Transcript
Page 1: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

1

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIFITAS FISIK

LANSIA DI POSBINDU ANGGREK WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SINDANGJAYA KOTA BANDUNG

TAHUN 2015

Dra. Laelasari, MARS1 Ns. Sheizi Prista Sari, M.Kep2 Yunita Fitri Rejeki,S.Kep3

1,2,3Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung,

Jl. Terusan Jakarta 75 Bandung

ABSTRAK

Meningkatnya UHH (usia harapan hidup) Lansia menyebabkan peningkatan jumlah,

dimana pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia akan mencapai 28,8 juta jiwa.

Menurut Undang Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 menyebutkan bahwa salah satu

upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat termasuk Lansia yaitu

program Posbindu (pos binaan terpadu) sebagai wadah perawatan bagi lansia yang berada

dibawah pengawasan Puskesmas setempat. Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan aktifitas fisik Lansia di Posbindu Anggrek

Wilayah Kerja Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung Tahun 2015.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan

pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 69 orang diambil dengan

menggunakan purposive sampling. Responden di wawancara menggunakan kuesioner

yang sudah baku tentang aktifitas fisik, faktor kognitif dianilisa secara univariat dan

bivariat dengan menggunakan metode uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukan

bahwa faktor yang memiliki hubungan yang signifikan dengan aktifitas fisik Lansia

adalah faktor umur p=0,004 dan faktor psikososial p=0,000 sedangkan faktor yang tidak

mempunyai hubungan yang signifikan adalah faktor kognitif p=0,535 dan tingkat stress

p=0,338. Dapat disimpulkan bahwa Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan

fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-

peran sosialnya di Posbindu Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung Tahun 2015.

Kata Kunci : Aktifitas fisik Lansia + Kognitif + Psikososial + tingkat stress

The increasing of the age of living hope of oldsters causes the prediction of oldsters will

reach up to 28,8 million inhabitants in 2020. According to law health No. 36 year 2009, it

is stated that one of the upgrading and maintaining citizens’ health efforts including

oldsters, which is Posbindu , as a maintenance place for oldsters who are under

supervision of nearby Puskesmas. This research aims to find factors which are related to

oldster physical activites in Anggrek Posbindu of Sindangjaya Puskesmas Working

Territory of Bandung 2015.

This descriptive correlative research uses cross sectional approach. 69 people are

involved as sample using purposive sampling , the respondents are questioned using

questioner related to physical activities and cognitive factors. With 2 kinds of analysis

which are univariate and bivariate using Chi-Square method. The result of the research

shows that factors related significantly to oldster physical activities are age factors

p=0,004 and physic-social factors p=0,000 while factors related insignificantly are

cognitive factors p=0,535 and stress level p=0,338. It can be concluded that the ore

someone aged leads to the decreasing of his physical activities, resulting the decreasing

of his social role in Anggrek Posbindu of Sindangjaya Puskesmas Working Territory of

Bandung 2015.

Page 2: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

2

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

PENDAHULUAN

Salah satu hasil pembangunan kesehatan

di Indonesia adalah meningkatnya Usia

Harapan Hidup (UHH). Keberhasilan

Pembangunan Nasional memberikan

dampak meningkatnya UHH yaitu dari

68,6 tahun 2004 menjadi 70,6 pada

tahun 2009 sampai tahun 2014 UHH

sudah mencapai 72 tahun.

Meningkatnya UHH menyebabkan

peningkatan jumlah lansia, dimana pada

tahun 2020 diperkirakan akan mencapai

28,8 juta jiwa (Kemenkes RI, 2012).

Di seluruh dunia saat ini jumlah Lansia

sudah lebih dari 629 juta jiwa (satu dari

10 orang berusia lebih dari 60 tahun)

dan pada tahun 2025 jumlah Lansia

diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar

jiwa atau meningkat menjadi 28,9 juta

jiwa (11,4%) dari jumlah penduduk. Hal

ini membuktikan bahwa jumlah lanjut

usia terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya (Nugroho, 2008).

Begitu juga dengan jumlah lansia di

seluruh Indonesia juga mengalami

peningkatan tiap dekade dan

diperkirakan pada tahun 2020, akan

mencapai 28,28 juta jiwa atau 11,34

persen dari total penduduk Indonesia

(Menkokesra, 2011). Hal ini terbukti

berdasarkan data Biro Pusat Statistik

Jawa Barat menunjukkan jumlah

penduduk lansia di atas 60 tahun terjadi

peningkatan dari tahun ke tahun, pada

tahun 2009 sebesar 3.331.241 jiwa

(7,9%), pada tahun 2010 sebesar

3.441.746 jiwa (8,01%) (BPS Jabar,

2010).

Perkembangan kehidupan menjadi

lansia ditandai dengan proses menua,

baik secara fisik, mental maupun

psikososial. Semakin lanjut usia

seseorang, maka kemampuan fisiknya

akan semakin menurun, sehingga dapat

mengakibatkan kemunduran pada peran-

peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan

pula timbulnya gangguan dalam hal

mencukupi kebutuhan hidupnya,

sehingga dapat meningkatkan

ketergantungan yang memerlukan

bantuan orang lain (Tamher &

Noorkasiani, 2009).

