III Merunut Ke Belakang: Sebelum Para Suster Claris Sampai Ke Indonesia
Atas undangan keluarga bangsawan, maka datanglah para Claris dari Brussels, Belgia ke Belanda
tepatnya di kota Hertogenbosch pada tahun 1359. Para Suster Claris itu menjalani kehidupan di sana
dengan tenang. Namun ketenangan itu terusik sewaktu Frederik Hendrik berkuasa sekitar tahun
1629. Beliau mengeluarkan aturan: biara boleh tetap bertahan hanya sampai dengan suster yang
paling akhir meninggal dunia. Menerima calon baru tidak lagi diijinkan. Hal ini sebagai akibat dari
arus Protestantisme di Belanda waktu itu. Dua puluh tahun kemudian kurang lebih pada tahun 1649,
demi masa depan biara, para suster dengan berani mengajukan permohonan untuk membuka biara
baru di luar Belanda. Waktu itu masih ada 18 suster yang pasti sudah lanjut usia. Delapan belas
tahun kemudian permohonan ini dikabulkan. Para suster diijinkan membuka biara baru di Mechelen
- Belgia pada tahun 1667.
Sebelum biara di Mechelen dibuka, sudah ada biara Claris di Hoogstraten - Belgia yang didirikan
pada tahun 1489 dimana dua suster dari Trier - Jerman dimohon bantuannya untuk memperkuat
komunitas di sana. Pada tahun-tahun awal, komunitas Hoogstraten berkembang dengan baik dan
subur, sehingga mereka kemudian membuka biara-biara baru antara lain di Boxtel-Belanda pada
tahun 1513.
Kira-kira dua abad kemudian kurang lebih tahun 1717 karena pengejaran dan gangguan terus
menerus dari para tentara, terlebih dalam pemerintahan Yosef II, komunitas Boxtel terpaksa
meninggalkan biara mereka dan dengan susah payah mencari tempat. Pada akhirnya mereka
mendapat satu rumah benteng yang boleh disewa di Megen milik Karel Filip pada tahun 1719.
Karena kondisi rumah tidak layak pakai maka dibongkar dan dibangun menjadi sebuah biara.
Sementara pembangunan dilaksanakan, para suster tinggal di rumah lain. Pada tanggal 30 April 1721
bangunan biara sudah selesai dan bisa didiami oleh para suster. Sebagai mata pencaharian, para
suster mulai membuat Balsam de Malta dengan bantuan Pater Herman Dullens. Pada tahun 1766
para suster mulai rnernbuat Hosti yang sampai hari ini masih mereka kerjakan. Komunitas di Megen
inilah yang menjadi asal mula komunitas para suster Claris di Indonesia. Sejak Frederik Hendrik
berkuasa dan juga para penggantinya, terutama saat pemerintahan Yosef II, biara kontemplatif
terus-menerus mendapat gangguan. Tanggal 12 Januari 1782 Yosef - Kaisar Austria ini menutup
semua biara kontemplatif karena dianggap tidak ada artinya dan tidak berbuat sesuatu yang nyata
rnenghasilkan atau berguna bagi masyarakat. Pada tahun berikutnya keputusan tersebut berlaku
bagi semua biara kontemplatif di negara-negara yang berada dibawah kekuasaannya, termasuk
Belanda.
Menyusul revolusi Perancis, pada tanggal 12 Agustus 1792 semua biara di Perancis ditutup,
kemudian juga di semua negara dimana tentara Napoleon berada. Tahun 1794 kekacauan
menyerang Megen. Tahun 1812 biara Megen ditutup, para suster harus meninggalkan biara. Untuk
beberapa bulan para suster menumpang di keluarga penderma yang baik di Megen, kemudian
mereka pindah ke Oss. Tahun 1814 para suster diperbolehkan kembali ke biara tetapi dengan syarat
tertentu: tidak boleh rnenerima calon baru, Sementara itu para suster dituntut untuk memilih
pulang kembali ke rumah keluarga dengan jaminan hidup dari pemerintah atau tetap tinggal dalam
biara dengan mencari penghidupan sendiri sampai suster terakhir meninggal dunia. Para suster
mengambil pilihan yang ke dua meskipun dengan larangan untuk menerima calon baru. Akan tetapi
sejak tahun 1813 secara sembunyi-sembunyi mereka menerima calon, seraya berdoa tiada jemu-
jemunya memohon kepada Tuhan agar keadaan menjadi lebih baik. Tuhan mengabulkan doa
mereka. Sewaktu pemerintahan dipegang oleh Willem II, beliau memberi kebebasan dalam
beragama. Oleh karena itu kemudian pada 1840 larangan menerima calon baru dicabut.
Meskipun keadaan sudah lebih aman namun mereka masih was-was berada di Megen. Maka para
suster mencari tempat lain sehingga dapat pindah ke tempat baru itu bila terjadi lagi kekacauan atau
bahaya. Mereka menemukan tempat di Ammerzoden. Maka pada tahun 1876 sembilan orang suster
koor dan tiga suster luar berangkat ke Ammerzoden untuk memulai suatu komunitas baru. Tahun
1896 biara di Megen bisa dibeIi kembali dari kekuasaan pemerintah kota. Sejak saat itu para suster
dari kedua biara tersebut dapat menjalani hidup doa dan dalam pingitan yang berpegang pada
Anggaran Dasar Urbanus IV.
