Pemeriksaan diagnostik infeksi
saluran nafas bawah
Patologi Klinik
Infeksi pada saluran nafas bawah sering terjadi pada manusia baik pada komunitas maupun saat dirawat di rumah sakit
Infeksi terjadi pada bronchus (bronchitis), bronchioli (bronchiolitis) maupun alveolus (pneumonia)
Kesalahan penanganan dengan memberikan antibiotik thd bronchitis karena virus telah mengakibatkan resistensi thd bakteri yg invasif seperti Streptococcus pneumoniae
Pendahuluan
Pemeriksaan diagnostik pneumonia pada komunitas masih kontroversial sehingga berkembang aturan pengobatan empirik tetapi tidak demikian dengan kebutuhan mencari etiologi pada pasien rawat dan pasien dgn ggn sistem imun yg disertai infeksi nafas bawah
Bronchitis akut ditandai batuk selama 1-3 minggu, dengan atau tanpa sputum akibat inflamasi dan respon yg berlebihan dari bronchus
Terbanyak oleh virus seperti virus influenza, selain itu Respiratory syncytial virus (RSV) sering pada usia lanjut
Bakteri patogen: Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Bordetella pertussis dan Bordetella parapertussis
Patogenesa
Diagnosa sering secara klinik (sputum yg kental tidak meramalkan virus atau bakteri)
Pemeriksaan Gram maupun kultur kurang mampu membedakan kolonisasi atau infeksi pada saluran nafas bawah
Pemeriksaan secara cepat thd V. influenza kurang sensitif mengingat infeksi di komunitas mencapai 65-80%
Bronchitis kronik yg eksaserbasi sulit dibedakan dengan bronchitis akut dan sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae (keduanya bisa sebagai flora normal) serta Virus (30 -40%)
Pemeriksaan Gram dan kultur pada peny. Paru obstruktif mempunyai keterbatasan karena 25 % pasien terjadi kolonisasi bakteri patogen meskipun tanpa gejala. Di Indonesia infeksi TB dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi
Pneumonia sering pada usia lanjut dan keberhasilan pengobatan tergantung usia pasien
Pneumonia pada komunitas (CAP) sering disebabkan oleh S. pneumoniae sedangkan Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae tgt adanya wabah atau pemeriksaan diagnostik yg digunakan
Tuberculosis dan Pneumocystis carinii sebagai penyebab yg tak terduga pada pneumonia
Diagnosa untuk etiologi pneumonia pada pasien rawat inap lebih sulit (nosocomial pneumoniae) dari pada diagnosa CAP (Community Associated Pneumoniae)
Kultur kualitatif dan pewarnaan Gram pada sampel endotracheal sputum tidak terlalu invasif tetapi mempunyai keterbatasan seperti pada CAP
Menurut National Nosocomial Infections Surveillance System (NNISS) kasus Nosocomial Pneumonia 30 -33% pada pasien post op di ICU dan 83% disebabkan penggunaan ventilator
Staphylococcus aureus sebagai penyebab tersering (17%), Gram negatif (59%) yaitu Pseudomonas aeruginosa (15.6%), Enterobacter species (10.9%) dan Klebsiella pneumoniae (7.0%)
Pemeriksaan laboratorium untuk deteksi penyebab infeksi diperlukan untuk terapi tetapi tidak ada pemeriksaan yg ideal untuk semua mikroorganisme patogen
Metode pemeriksaan meliputi: Gram/kultur sputum , kultur darah, serologi, deteksi antigen dan metode amplifikasi (PCR)
Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen sputum untuk diagnostik masih kontroversial sehingga perlu 1. Tehnik pengambilan sampel yg tepat (sputum yg representatif)2. Pemeriksaan segera (tidak ada pengawet)3. Interpretasi yg benar berdasarkan kemungkinan pneumonia oleh bakteri dan
apakah telah diberi antibiotik sebelumnya
Rozon et al. melaporkan sensitivitas dan spesifisitas Gram thd sputum berkualitas untuk pneumococcal pneumonia 57 dan 82%, sedang Haemophilus influenzae pneumonia 97 dan 99%
1. Sputum Pagi hari secara spontan setelah berkumur Spesimen segera diperiksa dengan
