Download - ii - erepo.unud.ac.id
ii
KATA PENGANTAR
Dalam kurun waktu 2 dekade terakhir ini penerimaan
terhadapkardiotokografi sebagai alat pemantau kesejahteraan janin
semakin meningkat dan digunakan pada beberapa tempat
pelayanan kebidanan di seluruh dunia. Penerimaan ini tidak begitu
saja terjadi, tanpa kontroversi,perdebatan mengenai peranan
kardiotokografiuntuk menilai keadekuatan oksigenasi janin masih
berlangsung sampai sekarang. Tetapi walaupun demikian, telah
dicapai suatu konsesus bahwa pemantauan denyut jantung janin
melalui kardiotokografi merupakan teknik skrining dasar untuk
menentukan adekuat/tidaknya oksigenasi janin.Di Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar, pemakaian
test kesejahteraan janin intra uterin dengan menggunakan alat
kardiotokografi (KTG) merupakan hal yang relatif baru (sejak
tahun 1996), oleh karena itu untuk memperoleh kesamaan
pemahaman tentang pemantauan denyut jantung janin (FHR
Monitoring), penulis dari Sub Lab Fetomaternal menyusun buku
ini yang diberi judul “Dasar – Dasar Pemantauan Denyut Jantung
Janin Dan Aktifitas Uterus”. Buku ini disusun berdasarkan studi
kepustakaan, pengalaman pribadi serta pengalaman belajar di
tempat/senter yang lebih maju dalam bidang ini.
Penulis menyadari adanya ketidak sempurnaan buku ini,
oleh karena itu diharapkan para pembaca dapat menyampaikan
kritik dan sarannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga buku
ini dapat bermanfaat untuk para dokter peserta PPDS I Obstetri dan
Ginekologi, dokter umum, dokter SpOG, bidan, serta kalangan
praktisi obstetri lainnya.
Denpasar,September 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................... iii
Daftar Gambar ............................................................................. iv
Pemantauan Denyut Jantung Janin ............................................. 1
Pendahuluan ........................................................................... 1
Keuntungan ............................................................................ 1
Kerugian ................................................................................ 3
Konsep Homeostatis Sirkulasi Janin ...................................... 5
Keseimbangan Asam Basa Ibu dan Janin .............................. 9
Respon Janin terhadap Hipoksia ............................................. 10
Asidemia Janin ....................................................................... 11
pH Darah Janin ...................................................................... 11
Mekanisme Kontrol Denyut Jantung Janin ................................. 13
Terminologi Denyut Jantung Janin ........................................ 15
Pemantauan Aktivitas Uterus Selama Persalinan ....................... 37
Pengaruh Kontrakasi Uterus terhadap Perfusi Intervili ......... 37
Terminologi Karakteristik Aktivitas Uterus .......................... 38
Interpretasi Hasil KTG dengan Baik ........................................... 43
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sirkulasi Normal Sistem Sistem Fetus ....................... 6
Gambar 2. Kompresi Aorta - Iliaka ............................................. 7
Gambar 3. Kompresi Vena Kava ................................................. 8
Gambar 4. Umbilikum ................................................................ 9
Gambar 5. Mekanisme Kontrol Denyut Jantung Janin ............... 14
Gambar 6. Garis Dasar DJJ Normal ........................................... 16
Gambar 7. Garis Dasar Takikardia ............................................. 18
Gambar 8. Garis Dasar Bradikardia ............................................ 21
Gambar 9. Garis Dasar Variabilitas ............................................ 23
Gambar 10. Akselerasi ................................................................ 24
Gambar 11. Stepladder ................................................................ 25
Gambar 12. Onset Dini ............................................................... 27
