Download - Instrumen non tes.doc
Instrumen non tes
Alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar non tes terutama digunakan untuk
mengukur perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh
peserta didik daripada apa yang akan diketahui dan dipahaminya. Dengan kata lain alat
pengukuran seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati daripada
pengetahuan dan proses mental lainnya yag tidak dapat diamati dengan indera. Di samping itu,
alat ukur seperti ini memang merupakan satu kesatuan dengan alat ukur tes lainnya, karena tes
pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami, diaplikasikan atau yang dapat dikuasai
oleh peserta didik dalam tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Tetapi, belum ada jaminan
bahwa yang mereka miliki dalam kemampuan mental itu dapat didemonstrasikan dalam tingkah
lakunya. Karena itu dibutuhkan beberapa alat ukur lain yang dapat memeriksa kemampuan atau
penampilan tentang apa yang telah diketahui dan dimiliki dalam tindakan sehari-hari. Jadi, alat
ukur non tes merupakan bagian keseluruhan dari alat ukur hasil belajar peserta didik.
Menurut Asmawi Zainul dan Noehi Nasution
Alat ukur keberhasilan belajar non tes yang umum digunakan yaitu:
1. Participation Charts atau bagan partisipasi
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses belajar mengajar ialah keikutsertaan
peserta didik secara sukarela dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi, keikutsertaan
tersebut selain merupakan salah satu usaha memudahkan peserta didik untuk memahami konsep
yang sedang dibicarakan dan meningkatkan daya tahan ingatan untuk mengenai suatu isi
pelajaran tertentu, juga dimaksudkan untuk menjadikan proses belajar mengajar sebagai alat
meningkatkan percaya diri, harga diri, dan lain-lain. Dengan demikian keikutsertaan peserta
didik dalam suatu proses pembelajaran harus diukur, karena ia memiliki informasi yang kaya
tentang hasil belajar yang bersifat non-kognitif. Sungguhpun participation charts belum dapat
memberikan informasi tentang alasan seseorang ikut serta dalam suatu kegiatan, tetapi pola
keikutsertaan dalam aktivitas sudah dapat menjelaskan suatu hasil belajar yang penting yang
bersifat non-kognitif yaitu lebih bersifat afektif. Participation Charts ini terutama berguna untuk
mengamati kegiatan diskusi kelas.
2. Check Lists (Daftar cek)
Esensi dari Check Lists adalah untuk menyatakan ada atau tidaknya suatu unsur, komponen,
sifat, karakteristik atau kejadian dalam suatu peristiwa, tugas atau satu kesatuan yang kompleks.
Dalam daftar cek pengamat hanya dapat menyatakan ada atau tidaknya suatu hal yang sedang
diamati, bukan memberi peringkat atau derajat kualitas hal tersebut seperti pada rating scale.
Check List bermanfaat untuk mengukur hasil belajar yang berupa produk maupun prosedur atau
proses yang dapat dirinci ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil, terdefinisi secara
operasional dan sangat spesifik. Check Lists terdiri dari dua bagian yaitu komponen yang akan
diamati dan tanda yang menyatakan ada atau tidaknya komponen tersebut dalam observasi.
c. Rating scale (Skala Lajuan)
Rating scale adalah alat pengukuran non-tes yang menggunakan suatu prosedur terstruktur
untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi, yang menyatakan posisi sesuatu
dalam hubungannya dengan yang lain. Biasanya berisikan seperangkat pernyataan tentang
karakteristik atau kualitas dari sesuatu yang akan diukur beserta pasangannya berbentuk
semacam cara menilai. Jadi suatu rating scale terdiri atas 2 bagian yaitu: (1) adanya pernyataan
tentang keberadaan atau kualitas keberadaan dari suatu unsure atau karakteristik tertentu, dan
(2)adanya semacam petunjuk penilaian tentang pernyataan tersebut.