Menuju ke Indonesia Sejak tahun 1929 para Saudara Dina (OFM) berkarya kemball di daerah Misi khususnya Vikariat
Apostoiik Batavia - Jakarta. Atas prakarsa merekalah para suster Claris kemudian hadir pula di
Indonesia. Para saudara dina (OFM) yakin, bahwa karya-karya rnareka sebagai misionaris aktif di
paroki, sekolah, yayasan sosial, pembinaan umat tidak akan menghasilkan buah berlimpah tanpa
dukungan doa saudari-saudarinya - suster Claris (OSC). Keyakinan itu diwujudkan dalam bentuk surat
permohonan kepada Provinsial Belanda supaya mengupayakan agar beberapa suster Claris diutus ke
Indonesia untuk membantu lewat doa, memohon rahmat bagi karya missioner Saudara-audara Dina
yang bekerja khususnya di daerah Sunda - Jawa Barat. Para suster Claris ini nantinya akan tinggal di
sebuah biara yang telah dibangun oleh para Saudara Dina di Cicurug yang terletak di samping rumah
retret - ALVERNA.
Maka terjadilah peristiwa-peristiwa berikut ini:
4 November 1934 Pada hari Minggu Sore, menjelang puku] 16.30, sembiIan suster dari Megen dan Ammerzoden yang
akan berangkat ke tanah Misi menerima kunjungan luar biasa dari para penduduk kota Megen.
Mereka datang bersama para siswa gymnasium - Santo Antonius dengan iringan harmonium menuju
biara para Suster Claris. Dalam kesampatan itu Pastor Le Rouz memberi ucapan salamat jalan kepada
sembilan suster yang akan barangkat ke Indonesia. Dalam kata sambutannya beliau membayangkan
keberangkatan para suster ini sebagai keberangkatan bapa Abraham yang kepadanya Tuhan
bersabda: "Tinggalkanlah negerimu, sanak keluarga dan rumah ayahmu, dan pergilah ke negeri yang
akan kutunjukkan kapadamu! Dan Aku akan memberkatimu, Aku akan membarkati yang kau berkati
dan mengutuk yang kau kutuk” (Kej. 12:1-3)
Pada hari yang bersejarah tersebut, Bapak Walikota Megen Vlokhoven yang berkanan hadir, dengan
rasa haru menyatakan terima kasih dan syukur yang hangat kepada para suster, khususnya kepada
Suster Dorothaa (yang akan menjadi Abdis biara baru di Indonesia). Dalam kata sambutannya beliau
mengutip kata-kata mutiara salah seorang Uskup yang berkarya di tanah Misi, antara lain:
“Keberhasilan karya Misi hanya sebagian kecil saja yang merupakan karya para misionaris (karena ini
hasil karya manusia). Sebab sebenarnya karya Misi itu terutama berasal dari Tuhan dan rahmat-Nya.
Maka aku menulis bahwa kebarhasilanku di daerah-daerah Misiku, kuhubungkan dengan kehadiran
yang terberkati dari biara kontemplatif. Sebab di sana diperoleh lebih banyak rahmat, yang tanpa itu
kita para misionaris tidak dapat mencapai sasuatu.” Bapak Wali Kota kemudian menutup kata
sambutan dengan ucap an selamat penuh semangat: "Semoga berkat Tuhan melimpah, mengiringi
anda di parjalanan anda dan sepanjang umur anda. Doa-doa kota Megen menyertai anda. lngatan-
ingatan kami tetap pada anda sekalian.” Tidak ketinggalan Pater Urbanus, rektor Claris memohonkan
doa terus menerus bagi para sustar misionaris ini dari penduduk kota.
Pada akhirnya Moeder Abdis, Suster Dorothea mengucapkan sambutan perpisahan. Katanya:
“Sebelum saya berangkat ke Misi, saya merasa terdorong untuk mengucapkan terima kasih
setulus·tulusnya atas nama rekan-rekan, atas perhatian anda sekalian kepada Ordo kami. Dengan
sangat kami mohon doa-doa kalian agar Tuhan berkenan melimpahkan rahmat-Nya, supaya kami
dapat menunjang karya para misionaris dengan doa dan tapa.” Keharuan yang menyelinap dalam
hati penduduk Megen setelah sambutan ini, menunjukkan betapa besar mereka menghargai kata·
kata sambutan tersebut.
5 November 1934 Pagi-pagi benar 9 suster yang akan ke Indonesia berangkat ke biara Ammerzoden untuk berpamitan
dengan para suster. Pada sore harinya mereka telah berada di biara Fransiskan di Weert. Pater
Provinsial sendirilah yang menyambut para suster itu. Dalam upacara singkat di kapel biara Santa
Clara - St. Hieronymus di kota Weert, 9 suster itu berlutut di depan Pater Provinsial dan mereka
rnenerima Salib Misi sebagai bekal perjalanan dan pegangan hidup dari tangan Pater Provinsial.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan bermalam di biara para Suster Fransiskanes di
Heythuyzen.
