42.11% 50.88% 7.02%
2016 2017
Q 2 2017Q 1 2017Persepsi Dunia Usaha Q 2 2016
Sumber : SKDU KPwBI Provinsi Sulawesi Tengah
Overview kualitas penyaluran kredit perbankan pada sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah
masih cukup terjaga walaupun di beberapa sektor perlu mendapatkan perhatian lebih. Rasio NPL
kredit korporasi di Sulawesi Tengah secara umum mencapai 3,29% masih jauh di bawah batas aman NPL
kredit sebesar 5%. Walaupun demikian, NPL kredit korporasi pada triwulan laporan lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat 2,67%. Penurunan kualitas kredit
terjadi pada semua sektor utama pada triwulan laporan khususnya pada sektor konstruksi yang pada
triwulan laporan memiliki NPL 12,54%. Sektor lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah sektor
perdagangan yang memiliki NPL cukup tinggi tercatat 6,61%. Kondisi ini patut dicermati
perkembangannya ke depan, karena meningkatnya NPL merupakan indikasi dari turunnya ketahanan
sektor korporasi pada triwulan II 2017. Walaupun demikian secara umum, kondisi keuangan perusahaan
mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan lapoan. Hal ini terlihat dari kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan likuiditas pada kondisi buruk yang turun dari 10,34% pada triwulan I 2017 menjadi hanya
8,77% pada triwulan laporan. Selain itu,kondisi keuangan perusahaan berdasarakan rentabilitas pada
kondisi buruk yang juga menunjukkan penurunan dari 8,62% pada triwulan I 2017 menjadi 7,02%pada
triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba masih
cukup terjaga dan sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.1).1
1 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha KPwBI Sulteng Triwulan II 2017
71
Kualitas kredit korporasi di sektor industri pengolahan masih terjaga walaupun mengalami
penurunan pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2017 kualitas kredit pada Industri pengolahan
mengalami penurunan dari 3,99% pada triwulan I 2017 menjadi 4,86% pada triwulan laporan.
Walaupun demikian, turunnya kualitas kredit ini dikompenasasi oleh masih tumbuhnya penyaluran kredit
pada sektor tersebut. Pada triwulan laporan, kredit ke sektor pengolahan masih tumbuh tinggi 23,74%
lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 14,03%. Pada triwulan berikutnya diperkirakan
keuntungan perusahaan masih terjaga sehingga diharapkan tingkat NPL akan mengalami perbaikan. Hal
ini searah dengan indikator harga saham nikel dan amonia yang mulai menunjukkan perbaikan (Grafik
4.2 dan 4.3).
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit Bank Umum Per Sektor
Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw II
Kredit-Sektor Ekonomi 18,018 18,545 19,048 19,075 19,931 20,336 20,971 21,338 22,411 22,569 23,228 23,565 24,305
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 844 878 940 989 1,034 1,061 1,101 1,150 1,200 1,210 1,262 1,315 1,452
Perikanan 67 68 71 84 88 93 100 106 113 111 115 119 123
Pertambangan dan Penggalian 75 102 99 96 99 105 102 100 102 103 100 96 88
Industri Pengolahan 251 221 210 210 213 214 222 230 243 243 251 262 301
Listrik, Gas dan Air 8 33 34 34 35 35 34 35 35 34 36 33 17
Konstruksi 527 545 526 495 573 616 563 503 644 646 639 587 619
Perdagangan Besar dan Eceran 5,234 5,265 5,355 5,512 5,668 5,598 5,743 5,886 6,219 6,173 6,289 6,441 6,565
Penyediaan Akomodasi dan Penyed. Makan Minum 279 280 287 282 271 269 268 271 289 284 289 300 298
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 155 154 160 154 153 151 154 151 152 147 152 138 140
Perantara Keuangan 281 268 254 248 290 299 277 255 231 215 191 123 109
Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 146 147 151 155 178 173 169 164 167 169 177 173 176
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0
Jasa Pendidikan 13 12 11 11 11 10 9 11 11 10 11 10 11
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17 17 19 22 22 23 22 22 21 20 21 21 23
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan 224 253 257 259 254 243 249 249 285 323 292 275 281
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 21 23 25 26 28 27 26 22 22 21 20 20 19
Kegiatan yang belum jelas batasannya 78 35 45 23 8 8 7 9 16 4 3 2 11
Penerima Kredit bukan Lapangan Usaha 9,796 10,221 10,584 10,456 11,004 11,411 11,925 12,172 12,662 12,855 13,381 13,651 14,074
Keterangan2015 2016 20172014
Sumber : Bank Indonesia
Miliar rupiah
4.2. Indikator Harga Saham DKFT 4.3. Indikator Harga Saham ESSA
Sumber : Bloomberg
72
Ketahanan kredit korporasi sektor konstruksi semakin melemah yang tercermin dari rasio NPL yang
telah melampaui batas aman 5%. Melemahnya ketahanan korporasi sektor konstruksi ditandai dengan
Rasio NPL yang mencapai 12,54% jauh lebih tinggi dari tingkat NPL periode sebelumnya yang mencapai
11,12%.Kondisi ini patut menjadi perhatian utama khususnya dampaknya pada ketahanan sektor
korporasi secara umum. Selain itu pelaku usaha pembiayaan diharapkan agar tetap mengedepankan
prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke sektor ini untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
risiko yang lebih dalam. Walaupun demikian, diharapkan kedepan kredit sektor ini dapat tumbuh
mengingat positifnya pergerakan PDRB dari sektor konstruksi yang pada triwulan laporan tumbuh positif
sebesar 4,6%. Pertumbuhan sektor konstruksi berasal dari investasi baru di Sulwesi Tengah khususnya
dari sektor pengolahan.
Perkembangan kredit pada sektor pertanian di triwulan laporan lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif pada triwulan laporan mencapai 20,96%
yang dipengaruhi kondisi pertumbuhan output sektor pertanian yang juga mengalami peningkatan
karena kondisi panen raya. Hal ini juga mendorong rendahnya NPL pada triwulan laporan yakni sebesar
2,11% berada jauh dibawah batas aman 5%. Kredit perbankan pada sektor pertanian pada triwulan ini
juga terakselerasi mencapai 20,96% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan kredit dari petani yang
akan memulai menanam lagi khususnya memasuki musim tanam baru ataupun digunakan untuk kredit
bibit tanaman palawija sebelum sawah kembali ditanami padi kembali.
Kredit sektor perdagangan tumbuh melambat disertai dengan perubahan rasio NPL yang melewati
batas aman 5%. Pertumbuhan kredit sedikit mengalami perlambatan dari 9,42% (yoy) pada triwulan I
2017 menjadi 5,56% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara NPL pada triwulan laporan mencapai
6,61% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 6,05%. Perlambatan penyaluran
kredit pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong turunnya permintaan masyarakat yang pada akhirnya
berdampak pada turunnya aktivitas perdagangan secara umum. Banyaknya banjir dan buruknya cuaca
pada triwulan II 2017 membuat banyak petani yang mengalami gagal panen sehingga menurunkan
Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Sektor Utama Grafik 4.5. NPL Sektor Utama Perbankan
73
pedapatan mereka. Turunnya pendapatan juga memberikan dampak pada turunnya aktivitas konsumsi
yang pada akhirnya memberikan dampak pada turunnya kinerja sektor perdagangan pada triwulan
laporan.
a. Asesmen Sektor Pertanian Kabupaten/Kota
Penyaluran Kredit Korporasi secara Kabupaten/Kota di sektor Pertanian cukup positif selama
triwulan laporan. Jika dilihat secara spasial per kabupaten/kota, pertumbuhan kredit sektor pertanian
tertinggi terjadi di Kabupaten Toli-Toli dengan pertumbuhan mencapai 76,66%(qtq) dan Kota Palu
mencapai 19,90%(qtq). Yang perlu menjadi perhatian adalah pertumbuhan kredit di Kabupaten
Morowali yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -15,59%(qtq) pada triwulan II 2017. Hal ini
cukup dipahami mengingat pesatnya pertumbuhan industri pengolahan di kawasan industri Morowali
yang menyebabkan prospek sektor pertanian menjadi semakin pesimis .
Share perkembangan kredit korporasi pertanian tertinggi masih berada di Kabupaten Banggai.
Kabupaten Banggai masih memiliki pangsa penyaluran kredit pertanian tertinggi yang mencapai 28,39%
dari seluruh kredit yang disalurkan pada sektor pertanian di Sulawesi Tengah. Penyaluran kredit terbesar
berikutnya terdapat pada kota Palu dengan share sebesar 25,60% dan kabupaten Parigi Moutong
dengan share sebesar 22,01%. Tingginya share kredit pertanian di Kabupaten Banggai disebabkan
karena penyaluran yang cukup tinggi pada tanaman sawit yang pada triwulan laporan mencapai Rp
253,01 milliar. Perkebunan sawit sendiri menjadi salah satu tanaman perkebunan yang cukup populer
karena hasilnya yang cukup banyak dengan perawatan yang relatif mudah.
Tabel 4.3. NPL Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertanian
Region 2015/Mar 2015/Jun 2015/Sep 2015/Dec 2016/Mar 2016/Jun 2016/Sep 2016/Des 2017/Mar 2017/Jun
Sulawesi Tengah 2.13% 2.20% 2.02% 1.77% 2.32% 2.45% 2.24% 1.72% 1.98% 2.11%
Kab. Poso 3.39% 3.06% 3.04% 2.42% 3.41% 3.30% 2.66% 2.27% 3.16% 3.69%
Kab. Banggai 0.32% 0.41% 0.34% 0.27% 0.30% 0.24% 0.23% 0.25% 0.39% 0.98%
Kab. Toli-Toli 2.88% 3.20% 3.71% 1.53% 2.39% 2.26% 1.98% 1.58% 3.21% 2.17%
Kab. Morowali 6.03% 6.64% 5.84% 5.65% 6.67% 6.84% 11.82% 10.91% 11.01% 12.71%
Kab. Parimou 0.83% 0.73% 0.80% 0.67% 0.85% 0.96% 0.79% 0.51% 0.81% 1.14%
Kota Palu 3.81% 4.26% 3.73% 3.77% 4.98% 5.79% 5.71% 4.21% 3.82% 3.02%
Sumber : Bank Indonesia
Kualitas Kredit korporasi pada sektor Pertanian secara spasial relatif terjaga. Walaupun penyaluran
kredit pertanian cukup tinggi namun tingkat NPL kredit di sektor tersebut relatif terjaga, tercermin dari
tingkat NPL dari hampir setiap daerah dari sektor ini yang berada dibawah level 5%. Namun demikian,
NPL pada Kabupaten Morowali masih cukup tinggi yang mencapai 12,71% lebih tinggi dari NPL periode
sebelumnya yang hanya mencapai 11,01%. NPL Kabupaten Morowali juga jauh di atas batas aman kredit
sebesar 5% dari total kredit yang disalurkan. Selain Kabupaten Morowali, kabupaten lainnya di Sulawesi
Tengah tercatat masih terjaga dibawah batas aman kredit 5%. Rendahnya kualitas kredit di Morowali
selain didorong oleh cuaca yang kurang mendukung yang mengakibatkan banjir juga disebabkan karena
banyaknya alih fungsi lahan khususnya dari areal pertanian subur menjadi perluasan tambang.
74
b. Asesmen Sektor Perdagangan Kabupaten/Kota
Perkembangan penyaluran kredit korporasi dari sektor perdagangan tumbuh cukup baik. Walaupun
demikian, meningkatnya rasio NPL korporasi pada sektor ini perlu mendapatkan perhatian. NPL korporasi
sektor perdagangan pada triwulan II 2017 berada pada 6,61% meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,05%. Tingkat NPL yang berada di atas batas aman pada sektor
perdagangan perlu mendapatkan perhatian lebih khususnya dari pelaku usaha sektor perdagangan dan
lembaga perbankan. Tingginya NPL pada triwulan laporan dibarengi dengan melambatnya pertumbuhan
kredit perdagangan yang tercatat 5,56%(yoy), atau turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 9,42%(yoy). Melemahnya kredit dan NPL sektor perdagangan terkait dengan turunnya
pendapatan masyarakat karena cuaca buruk pada areal pertanian. Selain itu belum pulihnya harga
komoditas pertanian pada pasar internasional juga menjadi faktor lain yang menahan pertumbuhan
sektor perdagangan secara umum.
Secara spasial per kabupaten/kota, kredit korporasi perdagangan di Sulawesi Tengah masih
tumbuh cukup positif. Pada sektor perdagangan terjadi pertumbuhan positif di hampir semua
kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan kredit tertinggi terjadi di
Kabupaten Parigi Moutong yang mencapai 30,26% (yoy). Pertumbuhan di Parigi ini melebihi
pertumbuhan kredit korporasi perdagangan di Sulawesi Tengah yang hanya mencapai 14,38% (yoy).
Tingginya pertumbuhan kredit perdagangan di Parigi disebabkan karena mulai tumbuhnya wilayah Parigi
Moutong sebagai perlintasan dari Sulawesi Tengah bagian timur ke bagian barat. Mulai tumbuhnya kota
Parigi membuat transaksi perdagangan mengalami peningkatan yang terlihat dari tumbuhnya sub sektor
Perdagangan khususnya yang berhubungan dengan Makanan, Minuman, dan Tembakau Lainnya.
Kabupaten lain yang mengalami pertumbuhan kredit cukup baik pada triwulan laporan adalah
Kabupaten Toli Toli dan Kabupaten Parigi Moutong yang tumbuh masing-masing mencapai 15,36%
(yoy), dan 31,27% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit di kota Palu sendiri yang sebelumnya
mengalami perlambatan -0.06% (yoy) mulai menunjukkan perbaikan dengan mengalami pertumbuhan
positif mencapai 5,67% (yoy). Positifnya pertumbuhan kredit di Kota Palu didorong oleh pertumbuhan
pada kredit konsumsi khususnya yang terkait dengan pembelian sepeda motor.
Jika dilihat berdasarkan kontribusi kredit korporasi sektor perdagangan pada kabupaten/kota, Kota
Palu masih memiliki share yang dominan. Kota Palu pada triwulan II 2017 masih menjadi wilayah
dengan pangsa tertinggi sebesar 59,40%. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kota Palu sebagai ibukota
Provinsi masih menjadi tumpuan utama aktivitas ekonomi dan perdagangan masyarakat Sulawesi
Tengah. Penyaluran kredit perdagangan terbesar berikutnya terdapat di kabupaten Banggai dengan
share mencapai 14,85% dan disusul oleh Kabupaten Toli-toli dengan share 11,14%. Tingginya share
kedua Kabupaten/kota tersebut menunjukkan bahwa kegiatan perdagangan secara umum masih
terpusat pada beberapa daerah tertentu.
Secara spasial kualitas kredit sektor perdagangan di Sulawesi Tengah masih relatif stabil dengan
kecenderungan meningkat. NPL sektor perdagangan Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mencapai
75
6,61% sedikit meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,05%. Jika
dilihat secara spasial, NPL tertinggi terjadi di Kota Palu yang mencapai 8,48% yang pada periode
sebelumnya 7,88%. Kabupaten lain yang memiliki rasio kualitas kredit diatas batas aman 5% adalah
Poso, Banggai, dan Morowali dengan NPL mencapai 5,41%, 5,10% dan 5,13%. Perlambatan kegiatan
ekonomi secara umum menyebabkan kondisi usaha perusahaan perdagangan sedikit mengalami
penurunan karena masyarakat cenderung menahan pembelian sehingga berdampak pada turunnya
keuntungan perusahaan perdagangan di Sulawesi Tengah.