pewarnaan Gram untuk skrening. Jika dijumpai kontaminasi oleh saliva maka diambil ulang untuk efisiensi (cost-effective)
Skrening tak dilakukan untuk dugaan infeksi Legionella
Pemeriksaan kultur rutin menggunakan agar darah,MacConkey dan chocolate
Tehnik pengambilan sampel
2. Darah Pada pasien pneumonia dari komunitas
(CAP) kultur sampel darah sangat rendah tetapi sering dari pasien rawat inap sebelum pemberian antibiotik
Keuntungan identifikasi definitif bakteri penyebab dan memperkirakan prognosis serta penatalaksanaan yg sesuai
3. Cairan pleura Pasien CAP yg dirawat disertai efusi pleura
(40%) dan dilakukan thoracentesis Spesimen dilakukan pewarnaan Gram serta
kultur jika terinfeksi segera dilakukan drainase
4. Tehnik Swab Spesimen sekret hidung dan
nasopharyngeal swab, sedang throat swab kurang bermanfaat dan biasanya untuk dugaan infeksi virus
5. Urin Urinary antigen test untuk dugaan infeksi
Legionella pneumophila maupun S. pneumoniae
6. BAL (bronchoalveolar lavage) Menggunakan alat bronchoscopy dengan
cairan NaCl 0,9%
Jenis tes Organisme keterangan
Gram dan Kultur sputum, BAL atau protected BAL; pleural fluid dan darah
S. pneumoniae, H. influenzae, M. catarrhalis, S. aureus, Gram –negative bacilli
Saat ini S. pneumoniae dgn urinary antigen test
Culture sputumUrine antigen detectionSerologi PCR dengan respiratory secretions
Atypical agentsLegionella species
Legionella pneumophilaserogroup 1Specimen fase Acute dan fase convalescent ; 1–3 bln
Serology Culture (memerlukan media khusus dan inkubasi yg lama)PCR
Mycoplasma pneumoniae
Jenis Tes Organisme Keterangan
Serology (MIF)Culture terbatasPCR
Chlamydia pneumoniae
sensitivity, 50 - 70%
Acid-fast stain (BTA); Kultur pada media broth maupun solidTehnik Amplifikasi
Mycobacterium species
PCR disetujui FDA; Gen-Probe AMTDT, Roche Amplicor dan COBAS assays
NP sekret, Isolasi virus kecualirespiratory syncytial virus (deteksi Antigen)
Influenza virus, respiratorysyncytial virus dan parainfluenzaviruses 1 - 4
Deteksi Antigen (sensitiviti dan spesifisiti bervariasi)PCR
Adenovirus Point-of-care rapid test rendah sensitivitasnya
Jenis tes Organisme Keterangan
Pewarnaan jamur patogen GMS, calcofluor white, PASKultur jaringan, sekret bronchusSerologi
Blastomyces, Histoplasma,Coccidioides immitis,Sporothrix schenckii
Probe untuk deteksi cepat thd Blastomyces, Histoplasma dan Coccidioides; Antigen Histoplasma (blood, urine, sputum)Serology ( tidak untuk pasien ggn sistem imun)
Pewarnaan Gram dan fungal
OportunisCandida spp
Selain kultur juga pemeriksaan histologi
Pewarnaan GMS / calcofluor, Kultur
Aspergillus Direkomendasi karena histopatologi yang sama
Pewarnaan Giemsa GMS, DFA
Pneumocystis
induksi sputum; bronchoscopy
Direct fluorescent-antibody test lebih sensitive daripada bedside rapid test untuk deteksi Antigen Virus
Dilaporkan pada CAP deteksi Antigen S. pneumoniae dengan sampel urin sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi (80%) dibandingkan dengan hasil kultur darah
Interpretasi hasil pemeriksaan
Sampel cairan BAL mengandung 106 alveoli dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 82%
Pemeriksaan serologi dapat dipercaya tetapi membutuhkan peningkatan titer 4x dari titer IgG pada fase akut dan fase convalescent sehingga tidak untuk Dx awal
Pemeriksaan dengan amplifikasi asam nukleat mendeteksi lebih cepat dan akurat thd patogen yg sulit dilakukan kultur (kelemahannya terjadi kontaminasi pada sampel)
Pemeriksaan laboratorium untuk etiologi infeksi saluran nafas bawah tergantung specimen, metode pemeriksaan serta intepretasi yang tepat
Sensitivitas dan spesifisitas setiap metode pemeriksaan sangat bervariasi sehingga mempengaruhi interpretasi hasil pemeriksaan
Kesimpulan
TERIMA KASIH