6 November 1934 Sesudah perayaan Ekaristi di biara Fransiskan di Weert yang dipimpin oleh Pater Ludolphus Bosse,
bekas prokurator Misi yang kembali dari Tiongkok dan didampingi oleh Pater Ambrosius dan Pater
Secundus van Mechelen, diadakan upacara perpisahan di depan altar St. Fransiskus bagi para suster
yang akan berangkat ke tanah misi. Dalam kempatan itu Pater Prokurator membacakan surat
pengutusan.
Surat Pengutusan Dari saudara Honoratus Caminda
dari Saudara-saudara Dina
Provinsial Provinsi Belanda,
kepada Suster-suster terkasih dalam Kristus:
Sr. Dorothea, Sr.Beatrix, Sr. Rosa, Sr.Paula, Sr.Caeciiia, Sr.Veronica, Sr.Hortulana, Sr.Benedicta dan
Sr.Mechtildis.
Di antara banyak urusan dan keprihatinan yang termasuk dalam jabatan kami, misi di pulau
Jawa·lah yang mengambil tempat utama. Suatu keinginan yang terus-menerus mendorong kami,
untuk membantu para misionaris kita — sejauh kita mampu – dalam karya misioner yang tidak
mudah.
Karena kami sekarang yakin, bahwa karya itu adalah pertama-tama karya rahmat Tuhan dan bahwa
itu dapat diperoleh terutama dengan korban dan doa, dan juga kami ingin memenuhi harapan-
harapan Bapa Suci Sri Paus, yang sering beliau ungkapkan, maka demi ketaatan suci, kami mengutus
anda sekalian, untuk pergi ke Misi kita di pulau Jawa. Agar di sana di biara ALVERNA yang tertutup di
Cicurug, dibawah ketaatan pembesar setempat, kalian secara rohani ikut ambil bagian dalam karya
misioner kami, melalui hidup tapa dan doa kalian; memohon rahmat sorgawi yang berlimpah, bagi
para misionaris kita dan karya mereka.
Kami pasrahkan kalian ke dalam tanggung jawab pembesar kalian di sana dan kepada saudara
lainnya. Selamat jalan dalam Kristus dan doakan kami.
Dikeluarkan, 6 November 1934.
7 November 1934 Para suster telah berada di Milan. Di Milan mereka menghadiri Misa di Dom (Gereja) dan
mengunjungi krypte makam Santo Carolus Borromeus. Merkea juga menyempatkan diri untuk
mengunjungi monumen Santo Fransiskus. Di dekat monumen itu mereka berdoa untuk Pater
Provinsial, untuk Ordo dan ketiga biara mereka. Dalam kunjungan di monumen Santo Fransiskus,
mereka sempat berjumpa dengan seorang Pater Fransiskan yang tampak keheranan melihat
sembilan suster Claris - para saudarinya itu. Meskipun kesulitan soal bahasa toh Pater itu pada
akhirnya mengerti bahwa mereka suster Claris yang sedang dalam perjalanan sebagai misionaris ke
Indonesia.
9 November 1934 Di Arezzo para suster menghadiri Perayaan Ekaristi di gereja SantoFransiskus pada pagi hari.
Kemudian mereka pergi ke gereja Katedral dan di situ mereka mengunjungi makam Paus Gregorius
X. Dari sana mereka menuju ke Alverna. Di Alverna mereka mendapat kesempatan istimewa untuk
mengikuti prosesi para Saudara Dina menuju ke kapel Stigmatisasi. Mereka juga melihat-lihat
beberapa tempat suci di sana (batu tempat tidur Santo Fransiskus, kamar dimana Santo Antonius
pernah tinggal selama 3 bulan sesudah wafat Santo Fransiskus, kamar Santo Bonaventura, dll.)
dengan dihantar oleh seorang Bruder. Dari Alverna kembali ke Arezzo, mereka terus melanjutkan
perjalanan menuju ke Assisi. Di stasiun kereta api kota Assisi mereka dijemput oleh Pater Pancratius
dan Pater Falco.
10 November 1934 Waktu sarapan Pater Pancratius membacakan berita dari koran Maasbode tentang keberangkatan
suster-suster Claris dari Megen. Sesudah sarapan bersama Pater Pancratius, mereka mengunjungi
Portiuncula. Mereka juga mengunjungi Basilika Santo Fransiskus. Di makam Santo Fransiskus dan
Saudara-saudara Dina yang pertama: Leo, Maseo, Rufino dan Angelo,mereka berdoa. Juga secara
khusus mereka berdoa bagi Sr. Pacifica di makam Sdr. Pacificus.
Dari Basiika mereka menuju rumah kelahiran Bapa Fransiskus yang telah dirombak menjadi gereja.
