Download - Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Isu Kebijkan dan Otonomi Daerah
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Disusun Oleh :
Niki Taurisa Detasih 1110843010
Dini Purnama Sari 1110843012
Elfa Indra 1110843013
Jurusan Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan reformasi disegala bidang telah merubah tatanan mendasar manajemen
pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut diantaranya diwujudkan dalam Tap MPR RI
No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kedua peraturan perundangan ini, tidak lain bertujuan
untuk mewujudkan good governance di Indonesia. Mustopadidjaja (2000) menyebutkan
bahwa kegagalan dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan
pembangunan merupakan salah satu penyebab krisis nasional di Indonesia pada akhir abad 20
2. Krisis nasional multi dimensional yang terjadi belum dapat dibendung hingga kini dan
tampaknya akan terus berlanjut selama Tap MPR RI No. XI/MPR/1999 dan UU No. 28
Tahun 1999 belum membumi dan dapat diimplementasikan secara memadai pada level
makro Indonesia. Hal demikian secara implisit mengisyaratkan bahwa seluruh pelaku-pelaku
pemerintahan -dari staf paling rendah hingga (terutama) pejabat- dituntut untuk melakukan
perubahan-perubahan sejalan dengan pemikiran good governance yang pada saat ini tengah
menjadi issue populer. Hal ini juga mengisyaratkan, bahwa pelaku- pelaku Pemerintahan
Daerah di Indonesia pun dituntut untuk mewujudkan good local governance. Dalam rangka
memfasilitas good local governance itulah lahir sebuah peraturan perundangan yaitu UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih dikenal dengan istilah undang-
undang otonomi daerah. Pengumuman Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (EKPPD) Terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun
2010 merupakan langkah strategis Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam
Negeri untuk menilai keberhasilan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerahnya, sekaligus
sebagai bentuk bahan kebijakan untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan pemerintah
daerah.Evaluasi yang merupakan amanat PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
daerah otonom berhak, berwenang, dan sekaligus berkewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,menyediakan pelayanan umum,
dan meningkatkan daya saing daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah
yang dikelola secara demokratis, transparan dan akuntabel.Untuk mencapai hasil yang
maksimal, pemerintahan daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan harus dapat
memproses dan melaksanakan hak dan kewajiban berdasarkan asas-asas kepemerintahan
yang baik (Good Governance) sesuai dengan asas umum penyelenggaraan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Apabila daearah diberi hak dan wewenang untuk itu, tugas tersebut dapat timbul
karena inisiatif sendiri dari alat perlengkapannya,yang disebut tugas bebas.
Kebebasan yang diberikan kepada daerah untuk mengurusi rumah tangga daerahnya
sendiri agar daerah lebih mampu mandiri dan juga bertanggung jawab terhadap kebebasan
yang telah dilimpahkan pusat kepada daerah. Daerahlah yang mengerti dan paham akan
kekuatan dan kelemahannya masing-masing, Daerah lah yang mampu merespon secara baik
apa yang menjadi tuntutan dan keinginan dari masyarakatnya.
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pentingnya Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
2. Dasar dari Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut PP no 6 tahun
2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
3. Contoh kasus implementasi dari pp no 6 tahun 2008
1.3 Tujuan Penulisan
1Menjelaskan Pentingnya Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
2. Menjelaskan Dasar dari Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut PP no
6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
3. Menaparkan contoh adanya implementasi dari pp no 6 tahun 2008
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini akan memberi manfaat, diantaranya:
1. Menambah wawasan pembaca tentang Pentingnya Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Desentralisasi yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2001 di Indonesia
melibatkan semua administrasi pemerintah daerah dan serangkaian wewenang dan tanggung
jawab yang luas. Secara keseluruhan, hal-hal tersebut hampir mencapai 40 persen dari total
belanja pemerintah di tahun 2006. Peran pemerintah daerah dalam memberikan layanan dan
mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan negara semakin besar dibandingkan sebelumnya.
Bagaimanakah kinerja mereka enam tahun setelah penerapan desentralisasi tersebut Dengan
tidak adanya sistem pemantauan, evaluasi, dan, pengukuran kinerja yang sistematis,
pertanyaan penting tersebut tidak dapat dijawab secara akurat. Oleh karena itu, implikasi
kebijakan desentralisasi yang lebih luas tetap tidak jelas.
