1
KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP
PENJUALAN PERUM PERUMNAS
Oleh
Poso Nugroho, SE., MM
030343
UNIVERSITAS GUNADARMA
Desember 2005
2
KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP PENJUALAN
PERUM PERUMNAS
faso [email protected]
ABSTRAKSI
Modal kerja merupakan dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melakukan
aktivitas operasionalnya. Pengelolaan modal kerja bagi Perum Perumnas menjadi sangat
penting, karena modal kerja mempunyai peranan dalam menunjang operasi perusahaan untuk
mencapai tujuan perusahaan yaitu keuntungan yang telah direncanakan serta dapat
menyediakan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Modal kerja merupakan ukuran
untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini merumuskan masalah tentang
bagaimana menganalisis tingkat rasio efektifitas dan jumlah kebutuhan modal kerja sehingga
dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan
dan laba bersih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas dan kebutuhan
modal kerja serta untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya antara efektifitas dan kebutuhan
modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa neraca,
laporan rugi-laba, laporan arus kas dan laporan pendapatan penjualan mulai tahun 2000 -
2004 yang diambil secara langsung dari Perum Perumnas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio efektifitas modal kerja naik turun dan
jumlah kebutuhan modal kerja yang diperlukan untuk dapat menjamin kontinuitasnya
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis, efektifitas dan
kebutuhan modal kerja tidak berpengaruh terhadap volume penjualan dan laba bersih tetapi
berpengaruh terhadap pendapatan penjualan.
Kata Kunci : EFEKTIFITAS DAN KEBUTUHAN MODAL KERJA
Daftar Pustaka : 18 buku (1988 – 2003)
3
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkah,
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP PERUM PERUMNAS”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna sehubungan dengan berbagai
keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis, akan tetapi penulis berupaya
dengan segenap tenaga dan pikiran untuk mewujudkan yang terbaik. Sehubungan dengan itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan agar pada
kesempatan lain dapat mewujudkan tulisan yang lebih sempurna dari sebelumnya.
4
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian 01
1.2 Tujuan Penelitian 02
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar dan Manajemen Modal Kerja 03
2.2 Unsur-unsur Modal Kerja 04
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data 05
BAB IV HASIL DAN PEMBAHAS
4.1 Modal Kerja Perum Perumnas 09
4.2 Efektifitas Modal Kerja 10
4.3 Kebutuhan Modal Kerja 11
4.4 Analisis Data 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Modal Kerja 9
4.2 Efektifitas Modal Kerja 10
4.3 Kebutuhan Modal Kerja 11
4.4 Tingkat Periode Perputaran Piutang 12
4.5 Tingkat Periode Perputaran Persedian Material 13
4.6 Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses 14
4.7 Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi 15
4.8 Data Variabel Regresi Volume Penjualan 16
4.9 Data Variabel Regresi Pendapatan Penjualan 17
4.10 Data Variabel Regresi Laba Bersih 17
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan perumahan merupakan tuntutan primer dalam kehidupan masyarakat
baik diperkotaan maupun dipedesaan sebagai mekanisme dalam meningkatkan kesejahteraan
dan kehidupan yang berbudaya modern. Bersama pangan dan sandang, papan merupakan
kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap manusia. Rumah bukan hanya sekedar tempat
tinggal, namun merupakan tempat pembentukan watak dan jiwa melalui keluarga. Oleh
karena itu peranan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional adalah menciptakan
perumahan yang layak terjangkau, sehat, teratur, aman, damai dan tentram diharapkan dapat
meningkatkan citra diri dan produktifitas penghuninya serta mampu mendukung
pertumbuhan wilayah dan stabilitas nasional.
Dengan kehadiran Perum Perumnas sebagai Badan Usaha Milik Negara
mengindikasikan sifat ganda, yaitu sebagai lembaga yang bertugas menyediakan pelayanan
bagi kemanfaatan umum dan sekaligus sebagai unit usaha yang diharapkan memupuk
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Misi utama yang
diemban adalah menyediakan perumahan beserta sarana dan prasarananya bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah.
Pada saat negara Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan dan
ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, banyak perusahaan yang mengalami
penurunan dilihat dari sisi pendapatannya, dan dampaknya juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan perusahaan di Indonesia karena terlalu tingginya suku bunga di berbagai bank
sehingga sangat sulit melakukan pinjaman. Selain itu akibat dari krisis ekonomi
mengakibatkan banyak pengangguran dimana-mana sehingga sangat mempengaruhi daya beli
masyarakat. Namun seiring berjalannnya waktu dimana perekonomian Indonesia telah mulai
menampakkan keadaan yang membaik, setelah pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 1999
yang merupakan pemilihan legislatif yang pertama di nilai demokratis setelah hampir 32
tahun pemerintahan orde baru yang telah mengekang hak-hak asasi rakyat Indonesia. Dan
terlaksananya sidang umum yang aman, telah memberikan suhu politik yang sejuk bagi para
Investor sehingga pertumbuhan perusahaan mulai mengalami perbaikan.