Tabel 4.4. NPL Kabupaten/Kota Untuk Sektor Perdagangan
Region 2015/Jun 2015/Sep 2015/Dec 2016/Mar 2016/Jun 2016/Sep 2016/Des 2017/Mar 2017/Jun
Sulawesi Tengah 4.03% 4.20% 4.12% 4.40% 4.64% 4.74% 6.04% 6.05% 6.61%
Kab. Poso 5.13% 4.69% 3.95% 3.78% 4.40% 4.01% 4.59% 5.84% 5.41%
Kab. Banggai 2.55% 2.59% 2.17% 2.36% 3.56% 4.54% 4.01% 3.75% 5.10%
Kab. Toli-Toli 1.83% 2.25% 1.40% 1.89% 2.08% 2.17% 2.51% 2.42% 2.48%
Kab. Morowali 12.70% 13.24% 11.58% 12.68% 11.87% 8.12% 5.29% 4.56% 5.13%
Kab. Parimou 3.32% 3.33% 2.41% 2.58% 2.30% 2.21% 1.09% 1.44% 1.88%
Kota Palu 4.57% 4.83% 5.14% 5.51% 5.57% 5.62% 7.85% 7.88% 8.48%
Sumber : Bank Indonesia
4.1.3. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Optimisme konsumen rumah tangga mengalami peningkatan pada periode laporan. Dominasi
konsumsi rumah tangga sangat penting dalam perekonomian Sulawesi Tengah, karena pangsa konsumsi
rumah tangga mencapai 47,6% dari total kegiatan perekonomian. Berdasarkan survei Konsumen Bank
Indonesia, indikator tingkat penghasilan saat ini meningkat dari angka indeks 82 pada triwulan I menjadi
100 pada triwulan laporan. Indikator penting lainnya yang juga mengalami peningkatan adalah indeks
ketersediaan lapangan kerja yang naik dari 79 menjadi 163 pada triwulan laporan dan indeks ekspektasi
penghasilan (6 bulan akan datang) yang naik dari 124 menjadi 154 pada triwulan laporan. Naiknya
optimisme pada konsumen ini menjadi salah satu faktor pendorong bagi akselerasi konsumsi rumah
tangga pada triwulan Laporan. Berdasarkan hasil survei konsumen, tingkat penghasilan selama triwulan II
(periode April-Juni) mulai mengalami peningkatan. Indeks penghasilan tertinggi selama triwulan laporan
terjadi di bulan Juni dengan indeks 100.
Grafik 4.7. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 4.6. Pangsa dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
76
Dari sisi ekspektasi konsumen, komponen pembentuk ekspektasi konsumen tetap terjaga pada
level optimis. Terjaganya optimisme ekspektasi konsumen terkait dengan adanya perkiraan peningkatan
konsumsi masyarakat pada triwulan II 2017 seiring dengan datangnya Ramadan dan Lebaran. Secara
umum indeks konsumsi mengalami peningkatan dan ekspektasi penghasilan kedepan masih meningkat
dengan angka Indeks diatas 100. Adanya peningkatan UMP yang mencapai 8,25% (yoy) atau sebesar Rp
137.775,00 serta terjaganya ekspektasi penghasilan pada level optimis diharapkan mampu mendorong
ketahanan sektor rumah tangga pada level positif. Optimisme konsumsi juga didorong oleh masuknya
hari raya Lebaran pada triwulan II 2017. Konsumsi masyarakat diharapkan lebih kuat sehingga mampu
menopang ketahanan stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Tengah hingga akhir tahun.
4.1.4. Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Ketahanan sektor rumah tangga masih cukup baik, didukung oleh tingkat pertumbuhan yang
positif walaupun tidak setinggi periode sebelumnya. Pasar properti di Sulawesi Tengah berkembang
cukup baik yang terlihat dari masih terjaganya tren positif pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
dan Kredit Pemilikan Ruko selama triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, kredit KPR mencapai Rp2,27
triliun atau tumbuh 10,20% (yoy); lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya
tumbuh 9,87% (yoy). Sementara itu kredit pemilikan ruko tercatat hanya sebesar Rp287,04 milliar
mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp302,12 milliar.
Berdasarkan tipe KPR, pada triwulan II 2017 KPR tipe 22 s.d 70 berkembang paling cepat dengan tingkat
pertumbuhan 13,57% (yoy) dengan nominal kredit Rp1,32 triliun sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya 13,70% (yoy). Sementara itu, KPR tipe >70 mengalami pertumbuhan mencapai
8,82%(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya 0,93% (yoy). KPR s.d tipe 21
juga mengalami pertumbuhan 4,12% (yoy) walaupun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh 7,49% (yoy). Pesatnya pertumbuhan KPR ini terkait dengan semakin meningkatnya
kegiatan ekonomi dan meningkatnya pendapatan masyarakat di Sulawesi Tengah. Perekonomian yang
semakin maju secara perlahan mendorong daya beli masyarakat khususnya pada pasar properti.
Grafik 4.8. Perkembangan Komponen Konsumsi Konsumen Grafik 4.9. Perkembangan Komponen Ekspektasi Konsumen
77
Ketahanan sektor rumah tangga masih cukup bagus yang tercermin dari nilai NPL perumahan yang
cukup baik. Rasio kredit bermasalah kredit kepemilikan rumah pada triwulan II 2017 cukup terjaga
dengan total NPL masih di bawah 5%. NPL KPR tertinggi sebesar 2,29% pada KPR rumah tipe 21 s.d. 70.
Sementara itu, rasio NPL KPR tipe < 21 tercatat 2,14% dan KPR tipe >70 memiliki NPL terendah 2,28%.
Meskipun masih terjaga, namun relatif meningkatnya NPL KPR perumahan didorong oleh perlambatan
perekonomian yang berdampak pada turunnya pendapatan masyarakat secara umum.
Peningkatan NPL terjadi pada kredit kepemilikan mobil dan multiguna yang meningkat pada
triwulan II 2017. Pada triwulan laporan terjadi peningkatan NPL pada mobil roda 4 yang meningkat dari
0,49% pada triwulan I 2017 menjadi 0,94% pada triwulan laporan. Belum pulihnya perekonomian sejak
turunnya harga komoditas memberikan dampak pada turunnya kemampuan bayar pada kendaraan roda
4 di Sulawesi Tengah. Selain itu penurunan kualitas NPL juga terjadi pada kredit multiguna yang turun
dari triwulan I 2017 pada 0,52% menjadi 0,66% pada triwulan laporan. Walapun demikian turunnya
NPL pada kredit kepemilikian motor cukup mampu menahan turunnya kualitas NPL sektor rumah tangga
secara umum. NPL kredit kepemilikian motor turun dari 3,57% pada triwulan I 2017 menjadi 3,53%
pada triwulan laporan. Turunnya NPL kredit kepemilikian motor merupakan hal yang cukup
menggembirakan karena tingginya NPL pada sektor ini sempat menjadi perhatian serius dari Walikota
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Properti Grafik 4.11. Perkembangan Kredit KPR Berdasarkan Tipe
Grafik 4.12. Perkembangan NPL gross Sektor Rumah
Tangga
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Sektor Rumah Tangga
78
Palu. Pada triwulan laporan, perusahaan pembiayaan dan perbankan telah bekerja secara aktif dalam
mendorong penurunan NPL sehingga kembali menurunkan NPL dibawah batas indikatif 5%.
a. Asesmen Kredit Mobil dan Motor Kabupaten/Kota
Asesmen spasial kredit mobil dan motor mengarah pada daerah yang dominan dalam menyalurkan
kredit, yakni Kota Palu. Secara besaran pangsa kredit, Kota Palu masih mendominasi tingkat penyaluran
kredit Motor dan Mobil yakni masing-masing sebesar 77,69% dan 93,09% sedikit turun dibandingkan
triwulan I 2017 dengan share masing-masing sebesar 82,84% dan 93,54%. Turunnya share kredit Mobil
dan Motor di kota Palu dan meningkatnya share di Kabupaten kota merupakan hal yang positif karena
menunjukkan mulai meratanya perkembangan perekonomian di Kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
Perkembangan pemukiman dan pengembangan Kota intra Kabupaten melalui pembangunan jalan-jalan
baru menjadi faktor pendorong meningkatnya tingkat penjualan mobil dan motor untuk memenuhi
kebutuhan transportasi masyarakat. Masih terpusatnya perkembangan kredit di Kota Palu disebabkan
karena pusat perekonomian, pemukiman dan kegiatan masyarakat masih terpusat di Kota Palu dan
sekitarnya. Diharapakan kedepan akan terbentuk pusat-pusat perekonomian baru seperti kota Poso,
Luwuk dan Toli-toli sehingga aktivitas perdagangan masyarakat dapat lebih merata.
Grafik 4.14. Pangsa Kredit Motor Spasial Grafik 4.15. Pangsa Kredit Mobil Spasial
Grafik 4.17. NPL Kredit Mobil Palu, Banggai, dan Sulteng Grafik 4.16. NPL Kredit Motor Palu, Banggai, dan Sulteng
79
Ketahanan rumah tangga masih terjaga dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang terlihat dari turunnya NPL motor. Ditengah melambatnya tingkat penyaluran kredit
motor, namun kualitas kredit motor di kota Palu masih terjaga. NPL motor kota Palu mengalami
peningkatan dari 3,82% pada triwulan I 2017 menjadi 3,94% pada triwulan laporan. NPL motor yang
cukup tinggi pada triwulan II 2017 secara spasial terjadi di Kabupaten Banggai 10,30% dengan share
kredit motor 4,62%. Masih terbatasnya ruang ekspansi kredit motor khususnya di Kabupaten/kota di
Sulawesi Tengah dan adanya peningkatan NPL harus lebih dicermati ke depan agar ketahanan sektor
rumah tangga dapat terjaga.
Walaupun NPL motor cukup tinggi, namun Kualitas NPL kredit mobil cukup terjaga pada tingkat
yang sangat baik. Rasio NPL kredit mobil cukup terjaga, dimana rasio NPL berada jauh di bawah batas
aman yakni hanya mencapai 0,94% pada periode laporan. Jika dilihat secara spasial, rasio NPL tertinggi
terdapat di Kabupaten Morowali dengan rasio NPL mencapai 5,12% dengan share kredit mobil sebesar
1,50%. Sementara Kota Palu memiliki market share tertinggi sebesar 93,09%, dengan rasio NPL yang
relatif rendah yaitu 0,93%. Share kredit mobil dari perbankan di kabupaten/kota lainnya cukup rendah
seperti pada Kabupaten Banggai hanya sebesar 2,67% dan Kabupaten Poso sebesar 1,43%.
b. Asesmen Kredit Rumah Kabupaten/Kota
Perkembangan kredit perumahan di berbagai daerah Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
menunjukkan perkembangan yang relatif baik (positif). Jika dilihat berdasarkan tipe, NPL kredit
perumahan tipe <21 di Kota Palu dan Kabupaten Toli-Toli sudah diatas batas aman kredit dengan
masing-masing rasio NPL mencapai 6,17% dan 4,11%. NPL perumahan di Kota Palu dan Kabupaten Toli-
Toli merupakan pinjaman pihak swasta dengan jangka waktu kredit di atas 60 bulan (jangka panjang),
dimana secara nominal jumlah NPL Kota Palu mencapai Rp11,17 miliar; sedangkan jumlah kredit NPL di
Kabupaten Toli-Toli sebesar Rp338,16 juta. Share kredit rumah tipe <21 terbesar justru terjadi di
Kabupaten Banggai dengan share 55,92% yang diikuti oleh share di Kota Palu sebesar 30,28% dan
Kabupaten Poso dengan share sebesar 11,95%.
Tabel 4.5. NPL Kabupaten/Kota Untuk Kredit Rumah Tipe <21
Region 2015/Mar 2016/Mar 2016/Jun 2016/Sep 2016/Dec 2017/Mar 2017/Jun
Sulawesi Tengah 1.31% 1.44% 1.74% 2.06% 1.98% 2.44% 2.14%
Kab. Poso 1.31% 0.78% 0.92% 0.82% 0.31% 0.28% 0.01%
Kab. Banggai 0.31% 0.47% 0.44% 0.27% 0.20% 0.30% 0.38%
Kab. Toli-Toli 2.41% 4.65% 3.84% 4.12% 5.18% 5.73% 4.11%
Kota Palu 1.94% 2.50% 3.58% 4.83% 5.17% 6.69% 6.17%
Sumber : Bank Indonesia
Kabupaten Morowali memiliki NPL kredit perumahan tipe 22 s.d. 70 tertinggi pada triwulan
laporan. NPL kredit perumahan tipe 22 s.d. 70 mencapai Rp171,46 juta dengan share sebesar 0,14%.
Meskipun demikian, secara umum perkembangan NPL Kabupaten/Kota lain relatif terjaga untuk kategori
kredit perumahan tipe 22 s.d. 70. Kota Palu yang merupakan daerah dengan market share terbesar
mencapai 89,21% pada triwulan laporan mengalami penurunan rasio NPL rumah tipe 22 s.d. 71 dari
80
2,54% menjadi 2,43%. Namun pada kredit perumahan tipe >70, Kota Palu mengalami peningkatan
rasio NPL dari 1,61% menjadi 2,43%. Untuk rumah tipe >70 Kabupaten Parimou perlu mendapatkan
perhatian karena NPL pada perumahan tipe >70 mengalami peningkatan dari 4,36% pada triwulan
laporan menjadi 4,55% pada triwulan I 2017. Meningkatnya NPL rumah tipe >70 di Parimou disebabkan
karena turunnya aktivitas ekonomi karena panen yang kurang maksimal pada triwulan laporan.
Region 2015/Mar 2016/Mar 2016/Jun 2016/Sep 2016/Dec 2017/Mar 2017/Jun
Sulawesi Tengah 2.94% 2.16% 1.61% 2.19% 1.76% 2.37% 2.29%
Kab. Poso 3.24% 0.92% 1.94% 2.13% 1.48% 1.29% 1.85%
Kab. Banggai 1.21% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.09% 0.07%
Kab. Toli-Toli 5.20% 2.83% 2.51% 2.44% 2.33% 2.50% 2.54%
Kab. Morowali 0.00% 0.00% 7.09% 7.68% 8.73% 8.89% 8.99%
Kab. Parimou 0.18% 0.54% 0.55% 0.57% 0.32% 0.35% 0.48%
Kota Palu 3.17% 2.32% 1.65% 2.31% 1.85% 2.54% 2.43%
Region 2015/Mar 2016/Mar 2016/Jun 2016/Sep 2016/Dec 2017/Mar 2017/Jun
Sulawesi Tengah 1.84% 1.75% 1.60% 1.82% 1.47% 1.62% 2.28%
Kab. Toli-Toli 1.96% 0.52% 0.53% 1.59% 1.71% 1.76% 1.97%
Kab. Parimou 2.63% 2.68% 2.64% 2.68% 2.61% 4.36% 4.55%
Kota Palu 1.79% 1.83% 1.67% 1.94% 1.51% 1.61% 2.43%
Sumber : Bank Indonesia
4.2. Kredit UMKM
UMKM merupakan salah satu pilar pendukung pembangunan yang menyerap tenaga kerja dalam
jumlah cukup banyak. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah membuktikan diri sebagai
kelompok pelaku usaha yang tahan terhadap krisis ekonomi sehingga perlu terus ditingkatkan
perkembangannya. Untuk meningkatkan kinerja usaha, UMKM sangat membutuhkan dukungan
pembiayaan dari perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Pada triwulan II 2017, penyaluran
kredit untuk UMKM oleh bank umum di Sulawesi Tengah tumbuh 9,19%(yoy) atau lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 8,62%(yoy). Share kredit UMKM di
perbankan pada triwulan II 2017 mencapai 34,20%; relatif lebih tinggi dari kondisi share triwulan
sebelumnya sebesar 33,86%. Pangsa kredit UMKM didominasi oleh kredit kecil dengan pangsa 40,45%,
yang diikuti oleh kredit mikro dengan pangsa 32,96% dan 31,22% untuk pangsa kredit usaha
menengah.
Tabel 4.6. NPL Kredit Rumah Tipe 21 s.d. 70
Tabel 4.7. NPL Kredit Rumah Tipe > 70
81
Dari sisi spasial, Kota Palu masih memiliki market share terbesar yang mencapai 51,81% dari total
kredit UMKM di Sulawesi Tengah. Tingkat pertumbuhan kredit UMKM tertinggi pada triwulan laporan
terjadi di Kabupaten Kepulauan Banggai yang mencapai 165,99% (yoy). Dari sisi Rasio NPL, Kabupaten
Morowali memiliki rasio NPL UMKM yang cukup tinggi mencapai 10,74%. Selain Kabupaten Morowali,
rasio NPL UMKM yang cukup tinggi juga terjadi di Kabupaten Banggai dan Kota Palu dengan rasio NPL
UMKM masing-masing sebesar 9,52% dan 6,31%.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha di Sulawesi Tengah berdasarkan lokasi
bank sampai dengan triwulan laporan masih mengalami akselerasi positif. Total outstanding KUR
pada triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 trilliun, atau tumbuh 253,64% (yoy). Jika dilihat secara sektoral,
sektor ekonomi yang paling banyak menyerap KUR adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan
porsi mencapai 50,52%, diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan dengan share 32,77% dan
sektor industri pengolahan dengan porsi 4,68%.
