Download - ISI Tutorial Lingkungan Lengkape
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Mall versus Tempat Pendidikan dan Pasar
Pembangunan Mall,
bagaimana dengan lokasi dan keadaan sekitar ….?
Di kota Banjarmasin Duta Mall telah dibangun dan beroperasi sesuai
dengan rencana ownernya. Bahkan direncanakan akan ditambah jumlah lantainya
untuk keperluan hotel dan apartemen. Di sudut depan DM ini terletak sebuah
SDN yang telah ada sejak zaman Belanda, bahkan kalau dilacak lebih jauh
mungkin termasuk SD pertama di Banjarmasin (SDN Melayu XII – nama
sebelumnya SDN Empu Tantular). Posisi DM juga akan bersebelahan dengan
Fakultas Kedokteran UNLAM yang sedang dalam tahap
penyelesaian.pembangunan FK UNLAM ini sudah sejak dulu direncanakan
peruntukkannya, mengingat UNLAM memang punya lahan di sana, dan lokasinya
yang berdekatan dengan RSU Ulin. Selain itu, sebagaimana diketahui, DM
mengahadap Jl. A. Yani, sementara bagian belakangnya adalah Jl. Veteran (di sini
ada SMPN VI) dan tidak begitu jauh dari Pasar Kuripan. DM memang telah ada
dengan segala dampaknya. Namun, andaikata belum dibangun, di mana sebaiknya
posisi DM?
B. ANALISA KASUS
1. Langkah 1 (Klarifikasi / Identifikasi Istilah)
a. Owner
1
b. Crowding (Kesesakan)
c. Density (Kepadatan)
d. Mall
e. Tempat Pendidikan
f. Pasar
Kata Kunci : Tata Ruang Kota - Pembangunan Mall
2. Langkah 2 (Membuat Daftar Masalah)
a. Mengapa ada banyak keluhan masyarakat tentang pembangunan Duta
Mall?
b. Mengapa Duta Mall dibangun didaerah tersebut?
c. Mengapa owner ingin menambah fasilitas lagi di Duta Mall, padahal
sudah banyak keluhan tentang Duta Mall tersebut?
d. Bagaimana cara mengatasi dampak dari yang ditimbulkan Duta Mall?
e. Apakah pembangunan Duta Mall mempengaruhi identitas kotanya?
f. Jika Duta Mall belum dibangun, di manakah letak Duta Mall
sebaiknya?
3. Langkah 3 (Menganalisis masalah)
a. Identifikasi istilah
1. Owner adalah orang yang memiliki/mempunyai sesuatu.
2. Crowding (Kesesakan) adalah respon subjektif dari individu akibat
dari kepadatan.
3. Density (Kepadatan) adalah suatu keadaan di mana kapasitas
individu melebihi kapasitas sebuah ruangan / tempat.
4. Mall adalah pusat perbelanjaan modern.
5. Tempat pendidikan adalah tenpat untuk menuntut ilmu
6. Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli dan
terjadi traksaksi tawar menawar.
2
b. Pemecahan daftar masalah
1. Mengapa ada banyak keluhan masyarakat tentang pembangunan
Duta Mall?
Jawaban :
a. Menimbulkan kemacetan
b. Mempengaruhi keamanan individu
c. Terganggunya aktivitas pendidikan
d. Menimbulkan kebisingan
e. Menimbulkan polusi udara
2. Mengapa Duta Mall dibangun didaerah tersebut?
Jawaban :
Karena letak Duta Mall yang strategis, dekat dengan pusat kota
sehingga menguntungkan secara ekonomis.
3. Mengapa owner ingin menambah fasilitas lagi di Duta Mall,
padahal sudah banyak keluhan tentang Duta Mall tersebut?
Jawaban :
a. Keuntungan finansial
b. Peluang bisnis yang tinggi
c. Banjarmasin masih belum memiliki apartemen
4. Bagaimana cara mengatasi dampak dari yang ditimbulkan Duta
Mall?
Jawaban :
a. Dibangun mall lagi di tempat lain, sehingga akses untuk
masyarakat jika ingin ke mall, tidak hanya ke Duta Mall.
b. Konsultasi dengan pihak – pihak terkait : misalnya psikolog
lingkungan, arsitektur, stakeholder (pemerintah)
3
5. Apakah pembangunan Duta Mall mempengaruhi identitas kotanya?
Jawaban :
Ada, karena sebuah kota besar seperti Banjarmasin memang
seharusnya mempunyai mall.
