Transcript
Page 1: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

1

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN ORANG TUA DALAM BEROBAT

DENGAN KEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA

DI PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE

Ikeu Nurhidayah, M.Kep.,Sp.Kep.An1 Indra Karana, SE., MM2 Fitri Komariah, S.Kep3

123 Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung,

Jl. Terusan Jakarta 75 Bandung

ABSTRAK

Kejadian ISPA berulang saat ini semakin meningkat, dan berbahaya jika tidak

ditangani dengan baik. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara

kepatuhan orang tua dalam berobat dengan kejadian ISPA berulang pada balita di

Puskesmas Ibrahim Adjie. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif

korelatif, dengan pendekatan waktu cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 50

balita secara Purposive sampling. Analisis data menggunakan distrubusi frekuensi

dan chi-square. Hasil penelitian didapatkan kepatuhan orang tua dalam berobat

ISPA pada balita sebagian responden yang tidak patuh sebanyak 26 (52%),

sedangkan orang tua yang patuh masing-masing 12 (24%) yaitu kepatuhan rendah

dan sangat patuh. kejadian ISPA berulang pada balita didapatkan 29 (58%) dan

ISPA tidak berulang 21 (42%). Terdapat hubungan yang signifikan antara

kepatuhan orang tua dalam berobat dengan kejadian ISPA berulang pada balita di

Puskesmas Ibrahaim Adjie (nilai p=0,002). Disarankan untuk perawat komunitas

di Puskesmas Ibrahim Adjie dapat memberikan konseling dalam bentuk

penyuluhan berupa pendidikan kesehatan kepada para orang tua khususnya yang

mempunyai balita ISPA berulang agar patuh dalam pengobatan dan kunjungan

yang rutin kerumah-rumah setiap minggunya, serta mengatur kontrol.

Kata Kunci : Balita, Kepatuhan Orang Tua, Kejadian ISPA

Page 2: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

2

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

PENDAHULUAN

Menurut WHO kurang lebih 13 juta

balita meninggal dunia pada setiap

tahunnya dan sebagian besar

kematian tersebut berada di Negara

berkembang. Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

penyakit yang sering terjadi pada

anak. ISPA dibagi menjadi dua yaitu

ISPA Pneumonia dan Bukan

Pneumonia. Pneumonia membunuh

anak lebih banyak dari pada penyakit

lain, mencangkup hampir 1 dari 5

kematian anak balita. ISPA

membunuh lebih dari 2 juta anak

balita setiap tahun yang sebagian

besar terjadi di negara berkembang.

Kasus terbanyak terjadi di India (43

juta), China (21 juta), Pakistan (10

juta), Bangladesh dan Indonesia.

Dari semua kasus yang terjadi di

masyarakat, 7 sampai 13% kasus

berat dan memerlukan perawatan

rumah sakit. Oleh karena itu ISPA

disebut sebagai pembunuh anak

nomer satu. Namun, tidak banyak

perhatian terhadap penyakit ini,

sehingga ISPA disebut juga

pembunuh balita yang

terlupakan“the forgotten killer of

children”(UNICEF/WHO, 2011 ).

Di Indonesia ISPA menempati

urutan pertama menyebabkan

kematian pada kelompok bayi dan

balita. Survey mortalitas yang

dilakukan oleh subdit ISPA tahun

2005 menempatkan ISPA sebagai

penyebab utama kematian bayi

dengan persentase 22,30% dari

seluruh kematian balita. Menurut

data Riskesdas 2007, prevalens ISPA

pada bayi di Indonesia adalah 0,76%

dengan rentang antar Provinsi

sebesar 0 sampai 13,2%. Prevalensi

tertinggi adalah Provinsi Gorontalo

(13,2%) dan Bali (12,9%),

sedangkan Provinsi lainnya dibawah

10%. Menurut Survei demografi

Kesehatan Indonesia prevalensi

ISPA Balita di Indonesia meningkat

7,6% pada tahun 2002 menjadi

11,2% pada tahun 2007 ( Depkes RI,

2010 ).

Data di Jawa Barat, ISPA masih

merupakan urutan pertama penyakit

terbanyak pada balita, yakni sekitar

25,66%. Jumlah anak balita

penderita ISPA di Jawa Barat pada

tahun 2014 yaitu penderita

Pneumonia 43.956 anak, Pneumonia

berat 28.983 anak dengan total

mencapai 122,939 anak dan batuk

bukan Pneumonia umur < 1 tahun

sampai 5 tahun totalnya mencapai

1.252.767 orang anak. Jumlah

kematian akibat Pneumonia pada

anak balita mencapai 25 orang. Di

kota Bandung berdasarkan cakupan

penemuan ISPA dari tahun 2007

sampai 2011 hampir mencapai target

Nasional yaitu mencapai 86%. Kasus

ISPA tahun 2011 berdasarkan

golongan umur banyak ditemukan

pada umur 1 sampai 5 tahun yaitu

sebanyak 12.955 kasus ( Profil Dinas

Kesehatan Jawa Barat, 2014 ).

Menurut laporan dari Puskesmas

Ibrahim Adjie, pada tahun 2013

kejadian ISPA berulang sebanyak 15

% dan pada tahun 2014 kejadian

ISPA berada pada urutan pertama

penyakit pada balita dengan

persentase 53 % diikuti oleh diare

(34 %) dan campak (13 %). Kasus

ISPA di Puskesmas Ibrahim Adjie

terbagi menjadi 2 kasus yaitu ISPA

Pneumonia dan bukan Pneumonia.

Kasus ISPA Pneumonia pada umur 1

sampai 4 tahun mencapai 27 anak,

sedangkan kasus ISPA bukan

Pneumonia mencapai 202 anak dan

Page 3: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

3

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

penderita ISPA pada usia ≤5 tahun

mencapai 434 anak. Total mencapai

636 anak. Didapatkan hasil dari 636

anak penderita ISPA, terdapat 129

anak mengalami kejadian ISPA

berulang dengan persentase 20,3%

pada tahun 2014. Kejadian ISPA

berulang di Puskesmas Ibrahim

Adjie semakin meningkat setiap

tahunnya.

Orang tua adalah pemberi keputusan

untuk berobat, maka cara orang tua

dalam mengatasi gejala Inspeksi

ISPA dapat memberikan gambaran

mengenai perilaku keluarga dan

masyarakat dalam mengatasi

penyakit ISPA. Orang tua memegang

peranan penting dalam perawatan

ISPA karena merekalah yang hampir

setiap saat mengasuh dan melayani

kebutuhan anaknya termasuk

mengenali penyakit secara dini dan

pada waktunya mencari bantuan

pengobatan. Seorang ibu mempunyai

peranan dalam menjamin

kelangsungan hidup anak

(Singarimbun, 2007 ).

Dari uraian di atas peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang

“Hubungan kepatuhan orang tua

dalam berobat dengan kejadian ISPA

berulang pada balita di Puskesmas

Ibrahim Adjie”.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan

adalah deskriptif korelatif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk

menemukan ada tidaknya hubungan

(Sugiyono, 2014). Metode korelatif

yang bertujuan untuk mengetahui

tingkat hubungan antara dua variabel

atau lebih. Tanpa melakukan

perubahan, tambahan atau

manipulasi terhadap data yang

memang sudah ada (Sugiyono,

2014). Pada penelitian dilakukan

untuk mengetahui Hubungan

Kepatuhan Orang tua dalam berobat

dengan Kejadian ISPA berulang

pada balita.Pendekatan waktu dalam

pengumpulan data menggunakan

pendekatan cross sectional, yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-

faktor resiko dengan efek, dengan

cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat (point time approach)

(Notoatmodjo, 2010).

Data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu data mengenai

hubungan Kepatuhan orang tua

dalam berobat dengan kejadian

ISPA berulang di Puskesmas Ibrahim

Adjie adalah dengan cara observasi

dan dilakukan dengan mengisi

kuesioner kepada keluarga yang

datang untuk berobat membawa

anaknya dengan kejadian ISPA

berulang yang diketahuinya yaitu

tingkat kepatuhan.

Variabel mengandung pengertian

ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok

yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh kelompok lain. Definisi lain

mengatakan bahwa variabel adalah

sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, atau ukuran yang dimiliki atau

didapatkan oleh satuan penelitian

tentang sesuatu konsep pengertian

tertentu (Hidayat, 2007).

Variabel adalah objek penelitian, atau

apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian. Ada dua macam

variabel, yaitu variabel independen

dan variabel dependen (Arikunto,

2006). Adapun variable dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Page 4: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

4

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

Variabel ini sering disebut sebagai

variabel stimulus, prediktor,

antecedent. Dalam bahasa Indonesia

sering disebut sebagai variabel

bebas. Variabel independen

merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (Sugiyono, 2014).

Variabel independen penelitian ini

yaitu Kepatuhan orang tua dalam

berobat dengan kejadian ISPA

berulang pada balita.

Variabel ini sering disebut sebagai

variabel output, kriteria, konsekuen.

Dalam bahasa Indonesia sering

disebut sebagai variabel terikat.

Variabel dependen merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas (Hidayat, 2007). Variabel

dependen penelitian ini yaitu

kejadian ISPA berulang pada balita

di Puskesmas Ibrahim Adjie.

Hipotesis berasal dari kata “hypo”

yang artinya dibawa dan “thesa”

yang artinya “kebenaran“. Jadi

hipotesis yang kemudian cara

menulisnya di sesuaikan dengan

ejaan Bahasa Indonesia menjadi

hipotesa, dan berkembang menjadi

hipotesis. Jadi hipotesis adalah

dugaan sementara yang

kebenarannya masih perlu diuji

(dibawah kebenaran). (Hidayat,

2007).

Populasi adalah keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi yang

menjadi sasaran dalam penelitian ini

adalah jumlah balita ISPA berulang

dengan kepatuhan orang tua yang

datang berobat ke Puskesmas

Ibrahrim Adjie dengan Kejadian

ISPA Pneumonia dan bukan

pneumonia rata – rata perbulan

sebanyak 133 orang/ bulan.

Sampel adalah sebagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Hidayat,2007). Bila besar

populasi yang dapat mewakili dari

populasi yang di teliti. Menurut

(Azwar, 2009). Sampel merupakan

bagian populasi yang akan diteliti

atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Adapun teknik

pengambilan sampel pada penelitian

ini yaitu menggunakan teknik

Purposive Sampling yaitu

pengambilan sampel secara sengaja

sesuai dengan persyaratan sampel

yang diperlukan. Dalam bahasa

sederhana purposive sampling itu

dapat dikatakan mengambil sampel

tertentu (jika orang, maka berarti

orang-orang tertentu) sesuai dengan

kriteria inklusi dan berorientasi pada

tujuan (Hidayat, 2007).

Instrumen penelitian merupakan alat

bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan

data (Nursalam, 2008). Instrumen

pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah Dalam pengumpulan data

ini peneliti menggunakan lembar

kuesioner. Kemudian, akan dipandu

oleh peneliti untuk pengisian

kuesioner tersebut. Data yang

diperoleh dalam penelitian ini

didapatkan langsung dari pengisian

kuesioner (angket) yang ditujukan

kepada responden. Kuesioner dalam

penelitian ini terdiri atas penyataan

kepatuhan orang tua dalam berobat

ISPA pada balita.

Dalam penelitian ini, metode

pengumpulan data akan dilakukan di

Puskesmas Ibrahim Adjie pada

Orang tua yang datang membawa

balita dengan kejadian ISPA

Page 5: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

5

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

berulang. Kemudian, untuk pengisian

kuisioner dengan kategori tingkat

kepatuhan akan dilakukan pada

orang tua dalam berobat dengan

kejadian ISPA berulang pada balita.

Kemudian, untuk kategori kejadian

ISPA berulang pada balita akan

dilakukan menggunakan observasi

dengan melihat apakah balita

tersebut baru pertama kali terkena

ISPA (kasus baru) atau sudah lebih

dari 1 kali (berulang), sedangkan

untuk pemberian Imunisasi Dasar

Lengkap, ASI Ekslusif, dan Status

gizi lengkap diukur dengan

menggunakan lembar observasi

dengan cara melihat KMS/KIA

balita. Lembar observasi imunisasi

dasar lengkap terdiri dari macam-

macam jenis imunisasi. Lembar

observasi diisi dengan cara

menceklis ( √ ) jenis imunisasi yang

sudah diterima balita. Pemberian

imunisasi sudah lengkap apabila

seluruh jenis imunisasi sudah

diterima bayi. yaitu berupa lembar

ceklis ( √ ).

Analisa data yang merupakan proses

penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan

di interpretasikan dengan

menggunakan statistik, kemudian

diberikan interpretasi dan

membandingkan hasil penelitian

dengan teori yang ada. Analisa data

yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah univariat dan bivariate

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dijelaskan

gambaran kepatuhan orang tua dalam

berobat, gambaran kejadian ISPA

berulang pada balita, dan

hubungannya yang akan disesuaikan

dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi beserta penjelasnnya yaitu:

Kepatuhan orang tua dalam

berobat ISPA pada balita di

Puskesmas Ibrahim Adjie Berikut disajikan tabel tentang

kepatuhan orang tua dalam berobat

ISPA dengan kejadian ISPA

berulang pada balita yaitu sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi

Kepatuhan orang tua dalam

berobat ISPA pada balita di

Puskesmas Ibrahim Adjie (N=50)

Kepatuhan f % Sangat Patuh 12 24 Kepatuhan Rendah

Tidak Patuh 12

26

24

52

Berdasarkan tabel 4.1 dapat

diketahui bahwa dari 50 responden

berdasarkan distribusi frekuensi

kepatuhan orang tua dalam berobat

ISPA pada balita didapatkan hasil

bahwa perilaku sangat patuh

sebanyak 12 orang (24%), kepatuhan

rendah 12 orang (24%) dan tidak

patuh sebanyak 26 (52%).

Kejadian ISPA berulang pada

balita di Puskesmas Ibrahim Adjie Berikut akan disajikan tabel tentang

Kepatuhan orang tua dalam berobat

dengan kejadian ISPA berulang pada

balita yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi

ISPA Berulang Pada Balita Di

Puskesmas Ibrahim Adjie (N=50)

ISPA Berulang f %

ISPA berulang 29 58

ISPA tidak

berulang

21 42

Berdasarkan tabel 4.2 dapat

diketahui bahwa dari 50 balita

Page 6: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

6

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

berdasarkan distribusi frekuensi

kejadian ISPA berulang pada balita

sebanyak 29 (58%) serta kejadian

ISPA tidak berulang sebanyak 21

orang (42%).

Hubungan Kepatuhan orang tua

dalam berobat dengan kejadian

ISPA berulang pada balita

Hubungan kepatuhan orang tua

dalam berobat dengan kejadian ISPA

berulang pada balita dilihat di

Puskesmas Ibrahim Adjie sebagai

berikut :

Tabel 4.3 Hubungan kepatuhan

orang tua dalam berobat dengan

kejadian ISPA berulang pada

balita di Puskesmas Ibrahim Adjie

(N=50)

Kepatuhan

berobat

Kejadian ISPA

Chi-

Square

Tests

ISPA

berulang

ISPA

Tdk

berulang

P-value

f % f %

Sangat Patuh 3 10,3 9 42,9

0.002 Kepatuhan

Rendah

Tidak Patuh

5

21

17,2

72,4

7

5

33,3

23,8

Berdasarkan tabel 4.3

memperlihatkan bahwa terdapat 21

orang (72,4%) orang tua yang tidak

patuh dalam berobat dengan

Kejadian ISPA berulang pada balita,

dengan P-Value 0,002 artinya H0 5%

< 0,005 ditolak yang berarti ada

hubungan Antara Kepatuhan orang

tua dalam berobat dengan kejadian

ISPA berulang pada balita.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dipaparkan pada bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan

sebagai berikut : 1. Kepatuhan orang tua dalam berobat

ISPA pada balita didapatkan orang

tua yang tidak patuh sebanyak 26

(52%), kepatuhan rendah 12 (24%)

dan sangat patuh 12 (24%).

2. Berdasarkan kejadian ISPA

berulang pada balita didapatkan

29 (58%) dan ISPA tidak

berulang 21 (42%).

3. Terdapat hubungan yang

signifikan antara kepatuhan

orang tua dalam berobat dengan

kejadian ISPA berulang pada

balita di Puskesmas Ibrahaim

Adjie (nilai p=0,002) yang

berarti ada hubungan yang

signifikan Antara kepatuhan

orang tua dalam berobat dengan

kejadian ISPA berulang pada

balita di Puskesmas Ibrahim

Adjie.

Saran

1. Masukan untuk perawat atau

tenaga kesehatan di Puskesmas

Ibrahim Adjie dapat memberikan

konseling dalam bentuk

penyuluhan berupa pendidikan

kesehatan kepada para orang tua

khususnya yang mempunyai

balita ISPA berulang agar patuh

dalam pengobatan serta

melalukan kunjungan yang rutin

kerumah-rumah setiap

minggunya, serta mengatur

kontrol.

2. Dapat memahami bahwa ISPA

berulang pada balita sangat

penting dari perilaku orang tua

dalam melakukan kepatuhan

berobat, karena balita masih

bergantung pada perilaku orang

tua tersebut, dan dapat mengatur

kontrol.

Page 7: JURNAL KEPATUHAN ORANG TUA DENGAN ISPA.pdf

7

Jurnal Keperawatan Oleh Fitri Komariah,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

3. Diharapkan agar peneliti

selajutnya meneliti tentang

pengaruh tingkat pendidikan

orang tua terhadap perilaku orang

tua dalam melakukan kepatuhan

berobat ISPA pada balita.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, S,. 2009. Sikap Manusia, Teori

dan Pengukurannya, Jakarta :

Pustaka Pelajar.

Hartono. (2006). Teori Kepatuhan.

Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Hidayat, A. A. (2007). Metode

Penelitian Keperawatan dan

Teknik Analisa Data. Jakarta :

Salemba Medika

Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian

Dan Tehnik Analisis Data.

Surabaya: Salemba.

Hurlock, E. (2000). Perkembangan

Anak. Jakarta : Erlangga

Isbagio, H. 2012. Artritis yang

Berhubungan dengan Penyakit

Defisiensi Imun. Diambil pada

tanggal 25 Oktober 2014 dari

httpwww.kalbe.co.idfilescdk

files09_ArtritisyangBerhubunga

nDenganPenyakit.pdf09_Artritis

yangBerhubunganDenganPenya

kit.html.

Kementrian Kesehatan RI 2012.

Pedoman Pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut. Jakarta :

Ditjen PP dan PL.

Latifah, Nurul. (2014). Gambaran

Tingkat Kepatuhan Orang Tua

Dalam Pengobatan Pneumonia

Pada Balita Di Wilayah

Puskesmas Pasirkaliki Bandung.

Universitas Padjajaran

Muaris.H. 2006. Sarapan Sehat Untuk

Anak Balita. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama

Notoatmodjo, S. (2008). Pendidikan dan

Perilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Alfabeta.

Suparyanto.(2011). Konsep Kepatuhan

2. http://dr-

suparyanto.blogspot.com/konsep

-kepatuhan-2.html. Diakses

tanggal 25 Februari 2015


Top Related