Jika dilihat secara spatial wilayah lokasi bank, penyaluran KUR masih terpusat di beberapa
Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. Berdasarkan lokasi bank, penyaluran KUR di Sulawesi Tengah
terpusat di Kota Palu dengan share 46,5%, diikuti oleh Kabupaten Parigi Moutong dengan share sebesar
15,39%, dan Kabupaten Banggai dengan share sebesar 14,13% berada diposisi ketiga. Penyaluran KUR
masih didominasi oleh debitur dari sektor perdagangan yang secara umum berkembang lebih pesat di
daerah-daerah pusat perdagangan seperti kota Palu, Poso dan Luwuk. Total outstanding KUR di Kota
Palu sebesar Rp634,73 miliar dengan tingkat NPL mencapai 1,96%. Kabupaten/Kota yang memiliki tingat
rasio NPL tertinggi untuk KUR adalah Kabupaten Banggai yang mencapai 2,36%. Selain di Banggai, NPL
tertinggi di Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Toli-toli yang mencapai 2,26%. Meskipun demikian,
secara umum tingkat kredit macet penyaluran KUR di Sulawesi Tengah masih cukup terjaga dengan
tingkat NPL total sebesar 1,91% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2017 pada 1,71%
dan masih jauh di bawah batas aman NPL sebesar 5%.
Grafik 4.18. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.19. Perkembangan NPL UMKM Spasial
82
Bank Indonesia dan pemerintah terus mendorong meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM.
Dalam rangka mendorong penyaluran kredit produktif khususnya kepada UMKM, Bank Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan perbankan untuk
menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya ke sektor UMKM di tahun 2018. Tahapan implementasi
ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun 2013 dimana Bank wajib memenuhi target penyaluran
kredit kepada UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Bisnis masing-masing bank.
Tabel 4.8. NPL KUR Spasial
Region
Outstanding
KUR Mar-17
(Rp Miliar)
Pangsa KUR
Jun-17NPL Jun-16 NPL Des-16 NPL Jun-17
Pertumbuhan
Kredit Jun-17
(%, yoy)
Sulawesi Tengah 1,363.83 100.00% 4.68% 2.14% 1.91% 253.64%
Kab. Poso 167.86 12.31% 10.43% 9.59% 2.26% 826.61%
Kab. Banggai 192.70 14.13% 3.73% 1.80% 2.36% 155.05%
Kab. Toli-Toli 158.62 11.63% 1.26% 1.35% 2.08% 261.11%
Kab. Morowali 0.01 0.00% 18.32% 44.56% 51.57% -97.48%
Kab. Parimou 209.92 15.39% 2.64% 0.94% 0.96% 711.10%
Kota Palu 634.73 46.54% 5.44% 2.25% 1.96% 186.10%
4.3. Perkembangan Indikator Umum Perbankan
4.3.1. Kinerja Perbankan di Sulawesi Tengah (Bank Umum dan BPR)
Kinerja perbankan Sulawesi Tengah pada triwulan laporan masih cukup baik walaupun tidak sekuat
pertumbuhan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, total aset perbankan di Sulawesi Tengah tercatat
sebesar Rp31,725 triliun atau tumbuh sebesar 3,24%(qtq). Secara tahunan aset perbankan juga
mengalami peningkatan sebesar 8,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset
perbankan ini juga diikuti dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,15% (yoy), dan pertumbuhan DPK
sebesar 5% (yoy).
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.20. Pangsa KUR berdasarkan Sektor Grafik 4.21. Pangsa UMKM Spasial
83
Kredit perbankan tumbuh terakselerasi. Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2017 mencapai 9,15%
(yoy), sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 10,97% (yoy). Perkembangan BI 7-
days Repo Rate yang berada pada angka 4,75% diharapkan tetap mampu menjaga pertumbuhan kredit
di tengah perlambatan kondisi perekonomian secara umum. Dampak penerapan kebijakan tersebut
terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih mengalami pertumbuhan. BI menjaga 7-days Repo Rate
berdasarakan RDG Mei 2017 pada angka 4,75% dan tetap dipertahankannya suku bunga kebijakan
pada angka tersebut diharapkan mampu tetap menjaga pertumbuhan kredit untuk menopang sektor riil,
sehingga perekonomian Sulawesi Tengah kembali kepada momentum akselerasinya.
Rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana (LDR) perbankan Sulawesi Tengah tercatat
cukup tinggi. Rasio LDR perbankan Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 sebesar 142% sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu mencapai 146%. LDR bank Umum dan
BPR pada triwulan laporan juga tercatat cukup tinggi pada 137% dan 239%. Walaupun penyaluran
tersebut cukup tinggi namun perlu diimbangi dengan prinsip kehati-hatian untuk mencegah risiko
meningkatnya NPL baik Bank Umum maupun BPR. Tingginya LDR ini juga merupakan salah satu indikator
bahwa wilayah Sulawesi Tengah masih dalam fase bertumbuh sehingga masih membutuhkan
penyerapan kredit yang cukup tinggi.
Rasio NPL-gross perbankan pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih cukup positif dengan angka
dibawah 5%. NPL-gross perbankan Sulawesi Tengah tercatat sebesar 3,13% dimana rasio tersebut
sedikit meningkat dibandingkan dengan rasio triwulan I 2017 sebesar 2,89%. Walaupun terdapat
peningkatan penyaluran kredit, namun peningkatan NPL perlu diperhatikan sehingga mampu menambah
kualitas intermediasi perbankan di Sulawesi Tengah. Selain itu, rendahnya NPL diharapkan juga dapat
menunjang keamanan perbankan dalam lingkup makroprudensial.
Grafik 4.22. Perkembangan DPK menurut Jenis Simpanan Grafik 4.23. Perkembangan kredit Menurut Jenis
84
Tabel 4.9. Perkembangan Indikator Perbankan di Sulawesi Tengah
Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2
1 Total Aset 23,051 23,634 23,287 24,647 27,079 28,584 26,688 28,495 29,271 29,316 29,356 30,731 31,725
Total Aset - Bank Umum 21,622 22,166 21,753 23,031 25,267 26,714 24,810 26,543 27,287 27,254 27,149 28,439 29,272
Total Aset - BPR 1,429 1,468 1,535 1,616 1,812 1,870 1,878 1,952 1,984 2,062 2,207 2,292 2,453
2 Dana Pihak Ketiga 13,041 13,395 13,350 14,564 15,689 16,801 16,329 16,674 17,702 16,960 16,756 17,515 18,588
DPK - Bank Umum 12,676 13,027 12,938 14,120 15,222 16,299 15,764 16,019 17,059 16,308 16,064 16,702 17,718
DPK - BPR 365 368 412 444 467 502 565 655 643 652 692 813 870
3 Kredit yang diberikan 19,287 19,841 20,385 20,546 21,110 21,992 22,650 23,043 24,176 24,359 25,147 25,570 26,388
Kredit - Bank Umum 18,018 18,545 19,048 19,075 19,508 20,336 20,971 21,339 22,411 22,569 23,228 23,565 24,305
Kredit - BPR 1,270 1,295 1,337 1,471 1,601 1,657 1,679 1,704 1,765 1,790 1,919 2,005 2,083
4 Loan to Deposit Ratio (LDR) 148% 148% 153% 141% 135% 131% 139% 138% 137% 144% 150% 146% 142%
LDR - Bank Umum 142% 142% 147% 135% 128% 125% 133% 133% 131% 138% 145% 141% 137%
LDR - BPR 348% 352% 324% 331% 343% 330% 297% 260% 274% 274% 277% 247% 239%
5 Non Performing Loan (NPL) 2.05% 2.13% 1.81% 2.10% 2.05% 2.04% 1.86% 2.06% 2.16% 2.28% 2.55% 2.89% 3.13%
NPL - Bank Umum 2.11% 2.20% 1.85% 2.15% 2.12% 2.10% 1.94% 2.16% 2.27% 2.46% 2.67% 3.04% 3.29%
NPL - BPR 1.20% 1.25% 1.18% 1.43% 1.25% 1.27% 0.77% 0.94% 1.30% 1.20% 1.07% 1.04% 1.31%
20172015 2016No RINCIAN
2014
4.3.2. Kinerja Bank Umum
Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah mengalami peningkatan dengan risiko kredit yang masih
terkendali. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan seperti penyaluran
kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum yang masih tetap mengalami
pertumbuhan. Jumlah DPK yang dihimpun Bank Umum sampai dengan triwulan laporan tercatat sebesar
Rp17,7 triliun atau mengalami pertumbuhan 3,86% (yoy), pertumbuhan tersebut sedikit lebih rendah
dari triwulan sebelumnya yang mencapai 4,26% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan bank umum
tercatat sebesar Rp24,30 triliun atau tumbuh 8,45% (yoy) sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 10,43% (yoy). Rasio Loan to Deposits (LDR) Bank Umum pada triwulan laporan masih cukup
tinggi dan mencapai 137%. Tingginya LDR ini mencerminkan bahwa kredit yang disalurkan oleh
perbankan di Sulawesi Tengah tidak hanya menggunakan DPK yang dihimpun dari masyarakat Sulawesi
Tengah saja, tetapi diperkirakan juga menggunakan pinjaman antar bank, baik dari cabang lain maupun
dari luar wilayah Sulawesi Tengah.
a. Penghimpunan Dana Masyarakat pada Bank Umum
Pada triwulan laporan perkembangan simpanan masyarakat masih cukup positif. DPK Bank Umum
Sulawesi Tengah tumbuh sebesar 3,86%(yoy), sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan
pertumbuhan DPK triwulan sebelumnya yang mencapai 4,26%(yoy). Pertumbuhan DPK Bank Umum
didorong oleh pertumbuhan Deposito dan Tabungan yang masing-masing tumbuh 13,47%(yoy) dan
0,16%(yoy). Pertumbuhan Deposito pada triwulan laporan melebihi pertumbuhan periode sebelumnya
yang hanya tumbuh 9,63%(yoy). Tumbuhnya deposito pada bank umum sejalan dengan kondisi
perekonomian yang mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Masyarakat cenderung beralih
kepada deposito karena peluang investasi lain dirasa kurang menguntungkan sehingga menyimpan
dananya pada simpanan jangka menengah-panjang yang memberikan keuntungan lebih besar.
Sumber : Bank Indonesia
85
Sementara itu pertumbuhan tabungan pada triwulan II 2017 masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mencapai 5,04%(yoy).
Tabel 4.10. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah
II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Aset 21,622 22,166 21,753 23,031 25,267 26,714 24,810 26,543 27,287 27,254 27,149 28,439 29,272
Dana Pihak Ketiga 12,676 13,027 12,938 14,120 15,222 16,299 15,764 16,019 17,059 16,308 16,064 16,702 17,718
Giro 3,478 3,278 1,871 3,614 4,292 4,562 2,372 3,931 4,052 3,651 2,185 3,823 4,159
Deposito 2,335 2,604 3,101 3,397 3,543 3,844 4,011 3,960 3,985 3,878 4,231 4,341 4,522
Tabungan 6,863 7,146 7,965 7,109 7,386 7,893 9,381 8,128 9,023 8,779 9,649 8,538 9,037
Kredit (Jenis Penggunaan) 18,018 18,545 19,048 19,075 19,508 20,336 20,971 21,339 22,411 22,569 23,228 23,565 24,305
Modal Kerja 6,079 6,169 6,279 6,436 6,570 6,773 6,873 7,001 7,457 7,436 7,609 7,719 8,116
Investasi 2,142 2,155 2,186 2,183 2,087 2,151 2,174 2,166 2,293 2,277 2,238 2,196 2,116
Konsumsi 9,796 10,221 10,584 10,456 10,852 11,411 11,925 12,172 12,662 12,855 13,381 13,651 14,074
LDR (%) 142.14 142.36 147.23 135.09 128.16 124.77 133.03 133.21 131.37 138.39 144.59 141.09 137.18
NPL 379.38 407.12 353.31 409.44 413.56 427.78 407.79 460.03 511 555.17 620.57 717.40 799.78
NPL Gross 2.11% 2.20% 1.85% 2.15% 2.12% 2.10% 1.94% 2.16% 2.28% 2.46% 2.67% 3.04% 3.29%
2016 2017Keterangan
2014 2015
Sumber : Cognos Bank Indonesia
Berdasarkan data Juni 2017, jumlah rekening simpanan masyarakat di Bank Umum mengalami
peningkatan. Tercatat jumlah rekening pada triwulan II 2017 sebanyak 1.946.133 rekening di perbankan
Sulawesi Tengah. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulawesi Tengah berdasarkan data BPS
yang mencapai 2,79 juta orang, maka rasio jumlah masyarakat menabung mencapai 69,87%. Dengan
perbandingan sederhana, diperkirakan bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk Sulawesi Tengah
sudah memiliki tabungan pada Bank Umum. Berdasarkan wilayah, rasio jumlah masyarakat menabung
tertinggi berada di Poso dengan rasio 128% yang diikuti oleh Kabupaten Toli-Toli dan sekitarnya dengan
rasio 88% dan Kota Palu dengan rasio 90%. Angka rasio yang berada di atas 100% diperkirakan karena
terdapat nasabah yang memiliki 2 atau lebih rekening di perbankan. Walaupun demikian, peran
perbankan dalam meningkatkan inklusi keuangan khususnya di daerah terpencil masih perlu terus
ditingkatkan. Rasio rekening perjumlah penduduk terendah terjadi di Kabupaten Banggai Kepulaun dan
kabupaten Buol yang masing-masing sebesar 7% dan 15%. Masih rendahnya tingkat rasio per jumlah
penduduk disebabkan oleh faktor geografis dan infrastruktur jaringan kantor bank yang masih terbatas.
Terbatasnya SDM perbankan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan analisis kredit produktif juga
menjadi faktor penghambat lainnya dalam penyaluran kredit produktif. Tingginya prosentase selisih
antara rasio kredit dan simpanan per jumlah penduduk juga perlu mendapatkan perhatian. Rendahnya
Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain)
Grafik 4.24. Perkembangan DPK Bank Umum
Grafik 4.25. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan
86
rasio tersebut merupakan indikator dari pemahaman masyarakat mengenai perbankan dan tingkat literasi
perbankan.
b. Penyaluran Kredit Bank Umum
Berdasarkan kelompoknya penyaluran kredit Bank Umum masih didominasi oleh Bank Persero
Nasional. Penyaluran kredit Bank Umum sampai akhir triwulan II 2017 mencapai Rp24,30 triliun atau
tumbuh 8,45% (yoy) atau lebih tinggi jika dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya sebesar
Rp23,56 triliun. Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, penyaluran kredit pada triwulan laporan
didominasi oleh kelompok bank persero yang memiliki pangsa sebesar 76%. Pertumbuhan tertinggi
perbankan daerah pada triwulan II 2017 terjadi pada Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah
yang tumbuh 13,2%(yoy) diikuti oleh pertumbuhan Bank Persero sebesar 11,8%(yoy), sedangkan bank
swasta nasional hanya tumbuh sebesar 5,53%(yoy).
Pada triwulan laporan, Kredit Konsumsi masih memiliki pangsa pasar terbesar. Kredit konsumsi
tumbuh sebesar 11,15%(yoy), sedikit lebih rendah daripada pertumbuhan triwulan I 2017 yang
mencapai 12,15%(yoy). Masih tumbuhnya kredit konsumsi, juga diikuti oleh pertumbuhan kredit modal
kerja sebesar 8,84%(yoy). Sedangkan kredit Investasi telah mengalami pertumbuhan negatif yakni
mencapai -7,71%(yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, market share penyaluran kredit di Sulawesi
Tengah masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 57,9%. Share terbesar kedua
berdasarkan jenis penggunaan adalah kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 33,39%. Sementara itu,
kredit investasi memiliki pangsa terendah hanya sebesar 8,71%. Masih rendahnya pangsa kredit investasi
menjadi tantangan besar perbankan di Sulawesi Tengah untuk terus memberikan daya dorong tambahan
bagi sektor riil yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara umum. Pembiayaan
investasi diharapkan dapat ditingkatkan outstanding-nya, mengingat besarnya potensi ekonomi di
Sulawesi Tengah terutama di sektor pertanian dan perdagangan.