Kemudian mereka menuju gereja dan biara Santa Clara. Disana mereka bertemu dengan ibu Abdis
dan ibu Vikaris, juga melihat-lihat relikwi-relikwi Santa Clara. Disitu para suster pergi ke San
Damiano.
Di biara itu, hal pertama yang dilihat oleh para suster adalah daftar nama suster yang pertama di
tempat koor – diatas pulpitum – dan mereka memutuskan untuk mengambil-alih nama-nama itu
untuk suster-suster Jawa yang pertama. Setelah berkeliling melihat-lihat kebun, tempat Clara dulu
berbaring, tempat Clara dulu menunjukkan Sakramen Mahakudus kepada orang-orang serasin,
refter, dll, mereka kembali ke penginapan.
11 November 1934 Para suster berkunjung ke Portiuncula. Mereka menghadiri Misa disalah satu kapel samping dan
mendapat kesempatan giliran pertama menerima komuni. Dari Portiuncula mereka menuju ke
Carceri, Pertama-tama mereka mengadakan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus. Kemudian
mereka berkeliling melihat-lihat kamar Santo Fransiskus, sebuah lubang dimana setan menghilang
ketika diusir Fransiskus, pohon dimana burung-burung mendengarkan khotbah Fransiskus, juga
melihat gubug-gubug tempat tinggal.
Dari Carceri para suster kembali ke Assisi untuk rnengunjungi gereja Katedral, dimana ada bejana
permandian yang digunakan untuk pembaptisan Fransiskus, Clara dan Agnes; juga batu altar dimana
Fransiskus membukakan Injil untuk Saudara Petrus dan Bernardus dari Quintavalle. Dari Katedral
mereka ke Rivo Torto - biara OFM yang pertama. Dari Rivo Torto mereka pulang ke penginapan dan
melanjutkan perjalanan menuju kota abadi - Roma.
12 November 1934 Di kota Roma mereka berjumpa dengan orang-orang yang telah mereka kenal: Pater Yakobus dan
Pater Fidentius. Juga mereka berjumpa dengan suster FMM dari Belanda yang sangat ramah dan
merasa senang bahwa para suster Claris ini akan pergi ke ]awa - Indonesia. Sesudah sarapan para
suster dijemput oleh Pater Falco untuk mengunjungi St. Maria Maggiore dimana ada makam Sdr.
Sixtus V, OFM. Dari sana mereka menuju ke Basilik Lateran dan monumen Fransiskus yang terletak di
seberang basilik. Dalam perjalanan pulang ke penginapan rnereka mampir di San Antonio.
Dalam kesempatan itu mereka bertemu dengan Pater Minister General OFM. Inilah wejangan Pater
bagi para suster: “Bapa Fransiskus berkata kepada Saudara-saudaranya: pergilah dan berkotbahlah.
Dan kepada Saudari-saudarinya: tinggallah disini dan berdoalah.' Akan tetapi saya berkata kepada
kalian: berbuatlah kedua-duanya! Berkhotbahlah dengam contoh kalian yang baik dan berdoalah
untuk para pengkhotbah! Dan kalau orang bertanya: Siapakah mereka itu? Dan dijawab: mereka
adalah wanita-wanita Kristen, maka mereka ingin juga menjadi Kristen."
Lalu Pater General memberkati mereka sekali lagi dan mereka berpamitan pada beliau. Sebagai
kenangan mereka mendapat potret beliau dengan tulisan di bawahnya yang berbunyi: "Untuk
Wanita-wanita Miskin dan Saudari-saudari Santa Clara yang tercinta dalam Kristus, yang hatinya
bernyala-nyala karena cinta kasihnya kepada Sang Pengantin Ilahi dan bersemangat untuk
meluaskan Kerajaan-Nya di antara orang yang tak beragama; yang setelah meninggalkan tanah
airnya, negeri Belanda - mengadakan perjalanan yang jauh menuju ke daerah Vikariat Apostolik
Batavia, di pulau Iawa, di Cicurug, di biara yang pertama didirikan di sana oleh Saudara-saudara Dina
dengan nama ALVERNA di bawah naungan Santo Fransiskus; yang akan hidup dalam pingitan
Serafim, kami berdoa kepada Tuhan dengan segenap hati agar kebahagiaan, kesucian dan
kegembiraan Tuhan melimpahi kalian dan atas nama lbu Clara kami memberkati kalian dengan
senang hati! "
Kemudian bersama Pater Yakobus dan Pater Fidentius, mereka melihat kota Roma. Mula-mula ke
coloseum kemudian ke Biara Santo Bonaventura dan bertemu dengan seorang Bapa Uskup yang
selama ini telah banyak membantu para suster Claris dalam upaya pergi ke tanah misi di Jawa,
Indonesia.
13 November 1934 Pada pagi hari para suster berkunjung ke museum kepausan dan sebelum meninggalkan museum
mereka menulis nama mereka di Memorandum. Pada siang harinya para suster berkeliling: ke gereja
San Ignazio mengunjungi makam St. Aloysius dan St. Yoannes Berchmans, ke St. Pieter mengunjungi
makam St. Petrus - di sana mereka berdoa Credo dan melihat-lihat patung-patung raksasa yang ada
di relung-relung, ke makam Paus Benedictus XV, Pius X dan sekretarisnya yang setia Kardinal Merry
del Val. Kemudian lewat biara besar para Benediktin mereka menuju ke St. Paulus di luar tembok.