4. Skala sikap
Sikap sebagai suatu konstruk psikologi harus memenuhi 2 kriteria yaitu dapat diamati dan dapat
diukur. Sikap adalah identitas kecenderungan positif atau negative terhadap suatu objek
psikologis tertentu. Untuk mengukur sikap harus dikonstruksi skala sikap, yang dimulai dengan
menentukan dan mendefinisikan objek sikap yang akan diukur atau dengan klata lain ”sikap
terhadap apa?”. Dengan demikian harus ditentukan batas-batas objek sikap yang akan diukur.
Misalnya sikap orang terhadap hukuman mati, bunuh diri atau kaum fundamentalis dan
sebagainya. Setelah itu dikumpulkan butiir-butir pernayataan tentang objek sikap tersebut.
Barulah kemudian ditentukan format jawaban yang akan digunakan dan cara penskoran.
macam-macam evaluasi non test
A. Latar belakang
Dalam proses pembelajaran kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran merupakan
kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam
penilaian hasil belajar. Kegiatan mengukur itu pada umumnya tertuang dalam bentuk tes dengan
berbagai variasinya. Dalam praktek, teknik tes inilah yang lebih sering dipergunakan dalam rangka
mengevaluasi hasil belajar peserta didik.
Pernyataan di atas tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik untuk
melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu
teknik non tes. Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan pengamatan secara sistematis
(observation), melakukan wawancara (interview), mennyebarkan angket (questionnaire), skala (skala
penelitian, skala sikap, skala minat), studi kasus, dan sosiometri.
Kuesioner dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti
pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinyadisamping aspek afektif dan perilaku
individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta
ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai
perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang
komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada umumnya digunakan untuk
menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan sosialnya.
Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika
dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil belajar peserta didik. Para guru di sekolah
pada umumnya lebih banyak menggunakan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih
praktis, yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya. Maka dari itu untuk membahas dan memperjelas secara umum
tentang alat penilaian nontes kami menyusun makalah yang berjudul “Nontes Sebagai Alat Penilaian
Hasil Dan Proses Belajar Mengajar” ini.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang di tulis diatas maka kami dapat menyimpulkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Seperti apakah alat-alat penilaian nontes itu?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan penilaian nontes?
C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pembaca dapat mengetahui pengertian alat-alat penilaian nontes.
2. Pembaca dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penilaian nontes.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang dapat penulis uraikan adalah : Membantu proses belajar mengajar dengan
menggunakan Nontes sebagai penilaian hasil belajar.
NONTES SEBAGAI ALAT PENILAIAN HASIL DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
A. Pengamatan (observation)
Pengamatan atau observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatansecara sistematis terhadap fenomenaa-fenomena
yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun
dalam situasi buatan. Dengan kata lain pengamatan dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar misalnya tingkah laku siswa pada saat belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan
diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar.
Pengamatan ini dapat dilakukan pada waktu proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan terlebih
dahulu harus menetapkan aspek-aspek tingkah laku apa yang akan di amati, lalu dibuat pedoman agar
memudahkan dalam pengisian observasi. Bentuk pengisian pedoman bisa secara bebas dalam bentuk
uraian, bisa pula dengan bentuk member tanda cek (V) pada kolomjawaban observasi bila pedoman
yang dibuat telah tersedia jawabannya (terstruktur).
Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat (tidak langsung), dan
observasi partisipasi.
a. Observasi langsung
Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi
dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
b. Observasi dengan alat (tidak langsung)
Observasi ini dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti miskroskop untuk mengamati bakteri,
surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.
c. Observasi partisipasi
Observasi ini berarti bahwa pengamatan harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang
dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Kelemahan yang sering terjadidalam observasi ada pada pengamat itu sendiri, misalnya kurang
cermat, kurang konsentrasi, lekas bosan sehingga hasil pengamatannya sering dipengaruhi oleh
pendapatnya, bukan yang ditunjukkan oleh objek yang diamatinya.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi lansung adalah sebagai
berikut:
a. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya
penampilan guru di kelas.
b. Berdasarkan gambaran dari langkah (a) diatas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku
guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
c. Tentukan bentuk pedoman tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban, tetapi mencatat
apa yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan jawaban).
d. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dulu pedoman observasi yang telah dibuat dengan
calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara
mengisinya.
e. Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya
disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.
Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada
pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi
yang diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran dapat dilaksanakan
oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal
memperhatikan perilaku siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh
siswa.
Contoh pedoman observasi :
Pedoman observasi
Topik diskusi :Kelas/semester :Bidang studi :Nama siswa yang diamati :
Aspek yang diamati Hasil pengamatan keterangan
tinggi sedang rendah
1. Memberikan pendapat untuk
pemecahan masalah
2. Memberikan tanggapan terhadap
pendapat orang lain
3. Mengerjakan tugas yang diberikan
4. Motivasi siswa yang mengerjakan
tugas-tugas
5. Toleransi dan mau menerima
pendapat siswa lain
6. Tanggung jawab sebagai anggota
kelompok
B. Wawancara (interview)
Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan Tanya jawab sepihak. Atau
dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan
dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan
yang telah ditentukan. Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan
wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya bertugas
sebagai penjawab.
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara terpimpin dan wawancara bebas.
1. Wawancara terpimpin biasa juga disebut wawancara terstruktur atau wawancara sistematis. Yang
dimaksud wawancara terpimpni adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta
kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal
memilih jawaban yang sudah dipersiapkan pewawancara.
2. Wawancara bebas atau wawancara tak terpimpin, pada wawancara seperti ini responden diberi
kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa
terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancara.
Sebagai alat penilaian, wawancara dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
Tahap awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara. Buatlah
situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa takut, dan ia terdorong
untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur.
Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan
sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan
rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun
dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
b. Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dalam wawancara tersebut.
c. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yang bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka.
d. Buatlah bentuk pertanyaan yang sesuai dengan analisis (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang
yang berstruktur atau yang bebas.
e. Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman
wawncara terpimpin atau untuk wawancara bebas.
Contoh pedoman wawancara bebas:
: memperoleh informasi mengenai cara belajar yang
dilakukan oleh siswa di rumahnya.
Bentuk : wawancara bebas
Responden : sisawa yang memperoleh hasil belajar cukup tinggi.
Nama siswa :………………………………………………………………
Kelas\semester : ………………………………………………………………
Jenis kelamin : ………………………………………………………….
Pertanyaan guru Jawaban siswa Komentar dan kesimpulan hasil
wawancara
1. Kapan dan berapa lama anda
belajar di rumah?
2. Bagaimana cara anda
mempersiapkan diri untuk
belajar secara efektif?
3. Kegiatan apa yang anda
lakukan pada waktu
mempelajari bahan pelajaran?
4. Seandainya anda mengalami
kesulitan dalam
mempelajarinya, usaha apa
yang anda lakukan untuk
mengatasi kesulitan tersebut?
5. Dst.
C. Angket (questionnaire)
Kelebihan kuesiner dari wawancara adalah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan
biaya. Kelemahannya adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam
dan memungkinkan siswa berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua macam,
yakni kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner tersebut hampir
sama dengan wawancara.
Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga diinformasikan dalam bentuk simbol
kuantitatif agar menghasilkan data interval. Caranya adalah dengan jalan memberi skor terhadap setiap
jawaban berdasarkan criteria tertentu.
Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut :
a. Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan
tujuannya.
b. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah.
c. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
d. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa katergori atau bagian sesuai dengan variabel yang
diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
e. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah
mengakibatkan penafsiran.
f. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain harus dijaga sehingga tampak
logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
g. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, dan rumusannya tidak lebih panjang daripada
pertanyaan.
h. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden
sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
i. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan sipengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah :
a) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan dalam menganalisis tinglah
laku hasil dan proses belajarnya.
b) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang
ditempuhnya.
c) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran.