Gambar 13. Onset Lambat .......................................................... 28
Gambar 14. Deselerasi Variabel ................................................. 30
Gambar 15. Diagram Skema dari Deselerasi Variabel yang Tidak
Khas ............................................................................................ 34
Gambar 16. Deselerasi Kombinasi .............................................. 36
Gambar 17. Monitoring AKtivitas Uterus .................................. 38
Gambar 18. Elevasi Tonus Basal ................................................ 40
Gambar 19. Konfigurasi “Picked Fence” .................................... 41
v
Penulis
A.A.N.Jaya Kusuma, dr, MARS, SpOG(K) BagianObstetri dan Ginekologi
Divisi Kedokteran Fetomaternal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Ryan Saktika Mulyana, dr, M.Biomed, SpOG(K) Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Kedokteran Fetomaternal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Evert Solomon Pangkahila, dr, M.Biomed, SpOG(K) Bagian Obstetri dan Ginekologi
Divisi Kedokteran Fetomaternal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
1
PEMANTAUAN DENYUT JANTUNG JANIN
Pendahuluan
Sejak diperkenalkannya monitoring denyut jantung janin pada
akhir tahun 1960, sampai saat ini pemakaian monitoring denyut
jantung janin dipakai secara luas oleh kalangan praktis obstetri di
dunia. Walaupun memiliki keterbatasan, cara pemantauan denyut
jantung janin ini terus dikembangkan terutama dari segi kriteria
dan interpretasinya. Saat ini penggunaan kardiotokografi (KTG)
untuk memantau persalinan merupakan metode yang banyak
dipakai, kira-kira 75% dari seluruh persalinan di USA dipantau
dengan alat ini, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan
kebutuhan antara praktisi dan konsumen.
Keuntungan :
Dibandingkan dengan caraauskultasi maka cara pemantauan
elektronik ini memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Dapat merekam denyut jantung janin secara lengkap dan
akurat.Dengan menghitung jumlah denyut jantung janin
menggunakan stetoskop, kita akan menemui kesulitan
terutama berapa lama kita harus menghitungnya.Dikatakan
bahwa dengan sistim perhitungan 15 detik kemudian
dikalikan 4 akan menimbulkan kesalahan sebanyak 4 kali
juga. Dengan cara elektronik kita bisa memantau frekuensi
dengan tepat, penurunan variabilitas, akselerasi dan
deselerasi, yang tidak mungkin didapatkan dengan cara
auskultasi.
2. Dapat merekam perubahan denyut jantung janin dengan
kontraktilitas uterus. Perubahan denyut jaantung janin
berupa akselerasi/deselerasi akibat kontraksi uterus akan
2
dapat direkam oleh alat ini, karena alat ini juga dilengkapi
dengan tokodinamometer. Selain itu alat ini juga dapat
merekam aktivitas uterus yang lainyaitu: tonus basal,
durasi, frekuensi, ritmisitas dan konfigurasi kontraksi.
Dengan demikian secara objektif kita dapat melihat
kontraksi yang adekuat, tidak adekuat atau telah terjadi
suatu keadaan yang berbahay bagi janin.
3. Untuk menilai fungsi plasenta :
Disamping digunakan untuk pemantauan intra partum,
KTG juga dapat digunakan untuk menilai kesejahteraan
janin ante partum (antepartum CTG). KTG mulai dapat
menggantikantest hormonal untuk menilai fungsi plasenta,
oleh karena dengan test hormonal tidak mungkin untuk
mendapat hasil yang segera yang sesuai dengan keadaan
janin.
4. Merekam secara permanen kejadian-kejadian yang
membahayakan janin.Dengan menggunakan stetoskop saja
hampir tidak bisa kita menjelaskan bagaimana terjadinya
kematian janin dalam kandungan (KDJK), kecuali secara
nyata terdapat bradikardi dimana kita tidak mempunyai
cukup waktu untuk melakukan intervensi. Dengan
menggunakan KTG kita dapat menilai apa yang akan dan
sudah terjadi pada janin dan masih mempunyai cukup
waktu untuk melakukan perbaikan dan intervensi untuk
menyelamatkan bayi.
5. Pertanggung Jawaban secara hukum (“legalaspect”).
Dengan adanya rekaman KTG ini kita dapat
mempertanggung jawabkan secara hukum, ilmiah/medis
maupun sebagai barang bukti jika terjadi tuntutan hukum
terhadap proses pertolongan persalinan.