Grafik 4.26. Rasio Rekening Simpanan Pada Bank Umum Terhadap
Jumlah Penduduk
87
Tabel 4.11.Jumlah Kredit Berdasarkan Jenis Bank (Rp-Miliar)
Periode Bank Persero Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah
Jun-13 11,185.06 3,346.21 920.78
Sep-13 11,663.63 3,404.71 1,076.66
Dec-13 12,060.41 3,462.91 1,169.71
Mar-14 12,313.03 3,482.19 1,363.55
Jun-14 12,758.96 3,600.65 1,658.06
Sep-14 13,028.76 3,575.02 1,941.53
Dec-14 13,404.14 3,605.59 2,038.57
Mar-15 13,744.42 3,598.90 1,731.19
Jun-15 14,047.49 3,508.73 1,952.03
Sep-15 14,706.60 3,533.04 2,095.92
Dec-15 15,262.69 3,450.40 2,258.23
Mar-16 15,547.26 3,414.41 2,376.52
Jun-16 15,982.21 3,414.89 2,497.71
Sep-16 16,530.23 3,459.74 2,578.73
Dec-16 17,025.56 3,564.38 2,638.28
Mar-17 17,350.93 3,535.72 2,678.35
Jun-17 17,874.29 3,603.69 2,827.32
Sumber :Bank Indonesia
Grafik 4.29. Rasio Rekening Kredit Pada Bank Umum
Terhadap Jumlah Penduduk
Grafik 4.27. Perkembangan Kredit Bank Umum
Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.28. Pangsa Kredit Bank Umum
Berdasarkan Jenis Penggunaan
88
Grafik 4.30. Perkembangan Aset BPR di Sulawesi Tengah
4.3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Perkembangan Indikator BPR hingga akhir triwulan laporan masih cukup baik. Jika dilihat
berdasarkan jaringan kantor, jumlah kantor BPR di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan dibandingkan
dengan periode sebelumnya tidak mengalami perubahan. Total aset BPR hingga akhir triwulan II 2017
mencapai Rp2,45 triliun atau tumbuh 23,68%(yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara
umum aset BPR memiliki pangsa 7,73% terhadap total aset perbankan Sulawesi Tengah. Pertumbuhan
aset tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan DPK BPR yang meningkat 35,39%(yoy) lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I 2017 yang mencapai 24,26%(yoy). Penyaluran kredit juga
mengalami pertumbuhan sebesar 17,99% (yoy) menjadi sebesar Rp2,08 trilyun pada triwulan laporan.
Pertumbuhan kredit BPR pada triwulan II 2017 juga lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya mencapai 17,70% (yoy).
Jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun BPR pada triwulan laporan mengalami
peningkatan. Secara nominal DPK BPR pada triwulan II 2017 sebesar Rp870,23 miliar mengalami
peningkatan sebesar 17,52% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp692,24 miliar. Komposisi dana pihak
ketiga BPR masih tetap didominasi deposito dengan pangsa sebesar 96,65%. Sementara itu, simpanan
dalam bentuk tabungan memiliki pangsa sebesar 9,65%. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa
sebagian besar masyarakat masih memilih BPR sebagai tempat untuk menyimpan dana jangka menengah
dan panjang dengan harapan imbal jasa yang lebih tinggi.
Pada sisi aktiva, jumlah kredit yang disalurkan BPR mengalami pertumbuhan positif dengan NPL
yang masih terjaga. Total kredit yang disalurkan oleh BPR pada triwulan II 2017 sebesar Rp2,08 triliun,
atau tumbuh 17,99%(yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan lebih tinggi jika dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 17,70% (yoy). Pertumbuhan kredit pada
triwulan IiI 2017 masih didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 17,86%(yoy) dengan
pangsa 98,95%. Sementara itu, jenis kredit lainnya seperti kredit investasi pada triwulan II 2017 mulai
tumbuh positif sebesar 3,59%(yoy) dengan pangsa sebesar 0,5%. Kredit modal kerja memiliki pangsa
4,52%, dari total penyaluran kredit perbankan berdasarkan jenis penggunaan, dan pada triwulan laporan
89
mampu tumbuh tinggi mencapai 22,83% jauh diatas triwulan sebelumnya yang hanya 13,48 (yoy).
Kualitas kredit BPR juga masih berada pada koridor yang positif dengan rasio Non Performing Loans
(NPLs) gross sebesar 1,31% sedikit mengalami penurunan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya mencapai 1,04%.
Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BPR di Sulawesi Tengah memiliki kinerja yang cukup baik,
tercermin dari rasio Loan to Deposits (LDR) yang masih cukup tinggi. LDR BPR pada periode laporan
tercatat 239% sedikit lebih rendah dibandingkan dengan LDR triwulan I 2017 yang mencapai 247%.
Masih tingginya nilai LDR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kemampuan BPR dalam melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat. Hal ini
disebabkan keterbatasan sumber dana membuat BPR membutuhkan sumber dana dari bank umum baik
melalui skema linkage programme (channelling dan executing) maupun dana lainnya.
Berdasarkan lokasinya, terlihat bahwa keberadaan BPR di Sulawesi Tengah masih belum tersebar
merata di seluruh wilayah kabupaten. Lokasi BPR di Sulawesi Tengah hanya tersebar di 4 lokasi utama,
yaitu Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Poso. Konsentrasi lokasi
bank hanya pada beberapa wilayah tertentu menjadi salah satu indikasi masih belum optimalnya akses
masyarakat terhadap jasa perbankan.
Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan
Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan
90
Tabel 4.12. Jumlah Kantor Pusat dan Cabang BPR di Sulawesi Tengah
(belum termasuk daerah pemekaran)
Pusat Cabang
1. Kab. Banggai Kepulauan 0 3 3
2. Kab. Buol 0 1 1
3. Kab. Donggala 0 1 1
4. Kab. Morowali 0 4 4
5. Kab. Parigi Moutong 3 2 5
6. Kab. Parimo/Banggai 1 2 3
7. Kab. Poso 1 2 3
8. Kab. Tojo Una-Una 0 1 1
9. Kab. Toli-Toli 0 1 1
10. Kota Palu 4 0 4
11. Kab./Kota Lainnya 0 0 0
Total 9 17 26
Provinsi Sulawesi TengahKantor
Jumlah
4.3.4. Kinerja Bank Umum Syariah
Pada triwulan II 2017 Aset dan DPK perbankan syariah masih mengalami pertumbuhan. Aset
perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,29 miliar atau mengalami peningkatan
sebesar 10,64%(qtq), dimana pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp1,17 miliar. Jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya aset perbankan syariah pada periode laporan tumbuh
7,97%(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
1,80%(yoy). Sementara itu, DPK perbankan syariah kembali mengalami pertumbuhan negatif yakni -
2,30%(yoy) setelah di triwulan sebelumnya positif yakni 6,17%(yoy). Penurunan jumlah DPK pada
triwulan laporan terutama didorong oleh penurunan tabungan dan giro perbankan Syariah yang
mencapai -4,38%(yoy) dan -8,45%(yoy).
Namun disisi lain pertumbuhan deposito syariah dinilai cukup positif, tercermin dari pertumbuhan
pada periode laporan yang mencapai 11,52%(yoy). Kondisi tersebut mencerminkan bahwa sebagian
besar masyarakat masih memilih bank syariah sebagai tempat untuk menyimpan dana jangka menengah
dan panjang dengan harapan imbal jasa yang lebih tinggi. Tumbuhnya deposito syariah merupakan
salah satu bukti suksesnya kampanye gencar dari perbankan syariah di Sulawesi Tengah khususnya
tentang menyadarkan masyarakat terkait dengan riba yang melekat pada bunga perbankan. Meskipun
demikian, pertumbuhan deposito syariah tidak diikuti dengan pertumbuhan tabungan dan giro yang
tumbuh negatif -4,38%(yoy) dan -8,45%(yoy) setelah di triwulan sebelumnya tercatat tumbuh positif
6,19%(yoy) dan 26,68%(yoy).
Sumber: Bank Indonesia
91
Pembiayaan investasi perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada
triwulan laporan, pembiayaan perbankan syariah mengalami pertumbuhan 19,19% (yoy), lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya 13,99% (yoy). Peningkatan pembiayaan pada triwulan laporan didorong oleh
pertumbuhan pembiayaan konsumsi sebesar 25,80% (yoy), dan pertumbuhan pembiayaan modal kerja
sebesar 11,65% (yoy). Meskipun demikian, kondisi pembiayaan investasi masih mengalami penurunan
sebesar -6,86% (yoy) setelah sebelumnya mampu tumbuh 10,22%(yoy).
Simpanan masyarakat diperbankan syariah pada triwulan II 2017 menunjukan perlambatan. DPK
tahunan perbankan Syariah pada periode laporan mengalami penurunan -2,30% setelah sebelumnya
tumbuh 6,17%(yoy). Hingga akhir triwulan II 2017 masih belum terdapat BPR Syariah di Sulawesi
Tengah, sehingga perlu lebih didorong pengembangan BPR syariah di Sulawesi Tengah.
--- o0o ---
Grafik 4.33. Perkembangan Aset Perbankan Syariah
Sya
Grafik 4.34. Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut Jenis
Simpanan
Grafik 4.35. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut
Jenis Penggunaan
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
76
Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan di sisi
inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Jumlah temuan yang diragukan keasliannya di Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menunjukkan
adanya peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan RTGS dan kliring cenderung mengalami penurunan pada triwulan laporan.
BAB VI PERKEMBANGAN SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
TEMUAN UANG PALSU NET INFLOW-OUTFLOW
D36
LEMBAR 108
LEMBAR
Rp1.838,88 miliar
(net outflow)
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
77
6.1. Kinerja Sistem Pembayaran
6.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai
a. Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow)
Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan di
sisi inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Nominal outflow pada triwulan laporan mencapai Rp2,2 triliun, lebih tinggi dibandingkan outflow
triwulan I 2017 sebesar Rp402,785 miliar. Sedangkan inflow justru mengalami penurunan menjadi
Rp311,15 miliar dari Rp1 triliun di triwulan I 2017. Sesuai dengan tren tahun sebelumnya, nilai outflow
selalu mengalami peningkatan di triwulan II yang didorong oleh meningkatnya pengeluaran masyarakat
selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Pertumbuhan tahunan inflow tercatat meningkat 19% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar -11% (yoy). Inflow aliran uang di Sulawesi Tengah secara triwulanan
mengalami penurunan dari sebesar Rp 1 triliun menjadi sebesar Rp 311,15 miliar. Berbeda dengan
kondisi inflow, pertumbuhan outflow pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya yaitu sebesar 13,07% (yoy). Apabila dibandingkan antara angka inflow dan
outflow pada triwulan II 2017 maka akan diperoleh net outflow sebesar Rp1.838,88 miliar.
Melalui kegiatan perkasan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah secara rutin
melakukan penarikan uang lusuh sebagai wujud dari kebijakan clean money policy untuk
memenuhi kebutuhan uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II 2017, jumlah uang kertas yang
dimusnahkan mencapai Rp138,51 miliar atau menurun sebesar 16% (yoy). Posisi ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penarikan uang lusuh triwulan sebelumnya sebesar Rp251,96 miliar. Pada triwulan
laporan, uang pecahan Rp2.000,- merupakan pecahan yang paling banyak dimusnahkan, diikuti dengan
pecahan Rp5.000,- dan Rp50.000,-.
Grafik 6.1. Perkembangan Inflow-Outflow Uang Tunai
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
78
No. Waktu Lokasi Peserta
1 6-9 April 2017 Instansi Pemkab, Perbankan dan Pelaku Usaha Poso
2 7-13 Mei 2017 ASN dan Perbankan dan Pelaku Usaha Banggai Laut
3 08-Mei-17 SDIT Al-Fahmi Palu
4 23-24 Mei 2017 Kepala Desa dan Masyarakat Sausu Torono Parigi
b. Perkembangan Uang Yang Diragukan Keasliannya
Jumlah temuan yang diragukan keasliannya di Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menunjukkan
adanya peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Melalui laporan perbankan dan masyarakat
KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menemukan 145 lembar uang yang diragukan
keasliannya dengan Rp50.000,00 sebagai pecahan terbanyak1. Temuan ini meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang hanya terdapat 65 lembar uang palsu senilai 4.150.000 rupiah. Agar
ciri-ciri keaslian uang Rupiah lebih diketahui oleh masyarakat luas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Tengah secara rutin melakukan sosialisasi keaslian uang Rupiah kepada berbagai lapisan
masyarakat termasuk sosialisasi cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik. Selama triwulan II tahun
2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah telah melaksanakan sosialisasi ciri-ciri
keaslian uang Rupiah kepada stakeholders di berbagai bidang. Selama triwulan II telah dilakukan
kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah yaitu :
Tabel 6.1. Sosialisasi CIKUR di Provinsi Sulawesi Tengah
1Temuan uang palsu yang dilaporkan tersebut tidak termasuk uang palsu yang ditemukan oleh pihak kepolisian.
Grafik 6.3. Perkembangan Persentase Pecahan Uang Yang
Dimusnahkan
Grafik 6.2. Rasio Pemusnahan UTLE Terhadap Inflow
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
79
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Rp100.000 43 90 18 18 25 10 9 13 91 19 89 32 17 4 9 32 115 28 18 36
Rp50.000 38 95 43 18 17 6 11 23 18 10 31 25 20 6 10 28 72 8 47 108
Rp20.000 1 1 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
Rp10.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rp5.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Jumlah 82 186 62 38 42 16 20 36 109 29 123 58 37 10 19 60 188 36 65 145
Pecahan Mata Uang
(Nominal)
20152013 20142011 2012
20172016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
100.000 19,63% 15,06% 23,75% 11,20% 25,94% 15,45% 14,95% 15,52% 31,25% 18,33% 30,02% 17,77% 29,28% 11,92% 27,23% 11,04% 27,13% 16,79%
50.000 31,80% 25,14% 31,65% 21,62% 33,57% 23,84% 17,34% 22,82% 28,28% 25,29% 39,23% 7,55% 40,95% 23,91% 40,68% 23,61% 34,77% 21,16%
20.000 5,44% 6,58% 3,17% 7,02% 5,13% 6,42% 8,27% 7,12% 4,91% 6,41% 4,26% 8,52% 3,91% 8,20% 4,95% 8,18% 4,98% 7,74%
10.000 7,94% 10,89% 9,78% 14,14% 8,02% 11,92% 13,50% 12,07% 8,17% 11,22% 6,81% 13,45% 6,29% 11,82% 7,40% 13,08% 7,94% 11,81%
5.000 12,63% 15,94% 14,91% 19,49% 9,81% 16,70% 19,20% 17,03% 10,96% 15,41% 8,32% 22,03% 8,24% 16,30% 9,24% 16,40% 11,08% 17,48%
2.000 15,45% 18,41% 13,09% 19,68% 13,92% 18,87% 20,99% 20,23% 13,53% 18,38% 9,45% 25,91% 9,85% 22,19% 9,45% 24,44% 12,56% 22,34%
1.000 7,11% 7,98% 3,65% 6,85% 3,61% 6,82% 5,76% 5,21% 2,90% 4,95% 1,92% 4,78% 1,48% 5,66% 1,05% 3,26% 1,55% 2,67%
Jlh. Uang Kertas 95,39% 92,96% 95,02% 95,97% 95,98% 95,83% 17,99% 95,21% 98,29% 98,13% 99,46% 99,94% 99,95% 99,77% 99,96% 99,16% 99,85% 98,04%
1.000 2,27% 6,26% 26,81% 18,52% 18,29% 19,10% 16,24% 10,79% 5,35% 0,11% 0,08% 29,93% 0,40% 9,38% 3,16% 7,52% 12,70% 11,11%
500 52,63% 46,62% 36,05% 33,65% 38,82% 44,76% 49,76% 49,12% 46,33% 69,28% 96,41% 35,98% 16,48% 18,76% 27,40% 9,86% 16,81% 33,33%
200 18,83% 17,54% 11,05% 15,34% 6,62% 12,06% 6,17% 14,14% 13,01% 10,99% 0,35% 1,54% 12,53% 23,45% 21,64% 16,51% 31,26% 25,25%
100 21,97% 21,66% 17,35% 22,73% 17,54% 16,51% 9,90% 12,15% 32,56% 19,19% 3,14% 31,64% 66,39% 46,90% 36,38% 62,00% 39,19% 30,30%
50 4,30% 7,92% 8,73% 9,66% 18,72% 7,57% 17,94% 13,60% 2,75% 0,21% 0,02% 0,90% 4,19% 1,50% 2,64% 4,11% 0,03% 0,00%
25 0,00% 0,00% 0,00% 0,10% 0,01% 0,00% 0,00% 0,20% 0,00% 0,23% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,77% 0,00% 0,00% 0,00%
Jlh. Uang Logam 4,61% 7,04% 4,98% 4,03% 4,02% 4,17% 82,01% 4,79% 1,71% 1,87% 0,54% 0,06% 0,05% 0,23% 0,04% 0,84% 0,15% 1,96%
Juml. UK + UL 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
Pecahan2013 2014 2015 20172016
Tabel 6.2. Perkembangan Uang Palsu Yang Ditemukan (dalam lembar)
c. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Aliran perkasan selama periode laporan dari sisi inflow didominasi oleh pecahan Rp2.000,-
sedangkan dari sisi outflow didominasi oleh pecahan Rp100.000,-. Dari sisi inflow, pada triwulan II
2017, jumlah lembar uang kertas denominasi Rp2.000,- mencapai 2,2 juta lembar atau 22,34% dari total
seluruh uang kertas yang masuk ke perbankan. Sementara itu di sisi outflow, denominasi Rp100.000,-
tercatat sebanyak 14,5 juta lembar atau 34,90% dari total seluruh uang kertas yang keluar dari
perbankan. Sementara itu, khusus untuk uang logam, pecahan Rp500,- mendominasi dari sisi inflow dan
pecahan Rp1.000,- mendominasi dari sisi outflow.