D. Skala (skala penilaian, skala sikap, skala minat)
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan perhatian, yang disusun dalam bentuk
pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan criteria
yang ditentukan.
a. Skala penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui
pernyataan perilaku individu pada suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau ketagori diberi nilai
rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan nilai bisa dalam bentuk huruf (A, B,
C, D), angka (4, 3, 2, 1), sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang,
kurang.
Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah criteria skala nilai, yakni penjelasan
operasional untuk setiap alternatif jawaban (A, B, C, D). Adanya kriteria yang jelas untuk setiap
alternative jawaban akan mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai.
Skala nilai diatas bisa juga menggunakan kategori baik, sedang, dan kurang atau dengan angka
4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai. Skala penilaian dapat menghasilkan data interval dalam
bentuk skor nilai melalui jumlah skor yang diperoleh dari instrument. Dalam skala kategori, penilai bisa
membuat rentangan yang lebih rinci misalnya baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali.
Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses mengajar
pada guru, proses belajar pada siswa, atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti keterampilan,
hubungan sosial, dan cara memecahkan masalah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan skala penilaian adalah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian sehingga jelas apa yang harus dinilai.
2. Berdasaarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instumen ini.
3. Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan.
4. Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai.
5. Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperolah dari penilaian.
Skala penilaian dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dua orang penilai atau lebih dalam
menilai subjek yang sama.
b. Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya
berupa ktegori sikap yakni mendukung, menolak, dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah
kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu
stimulus kepada dirinya. Ada tiga komonen sikap yakni kognisi, afeksi, konasi. Kognisi berkenaan dengan
pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan
persaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan
berbuat terhadap objek tersebut. (Rusijono dan Yulianto:2009)
E. Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dianggap
mengalami kasus tertentu. Misalnya mempelajari khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul
dengan orang lain, anak yang selalu gagal belajar, atau anak pandai, anak yang paling disukai teman-
temannya. Kasus-kasus tersebut dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dilakukannya dan
bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa subjek dapat dipelajari secara mendalam
dan menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh
sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat digunakan
untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangant
terbatas penggunaannya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji lebih lanjut.
Studi kasus dalam pendidikan bisa dilakukan oleh guru, guru pembimbing, wali kelas, terutama untuk
kasus-kasus siswa di sekolah.
Beberapa Petunjuk untuk melaksanakn studi kasus dalam bidang pendidikan, khususnya di
sekolah:
a. Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
b. Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan perlu mendapatkan bantuan pemecahan oleh guru.
c. Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi siswa tersebut.
d. Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan dengan kehidupan
siswa tersebut.
e. Menganalisis sebab-sebab tersebut dan menghubungkannya dengan tinkah laku siswa tersebut.
f. Dengan informasi yang telah lengkap tentang faktor penyebab tersebut, guru dapat menentukan
sejumlah alternatif pemecahannya.
g. Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan dengan siswa untuk secara
bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri maupun guru.
Beberapa kasus yang sering terjadi pada siswa di sekolah antara lain adalah:
a. Kegagalan belajar yang dapat dilihat dari prrestasi yang dicapainya, baik dalam mata pelajaran tertentu
maupun untuk semua mata pelajarn yang diberikan di sekolah.
b. Ketidakmampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sekolah.
c. Gangguan emosional yang berlebihan seperti cepat marah, mudah tersinggung, mudah menangis.
d. Kenakalan yang sifanya menyimpang dari nilai sosial, moral, dan hukum.
e. Terlibat dalam tidakan kriminal seperti mencuri, perkosaan dan perkelahian.
Bentuk kasus-kasus di atas dan mungkin masih banyak lagi bersumber dari tiga faktor utama
yakni faktor dari dalam dirinya, faktor keluarga dan faktor ligkungan. Efek siswa yang menalami kasus
sangat merugikan baik bagi siswa yang bersangkutan maupun bagi ketertiban dan tegaknya disiplin
sekolah disamping citra sekolah di masyarakat.