Semua pemangku kepentingan telah menyadari pentingnya pemantauan dan evaluasi
kinerja pemerintah daerah. Sementara sejumlah latihan percobaan oleh instansi-instansi
pemerintah serta organisasi-organisasi nasional dan internasional telah dilakukan, tidak ada
perangkat evaluasi komprehensif yang telah diterapkan di tingkat nasional. Perangkat yang
diterapkan di tingkat nasional tidak hanya akan mendorong semangat kompetisi yang sehat,
akan tetapi juga dapat digunakan oleh warga negara untuk membandingkan kinerja
pemerintah daerah mereka dengan praktik-praktik terbaik di kabupaten-kabupaten lainnya.
Pemerintah pusat juga akan dapat memantau kinerja dengan lebih akurat, mendorong
perbaikan melalui insentif keuangan, serta meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan
desentralisasinya.
Suatu indeks yang luas yang mengukur kemajuan pemerintah daerah dalam dimensi-
dimensi inti manajemen keuangan publik, kinerja fiskal, penyediaan layanan, dan iklim
investasi dapat menjadi indikator utama bagi pemerintah daerah dalam mengevaluasi dan
meningkatkan kinerja mereka. Tujuan keseluruhan dari prakarsa tersebut adalah untuk
mencapai tujuan desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan penyediaan layanan umum dan
kesejahteraan masyarakat melalui pemerintahan yang baik.
Dalam rangka pelaksanaan Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, telah dilakukan Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) Tahun 2011 terhadap Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun 2010 secara nasional.
EKPPD dilakukan oleh evaluator yang terdiri wakil-wakil dari Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Bappenas, Lembaga Administrasi Negara, Badan
Pusat Statistik, Badan Kepegawaian Negara, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Kabinet. Yang
melaksanakan tugas evaluator dari Kantor Sekretariat Kabinet adalah Asisten Deputi Bidang Politik
dan Hubungan Internasional, Kedeputian Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Proses pelaksanaan evaluasi menggunakan sistem pengukuran kinerja yang mencakup:
1. Indikator Kunci Keberhasilan (IKK);
2. Pengumpulan data kinerja Provinsi dan Kabupaten/Kota;
3. Metodologi pengukuran kinerja;
4. Analisis, pembobotan, dan interpretasi kinerja;
5. Penilaian Desk Evaluation berdasarkan data capaian kinerja yang dimuat dalam LPPD Tahun
2010, dilanjutkan dengan verifikasi dan dilengkapi dengan cara common sense survey;
6. Status kinerja dan skore masing-masing disusun berdasarkan total indeks kinerja 33 Provinsi,
346 Kabupaten dan 86 Kota termasuk diantaranya 103 daerah otonom baru hasil pemekaran
yang telah berusia diatas 3 sampai dengan di bawah 10 tahun dan/atau yang telah wajib
menyampaikan LPPD kepada pemerintah.
Laporan Hasil EKPPD secara nasional yang dilakukan dan telah disepakati oleh Tim Teknis Nasional EPPD, menghasilkan Total Indeks Prestasi Kinerja dan Peringkat Kinerja Pemda dengan status dikelompokkan Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang dan Rendah, dengan pengelompokkan sebagai berikut:
a. Peringkat kinerja seluruh daerah Provinsi secara Nasional dikelompokkan berprestasi Tinggi dan Sedang;
b. Peringkat kinerja seluruh daerah Kabupaten secara Nasional dikelompokkan berprestasi Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang dan Rendah;
c. Peringkat kinerja seluruh daerah kota secara Nasional dikelompokkan berprestasi Sangat Tinggi, Tinggi, dan Sedang;
Berdasarkan Hasil Evaluasi dan Pemeringkatan Kinerja Pemerintahan Daerah dimaksud, sesuai ketentuan Pasal 27 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 ditetapkan:
1) Tiga provinsi yang berprestasi terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2) Sepuluh kabupaten yang berprestasi terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
3) Sepuluh Kota yang berprestasi terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengumuman hasil Evaluasi Tim, diumumkan pada tanggal 25 April 2012 di Jakarta, di Hotel Borobudur. Acara peringatan tersebut dibuka oleh Wakil Presiden yang memberikan sambutan dengan tema “Kita Tingkatkan Kualitas Otonomi Daerah Untuk Efektifitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menuju Kesejahteraan Masyarakat”.
Disisi lain Pemerintah Daerah juga dituntut mampu menemukan sarana-sarana atau sumber daya alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi harapan para stakeholdernya. Melihat tuntutan ini maka Pemerintah Daerah perlu menata kembali peran dan fungsinya melalui model siklus kebijakan yang lebih berorientasi pada kepekaan terhadap lingkungan (environment sensibility) dan
pertanggungjawaban yang kuat terhadap kepada siapa kebijakan tersebut akan pertanggungjawabkan.
Wujud good governance menurut UNDP sebagaimana dikutip oleh LAN-BPKP (2000) dapat
dicermati melalui pola penyelenggaraan pemerintahan yang bercirikan:
1. Participation.
Proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan bahkan hingga evaluasi harus memberikan
akses sebesar-besarnya bagi partisipasi masyarakat.
2. Rule of Law.
Perancangan peraturan hukum harus adil dan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa
pandang bulu.
3. Transparency.
Suatu mekanisme yang terbuka dalam menetapkan kebijakan, baik yang menyangkut
penggunaan sumber daya maupun alokasinya. Pembuatan kebijakan, program atau kegiatan pelayanan
harus bersifat terbuka dan mampu memberikan arus informasi yang bebas dan jelas. Hal ini telah
merubah paradigma lama, dimana penetapan kebijakan publik merupakan suatu mekanisme yang
tertutup (black box
4. Responsiveness.
Peka terhadap kebutuhan masyarakat dan stakeholder (pegawai, wakil rakyat, dan pengguna).
Oleh karenya, pemberian otorisasi untuk mengambil suatu kebijakan pada level terendah. Hal ini
dikarenakan pada level tersebut terdapat interaksi langsung dengan masyarakat pengguna jasa, dimana
pada saat sekarang ini cenderung lebih dinamis. Dengan otorisasi seperti ini staf akan terbiasa
menelurkan ide-ide dan bersikap inovatif dalam mencermati permasalahan dan mengambil tindakan.
5. Consensus Orientation.
Berbagai kepentingan yang berbeda dalam masyarakat harus diakomodir melalui proses mediasi
agar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat luas.
6. Equity.
Seluruh komponen dalam masyarakat yang berbeda dalam arti agama, ras, etnik, jender, suku,
keadaan ekonomi, harus memiliki kesempatan yang sama atas manfaat yang akan didapat dari suatu
kebijakan.
7. Effectiveness and efficiency.
Proses untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh pemerintah harus mampu
memberikan hasil yang maksimal dan menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
8. Accountability.
Kebijakan yang dibuat dan para pelaksananya, pemerintah, swasta atau masyarakat
harus mampu mempertanggung jawabkan tindakannya kepada masyarakat luas. Bentuk
pertanggungjawaban pemerintah terhadap apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan,
tingkat keberhasilan dan kegagalan. Pada dasarnya, akuntabilitas bagi pemerintah bukanlah
semata-mata managerial accountability melainkan juga public accountability, mengingat
masyarakatlah yang pada dasarnya memberikan mandat kepada pemerintah.
9. Strategic Vision.
Para pimpinan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki perspektif good
governance dan berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia yang memiliki
cakrawala jauh ke depan menembus batas-batas yang tidak tertentu.
Evaluasi digambarkan sebagai suatu upaya dimana didalamnya mencakup beberapa
pendekatan alternatif dan kegiatan-kegiatan (Weiss, 1998). Dalam konteks public policy,
maka evaluasi merupakan sebuah landasan atau alasan untuk menciptakan (secara tidak
langsung) perbaikan atau kemajuan sosial.
Empat tujuan dari evaluasi, yaitu:
1. Assessment of merit and worth
Pengembangan pendapat-pendapat yang menjamin -bagi level individu dan sosial-
atas nilai sebuah program atau kebijakan.
2. Program and organizational improvement
Usaha untuk menggunakan informasi guna memodifikasi secara langsung dan
pelaksanaan program.
3. Oversight and compliance
Penilaian sejauhmana program mengikuti arah status, peraturan, standar perintah atau
harapan formal yang lainnya.
4. Knowledge development
Penemuan atau menguji teori-teori umum, preposisi dan hipotesis dalam konteks
kebijakan dan program. Tahap selanjutnya, setelah menentukan tujuan evaluasi adalah
memilih model yang tepat dalam evaluasi yang bersangkutan.
2.2 Dasar Evaluasi
Evaluasi yang merupakan amanat PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk memotret kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah terutama dari aspek Manajemen Pemerintahan. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pelayanan masyarakat.
Esensi dari evaluasi adalah untuk perbaikan sosial Dalam konteks evaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka berikut ini akan diuraikan beberapa instrumen
yang berlaku dalam upaya evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Instrumen
tersebut diantaranya adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah/LAKIP
(Inpres No. 7/1999); dan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (PP No. 108/2000). Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan bentuk dan atau media
pertanggungjawaban sebuah unit organisasi atau instansi kepada unit organisasi atau instansi
pemberi mandat atau amanah.
2.3 Pentingnya Evaluasi
Pengumuman Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD)
Terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun 2010 merupakan
langkah strategis Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk menilai
keberhasilan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerahnya, sekaligus sebagai bentuk bahan
kebijakan untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dalam rangka implementasi otonomi daerah, dilakukan pula evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Ini merupakan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah—hasil revisi atas UU Nomor 22/1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Evaluasi menyangkut tiga elemen, yaitu :
1. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD),
2. Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD),
3. Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB).
Evaluasi kinerja dilaksanakan setiap tahun oleh pemerintah dan diberlakukan pada
seluruh daerah otonom. Kepala daerah telah diwajibkan menyampaikan
laporannya.Tujuannya adalah agar pemerintah memperoleh umpan balik sebagai dasar bagi
pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hasil evaluasi kemampuan daerah akan menjadi bahan dasar bagi
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden RI
dalam hal perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pembentukan, penghapusan, dan
penggabungan daerah.Adapun evaluasi daerah baru dilaksanakan hanya kepada daerah
otonom yang baru berusia tiga tahun ke bawah.Tujuannya untuk melihat tingkat
perkembangan daerah tersebut dalam mempersiapkan elemen-elemen dasar pemerintahan
daerah, yaitu pembentukan perangkat daerah, pengisian personel, pengisian DPRD,
pelaksanaan kewajiban daerah induk dan provinsi memberi alokasi pembiayaan, penetapan
batas, pelaksanaan pelayanan dasar kepada masyarakat.
Langkah strategis lain yang perlu dilakukan adalah pembenahan sistem pemerintahan
daerah yang dimaksudkan untuk membangun suatu sistem pemerintahan dengan sub-sub-
sistem sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling menopang. Dengan demikian,
jalannya pemerintahan nasional dengan sub-sistem pemerintahan provinsi, dan sub-sistem
pemerintahan kabupaten/kota, dapat bersinergi dan tidak saling menghambat.
Selanjutnya, perlu menggeser orientasi pelaksanaan otonomi daerah dari sekadar
membagikan kewenangan atau urusan pemerintahan (kewenangan wajib dan pilihan) menjadi
memberikan kewenangan atau urusan pemerintahan berdasarkan prinsipprinsip efisiensi dan
efektivitas sehingga pelaksanaan urusan tersebut dapat berjalan efektif dan efisien guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penting juga menyerasikan beban kewenangan atau urusan yang menjadi tanggung-
jawab pemerintahan daerah dengan dukungan anggaran yang disediakan melalui mekanisme
dana perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam APBN. Berbagai upaya pembenahan
tersebut berimplikasi pada perlunya dilakukan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Di samping itu, perlu diberlakukan pemberian sanksi yang tegas dalam hal suatu sub-
sistem pemerintahan tidak mematuhi regulasi dan menghambat pencapaian tujuan-tujuan
nasional dan daerah. Sebaliknya, perlu ditingkatkan pemberian reward bagi suatu sub-sistem
pemerintahan yang mematuhi peraturan perundang-undangan dan berprestasi dalam
mendukung pencapaian tujuan nasional dan daerah.
2.4 Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD)
Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa EKPPD dilaksanakan setiap tahun oleh
pemerintah dan diberlakukan kepada seluruh daerah otonom yang kepala daerahnya telah
diwajibkan menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dengan
tujuan untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
memanfaatkan hak yang diperoleh daerah sesuai capaian keluaran dan hasil yang telah
direncanakan, sebagai umpan balik dan rekomendasi bagi daerah untuk mendorong
peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai bahan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden
terhadap kebijakan nasional dalam hal perimbangan keuangan Pusat dan daerah, penataan
daerah, pembinaan dan pengawasan daerah. Tujuan lainnya adalah sebagai bahan masukan
kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan pembinaan lebih lanjut dalam rangka
peningkatan kinerja daerah melalui program pengembangan kapasitas daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, juga sebagai bahan evaluasi lebih lanjut dalam pemberian peringkat
kinerja pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota.
EKPPD dilaksanakan oleh Tim Nasional yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian PAN & RB, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM,
Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Bappenas, BPKP, BKN, BPS, dan
LAN. Tim Nasional dibantu oleh Tim Daerah yang terdiri dari unsur pemda provinsi, BPKP
perwakilan, dan Kanwil BPS. Sumber informasi utama yang digunakan untuk melakukan
EKPPD adalah LPPD provinsi, kabupaten/kota. Daerah yang wajib menyampaikan LPPD
sampai dengan saat ini berjumlah 474 Daerah Otonom Baru dari 524 Daerah Otonom.
Metodologi EKPPD menggunakan Sistem Pengukuran Kinerja Daerah, dengan Indikator
Kinerja Kunci (IKK), teknik pengukuran data, analisis pembobotan dan interpretasi kinerja
pemda pada masing-masing indikator dan membandingkan antara satu daerah dengan daerah
lainnya. IKK terdiri dari 22 variabel pada tataran pengambil kebijakan dan pelaksana
kebijakan dengan menghasilkan Total Indeks Kinerja Pemda dan dengan status prestasi
kinerja sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah.
EKPPD dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Tim Daerah melaksanakan penilaian terhadap LPPD kabupaten/kota di wilayah
provinsi.
b. Tim Nasional melaksanakan penilaian terhadap LPPD provinsi. Tim Nasional
melakukan pemeringkatan capaian kinerja secara nasional.
Hasil evaluasi dan peringkat kinerja yang dilakukan pada tahun 2010 terhadap 474
daerah otonom berdasarkan LPPD tahun 2008 adalah sebagai berikut:
No. Hasil Evaluasi LPPD
Pemda tahun 2008
Peringkat & Status Tidak
diberi nilai
Jumlah
Sangat
Tinggi
Tinggi Sedang Rendah
1. Provinsi 3 25 5 0 0 33
2. Kabupaten 0 242 94 15 3 354
3. Kota 0 71 10 6 0 87
Jumlah 3 338 109 21 3 474
Sedangkan hasil evaluasi dan peringkat kinerja yang dilakukan pada tahun 2010
terhadap 158 daerah otonom baru (DOB) usia di atas 3 (tiga) tahun sampai dengan 10 tahun
(pembentukan periode tahun 1999 – 2004) berdasarkan LPPD tahun 2008 adalah sebagai
berikut:
No. Hasil Evaluasi LPPD
Pemda tahun 2008
Peringkat & Status Tidak
diberi nilai
Jumlah
Sangat
Tinggi
Tinggi Sedang Rendah
1. Provinsi Pemekaran - 7 - - - 7
2. Kabupaten Pemekaran - 58 54 8 3 123
3. Kota Pemekaran - 23 4 1 - 28
Jumlah - 88 58 9 3 158
Tindak lanjut dari pelaksanaan EKPPD adalah:
a. Pemerintah dan pemerintah daerah menindaklanjuti hasil EKPPD dengan program
pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kinerja.
b. Dalam rangka pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah
mempersiapkan pemberian penghargaan (award) kepada daerah yang mempunyai prestasi
kinerja tertinggi secara nasional sesuai ketentuan PP 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU
No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Penghormatan.
c.Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dan mendorong kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian untuk menerbitkan norma, standar, prosedur dan kriteria
(NSPK) sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kementerian yang bersangkutan untuk
diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
d.Pemerintah mempersiapkan pembinaan dan fasilitasi secara khusus bagi daerah-
daerah yang mempunyai prestasi kinerja rendah.
2.5 Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD).
EKPOD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap
kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi aspek kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah, atau dalam menilai kemampuan daerah dalam
mencapai tujuan otonomi daerah, dengan parameter peningkatan kualitas manusia dengan
indikator indeks pembangunan manusia. Penilaian EKPOD terdiri dari 3 (tiga) aspek, dengan
masing-masing aspek terdiri dari 9 fokus, dan masing-masing fokus terdiri dari 199 IKK.
Untuk mendukung pelaksanaan EKPOD, Kemendagri bersama-sama dengan Tim
Nasional EPPD dengan dukungan dari Tenaga Ahli konsultan telah melakukan studi terhadap
42 kabupaten/kota di 10 provinsi yang menghasilkan Toolkit EKPOD sebagai panduan
pengumpulan data EKPOD.
Tindak lanjut dari EKPOD adalah melakukan pembinaan dan fasilitasi kepada daerah-
daerah secara berjenjang agar pemerintah daerah dapat menyiapkan dan menyusun data
EKPOD yang handal serta akurat, dan melakukan penyusunan Permendagri tentang Tata
Cara Pelaksanaan EKPOD dengan menerapkan fokus dan IKK secara selektif dan bertahap.
2.6 Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB)
Terkait dengan EDOB, Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa EDOB dilaksanakan hanya
pada daerah otonom baru yang berusia 3 (tiga) tahun ke bawah, dengan tujuan untuk melihat
tingkat perkembangan daerah tersebut dalam mempersiapkan 10 aspek persiapan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
1. Pembentukan organisasi perangkat daerah.
2. Pengisian personil . 3. Pengisian keanggotaan DPRD. 4. Penyelenggaraan urusan wajib dan pilihan.
5. Pembiayaan. 6. Pengalihan aset, peralatan dan dokumen.
7. Pelaksanaan penetapan batas wilayah. 8. Penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan. 9. Penyiapan rencana umum tata ruang wilayah.
10.Pemindahan ibu kota bagi daerah yang ibu kotanya dipindahkan.
Sampai dengan September 2010 terdapat 57 Daerah Otonom Baru yang berusia di
bawah 3 (tiga) tahun (pembentukan mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2009). Dari hasil
EDOB hanya 22,8% (13 DOB) yang perkembangannya baik (berhasil).
Sebagai tindak lanjut dari EDOB, Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan
dan Fasilitasi Khusus terhadap DOB yang meliputi: (1) penyususnan perangkat daerah
dengan pada PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, (2) pengalihan
personil (P3D) hingga selesainya penyerahan, (3) penyusunan program dan keuangan
(APBD) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya rencana alokasi
anggaran terutama untuk bidang pendidikan, kesehatan, aadministrasi kependudukan dan
infrastruktur, (4) percepatan penyelesaian tata batas sesuai Permendagri Nomor 1 Tahun 2006
tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, (5) penyelesaian Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan (6)
percepatan penyelesaian penyediaan sarana dan prasarana perkantoran.ss
Selanjutnya Gamawan Fauzi juga menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri telah
melakukan evaluasi yang bersifat khusus sebagai berikut:
1. EDOHP sebagaimana diamanatkan oleh Permendagri No. 21 Tahun 2010 tentang
Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran (EDOHP) sejak berlakunya UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan evaluasi yang spesifik, tematik, dan berbeda
dengan ketiga jenis evaluasi sebagaimana di atas (EKPPD, EKPOD dan EDOB).
2. EDOHP ini sedang dalam proses penyelesaian yang dilakukan terhadap daerah-daerah
hasil pemekaran sejak tahun 1999 sampai dengan 2008 yang berjumlah 205 daerah otonom.
Proses penyelesaian hasil EDOHP meliputi cleaning data, validasi dan verifikasi, analisis
data dan finalisasi hasil evaluasi. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama telah
diperoleh hasil akhir evaluasi berupa “Peta Kapasitas”.