3
6. Jaminan rasa aman :Seorang ibu dan keluarganya akan
merasa lebih aman (“secure”) bila dapat ikut mendengar
dan melihat aktivitas bayinya di dalam uterus selama
persalinan.
Kerugian :
1. Biaya.
Dengan adanya pemakaian alat ini tentunya biaya
persalinan yang dibutuhkan akan lebih besar yang
menyangkut soal alat, beserta perlengkapannya.
2. Positip Palsu :
Metode apapun yang digunakan, yang penting bagi
pemakai adalah mengetahui keterbatasan dari alat tersebut.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap KTG ini maka
didapatkan bila gambaran yang tidak baik maka hanya 20 -
30 % yang betul - betul tidak baik. Oleh karena itu keadaan
klinis penderita dan pemeriksaan penunjang yang lainharus
dipertimbangkan.
3. Diperlukan kemampuan interprestasi hasil rekaman :
Untuk bisa menilai keadaan janin, kita perlu memahami
fisiologijanin serta mampu untuk melakukan interprestasi
rekaman.Pemahamanterhadap perubahan denyut jantung
janin yang berhubungan dengan fisiologi persalinan juga
dibutuhkan dan harus dilihat keadaan klinis pasien.
4. Meningkatkan Kejadian Seksio Sesaria.
Dimanapun di dunia sudah terbukti bahwa pada awal KTG
ini digunakan akan terjadi peningkatan angka SC yang
disebabkan oleh miss interprestasi atau adanya ketakutan
dari observernya, walaupun ada juga yang melaporkan
4
kejadian SC yang sangat kecil dengan penggunaan alat ini.
Misalnya lebih dari 5000 persalinan risiko rendah yang
lahir di Rumah Sakit Universitas di Lund, Sweden tahun
1977-1978, ternyata hanya 30 pasien (0,6%) yang lahir
dengan SC oleh karena fetal distress.
Ada beberapa faktor selain hipoksia yang dapat menyebabkan
depresi pada bayi, antara lain :
1. Trauma persalinan
2. Obat-obatan
3. Infeksi
4. Aspirasi mekonium
5. Kelainan kongenital
6. Anemia janin
7. Prematuritas
8. Masalah-masalah teknis
Oleh karena itu dalam menilai perubahan tersebut faktor diatas
harus diminimalkan. Harus diingat pula bahwa luaran bayi atau
keselamatan bayi baru lahir tergantung 5 hal yaitu :
1. Kesejahteraan janin sebelumnya (ante/intrapartum )
2. Adanya “stress” pada janin, dan tergantung pula dari
lamanya “stress” dan dalamnya “stress”.
3. Kemampuan untuk melakukan deteksi dini terhadap
tanda-tanda kesejahteraan janin yang buruk.
4. Kecepatan dan ketepatan melakukan intervensi/
perbaikan terhadap keadaan yang membahayakan janin.
5. Tersedianya fasilitas yang memadai untuk pertolongan
bayi baru lahir.
5
Dengan menggunakan alat KTG ini kita dapat memenuhi kriteria 1
sampai dengan 4 sehingga hidup bayi masih bisa diselamatkan.
Konsep Homeostasis Sirkulasi Janin
Homeostasis sirkulasi janin sangat tergantung dari aliran darah ke
janin (flow dependent). Ada 3 jalur nutrisi ke janin yang
mempengruhi kehidupan janin intra uterin, yaitu :
1. Jalur nutrisi maternal
2. Jalur nutrisi uteroplasenta
3. Jalur nutrisi umbilikalis
Perubahan satu atau lebih dari ke 3 jalur tersebut dapat
menurunkan perfusi ke janin dan pada akhirnya mengganggu
aksigenasi janin. Dengan melihat / menilai pola denyut jantung
janin kita dapat menduga lokasi gangguan dari ke - 3 jalur nutrisi
tersebut dan sekaligus dapat memberikan informasi beratnya
gangguan tersebut. Prinsip masing-masing gangguan pada jalur
nutrisi seringkali dapat memberikan gambaran khas pada
pencatatan denyut jantung janin.