6. Jika Duta Mall belum dibangun, di manakah letak Duta Mall
sebaiknya?
Jawaban :
a. Dilahan yang kosong
b. Strategis tempatnya
c. Tidak dekat dengan tempat pendidikan
d. Di lahan yang tidak terlalu padat dan sesak
e. Di luar kota Banjarmasin
3. Langkah 4 (Mendaftar semua penjelasan terhadap poin 3
diatas secara sistematis lalu meringkas problem tree)
4
Tata kota - Pembangunan Mall
Fungsi dan Manfaat Mall
Lokasi dan Tempat yang tepat untuk Pembangunan Mall
Dampak dari Pembangunan Mall
Duta Mall di Banjarmasin
Fungsi dan Manfaat dari Duta Mall
Dampak dari Pembangunan Mall
Penanganan untuk Duta Mall
Positif Negatif
KepadatanKesesakan kebisinganDampak bagi tempat disekitar Duta Mall
Identitas Kota
4. Langkah 5 (Menetapkan sasaran belajar)
Sasaran belajar adalah sebagai berikut :
a. Apakah definisi tata ruang kota – pembangunan mall?
b. Apakah fungsi dan manfaat dari pembangunan mall?
c. Apakah dampak dari pembangunan mall?
d. Di manakah letak yang tepat untuk pembangunan mall?
e. Bagaimanakah penanganan untuk pembangunan mall yang
bermasalah?
5
BAB II
PEMBAHASAN
TATA RUANG KOTA - PEMBANGUNAN MALL
Tinjauan kasus berdasarkan sasaran belajar yang mengacu pada pustaka
yang relevan dengan kasus.
A.Definisi Tata Ruang Kota
Ruang adalah wadah keseluruhan yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, dengan interaksi
system sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial,
ekonomi dan budaya) dengan ekosistem (sumber daya alam dan sumber
daya buatan) berlangsung. Tata ruang adalah wujud struktural dari pola
pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dari
pola pemanfaatan ruang dan yang dimaksud dengan wujud struktural
pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona
lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara
hirarki dan terstruktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk
tata ruang, meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan,
prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal dan sebaiknya. Ruang
dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang
meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya)
dengan ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung.
Interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling
menguntungkan berbagai pihak yang ada karena adanya perbedaan
kemampuan, kepentingan dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang
akumulatif.
6
Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara
keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman
terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan
dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. Penataannya perlu
didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam, perkembangan
kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan
saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masa yang akan datang. Upaya
pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini dituangkan dalam
suatu kesatuan rencana tata ruang. ada dua komponen utama yang
membentuk tata ruang , yakni wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang.
Sebagai suatu keadaan, tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang
bukan semata menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hirarkis, baik
antar kegiatan maupun antar pusat, akan tetapi juga menggambarkan mutu
komponen penyusunan ruang. Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh
terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan pemanfaatan ruang
yang mengindahkan faktor daya dukung lingkungan, fungsi lingkungan,
lokasi, dan struktur (keterkaitan jaringan infrastruktur dengan pusat
permukiman dan jasa).
Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya
kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling
berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan
dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem
jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan
dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga
dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu
untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.
7
Jadi, tata ruang kota adalah wujud penataan suatu ruang dalam
wilayah perkotaan agar memberikan suatu kesejahteraan dan kenyamanan
bagi warga dan kota tersebut. Apabila dikaitkan dengan kasus, tata ruang
kota – pembangunan mall perlu diperhatikan keseimbangannya agar saling
menguntungkan berbagai pihak yang ada. Tata ruang kota (dalam hal ini
kota Banjarmasin – untuk pembangunan mall) perlu ditata agar dapat
memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang
nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.
Penempatan pembuatan mall dalam hal ini perlu memperhatikan tempat-
tempat pendidikan disekitarnya (terutama tempat bersejarah) serta pasar.
B.Definisi Pembangunan Mall
Pembangunan adalah suatu perencanaan pembuatan suatu ruangan
yang bermanfaat.
Mall adalah suatu tempat perbelanjaan modern yang menyediakan
berbagai macam fasilitas. Ditambahkan pula oleh Geni (2004) bahwa mall
adalah salah satu fasilitas perdagangan yang menyediakan pemenuhan
kebutuhan dan keinginan manusia akan barang-barang menjadi sesuatu yang
lebih kompleks yaitu sebagai fasilitas yang memberikan hiburan serta
menggabungkan keanekaragaman fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk
memberikan pelayanan pada masyarakat.