Setelah berdoa di makam Rasul Agung St. Paulus, mereka meninggalkan basilik dan kembali ke
penginapan.
14 November 1934 Merupakan hari besar! Sebab mereka akan beraudiensi dengan Bapa Suci. Pagi-pagi benar rnereka
ke Katakombe, berangkat dari Coloseum bersama Pater Falco dengan naik bus. Kira-kira pukul 07.00
mereka telah berada di makam St. Caecilia; dan di situ Pater Falco memimpin Perayaan Ekaristi yang
dirasakan sangat istimewa karena di sini Gereja Perdana merayakan Rahasia Suci. Setelah sarapan
mereka memasuki Katakombe dengan seorang imam dari ordo Salesian, masing-masing suster
membawa lilin.
Pukul 12.00 mereka telah berada di lapangan St. Pieter dan berjumpa dengan dua misionaris
tiongkok yang telah mereka jumpai sehari sebelumnya. Mereka dihantar sampai di Vatikan oleh
Pater Yakobus. Sesampainya di bangsal besar mereka menunggu sebentar lalu mereka dihantar
masuk ke bangsal tahta kecil oleh Mayordomus, tepat di sebelah kamar kerja Sri Paus. Adalah suatu
keistimewaan kalau seseorang diizinkan masuk ruangan ini.
Lalu terjadilah hal yang sangat mengesan dan tak pernah dapat dilupakan - yaitu saat beraudiensi
dengan Paus. Bapa Suci berkenan memberi kesempatan kepada mereka untuk mencium tangan
beliau. Beliau berkenan pula memberi sambutan dalam bahasa Perancis:
“Anda kalian para suster yang akan berangkat ke Indonesia untuk mendirikan biara pingitan, adalah
biara tertutup pertama di sana. Dengan demikian anda sungguh-sungguh mendirikan suatu pusat
doa. Di sana kalian harus banyak berdoa, banyak berkorban dan dengan demikian layak
mengumpulkan pahala bagi jiwa-jiwa. Dengan doa dan matiraga anda, anda dapat menopang karya
para misionaris dan rnenyuburkannya, sehingga bekerja sama demi pertobatan bangsa disana. Itulah
panggilan anda. Dan kini kami ingin memberkati panggilan anda. Dengan senang hati kami
memberkati anda masing-masing, saudara-saudara anda, rekan-rekan sesama suster, teman-teman
suster dan semua orang yang anda inginkan untuk mendapat berkat kami.”
Akhimya Bapa Suci memberkati mereka dan waktu pamitan, beliau masih berkata:
“ Kami memberkati andal Selamat jalan! .
“ Kami memberkati .,.....
" Adieu ...! Adieu!
Dengan amat puas dan terkesan mereka meninggalkan bangsal tahta kecil dan menuruni lebih dari
200 anak tangga Santo Petrus dan ke biara Claris di Via Celsi. Di sana mereka masing-masing
mendapat kenangan berupa lilin berbentuk Anak Domba (Agnus Dei) yang telah diberkati oieh Paus.
15 November 1934 Hari ini merupakan perjalanan darat terakhir. Setelah mengucapkan banyak terima kasih atas segaia
kebaikan dan keramah-tamahan para Pater yang walaupun sibuk namun tetap mencurahkan waktu
bagi mereka, serta para Suster FMM yang bahkan membekali mereka untuk perjalanan laut, mereka
berpamitan dan Kereta Api pun berangkat. Pukul 16.00 mereka sampai di Genoa dan langsung ke
pelabuhan. Setelah berada di dalam kamar kapal, mereka sibuk membuka surat-surat yang
dihantarkan oleh Penjenang kapal.
16 November 1934 Pesta Santa Agnes Assisi, mereka menghadiri Misa di kota. Sesudah Misa mereka menyewa
beberapa taxi untuk ke Campo Santo, tempat pemakaman yang paling indah di Italia, lalu kembali ke
pelabuhan. Kapal Iaut berangkat pada sore hari. Seluruh perjalanan kapal ini membutuhkan waktu
23 hari.
9 Desember 1934: Hari Berdirinya Ordo Santa Clara Di Indonesia Pukul 04.00 kapal “TAJADUN“ yang mereka tumpangi masuk pelabuhan Tanjung Priok. Di daratan
sudah menunggu Pater Superior, Pater Victorius Beekman OFM dan beberapa ibu dari ordo III. Dari
sana mereka dihantar ke Jalan Kramat Raya 134 untuk bersyukur kepada Tuhan di kapel biara, atas
keselamatan perjalanan mereka dengan rnelambungkan TE DEUM. Sesudah disambut dan
berkenalan dengan beberapa Suster dan Pater, mereka berangkat ke Cicurug, tempat yang telah
dirindukan dan segera ingin disaksikan dan didiami. Akan tetapi biara itu belum rampung
seluruhnya, maka untuk sementara mereka boleh menumpang di biara tempat peristirahattan para
Suster Ursulin: biara “Padua“ di Cicurug. Di biara Ursulin ini Mgr. Willekens SJ, Vicaris Apostoiik
Jakarta menerima mereka secara resmi melalui surat yang dibacakan:
“Yang terhormat: Paduka Moeder dan para Suster“
Dengan hati yang hangat kami sampaikan selamat datang di Jawa Barat!