Selain masalah fisik, masalah mental

juga dapat terjadi pada lansia. Gangguan

mental yang sering muncul pada masa

ini adalah depresi dan gangguan fungsi

kognitif. Sejumlah faktor resiko

psikososial juga mengakibatkan lansia

mengalami gangguan fungsi kognitif.

Faktor resiko tersebut adalah hilangnya

peranan sosial, hilangnya ekonomi,

kematian teman atau sanak saudaranya,

penurunan kesehatan, peningkatan

isolasi karena hilangnya interaksi sosial

dan penurunan fungsi kognitif. Lansia

yang mengalami kesulitan dalam

mengingat atau kurangnya pengetahuan

penting dilakukan pengkajian fungsi

kognitif dengan tujuan dapat

memberikan informasi tentang fungsi

kognitif lansia. Pengkajian fungsi

kognitif pada lansia berfungsi untuk

membantu mengidentifikasi lansia yang

berisiko mengalami penurunan fungsi

kognitif (Gallo, Reichel & Andersen,

2000).

Dampak dari menurunnya fungsi

kognitif pada lansia akan menyebabkan

bergesernya peran lansia dalam interaksi

sosial di masyarakat maupun dalam

keluarga. Hal ini didukung oleh sikap

lansia yang cenderung egois dan enggan

mendengarkan pendapat orang lain,

sehingga mengakibatkan lansia merasa

terasing secara sosial yang pada

akhirnya merasa terisolir dan merasa

tidak berguna karena tidak ada

penyaluran emosional melalui

bersosialisasi. Keadaan ini

menyebabkan interaksi sosial menurun

baik secara kualitas maupun kuantitas,

karena peran lansia digantikan oleh

generasi muda, dimana keadaan ini

terjadi sepanjang hidup dan tidak dapat

dihindari (Stanley & Beare, 2007).

Berdasarkan penelitian di Indonesia,

peluang mengalami gangguan depresi

bagi orang berusia lanjut cukup tinggi,

yaitu sekitar 13 persen dari populasi

Page 3: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

3

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

lanjut usia, dan 4 persendi antaranya

bahkan menderita depresi mayor.

Sejumlah faktor pencetus depresi pada

lanjut usia, antara lain faktor biologis,

psikologis,stres kronis dan penggunaan

obat-obatan. Faktor biologis misalnya

faktor genetis, perubahan struktural

otak, faktor risikovascular dan

kelemahan fisik. Sedangkan faktor

psikologis pencetus depresi pada lanjut

usia yaitu tipe kepribadian dan relasi

interpersonal yang di dalamnya

termasuk dukungan sosial. Peristiwa

kehidupan seperti berduka, kehilangan

orang yang dicintai, kesulitan ekonomi

dan perubahan situasi, stres kronis dan

penggunaan obat-obatan tertentu juga

turut andil sebagai pemicu depresi pada

lanjut usia. Bahkan pada lanjutusia,

depresi yang dialami justru seringkali

disebabkan karena kurangnya perhatian

dari pihak keluarga (Mujaddid, 2003).

Lumongga (2009) mengungkapkan

seseorang yang berusia 60 tahun ke atas

atau lanjut usia akan semakin rentan

mengalami depresi dan gangguan

kesehatan lainnya, sedangkan menurut

Oxman dan Hall (dalam Santrock, 2002)

adanya dukungan sosial yang baik, dapat

meningkatkan kesehatan fisik dan

kesehatan mental bagi para lanjut usia.

Sejalan dengan pendapat para ahli

sebelumnya, Getz (dalam Santrock,

2002) mengungkapkan bahwa diantara

banyaknya penyebab depresi pada lanjut

usia,antara lain adalah tingkat kesehatan

yang rendah, kehilangan karena

kematian pasangan dan rendahnya

dukungan sosial yang diterima oleh

lanjut usia tersebut. Dukungan sosial

yang baik telah terbukti menurunkan

depresi parental dan bertindak sebagai

suatu pelindung bagi lanjut usia yang

bersangkutan dari akibat negatif depresi,

demikian diungkapkan oleh Fonda dan

Norgard (dalam Santrock, 2002).

Menurut Undang Undang Kesehatan

No.36 tahun 2009 menyebutkan bahwa

salah satu upaya untuk meningkatkan

dan memelihara kesehatan masyarakat

termasuk Lansia dilaksanakan

berdasarkan prinsip non diskriminatif,

partisipatif dan berkelanjutan. Pelayanan

kesehatan lansia dimulai dari tingkat

masyarakat di kelompok-kelompok

lansia, dan pelayanan di sarana

pelayanan kesehatan dasar dengan

mengembangkan Posbindu (pos binaan

terpadu) sebagai wadah perawatan bagi

lansia yang berada dibawah pengawasan

Puskesmas setempat.

