Download - Impaired Physical Mobility
PLANNING
1. Impaired Physical Mobility
Definisi
keterbatasan dalam hal kemandirian, bertujuan untuk pergerakan fisik tubuh dari
salah satu atau lebih ekstremitas.
Batasan karakteristik
a. Keterbatasan kemampuan dalm melakukan keteraancmpilan motorik yang baik
b. Keterbatasan jangkauan gerak
Factor yang berhubungan
a. Activity intolerance
b. Kontraktur
c. Penurunan control otot
d. Penurunan kekuatan otot
e. Penurunan tingkat suasana hati
f. Kekakuan sendi
g. Malnutrisi
h. Kerusakan muscoloskeetal
i. Kerusakan neuromuscular
j. Nyeri
k. Sedentary life style (duduk terus-menerus; posisi yang tetap)
Outcome
a. Ambulation
pasien mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
b. Body mechanic performance
pasien mampu membentuk keselarasan tubuh untuk mencegah terjadinya
ketegangan dan kekakuan pada otot.
c. Coordinated movement
pasien mampu melakukan gerakan keterampilan motoric yang baik dengan
terkoordinasi.
Intervensi
a. Exercise therapy : ambulation
- Beri dorongan pasien untuk duduk di tempat tidur atau kursi sesuai toleransi
- Bantu klien untuk duduk di tepi tempat tidur
- Konsultasi dengan physical therapist tentang rencana ambulasi
b. Body mechanics promotion
- Bantu klien untuk melakukan posisi tidur yang tepat
- Beri pengertian kepada klien agar tidak duduk dengan posisi yang sama untuk
waktu yang lama
Implementasi
a. Exercise therapy : ambulation
- Mendorong pasien untuk duduk di tempat tidur atau kursi sesuai toleransi
- Membantu klien untuk duduk di tepi tempat tidur
- Berkonsultasi dengan physical therapist tentang rencana ambulasi
b. Body mechanics promotion
- Membantu klien untuk melakukan posisi tidur yang tepat
- Memberi pengertian kepada klien agar tidak duduk dengan posisi yang sama
untuk waktu yang lama
2. Activity Intolerance
Definisi
ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau menyelesaikan
kegiatan sehari-hari yang diperlukan atau diinginkan.
Batasan karakteristik
Keluhan atas kelemahan
Faktor yang berhubungan
a. Bed rest
b. Kelemahan
c. Imobilisasi
d. Sedentary life style
Outcome
a. Discomfort level
tingkat ketidaknyamanan pada diri pasien akibat dari ketidakcukupan energi
secara fisik atau psikologis dapat berkurang.
b. Self care status
mampu untuk melakukan hampir semua kegiatan dasar fisik dan perawatan diri
secara personal dengan atau tanpa bantuan.
Intervensi
a. Bed Rest Care: Promosi kenyamanan dan keamanan dan mencegah komplikasi
bagi pasien yang tidak dapat bangun dari tempat tidur.
- jaga seprei/linen tetap bersih dan mulus.
- pakai tempat tidur yang memiliki siderails.
- monitor kondisi kulit pasien
- ganti posisi pasien imobilisasi tiap 2 jam.
- monitor konstipasi
- monitor fungsi urinary
b. Self care assistance
- monitor self-care apa saja yang bisa dilakukan pasien secara mandiri
- susun jadwal aktivitas self care
c. Energy management
- ajarkan serta mengatur aktivitas dan manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan
- bantu klien untuk duduk di sisi tempat tidurdan transferring jika kondisi
memungkinkan
Implementasi
a. Bed Rest Care: Promosi kenyamanan dan keamanan dan mencegah komplikasi
bagi pasien yang tidak dapat bangun dari tempat tidur.
- Menjaga seprei/linen tetap bersih dan mulus.
- Memakai tempat tidur yang memiliki siderails.
- Memonitor kondisi kulit pasien
- Mengganti posisi pasien imobilisasi tiap 2 jam.