F. Sosiometri
Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri, terutama dengan
teman sekelasnya, adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik sosiometri ini dapat diketahui posisi
seorang siswa dalam hubungan sosialnya dengan siswa lain. Sosiometri dapat dilakukan dengan cara
menugaskan kepada semua siswa di kelas untuk memilih temannya yang paling dekat atau paling akrab.
Usahakan dalam kesempatan memilih tersebut agar tidak ada siswa yang melakukan kompromi untuk
saling memilih supaya pilihan tersebut bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Diagram hasil pilihan
tersebut danamakan sosiogram.
Contoh :
Berikut ini adalah contoh sosiogram. Nama-nama siswa diberi symbol huruf. Kepada dua puluh orang
siswa dalam satu kelas diminta untuk memilih tiga orang teman yang paling disenangi atau paling akrab
hubungannya secara berurutan. Caranya ialah dengan menuliskan tiga orang teman pada kertas kecil
lalu digulung dan diserahkan kepada guru. Tekhnik sosiometri sebaiknya dilakukan ileh guru wali kelas
atau oleh guru pembimbing dalam usahanya sesuai dengan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
Kesimpulan
Kuisioner dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai ranah kognitif seperti
pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinya disamping aspek afektif dan perilaku
individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta
ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai
perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang
komprehensifmengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada umumnya digunakan untuk
menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan sosialnya.
ALAT EVALUASI (TEKNIK NON-TES)
Teknik non-tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang afektif atau psikomotorik.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara seperti berikut ini.
a. Angket (Questionaire)
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus diiisi oleh orang yang
akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data. Data tersebut
berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat mengenai suatu hal.
Dalam kegiatan evaluasi pendidikan yang menjadi responden adalah siswa, guru, kepala sekolah,
atau petugas pendidikan lainnya. Angket tidak dimaksudkan untuk menguji responden, tetapi
lebih mengutamakan pencarian atau pengungkapan dari responden.
Angket sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Angket dapat berupa
dapat berupa pilihan ganda dan dapat pula berbentuk skala sikap. Menurut jenisnya angket
terbagi atas beberapa macam. Menurut kebebasan responden dalam memberikan jawaban, angket
terbagi atas:
1) Angket Terbuka
Angket terbuka adalah angket yang disusun sedemikian rupa sehingga responden bebas
mengemukakan pendapatnya karena memang tidak disediakan jawabannya untuk dipilih.
Keterangan jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beraneka
ragam. Angket terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.
Contoh:
Agar siswa lebih memahami materi pelajaran yang disampaikan, guru perlu mempergunakan media pembelajaran dan alat peraga yang sesuai dengan materi. Bagaimana pendapat anda mengenai hal tersebut?Jawab:…………………….
2) Angket Tertutup
Angket tertutup adalah angket yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap
sehingga responden hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Contoh:
1. Apakah anda menyukai pelajaran matematika?a. Yab. Tidak2. Saya … mengulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah.a. Selalub. Sering
c. Pernahd. Tidak pernah3. Saya senang menjawab soal-soal matematika untuk mengisi waktu luang.a. Sangat setujub. Setujuc. Ragu-ragud. Kurang setujue. Tidak setuju4. Apakah anda mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas yang diberikan oleh guru anda?a. Yab. Tidak5. Saya ingin jam pelajaran matematika ditambah.a. Sangat setujub. Setujuc. Ragu-ragud. Kurang setujue. Tidak setuju
Bila klasifikasi angket didasarkan atas hubungan antara responden dengan jawaban yang
diberikan, angket dapat digolongkan atas:
1) Angket Langsung
Pada angket langsung teresponden diminta menjawab angket tersebut mengenai informasi
atau keterangan yang berkenaan dengan data dirinya sendiri.
2) Angket Tak Langsung
Pada angket tak langsung, jawaban yang diminta berkenaan dengan keterangan atau
informasi di luar diri responden. Angket tak langsung biasanya digunakan untuk mencari
informasi tentang bawahan, anak, saudara atau siswa.
