• UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
• PP No 67 tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan
Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.
• PP No 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Hilir Minyak dan Gas
Bumi.
• UU No 30 tahun 2007 tentang Energi.
• Permen No 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Gas Bumi
Melalui Pipa.
• UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan perundang-undangan terkait
hilir gas
Fasilitas Gas Bumi yang Dimiliki Oleh Anggota INGTA
Wilayah Panjang Pipa (KM) Jumlah Badan Usaha
Jawa Barat 176 8
Jawa Timur 117 9
Banten 53 4
Sumatera 119 4
Kalimantan 3.6 1
Total Panjang Pipa 468.6 KM
Fasilitas selain Pipa yang dimiliki oleh Anggota INGTA: 1. CNG Plant 2. LPG Plant 3. Pembangkit Listrik 4. SPBG
Beberapa anggota INGTA turut mengoperasikan jaringan pipa kota (jargas)
Situasi Industri Gas Nasional Daya serap pasar menurun
Penurunan produksi pabrik-pabrik Konversi bahan bakar dari gas ke batu bara
Ketidakstabilan di stakeholder Migas Kasus-kasus korupsi di SKK Migas dan ESDM Sulitnya mendapat kepastian kontrak gas dan
lambatnya pengurusan perizinan Kampanye negatif pihak2 tertentu yang terus
menerus menghembuskan persoalan terkait trader tak berfasilitas
Situasi makro bisnis Migas Penurunan drastis harga minyak
Pukulan telak yang dialamatkan
kepada Industri Gas Nasional
Rencana Pengaturan “Tata Kelola Gas Bumi Nasional”
Pembentukan badan usaha aggregator gas nasional
Peraturan Menteri No. 37 Tahun 2015: “Ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi nasional.”
Merger/Akuisisi/transfer pengelolaan Pertamina Gas kepada PGN.
• Program pengembangan jaringan gas bumi sesuai RIJTGBN tidak
dijalankan dengan maksimal, sesuai dengan PP No 36 tahun 2004
• Tidak pernah dilaksanakan tender pembangunan pipa transmisi
setelah tahun 2006.
• Tidak adanya kepastian terhadap para pemenang tender
pembangunan jaringan pipa transmisi gas yang tidak
melaksanakan kewajibannya. Contoh kasus :
• Kalimantan - Jawa oleh Bakrie, sejak 27 Juli 2006,
• Gresik- Semarang oleh Pertamina sejak 21 Maret 2006
• Semarang -Cirebon oleh Rekayasa Industri sejak 21 Maret 2006
• Peran Badan Pengatur tidak maksimal dalam melaksanakan fungsi
dan tugasnya sebagai regulator dalam penerapan tata kelola
Gas Bumi.
• Jangka waktu kontrak
• Kontrak-kontrak gas dengan produsen saat yg di awal bisnis ini
berkembang rata-rata 10 tahun saat ini menjadi sangat pendek, jadi
hanya 2-3 tahun. Jangka waktu yang pendek ini sangat menghambat
trader untuk melakukan pengembangan jaringan pipa /fasilitas lain
yang membutuhkan payback periode rata2 5-7 tahun
Lambatnya pembangunan infrastruktur
Penyebab tingginya harga gas: • Tingginya harga jual gas bumi di hulu mengakibatkan
tingginya harga jual gas bumi di hilir.
• Belum membedakan harga jual gas bumi Aso dan Non Aso
• Pemerintah memperlakukan gas bumi sebagai komoditas dan
target penerimaan negara bukan sebagai penggerak
ekonomi
• mekanisme unbundling • Tidak konsistennya pemerintah dalam pemberlakuan unbundling
sangat mengganggu mekanisme pasar yang berakibat
banyaknya fasilitas terpasang pipa yang tidak bisa dimanfaatkan,
yang berdampak pada biaya angkut/transport gas menjadi
tinggi, yang akhirnya menjadi beban industri pemakai gas. Tidak
konsisten = tidak ada law enforcement
Tuduhan yang dialamatkan kepada trader bahwa trader adalah penyebab
tingginya harga gas, kami bantah dengan tegas.
Rata-rata margin trader gas anggota INGTA saat ini <USD 1 (per
mmbtu).
Bandingkan dengan margin PGN yang rata-rata >USD 2,5 (per
mmbtu).
Tingginya Harga Gas Bumi
• Keberadaan Trader yang tidak berfasilitas terjadi karena
adanya ijin usaha yang diberikan kepada Trader tersebut
dari Pemerintah.
• INGTA mendukung agar Trader diwajibkan memiliki fasilitas.
• Dilihat dari jumlah volume, Trader tidak berfasilitas relatif
sangat kecil dibandingkan dengan Trader yang memiliki fasilitas.
Trader tidak Berfasilitas
• Penjualan bertingkat terjadi dikarenakan tidak
diterapkannya skema open access sesuai dengan PP No
36 th 2004, Permen No 19 th 2009.
• Belum dilaksanakannya kewajiban Unbundling antara
usaha pengangkutan dan niaga Gas Bumi sesuai dengan
Permen No.19 th 2009.
• Dengan adanya potensi resiko investasi, operasional yang
tinggi dalam pembangunan fasilitas pipa gas bumi,
terkadang diperlukan adanya “penjualan bertingkat”
antar trader yang memiliki fasilitas.
• INGTA mendukung pelarangan penjualan bertingkat yang
dilakukan oleh Trader tidak berfasilitas.
Penjualan Bertingkat
• Pasal 3 poin b “menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga secara akuntabel
yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar,
sehat da transparan.”
• Pasal 3 poin d “mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan
nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional , regional dan
internasional
• Pasal 7 ayat 2 “Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar,
sehat dan transparan”
UU Migas No 22 tahun 2001
• Pasal 2 “kegiatan usaha hilir dilaksakan oleh Badan Usaha yang telah
memiliki ijin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri dan diselenggarakan
melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
• Bab 3 Izin Usaha Pada Pasal 12 sampai dengan Pasal 19
• Bab 5 Pengangkutan “Pada Pasal 26 sampai dengan Pasal 36
PP Hilir Migas No 36 tahun 2004
• Pasal 20 Ayat (2): Penyediaan energi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan
daerah pedesaan dengan menggunakan sumber energi setempat,
khususnya sumber energi terbarukan.
• Pasal 20 Ayat (3): Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk
memperoleh energi dari sumber energi setempat.
• Pasal 21 Ayat (1) Butir C: Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber
energ
UU Energi No 30 tahun 2007
• Pasal 14
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produk sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produk barang dan atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian
langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat”
• Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama
pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa :
a) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada dasar bersangkutan; atau
b) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada dasar bersangkutan;
atau
d) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
• Pasal 25 Pelaku usaha di larang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk :
a) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi
harga maupun kualitas; atau
b) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan
UU No 5 Tahun 1999 tentang “Larangan Praktek Monopoli”
RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN PT PGN Tbk - Tahun 2012 sd SEPT 2015
( Dalam US$ ) - Sumber : Laporan Keuangan PT PGN Tbk ke Bursa Efek Indonesia
KETERANGAN 2012 2013 2014 Sep-15
PENJUALAN BERSIH 2,580,234,140
3,001,516,630
3,408,590,061 2,138,234,252
HARGA POKOK PENJUALAN (1,107,842,836)
(1,583,854,969)
(1,943,781,510) (1,435,346,094)
LABA KOTOR / GROSS MARGIN 1,472,391,304
57% 1,417,661,661
47% 1,464,808,551 43% 702,888,158 33%
BIAYA OPERASI 453,907,944
484,309,228
482,749,613 280,462,734
BIAYA LAINNYA DAN PAJAK 103,984,676
101,219,711
233,774,856 117,881,567
LABA BERSIH / NET MARGIN 914,498,684
35% 832,132,722
28% 748,284,082 22% 304,543,857 14%
Oil & Gas News PGN to be appointed as sole operator gas pipelines Monday, November 23, 2015 - 09:48AM GMT+7 State Minister of State-Owned Enterprises Rini Soemarno said that the
ministry plans to appoint state-controlled gas distribution company PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) to become the sole operator of gas pipelines in the country. She was quoted by Koran Tempo as saying Monday that under the plan,
PGN will takeover the pipelines owned by PT Pertamina Gas, a subsidiary of state-owned oil and gas firm PT Pertamina, either through acquisition or lease.She added that by appointing PGN as the sole operator of gas pipelines, duplication of gas pipeline project can be avoided. “We hope this synergy will improve gas connection directly to the consumers,” Rini said. The paper also quoted Pertamina President Director Dwi Soetjopto as
saying that the pipeline merger will increase gas distribution to consumers, and help reduce maintenance cost, which in turn can lower toll fee for gas distribution via pipeline by 20-40 percent. Edwin Hidayat Abdullah, a deputy at the Office of the State Minister of
State-Owned Enterprises, said that try out for the combination of PGN’s and Pertamina’s pipelines will start early next year.(*) Sumber: Jakarta Post