Pengkajian masalah-masalah Lansia

perlu ditingkatkan, termasuk aspek

keperawatannya agar dapat

menyesuaikan dengan kebutuhan serta

untuk menjamin tercapainya usia lanjut

yang bahagia, berdaya guna dalam

kehidupan keluarga dan masyarakat di

Indonesia (Tamher & Noorkasiani,

2009). Mengingat kondisi dan

permasalahan Lansia tersebut, maka

penanganan masalah Lansia harus

menjadi prioritas, karena

permasalahannya terus berpacu dengan

pertambahan jumlahnya.

Salah satu upaya dalam meningkatkan

kesejahteraan Lansia adakah dengan

mendorong Lansia agar mau dan mapu

melakukan aktifitas fisik. Menurut

Potter (2005) terdapat 4 faktor yang

mempengaruhi aktifitas fisik lansia yaitu

faktor umur, fungsi kognitif, fungsi

psikologis dan tingkat stres.

Seseorang yang pada usia mudanya

memiliki kebiasaan baik dalam menjaga

kesehatan, misalnya mengkonsumsi

makanan serta rutin berolahraga, dan

banyak melakukan aktivitas fisik, maka

pada masa tuanya tentu akan lebih baik

dan bisa tetap produktif. Beraktifitas

fisik yang baik dan teratur akan

membantu keadaan tubuh tetap terjaga

dengan baik, baik itu aktivitas yang

bersifat aerobik maupun aktvitas yang

anaerobik. Tetapi untuk usia lanjut

aktivitas yang baik itu yang bersifat

aerobik. Banyak sekali aktivitas yang

bersifat aerobik yang dianjurkan untuk

diberikan kelompok lansia, agar keadaan

kebugaran dan kesegaran jasmani tubuh

Page 4: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

4

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

pada lansia tetap terjaga dan terkendali

yaitu misalnya dengan jalan kaki,

jogging, melompat, bersepeda baik yang

stasioner maupun yang jalan,serta senam

lansia. Olahraga yang dianjurkan bagi

mereka yang berusia diatas 50 tahun

adalah jalan kaki dan berenang.

Bermanfaat atau tidaknya program

olahraga yang dilakukan oleh lansia juga

tergantung dari program yang

dijalankan. Sebaiknya program latihan

yang dijalankan harus memenuhi konsep

FITT (Frequensi, Intensity, Time, Type)

( Sriwahyuniati, 2008)

Hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Ardiyanti (2009), Lansia

yang rutin melakukan senam Lansia

dapat melakukan aktivitas dasar sehari-

hari sebesar 96,23%. Penelitianan Ulliya

dkk (2007), bahwa latihan ROM selama

3 minggu sudah dapat meningkatkan

ROM fleksi sendi lutut pada lansia yang

mengalami keterbatasan gerak.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah

deskriptif korelatif, yaitu penelitian

yang bertujuan untuk menemukan ada

tidaknya hubungan. Yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan umur,

fungsi psikologis, fungsi kognitif dan

tingkat stres dengan aktivitas fisik lansia

di Posbindu Anggrek Wilayah Kerja

Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung

Tahun 2015.

Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik pendekatan waktu

secara cross sectional yaitu variabel

sebab dan variabel akibat yang terjadi

pada objek penelitian di ukur atau

dikumpulkan secara simultan dalam

waktu yang bersamaan.

Variabel mengandung pengertian ukuran

atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda

dengan yang dimiliki oleh kelompok

lain. Definisi lain mengatakan bahwa

variabel adalah sesuatu yang digunakan

sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan

penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Hidayat, 2007).

Variabel independen/bebas yaitu

variabel yang mempengaruhi

(Sugiyono,2014), dalam penelitian ini

yang merupakan variabel bebas yaitu

Umur, fungsi kognitif, fungsi

psikososial dan tingkat stress.Variabel

dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Hidayat,

2007) Variabel dependen penelitian ini

yaitu Aktifitas Fisik Lansia di Posbindu

Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung Tahun 2015.

Populasi di Posbindu Anggrek

Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya terdiri atas berbagai

obyek/subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu,

yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya, popolasi Lansia

yang tercatat di Puskesmas

Sindangjaya khusnya di Posbindu

Anggrek sebanyak 79 orang pada

tahun 2014.

Pada penelitian ini sampel yang

diambil sebagai berikut : a. Kriteria inklusi :

1) Lansia yang berada di Posbindu

Anggrek Wilayah Kerja

Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung.

2) Lansia yang bias berkomunikasi

dengan baik.

3) Lansia dengan KATZ index A

atau bias disebut mandiri

4) Lansia yang bisa melakuakn

aktifitas fisik ringan setiap hari

b. Kriteria ekslusi :

1) Lansia yang sedang sakit stroke

dan cedera

Prosedur Pemilihan Sampel dan

Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi

yang diteliti atau sebagian dari jumlah

dari karakteristik yang dimilik.