Jadi pembangunan mall adalah suatu perencanaan pembuatan
suatu tempat perbelanjaan modern yang menyediakan berbagai macam
fasilitas yang bermanfaat serta memberikan hiburan dan menggabungkan
fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk memberikan pelayanan pada
masyarakat.
8
Kata Kunci dari skenario kasus ini adalah Tata Ruang Kota –
Pembangunan Mall karena yang menjadi topik dari kasus ini adalah
pembangunan suatu mall di Banjarmasin yang membuat ada keluhan-
keluhan dari masyarakatnya dan juga mall tersebut letaknya berdekatan
dengan tempat pendidikan dan fasilitas publik lainnya sehingga dapat
ditinjau dari tata ruang kota dan aspek psikologis dari pembangunan mall
tersebut.
C. Fungsi dan Manfaat Mall
Fungsi mall adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sarana coping, misalnya dapat menjadi tempat untuk bersantai,
melepas lelah, dan untuk menghilangkan stress dan refreshing karena di
suatu mall terdapat berbagai fasilitas yang dapat “memanjakan” diri.
2.Self of belongness (menjadi tempat piknik dan bermain dengan keluarga dan
anak-anak). Karena dalam suatu mall terdapat juga arena bermain untuk
anak-anak yang dapat menjadi tempat untuk mempererat hubungan
kekeluargaan.
3.Self actualization, yaitu dapat menjadi tempat untuk bertemu, berkumpul,
berdiskusi, berbelanja bersama teman-teman atau aktifitas dan kreativitas
lainnya.
Berdasarkan skenario kasus, Duta Mall sebagai satu-satunya Mall di
Kalimantan Selatan memiliki fungsi sebagai berikut :
1)Sebagai tempat untuk sarana coping, misalnya menghilangkan stres dan
refreshing. Duta Mall telah dilengkapi fasilitas yang memadai yang dapat
“memanjakan” diri dan menghilangkan stres seperti fasilitas XXI dan
juga family karaoke ataupun salon-salon ternama yang ada di Duta Mall.
9
2)Self of belongness, yang mana Duta Mall juga telah dilengkapi sarana
bermain anak-anak seperti Amazone.
3)Self actualization, Duta Mall juga sebagai tempat berkumpul, bertemu
ataupun berdiskusi sebagai tempat yang refrentatif sambil bersantai
misalnya di food court yang ada di Duta Mall ataupun sarana untuk
kreativitas yang mana biasanya setiap ada event-event besar Duta Mall
juga melakukan event yang terletak di Lantai Dasar Duta Mall seperti
event modeling atau singing contest.
Selanjutnya apabila kita telaah kembali mengenai definisi dari mall, Duta
Mall sebagai satu-satunya Mall di Kalimantan Selatan juga memiliki
fungsi sebagai tempat hiburan, memenuhi kebutuhan psikologis individu
(kenyamanan, coping, relaksasi), sebagai temapt berkumpul bersama
keluarga.
Manfaat mall adalah sebagai berikut :
1. Menjadi salah satu komponen kota yang menyediakan fasilitas untuk
kepentingan keluarga dan masyarakat sekitar yang mempunyai nilai
sosial, edukatif, dan ekonomi.
2. Mempunyai peranan penting sebagai identitas kota. Banjarmasin sebagai
salah satu kota besar di Indonesia, sudah sepantasnya memiliki sebuah
mall sebagai tempat yang representatif untuk hiburan dan pusat
perbelanjaan modern.
Berdasarkan skenario kasus Duta Mall telah memberikan manfaat untuk
masyarakat sekitarnya yaitu sebagai berikut :
1. Komponen kota yang menyediakan berbagai fasilitas yang memiliki
nilai sosial, edukatif, dan ekonomi. Nilai sosialnya adalah sebagai
tempat berkumpul, nilai educative adalah sebagai ajang kreativitas
10
dan juga fasilitas yang merupakan bernilai pendidikan seperti
Gramedia, Karisma, dll. Nilai ekonomi adalah Duta Mall sebagai
tempat yang refresentatif untuk berbelanja dengan harga yang sama
dengan harga di pasar seperti HyperMart.
2. Duta Mall juga sebagai identitas dari Kota Banjarmasin sebagai Ibu
Kota Propinsi Kalimantan Selatan, yang mana terdapat streotipe dari
masyarakat yang ada di kota lain di Kalimantan Selatan, yaitu “ Tidak
ke Banjarmasin jika tidak mengunjungi Duta Mall”.
D.Dampak
Dampak dari pembangunan mall :
1.Dampak positif
Dampak posititf dari pembangunan mall adalah tercapainya fungsi
dan manfaat dari sebuah mall.
Berdasarkan skenario kasus dan kenyataan di lapangan tersebut,
Duta Mall telah memberikan dampak positif bagi konsumen dengan
memenuhi fungsi dan manfaatnya seperti sebuah mall.
2.Dampak negatif
Dampak negatif dari pembangunan sebuah mall adalah kepadatan,
kesesakan, kebisingan, dan juga berdampak pada fasilitas publik
disekitarnya.
a. Kepadatan
Kepadatan adalah suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila
jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak
dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
11
Skenario kasus yaitu tentang Duta Mall memberikan dampak
negatif yaitu kepadatan, di mana area tempat berdirinya Duta Mall sudah
sangat padat dibandingkan luas ruangannya. Kepadatan yang terliat
adalah lahan parkir yang penuh dengan kendaraan pengujung.
Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan
(dalam Sarwono, 1992) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori,
yaitu :
1. Kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan
diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu
tetap
2. Kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu
ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan
sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan
bertambahnya individu.
Altman (dalam Sarwono, 1992) membagi kepadatan menjadi :
1. Kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang
berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di
dalam rumah dan kamar.
2. Kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada
pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim
di suatu wilayah pemukiman.
Berdasarkan skenario kasus ini, dikategorikan sebagai kepadatan
sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi
dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan
kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu. Duta Mall
khususnya lahan parkir mengalami kepadatan sosial di mana lahan parkir
12
sudah tidak dapat diperluas lagi sedangkan individu yang berkunjung
semakin banyak setiap harinya khususnya hari libur.
Akibat Kepadatan Tinggi
Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat
menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,
dalam Sarwono, 1992). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam
Sarwono, 1992), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat
menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku
masyarakat.
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan
akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara
fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak
jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan
McFarling,1978).
Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi
dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja
(Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
1. Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas,
stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
2. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung
menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
(Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan
individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang
13
membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher
dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan
individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan
frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku
agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).
Jadi, berdasarkan skenario kasus ini kepadatan yang terjadi di
Duta Mall dan area sekitar Duta Mall memberikan dampak negatif yaitu
dapat mengakibatkan stres, perasaan negatif, mempengaruhi suasana
hati, kecemasan, serta agresi dan menimbulkan perasaan kesesakan.
b. Kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses
interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya
dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaaan pengertian antara
crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) kadang-kadang
keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran
secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. Menurut
Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan
kesesakan memiliki hubungan yang erat kerena kepadatan merupakan
salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-
satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi
dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling,
1987; Holahan, 1982).
Jadi kepadatan yang terjadi di area Duta Mall mengakibatkan
kesesakan bagi sebagian individu yang merasakannya, tetapi kesesakan
ini adalah respon subjektif dari individu, sehingga tidak semua orang
yang merasakannya.
14
Teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga
model teori, yaitu : Beban Stimulus, Kendala Perilaku, dan Teori Ekologi
(Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).
Model Beban Stimulus, yaitu : kesesakan akan terjadi pada
individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut
tak mampu lagi memprosesnya.
Model Kendala Prilaku, yaitu : menerangkan kesesakan terjadi
karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa
terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan
individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap
kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu
suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan
untuk memiliih.
Model Teori Ekologi, yaitu : membahas kesesakan dari sudut
proses sosial.
1. Teori Beban Stimulus
Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa
kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi
kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau
informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan
bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta
aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan
sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya
informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti:
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
15
b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
d. Terlalu banyak mitra interaksi.
e. Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.
2. Teori Ekologi
Menurut Micklin (dalm Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat
umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku
memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan
lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan
individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga,
menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan
sosial.
3. Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila
kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi
aktivitas individu dalam suatu tempat.