6
Gambar 1. Sirkulasi normal sistem fetus-maternal
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
1. Jalur Nutrisi Maternal.
Pada jalur ini terdapat 2 sistem yang berperan dalam menjaga
aliran darah ke janin, yaitu :
a. Sirkulasi Aorta Iliaka
Arteri ini membawa darah bersih teroksigenasi dari
jantung ibu ke uterus melalui aorta abdominal, a. iliaka,
a. hipogastrika, a. uterina. Bila terjadi obstruksi pada
sistem ini terjadi penurunan perfusi ke unit
uteroplasenta. Penekanan terhadap sistem ini tidak akan
menyebabkan penurunan tekanan darah ibu tetapi dapat
menyebabkan berkurangnya darah yang menuju ke unit
uteroplasenta dengan akibat terjadi takikardia /
deselerasi. Dengan mengubah posisi ibu maka terjadi
perbaikan sirkulasi ibu selanjutnya dapat memperbaiki
denyut jantung janin.
7
Gambar 2. Kompresi aorta – iliaka
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
b. Sirkulasi Vena Kava.
Vena ini merupakan vena utama dimana darah kembali
dari perifer ke jantung ibu. Bila terjadi penekanan vena
kava maka darah yang kembalike jantung ibu berkurang
sehingga darah yang dipompakan ke aorta berkurang
dan selanjutnya dapat mengurangi darah yang masuk ke
unit uteroplasenta. Pada penekanan vena ini terjadi
penurunan tekanan darah ibu dan takikardi / deselerasi
pada janin. Dengan mengubah posisi ibu kondisi ini
dapat diperbaiki.
8
Gambar 3. Kompresi vena kava
(Dikutip dari kepustakaan No.1)
2. Jalur Nutrisi Utero Plasenta
Arteri uterina membawa darah yang teroksigenasi ke uterus. Arteri
ini bercabang-cabang menjadi aa. Spiralis, aa. Arcuatis, dan aa.
Basilaris yang kemudian melalui otot miometrium masuk ke
“myametrial pool”. Selanjutnya darah akan mengalir ke ruang
intervilus dimana terjadi pertukaran gas antara ibu dan janin. Bila
terjadi kontraksi yang berlebihan akanmenyebabkan penurunan
aliran darah ke “myometrial pool” / ruang intervili yang dapat
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.Gangguan fungsi
plasenta ini juga bisa terjadi bila ada defek pada plasenta yang
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan resistensiperifer pada
plasenta sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan
yang mengakibatkan fungsi plasenta terganggu. Pada fungsi
plasenta yang masih baik dengan cadangan plasenta cukup maka
kontraksi yang adekuat tidak menyebabkan hipoksia janin.
3. Jalur Nutrisi Umbilikus
Jalur ini adalah tali pusat yang terdiri dari 2 uteri umbilikalis dan 1
venaumbilikalis. Umbilikalis menyalurkandarah yang teroksigenasi
dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis sedangkan darah
yang tidak mengandung oksigen dari fetus ke plasenta atau ibu
melalui arteri umbilikalis. Bila terjadi gangguan aliran darah dari
9
atau ke janin akan terjadi gangguan hemodinamik janin yang dapat
menyebabkan perubahan denyut jantung janin. Jadikesimpulannya,
hemostasis sirkulasi janin tergantung dari kondisi jalur nutrisi ibu,
plasenta dan umbilikus.
Gambar 4. Kompresi Umbilikus
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
Keseimbangan Asam Basa Ibu dan Janin
Intra uterin, janin ada dalam keadaan hipoksia fisiologis oleh
karena tekanan O2 janin lebih rendah dari tekanan O2 ibu, maka
janin akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara
kompensasi yaitu :
HbF yang dimiliki janin, mempunyai konsentrasi lebih
tinggi dibandingkan dengan orang dewasa dan aktifitas
terhadap O2 juga lebih tinggi.