Dari jenis angket di atas ada 4 jenis yang berlainan sebagai hasil perpaduan dari masing-masing
jenis, yaitu sebagai berikut:
1) Angket terbuka langsung
2) Angket terbuka tak langsung
3) Angket tertutup langsung
4) Angket tertutup tak langsung
Dilihat dari bentuk konstruksi pertanyaan, angket terbuka dan tertutup dapat diuraikan lagi
menjadi beberapa macam. Angket jenis tertutup biasanya mempunyai jenis item pertanyaan-
pertanyaan bentuk ya atau tidak, pilihan ganda, skala bertingkat (rating scale), bentuk daftar cek
(checklist). Pada angket terbuka mempunyai dua kemungkinan jawaban dalam itemnya, yakni
bentuk pengisian jawaban singkat dan pengisian jawaban terurai. Perhatikan skema berikut ini.
Angket sebagai instrumen evaluasi mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan yang dapat
dipetik dengan menggunakan angket adalah:
1) Biaya relatif murah
Bila ingin mengetahui informasi atau data pada sejumlah responden yang cukup banyak dan
tempatnya tersebar, kita dapat mengumpulkan data yang dimaksud secara serentak dan efisien
dengan menggunakan angket. Angket dibuat kemudian disebarkan, bisa oleh kita sendiri, oleh
orang lain, atau melalui pos. dengan demikian biaya akan bisa ditekan minimal daripada
mendatangi sendiri setiap responden.
2) Penyebar angket tdak perlu ahli dalam bidangnya
Penyebar angket lebih berfungsi sebagai penyebar semata-mata. Tidak perlu orang yang
mempunyai keahlian, sehingga orang yang diperlukan mudah dicari.
Beberapa kelemahan penggunaan angket di antaranya adalah:
1) Angket hanya disebarkan untuk responden yang tidak buta huruf
Bagi responden yang tidak mampu baca-tulis atau tidak mengerti materi yang ditanyakan, angket
sulit untuk dilaksanakan. Angket tidak mampu menjelaskan keraguan responden dalam mengisi
jawaban ataupun bila responden ingin mengetahui pokok permasalahan yang sebenarnya ingin
diketahui oleh pembuat angket itu. Sebagai contoh, bila respondennya masih di sekolah dasar
dengan kelas rendah, tetulah penyebaran angket tidak dapat dilakukan.
2) Angket yang baik dan sukar disusun
Membuat angket yang tepat, mudah dipahami responden, isinya tidak menyimpang dengan
informasi yang dikehendaki bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Seringkali angket
ditafsirkan salh oleh responden. Pada angket yang sulit diisi, umumnya responden sendiri kurang
yakin dengan apa yang diisikannya. Hal ini mengakibatkan data yang diperoleh tidak sesuai lagi
dengan kenyataan sebenarnya.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara (interview) merupakan teknik non-tes secara lisan. Wawancara adalah suatu
metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan
tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Pertanyaan yang diungkapkan umumnya menyangkut segi-segi sikap dan keperibadian siswa
dalam proses belajarnya. Teknik ini dilakukan secara langsung dan dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan penilaian bagi siswa.
Dalam rangka kegiatan belajar mengajar, wawancara dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Wawancara Diagnostik
Wawancara diagnostik ditujukan untuk mencari data tentang letak, sifat, dan jenis kesulitan
belajar yang dialami siswa. Data ini amat berguna untuk dijadikan bahan perbaikan bagi pengajar
secara umum dan bantuan individual pada siswa yang besangkutan. Hal yang diwawancarakan
dalam jenis ini bukan hanya bakat dan kemampuan, juga tentang sikap, pendapat, dan
pengalaman pda diri siswa.
2. Wawancara Survei
Wawancara survei merupakan teknik pengumpulan data dari seorang sisiwa atau sekelompok
siswa yang dimaksudkan untuk masukan tentang suatu hal, peristiwa, atau pengalaman yang
mungkin diketahui siswa tersebut. Dengan melakukan wawancara ini, guru akan mengetahui
tentang tanggapan dan keinginan siswa serta masalah lain, bai yang bersifat akademik maupun
non-akademik.