3. EDOHP dilakukan oleh tim evaluasi yang terdiri dari unsur Kementerian Dalam Negeri
dengan melibatkan pakar bidang otonomi daerah.
2.7 Contoh dari pemingplemntasian pp no 6 tahun 2008
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Padangpanjang, Sumatera
Barat menempati posisi pertama dalam evaluasi kinerja 12 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola pendapatan per Desember 2011 dengan klasifikasi sangat baik.
Peringkat kedua ditempati Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diikuti Rumah
Sakit Umum Daerah. Sedangkan untuk dua posisi terakhir ditempati Dinas Pertanian dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kesbangpol dengan klasifikasi sedang.
Pada peringkat evaluasi kinerja 15 SKPD non pengelola pendapatan, posisi pertama ditempati Sekretariat DPRD diikuti Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Kantor Pemberdayaan
Masyarakat, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB, Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi, Kecamatan Padangpanjang Barat dan Padangpanjang Timur.
Sedangkan pada posisi dua terakhir ditempati Dinas Pendidikan dan Kantor Lingkungan
Hidup dengan klasifikasi sangat kurang.
Sementara hasil evaluasi kinerja pendapatan semester II 2011 yang ditempai Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dengan nilai 600, diikuti Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dengan nilai 591,93, Dinas Porbubpar
nilai 588,76. Dengan posisi terkahir ditempati Dinas Pekerjaan Umum.
Untuk SKPD non Pengelola Pendapatan pada posisi pertama di tempati Badan Kepegawaian Daerah, diikuti Kecamatan Padangpanjang Barat, Kecamatan Padangpanjang
Timur dan pada posisi terakhir ditempati Dinas Pendidikan.
Pemkot Padangpanjang memberikan penghargaan kepada masing-masing SKPD yang menempati posisi pertama, baik dari non pengelola pendapatan maupun tidak berupa uang
sebesar Rp15 juta untuk posisi pertama, Rp12 untuk posisi kedua, dan Rp10 juta untuk posisi ketiga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan salah satu tahap penting. Evaluasi sebagai
suatu tahap dalam siklus kebijakan perlu direncanakan sejak awal formulasi kebijakan.
Artinya bahwa ‘evaluasi’ bukanlah suatu tahap yang baru dirancang hanya ketika sebuah
kebijakan atau program tengah dilakukan. Hal ini berlaku pula bagi evaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan PP No 6 tahun 2008 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Tujuan akhir suatu evaluasi yaitu untuk mencapai
perbaikan sosial . Rancangan evaluasi yang ditawarkan Pemerintah Pusat merupakan sebuah
instrumen evaluasi yang komprehensif, yang mampu mengevaluasi kebijakan/ program/
kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (termasuk DPRD-nya), sehingga tujuan
akhir evaluasi dapat tercapai yaitu terwujudnya perbaikan sosial yang kita harapkan. Apakah
instrumen evaluasi tersebut bisa diwujudkan? Tentu semua tergantung pada komitmen para
aktor yang akan merancangnya.
Pengukuran kinerja organisasi sektor publik, khususnya pemerintah daerah, yang
berorientasi hasil (outcome) merupakan salah satu bagian reformasi. Indikator kinerjanya
adalah masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat (benefit), dan dampak (impact). Di
masa lalu, pengukuran kinerja terfokus pada input dan output, ketimbang pengukuran
outcome, benefit, dan impact. Tetapi, evaluasi kinerja menunjukkan hasil yang belum
memuaskan. Padahal, hasilnya menjelaskan kemajuan pemerintah daerah mengemban
tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
UU NO 32 TAHUN 2004
PP NO 6 TAHUN 2008
Soejito,Irawan.1984.Sejarah Pemerintahan Daerah Di Indonesia. PT. Pradnya
Paramita.Jakarta
http://www.setkab.go.id/artikel-4287-hasil-evaluasi-kinerja-pemerintahan-daerah-provinsi-
kabupaten-dan-kota-tahun-2011.html. Di akses tanggal 18/9/2013 pukul 10.35
http://www.dpd.go.id/artikel-kinerja-pemerintah-daerah-menjelaskan-kemajuan diakses
tanggal 18/9/2013 pukul 10.46
http://www.padangpanjangkota.go.id di akses tanggal 18/9/2013 pukul 15.40