Tabel 6.3. Pangsa Denominasi Uang Inflow
Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah
Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
100.000 15,28% 27,45% 27,50% 31,81% 24,41% 32,15% 31,84% 38,99% 23,16% 32,53% 32,08% 32,62% 21,54% 30,32% 32,45% 35,89% 27,69% 34,90%
50.000 28,42% 36,81% 33,40% 34,88% 27,99% 29,34% 29,27% 30,23% 24,98% 35,00% 41,86% 42,47% 27,52% 32,06% 42,50% 32,50% 20,86% 28,19%
20.000 7,32% 4,19% 1,08% 4,17% 6,37% 4,93% 4,84% 4,29% 6,84% 4,31% 3,18% 3,59% 6,42% 4,80% 3,34% 4,21% 7,73% 4,40%
10.000 10,25% 7,81% 9,86% 6,87% 8,52% 7,50% 6,59% 6,63% 10,33% 7,39% 5,28% 5,54% 11,18% 8,07% 4,76% 6,80% 10,62% 7,29%
5.000 15,80% 11,12% 13,99% 8,89% 11,82% 9,61% 10,54% 8,61% 13,78% 8,95% 7,46% 6,61% 15,25% 10,92% 7,63% 8,77% 14,44% 10,29%
2.000 14,55% 12,14% 13,91% 9,49% 15,49% 11,63% 13,33% 10,18% 16,85% 10,81% 9,60% 9,12% 17,86% 13,77% 9,20% 11,63% 15,71% 13,75%
1.000 8,39% 0,49% 0,26% 3,89% 5,39% 4,83% 3,58% 1,07% 4,06% 1,02% 0,53% 0,05% 0,23% 0,06% 0,12% 0,20% 2,95% 1,18%
Jlh. Uang Kertas 92,85% 93,56% 92,08% 94,45% 90,72% 92,83% 24,40% 94,95% 92,53% 96,86% 95,95% 93,45% 81,89% 93,55% 92,21% 92,05% 89,22% 95,97%
1.000 9,51% 32,56% 43,37% 35,54% 35,06% 33,89% 36,06% 35,92% 9,59% 44,71% 30,49% 36,45% 41,07% 40,41% 43,87% 44,28% 42,51% 42,14%
500 34,63% 25,31% 20,01% 22,27% 26,33% 24,55% 27,83% 19,82% 31,76% 11,66% 24,68% 24,21% 29,24% 21,46% 26,80% 27,85% 28,92% 25,97%
200 29,33% 19,56% 15,73% 19,94% 13,14% 17,92% 16,15% 19,94% 28,33% 18,70% 24,75% 18,36% 14,71% 19,81% 14,00% 16,30% 13,65% 14,24%
100 22,14% 16,68% 16,09% 18,95% 15,40% 19,13% 4,13% 19,25% 29,46% 24,93% 20,09% 20,98% 14,98% 18,32% 15,33% 11,57% 14,92% 17,65%
50 4,38% 5,88% 4,80% 3,30% 10,07% 4,52% 15,83% 5,08% 0,86% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
25 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Jlh. Uang Logam 7,15% 6,44% 7,92% 5,55% 9,28% 7,17% 75,60% 5,05% 7,47% 3,14% 4,05% 6,55% 18,11% 6,45% 7,79% 7,95% 10,78% 4,03%
Juml. UK + UL 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
20172016Pecahan
2013 2014 2015
Tabel 6.4. Pangsa Denominasi Uang Outflow
6.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai
Transaksi keuangan secara non tunai mencakup transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Seperti halnya daerah lain,
transaksi RTGS (outgoing) lebih dominan digunakan di Provinsi Sulawesi Tengah bila dibandingkan
dengan sistem kliring.
Pertumbuhan RTGS dan kliring cenderung mengalami penurunan pada triwulan laporan. Nominal
kliring pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp2,2 triliun dengan jumlah warkat yang dikliringkan
sebanyak 51.937 lembar. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp2,72 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 57.463 lembar. Jumlah rata-rata lembar
kliring perhari selama triwulan II 2017 sebanyak 865,62 lembar lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebanyak 957,72 lembar. Secara umum transaksi Kliring pada triwulan II 2017 lebih
rendah jika dibandingkan dengan transaksi kliring pada triwulan I 2017.*
Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah
Sumber : KPw BI Prov. Sulteng
Grafik 6.4. Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi
Tengah
Grafik 6.5. Pangsa Nominal Transaksi RTGS (Outgoing) dan Kliring
Provinsi Sulawesi Tengah
*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah
81
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Nominal RTGS Ingoing (Miliar Rp)
13.018,66 17.227,05 17.913,98 8.741,30 9.946,72 15.830,04 14.712,8 4.444,4 - - - - - -
Nominal RTGS Outgoing (Miliar
Rp) 16.938,50 20.437,70 24.274,05 20.260,32 17.006,15 22.232,19 19.310,64 10.302,6 3.163,0 2.696,2 1.357,6 3.513,6 3.292,1 2.359,1
Net Outgoing (Miliar Rp) 3.920 3.211 6.360 11.519 7059.43 10.987 4.597,88 5.858 - - - - - -
Pert. RTGS Ingoing (yoy)67,17% 203,13% 118,45% -33,56% -23,60% -8,11% -17,87% -49,16% - - - - - -
Pert. RTGS Outgoing (yoy)59,12% 148,48% 131,60% 38,43% 0.40% 8,78% -20,45% -49,15% -81,40% -87,87% -92,97% -65,90% 4,08% -12,50%
2015 2016 2017Keterangan
2014
Pertumbuhan nominal transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS) Generasi 2 pada triwulan II 2017 mengalami penurunan dari sisi
outgoing sedangkan data dari transaksi sisi ingoing di sistem RTGS Generasi 2 belum tersedia.
Dana keluar (outgoing) melalui RTGS pada triwulan II tahun 2017 tercatat sebesar Rp2,3 triliun, menurun
sebesar 12,50% dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Sejak tanggal 16
November 2015, Bank Indonesia telah memberlakukan BI-RTGS II adapun batas minimal nominal yang
dapat ditransaksikan adalah sebesar Rp500 juta/transaksi sedangkan nilai nominal untuk transaksi melalui
Sistem Kliring Nasinal Bank Indonesia (SKNBI), tidak lagi dibatasi sehingga dapat bernilai lebih Rp500
juta/transaksi.
Tabel 6.4. Perkembangan RTGS Provinsi Sulawesi Tengah
Pada triwulan II 2017 peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami penurunan baik dari sisi
nominal maupun dari sisi peredaran warkat. Cek dan Bilyet Giro (BG) kosong yang dikliringkan pada
triwulan laporan tercatat sebanyak 549 lembar dengan nominal sebesar Rp17,20 miliar. Persentase rata-
rata harian nominal Cek/BG yang ditolak pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 0,77% dari total Cek/BG.
Kondisi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 dimana cek/BG yang ditolak
sebesar 0,81% untuk rata-rata harian nominal Cek/BG. Dalam waktu mendatang, transaksi non tunai
oleh masyarakat diharapkan dapat lebih meningkat penggunaannya. Transaksi non tunai diharapkan
dapat mengurangi risiko tindakan kejahatan seperti perampokan, pencurian dan terhindar dari uang
palsu.
--- o0o ---
Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah
Grafik 6.6. Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring
Prov. Sulawesi Tengah
Grafik 6.7. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi
Sulawesi Tengah
90
I DAERAH
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum tumbuh
positif. Hal ini terlihat dari jumlah angkatan kerja yang meningkat dan
diikuti oleh menurunnya tingkat pengangguran terbuka.
Tingkat kemiskinan mengalami sedikit peningkatan seiring dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 2017.
Gini rasio Sulteng sedikit membaik dari 0,362 di Maret 2016 menjadi
0,355 di Maret 2017. Akan tetapi masih mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 0,347
Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih berada di bawah NTP
Nasional. Untuk itu perlu upaya lebih dalam meningkatkan
pemberdayaan petani, baik melalui program ekstensifikasi maupun
intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar petani melalui perbaikan
kelembagaan.
BAB VI
1.510.782 (orang)
Jumlah yang Bekerja
46.317 (orang)
Pengangguran
413.150 (orang)
Penduduk Miskin
95,36
Nilai Tukar Petani
Kelompok Tani Suka Maju dan Kelompok Merta Sari di Desa Tolai Kabupaten Parimo
91
6.1. Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum mengalami perkembangan positif
dibandingkan semester sebelumnya (periode Agustus 2016). Pada triwulan berjalan,
perkembangannya juga masih menunjukkan tren yang positif. Jumlah angkatan kerja pada
Februari 2017 mencapai 1,56 juta orang atau lebih tinggi dibandingkan periode Agustus 2016 yang
tercatat sebanyak 1,51 juta orang ataupun periode Februari 2016 yang hanya mencapai 1,49 juta
orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 73,87% dari posisi sebelumnya
72,28%. Kondisi ini menyebabkan jumlah penganggur (data Februari 2017) mencapai 46.317 atau
menurun dibandingkan periode Agustus 2016 sebesar 49.702 ataupun periode Februari 2016 sebesar
51.697 orang. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang disertai dengan penurunan jumlah
pengangguran menyebabkan terjadinya penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,29%
pada Agustus 2016 menjadi 2,97% pada periode Februari 2017.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
2017**)
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari
1. Angkatan Kerja 1.396.799 1.293.332 1.427.819 1.342.615 1.426.527 1.384.235 1.494.757 1.509.505 1.557.099
Bekerja 1.359.843 1.239.122 1.386.103 1.293.226 1.383.919 1.327.418 1.443.060 1.459.803 1.510.782
Pengangguran 36.956 54.210 41.716 49.389 42.608 56.817 51.697 49.702 46.317
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 71,40 65,56 71,79 66,76 70,21 67,51 72,20 72,28 73,87
3. Tingkat Pengangguran Terbuka 2,65 4,19 2,92 3,68 2,99 4,10 3,46 3,29 2,97
4. Pekerja Tidak Penuh 518.333 575.833 508.418 498.641 554.038 492.184 533.537 472 413 595.452
Setengah Penganggur 141.983 148.815 140.543 129.537 171.311 149.355 168.967 144 277 150.499
Paruh Waktu 376.350 427.018 367.875 369.104 382.727 342.829 364.570 472 413 444.953
2016**)2014**) 2015**)Jenis Kegiatan Utama
2013*)
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
Berdasarkan lapangan kerja utama, jumlah tenaga kerja sektor industri dan pertanian
mengalami peningkatan. Jumlah tenaga kerja sektor industri mengalami peningkatan dari 76.733
pekerja pada Februari 2016 menjadi 93.209 pekerja pada Februari 2017, peningkatan tingkat
penyerapan tenaga kerja disebabkan oleh masih adanya perekrutan oleh perusahaan smelter di
Morowali Utara yang telah mulai beroperasi. Pada triwulan IV 2017, penyerapan tenaga kerja
diprediksi akan kembali meningkat karena masih terdapat lowongan pekerjaan yang masih akan
Grafik 6.1. Penduduk yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama
Grafik 6.2. Persentase Penduduk yang Bekerja
Menurut Lapangan Kerja Utama
92
dibuka secara bergelombang seiring dengan adanya rencana penyelesaian pabrik pengolahan amonia
pada bulan November 2017.1
Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.
Jumlah tenaga kerja sektor pertanian mengalami peningkatan dari 630.176 pekerja di Februari 2016
menjadi 709.540 pekerja pada Februari 2017. Kondisi tersebut didorong oleh mulai pulihnya kegiatan
usaha pertanian seiring dengan berakhirnya periode anomali cuaca El Nino dan La Nina yang sempat
menurunkan produksi pertanian beberapa periode sebelumnya. Meningkatnya penyerapan tenaga
kerja sektor pertanian juga tercermin dari meningkatnya luas tanam periode masa tanam Oktober-
Maret yang mencapai 124.395 Ha. Pencapaian luas tanam tersebut meningkat 109,94% atau naik
11.246 Ha dibandingkan masa tanam Oktober Maret 2016.2
Menurut tingkat pendidikannya, penyerapan tenaga kerja Sulawesi Tengah pada Februari 2017
masih didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah. Jumlah angkatan kerja yang bekerja
berdasarkan tingkat pendidikan SD ke bawah tercatat sebanyak 691.307 orang, sedangkan SMP
berjumlah 275.357 orang dan SMA sebanyak 271.030 orang. Jumlah pekerja yang berpendidikan
DI/II/III memiliki jumlah paling sedikit yakni sebanyak 35.089 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
struktur ketenagakerjaan Sulteng masih belum memiliki fundamental yang kuat, karena masih
didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke bawah. Kondisi ini perlu lebih disikapi
serius oleh pemerintah daerah, sehingga ke depan dapat lebih ditingkatkan investasi pada kualitas dan
kuantitas tenaga terdidik sehingga mampu bersaing dalam lingkup Nasional maupun regional ASEAN.
Pentingnya peningkatan kualitas tenaga kerja juga disebabkan karena pasar tenaga kerja Indonesia
harus bersaing dengan tenaga kerja regional seiring dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA).
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2017**)
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari
1. SD Ke Bawah 694.683 600.885 678.621 643.854 641.225 629.499 669.469 652.876 691.307
2. SMP 223.334 212.120 237.823 219.401 264.842 231.003 263.204 270.624 275.357
3. SMA 206.295 210.384 246.422 213.722 247.275 237.707 245.050 259.311 271.030
4. SMK 84.806 77.600 82.264 73.858 93.061 83.642 112.990 98.655 112.424
5. Diploma I/II/III 44.086 37.497 39.626 35.488 29.437 29.360 37.460 45.913 35.089
6. Universitas 106.639 100.636 101.347 106.903 108.079 116.207 114.887 132.424 125.575
Jumlah 1.359.843 1.239.122 1.386.103 1.293.226 1.383.919 1.327.418 1.443.060 1.459.803 1.510.782
2016**)Jenis Kegiatan Utama
2013*) 2014**) 2015**)
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh masyarakat yang bekerja di
sektor informal. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori
berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan sisanya termasuk
pekerja informal. Pada bulan Februari 2017 masyarakat Sulawesi Tengah yang bekerja pada kegiatan
formal sebanyak 477.124 orang (31,58%), sedangkan yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak
1 Hasil Liaison KPw BI Sulawesi Tengah terhadap perusahaan industri pengolahan di Kab. Banggai 2 Hasil FGD Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah
Sumber : BPS Sulawesi Tengah
93
1.033.658 orang (68,42%). Kemajuan perekonomian Sulawesi Tengah dan semakin terbukanya
peluang pasar kerja untuk sektor industri pengolahan diperkirakan akan semakin memperbesar
kesempatan kerja masyarakat Sulawesi Tengah di sektor formal. Pembangunan sumber daya manusia
sendiri merupakan prioritas utama dalam RPJMD 2016-2021 membuat Pemerintah Daerah dapat lebih
meningkatkan kontribusinya dalam membangun sumber daya manusia lokal yang mampu bersaing di
pasar kerja modern yang bersifat borderless. Hal ini disebabkan karena saat ini informasi lowongan
pekerjaan tanpa melalui perantara dan batas negara karena diperoleh melalui teknologi informasi
khususnya internet.
TPT tertinggi di Sulawesi Tengah terdapat pada kelompok angkatan kerja dengan tingkat
pendidikan SMA yang mencapai 5,33%, diikuti SMK mencapai 5,12%, dan SMP mencapai
2,65%. Jika melihat data di atas (Grafik 7.3), tenaga kerja Sulawesi Tengah banyak terserap pada
sektor-sektor yang kurang membutuhkan keterampilan tinggi. Pemerintah daerah diharapkan
mendorong peningkatan penciptaan lapangan kerja khususnya bagi tenaga kerja terdidik, sehingga
meningkatkan motivasi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Pemerintah daerah juga
diharapkan lebih mendorong lulusan Sekolah Menengah Kejuruan untuk lebih berani dan kreatif
menjadi wirausaha sehingga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Perbankan dan
lembaga keuangan lain juga diharapkan dapat memberikan bantuan dengan menyediakan kredit
modal kerja sebagai bantuan start up pada penciptaan wirausaha baru. Outlook dunia usaha yang
akhir-akhir ini cenderung stagnan membutuhkan dukungan wirausaha-wirausaha baru untuk
menciptakan inovasi dunia usaha dan mengembangkan industri kreatif yang kompetitif. Hal ini juga
didukung oleh masih terbukanya peluang pasar pada industri kreatif tidak hanya pada level Nasional
tetapi pada level Internasional.
Tingkat UMP tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp1.807.775,00 meningkat 8,25% dari tahun
sebelumnya. Peningkatan UMP diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut
Tingkat Pendidikan
94
bagi masyarakat yang bekerja di sektor formal. Peningkatan UMP juga diharapkan mampu
meningkatkan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Meskipun
demikian, pihak pemerintah masih harus melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan
UMP tersebut, sehingga upah yang diberikan oleh perusahaan yang berada di Sulawesi Tengah
minimal sesuai dengan besaran UMP yang ditetapkan.
6.2. Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada Maret 2017 tercatat sebanyak 417.870 jiwa
atau 14,14% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dari posisi
September 2016 yang tercatat 14,09%. Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir jumlah dan
persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan yang mengindikasikan
bahwa program jangka menengah pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah
sudah memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah.
Namun demikian, pergerakan grafik penurunan angka yang cukup rigid dalam tiga tahun terakhir
mengindikasikan bahwa upaya-upaya pengentasan kemiskinan masih harus ditingkatkan. Persentase
angka kemiskinan masih berada pada kisaran 14% (Lihat Grafik 5.6).
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah tercatat masih lebih tinggi dibandingkan tingkat
kemiskinan Nasional yang hanya tercatat 10,64%. Upaya pengentasan kemiskinan yang dijalankan
di Sulawesi Tengah diharapkan dapat ditingkatkan terutama pada daerah pedesaan yang memiliki
jumlah dan persentase penduduk miskin lebih tinggi (grafik 6.10). Tingkat kemiskinan diharapkan
dapat menurun seiring dengan adanya peningkatan alokasi Anggaran Dana Desa (ADD) untuk
Sulawesi Tengah pada 2017 yang meningkat Rp210 miliar, sehingga total ADD 2017 mencapai Rp
1,43 triliun. Alokasi ADD juga diharapkan mendorong proses pembangunan Indonesia dari daerah
pinggiran dengan memperkuat ekonomi di daerah pedesaan.
Grafik 6.4. Perkembangan Tingkat UMP Sulawesi Tengah
dan Inflasi Kota Palu
Grafik 6.5. Perkembangan UMP dan Kebutuhan Hidup
Layak (KHL)
95
Tabel 6.3. Perkembangan Penduduk Miskin Di Sulawesi Tengah (Rilis Maret 2017)
Tahun Penduduk Miskin Persentase
2007 557.400 22,42
2008 524.700 20,75
2009 489.840 18,98
2010 474.990 18,07
2011 433.660 16,04
2012 410.980 14,94
2013 400.410 14,32
2014 (Mar) 392.650 13,93
2014 (Sep) 387.060 13,61
2015 (Mar) 421.630 14,66
2015 (Sep) 406.340 14,07
2016 (Mar) 420.520 14,45
2016 (Sep) 413.150 14,09
2017 (Mar) 417.870 14,14
Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, jumlah penduduk miskin Sulawesi Tengah sedikit
mengalami penurunan baik di pedesaan maupun perkotaan jika dibandingkan periode
sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dari
15,48% menjadi 15,54%. Begitupula dengan penduduk miskin di kota yang juga mengalami
peningkatan dari 10,07% menjadi 10,16%. Peningkatan kemiskinan yang terjadi seiring dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mengalami perbaikan seiring adanya realisasi
pembangunan khususnya yang berasal dari proyek ADD. Melalui pengembangan pedesaan maka
diharapkan dapat terwujud suatu pola pembangunan inklusif yang dapat lebih mendorong
peningkatan pendapatan masyarakat secara riil dan dalam jangka panjang sehingga dapat
mengurangi tingkat kemiskinan secara umum.
Sumber : BPS Sulawesi Tengah, data Susenas diolah
Grafik 6.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Sulawesi Tengah Grafik 6.7. Persentase Penduduk Miskin Menurut Lokasi
Tinggal Sulawesi Tengah
96
Apabila ditinjau dengan tingkat Garis Kemiskinan (GKM), maka GKM menunjukkan adanya
perubahan yang berfluktuatif mengikuti tingkat inflasi. GKM pada Maret 2017 sebesar Rp391.763
per kapita/bulan. GKM tersebut mengalami peningkatan dari periode survei sebelumnya, yakni
September 2016 atau tumbuh 2,35% (ctc). Pertumbuhan GKM per semester tersebut masih lebih
tinggi jika dibandingkan semester sebelumnya yang hanya meningkat 1,89% (ctc). Percepatan growth
tersebut mengikuti peningkatan tekanan inflasi yakni dari 1,46% (ctc) menjadi 2,55% (ctc).
GKM Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar terdiri atas komponen makanan dengan share
mencapai 76% dan komponen non-makanan mencapai 24%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa untuk menekan angka kemiskinan, pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan upaya-upaya
untuk menjaga stabilitas harga, terutama barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi
masyarakat miskin. Dalam hal ini, peran aktif Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam menjaga
kestabilan harga menjadi penting dan perlu untuk terus ditingkatkan.
Grafik 6.8. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.9. Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi
Tengah
Grafik 6.10. Garis Kemiskinan dan Inflasi Grafik 6.11. Perkembangan Garis Kemiskinan
Provinsi Sulawesi Tengah 2007-2014
97
6.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulteng
Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juni 2017 berada pada level 93,84
poin; menurun -6,26% (yoy) dan -0,13% (mtm). Hal ini menggambarkan bahwa harga barang
yang diterima petani masih lebih rendah dibandingkan dengan harga barang yang harus mereka bayar
untuk dikonsumsi. Jika dibandingkan petani di provinsi lain yang berada di pulau Sulawesi, Maluku
dan Papua, petani di Sulawesi Tengah memiliki NTP terendah ke-dua setelah Sulawesi Utara. Nilai NTP
Sulawesi Tengah tersebut juga masih berada di bawah Nasional yang mencapai 100,53 poin.
Program-program untuk meningkatkan produksi pertanian baik melalui kegiatan intensifikasi maupun
ekstensifikasi diharapkan dapat terus ditingkatkan, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang
lebih bagi petani baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Hal lain yang dapat dilakukan
adalah lebih memperkuat kelembagaan petani sehingga meningkatkan posisi tawar petani pada saat
akan menjual produk yang dihasilkan. Sosialisasi dan pemanfaatan dari PIHPS Sulawesi Tengah dapat
terus didorong sehingga dapat memberikan informasi harga dan pasokan yang akurat bagi petani
sehingga dapat meningkatkan daya tawar ketika berhadapan dengan tengkulak.
--oOo--
Grafik 6.13. Perbandingan NTP Sulteng
dan NTP Sulampua-Nasional
Grafik 6.12.Perkembangan NTP Sulteng
per Sub Sektor
98
I DAERAH
h
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017
dan triwulan III 2017 diperkirakan masih tumbuh meningkat lebih tinggi
dari periode sebelumnya.
Tekanan inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan III 2017 diperkirakan
akan mengalami penurunan karena turunnya permintaan setelah Hari
Ramadan dan Lebaran. Walaupun demikian perlu diwaspadai
peningkatan harga dari sisi Supply khususnya berasal dari subkelompok
ikan segar, bumbu-bumbuan dan sayuran karena cuaca.
Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah di akhir
2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,9% - 6,3% (yoy). Sementara
pada triwulan III diperkirakan pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).
BAB VI
Kontribusi industri
pengolahan diperkirakan
meningkat
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Smelter LNG
Realisasi
Investasi
Masih tinggi
Sektor pertanian masih
tumbuh terbatas
Curah
hujan
tinggi
Potensi
MJO
Amonia
Tekanan Inflasi
Administered
Prices
diperkirakan
meningkat
Curah hujan
diperkirakan masih
tinggi sebagai
dampak
gelombang
madden julian
oscillation
Puasa dan Lebaran
diperkirakan
meningkatkan tekanan
harga pada kelompok
bumbu-bumbuan dan
komoditas angkutan
udara, serta tekanan
inflasi pada triwulan II
2017.
BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Konferensi Pers Peluang dan Tantangan Ekonomi Sulawesi Tengah bersama
wartawan di Kota Palu
99
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2017 dan triwulan IV 2017
diperkirakan masih mengalami akselerasi lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Arah pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih berada pada
level optimis. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan berada pada kisaran 7,2% - 7,6%.
Adapun faktor-faktor pendukung pertumbuhan diantaranya diperkirakan berasal dari peningkatan
konsumsi seiring dengan perayaan Idul Adha dan event-event berskala internasional di Sulawesi
Tengah. Selain itu pertumbuhan juga masih didorong oleh optimisme dari sektor pengolahan dan
ekspor. Sedangkan pada triwulan IV 2017, perekonomian Sulteng diperkirakan tumbuh pada kisaran
13,10% - 13,5% yang didukung
diantaranya dari perkiraan meningkatnya
belanja pemerintah dan hasil panen di
sektor pertanian. Dorongan stimulus
fiskal tersebut, juga didukung oleh
adanya optimisme konsumsi masyarakat
seiring dengan adanya perayaan Natal
dan Tahun baru. Masih positifnya
proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan
III dan IV diantaranya juga didukung oleh
meningkatnya output dari pertambangan dan industri pengolahan khususnya untuk komoditas LNG
dan nickel pig iron (NPI) dan pabrik pengolahan amonia. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sulawesi Tengah secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 7,7% - 8,1% (yoy).
Secara sektoral, terdapat beberapa sektor yang diperkirakan menjadi sumber optimisme
pertumbuhan ekonomi. Salah satu sektor tersebut adalah industri pengolahan yang diperkirakan
masih mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun tidak
setinggi periode sebelumnya, namun perkembangan sektor ini pada 2017 diperkirakan masih positif.
Hal tersebut diperkirakan berasal dari pabrik pengolahan nikel (Smelter) di Kabupaten Morowali yang
pada tahun 2017 ini akan beroperasi secara optimal. Selain itu, pabrik pengolahan amonia di
Kabupaten Banggai (PT Panca Amara) pada akhir tahun diperkirakan sudah melakukan ekspor
sehingga output dari sektor pengolahan masih tetap positif1. Optimisme juga berasal dari sektor listrik,
air dan gas yang pada tahun 2017 hingga awal 2018 masih terus tumbuh positif. Rencana
pembangunan pabrik listrik dilakukan oleh perusahaan yang berada di Kawasan Industri Morowali dan
Kawasan Industri Palu untuk memasok listrik pada pabrik pengolahan yang berada di wilayah
tersebut2. Optimisme dari sektor listrik juga berasal dari penambahan turbin pada PLTA Poso I di
1 Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah.
2 Anekdotal information
100
Kabupaten Poso. Apabila pembangkit tersebut beroperasi penuh maka defisit listrik di Sulawesi
Tengah diperkirakan akan berakhir.
Optimisme pertumbuhan ekonomi juga berasal dari sektor pertanian khususnya sub sektor
tanaman pangan dan perkebunan yang diperkirakan masih menjadi salah satu mesin penggerak
pertumbuhan. Pada akhir triwulan III 2017 diperkirakan tanaman pangan masih tumbuh positif
seiring dengan adanya panen padi kedua untuk tanaman pangan khususnya padi. Kondisi ini
diperkirakan masih menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi khususnya dari sektor pertanian.
Selain itu, pada bulan September diperkirakan akan ada panen kakao yang biasanya pada bulan Mei
dan September. Adanya panen kakao diperkirakan akan menjaga optimisme sektor pertanian pada
triwulan III 2017 mengingat sumbangan dari subsektor tanaman perkebunan pada PDRB Sulawesi
Tengah mencapai 12,02% dari total PDRB.
Dari sisi permintaan, diperkirakan kegiatan ekspor luar negeri masih optimis walaupun tidak
tumbuh sekuat periode sebelumnya. Mulai pulihnya harga komoditas internasional dan mulai
optimisnya perekonomian negara mitra ekspor utama seperti Jepang diperkirakan akan memberikan
dampak pada perkembangan perekonomian Sulawesi Tengah. PMI Jepang tumbuh cukup positif dan
berada pada angka positif 52,4 stabil dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Sementara itu
Tiongkok masih optimis walaupun nilai indeks manufaktur mengalami penurunan menjadi 50,4%
lebih rendah daripada triwulan I 2017 yang mencapai 51,2%. Ekspor nikel dan LNG diperkirakan
menjadi penggerak utama optimisme ekspor pada triwulan depan. Diharapkan optimisme tersebut
semakin menguat sehingga mampu menjaga demand ekspor hingga akhir tahun 2017.
Tabel 7.1. Outlook Perekonomian Dunia
Mei Jun
Dunia 3.1 3.1 3.7 3.8 3.9
India 7.3 7.6 7.3 7.3 7.6
Tiongkok 6.9 6.6 6.6 6.6 6.2
Amerika 2.5 1.6 2.1 2.2 2.4
Eropa 1.5 1.7 1.7 1.6 1.6
Jepang 0.6 0.5 1.4 1.4 1.1
Negara 2015Proyeksi 2017 Proyeksi
20182016
Sumber : Bank Indonesia
101
Perkembangan harga komoditas diperkirakan mulai membaik pada tahun 2017. Indeks harga
nikel pada semester II 2017 diperkirakan meningkat 20,4% (yoy). Sedangkan perkiraan peningkatan di
akhir tahun 2017 akan mencapai 12,3% (yoy)3. Outlook pemulihan harga komoditas nikel tersebut
selain menjadi faktor pendorong peningkatan aktivitas sektor pertambangan juga diperkirakan dapat
memberikan dampak yang positif pada industri pengolahan. Optimisme peningkatan harga
diperkirakan juga berasal dari LNG (Henry Hub Prices Index) yang diperkirakan sedikit meningkat pada
pertengahan tahun 2017. Peningkatan harga tersebut diperkirakan menjadi faktor positif yang
mampu menahan turunnya perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan II dan III 2017.
Dari konteks moneter, kebijakan Bank Indonesia melalui pelonggaran GWM dan penurunan
suku bunga acuan diharapkan dapat terus mendorong optimisme sektor riil. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/6/PBI/2017 tanggal 18 April 2017 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum dalam rupiah dan valas yang mulai berlaku pada 1 Juli 2017 diharapkan mampu
3 Index mundi
Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Konsumen Grafik 7.6. Perkembangan Indeks Keyakinan
Konsumen
7.4. Proyeksi Harga Jual LNG (Henry Hub Prices
Index)
Grafik 7.3. Perkembangan BI Rate dan Suku
Bunga Kredit Bank Umum di Sulawesi Tengah
102
memberikan fleksibilitas dalam penggunaan likuiditas pada perbankan. Berdasarakan RDG terakhir
tingkat BI 7-day Reverse Repo Rate masih ditahan pada angka 4,75%. Keputusan untuk menahan
suku bunga acuan ini, diharapkan mampu meningkatkan outstanding kredit sektoral. Stabilnya
tingkat suku bunga acuan diharapkan dapat memacu konsumsi masyarakat hingga akhir tahun 2017.
Tingkat konsumsi rumah tangga diharapkan masih menjadi penggerak perekonomian khususnya dari
sisi permintaan domestik. Hal ini searah dengan optimisme yang terlihat dari nilai IKK yang pada
triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Posisi indeks rencana pembelian barang tahan lama (Grafik
7.7) yang berada pada angka 108,82 atau tumbuh 1,1%(qtq) diharapkan dapat menjaga tingkat
konsumsi masyarakat secara umum. Indeks rencana pembelian barang tahan lama diatas 100
menunjukkan bahwa konsumen masih memiliki kelebihan anggaran untuk melakukan pembelian
barang tersier. Selain itu, optimisme konsumsi juga terlihat dari perkiraan pendapatan rumah tangga
mendatang yang masih tumbuh 0,8%(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya4.
Secara keseluruhan perekonomian Sulawesi Tengah pada 2017 diperkirakan masih bertumbuh
walaupun tidak setinggi tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih didorong
oleh sektor pertambangan pengolahan dan pertanian. Faktor lain yang mendorong perekonomian
diperkirakan berasal dari mulai bergeraknya konsumsi pemerintah terkait dengan mulai
direalisasikannya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2017. Kegiatan konsumsi masyarakat
juga diperkirakan masih positif yang didorong oleh pembelian barang dan jasa khususnya terkait
dengan Hari Raya Idul Adha. Selain itu optimisme konsumsi diperkirakan berasal dari meningkatnya
pengeluaran masyarakat karena adanya beberapa event berskala Nasional dan Internasional di
Sulawesi Tengah. Sebagai contoh adalah Festival Kepulauan Togean, Festival Danau Poso, dan Festival
Pesona Palu Nomoni yang dirangkaikan dengan pekan teknologi Nasional yang rencananya akan
dihadiri oleh Presiden Jokowi. Selain itu juga terdapat event sepeda internasional Tour De Central
Celebes 2017 yang diperkirakan akan menyerap 1.500 peserta dari negara-negara ASEAN, Australia,
dan Amerika, serta peserta lokal dari seluruh Indonesia. Secara sektoral banyaknya event tersebut
juga akan memberikan dampak pada sektor perdagangan, Akomodasi dan juga transportasi di
Sulawesi Tengah.
4 Hasil Survei Konsumen Desember 2016 KPw BI Sulawesi Tengah
Grafik 7.7. Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen
103
Walaupun demikian, terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai selama tahun 2017 diantaranya
adalah masih belum stabilnya kondisi cuaca di Sulawesi Tengah sebagai dampak lanjutan dari
ancaman La Nina yang bersifat basah. Hujan yang terus menerus ini berdampak pada areal pertanian
dan perkebunan karena berpotensi mengurangi output. Bagi tanaman pangan hujan membuat padi
terendam sehingga busuk dan gagal panen. Sementara itu bagi tanaman perkebunan, hujan yang
terus menerus juga dapat mengurangi output khususnya pada tanaman coklat karena membuat
tanaman tidak bisa dijemur dan berjamur karena kurang panas. Untuk perkebunan kelapa sawit hujan
yang terus menerus juga menurunkan kualitas dari buah sawit secara keseluruhan karena terlalu
banyak air. Curah hujan yang cukup tinggi juga membuat nelayan tidak bisa melaut yang berdampak
pada turunnya output sektor perikanan secara umum.
Selesainya proyek-proyek konstruksi berskala besar juga menjadi hal yang perlu mendapatkan
perhatian karena berkurangnya kebutuhan tenaga kerja dalam proyek tersebut. Berkurangnya tenaga
kerja diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya pengangguran yang juga akan memberikan
dampak pada turunnya kemampuan konsumsi masyarakat di Sulawesi Tengah. Pemerintah daerah
diharapkan mampu menjaga kondisi tersebut dengan memanfaatkan tenaga kerja dari sektor
konstruksi tersebut pada bidang yang lain.
7.2. Prospek Inflasi
Pada triwulan III 2017 Inflasi Kota Palu diperkirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).
Inflasi tersebut diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan inflasi triwulan II 2017 yang
berada pada kisaran 5 % - 5,4% (yoy). Tekanan inflasi diperkirakan dipengaruhi oleh harga kelompok
administered prices terkait dengan masih adanya kemungkinan peningkatan harga bahan bakar.
Kenaikan harga bahan bakar dapat memberikan efek berantai dan dapat mendorong peningkatan
yang ekstrem pada inflasi Sulawesi Tengah. Perlu ditunggu komitmen pemerintah yang tidak akan
meningkatkan harga bahan bakar hingga akhir tahun. Faktor lain yang memberikan dampak pada
kelompok administered prices adalah kemungkinan meningkatnya tarif angkutan udara sebagai
dampak dari banyaknya event berskala Nasional dan Internasional di Sulawesi Tengah pada triwulan III
2017. Meningkatnya permintaan diharapkan dapat diimbangi dengan tambahan jadwal penerbangan
oleh maskapai sehingga dampak peningkatan harga tarif angkutan udara bisa sedikit diredam.
Meningkatnya harga dari komoditas angkutan udara diperkirakan juga sebagai dampak dari Hari Raya
Idul Adha yang dapat meningkatkan permintaan akan komoditas tersebut. Dari kelompok inti
diperkirakan akan terdapat tekanan dari kelompok sandang khususnya terakit dengan meningkatnya
permintaan masyarakat. Pada triwulan III 2017 terdapat potensi peningkatan dari kelompok volatile
food, khususnya dari kelompok bahan makanan khususnya dari barang-barang kebutuhan pokok
seperti bawang merah, cabe merah, gula dan minyak goreng. Peningkatan harga dari komoditas
tersebut didorong oleh adanya Hari Raya Idul Adha yang membuat konsumsi masyarakat mengalami
peningkatan secara umum. Komoditas kelompok volatile food lain yang perlu mendapatkan perhatian
berasal dari sub kelompok ikan segar yang akan mengalami peningkatan harga karena turunnya
104
Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Tengah (Sumber : BMKG Sulteng)
Grafik 7.8. Proyeksi Inflasi Kota Palu (%, yoy)
frekuensi melaut terkait dengan cuaca
buruk. Cuaca buruk yang disertai dengan
hujan deras diperkirakan akan terjadi
pada bulan September hingga Desember
2017. Nelayan di Sulawesi Tengah lebih
banyak didominasi nelayan tradisional
yang hanya menggunakan perahu dan peralatan sederhana dalam melaut. Ombak tinggi dan
gelombang besar diperkirakan akan mengurangi frekuensi melaut dari nelayan tradisional sehingga
dapat berdampak pada kurangnya pasokan.
Namun upaya dan antisipasi inflasi oleh TPID diharakan dapat menjaga ekspektasi dan pasokan
komoditas kebutuhan pokok masyarakat. Upaya terus dilakukan khususnya menjelang hari raya Idul
Adha dimana TPID bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan BULOG melakukan operasi pasar
untuk menjaga pasokan dan menekan harga. Selain itu, upaya kuat dari satgas pangan yang terus
berkoordinasi dengan TPID diharapkan dapat menjaga kebutuhan pasokan pangan khusunya yang
terkait dengan penimbunan dan penipuan produk. TPID Sulawesi Tengah bersama dengan dinas
perindustrian terus menggalakkan gerakan menanam cabe di masyarakat untuk menambah pasokan
khususnya dengan memanfaatkan lahan kurang produktif dan halaman rumah. Upaya lain juga
dilakukan diantaranya bekerjasasama dengan dinas perikanan dan kelautan yaitu gerakan makan ikan
air tawar untuk mengurangi konsumsi ikan air laut khusunya ketika pasokan ikan air laut berkurang.
Tingkat curah hujan di Sulawesi Tengah pada triwulan III diperkirakan masih relatif tinggi.
Tingginya curah hujan diperkirakan sebagai dampak dari La Nina yang membawa karakter basah
sebagaimana kondisi triwulan sebelumnya. Curah hujan yang tinggi dikhawatirkan dapat
mengakibatkan banjir yang dapat mengurangi pasokan tanaman pangan khususnya dari subkelompok
sayuran dan bumbu-bumbuan. Komoditas yang dikawatirkan akan terkena dampak adalah bawang
merah, tomat dan cabai merah. Komoditas-komoditas tersebut merupakan tanaman yang tidak tahan
air dapat mengalami gagal panen apabila terkena hujan terus menerus.
April – Mei - Juni
105
Pada sisi penawaran, tekanan inflasi khususnya berasal dari kelompok volatile foods karena
faktor cuaca dan perdagangan antar daerah. Maraknya perdagangan antar daerah khususnya ke
pulau Kalimantan (Balikapapan), Gorontalo, Manado dan Sulawesi Selatan masih menjadi masalah
yang perlu dipecahkan karena membuat pasokan menjadi berkurang. Walaupun banyak komoditas
yang mengalami surplus, namun tingginya harga komoditas tersebut di propinsi sekitar yang jauh
lebih tinggi dari harga di Kota Palu membuat banyak komoditas dari Sulawesi Tengah mengalir keluar
daerah. Perlu adanya kerjasama antar daerah yang kuat khususnya terkait dengan jumlah pasokan
dan permintaan yang dibutuhkan masing-masing daerah sehingga daerah penghasil dapat
menentukan jumlah pasokan yang dibutuhkan. Database kebutuhan pokok yang baik juga sangat
diperlukan khususnya yang didorong oleh pasokan data dari PIHPS masing-masing provinsi.
Diharapkan kedepan penanganan akan kebutuhan komoditas ini mampu dipecahkan bersama baik
pada sisi Regional maupun Nasional.
Pada sisi permintaan, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat seiring dengan Idul Qurban
dan curah hujan yang tinggi. Permintaan akan kebutuhan barang konsumsi diperkirakan akan
mengalami peningkatan pada triwulan III 2017 seiring dengan adanya Idul Adha. Komoditas yang
diperkirakan akan mengalami peningkatan berasal dari kelompok inti dan volatile foods. Dari
kelompok inti meningkatnya permintaan diperkirakan terjadi pada komoditas pakaian jadi seiring
dengan meningkatnya permintaan masyarakat. Komoditas lainnya yang diperkirakan meningkat
berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Meningkatnya harga dari kelompok bahan
makanan bersumber berkurangnya pasokan khususnya pada komoditas cabai dan bawang merah
sebagai akibat dari cuaca buruk. Dari kelompok administered prices komoditas yang diperkirakan akan
meningkat adalah angkutan udara seiring dengan meningkatnya frekuensi lalu-lintas barang dan
manusia pada menjelang Idul Adha dan event-event besar berskala Nasional maupun Internasional.
Grafik 7.10. Perkembangan Indeks Perubahan Harga Umum 3
bulan yang akan datang
106
Apr-17 50,96 ±0.0
Mei-17 46,3 ±2.4
Jun-17 49,3 ±3.2
Jul-17 51,3 ±3.8
Ags-17 53,2 ±4.4
Sep-17 52,2 ±4.8
Oct-17 50,1 ±5.2
Date Forecast Error
Apr-17 1266 ±0
Mei-17 1235 ±20
Jun-17 1256 ±27
Jul-17 1240 ±32
Ags-17 1277 ±36
Sep-17 1305 ±40
Okt-17 1313 ±43
Forecast
ValueDate Error
-oOo-
Sumber : Forecast.org
Grafik 9.11. PerkembanganPrediksi
Crude Oil Price (USD/Barel)
Grafik 9.12. Perkembangan Prediksi
harga Emas (USD/Troy)
Sumber : Forecast.org Sumber : Forecast.org
BOKS #1 . PERKEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI MOROWALI
Arahan Presiden Jokowi yang berjanji akan lebih memperhatikan perkembangan Kawasan Timur
Indonesia, ditindaklanjuti Kementerian Perindustrian dengan pembangunan kawasan industri (KI)
di luar Pulau Jawa. Pembangunan kawasan-kawasan industri tersebut dilakukan dengan
pendekatan Indonesia sentris dalam rangka mengurangi kesenjangan sekaligus mewujudkan visi
Presiden membangun dari pinggiran. Pemerintah pusat juga memberikan insentif bagi industri
yang mau berinvestasi di kawasan seperti pembebasan bea masuk atas impor mesin dan atau
barang dan bahan keperluan industri, PPh penanaman modal, pengurangan PPh Badan dan
pembebasan PPN atas impor.
Ke-14 kawasan industri yang tengah dikembangkan adalah Sei Mangkei (CPO&Karet), Kuala
Tanjung (Alumina), Landak (Feronikel), Palu (Rotan), Bitung (Agro & Logistik), Buli, Haltim
(Fferonikel), Teluk Bintuni (Petrokimia), Tanggamus (Perkapalan), Ketapang (Alumina), Jorong
(Feronikel), Batulicin (Feronikel), Bantaeng (Feronikel), Koonawe (Feronikel), dan Morowali
(Feronikel). Dari 14 KI ini, yang sudah beroperasi di Sei Mangkei, Bantaeng, dan Morowali.
Gambaran Umum Kawasan Industri (KI) Morowali
KI Morowali merupakan salah satu prioritas dalam program pengembangan basis industri logam
di Indonesia. Berdiri di atas lahan seluas 2.000 hektare, kawasan industri terpadu ini mampu
menarik investasi senilai Rp 78 triliun dan menciptakan tenaga kerja langsung sekitar 26 ribu
orang, dan tidak langsung sebanyak 80 ribu orang. Keberadaan industri di kawasan ini juga
diharapkan dapat memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah dan nasional, melalui
hilirisasi mineral.
Kawasan Industri Morowali juga telah mengekspor produk smelter sebesar US$990 juta atau
sekitar Rp 13 triliun pada 2016. Dari jumlah tersebut, kawasan industri ini berkontribusi pada
penerimaan negara sekitar Rp 1,7 triliun. Selain itu, KI Morowali juga memberikan sumbangan
pada penerimaan negara melalui setoran pajak sebesar Rp 1,7 triliun dengan nilai investasi
sebesar US$3,9 miliar. Investasi tersebut memberikan sumbangan pada Produk Domestik Bruto
(PDB) Sulawesi Tengah sebesar Rp 97,8 triliun pada 2016. Diperkirakan penerimaan negara yang
berasal dari setoran pajak tahun 2018 akan meningkat menjadi Rp 2,5 triliun.
Investasi di KI Morowali
Nilai investasi yang ditanamkan di KI Morowali saat ini lebih dari US$3.9 miliar atau Rp51,9 triliun,
dari total keseluruhannya sebesar US$6 miliar (Gambar 1). Realisasi investasi tersebut akan
diwujudkan dalam bentuk 10 pabrik dan berbagai fasilitas pendukung. Hingga Triwulan II 2017,
masih terdapat tambahan rencana investasi yang sekarang masih dalam proses negosiasi dengan
investor dari Eropa untuk pembangunan pabrik smelter feronikel. Perkiraan nilai investasi yang
akan ditanamkan antara US$ 630 juta hingga US$ 800 juta.
Selain dari Eropa terdapat negara Asia lain yang akan menanamkan investasinya yaitu China.
Telah dilakukan penandatangan MoU antara Tsingshan Group dan Delong Group dengan PT
Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terkait pembangunan pabrik carbon steel di kawasan
industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun dan total
nilai investasi sebesar US$980 juta atau sekitar Rp12,8 triliun.
Perusahaan China lain yang menanamkan investasinya adalah Tsingshan Group. Perusahaan
tersebut bersama Bintang Delapan Group dan PT Indonesia Morowali Industrial Park telah
menandatangani MoU tentang kerjasama pembangunan pembangkit tenaga listrik di KI
Morowali dengan kapasitas 2×350 megawatt dan total nilai investasi sebesar USD650 juta atau
sekitar Rp8,77 triliun. Hingga kuartal I 2017, investasi di kawasan industri ini telah mencapai
US$2,6 miliar dengan produksi ferronikel sebanyak 11 juta ton dan total pendapatan US$1,2
miliar. Kinerja ini menjadikan Kab. Morowali sebagai Kab/Kota dengan realisasi nominal investasi
tertinggi di Sulawesi Tengah pada Tw I-2017.
Ketenagakerjaan
KI Morowali diperkirakan akan menjadi salah satu kawasan industri yang menyerap banyak
tenaga kerja lokal. Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan
industri tersebut sudah mencapai 11.257 orang dan tenaga kerja level supervisor sebanyak 1.577
orang. Diproyeksikan pada tahap kedua 2017-2020 penambahan kebutuhan tenaga kerja
pelaksana mencapai 10.800 orang dan tenaga kerja supervisor mencapai 1.620 orang.
Gambar 1. Rencana Investasi KI Morowali
Tabel 1. Realisasi Investasi Per Kab/Kota di Sulawesi Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Sulawesi Tengah
Tenaga kerja asing (TKA) tetap dibutuhkan mengingat teknologi yang dipakai di industri smelter
dibawa langsung oleh investor negara asal. Diperlukan proses transfer of knowledge melalui
pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia (TKI). Seperti
dalam pembuatan konstruksi, pemasangan mesin, serta proses produksi.
TKA di industri smelter ini hanya bersifat sementara dan dibutuhkan pada saat pembangunan
proyek. Pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60 persen dan TKA 40 persen.
Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen.
Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen.
Setelah masa konstruksi selesai TKA tersebut akan kembali ke negaranya dan untuk pekerjaan
tahap berikutnya dan akan diganti dengan TKI sesuai dengan skill proses pekerjaan selanjutnya.
Bahkan pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan proporsi TKI menjadi 85 persen dan
TKA 15 persen (sumber : Kemenperin).
Beberapa industri smelter juga bekerja sama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui
program pelatihan dan pendidikan vokasi. Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin
telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang diantaranya melalui
pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali Berbasis Kompetensi yang memiliki konsep
kurikulum link and match dengan industri.
Perkembangan KI Morowali
Hingga akhir Triwulan I 2017 telah di Kawasan Industri Morowali sendiri telah beroperasi industri
smelter pengolahan ferronikel yang dilakukan oleh PT Sulawesi Mining Investment yang
berkapasitas 300.000 ton per tahun sejak Januari 2015. Pabrik ini juga didukung oleh satu unit
PLTU dengan kapasitas 2x65 mw. Pada tahun 2015, perusahaan telah menghasilkan nickel pig
iron (NPI) sebanyak 215.784,11 ton / tahun.
Selanjutnya, sejak Januari 2016, juga beroperasi industri smelter feronikel PT Indonesia Guang
Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600.000 ton per tahun yang juga
didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 mMW. Pada awal 2016, perusahaan
mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton.
Selain itu, terdapat pula industri smelter ferronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan
target kapasitas 600.000 ton / tahun dan pabrik stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton / tahun
yang tahap pembangunannya saat ini baru mencapai 60%. Smelter lain yang masih dalam tahap
pembangunan adalah PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome dan PT Broly Nickel Industry Pabrik
Hidrometalurgi. Khusus untuk Broly Nickel memiliki kapasitas 2.000 ton / tahun, dan akan
dikembangkan menjadi 8.000 ton / tahun apabila prospeknya cukup baik.
Proyek baru di kawasan industri Morowali yang dilaksanakan pada tahun 2017-2018, antara lain
pabrik stainless steel PT Sulawesi Mining Investment dengan kapasitas produksi stainless steel
sebesar satu juta ton per tahun dengan nilai investasi mencapai US$62 juta dan didukung PLTU
dengan kapasitas 2×350 MW senilai US$500 juta. Selain itu, juga dibangun bandara khusus
untuk menunjang aktivitas di Kawasan Industri Morowali yang direncanakan akan dimulai tahun
ini dan ditargetkan akan rampung pada tahun 2018.
Tantangan dan Kendala
Perkembangan pembangunan smelter dan proses hilirisasi industri bahan dasar mineral
merupakan konsekuensi positif dari pemberlakuan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batubara. Undang-Undang No.4/2009 mewajibkan perusahaan pemegang izin pertambangan
melakukan aktivitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai
tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 (Permen ESDM 5/2017),
dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 (Permen ESDM 6/2017). Aturan-aturan baru
ini membuka kembali keran ekspor beberapa komoditas mineral mentah (ore) yang sebelumnya
ditutup pada 11 Januari 2014.
Permen ESDM 5/2017 ini membuka peluang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7%
(kadar rendah) yang tidak terserap oleh smelter di dalam negeri. Pembukaan kembali ekspor bijih
nikel ini membingungkan investor, dan kontadiktif dengan visi pemerintah yang sudah tertuang
dalam UU Nomor 4 Tahun 2010 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), yaitu hilirisasi
mineral di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi mineral yang tidak konsisten ini membuat
kepercayaan investor goyah. Tsingshan Group sebagai contoh perusahaan yang dirugikan oleh
pembukaan ekspor bijih nikel kadar rendah menunda rencana investasi smelter yang rencananya
akan dibangun di KI Morowali. Pabrik smelter nikel kadar rendah tersebut merupakan smelter
yang memproses mineral berkadar nikel 1% hingga 1,2% menjadi nickel pig iron (NPI) berkadar
nikel 2% dengan kapasitas produksi 500.000 ton / tahun.
Keputusan pemerintah memberikan peluang ekspor nikel kadar rendah tidak hanya
menyebabkan penundaan pembangunan smelter kadar rendah namun juga berdampak dalam
jangka panjang. Ekspor nikel kadar rendah dapat menghidupkan kembali pabrik pengolahan dan
pemurnian di Tiongkok yang berhenti berproduksi karena kekurangan pasokan, termasuk pabrik
milik induk usaha Tsingshan di Tiongkok. Fasilitas pengolahan di Morowali sendiri saat ini sudah
mengolah sekitar 9 juta ton nikel mentah per tahun.
Kapasitas tersebut memberikan hak bagi produsen di Morowali untuk mengekspor hingga 6,3
juta ton nikel mentah berkadar 1,7% setiap tahun. Jika nikel mentah bisa diekspor, maka
perusahaan tidak perlu lagi repot-repot bangun smelter. Bahan baku tinggal dikirim kembali ke
Tiongkok karena di sana sudah terdapat pabrik yang menganggur. Hal ini membuat investasi
pada pabrik pengolahan smelter tidak diperlukan lagi.
Jika hal tersebut berlanjut, maka dapat berpotensi mendorong perlambatan perekonomian
Sulawesi Tengah. Pada tahun 2016, industri pengolahan nikel memberikan kontribusi pada
penerimaan negara sekitar Rp 1,7 triliun. Investasi tersebut juga menyumbang Produk Domestik
Bruto (PDB) Sulawesi Tengah sebesar Rp 97,8 triliun pada 2016 dan apabila tidak jadi dilakukan
maka akan dikhawatirkan akan memberikan dampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tengah.
BOKS #2
Perkembangan Inflasi Provinsi Sulawesi Tengah
Perkembangan Terkini Inflasi Kota Palu
Pada triwulan II 2017 inflasi Sulawesi Tengah (Kota Palu) per Juni 2017 masing-masing
mencapai 0,76% (mtm), 3,94% (ytd) dan 5,23% (yoy). Tekanan inflasi tersebut lebih
tinggi bila dibandingkan dengan akhir triwulan I 2017 yang hanya mengalami inflasi
sebesar 0,25% (mtm) dan 4,05% (yoy). Secara tahunan, inflasi Kota Palu tersebut juga
tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata selama 3 tahun terakhir yaitu
5,15% (yoy).
Tekanan inflasi Juni 2017 terutama didorong dari peningkatan harga komoditas
kelompok administered prices khususnya tarif angkutan udara akibat meningkatnya
permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu, juga terdapat peningkatan harga dari
kelompok inti (core) khususnya sandang seiring dengan meningkatnya permintaan
sandang oleh masyarakat untuk merayakan Lebaran. Kelompok volatile foods pada akhir
triwulan II 2017 cukup terjaga bahkan mengalami penurunan harga seiring dengan
tercukupinya pasokan komoditas darisub kelompok ikan segar yang selama ini sering
memberikan tekanan.
Tekanan Inflasi selama semester I 2017 bersumber dari Administered Prices
Tekanan inflasi Kota Palu secara kumulatif (ytd) hingga triwulan II mencapai 3,94% (ytd).
Laju inflasi tersebut tercatat lebih tinggi bila dibandingkan pada periode yang sama di
tahun 2016 yaitu sebesar 0,25% (ytd). Komoditas yang menjadi penyumbang utama
inflasi ytd di Kota Palu hingga Juni 2017 di antaranya adalah tarif listrik dengan andil
1,93%, angkutan udara 0,69%, cabai rawit 0,48%, biaya perpanjangan STNK 0,41%
dan sewa rumah 0,20%. Sedangkan berdasarkan sub kelompoknya, yang memberikan
andil inflasi tertinggi adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air 1,70%,
transpor 0,87%, biaya tempat tinggal 0,55% serta sarana dan penunjang transpor
0,29%.
Begitu juga dengan inflasi tahunan (yoy) Kota Palu yang tercatat lebih tinggi bila
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016. Inflasi yoy Kota Palu mengalami
peningkatan dari 4,21% di Juni 2016 menjadi 5,23% di Juni 2017. Adapun komoditas
utama yang memberikan andil inflasi tahunan Kota Palu adalah tarif listrik 2,23%, cabai
Grafik 1. Andil Komoditas Penyumbang Inflasi Palu (y td) Grafik 2. Andil Sub Kelompok Penyumbang Inflasi Palu (y td)
BOKS #2
rawit 0,56%, biaya perpanjangan STNK 0,41%, angkutan udara 0,28% dan tarif pulsa
ponsel 0,25%. Tidak jauh berbeda dengan inflasi tahun kalender, sub kelompok yang
memberikan andil inflasi tahunan adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan
air 1,94%, transpor 0,64%, sarana dan penunjang transpor 0,40%, tembakau dan
minuman beralkohol 0,39% dan pendidikan 0,32%.
Komoditas penyumbang inflasi Kota Palu baik secara ytd ataupun yoy, lebih banyak
disumbangkan oleh komoditas kelompok administered prices. Berdasarkan
disagregasinya, kelompok administered prices mengalami kenaikan indeks harga sebesar
10,36% (ytd) dan 11,50 (yoy). Inflasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan yang
sama di tahun 2016 yaitu masing-masing sebesar 1,16% (ytd) dan 3,06% (yoy).
Tekanan inflasi dari kelompok administered prices tidak lepas dari kebijakan tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah di awal tahun 2017. Pemerintah menetapkan kenaikan tarif
listrik kepada konsumen golongan tarif listrik dengan daya 900 VA. Penyesuaian tarif
menyebabkan pelanggan dengan daya 900 VA akan dipisahkan menjadi rumah tangga
mampu dan rumah tangga miskin seiring dengan kebijakan Pemerintah Pusat untuk
memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut berdampak kepada dicabutnya
subsidi 18,9 juta pelanggan listrik 900 VA secara bertahap yang masuk ke dalam
golongan Rumah Tangga Mampu sementara jumlah masyarakat yang berhak
Grafik 3. Andil Komoditas Penyumbang Inflasi Palu (yoy) Grafik 4. Andil Sub Kelompok Penyumbang Inflasi Palu (yoy)
Grafik 5. Disagregasi Inflasi Kota Palu Grafik 6. Disagregasi Andil Inflasi Kota Palu
BOKS #2
1 2 3 4 5 6
mtm 0,91 0,53 0,06 0,36 0,39 0,03
ytd 0,91 1,45 1,51 1,87 2,26 2,30
yoy 3,06 3,46 3,45 3,88 4,12 3,62
mtm 1,53 -1,40 0,54 -0,37 0,97 0,02
ytd 1,53 0,12 0,66 0,29 1,27 1,29
yoy 4,04 3,76 2,55 3,33 2,50 3,02
mtm 0,76 0,98 0,95 1,19 1,20 3,94
ytd 2,31 3,56 3,98 5,45 6,43 10,36
yoy 2,98 5,84 6,46 9,68 9,41 11,50
mtm 1,32 0,29 0,25 0,46 0,81 0,76
ytd 1,32 1,61 1,86 2,32 3,16 3,94
yoy 3,26 4,19 4,05 5,09 5,10 5,23
Administ
ered
Prices
Inflasi
Sulawesi
Tengah
INFLASI2017
Core
Inflation
Volatile
Foods
mendapatkan subsidi miskin dan rentan miskin golongan 900 VA hanya 4,1 juta
pelanggan. Selain itu, kebijakan tarif Pemerintah juga ditetapkan untuk tarif BBM dan
tarif perpanjangan STNK. Kenaikan tarif BBM sebesar 300/liter dilakukan untuk
menyesuaikan harga kondisi minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan harga.
Begitu juga dengan biaya perpanjangan STNK yang mengalami penyesuaian harga
setelah mempertimbangkan kenaikan harga pembuatan STNK yang meningkat.
Meningkatnya tekanan inflasi dari kelompok administered prices juga disebabkan oleh
adanya kenaikan indeks harga komoditas tarif angkutan udara terutama di bulan Mei
dan Juni 2017. Meningkatnya permintaan masyarakat akan angkutan udara terkait
dengan event nasional yaitu Kongres Nasional PMII yang dibuka langsung oleh Presiden
RI dan tibanya bulan Ramadhan (musim mudik) yang menyebabkan kenaikan harga pada
komoditas tersebut.
Pengendalian Inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sulawesi Tengah
Kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan tarif di tahun 2017 berdampak kepada
tekanan inflasi Kota Palu triwulan II 2017. TPID Provinsi Sulawesi Tengah telah
mengantisipasi tingginya inflasi Sulawesi Tengah melalui pengendalian inflasi kelompok
volatile foods. Langkah-langkah pengendalian inflasi telah dilaksanakan oleh TPID
Provinsi Sulawesi Tengah terutama pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Pengendalian
tersebut berdampak kepada penurunan tekanan inflasi kelompok volatile foods di akhir
triwulan II 2017 menjadi 0,02% (mtm) dari 0,97% (mtm) di bulan Mei 2017. Begitu juga
dengan pengendalian inflasi kelompok administered prices, TPID juga telah mengusulkan
untuk berkoordinasi dengan perusahaan maskapai penerbangan dan untuk menambah
jumlah penerbangan dari dan ke Palu serta mengusulkan untuk memberlakukan ceiling
price atau batas tertinggi dari harga tiket pesawat. Kedua usulan tersebut diharapkan
dapat menahan laju inflasi Provinsi Sulawesi Tengah dari kelompok administered prices.
Ke depannya, TPID Provinsi Sulawesi Tengah akan terus memperkuat koordinasi dan
kerjasama antar anggota dan bersinergi dalam mengambil langkah-langkah
pengendalian inflasi sehingga inflasi akhir tahun Provinsi Sulawesi Tengah tetap berada
did alam koridor inflasi Nasional yaitu pada kisaran 4±1.
Tabel 1. Disagregasi Inflasi Sulawesi Tengah 2017