3. Wawancara Penyembuhan
Wawancara penyembuhan dimaksudkan untuk memberikan upaya bantuan kepada siswa
sehingga siswa yang diwawancarai tidak mengalami kesulitan belajar. Wawancara ini bukan
sekedar melontarkan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa, namun mengandung pula
sejumlah saran dan pemecahan sebagai jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi siswa.
Ada dua jenis wawancara yang dapt dipergunakn sebagi alt evaluasi, yaitu:
1. Wawancara Bebas
Wawancara yang dilakukan dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
2. Wawancara Terpimpin
Wawancara yang dilakukan oleh subjek dengan cara mengajukan pertanyaan yang sudah disusun
terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih
jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya. Pertanyaan itu kadang-kadang bersifat sebagai
yang memimpin, mengarahkan, dan penjawab sudah dipimpin oleh daftar cocok sehingga dalam
menuliskan jawaban, ia tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sesuai dengan
keadaan responden.
Ada beberapa kelebihan teknik wawancara yaitu:
1. Dengan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen, dan lain-lain)
dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai sehingga dapt
diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
2. Melalui wawancara, data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif.
Pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi dan sebaliknya
jawaban-jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna,
asalkan tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban peserta didik.
Adapun kelemahan teknik wawancara yaitu:
1. Memerlukan waktu yang cukup banyak untuk mewawancarai responden yang jumlahnya
banyak.
2. Tidak dapat mengumpulkan data secara serentak dalam waktu yang sama.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat bantu berupa tape-recorder (alat perekam
suara) sehingga jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dicatat secara lebih
lengkap. Penggunaan pedoman wawancara dan alat bantu perekam suara itu akan membantu
pewawancara dalam mengategorikan menganalisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta
didik untuk pada akhirnya dapat ditarik simpulannya.
c. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah suatu teknik evaluasi non-tes yang dilakukan denagn caara mengadakan
pengamatan secar teliti serta pencatatan secara sistematis tentang sikap dan kepribadian siswa
dalam kegiatan belajarnya. Observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan dan perilaku siswa
secara langsung. Data yang diperoleh dijadikan bahan evaluasi. Data ini bersifat relatif, karena
dapat dipengaruhi oleh keadaan dan subjektivitas pengamat.
Ada tiga macam observasi, yaitu:
1. Observasi Partisipan
Yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dimana pengamat memasuki dan mengikuti
kegiatan kleompok yang sedang diamati. Dalam hal ini, pendidik yang melakukan penilaian
melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan peserta didik yang diamati tingkah lakunya.
2. Observasi Sistematik
Yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah
diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, dalam observasi sistematik ini
pengamat berada di luar kelompok.
3. Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal
ini dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu
diatur sesuai dengan tujuan evaluasi. Pada observasi eksperimental dimana tingkah laku yang
diharapkan muncul karena peserta didik dikenai perlakuan atau kondisi tertentu.
Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi memiliki
kelebihan sebagai berikut.
1. Data observasi itu diperoleh secara lansung di lapangan, yakni dengan jalan melihat dan
mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik di dalam melakukan sesuatu sehingga dengan
demikian data tersebut dapat lebih bersifat objektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian
peserta didik menurut keadaan yang senyatanya.
2. Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu
peserta didik. Dengan demikian, dalam pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya
menekankan pada satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun kelemahannya yaitu:
1. Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapt dilakukan dengan baik
dan benar oleh pendidik. Guru yang kurang memiliki kecakapan atau keterampilan dalam
melakukan observasi maka hasil obsrvasinya menjadi kurang dapat diyakini benar.
2. Kepribadian dari observer atau evaluator juga sering masuk ke dalam penilaian yang dilakukan
dengan cara observasi. Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer dapat
mengakibatkan sulit dipisahkan secara tegas mengenai tingkah laku peserta didik yang diamati.
3. Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit luar”nya
saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil pengamat itu belum dapat
diungkap secara tuntas hanya dengan observasi saja.
D. Inventori(Inventory)
Inventori pada hakekatnya tidak banyak berbeda dengan angket. Inventori mengandung
sejumlah pertanyaan yang tersusun dalam krangka mengetahui tentang sikap, pendapat dan
perasaan siswa terhadap kegiatan proses penyelenggaraan belajar mengajar. Data sebagai
informasi umumnya telah disediakan dalam bentuk pilihan ganda, yang harus dipilih oleh siswa.
Inventori juga disebut Unstructured Questionare.
E. Daftar Cek (Cheklist) dan Daftar Skala Bertingkat(Ratting Scale)
Bila kita melakukan tes secara tertulis dan secara lisan, maka berarti kita hanya mengukur
kemampuan siswa dalam daerah kognitif saja. Sistem secara teratulis (pencil & paper test)
seperti itu tidaklah mungkin dapat mengungkapkan kemampuan siswa dalam hal keterampilan,
yang masih merupakan perubahan tingkah laku yang harus mendapat perhatian. Demikian pula
perubahan tingkah laku dalam hal sikap, minat, kebiasaan, dan penyesuaian diri [erlu mendapat
perhatian yang tidak dpat diungkapkan hanya tes lisan dan tulisan. Oleh karena itui perlu tes lain,
yaitu tes perbuatan. Yang dimaksud dengan daftar cek adalah sederetan pertanyaan yang dijawab
oleh responden dengan membubuhkan tanda cek (√) pada tempat yang sudah disediakan.
Sedangkan skala bertingkat adalah sejenis daftar cek dengan kemungkinan jawaban terurut
menurut tingkatan atau hirarki.
Contoh:
PERNYATAANPENDAPAT
A B C DKetertarikan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaranmatematikaKetertarikan siswa untuk menanyakan permasalahan yang dihadapiKemampuan siswa menyelesaikan latihan yang diberikanKemampuan siswa menarik kesimpulan dari pembelajaran yang diajarkan
Keterangan:A : Sangat baikB : BaikC : CukupD : Kurangf. Riwayat HidupRiwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, subjek evaluasi akan dapat menarik suatu simpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari objek yang dinilai.Teknik non-tes yang telah dibicarakan di muka, sebagai pelengkap evaluasi teknik tes dalam mengungkapkan hasil belajar siswa, bisa mencakup hal-hal berikut:
Tabel 1
Hasil Belajar yang Perlu Dievaluasi Melalui Teknik Non-tes
No Hasil Belajar Tingkah Laku yang Perlu Dievaluasi
1 Keterampilan Berbicara, menulis, kegiatan eksperimen, bekerja,
keterampilan belajar dan sebagainya.
2 Kebiasaan-kebiasaan dalam
belajar
Efektivitas dalam merencakan, menggunakan waktu,
menggunakan alat, penampilan sifat-sifat yang berupa
inisiatif, kreatif, dan sebagainya.
3 Sikap sosial Rasa menaruh perhatian terhadap orang lain, respek
terhadap hukum/aturan, respek terhadap milik orang
lain, dan sebagainya.
4 Sikap ilmiah Sikap keterbukaan, mau menangguhkan pertimbangan,
rasa sensitive terhadap hubungan sebab akibat,
perasaan dan sikap inkuiri, dan sebagainya.
5 Minat Minat terhadap berbagai aktivitas seperti pendidikan,
mekanik, ilmiah, sosial, rekreasi, kejuruan dan
sebagainya.
6 Apresiasi Rasa puas dan kesenangan terhadap alam, musik, seni,
literatur, keterampilan fisik, konstribusi sosial, dan
sebagainya.
7 Penyesuaian Hubungan dengan kelompok sesamanya, reaksi
terhadap penguasa, penyesuaian sosial, dan
kemantapan emosi.
Diposkan oleh Zeni Miu_Miu di 07.20 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook