Download - Jawaban kisi kisi ekonomi (1)
![Page 1: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/1.jpg)
KISI-KISI
1. Pelajari tentang kurva permintaan bengkok/patah dalam struktur pasar
2. Pelajari tentang bagaimana terjadinya perubahan jenis pasar tertentu menjadi jenis pasar
lainnya. Misalnya, sebelumnya pasar monopoli berubah menjadi pasar oligopoli
3. Pelajari kenapa penduduk jepang lebih cinta produk dalam negeri dibandingkan dengan
produk luar negeri
4. Pelajari tentang pasar monopoli PLN tidak bisa menjadi pasar oligopoli
5. Pelajari tentang kapan suatu jenis pasar mengalami keuntungan dan kapan mengalami
kerugian
Penentuan harga output dalam pasar oligopoly yang tidak bergabung (non collusive
oligopoly) dalam model kurva permintaan bengkok atau The Kinked – Demand Model
Jika di dalam pasar oligopoly tidak terdapat kesepakatan diantara produsen
yang terdapat dipasar maka setiap tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan akan
memancing perusahaaan lain. Apabila suatu perusahaan menurunkan harga maka,
perusahaan yang lain juga ikut menurunkan harga, sebab jika ia tidak ikut menurunkan
harga maka ia dapat kehilangan pelanggannya yang beralih pada perusahaaan yang
menurunkan harga produknya. Sebaliknya yang terjadi apabila suatu perusahaan
menaikkan harga produknya maka hal ini tidak akan diikuti oleh perusahaan yang lain
sebab jika perusahaan yang lain ikut menaikkan harga maka ia akan kehilangan banyak
pelanggannya, karena pelanggan akan berpindah menuju perusahaan yang menjual
produk dengan harga murah. Sehingga dapat disimpulkan dari asumsi diatas bahwasanya
“dalam pasar non collusive oligopoly penurunan ataupun kenaikan harga produk
akan mendorong perusahaaan lain untuk ikut menurunkan atau menaikkan harga” .
Dalam hal ini penurunan harga oleh suatu perusahaan yang diikuti dengan perusahaan
yang lain, tetapi aksi menaikkan harga yang cenderung tidak diikuti oleh pesaingnya
mengakibatkan suatu perusahaan menghadapi kurva permintaan yang patah atau
bengkok (The Kinked Demand Curve). Model ini pertama kali dikemukakan oleh
seorang ekonom P. Sweezy pada tahun 1939. Sweezy dalam modelnya menggunakan
kurva permintaan bengkok atau The Kinked-Demand Curve sebagai alat analisanya. The
Kinked Demand Curve , yaitu kurva permintaan untuk mengantisipasi apabila terjadi
kenaikan harga dan kurva permintaan untuk mengantisipasi apabila terjadi penurunan
![Page 2: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/2.jpg)
harga. Pada model ini juga ditegaskan bahwa perubahan pada biaya jarang sekali
diimbangi dengan perubahan pada harga pasar,
dan bila perubahan pada harga pasar benar – benar terjadi dipasar oligopoly cenderung
terjadi dalam skala yang cukup besar. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut
Kurva D1 adalah kurva permintaan yang dihadapi oleh perusahaan oligopoly dengan
asumsi apabila ia merubah ( menaikkan atau menurunkan ) harga maka perusahaan lain
tidak memberikan reaksi terhadap perubahan harga tersebut. Sedangkan kurva D2
merupakan kurva permintaan yang dihadapi pada perusahaan oligopoly dengan asumsi
perubahan harga produk yang dilakukannya akan diikuti oleh perusahaan lain yang ada
dalam industry yang sama. Misalkan perusahaan berada pada tingkat harga mula – mula
Po, jumlah permintaan yangdihadapi adalah sebayak Qo. Jika perusahaan tersebut
menurunkan harga produknya, maka jumlah permintaan akan suatu produk tersebut
akan bertambah. Seandainya penurunan harga Po ke P1 tersebut tidak diikuti oleh
perusahaan lain maka permintaan yang di hadapinya akan bertaabah sebesar Qa. Namun
apabila perusahaan – perusahaan lain dalam pasar oligopoly tersebut ikut menurunkan
harga seperti yang telah di lakukan oleh perusahaan pertama maka permintaan output
yang dihadapi hanya cukup pada Qb. Kenaikan ini hanya disebabkan oleh substitution
effect dan income effect dari pelanggannya.
![Page 3: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/3.jpg)
Sebaliknya jika yang terjadi adalah suatu perusahaan berusaha menaikkan harganya
sebesar P2, sedangkan perusahaan lain tidak ikut dalam menaikkan harga atas produknya
yang dijual dan perusahaan lain itu tetap menjualnya dengan harga Po maka perusahaan
pertama ini akan banyak mengalami kehilangan pelanggan dan jumlah barang yang
dapat dijual hanya mampu bertahan pada Qd. Akan tetapi, jika perusahaan yang lain ikut
manaikkan harga , maka ia hanya akan mampu menjual jumlah output pada Qc,
meskipun resiko ia akan kehilangan konsumen atau pelanggan masih tetap terjadi.
Dengan asumsi bahwa suatu perusahaan tidak ingin kehilangan pelanggannya dan
senang ketika mendapat pelanggan yang baru maka perusahaan oligopoly tersebut akan
berperilaku sebagai berikut:
1. Mereka akan ikut menurunkan harga apabila ada perusahaan yang lain
didalam pasar yang ikut menurunkan harganya, sehingga ia tidak akan
kehilangan pelanggannya.
2. Mereka tidak akan ikut menaikkan harga, apabila perusahaan yang lain
menaikkan harga dari produk yang mereka jual. Karena apabila mereka
tidak ikut menaikkan hrga maka mareka akan mendapat tambahan
pelanggan dari perusahaan pertama yang telah menaikkan harga tersebut.
Maka berdasar asumsi tersebut diatas maka kurva permintaan dari perusahaan
oligopoly adalah berupa kurva bengkok (The Kinked Demand Curve) seperti yang
telah ditunjukkan oleh kurva d b D2 pada gambar diatas.
MODEL KURVA PERMINTAAN BENGKOK ( THE KINKED DEMAND CURVE)
SOAL !!
Misalnya seorang produsen oligopoly (non collusive oligopoly) apabila ia
menaikkan harga produk yang dijualnya , maka kurva yang dihadapinya
mempunya fungsi : Q1 = 280 – 40P1 atau P1 = 7 – 0,025Q1. Dan untuk
penurunan harag, fungsi permintaannya : Q2 = 100 10P2 atau P2 = 10 – 0,1Q2.
Dimana Q = output , dan P = harag dalam milyar rupiah. Jika fungsi biaya
produksi totalnya adalah : TC = 2Q + 0.025Q2 , maka :
a. Berapakah jumlah output yang terjual dan harga penjualan output
produsen oligopoly ?
![Page 4: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/4.jpg)
b. Karena produsen non collusive oligopoly menghadapi kinked demand
curve, maka berapakah batas atas dan batas bawah dari terputusnya
MR?
PENYELESAIAN :
a. Patahan kurva terjadi pada titik potong antara kurva demand D1 dan
D2. Sehingga pada titik potong tersebut akan diperoleh Q1=Q2=Q dan
D1=D2. Dan jika P1=P2, sehingga : 7 – 0,025Q = 10 – 0,1Q atau 0,075 =
32
Q = 3 : 0,075 = 40 unit,
P1 = 7 – 0,025 (40) = 6 M,
P2 = 10 – 0,1 (40) = 6 M.
b. Batas atas dan batas bawah dari terputusnya kurva MR yang
diskontinyu.
MR1=dTR1/dQ1
Karena TR1= P1 . Q1 = ( 7 – 0,025Q1)Q1 = 7Q1 – 0,025Q1 maka :
MR1=7 - 0,025Q1 ,
MR2=dTR2/dQ2
Karena TR2= P2 . Q2 = ( 10 – 0.1Q2)Q2 = 10Q2 – 0,1Q22 maka :
MR2=10 – 0,2Q2
Jadi, MR1= 7 – 0,05 (40) = 7 – 2 = 3 M, dan
MR2= 10 – 0,2 (40) = 10 – 8 = 2 M.
Faktor pertama, adanya kesadaran dari para pengusaha dan produsen Jepang untuk selalu berinovasi dan lebih kreatif. Kesadaran inilah yang menjadikan produk-produk dalam negeri Jepang selalu memiliki daya saing dan daya tawar di pasar mereka sendiri dan juga di pasar
![Page 5: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/5.jpg)
luar negeri.
Hal ini dikuatkan oleh pendapat Peneliti Senior Institute of Developing Ecomomics Japan External Trade Organization (IDE-Jetro) Yuri Sato. Menurutnya, inovasi merupakan salah satu kunci keberasilan ekonomi Jepang.
Menurut Yuri Sato, inovasi tidak mesti berwujdu sebuah karya atau temuan baru, tapi bisa berupa hasil modifikasi produk yang sudah ada dengan ciri khas tersendiri yang mempertimbangkan faktor kualitas, fungsi, dan harga.
Pelajaran menariknya, Jepang sangat menghargai setiap inovasi yang muncul. Tak heran, bila bukan hanya kalangan peneliti dan pengusaha saja yang mengajukan paten atau inovasi produknya, tetapi juga masyarakat biasa, bahkan seorang ibu rumah tangga pun mendaftarkan paten atas resep modifikasi yang berasil diraciknya.
Melihat gerekan tersebut, Pemerintah Jepang pun tak tinggal diam. Pemerintah terlibat aktif mendukung gerakan ini dengan memberikan berbagai fasilitas intensif fiskal maupun pajak. Setali tiga uang, sejumlah lembaga pembiayaan dan perbankan di Jepang pun tak ketinggalan dalam mendukung gerakan ini dengan memberi kemudahan-kemudahan fasilitas kredit modal kerja.
Soal hambatan, kesuksesan Jepang dalam membudayakan cinta produk dalam negeri pun tak luput dari persoalan. Pada awalnya banyak pula produk dalam negeri Jepang yang gagal melakukan inovasi dan jeblok di pasar. Namun, lagi-lagi masyarakat tak pernah putus asa dan senantiasa pantang menyerah untuk terus menemukan produk-produk unggulan yang tidak hanya murah, berkwalitas, tetapi fungsinya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Jepang.
Faktor kedua adalah karena masyarakat Jepang secara umum sudah ter-edukasi untuk lebih memilih produk lokal demi kepentingan ekonomi nasional mereka. Dalam kamus mereka, semurah apapun harga produk asing tidak boleh dibeli dan harus tetap membeli produk lokal sejenis meski harganya lebih mahal. Pasalnya, membeli produk asing sama halnya dengan memperkaya negeri orang lain dan merugikan negeri mereka sendiri.
Kesadaran itu terbukti dengan tidak lakunya sejumlah produk china yang masuk ke Jepang, baik itu produk-produk elektronik maupun lainnya. Bahkan, ketika produk-produk China
![Page 6: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/6.jpg)
yang dikenal murah itu masuk ke pasar-pasar tradisional yang berkonsumen masyarakat menengah ke bawah pun nyaris tidak laku sama sekali.
Ketiga, adanya kesadaran dari para produksen dan pengusaha Jepang untuk selalu menghargai loyalitas para konsumen dalam negeri mereka dengan selalu melakukan perbaikan mutu dan peningkatan kualitas pelayanan.
Bicara soal pelayanan, boleh dibilang budaya pelayanan Jepang nyaris belum bisa disaingi oleh negara-negara lain. Bahkan, soal pelayanan terhadap konsumen ini sudah menjadi bagian dari jati diri dan integritas mereka. Ini terbukti dengan sering terdengarnya kabar pengunduran diri para pembesar sebuah perusahaan Jepang ketika merasa dirinya gagal memberikan pelayanan terbaik kepada konsumennya.
Kita tentu masih ingat dengan tersiarnya kabar permintaan maaf esekutif tertinggi sekaligus pemilik brand Toyota kepada masyarakat China akibat kegagalan produk mobil RAV4 yang mengalami gangguan pada pedal gas. Bahkan, permintaan maaf itu langsung diiringi dengan penarikan produk-produk tersebut dan kunjungan bos Toyota ke China untuk meminta maaf secara terbuk kepada masyarakat China.
Inilah nilai yang perlu diusung dan dihayati oleh para pengusaha dan industriawan dalam negeri kita agar produk-produk lokal Indonesia bisa mendapat hati para konsumen domestik yang kian menjanjikan.
Dengan belajar dari Jepang, kampanye cinta produk Indonesia niscaya bakal membawa kepada kesejahteraan bersama. Sebab, membeli produk dalam negeri adalah suatu cara membantu negara ini untuk menjadi bangsa yang besar.
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
![Page 7: Jawaban kisi kisi ekonomi (1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082316/58ed24411a28ab863e8b4567/html5/thumbnails/7.jpg)
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.