Menurut Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila
faktor-faktor dibawah ini muncul secara simultan:
1. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :
a. Faktor-faktor situsional, seperti kepadatan ruang yang tinggi
dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan
perilaku yang terbatas.
b. Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan
rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang
16
didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan
sebagainya.
c. Kondisi interpersonal, sepwerti gangguan sosial, ketidak
mampuan memperoleh sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan
lainnya.
2. Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stress,
kekacauan pikiran, dan persaan kurang enak badan.
3. Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal
dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stress atau dalam
mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang
atau lama.
Faktor-Faktor yang Mempengaharui Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengarui kesesakan yaitu : personal,
sosial, dan fisik.
1. Faktor Personal
Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman,
dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial
Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami
lebih banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui
oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang
lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk kedaan akibat kesesakan.
Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
a) Kehadiran dan perilaku orang lain.
17
b) Formasi koalisi.
c) Kualitas hubungan.
d) Informasi yang tersedia.
3. Faktor Fisik
Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983)
mengemukakan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor
yang juga mempengaharui kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor
situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan,
tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional tersebut antara
lain :
a) Besarnya skala lingkungan.
b) Variasi arsitektural.
Dampak dari Kesesakan
Dampak kepadatan dan kesesakan bagi manusia adalah sebagai berikut
(Holahan, dalam Sarwono, 1992) :
1. Dampak pada Penyakit atau Patologi Sosial
a. Reaksi fisiologik, misalnya peningkatan tekanan darah.
b. Penyakit fisik, seperti psikosomatik.
c. Patologi sosial misalnya meningkatnya kejahatan dan kenakalan.
2. Dampak pada Tingkah laku Sosial
a. Agresi
18
b. Menarik diri dari lingkungan sosial tersebut
c. Berkurangnya tingkah laku menolong
3. Dampak pada Hasil Usaha dan Suasana Hati
a. Hasil usaha menurun.
b. Suasana hati (mood) cenderung lebih murung.
Jadi, dampak yang ditimbulkan dari kepadatan dan kesesakan
yang terjadi di area Duta Mall dapat meningkatkan patalogi sosial seperti
kejahatan dan agresi, serta suasana hati yang cenderung lebih murung.
c. Kebisingan
Kebisingan menurut Sarwono (1992) ada tiga factor yang menyebabkan
suara secara psikologis dianggap bising, yaitu volume, perkiraan, dan
pengendalian.dari faktor volume menyatakan bahwa suara yang semakin keras
akan dirasakan mengganggu.
Dampak dari kebisingan pertama sekali tentunya akan menganggu alat
pendengaran. Gangguan ini bisa bersifat sementara mapun permanen. Akibat
kebisingan terhadap kesehatan fisik secara umum dapat meningkatkan tekanan
darah, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Sedangkan terhadap kesehatan
mental dapat menimbulkan sakit kepala, rasa mual, bahkan impotensia seksual
( Cohen, 1997 dan Miller 1974 dalam Fisher et al, 1984: 115).
Holahan membedakan pengaruh kebisingan terdapat kinerja manusia
menjadi empat efek, tiga diantaranya adalah efek fisiologis, efek kesehatan, dan
efek perilaku. Ia juga mengatakan bahwa hasil penelitian laboratorium
menunjukkan bahwa kebisingan secara fisiologis dapat menjadi penyebab reaksi
fisiologis sistemik yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stres. Pada efek
kesehatan ia melihat bahwa kebisingan yang dibiarkan saja kita terima dalam
intensitas tinggi dan dalam jangka waktu yang panjang ternyata dapat menjadi
19
penyebab kehilangan pendengaran yang berarti. Terdapat hubungan antara
kebisingan dengan aspek-aspek fisik dan kesehatan mental, seperti sakit kepala,
kegelisahan, dan insomnia.
Efek kebisingan yang ketiga yang akan dibahas adalah efek perilaku.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebisingan yang tidak disukai telah
mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku social.
Jadi, kebisingan yang dimaksudkan adalah kebisingan akibat adanya
Duta mall yang berdampak pada tempat-tempat disekitarnya seperi sekolah,
rumah sakit, area penduduk.
d. Dampak bagi tempat-tempat disekitarnya
1.Tempat pendidikan
Duta Mall terletak di antara beberapa tempat pendidikan, seperti
SDN Melayu, SMPN 6 dan Fakultas kedokteran UNLAM. Duta Mall
memang memberikan dampak positif bagi pelajar dan mahasiswa tersebut
untuk refreshing dari pelajaran yang didapatkan di sekolah, tetapi Duta
Mall juga memberikan dampak negatif misalnya membuat kemacetan di
sekitar tempat pendidikan, kepadatan, dan kebisingan sehingga dapat
mengganggu proses belajar mengajar.
2.Pasar tradisional
Pembangunan mall perlu diimbangi dengan perlindungan
pemerintah kepada para pedagang pasar tradisional. Sebab, pedagang kecil
semakin terancam oleh mall, karena mereka (mall) menawarkan barang
kebutuhan dengan cara ritel dengan harga murah juga lengkap dengan
banyak varian. Selain itu, suasana nyaman dan bersih tentu saja menggeser
minat orang terhadap pasar tradisional yang becek (wet market) dan
pengap. Oleh karena itu, perlu penguatan dan perlindungan terhadap
aktivitas niaga perdagangan kecil pasar tradisional
20
Pengusaha-pengusaha kecil termasuk home industry harus berpontang-
panting bersaing dengan produk luar negeri yang banyak dijajakan di mall.
Lama kelamaan, usaha ini akan kembang kempis dan akan hancur.
Rakyat kecil (PKL, pedagang asongan, pengamen, dll) akan mulai
tersingkirkan. Selain permasalahan mata pencaharian tersebut, dari segi
budaya, dengan adanya pengembangan mall dan tergusurnya pasar
tradisional, maka terkikisnya budaya lokal yaitu hubungan sosial berupa
relasi antar manusia ; antar penjual dan pembeli. Hubungan seperti ini
tidak terjadi di mall, yang terjadi hanyalah hubungan yang sifatnya
ekonomis dan komersil sehingga melahirkan relasi manusia yang anonym.
Berdasarkan skenario kasus dan fakta di lapangan, Duta Mallitu
letaknya dekat juga dengan pasar tradisional seperti Pasar Kuripan.
Dampak bagi pasar tradisonal belum terlihat jelas karena sebagian besar
penduduk Banjarmasin masih sering berbelanja di pasar tradisonal.
3.Fasilitas publik.
a. Bertambahnya titik kemacetan
Titik kemacetan di area sekitar Duta Mall ini sering terjadi pada hari
libur, sehingga menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan bagi
pengguna jalan lainnya.
b. Berkurangnya Fasilitas Publik.
Apabila pembangunan itu dilakukan pada fasilitas yang
biasanya dipakai untuk publik, maka tentunya akan mengurangi
keberadaan fasilitas publik yang sudah bertahun-rahun dipergunakan.
Dan ini jangan sampai hanya didasarkan pada permasalahan bisnis
semata.
Banyak mall yang didirikan di lahan hijau ataupun fasilitas publik
yang hijau bahkan yang seharusnya diperuntukkan sebagai wilayah
21
atau saran pendidikan dirubah menjadi mall. Sehingga melahirkan
dampak ekologis dan sosiologis bahkan tidak ramah lingkungan
terlebih lagi seharusnya ada konversi lahan hijau untuk mengganti
lahan yang digunakan sebagai bangunan mall.
E. LETAK PEMBANGUNAN MALL YANG TEPAT
Tempat direncakannya pembangunan mall sebelum Duta Mall yang
ada di pusat kota Banjarmasin tersebut dibangun diperhitungkan yaitu di
Gambut ± KM. 15 (dekat Lion Star dan Kedaung). Alasan penempatan
tersebut dikarenakan :
a. Lahan masih kosong
b. Tingkat kemacetan masih rendah
c. Dekat dengan rencana terminal pusat Kalimantan Selatan.
d. Diperkirakan dan berdasarkan pertimbangan tempat tersebut
kedepannya sangat menguntungkan dan strategis
e. Jauh dari tempat pendidikan dan bangunan bersejarah.
f. Walaupun gambut adalah kondisi lahan rawa-rawa, bukan suatu
alasan bahwa tempat tersebut tidak dapat dibangun suatu mall, karena
bercermin dari kemajuan teknologi dan kemajuan arsitektur zaman
sekarang sebuah mall bahkan disertai dengan apartement dapat
dibangun dilahan tersebut, contohnya adalah di dubai yang dibangun
ditengah laut sekalipun.