7
Modal merupakan faktor produksi yang penting bagi perusahaan. Dengan modal,
perusahaan dapat membiayai semua kegiatan operasionalnya dan dapat mencapai tujuan
perusahaan yaitu mendapatkan keuntungan serta dapat menyediakan perumahan bagi
masyarakat menegah bawah. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan perlu menyediakan
alat-alat likuid yang cukup untuk memenuhi kebutuhan finansialnya.
Modal kerja merupakan dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melakukan
aktivitas operasionalnya. Pengelolaan modal kerja bagi perusahaan sangat penting, karena
modal kerja mempunyai peranan dalam menunjang operasi perusahaan untuk mencapai target
yang telah direncanakan dan mengukur kinerja keuangan perusahaan.
Untuk itu diharapkan modal kerja dapat membiayai pengeluaran untuk operasi
perusahaan sehari-hari, karena dengan tersedianya modal kerja yang cukup memungkinkan
bagi perusahaan beroperasi dengan seekonomis mungkin, sehingga perusahaan tidak
mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul selama kegiatan
operasional perusahaan.
Seiring dengan berjalannya kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
memenuhi dua tujuannya, maka yang dilakukan oleh Perum Perumnas adalah lebih
meningkatkan kinerja perusahaannya, agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan
sejenis lainnya. Dan menganalisa kebutuhan modal kerja yang selayaknya agar dapat
beroperasi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi ini
dengan mengambil judul “Kebutuhan Modal Kerja terhadap Penjualan Perum
Perumnas”.
1.2 Tujuan Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian agar tujuan penelitian dapat dicapai, maka
penelitian perlu dirumuskan secara lebih tajam dalam bentuk pertanyaan, supaya penelitian
tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti, untuk itu penulis merumuskan dalam
bentuk suatu pertanyaan yaitu:
1. Apakah tingkat rasio efektifitas modal kerja yang terjadi di dalam Perum Perumnas?
2. Bagaimanakah menganalisis tingkat kebutuhan modal kerja yang diperlukan oleh Perum
Perumnas?
3. Sejauh manakah pengaruh antara tingkat efektifitas modal kerja terhadap volume
penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih?
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar dan Manajemen Modal Kerja
Dengan perkembangan teknologi dan makin jauhnya spesialisasi dalam perusahaan
serta semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang menjadi besar, maka faktor produksi
modal mempunyai arti yang lebih menonjol dibandingkan dengan faktor produksi yang
lainnya.
Begitu banyak para ahli yang berpendapat mengenai pengertian modal yang kadang-
kadang bertentangan satu dengan yang lainnya. Modal dalam sejarahnya telah berkembang
sesuai dengan perkembangan artian modal itu sendiri secara ilmiah.
Pada permulaannya, orientasi dari pengertian modal adalah “Physical Oriented”,
dimana modal diartikan sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih
lanjut. Dalam perkembangannya kemudian ternyata pengertian modal mulai bersifat “Non
Physical Oriented”, dimana antara lain pengertian modal kerja ditekankan pada nilai, daya
beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang
modal.
Pengertian lain mengenai artian modal yaitu unsur-unsur yang terdapat pada neraca
sebelah kredit merupakan sumber untuk operasional perusahaan dan pada neraca sebelah
debit merupakan realisasi yang dihasilkannya.
Jadi yang tercatat disebelah debit dari neraca disebut “modal kongkret” dan yang
tercatat disebelah kredit disebut “modal abstrak”. Apabila kita melihat neraca suatu
perusahaan maka selain menggambarkan adanya modal kongkret dan modal abstrak, dari
neraca juga akan tampak dua gambaran modal, yaitu bahwa neraca di satu pihak
menunjukkan modal menurut bentuknya (sebelah debit) disebut dengan “modal aktif”,
sedangkan dilain pihak menurut sumbernya (sebelah kredit) disebut dengan “modal fasif”.
Berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan, dapatlah modal aktif
dibedakan dalam “modal kerja” (working capital assets) dan “modal tetap” (fixed capital
assets).
Menurut Kamaruddin Ahmad, modal kerja adalah aktiva lancar yang mewakili
bagian dari investasi yang berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Secara umum modal
kerja dapat berarti :
9
1. Seluruh Aktifa Lancar atau Modal Kerja Kotor (Gross working capital).
2. Aktiva Lancar dikurang utang lancar (Net working capital).
3. Keseluruhan dana yang diperlukan untuk menghasilkan laba tahun berjalan
(Fungtional working capital).
2.2 Unsur-unsur Modal Kerja
Maka di sini akan dibicarakan lebih lanjut agar nantinya dapat dianalisa sesuai
dengan fungsinya masing-masing, yaitu sebagai berikut.
1. Kas
Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas, karena
kas merupakan elemen dari modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya dan dapat
dipergunakan untuk menguasai atau memiliki barang atau jasa yang diinginkan.
2. Piutang
Dengan demikian maka piutang (receivable) merupakan elemen modal kerja yang juga
selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja,
yaitu Kas Persediaan Piutang Kas.
3. Persediaan
Persediaan barang (Inventory) merupakan elemen utama dari modal kerja yang
selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan dalam
kegiatan perusahaan.
Definisi lain tentang pengertian modal kerja atau “working capital” adalah
bersangkutan dengan keseluruhan dana yang digunakan selama periode akuntansi tertentu
yang dimaksudkan untuk menghasilkan “current income” di mana penggunaan dananya
adalah sesuai tujuan utama didirikannya perusahaan yang bersangkutan, dan modal kerja ini
terdiri dari bagian-bagian dana perusahaan. yang digunakan untuk menghasilkan “operating
income” yang “normal” (dilawankan dengan abnormal), yang “current” (dilawankan dengan
“future”) dan yang “gross” (dilawankan dengan “net”).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, pengumpulan data menggunakan
data sekunder yang dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan ini. Data
sekunder ini berupa neraca, laporan rugi laba, dan laporan arus kas di Perum Perumnas dalam
kurun waktu lima tahun mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2004.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Variabel Terikat ( Variabel Dependen )
Variabel terikat yang digunakan adalah volume penjualan, pendapatan penjualan dan
laba bersih. Variabel bebas ini mempunyai sifat kuantitatif yang pada hasil akhirnya akan
ditunjukkan dalam ukuran rata-rata volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba
bersih dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau variabel terikat yang akan dibahas lebih
lanjut.
2. Variabel Bebas ( Variabel Independen )
Variebel-variabel bebas ini terdiri dari faktor-faktor yang diperkirakan dapat
mempengaruhi volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih pada Perum
Perumnas. Variabel bebas ini terdiri dari variabel efektifitas modal kerja dan variabel
kebutuhan modal kerja.
Untuk menganalisis dan membahas pokok masalah yang sedang diteliti maka penulis
menggunakan metode analisis data sebagai berikut:
1. Analisis Rasio Efektifitas dan Kebutuhan Modal Kerja.
Analisis efektifitas modal kerja digunakan untuk menilai keefektifitasan modal kerja
dengan menggunakan rasio antara total penjualan bersih dengan jumlah modal kerja rata-
rata (working capital turnover).
Analisis kebutuhan modal kerja digunakan untuk merencanakan dan mengetahui besarnya
kebutuhan modal kerja dengan menghitung periode terikatnya modal kerja dikali dengan
pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.
11
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel efektifitas dan kebutuhan
modal kerja serta variabel volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih, maka
digunakan analisis regresi linier berganda yang mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + …… + bnXn
Berdasarkan bentuk umum regresi linier berganda diatas, maka untuk model regresi
volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih menggunakan persamaan linier
berganda sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2
Dimana:
Y = Volume Penjualan, Pendapatan Penjualan dan Laba Bersih
X1 = Efektifitas Modal Kerja
X2 = Kebutuhan Modal Kerja
2. Analisis Uji Asumsi Klasik
a. Analisis Uji Multikolonieritas
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel
ini tidak ortogonal yaitu variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas
sama dengan nol. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam
model regresi dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel-variabel bebas yaitu
dengan melihat apabila antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas, dan
dengan menggunakan perhitungan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
yaitu jika nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF dibawah 10 maka tidak
terjadi multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi.
Koefisien korelasi yang dinyatakan dengan r merupakan alat kedua untuk menjelaskan
hubungan antara variable dan koefisien korelasi sederhana dirumuskan sebagai berikut
r = n Σ XY – Σ X Σ Y
√ n Σ X² - ( X )² . √ n Σ Y² - ( Y )²
12
Dimana :
r = Koefisien korelasi
Y = Volume Penjualan
n = Jumlah Tahun
X = Biaya Promosi
b. Analisis Uji Heteroskedastisitas
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), jika titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Analisis Uji Normalitas
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan
variabel bebas keduanya mempunyai distribusi nomal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji
apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
grafik plot, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan diikuti arah garis diagonal
menunjukkan model regresi memenuhi asumsi normalitas.
3. Analisis Regresi Berganda
a. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis ini betujuan untuk menganalisa data dengan upaya untuk memperoleh makna
yang lebih luas. Adapun caranya adalah dengan menginterpretasikan data-data yang
telah dianalisa dan membandingkan hasil analisa tersebut dengan perumusan hipotesa.
Akhirnya hasil analisa tersebut dihubungkan dengan teori-teori yang ada, setelah itu
baru diambil kesimpulan.
b. Analisis Adjusted Koefisien Determinasi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model regresi
dalam menerangkan variasi variabel terikat dan analisis ini digunakan untuk data
dibawah 30. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-
13
variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
c. Analisis Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F )
Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
terikat/dependen. Bila nilai probabilitas ( F ) lebih kecil dari taraf kesalahan ( α ) maka
semua variabel bebas secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel bebas.
d. Analisis Signifikansi Parameter Individual ( Uji statistik t )
Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Cara yang digunakan
untuk menghitung uji statistik t yaitu apabila nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
signifikansi maka variabel bebas secara individual mempengaruhi variabel bebas
secara individual mempengaruhi variabel terikat.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Modal Kerja Perum Perumnas
Modal kerja bagi Perum Perumnas merupakan bagian modal perusahaan yang
digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Penilaian modal kerja yang
dilakukan oleh Perum-Perumnas adalah modal kerja neto yang meliputi pengelolaan aktiva
lancar dan hutang lancar. Pada saat didirikan modal dan aset Perum Perumnas hanya Rp
979,8 juta, tetapi setelah berjalan modal yang dimilikinya terus mengalami peningkatan.
Modal awal ini berasal dari pemerintah mulai tahun 1974 sampai dengan tahun 1988, tetapi
sejak tahun 1988 pemerintah tidak lagi memberikan modal sehingga untuk terus
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, modal yang digunakan berasal dari sisa
modal kerja yang sudah ada ditambah dengan pinjaman-pinjaman baik dari pinjaman jangka
pendek,panjang maupun dari bank dan juga dari cadangan-cadangan. Pada tahun 2000
dimana setelah pasca terjadinya krisis moneter, pemerintah memberikan modal kerja kepada
Perum Perumnas untuk menyelesaikan stok sebesar Rp 100 milyar dengan grace periode 3
tahun selama 5 tahun angsuran, dan mendapatkan pinjaman lagi pada tahun 2003 dari
Bukopin sebesar Rp 18 milyar dan juga Bapetarum sebesar Rp 30 milyar. Dalam memenuhi
kebutuhan modal ini, strategi yang digunakan adalah melakukan evaluasi terhaap sumber
dana yang ada dengan kebijakan yaitu penarikan pinjaman dari sumber yang memberikan
benefit terbesar bagi perusahaan. Modal kerja ini selalu dibutuhkan secara terus-menerus
selama Perum Perumnas masih beroperasi sehingga pimpinan sangat menaruh perhatian
terhadap pengaturan modal kerja.
Tabel 4.1
Modal Kerja ( Jutaan Rupiah )
Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
Tahun Aktiva Lancar Hutang Lancar Modal Kerja
2000 Rp 1.064.516 Rp 187.976 Rp 876.540
2001 Rp 1.042.339 Rp 197.025 Rp 845.314
2002 Rp 964.553 Rp 194.092 Rp 770.461
2003 Rp 986.449 Rp 226.450 Rp 759.999
2004 Rp 1.061.494 Rp 295.840 Rp 765.654
15
4.2 Efektifitas Modal Kerja
Untuk menganalisa posisi keuangan jangka pendek perusahaan dalam melaksanakan
aktivitas keuangannya harus diperlukan penilaian terhadap keefektifitasan modal kerja yang
dimiliki. Hasil analisa ini akan sangat berguna bagi manajemen perusahaan unutk
pengelolaan dan pengawasan terhadap modal kerja di masa yang akan datang.
Seperti telah dibahas pada bab yang lalu untuk menilai keefektifitasan modal kerja
dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata yang
dipertahankan oleh perusahaan. Tetapi sebelumnya dapat diketahui besarnya modal kerja
perusahaan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.2
Efektifitas Modal Kerja ( Jutaan Rupiah )
Tahun Penjualan Bersih Modal Kerja Rata-rata Efektifitas Modal Kerja
2000 Rp 219.686 Rp 876.540 0,25 x
2001 Rp 274.252 Rp 860.927 0,32 x
2002 Rp 230.266 Rp 807.888 0,29 x
2003 Rp 383.029 Rp 765.230 0,50 x
2004 Rp 309.008 Rp 762.827 0,41 x
Sumber : Bagian KeuanganPerum Perumnas
Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa penjualan bersih yang turun naik sejak tahun
2000 sampai dengan tahun 2004 mengakibatkan perbandingan antara penjualan bersih
dengan modal kerja rata-rata (efektifitas modal kerja) juga mengalami peningkatan dan
penurunan. Modal kerja rata-rata yang paling tinggi dialami pada tahun 2000 sebesar Rp
876.540 namun pada tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan modal kerja. Pada tahun 2002
ke tahun 2003 efektifitas modal kerja mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu
sebesar 0,21 x yang berarti setiap kenaikan Rp 1 modal kerja dapat menghasilkan Rp 0.21
penjualan bersih. Namun besarnya angka perbandingan tersebut belum tentu menunjukkan
efektifitas modal kerja yang baik karena kenaikan laba bersih sebesar Rp 8.678 diimbangi
dengan penurunan modal kerja sebesar Rp 10.462. Ini berarti perusahaan memperoleh profit
sebesar Rp 16.410 dengan meningkatkan penjualan bersih namun resiko yang dialami
perusahaan juga akan besar karena modal kerja rata-rata yang dimiliki turun menjadi Rp
16
765.230. Sedangkan pada tahun 2003 ke tahun 2004 efektifitas modal kerja mengalami
penurunan sebesar 0,09 x yang berarti setiap kenaikan Rp 1 modal kerja dapat menghasilkan
Rp 0,09 penjualan bersih. Penurunan ini disebabkan karena
perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 12.568 dan dikarenakan menurunnya penjualan
bersih sebesar Rp 74.021 serta karena perusahaan tidak dapat mempertahankan modal kerja
rata-rata yang tinggi sehingga resiko yang dihadapi oleh perusahaan akan menjadi besar
4.3 Kebutuhan Modal Kerja
Untuk dapat merencanakan dan mengetahui besarnya kebutuhan modal kerja,
terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya modal kerja yang
dibutuhkan diantaranya periode terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap
harinya. Berikut ini akan dibahas beberapa analisa yang diharapkan dapat mendukung dan
memperjelas hal-hal yang telah dikemukan pada bab-bab sebelumnya dan diharapkan dengan
analisa ini dapat memecahkan masalah-masalah yang sedang dibahas oleh Perum Perumnas.
Untuk lebih memudahkan dalam menganalisa masalah dalam pengelolaan besarnya
modal kerja, pada daftar lampiran terlihat besarnya unsur-unsur dari kebutuhan modal kerja
Perum Perumnas selama 5 tahun terakhir yaitu :
Tabel 4.3
Kebutuhan Modal Kerja ( Jutaan Rupiah )
P E R U M P E R U M N A S
2000 2001 2002 2003 2004
Penjualan Rp 219.686 Rp 274.252 Rp 230.266 Rp 383.029 Rp 309.008
Laba Bersih Rp 3.484 Rp 4.422 Rp 7.732 Rp 16.410 Rp (12.568)
Depresiasi Rp 23.486 Rp 24.776 Rp 26.467 Rp 28.846 Rp 32.772
Jumlah Hari Setahun 365 365 365 365 365
Rata-rata Pengeluaran -
Kas Perhari Rp 528 Rp 671 Rp 537 Rp 925 Rp 791
Periode Terikatnya -
Modal Kerja 1.379 hari 1.028 hari 1.293 hari 918 hari 1.233 hari
Kebutuhan Modal Kerja Rp 728.112 Rp 689.788 Rp 694.341 Rp 849.150 Rp 975.303
Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
17
Tingkat Periode Perputaran Piutang
Tabel 4.4
Tingkat Periode Perputaran Piutang ( Jutaan Rupiah )
PERUM PERUMNAS
2000
2001
2002
2003
2004
a. Piutang
76.340.458
100.671.240
70.051.085
82.335.831
71.863.195
b. Rata - rata
Piutang
76.340.458
88.505.849
85.361.162
76.193.458
77.099.513
c. Penjualan
Bersih
219.686.346
274.251.724
230.266.069
383.029.275
309.007.546
d. Tingkat Perpu -
taran Piutang
2,88 x
3,10 x
2,70 x
5,03 x
4,01 x
e. Jumlah hari
kerja dlm 1 thn
365
365
365
365
365
f. Periode Perpu -
taran Piutang
127 hari
118 hari
135 hari
73 hari
91 hari
Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
Dari tabel 4.4 diatas terlihat perputaran piutang dari tahun ke tahun berfluktuasi (
naik turun ). Tingkat perputaran piutang dari tahun 2002 ke 2003 mengalami peningkatan
yaitu dari 2,70 x 5.03 x, peningkatan ini disebabkan oleh naiknya penjualan bersih diikuti
dengan naiknya piutang. Begitu pula dengan periode perputaran piutang yang mengalami
penurunan dari 135 hari menjadi 73 hari. Ini menunjukan bahwa pengelolaan piutang baik
dan efektif sehingga piutang yang timbul dari peningkatan penjualan dapat dengan cepat
kembali menjadi kas. Tetapi dilihat dari penurunan ini disebabkan oleh turunya penjualan
bersih diikuti dengan menurunya piutang serta peningkatan periode perputaran piutang yaitu
dari 73 hari menjadi 93 hari menunjukan bahwa pengelolaan piutangnya sedikit melemah, hal
ini mungkin disebabkan piutang yang telah lama tidak tertagih semakin sulit untuk dicairkan
atau mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif.
18
Tingkat Periode Perputaran Persedian Material
Tabel 4.5
Tingkat Periode Perputaran Persedian Material ( Jutaan Rupiah )
PERUM PERUMNAS
2000
2001
2002
2003
2004
a. Persediaan
Material
107.960.614
117.640.236
88.258.305
116.688.242
200.148.103
b. Rata – rata Per -
sedian Material
107.960.614
112.800.425
102.949.270
102.473.273
158.418.172
c. Biaya Pema -
kaian Material
88.466.307
131.028.584
107.284.086
114.829.652
112.670.930
d. Tingkat Perpu -
taran Persedian
Material
0.82 x
1.16 x
1.04 x
1.12 x
0.71 x
e. Jumlah hari
Kerja dlm 1 thn
365
365
365
365
365
f. Periode Perpu -
taran Persedian
Material
445 hari
314 hari
350 hari
326 hari
513 hari
Sumber : Sub Divisi Anggaran Perum Perumnas
Dari tabel 4.5 diatas terlihat bahwa tingkat perputaran persedian material dari tahun
2000 sampai 2004 berfluktuasi ( naik turun ). Pada tahun 2001 tingkat perputaran persedian
material dinilai paling tinggi karena sebesar 1,16 x, hal ini menunjukan bahwa setiap tahun
rata-rata dilakukan biaya pemakaian material sebanyak 1,16 x dengan jumlah persedian
material rata-rata sebesar Rp. 112.800.425.000. Perputaran ini bila dihubungkan dengan
periode perputaran persedian material selama 314 hari yang menunjukkan jangka waktu
tersimpananya bahan material. Sedangkan pada tahun 2004 tingkat perputaran persedian
material dinilai paling rendah karena hanya sebesar 0.71 x, hal ini menunjukan bahwa setiap
tahun rata-rata dilakukan biaya pemakaian material sebanyak 0,71 x dengan jumlah persedian
material rata-rata sebesar Rp 158.418.172.500. Perputaran ini bila dihubungkan dengan
periode perputaran persedian material selam 513 hari yang menunjukan jangka waktu
tersimpanya bahan material.
19
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses
Tabel 4.6
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses
PERUM PERUMNAS
2000
2001
2002
2003
2004
a. Persedian Produk
dlm Proses
142.382.758
142.382.844
108.987.199
98.128.520
98.742.505
b. Rata-rata Perse -
dian Produk dlm
Proses
142.382.758
142.382.801
125.685.021
103.557.859
98.435.512
c. Biaya Produksi 117.203.324 201.533.344 154.568.172 189.659.304 185.341.860
d. Tingkat Perputa -
ran Persedian Pro
duk dlm Proses
0,82 x
1,42 x
1,23 x
1,83 x
1,88 x
e. Jumlah Hari Kerja
dlm setahun
365
365
365
365
365
f. Periode Perputaran
Persedian dalam
Proses
443 hari
258 hari
297 hari
199 hari
194 hari
Sumber : Sub. Divisi Produksi Komponen Bangunan Perum Perumnas
Dari tabel 4.6 di atas ini telihat bahwa tingkat perputaran persedian produk dari tahun
2001 ke 2002 mengalami penurunan sedangkan mulai tahun 2002 sampai 2004 mengalami
peningkatan. Tingkat perputara persedian produk dalam proses terlihat menurun dari tahun
2001 ke 2002 yaitu dari 1,42 x menjadi 1,23 x. Penurunan persedian produk dalam proses ini
disebabkan oleh menurunnya biaya produksi. Dengan menurunnya tingkat perputaran
pesedian produk dalam proses sebesar 0,33 x berarti dapat diperoleh informasi bahwa
persedian material yang diproses menurun menjadi 63 hari. Sedangkan tingkat perputaran
persedian produk dalam proses terlihat meningkat dari tahun 2002 ke 2003 yaitu1.23 x
menjadi 1,83 x. Peningkatan persedian produk dalam proses ini disebabkan oleh
meningkatnya biaya produksi. Dengan meningkatnya tingkat perputaran persedian produk
dalam proses sebesar 0,60 x berarti dapat diperoleh informasi bahwa persedian material yang
diproses menurun dari 297 hari menjadi 199 hari
20
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi
Tabel 4.7
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi ( Jutaan Rupiah )
PERUM PERUMNAS
2000
2001
2002
2003
2004
a. Persedian Produk
Jadi
150.457.491
180.353.325
200.565.948
202.170.971
237.466.910
b. Rata-rata Persedian
Produk Jadi
150.457.491
165.405.408
190.459.636
201.368.459
219.818.940
c. Harga Pokok
Penjualan
151.052.705
178.769.080
130.165.763
229.917.646
184.633.547
d. Tingkat Perputaran
Persedian Produk jadi
1,00 x
1,08 x
0,71 x
1,14 x
0,84 x
e. Jumlah Hari Kerja / th
365
365
365
365
365
f. Periode Perputaran
Persediaan Produk jadi
364 hari
338 hari
511 hari
320 hari
435 hari
Sumber : Sub. Divisi Produksi Komponen Perum Perumnas
Dari tabel 4.7 di atas ini terlihat bahwa tingkat perputaran produk jadi dari tahun
2000 sampai 2004 berfluktuasi ( naik turun ). Pada tahun 2002 tingkat perputaran persedian
produk jadi terlihat paling kecil hanya sebesar 0,71 x, hal ini disebabkan oleh menurunnya
harga pokok penjualan dari tahun 2001. Dengan tingkat perputaran persedian produk jadi
sebesar 0,71 x dapat diketahui bahwa produk jadi rata-rata baru dapat terjual setelah
mengalami proses produksi selama 511 hari yang mana melebihi tingkat perputaran yang
hanya1 tahun. Ini disebabkan oleh harga jual yang kurang kompetitif, keterbatasan KPR
dengan fasilitas bunga bersubsidi, serta waktu penyaluran seringkali terlambat, dan juga
karenakan harga jual cenderung meningkat sedangkan plafon kredit tetap, sehingga
konsumen harus menyediakan uang muka lebih besar, hal ini sangat membebani konsumen.
Sedangkan pada tahun 2003 tingkat perputaran persedian produk jadi sebesar 1,14 x hal ini
21
disebabkan oleh meningkatnya harga pokok penjualan dari tahun 2002. Dengan tingkat
perputaran persedian produk jadi sebesar 1,14 x dapat diketahui bahwa produk jadi rata-rata
baru dapat terjual setelah mengalami proses produksi selama 320 hari. Dengan makin
tingginya tingkat perputarannya, yang berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam
produk jadi.
Pengaruh Efektifitas dan Kebutuhan Modal Kerja dengan Volume Penjualan, Pendapatan
Penjualan dan Laba Bersih.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektifitas dan kebutuhan modal kerja
terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih dapat menggunakan
analisis regresi berganda, tetapi sebelum melakukan penghitungan analisis regresi berganda,
kita dapat mengetahui apakah model regresi yang dipakai layak digunakan untuk mengetahui
pengaruh dari tiap-tiap variabel bebas dan terikat, dengan menggunakan analisis uji asumsi
klasik.
Berikut ini adalah tabel untuk penghitungan analisis antara efektifitas modal kerja
dan kebutuhan modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih
dari tahun 2000 – 2004 dengan menggunakan analisis uji asumsi klasik dan regresi berganda.
Tabel 4.8
Data Variabel Regresi Volume Penjualan ( Jutaan Rupiah )
Sumber : Sub. Divisi Penjualan Perum Perumnas
Tahun Volume Penjualan Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja
( unit ) ( x ) ( Rp )
Y X1 X2
2000 12.404 0,41 975.303
2001 8.998 0,50 849.150
2002 6.177 0,29 694.341
2003 7.059 0,32 689.788
2004 5.688 0,25 728.112
22
Tabel 4.9
Data Variabel Regresi Pendapatan Penjualan ( Jutaan Rupiah )
Tahun Pendapatan Penjualan Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja
( Rp ) ( x ) ( Rp )
Y X1 X2
2000 194.252 0,41 975.303
2001 243.501 0,50 849.150
2002 202.127 0,29 694.341
2003 347.089 0,32 689.788
2004 279.757 0,25 728.112
Sumber : Sub. Divisi Penjualan Perum Perumnas
Tabel 4.10
Data Variabel Regresi Laba Bersih ( Jutaan Rupiah )
Tahun Laba Bersih Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja
( Rp ) ( x ) ( Rp )
Y X1 X2
2000 3.484 0,41 975.303
2001 4.422 0,50 849.150
2002 7.732 0,29 694.341
2003 16.410 0,32 689.788
2004 (12.568)
0,25
728.112
Sumber : Divisi Keuangan Perum Perumnas
4.4 Analisis Data
Selanjutnya dengan menggunakan metode Least Sguare, maka dari hasil perhitungan
sebagaimana digambarkan dalam tabel 4.12 tersebut dapat dicari hubungan antara efektifitas
modal kerja ( X ) dengan volume penjualan ( Y ) sebagai berikut :
23
b = n . Σ XY − (Σ X) (Σ Y)
n . Σ X² − (Σ X)²
b = 5 . ( 15.056,85 ) − ( 1,77 ) ( 40.326 )
5 . ( 0.6671 ) − ( 1,77 )²
b = 75.284,25 − 71.377,02
3,3355 − 3,1329
b = 3.907,23
0.2026
b = 19.285,4 dibulatkan menjadi = 19.285
Jadi nilai koefisien b = 19.285
X = X = 1,77 = 0,35
n 5
Y = Y = 40.326 = 8.065,2
n 5
Selanjutnya dihitung nilai konstanta a sebagai berikut :
a = Y − b X
= 8.065,2 − 19.285 ( 0,35 )
= 8.065,2 − 6.749,75
= 1.315,4
= 1.315 ( dibulatkan )
Persamaan duga regresinya menjadi
Y = a + b X
Y = 1.315 + 19.285 X
Selanjutnya untuk melihat kuat tidaknya hubungan antara efektifitas modal kerja
dengan volume penjualan, dapat dilihat dari pengaruh efektifitas modal kerja terhadap tingkat
24
penjualan dengan menggunakan perhitungan koefisien korelasi sederhana adalah sebagai
berikut :
r = n . Σ X Y − ( Σ X ) . ( Σ Y )
√ n . Σ ( X² ) − ( X )² . √ n . Σ ( Y² ) − ( Y )²
r = 5 . ( 15.056,85 ) − ( 1,77 ) . ( 40.326 )
√ 5 ( 0,6671 ) − ( 1,77 )² . √ 5 ( 355.161.374 ) − ( 40.326 )²
r = 75.284,25 − 71.377
√ 3,3355 − 3,1329 . √ (1.775.806.870 ) − ( 1.626.186.276 )
r = 3.907,25
√ 0,2026 . √ 149.620.594
r = 3.907,25
( 0,45 ) . ( 12.231,94 )
r = 3.907,25
5.504,37
r = 0,7098 dibulatkan : ( 0,710 )
Derajat hubungan : Sangat kuat ( 0,80 − 1,000 )
Kuat ( 0,60 − 0,799 )
Sedang ( 0,40 − 0,599 )
Lemah ( 0,20 − 0,399 )
Sangat Lemah ( 0,00 − 1,999 )
Dari hasil perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa nilai koefisien korelasi ( r )
sebesar 0,710 mengandung arti bahwa derajat hubungan antara efektifitas dengan volume
penjualan adalah Cukup Kuat.
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Efektifitas modal kerja Perum Perumnas dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004
mengalami peningkatan dan juga penurunan, ini berarti pemakaian modal kerja belum
digunakan secara efektif untuk aktivitas usaha perusahaan. Efektifitas modal kerja yang
terlalu tinggi ternyata tidak menentukan tingkat penggunaan modal kerja yang efektif
karena jika dianalisa lebih lanjut ternyata kenaikan volume penjualan, pendapatan
penjualan dan laba bersih diikuti dengan menurunnya jumlah modal kerja yang sangat
memperbesar resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan.
2. Jumlah kebutuhan modal kerja Perum Perumnas dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2001 mengalami penurunan tapi sejak saat itu sampai dengan tahun 2004 kebutuhan
modal kerja terus mengalami peningkatan. Penurunan dan peningkatan ini disebabkan
karena besarnya rata-rata pengeluaran kas perharinya dan juga oleh periode terikatnya
unsur-unsur modal kerja. Besarnya kebutuhan modal kerja yang tertinggi ada pada tahun
2004 sebesar Rp 975.303, ini berarti kebutuhan modal kerja akan dipenuhi oleh jumlah
keseluruhan kas yang ada dan sisanya dapat dipenuhi dengan penerimaan piutang dan
hasil penjualan persediaan, sedangkan yang terendah ada pada tahun 2001 sebesar Rp
689.778.
3. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa efektifitas modal kerja tidak signifikan
terhadap volume penjualan dan laba bersih, tetapi signifikan terhadap pendapatan
penjualan.
4. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan modal kerja tidak signifikan
terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih.
5. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa efektifitas dan kebutuhan modal kerja
tidak signifikan terhadap volume penjualan dan laba bersih, tetapi signifikan terhadap
pendapatan penjualan. Kemudian dalam model regresi volume penjualan, pendapatan
penjualan dan laba bersih tidak terjadi multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta
ketiga model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas.
26
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka akan dapat diketahui saran dari model regresi
volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih.
Saran-saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut :
1. Pada pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa model regresi volume
penjualan dan laba bersih tidak layak digunakan karena variable terikat tersebut tidak
berpengaruh terhadap efektifitas dan kebutuhan modal kerja.
2. Sedangkan model regresi pendapatan penjualan layak digunakan karena variable
terikat tersebut berpengaruh terhadap efektifitas dan kebutuhan modal kerja.
3. Ketiga model regresi tersebut pihak perusahaan dapat memilih model regresi
pendapatan penjualan untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap
efektifitas dan kebutuhan modal kerja.
4. Pertumbuhan penjualan mempunyai hubungan yang erat dan langsung dengan
investasi dalam bentuk aktiva lancar dimana aktiva lancar tersebut termasuk
dalam unsur modal kerja.
Dengan bertambahnya pendapatan penjualan, perusahaan harus menaikkan piutang
dan juga akan menyebabkan perlunya tambahan persediaan, dan uang kasnya pun mungkin
perlu juga dinaikkan. Semua kebutuhan itu harus dibiayai, setiap kenaikan pada perkiraan di
sisi neraca harus ditandingi dengan kenaikan pada sisi kanan neraca. Karena itu, manajer
keuangan harus mengamati secara cermat trend penjualan dan pengaruhnya terhadap
kebutuhan modal kerja perusahaan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Afiff, Faisal dan Utjup Supandi. 1988. Manajemen Modal Kerja. CV Remadja Karya.
Bandung.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Johan, Silas. 1995. Perum Perumnas dalam Tantangan Tugas. Perum Perumnas. Jakarta.
Munawir, S. 1991. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Perumnas, 2003. Ikhtisar Catatan Laporan Keuangan Tahunan Perum Perumnas tahun
1999 – 2003. Perum Perumnas. Jakarta.
Pratista, Arif. 2001. Aplikasi SPSS 10.05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan. CV
Alphabeta. Bandung.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. BPFE.
Yogyakarta.
Soeprihanto, John. 1995. Manajemen Modal Kerja. BPFE. Yogyakarta.
Subiyakto, Haryono. 1994. Statistik 2. Gunadarma. Jakarta.
Sundjaja, Ridwan dan Inge Barlian. 2003. Manajemen Keuangan. Edisi 5. Literata Lintas
Media. Jakarta.
Suwardjono. 1997. Teori Akuntansi. Universitas Gunadarma. Jakarta.
Suwartojo. 1991. Modal Kerja. Balai Aksara. Jakarta.
Syamsuddin, Lukman. 1994. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi 3 PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. 1994. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 9.
Erlangga. Jakarta.
Wibisono, C. Handoyo. 1993. Manajemen Modal Kerja. Edisi 2. Universitas Atmajaya.
Yogyakarta.
Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. 1989. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. BPFE.
Yogyakarta.
28
Suprihanto, John. 1988. Manajemen Modal Kerja. BPFE. Yogyakarta.
Ahmad, Kamaruddin.1997. Dasar-Dasar Manajemen Modal Kerja. PT. Rineka Cipta
Yogyakarta.
A. Marwan dan Suprihanto. J. 1986. Manajemen Perusahaan Pendekatan Operasional
Edisi I. BPFE Yogyakarta.
Fred Weston. J. dan F. Brigham Eugene. 1993. Manajemen Keuangan. Edisi VII
Erlangga. Jakarta.
Freddy Rangkuti. 1995. Manajemen Persediaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.