Jawa Barat adalah daerah suku Sunda; di Vikaria Jakarta sendiri ada sekitar 4 juta orang jelaslah
tugas utama hidup anda yang baru ini adalah: berdoa, bekerja dan mempersembahkan hidup anda
demi keselamatan orang-orang Sunda..
Apa kiranya yang menghalangi turunnya rahmat Tuhan? ...
Kekurangan apa gerangan yang ada pada kita maupun pada mereka yang mungkin masih harus kita
ubah atau tambahkan untuk mempercepat turunnya rahmat?
Para Suster yang terhormat,
Kami sudah mencari jawaban tetapi belurn menemukannya, dan seandainyapun kami
rnenemukannya kita toh masih mohon kepada Tuhan agar melimpahkan rahmat-Nya, karena jutaan
jiwa masih harus diselamatkan, yang masih menghadapi hambatan di perjalanan. Dan adalah suatu
kenyataan sejarah, bahwa Pemerintah Belanda berabad-abad lamanya menolak pewartaan iman
katolik di daerah ini. Kita termasuk orang-orang Belanda itu. Karena itu patutlah kalau kita pertarna-
tama sedapat mungkin menebus kesalahan dan kekurangan-kekurangan yang telah dilakukan oang-
orang kita itu. Marilah kita mencoba memberi silih atas kesalahan-kesalahan yang talah mereka
perbuat terhadap mampalai Kristus di dunia ini, yaitu Bunda Gereja Kudus.
Para Suster yang terhormat,
Kami berharap, bahwa kami dalam waktu dekat akan dapat mengunjungi anda di biara anda yang
baru. Dan sekali lagi kami ingin menekankan apa yang telah kami sebutkan di atas: Adalah tugas
kami untuk menegaskan hal tersebut di atas, baik kapada masing-masing maupun kepada seluruh
kelompok anda. Karena kabaikan dan usaha para Pater Fransiskan, anda sekarang mengambil salah
satu bagian dalam karya misioner dalam wilayah vikaria ini. Maksud dan harapan para Pater
Fransiskan adalah memasukkan tenaga-tenaga baru yang bermutu ka dalam pasukan kecil
balatentara Kristus di daerah Sunda ini.
Bimbingan yang akan mereka berikan kepada anda, sekaligus akan menunjukkan tugas anda. Sekali
lagi: SELAMAT DATANG dan mohon DOA!
Dalam Kristus,
P. Willekens, SJ (Vic. Ap. Jakarta)
10 Maret 1935: Pemberkatan Biara Claris Cicurug Inilah hari penting bagi Fransiskan di Indonesia, terutama di Jawa. Pada hari itu biara “ALVERNA“
para sustar Claris di Cicurug dibarkati 0lah Mgr. Petrus Willekans, SJ. Vic. Ap. Jakarta. Pada hari
sebelumnya beliau beserta P. J. Janssens, SJ - sekretaris, telah tiba di Cicurug. Beliau bardua
disambut olah P. F. Schneiders, OFM, Superior Regularis dan P. J. Van Maar dan bermalam di wisma
retret.
Minggu pagi pukul 05.30 acara dimulai dengan pemberkatan batu Altar. Pada pukul 07.30 acara
pemberkatan kedua kapel biara luar dan dalam. Mgr.Willekens didampingi P. Janssen dan P. F.
Schneiders, berjalan di depan, kemudian para suster Claris mengikuti di belakang mereka. Pada
pukul 08.00 Monsigneur memimpin perayaan Ekaristi didampingi oleh P. Janssens dan P. Schneiders.
Pada pukul 10.00 dimulai acara pemberkatan seluruh biara. Acara diawali dengan penjemputan
Monsigneur dari rumah retret oleh barisan rohaniwan dengan meriah antara Iain: P. Janssen - pater
Superior, P. Victorius Beekman - konsiliaris, P. Laurentius Teepe - konsiliaris, Dr. Van Asseldonk -
Superior Regularis Salib Suci Bandung, P. Wubbe SJ – Pastor Katedral lakarta, P. Columbanus Postma
OFM, P Benedictus Coenen OFM, P. Joel van Moor OFM, P. Adam van der Veldt, Broeder Verste
dengan dua rekannya dari Bogor, Mere Prieur dengan beberapa suster Ursulin dari Noordwijk (Jalan
Juanda - Jakarta) dan Mere Hildebrand dengan suster-suster FMM Bogor dan beberapa puluh awam.
Arak-arakan mulai di Sanctisimum, lalu menuju ke biara luar. Di depan pintu gerbang masuklah para
suster Claris sambil menyanyikai Litani Orang Kudus Serafim, sementara Monsigneur mereciki
tembok biara luar. Lalu semuanya masuk biara dan Monsigneur memberkati sebuah salib indah dan
menggantungkannya di salah satu dinding di gang tengah. Kemudian semua ruangan, baik yang ada
di bagian bawah maupun yang ada di bagian atas diberkati. Semua yang hadir mengikuti para suster
dengan diam dan penuh perhatian.
Selesai pemberkatan keliling dalam biara, Monsigneur disambut oleh Pater Superior atas nama Pater
Provincial dan Pater-pater dari provinsi Negeri Belanda dan Moeder Abdis serta semua suster Claris
di gang tengah, dimana tergantung salib indah yang baru saja di berkati. Pater Superior
mengucapkan terima kasih atas kesediaan Monsigneur memberkati biara Claris ini.
Sesudah Pater Superior selesai menyampaikan terimakasih, beliau mengungkapkan harapannya agar
rumah ini menjadi tampat dimana cintakasih Tuhan bertakhta sepanjang masa dan agar cintakasih
sesama yang unggul perwira menurunkan berkat Tuhan Yang Mahatinggi atas sesama berkat doa
dan ulah tapa para suster. Kemudian Monsigneur dipersilahkan untuk memberi kata sambutan.
Antara lain kata sambutan itu berbunyi demikian: "Apabila kita mempertanggungjawabkan apa yang
baru terjadi ini, maka peranan saya amat kecil dan orang-orang lain pantas mendapatkan
terimakasih yang sebesar-besarnya. Kealianlah yang memegang peranan utama di sini. Anda kalian
akan menjalani hidup religius dengan mengurbankan segala-galanya dan menetap di sini sampai
akhir hayat kalian. Setengah jam lagi kami meninggalkan tampat ini dan pintu-pintu akan ditutup
untuk salama-lamanya, dan anda kalian, suster, akan tinggal sampai akhir hidup kalian.” Kemudian
Bapa Uskup menerangkan arti hidup membiara: "Tadi pagi saya telah mengkonsekrir sebuah batu
dan oleh konsakrasi ini, batu itu dibaktikan kepada Tuhan dan diasingkan dari pemakaian profan.
Demikian juga dangan konsekrasi sebuah piala dan gereja. Hal samacam itu juga terjadi dangan
profesi para religius. Karena profesi itu para religius berhenti dari pribadi profan; mereka dibaktikan
kapada Tuhan dan Gereja. Atas nama Gereja, para sustar ini berdoa dan bertapa bukan hanya untuk
diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain, untuk orang-orang yang menghina Tuhan karena dosa-
dosa mereka atau yang lupa memanjatkan sembah sujud yang layak bagi Tuhan. Sama seperti halnya
membiarkan batu suci, piala atau geraja yang dikonsakrir kepada pelanggaran kudus, maka jatuhnya
sama juga merupakan pelanggaran suci kalau suster-suster ini ditarik dari pengabdian mereka
kepada Tuhan dengan mengembalikan hidup mereka kepada dunia.”
Selanjutnya Bapa Uskup menjelaskan acara harian para sustar, dimana semuanya diarahkan kepada
doa dan matiraga demi Gereja dan umat manusia, "Saya mengucapkan: SELAMAT DATANG DI
INDONESIA dan saya berharap, agar kalian semakin boleh menjawab panggilan yang luhur ini. Saya
juga mengucapkan terima kasih atas nama Vikariat kepada para pater Fransiskan, untuk karya
mereka demi keselamatan negara dan umatnya." Demikian Bapa Uskup menutup kata sambutan itu,
Setelah bapa uskup selesai menyatakan kata sambutan, Pater Superior menyambung dengan ucapan
terimakasih atas kata sambutan bapa uskup yang mengesankan; juga mengucapkan terimakasih
kepada pembangun dan perancang biara ini - arsitek J. Van Oyen - yang menurut pendapat semua
orang - telah menghasilkan sebuah karya bangunan yang indah dan sederhana serta kokoh yang
membuat harum namanya. Sebuah karya bangunan yang menurut perhitungan menjawab tuntutan
istimewa dari negara tropis dalam keindahan lengkung-lengkung dan garis ketat memancarkan
kehidupan para penghuninya yang sederhana dan ugahari. Kata-kata terimakasih juga disampaikan
kepada Maskapai Beton Belanda yang mengerjakan karya agung ini dengan memuaskan. Akhirnya
acara resmi ini ditutup dengan BERKAT KEPAUSAN dari Bapa Uskup dan dilanjutkan dengan
berkumpul di wisma retret untuk menikmati minuman segar.
14 Maret 1935 Beberapa hari sesudah pemberkatan biara, Sr Benedikta mengucapkan kaul meriah. Hadir dalam
upacara profesi meriah: beberapa Pater OFM, seorang postulan dan dua orang ibu.
7 Februari 1936 Para suster boleh bergembira dengan rnasuknya dua postulan pertama yaitu Mies Poublon dari
Yogyakarta, yang kemudian mengambil nama Sr. M. Clara, dan Mies Bouwman dari Bandung yang
kemudian mengambil nama Sr. M. Agnes. Sesudah kedua postulan pertama tersebut, menyusul
beberapa postulan lain, bahkan ada yang datang dari Sulawesi yakni Sr. M. Fansiska Wagey.
11 Maret 1938. Datanglah dua orang suster lagi dari Nederland yakni Sr. Dominica Dinjens dari Ammerzoden dan
Sr.Delphina van Meyel dari Megen. Dengan demikian jumlah mereka sekarang menjadi 17 orang
suster.
ZAMAN PERANG Delapan tahun lamanya para suster Claris ini menikmati suasana hidup tenang dan damai. Tetapi
keadaan ini tidak dapat dipertahankan lebih lama, karena pada tahun 1942 tentara Iepang
menduduki Indonesia. Perang itulah yang merongrong kehidupan mereka. Suasana tegang terasa
dimana-mana: perampokan, penganiayaan, penangkapan dan seribu-satu kejahatan perang.
Kekejaman itupun sempat menerobos benteng pertahanan biara. Semua suster yang
berkewarganegaraan Belanda diciduk dan dimasukkan kamp. Yang tertinggal hanyalah beberapa
suster pribumi. Penderitaan lahir batin bertambah lagi karena tidak adanya kontak antara yang
dibawa pergi dan yang ditinggal. Baru setelah zaman kemerdekaan, ada sedikit harapan baru. Semua
suster yang dimasukkan kamp selama pendudukan Jepang dibebaskan. Namun demikian suasana
tenang dan aman belum bisa diciptakan secara menyeluruh. Kebencian bangsa Indonesia terhadap
orang-orang Belanda tetap ada dimana-mana. Para suster pun merasa masih belum aman.
Setelah para suster Claris dibebaskan dan boleh meninggalkan kamp, mereka menumpang di rumah
para saudara dina di Kramat Raya 134. Meskipun sekarang dapat tinggal di rumah yang agak aman,
tetapi hati mereka sangat cemas akan nasib saudari-saudari yang masih tertinggal di biara Alverna.
Karena itu, atas resiko sendiri, di bawah desingan peluru, dua orang suster yakni Sr. Caecilia Koopen
dan Sr. Agnes Bouwman disertai oleh dua Saudara Dina yakni Pater Teepe dan Pater Terhel
berangkat ke biara Alverna untuk menemui para suster cli sana. Dengan naik kereta api, dalam
suasana tegang mencengkam, akhirnya mereka tiba juga di Cicurug dengan selamat.
Betapa menggembirakan pertemuan ini, dan sangat mengharukan setelah sekian lama tidak pernah
mendengar berita dan tidak pernah bertemu. Namun keadaan belum sungguh-sungguh aman.
Karena gangguan tentara rakyat terus-menerus, maka oleh palang merah para suster diangkut ke
kamp di Sukabumi dengan truk. Ketika tentara rakyat akan menyerang dan mau membakar kamp
Sukabumi, pemerintah Inggris mengambil tindakan.
Semua tahanan diangkut dengan konvoi ke tangsi militer Bogor. Kemudian para suster akan
dikembalikan ke kamp perlindungan di Jl. Kramat Raya 134 lagi. Ketika keadaan menjadi lebih aman,
mereka boleh keluar. Betapa senang dan gembira! Keinginan hati mau segera kembali ke biara dan
tinggal di Cicurug yang sunyi dan sepi, menjalankan dan membangun hidup doa dan semadi.
Namun apa daya, kekecewaan tetap menyertai rnereka. Dengan hati pilu, air mata mengalir, mereka
menyaksikan atap biara yang hampir runtuh. Tak mungkin mereka tinggal di situ. Merekapun
mencari rumah pondokan di Sukabumi, sambil memperbaiki sedikit demi sedikit biara sendiri.
Untung belum dapat diraih, kemalangan masih menghadang, Harapan yang besar untuk dapat
menghuni kembali biara yang sedikit demi sedikit diperbaiki ternyata tak terpenuhi. Biara yang
hampir berdiri kembali ini disapu habis oleh tentara rakyat dengan membakarnya. Maka habis
pulalah riwayat biara Alverna. Yang tinggal hanyalah puing-puingnya!
Tetapi Tuhan tidak meninggalkan mereka. Di tengah kesedihan, Tuhan memberi penghiburan
kepada mereka dengan menganugerahkan seorang puteri kecil yang datang dari Surakarta. Atas
penyelenggaraan Ilahi yang luar biasa puteri yang berangkat bersama Sr. Melani OSU dan tiga calon
untuk Ordo Ursulin ini bertemu dengan Mgr. N. Geise, OFM yang kemudian menghantarnya
kehadapan Ibu Abdis. Dialah puteri pribumi pertama yang bergabung menjadi suster Claris. Puteri itu
bernama Aloysia Soemarni yang kemudian mengambil nama biara Sr. Yosepha. Beliau diterima
sebagai postulan di Bunut, Sukabumi. Suster pribumi pertama ini meninggal pada tanggal 14
Februari 1983.