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bagian pembahasan,
ditemukan bahwa kasus tersebut merupakan kasus mengenai tata ruang kota –
pembangunan mall. Tata ruang kota adalah wujud penataan suatu ruang dalam
wilayah perkotaan agar memberikan suatu kesejahteraan dan kenyamanan bagi
warga dan kota tersebut. Apabila dikaitkan dengan kasus, tata ruang kota –
pembangunan mall perlu diperhatikan keseimbangannya agar saling
menguntungkan berbagai pihak yang ada. Tata ruang kota (dalam hal ini kota
Banjarmasin – untuk pembangunan mall) perlu ditata agar dapat memelihara
keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap
manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.
Penempatan pembuatan mall dalam hal ini perlu memperhatikan
tempat-tempat pendidikan disekitarnya (terutama tempat bersejarah) serta
pasar. Selain itu, penataan tersebut perlu dilakukan untuk menghindari
dampak negatif dari pembangunan sebuah mall yaitu kepadatan, kesesakan,
kebisingan, dan juga berdampak pada fasilitas publik disekitarnya.
Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, Duta Mall ternyata
juga dapat memberikan fungsi bagi individu diantaranya yaitu sebagai tempat
untuk sarana coping, misalnya menghilangkan stres dan refreshing. Duta Mall
telah dilengkapi fasilitas yang memadai yang dapat “memanjakan” diri dan
menghilangkan stres seperti fasilitas XXI dan juga family karaoke ataupun
salon-salon ternama yang ada di Duta Mall. Selanjutnya apabila kita telaah
kembali mengenai definisi dari mall, Duta Mall sebagai satu-satunya Mall di
Kalimantan Selatan juga memiliki fungsi sebagai tempat hiburan, memenuhi
kebutuhan psikologis individu (kenyamanan, coping, relaksasi), sebagai temapt
berkumpul bersama keluarga.
23
B. SARAN MENYIKAPI PERMASALAHAN DUTA MALL DI
BANJARMASIN
Berdasarkan analisis kasus yang telah diuraikan tersebut berdasarkan
teori-teori yang relevan, maka untuk menyikapi permasalahan Duta Mall di
Banjarmasin direncakanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Ditambahnya pembuatan lahan parkir. Apabila melihat kasus-kasus
kemacetan yang ada, maka sebaiknya pihak owner dapat meningkatkan
fasilitas lahan parkir bagi pengunjung Duta Mall. Apalagi melihat
kedepannya akan ditambahkan apartemen di Duta Mall, maka sebaiknya
pertimbangan untuk pembuatan lahan parkir harus diperhitungkan.
Pembuatan lahan parkir harus menjadi perhatian utama bagi pihak owner
dikarenakan melihat fenomena yang ada, apabila lahan parkir di Duta Mall
habis terisi, maka kebanyakan pengunjung rela untuk menunggu parkir
kosong di depan atau panggiran pintu masuk utama Duta Mall, dan hal ini
tentu saja mengakibatkan kemacetan total di wilayah bagian tersebut.
2. Di bangun cabang Duta Mall baru. Hal ini dengan perhitungan bahwa Duta
Mall merupakan satu-satunya Mall yang ada di kota Banjarmasin. Untuk
itulah pembangunan cabang baru perlu diperhitungkan untuk menambah
jumlah individu yang datang ke Mall utama kota tersebut, sehingga
kepadatan dan kesesakan dapat diminimalkan.
3. Jalan diperlebar. Hal ini terkait dengan tata kota terutama pada jalan-jalan
di kawasan sekitar Duta Mall Banjarmasin, seperti jalan di kawasan
veteran. Hal ini selain menghindari kemacetan, kepadatan, dan kesesakan,
juga dapat membuat tata kota Banjarmasin lebih indah serta jalan menjadi
lebar.
24
DAFTAR PUSTAKA
Bell, P. A., et al. 2001. Environmental Psychology (fifth edition). Fort Worth,
Philadelpia : Harcourt College Publisher.
Geni P.L. 2004. Shopping Mall dalam Benteng Vastenburg di Surakarta.
http://eprints.undip.ac.id/18709/1/SHOPPING_MALL_DLM_BENTENG_V
ASTENBURG_DI_SURAKARTA.pdf. Di akses tanggal 12-04-2011.
Prohansky, H. M. 1978. The City and Self Identity. Environment and Behavior,
10, 147-169.
Sarwono, S. W. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.
Twigger – Ross, C. L. & Uzzelll, D. L. 1996. Place and Identity Processes.
Journal of Environmental Psychology, 16, 205-220.
25