- Memonitor konstipasi
- Memonitor fungsi urinary
b. Self care assistance
- Memonitor self-care apa saja yang bisa dilakukan pasien secara mandiri
- Menyusun jadwal aktivitas self care
c. Energy management
- Mengajarkan serta mengatur aktivitas dan manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
- Membantu klien untuk duduk di sisi tempat tidurdan transferring jika kondisi
memungkinkan
3. Impaired Skin Integrity
Definisi
Perubahan epidermis dan/atau dermis
Batasan karakteristik
a. Keusakan lapisan kulit
b. Gangguan pada permukaan kulit
Factor yang berhubungan
a. Imobilisasi fisik
b. Kelembaban
c. Extremes of age
Outcome
Tissue integrity : skin and mucous membranes
kemerahan pada scapula dan ulcers pada daerah sacrum serta trochanter akibat
imobilisasi berkurang, serta mengurangi resiko terjadinya decubitus.
Intervensi
Pressure management
- lakukan positioning kepada klien minimal dua jam sekali secara teratur
- pakaikan pakaian yang halus dan nyaman
- tempatkan pada matras terapeutik
- monitor kemerahan dan luka pada tubuh pasien
- berikan back rub atau neck rub
Implementasi
Pressure management
- Melakukan positioning kepada klien minimal dua jam sekali secara teratur
- Memakai pakaian yang halus dan nyaman
- Menempatkan pada matras terapeutik
- Memonitor kemerahan dan luka pada tubuh pasien
- memberikan back rub atau neck rub
4. Imbalance Nutrition : Less Than Body Requirements
Definisi
Intake nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Batasan karakteristik
a. Kehilangan berat badan
b. Merasakan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
c. Kelemahan otot untuk mengunyah
d. Kelemahan otot untuk menelan
Faktor yang berhubungan
a. Faktor biological
b. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Outcome
a. Gastrointestinal
gastroitestinal pasien perlahan mulai membaik sehingga memudahkan pasien
dalam memasukkan makanan ke dalam tubuh.
b. Nutritional status
tingkat status nutrisi pasien membaik,ditandai dengan kembali normalnya berat
badan pasien dan pasien dapat memasukkan makanan dengan normal.
c. Weight body
berat badan pasien berangsur-angsur naik dan kembali normal.
d. Knowledge : weight management
pasien mengetahui dan memahami bagaimana cara mengatur agar mendapat
mempertahankan berat badan dalam keadaan normal.
Intervensi
a. Terapi menelan
- tentukan kemampuan pasien untuk fokus pada belajar makan dan menelan.
- jelaskan pada pasien dan keluarga tentang daerah menelan dengan rasional.
- kolaborasi dengan speech therapist untuk menginstruksikan pada keluarga
pasien tentang latihan menelan.
- instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama makan.
- monitor tanda-tanda keletihan selama makan, minum, dan menelan.
- instruksikan pada pasien atau caregiver pada kebutuhan nutrisi dan modifikasi
diet yang dilakukan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi.
b. Nutrition therapy
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menghitung kalori, nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan klien
- pastikan bahwa diet klien mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- bantu klien keposisi duduk saat akan makan
- berikan makanan yang semi lunak kepada pasien
Implementasi
a. Terapi menelan
- Menentukan kemampuan pasien untuk fokus pada belajar makan dan
menelan.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang daerah menelan dengan
rasional.
- Berkolaborasi dengan speech therapist untuk menginstruksikan pada keluarga
pasien tentang latihan menelan.
- Menginstruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama makan.
- Memonitor tanda-tanda keletihan selama makan, minum, dan menelan.
- Menginstruksikan pada pasien atau caregiver pada kebutuhan nutrisi dan
modifikasi diet yang dilakukan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi.
b. Nutrition therapy
- Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menghitung kalori, nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan klien
- Memastikan bahwa diet klien mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Membantu klien keposisi duduk saat akan makan
- Memberikan makanan yang semi lunak kepada pasien
5. Urge urinary incontinence
Definisi
Involuntary passage of urine occurring soon after a strong sense or urgency to void
Batasan karakteristik
Melaporkan ketidakmampuan untuk ke toilet pada waktunya
Faktor yang berhubungan
a. Atrophic urethritis
b. Fecal impaction
Outcome
a. Self care toileting
pasien mampu merawat dirinya terkait dengan toileting, atau melaporkan kepada
orang lain ingin pergi ke toilet.
b. Responds to full bladder in timely manner
c. Symptom control
pasien mampu mengontrol gejala-gejala untuk buang air kecil.
d. Urinary incontinence
pasien mampu buang air kecil dengan terkontrol baik mandiri maupun dengan
bantuan orang lain.
Intervensi
Urinary incontinence care
- diskusikan prosedur dan outcome yang ingin dicapai dengan klien
- monitor pengeluaran urin (frekuensi, konsisten, bau, volume, dan warna)
Implementasi
Urinary incontinence care
- Mendiskusikan prosedur dan outcome yang ingin dicapai dengan klien
- Memonitor pengeluaran urin (frekuensi, konsisten, bau, volume, dan warna)
6. Constipation
Definisi
Penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran tidak lengkap feses dan/atau pengeluaran feses yang keras dan kering.
Batasan karakteristik
a. Atypical presentation in older adults
b. Perubahan pola usus
Definisi yg masih pake b.ing entar aku liatin di NANDA indo dulu.. Takutnya kalo aku translated jd
ambigu ^^
Definisi yg masih pake b.ing entar aku liatin di NANDA indo dulu.. Takutnya kalo aku translated jd
ambigu ^^
Faktor yang berhubungan
a. Kelemahan otot abdomen
b. Inadequate toileting
c. Kurangnya aktifitas fisik
d. Depresi
e. Emotional stress
f. Kebiasaan makan yang buruk
Outcome
a. Bowel elimination
tidak terjadi konstipasi, sehingga defeksi pasien normal kembali.
b. Gastrointestinal function
gastrointestinal pasien dalam hal defekasi kembali normal dengan adanya
mobilisasi yang telah dilakukan, sehingga siklus defekasi pasien kembali normal.
Intervensi
a. Manajemen Bowel
- catat tanggal terakhir melakukan eliminasi
- monitor aktivitas bowel termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan
warna.
- monitor tanda dan gejala diare,konstipasi, atau impaksi.
- evaluasi inkontinensia feses jika dibutuhkan.
b. Manajemen konstipasi
- monitor gejala konstipasi
- monitor pergerakan bowel (frekuensi, konsisten, bau, volume, dan warna)
Implementasi
a. Manajemen Bowel
- Mancatat tanggal terakhir melakukan eliminasi
- Memonitor aktivitas bowel termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume,
dan warna.
- Memonitor tanda dan gejala diare,konstipasi, atau impaksi.
- Mengevaluasi inkontinensia feses jika dibutuhkan.
b. Manajemen konstipasi
- Memonitor gejala konstipasi
- Memonitor pergerakan bowel (frekuensi, konsisten, bau, volume, dan
warna)
7. Powerlessness
Definisi
The lived experience of lack of control over a situation, including a perception that
one’s actions do not significantly affect an outcome
Batasan karakteristik
a. Bergantung pada orang lain
b. Depresi akibat kemunduran fisik
c. Mengeluhkan frustasi akibat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas
Faktor yang berhubungan
Penyakit yang berhubungan dengan regimen
Outcome
a. Stress level
tingkat stress pasien mulai berkurang dan pasien mulai membuka diri untuk
menerima keadaan serta berusaha untuk dapat memanajemen diri sendiri
sehingga ketergantunggan pada orang lain berkurang.
b. Depression level
emosi pada diri pasien mulai menurun dan pasien merasa kembali bersemangat
dalam kesehariannya.
Intervensi
Hope inspiration
- buat lingkungan yang mendukung aktivitas religious klien
- bantu klien mengembangkan spiritualitas diri
- libatkan klien secara aktif dalam perawatan dirinya sendiri
Implementasi
Hope inspiration
- Membuat lingkungan yang mendukung aktivitas religious klien
- Membantu klien mengembangkan spiritualitas diri
- Melibatkan klien secara aktif dalam perawatan dirinya sendiri
PLANNING YANG DILAKSANAKAN
NO DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
1 Impaired Physical
Mobility
a. Ambulation
pasien mampu berpindah
dari satu tempat ke
tempat lain.
b. Body mechanic
performance
pasien mampu
membentuk keselarasan
tubuh untuk mencegah
terjadinya ketegangan
dan kekakuan pada otot.
c. Coordinated movement
pasien mampu melakukan
gerakan keterampilan
motoric yang baik dengan
terkoordinasi.
a. Exercise therapy :
ambulation
- Beri dorongan pasien
untuk duduk di
tempat tidur atau
kursi sesuai toleransi
- Bantu klien untuk
duduk di tepi tempat
tidur
- Konsultasi dengan
physical therapist
tentang rencana
ambulasi
b. Body mechanics
promotion
- Bantu klien untuk
melakukan posisi
tidur yang tepat
- Beri pengertian
kepada klien agar
tidak duduk dengan
posisi yang sama
untuk waktu yang
lama
2 Activity Intolerance a. Discomfort level
tingkat ketidaknyamanan
pada diri pasien akibat
dari etidakcukupan ebergi
a. Bed Rest Care: Promosi
kenyamanan dan
keamanan dan mencegah
komplikasi bagi pasien
secara fisik atau psikologis
dapat berkurang.
b. Self care status
mampu untuk melakukan
hampir semua kegiatan
dasar fisik dan perawatan
diri secara personal
dengan atau tanpa
bantuan.
yang tidak dapat bangun
dari tempat tidur.
- jaga seprei/linen
tetap bersih dan
mulus.
- pakai tempat tidur
yang memiliki
siderails.
- monitor kondisi kulit
pasien
- ganti posisi pasien
imobilisasi tiap 2 jam.
- monitor konstipasi
- monitor fungsi
urinary
b. Self care assistance
- monitor self-care apa
saja yang bisa
dilakukan pasien
secara mandiri
- susun jadwal aktivitas
self care
c. Energy management
- ajarkan serta
mengatur aktivitas
dan manajemen
waktu untuk
mencegah kelelahan
- bantu klien untuk
duduk di sisi tempat
tidurdan transferring
jika kondisi
memungkinkan
3 Imbalance
Nutrition : Less Than
Body Requirement
a. Gastrointestinal
gastroitestinal pasien
perlahan mulai membaik
sehingga memudahkan
pasien dalam
memasukkan makanan ke
dalam tubuh.
b. Nutritional status
tingkat status nutrisi
pasien membaik,ditandai
dengan kembali
normalnya berat badan
pasien dan pasien dapat
memasukkan makanan
dengan normal.
c. Weight body
berat badan pasien
berangsur-angsur naik
dan kembali normal.
d. Knowledge : weight
management
pasien mengetahui dan
memahami bagaimana
cara mengatur agar
mendapat
mempertahankan berat
badan dalam keadaan
normal.
a. Terapi menelan
- tentukan kemampuan
pasien untuk fokus pada
belajar makan dan
menelan.
- jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang daerah
menelan dengan rasional.
- kolaborasi dengan speech
therapist untuk
menginstruksikan pada
keluarga pasien tentang
latihan menelan.
- instruksikan pada pasien
untuk tidak berbicara
selama makan.
- monitor tanda-tanda
keletihan selama makan,
minum, dan menelan.
- instruksikan pada pasien
atau caregiver pada
kebutuhan nutrisi dan
modifikasi diet yang
dilakukan dengan
berkolaborasi dengan ahli
gizi.
b. Nutrition therapy
- kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menghitung kalori,
nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi nutrisi
yang dibutuhkan klien
- pastikan bahwa diet klien
mengandung tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
- bantu klien keposisi
duduk saat akan makan
- berikan makanan yang
semi lunak kepada pasien
4 Powerlessness a. Stress level
tingkat stress pasien mulai
berkurang dan pasien
mulai membuka diri untuk
menerima keadaan serta
berusaha untuk dapat
memanajemen diri sendiri
sehingga ketergantunggan
pada orang lain
berkurang.
b. Depression level
emosi pada diri pasien
mulai menurun dan
pasien merasa kembali
bersemangat dalam
kesehariannya.
Hope inspiration
- buat lingkungan yang
mendukung aktivitas
religious klien
- bantu klien
mengembangkan
spiritualitas diri
- libatkan klien secara aktif
dalam perawatan dirinya
sendiri
PEMBAHASAN
Berdasarkan data pengkajian kasus Mr.J diketahui bahwa ia mengalami multiple
sclerosis yaitu degenerasi saraf-saraf system saraf pusat. Akibat degenerasi saraf tersebut,
myelin menghilang sehingga pengiriman impuls jadi berjalan lambat. Akhirnya saraf menjadi
Kalau ada yg salah silahkan dikoreksi, kalau ada yg mau
nambahin, sangat dipersilahkan ^^,
Kalau ada yg salah silahkan dikoreksi, kalau ada yg mau
nambahin, sangat dipersilahkan ^^,
terganggu dan mengakibatkan gangguan penglihatan, berbicara, berjalan, menulis, serta
mempengaruhi ingatan yang berhubungan dengan intelektual. (totalkesehatananda.com)
Pada kasus Mr.J sendiri dikatakan ia mengalami kelumpuhan pada lengan dan kaki,
gangguan penglihatan, kesulitan dalam mengunyah dan menelan, menjadi emosional, serta
lebih mudah depresi. Karena kelumpuhannya tersebut, ia mengalami imobilisasi yaitu suatu
keadaan ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik, yang mengakibatkan otot-
ototnya mengalami kelemahan. Kelemahan otot pada kasus Mr.J ini berakibat pada tidak
terkontrolnya system urinary serta kerja usus yang mengindikasikan ia rawan mengalami
konstipasi. Kurangnya mobilisasi pada Mr.J ini juga beresiko menyebabkan decubitus.
Oleh karena itu kami memilih diagnose “Impaired Physical Mobility” untuk
ditegakkan paling pertama. Selain alasan diatas, pemilihan diagnose ini juga didukung
dengan ditemukan kemerahan pada scapula dan ulcers pada daerah sacrum serta trochanter
ketika perawat melakukan pengkajian pada Mr.J.
Untuk intervensinya, kami memilih melakukan “exercise therapy : ambulation”
terlebih dahulu agar Mr.J tidak mengalami kerusakan permukaan kulit lebih parah akibat
penekanan karena kurangnya mobilisasi. Untuk mencegah terjadinya decubitus yang
semakin parah, dapat dilakukan dengan cara membersihkan kulit ketika kotor pada interval
waktu tertentu. Selain itu perlu dilakukan peminimalan gaya gesek dengan pemberian posisi
yang sesuai serta teknik memindahkan dan bergerak yang benar (Carpenito, 2002).
Setiap posisi, baik yang benar atau tidak dapat merusak apabila dipertahankann
dalam waktu lama. Maka dari itu perlu dilakukan perubahan posisi yang sering untuk
mencegah ketidaknyamanan otot, tekanan yang tidak semestinya yang berakibat pada
dekubitus, kerusakan saraf superficial, dan pembuluh darah, serta kontraktur. Perubahan
posisi juga mempertahankan tonus otot dan menstimulasi reflex postural.
Karena klien tidak mampu nergerak secara mandiri, maka cara terbaik adalah dengan
bantuan dua atau tiga orang (kalau perlu perawat) untuk menggerakkan atau mengubah
posisi. Bantuan yang tepat dapat menurunkan risiko ketegangan otot dan cedera tubuh pada
pasien maupun orang yang membantu.
Saat mengatur posisi klien di atas tempat tidur, perawat dapat melakukan bayak hal
untuk memastikan kesejajaran tubuh yang tepat dan meningkatkan kenyamanan serta
keamanan pasien. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
a. pastikan kasur keras dan datar, namun memiliki pegas yang ukup sehingga dapat
menyangga lengkung tubuh alami.
b. Pastikan tempat tidur tetap bersih dan kering. Perawat membutuhkan sedikit
energy jika terdapat sedikit gesekan antara objek yang digerakkan dengan
permukaan tempat objek tersebut. Pastikan ekstremitas dapat bergerak secara
bebas bilamana memungkinkan.
c. Hindari meletakkan salah satu bagian tubuh, terutama pada bagian tubuh yang
memiliki penonjolan tulang, tepat di atas bagian tubuh yang lain. Tekanan yang
berlebihan dapat merusak vena dan menjadi factor predisposisi terbentuknya
thrombus pada klien. Tekanan terhadap ruang popliteal dapat merusak saraf dan
pembuluh darah di daerah tersebut.
d. Buat rencana jadwal 24 jam yang sistematik untuk perubahan posisi. Perubahan
posisi yang sering sangat penting untuk mencegah dekubitus pada klien
imobilisasi. Posisi klien tersebut harus diubahhh setiap dua jam sepanjang siang
dan malam dan lebih sering bila ada resiko kerusakan kulit. Sehingga pada kasus
Mr.J ini perlu dilakukan perubahan posisi dengan frekuensi yang sering.
e. Kita juga harus mendapatkan informasi dari klien posisi mana yang sekiranya
nyaman dan tepat menurut pasien. Hal ini diperlukan karena dapat menjadi
panduan dalam mengatur kesejajaran tubuh seseorang dan merupakan aspek
yang esensial dalam mengevaluasi keefektifan intervensi kesejajaran.
Dalam menggerakkan seorang pasien kita juga harus memperhatikan kemampuan
fisik klien, kemampuan untuk memahami instruksi, derajat kenyamanan, berat badan
klien, serta kekuatan dan kemampuan kita dalam menggerakkan pasien. (Kozier,
2003 )
Setelah intervensi “exercise therapy : ambulation” kemudian melakukan intervensi
“body mechanism promotion” agar pasien termotivasi untuk belajar dan menggunakan sikap
tubuh yang benar. Hal ini perlu dilakukan agar mengurangi resiko terjadinya decubitus.
Diagnosa kedua yang perlu ditegakkan adalah “activity intolerance” dengan
intervensi “bed rest care” supaya tercipta kenyamanan serta keamanan dan mencegah
komplikasi bagi pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi. Intervensi kedua dari
diagnose ini adalah “self care assistance” agar bisa ditentukan apa saja kebutuhan yang
diperlukan untuk aktivitas sehari-hari.
Dalam mengatasi adanya luka akibat tekanan pada bagian scapula dan ulcer bisa
diatasi dengan diagnose “Impaired Skin Integrity” dengan intervensi “Pressure management“
yang salah satu caranya adalah dengan melakukan “positioning” kepada klien minimal dua
jam sekali secara teratur. Diagnose ini bisa dikombinasikan dengan diagnose yang pertama.
Sehingga diagnose ini bisa ditiadakan.
Untuk masalah urinary sendiri juga sudah bisa diatasi dengan diagnose kedua
“activity intolrerance” dengan intervensi “bed rest care” yang menyebutkan adanya
monitoring fungsi urinary, sehingga diagnose “urge urinary incontinence” bisa dihilangkan
juga.
Masalah kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan, berakibat pada
penurunan berat badan Mr.J. Untuk mengatasinya diangkat diagnose “Imbalance Nutrition :
Less Than Body Requirements” dengan intervensi terapi menelan agar Mr.J menjadi adekuat
dalam menelan makanan, tidak hanya makanan yang lembut dan mengkonsumsi susu saja
sehingga berat badannya diharapkan bisa kembali normal.
Selain itu perlu dilakukan intervensi “nutrition therapy” dimana intervensi ini bisa ikut
andil dalam mengatasi masalah konstipasi dengan cara kita memastikan bahwa diet klien
mengandung tinggi serat. Sehingga diagnose “constipation” dapat ditiadakan.
Akibat dari perubahan emosional serta dampak dari kelumpuhan yang dialami ialah
ia menjadi lebih mudah depresi dan ketergantungan pada istrinya serta menolak ketika ada
perawat yang ingin membantu meringankan tugas istri MR.J dalam merawat Mr.J. dalam
masalah ini diperlukan adanya diagnose “powerlessness” dengan intervensi “hope
inspiration” agar Mr.J terlibat secara aktif dalam perawatan dirinya sendiri sehingga tidak
terus-menerus bergantung kepada istrinya dalam melakukan semua aktivitas sehari-hari
yang seharusnya bisa diusahakan oleh Mr.J secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions & Classification,
2012 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwell.
Bulechek, G.M., H.K. Bucher, and J.M. Dochterman. 2008. Nursing Interventions and
Classification (NIC) 5th editon. USA : Mosby Elsevier.
Moorhead,.S., M. Johnson, Meridean L.Mass, and Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classifications (NOC) 4 th edition. USA : Mosby Elsevier.
Carpenito, J.L. 2002. Diagnostik Keperawatan Aplikasi Praktik Klinis. Jakarta : EGC.
Berman , Audrey, Shirlee J. Snyder, Barbara Kozier & Glenora Erb. 2003. Buku Ajar Praktik
keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
www.totalkesehatananda.com
Chlara, buat PPTnya cukup kamu copy tabelnya aja.. Pembahasan ga usah.. Implementasi bisa kamu copy dari atasnya..
Untuk diagnose cukup kamu masukin judulnya aja.. setelah itu dari 4 diagnosa yg diangkat baru kamu kasih di slide berikiutnya ditambah sama definisi, batasan karakteristik, factor yang berhubungan.. Kalo perlu ga usah dikasih, entar biar yang presentasi jelasin sendiri…