Adapunteknik pengambilan sampel pada

Page 5: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

5

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu pengambilan sampel secara

sengaja sesuai dengan kriteria inklusi

yang sudah ditentukan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini jumlah sampel

ditentukan menurut perhitungan sampel

(Notoatmodjo, 2010) sebagai berikut :

𝑛 =𝑁𝑍(1 − α/2)2 𝑃(1 − 𝑃)

𝑁𝑑2 + 𝑍 (1 − α/2)2 𝑃(1 − 𝑃)

𝑛

=79 (1,96)2 0,05(1 − 0,05)

79(0,1)2 + (1,96)2 0,05(1 − 0,05)

𝑛 =15,12

0,219

𝑛 = 69 Orang

Keterangan :

n = besar sampel

N = jumlah populasi (79 orang)

Z(1-α/2) = nilai sebaran normal baku

dengan tingkat

kepercayaan 95%

(1,96)

d = besar penyimpangan 10%

(0,05)

P = proporsi kejadian 50% (0,05)

Jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian ini sebanyak 69 orang.

Instrumen penelitian adalah suatu alat

yang digunakan oleh peneliti untuk

mengobservasi, mengukur atau menilai

suatu fenomena (Hidayat, 2007).

Dalam penelitian ini instrument yang

digunakan adalah kuisioner yang terdiri

dari beberapa pertanyaan yang sudah

baku.

a. Variabel umur

Instrument penelitian yang

digunakan untuk mengetahui

variabel umur Lansia Di Posbindu

Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung adalah

dengan wawancara mengenai data

demografi Lansia.

b. Variabel Fungsi Kognitif

Instrument penelitian untuk

mengukur variabel fungsi kognitif

adalah MMSE (Mini Mental State

Exam) yang bertujuan untuk

menguji aspek kognitif dari fungsi

mental, kuisioner ini dalam bentuk

pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan.

Lansia yang fungsi kognitifnya

masih normal diberi nilai (1)

gangguan kognitif ringan (2)

gangguan kognitif berat.

c. Variabel fungsi psikologis

Instrument penelitian untuk

mengukur variabel fungsi

psikososial adalah Short Portable

Mental StatusQuestionnaire

(SPMSQ) yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya tingkat

kerusakan intelektual. Kuisioner ini

dalam bentuk pertanyaan sebanyak

10 pertanyaan. Lansia yang

intelektualnya masih normal diberi

nilai (1) kerusakan intelektual

ringan (2) kerusakan intelektual

berat.

d. Variabel tingkat stres

Instrument penelitian untuk

mengukur variabel tingkat stres

adalah Harmilton Anxiety Rating

Scale (HARS). Kuisioner ini dalam

bentuk pertanyaan sebanyak 14

pertanyaan. Lansia yang tidak

stress/normal diberi nilai (1) stress

ringan (2) stress berat

e. Variabel aktifitas fisik Lansia

Instrument penelitian untuk melihat

gambaran tingkat aktifitas fisik Lansia

yang setiap hari dilakukan menggunakan

kuisioner tertutup dengan bentuk check

list dengan pilihan tertutup ya dan tidak.

Setiap pertanyaan apabila di jawab Ya

maka diberi nilai (1) melakukan ringan,

(2) melakukan sedang, (3) melakukan

berat.

Analisa yang digunakan pada penelitian

ini yaitu univariat dan bivariat. Analisa

univariat yaitu untuk mengetahui

gambaran hasil penelitian mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan

aktifitas fisik Lansia. Analisa presentase

ini bertujuan mendapatkan gambaran

distribusi responden serta

mendeskripsikan variabel independen

dan dependen. Analisa bivariat yang

Page 6: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

6

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

dilakukan bertujuan melihat hubungan

antara variabel beabs dan variabel

terikat yaitu faktor-faktor yang

berhubungan dengan aktifitas fisik

lansia. Dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan uji chi-square dan

jenis data yang dihubungkan adalah

ordinal dan nominal. Proses pengujian

Chi-Square adalah membandingkan

frekwensi yang terjadi dengan frekwensi

harapan. Bila nilai frekwensi observasi

dengan frekwensi harapan adalah sama,

maka dikatakan tidak ada perbedaan

yang bermakna. Sebaliknya bila nilai

frekwensi observasi dan nilai frekwensi

harapan berbeda, maka dikatakan ada

perbedaan yang bermakna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Hubungan Umur Dengan

Aktiftas Fisik Lansia Di Posbindu

Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung Tahun

2015

Kategori

Aktifitas Fisik Lansia

Jumlah

p Melakukan

Ringan

Melakukan

Sedang

Melakuk

an Berat

f

%

f

%

f

%

f

%

Umur

- 60-70 6 35,4 1 10,0 27

64,3 34 49,3 0,004

>70 11 64,7 9 5,1 1

5

35,7 35 50,7

Total 69 100

Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji chi-

square hubungan Antara faktor umur

dengan aktifitas fisik Lansia

menunjukan terdapat hubungan yang

bermakna (p = 0,004 < 0,05). Lansia

yang melakukan aktifitas berat banyak

terdapat pada Lansia yang berumur 60-

70 tahun yaitu sebanyak 27 responden

(64,3%), sedangkan Lansia yang

berumur > 70 tahun hanya 9 orang

(5,1%) yang melakukan aktifitas sedang.

Tabel 4.2 Hubungan Fungsi Kognitif

Dengan Aktiftas Fisik Lansia Di

Posbindu Anggrek Wilayah Kerja

Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung Tahun 2015

Kategori

Aktifitas Fisik Lansia

Jumlah

p Melakukan

Ringan

Melakukan

Sedang

Melakukan

Berat

f % f % f % f %

- Gangguan

kognitif

ringan

12 29,2 6 14,6 23 56,0 41 59,4

0,533 Gangguan

Kognitif

berat

5 17,8 4 14,2 19 67,8 28 40,6

Jumlah Total 69 100

Berdsarkan hasil uji statistik antara

faktor kognitif dengan aktifitas fisik

Lansia diperoleh nilai P value 0,533 > α

= 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

Ha di tolak artinya tidak ada hubungan

antara faktor kognitif dengan aktifitas

fisik Lansia di Kelurahan Pasir Impun

Wilayah Kerja Puskesmas Sindang Jaya

Kota Bandung.

Tabel 4.3 Hubungan Fungsi

Psikologis Dengan Aktiftas Fisik

Lansia Di Posbindu Anggrek

Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung Tahun

2015

Kategori

Aktifitas Fisik Lansia

Jumlah

p Melakukan

Ringan

Melakukan

Sedang

Melakukan

Berat

f % f % f % f %

- Kerusakan

intelektual

ringan

2 11,8 2 20,0 23 54,8 2

7

39,1

0,004 Kerusakan

intelektual

berat

15 88,2 8 80,0 19 45,2 4

2

60,9

Jumlah Total 6

9

100

Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji chi-

square hubungan Antara faktor

psikologis dengan aktifitas fisik Lansia

menunjukan terdapat hubungan yang

bermakna (p = 0,004 < 0,05). Lansia

Page 7: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

7

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

yang melakukan aktifitas berat banyak

terdapat pada Lansia yang memiliki

kerusakan intelektual ringan yaitu

sebanyak 23 orang (54,8%).

Tabel 4.4 Hubungan Tinkat Stres

Dengan Aktiftas Fisik Lansia Di

Posbindu Anggrek Wilayah Kerja

Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung Tahun 2015

Kategori

Aktifitas Fisik Lansia

Jumlah

p Melakukan

Ringan

Melakukan

Sedang

Melakukan

Berat

f % f % f % f %

- Stress

ringan

2 11,8 3 30,0 2

7

60,5 32 46,4

0,001

Stress

berat

15 88,2 7 70,0 1

5

19,0 37 53,6

Jumlah Total 69 100

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji chi-

square hubungan Antara tingkat stres

dengan aktifitas fisik Lansia

menunjukan terdapat hubungan yang

bermakna (p = 0,001 < 0,05). Lansia

yang melakukan aktifitas berat banyak

terdapat pada Lansia yang mempunyai

tingkat stress nya ringan sebanyak 27

orang (60,5%).

Pembahasan

Faktor Umur Terhadap Aktifitas

Fisik Lansia Di Posbindu Anggrek

Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung

Hasil penelitian pada tabel 4.2 yang

telah dilakukan dengan derajat

kemaknaan α=0,05 (Confidence Interval

95%), maka nilai p value variable umur

sebesar 0,004 < 0,05 kesimpulannya

adalah terdapat hubungan antara umur

dengan aktifitas fisik Lansia. Dari

jumlah responden Lansia di Kelurahan

Pasir Impun Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya yaitu sebanyak 69 orang

tetapi yang melakukan aktifitas berat

banyak terdapat pada Lansia yang

berumurrr 60-74 tahun yaitu sebanyak

27 responden (64,3%).

Mobilitas dan aktivitas sehari-hari

adalah hal yang paling vital bagi

kesehatan total lansia. Perubahan normal

muskuloskelatal terkait usia pada lansia

termasuk penurunan tinggi badan,

redistribusi massa otot dan lemak

subkutan, peningkatan porositas tulang,

atrofi otot, pergerakan yang lambat,

pengurangan kekuatan dan kekakuan

sendi-sendi yang menyebabkan

perubahan penampilan, kelemahan dan

lambatnya pergerakan yang menyertai

penuaan (Stanly dan Beare, 2007). Hal

ini dapat disimpulkan bahwa semakin

umur Lansia bertambah maka semakin

pula aktifitas yang dilakukan Lansia

semakin berkurang.

Hal ini pun di dukung oleh hasil

penelitian sebelumnya oleh Fitriasih

(2010) dengan p=0,036 dan OR = 2,909

yang artinya lansia mempunyai

kecenderungan 2,90 kali untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan

posyandu di bandingkan dengan pra

lansia dan penelitian Lestari (2005)

dengan p= 0,016 memperlihatkan

adanya hubungan bermakna antara umur

dengan pemanfaatan pelayanan

posyandu lansia pada pra lansia dan

lansia di Puskesmas Kemiri Muka

Depok.

Hasil penelitian pada tabel 4.2 hubungan

fungsi kognitif terhadap aktifitas fisik

Lansia di Kelurahan Pasir Impun

Wilayah Kerja Puskesmas Sindangjaya

kota Bandung menunjukan bahwa dari

69 responden 41 Lansia diantaranya

memiliki gangguan kognitif ringan yaitu

sekitar 59,4%.

Berdasarkan tes yang telah dilakukan,

hampir semua responden dapat

menjawab semua pertanyaan mengenai

registrasi dan bahasa dengan baik.

Namun responden sering mengalami

masalah pada aspek memori, atensi dan

kalkulasi. Ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi hasil tes MMSE

seperti umur yang muda, latar belakang

Page 8: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

8

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

pendidikan yang tinggi dan kondisi saat

tes dijalankan. MMSE ini secara luas

digunakan untuk screening fungsi

kognitif dan sensitif untuk mendeteksi

dementia (Muzamil dkk, 2014).

Dari hasil uji Chi square diperoleh P

value 0,535 >α = 0,05 artinya tidak ada

hubungan antara fungsi kognitif

terhadap aktifitas fisik Lansia di

Kelurahan Pasir Impun Wilayah Kerja

Puskesmas Sindang Jaya Kota Bandung,

tetapi tidak menutup kemungkinan kalau

di desa atau kelurahan lain bahwa

adanya hubungan antara fungsi kognitif

terhadap aktifitas fisik Lansia.

Walaupun tidak ada hubungan antara

fungsi kognitif terhadap aktifitas fisik

Lansia di dalam penelitian ini, tetapi

fungsi kognitif berpengaruh pada

aktifitas fisik Lansia. Hal ini masih

sejalan dengan teori yang di

kemukanana oleh (Jhonson 2005) yaitu

fungsi kognitif merupakan kepercayaan

seseorang tentang sesuatu yang

didapatkan dari proses berfikir dan

memperoleh pengetahuan melalui

aktifitas mengingat, menganalisa,

memahami, menilai, membayangkan

dan berbahasa.

Tetapi hal ini tidak sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Nugroho

(2008), Bahwa aktifitas fisik merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi

fungsi kognitif. Usia lanjut yang

mengalami kesulitan melakukan

pergerakan fisik atau gangguan gerak,

akan terjadi perbedaan dalam jumlah

skor fungsi kognitifnya, sehingga

apabila terdapat gangguan gerak dapat

mengakibatkan penurunan gangguan

fungsi kognitif yang lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak

mengalami gangguan, penurunan

kognitif berkaitan erat dengan

penurunan kemandirian lansia. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa semakin baik

fungsi kognitif semakin mandiri.

Erfandi (2008) mengatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi

Lansia dalam melakukan aktifitas fisik

berupa datang ke Posyandu/Posbindu

antara lain pengetahuan, sikap, jarak

tempat tinggal, peran para kader,

petugas kesehatan dan kualitas

pelayanan. Para kader di Posbindu

Anggrek Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya mengatakan bahwa

kebanyakan Lansia itu sering lupa

dengan jadwal atau aktifitas yang harus

rutin dilakukan oleh Lansia setiap

harinya contohnya yaitu dengan

datangnya Lansia ke Posbindu di setiap

bulannya.

Menurut Tamher (2009) Fungsi

psikologis menunjukkan kemampuan

seseorang untuk mengingat sesuatu hal

yang lalu dan menampilkan informasi

pada suatu cara yang realistik.

Kebutuhan psikologis berhubungan

dengan kehidupan emosional seseorang.

Meskipun seseorang sudah terpenuhi

kebutuhan materialnya, tetapi bila

kebutuhan psikologisnya tidak

terpenuhi, maka dapat mengakibatkan

dirinya merasa tidak senang dengan

kehidupanya, sehingga kebutuhan

psikologi harus terpenuhi agar

kehidupan emosionalnya menjadi stabil.

Berdsarkan hasil pada tabel 4.3

hubungan fungsi psikososial terhadap

aktifitas fisik Lansia di Kelurahan Pasir

Impun Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya kota Bandung menunjukan

bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara fungsi psikososial

terhadap aktifitas fisik hal ini ditunjukan

pada hasil uji statitik p = 0,000 < 0,05.

Dalam hal ini diperkuat oleh Kuntjoro

(2007) menjelaskan bahwa perubahan

dalam peran sosial di masyarakat Akibat

berkurangnya fungsi indera

pendengaran, penglihatan, gerak fisik

dan sebagainya maka muncul gangguan

fungsional atau bahkan kecacatan pada

lansia. Misalnya badannya menjadi

bungkuk, pendengaran sangat

berkurang, penglihatan kabur dan

sebagainya sehingga sering

menimbulkan keterasingan.

Page 9: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

9

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu

mengajak mereka melakukan aktivitas,

selama yang bersangkutan masih

sanggup, agar tidak merasa terasing atau

diasingkan. Karena jika keterasingan

terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan

kadang-kadang terus muncul perilaku

regresi seperti mudah menangis,

mengurung diri, mengumpulkan barang-

barang tak berguna serta merengek-

rengek dan menangis bila ketemu orang

lain sehingga perilakunya seperti anak

kecil.

Hasil penelitian pada tabel 4.4 hubungan

tingkat stres terhadap aktifitas fisik

Lansia di Kelurahan Pasir Impun

Wilayah Kerja Puskesmas Sindangjaya

kota Bandung menunjukan bahwa dari

69 responden 42 Lansia diantaranya

memiliki tingka stress berat yaitu sekitar

(53,6%) dan Lansia yang mempunyai

stress berat ini rata-rata mereka banyak

melakukan aktifitas yang ringan.

Stress yang dialami Lansia kebanyakan

stres berat. Stres berat yaitu stres kronis

yang terjadi beberapa minggu sampai

tahun. Semakin sering dan lama situasi

stress, semakin tinggi resiko kesehatan

yang ditimbulkan (Potter & Perry, 2005)

Dari hasil uji Chi square diperoleh P

value 0,001 < α = 0,05 artinya terdapat

hubungan antara tingkat stres terhadap

aktifitas fisik Lansia di Kelurahan Pasir

Impun Wilayah Kerja Puskesmas

Sindang Jaya Kota Bandung, tetapi tidak

menutup kemungkinan kalau di desa

atau kelurahan lain bahwa adanya

hubungan antara tingkat stres terhadap

aktifitas fisik Lansia.

Lumongga (2009) mengungkapkan,

seseorang yang berusia 60 tahun ke atas

atau lanjut usia akan semakin rentan

mengalami depresi dan gangguan

kesehatan lainnya, sedangkan menurut

Oxman dan Hall (dalam Santrock)

adanya dukungan sosial yang baik, dapat

meningkatkan kesehatan fisik dan

kesehatan mental bagi para lanjut usia.

Sejalan dengan pendapat para ahli

sebelumnya, Getz (dalam Santrock,

2002) mengungkapkan bahwa diantara

banyaknya penyebab depresi pada lanjut

usia, antara lain adalah tingkat kesehatan

yang rendah, kehilangan karena

kematian pasangan dan rendahnya

dukungan sosial yang diterima oleh

lanjut usia tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mahfiroh

dkk (2013) di Panti Sosial Tresna

Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu

Raya, didapatkan bahwa tidak ada

hubungan pola aktivitas dengan tingkat

stres pada lansia yang berada di Panti

Sosial Tresna Werdha. Berdasarkan uji

statistic Spearman Rank menunjukkan

signifikan p value = 0,129 ( p > 0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa pola

aktivitas tidak mempengaruhi tingkat

stres pada lansia yang berada di Panti

Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma.

Penelitian yang sudah dilakukan oleh

peneliti kepada Lansia yang berada di

Kelurahan Pasir Impun Wilayah Kerja

Puskesmas Sindangjaya sebanyak 69

responden menunjukkan bahwa aktifitas

fisik mempunyai hubungan dengan

tingkat stres lansia. Hal ini sejalan

dengan penelitian Indriana dkk (2010)

yang mendapatkan bahwa perubahan

dalam aktivitas sehari – hari yang

menjadi salah satu faktor yang banyak

dipilih sebagai penyebab stres.

Dalam penelitian Rosita (2012) juga

mengatakan bahwa perbedaan

lingkungan akan mempengaruhi faktor

stress lansia dan hal ini akan

berpengaruh pada perilaku yang

dilakukan sehari – hari.

1. Kuisioner

Keterbatasan selanjutnya adalah

kuesioner yang mungkin sangat

banyak dan masih kurang bisa

dipahami baik dari segi Bahasa yang

digunakan maupun dalam

penyusunan kata-kata atau kalimat

yang digunakan oleh peneliti

sendiri.

Page 10: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

10

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

2. Desain penelitian

Keterbatasan yang terjadi yaitu pada

desain penelitian dalam penelitian

ini mengambil desain penelitian

cross sectional, sehingga penelitian

ini terbatas hanya untuk mencari

hubungan antara variabel

independen dengan variabel

dependen saja, dan kurang kuat

dalam penentuan sebab akibat

karena pengambilan data pada

variabel independen dan variabel

dependen dilakukan secara bersama-

sama.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian yang sudah dilakukan

kepada Lansia yang berada di Kelurahan

Pasir Impun Wilayah Kerja Puskesmas

Sindangjaya dengan jumlah responden

sebanyak 69 orang dapat disimpulkan

bahwa :

1. Terdapat hubungan antara faktor

umur dengan aktifitas fisik Lansia

(p value = 0,004).

2. Terdapat hubungan antara fungsi

psikologis terhadap aktifitas fisik

Lansia (p value = 0,004)

3. Terdapat hubungan antara tingkat

stress terhadap aktifitas fisik Lansia

(p value = 0,004)

4. Tidak terdapat hubungan antara

fungsi kognitif dengan aktifitas

fisik Lansia (p value = 0,535).

Saran

1. Terhadap Puskesmas Sindangjaya

Untuk meningkatkan aktifitas fisik

Lansia dalam hal berkunjungan ke

Posbindu, khusunya untuk perawat

yang bekerja di komunitas, maka

perlu di tingkatkannya pemberian

informasi mengenai pentingnya

melakukan aktifitas fisik, yang

misalnya datang dan melakukan

kegiatan di Posbindu dengan cara

pemberian konseling, pemeriksaan

fisik Lansia, melakukan pengobatan

gratis dan penyuluhan melalui

kerjasama dengan kader-kader

Posbindu yang ada di Kelurahan

setempat.

2. Terhadap peneliti selanjutnya

Peneliti mengharapkan untuk

peneliti selanjutnya dapat meneliti

tentang faktor-faktor lain yang

mempengaruhi aktifitas fisik Lansia

antara lain contonya lingkungan

keluarga, lingkungan tempat kerja

dan ritme biologi.

3. Terhadap pendidikan

Hasil peneliti ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk

peneliti selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin & Ulliya. (2008). Perbedaan

Tingkat Depresi Lansia Sebelum

dan Sesudah dilakukan Senam

Bugar Lansia di Panti Wredha

Wening Wardoyo. Ungaran.13

Oktober 2013 [dikutip 20 Mei

2015]. Tersedia dari : URL :

http://ejournal.undip.ac.id/index.p

hp/medianers/article/view/738

Andersen, J.R. (2000). Learning and

Memory, an integrated approach.

New York: John Wiley &

Sons, Inc.

Arikunto, S.(2006). Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta

: Rineka Cipta.

Aziz Aimul, Hidayat. (2007). Metode

Penelitian Keperawatan dan

Tekhnik Analisa Data. Jakarta:

Salemba Medika.

Azwar, S,. (2009). Sikap Manusia, Teori

dan Pengukurannya, Jakarta :

Pustaka Pelajar.

Bandiyah.(2009). Lanjut Usia dan

Keperawatan Gerontik.

Yogyakarta : Nuha Medika

Badan Pusat Statistik. (2010). Data

statistik Lansia. Provinsi Jawa

Barat. http://BPS.JABAR.go.id,

diakses tanggal 30 Mei 2015

Cahyo Ismawati, S.,dkk.(2010).

Posyandu & Desa Siaga. Nuha

Medika.

Page 11: JURNAL FAKTOR-FAKTOR AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA.pdf

11

Jurnal Keperawatan Oleh Yunita Fitri Rejeki,S.Kep-Tahun 2015

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

Deartemen Kesehatan RI, (1992) .

Pedoman pelayanan kesehatan

Jiwa Usia Lanjut . Cetakan kedua.

Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan

medik

Dulmus. (2007). Tentang Faktor Yang

Mempengaruhi dan Aktifitas Fisik

Lansia. Nuha Medika

Evy, 2008. Waspadai Depresi pada

Lansia. http://Creasoft.wort

press/2008/04/depresi-2

Hardywinoto.(2005). Panduan

Gerentologi Tinjauan Dari

Berbagai Aspek. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama

Hawari, H. (2001). Manajemen Stress,

Cemas dan Depresi. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Jonson. P.E. (2005). Religion and

mental health. Journay of

Psychology of Religion. 12(4).

117-125

Keliat.B.A.(2009).Proses Keperawatan

Jiwa. Jakarta. EGC

Kemenkes RI, 2012. Profil Data

Kesehatan Indonesia tahun 2011,

Jakarta. http://www.depkes.go.id,

diakses tanggal 30 Mei 2015

14.00

Kemenkes RI. 2009. Undang- Undang

Tentang Kesehatan, UU No.36

Tahun 2009, LN No. 144 Tahun

2009, TLN No. 5063.

http://www.depkes.go.id,

diakses tanggal 30 Mei 2015

Kuntjoro, Zainuddin (2007), Masalah

Kesehatan Jiwa Lansia.

http://www.e

psikologi.com/epsi/lanjutusia_det

ail.asp?id=182

Indriana, Y. (2008). Gerontologi:

Memahami Kehidupan Usia

Lanjut.Semarang: Penerbit

Universitas Diponegoro.

Luekenotte.A.G. (2000). Gerontologi

Nursing. (2nded). Missouri :

Mosby

Lumongga Lubis Namora (2009),

Depresi Tinjauan Psikologis,

Jakarta, Prenada Media Group.

Notoatmodjo Soekadijo.(2010). Promosi

dan perilaku kesehatan.Jakarta

: rineka cipta

Nursalam. (2009). Konsep dan

Penerapan Metodologi Penelitian

Ilmu Keperawatan. Pedoman

Skripsi, Tesis dan Instrumen

penelitian Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Potter, P.A, Perry, A.G.(2005). Buku

Ajar Fundamental Keperawatan :

Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi

4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata

Komalasari, dkk. Jakarta:EGC.

Ramdani.Savitri.(2008). The Art Positif

Communicating. Yogyakarta :

Bookmarks.

Siti Maryam, (2008). Mengenal Usia

Lanjut Dan Perwatannya. Buku:

Salemba Medika. Jakarta.

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett

Beare.(2006). Buku Ajar

Keperawatan Gerontik, ed

2.Jakarta:EGC

Sriwahyuniati. (2008). “Menjaga

Kesehatan dan Kebugaran Bagi

Lansia Melalui Berolahraga’

Jurnal Kesehatan Bagi Lansia.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Alfabeta.

Tamher.S. & Noorkasiani.(2009).

Kesehatan Usia Lanjut dengan

Pendekatan Asuhan

Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika


Top Related