Janin mensuplai oksigen ke jaringan melebihi kebutuhan
jaringan.
Dengan keadaan tersebut maka mekanisme kompensasi janin untuk
dapat hidup intra uterin sudah maksimal. Tetapi karena
10
kemampuan tersebut juga janin masih tahan terhadap hipoksia
ringan / sedang, bahkan pengurangan oksigen sampai 50 % belum
mampu mempengaruhi aktivitas janin.Pada keadaan menurunnya
perfusi utero plasenta terjadi penurunan oksigen di vena
umbilikalis tetapi tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
hipoksia jaringan sepanjang berkurangnya oksigenasi itu masih
mencukupi kebutuhan untuk metabolisme aerobik. Hipoksia
jaringan akan terjadi bila terjadi perubahan metabolisme ke arah
anaerobik yang menyebabkan produksi asam laktat. Janin dapat
menjadi hipoksia dengan berbagai sebab antara lain :
1. Oklusi tali pusat
2. Kontraksi uterus hipertonik
3. Hipotensi maternal
4. Berkurangnya kemampuan transportasi O2 pada bayi (rhesus)
5. Menurunnya fungsi plasenta secara kronik seperti pada kasus
PJT.
Respon Janin Terhadap Hipoksia
Respon janin terhadap hipoksia adalah terjadinya redistribusi aliran
darah. Cardiac out put (COP) = heart rate X stroke volume pada
janin. COP sangat tergantung dari heartrate. Pada hipoksia akan
terjadi takikardi, untuk membuat COP menjadi cukup. Takikardi
ini dihasilkan dari katekolamin yang dilepaskan oleh
adrenal,disampingoleh adanya rangsangan terhadap kemoreseptor
simpatis yang kemudian mendeaktivasi nervus vagus sehingga
refleks simpatis lebih dominan.Pada hipoksia yang kronis pada
awalnya denyut jantung janin tidak berubah karena masih ada
cadangan dari unit utero plasenta, yang berubah karena masih ada
cadangan dari unit utero plasenta, yang berubah adalah variabilitas
dan hilangnya akselerasi.
11
Asidemia Janin
Pada keadaan hipoksia terjadi perubahan metabolisme pada janin.
Pada hipoksia yang akut/sebentar akan terjadi penumpukan asam
bikarbonat (HCO3) sebagai hasil dari metabolisme aerobik.
Penumpukan ini disebabkan oleh terputusnya sirkulasi plasenta
sebagai alat respirasi janin yang membuang HCO3 ke sirkulasi ibu.
Hal ini disebut sebagai asidosis respiratorik. Janin akan baik bila
sirkulasi plasenta dapat diatasi. Dengan makin berat dan lamanya
hipoksia berlangsung, maka terjadi perubahan metabolisme dari
aerobik menjadi anaerobik yang menghasilkan asam laktat, asam
laktat ini tidak dapat melewati plasenta, walaupun sirkulasi
plasenta telah diperbaiki. Akibatnya akan terjadi penumpukan
asam laktat dan terjadilah asidosis metabolik. Asam laktat
menyebabkan tissue/brain damega. Pada keadaan ini akan terjadi
penurunan pH darah janin secara tajam (pH<7,1). Oleh karena itu
sangat penting untuk mengetahui perkiraan lamanya dan beratnya
hipoksia. Untuk dapat memperkirakan telah terjadi perubahan
metabolisme aerobik. Resusitasi intra uteri mutlak dilakukan untuk
memperbaiki sirkulasi utero plasenta, sehingga asidosis dapat
teratasi dalam waktu 20 - 30 menit.
pH Darah Janin
Keadaan janin baru lahir yang mengalami hipoksia intra uterin
tergantung dari jenis asidosis dan derajat asidosis. Perubahan yang
terjadi pada denyut jantung janin dapat menunjukkan adanya
masalah pada bayi intra uterin tapi tidak secara nyata dapat
menunjukkan beratnya asidosis. Beratnya asidosis itu dapat
diperkirakan dari pemeriksaan pH darah.Suatu variabel deselerasi
yang berat tanpa disertai perubahan denyut jantung janin /
12
variabilitas ternyata out come nya baik. Sebaiknya suatu deselerasi
berat dengan perubahan denyut jantung janin / variabilitas, out
comenya jelek, tapi asidosisnya tidak terlalu berat dimana pH 7,1 -
7,2.
Untuk dapat meramalkan keadaan janin ada 3 prinsip dasar :
1. Keseimbangan asam basa (tipe asidosis respiratorik atau
metabolik)
2. Perubahan denyut jantung janin, variabilitas dan reaktivitas
merupakan petunjuk yang lebih baik dibandingkan dengan
tipe dan dalamnya deselerasi.
3. Pemeriksaan pH darah saja tanpa melihat perubahan
abnormal pada denyut jantung janin kurang sesuai dengan
keadaan hipoksia janin.
Kelebihan dari pemantauan denyut jantung janin dalam hal ini
adalah bahwa pada hipoksia yang menyebabkan asidemia yang
progresif dapat menunjukkan hasil dalam waktu yang segera
(cepat),dimana yang dipengaruhi adalah variabilitas dasar, kalau
berkurang berarti terjadi hipoksia janin.Kita tidak boleh menunggu
sampai pH dibawah normal, rekomendasi untuk melahirkan janin
adalah pH 7,1 - 7,2. (Derajat asidosis ; pH 7,2 - 7,25 pre asidosis ;
pH 7,1 - 7,2 asidosis).
13
MEKANISME KONTROL
DENYUT JANTUNG JANIN
Pengetahuan mengenai beberapa faktor yang mengendalikan
denyut jantung janin harus dipahami untuk dapat memahami
pembacaan kardiotokografi. Mekanisme yang mengatur denyut
jantung janin ada 2 yaitu :
1. Kontrol intrinsik
2. Kontrol ekstrinsik
1. Kontrol intrinsik
Adanya aktifitas spontan dari “pace maker” pada nodus
sinoartrial menyebabkan denyut jantung janin meningkat, dan
aktifitas dari nodes artrioventrikuler menyebabkan denyut jantung
janin menurun.
2. Kontrol ekstrinsik
Mekanisme kontrol dari luar jantung ajnin yang berperan adalah
sistem saraf otonom (simpatik dan parasimpatik), dan
hormon.Jantung janin diintervasi oleh serabut saraf dari sistem
saraf otonom. Rangsangan terhadap syaraf parasimpatis akan
menyebabkan penurunan denyut jantung janin dengan lambat.
Denyut jantung janin dasar dipengaruhi oleh rangsangan saraf
simpatis dan parasimpatis dimana secara embriologis pematangan
dari parasimpatis lebih lambat daripada simpatis, kira-kira sampai
umur kehamilan 35 minggu, Oleh karena itu pada bayi-bayi
prematur denyut jantung janin tampak lebih cepat dibandingkan
bayi aterm.
Baroreseptor dan kemoreseptor berperan dalam timbulnya
perubahan periodik pada denyut jantung janin berupa akselerasi
14
dan deselerasi. Pengaturan perubahan tersebut berada dalam aorta
dan sinus karotikus, dimana kemoreseptor juga berpusat di medula
oblongata.
SKEMA PERANAN SSO TERHADAP DJA sbb :
Gambar 5. Mekanisme kontrol denyut jantung janin.
(Dikutip dari kepustakaan No. 3)
15
Bila terjadi peningkatan tekanan darah janin maka terjadi aktivasi
baroreseptor yang akan mengaktifasi nervus vagus melalui medula
oblongata sehingga terjadi penurunan denyut jantung janin,
demikian pula bila terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi
deaktivasi nervus vagus sehingga menyebabkan aktifasi simpatis
dan peningkatan denyut jantung janin.
Kemoreseptor akan teraktifasi bila terjadi penurunan tekanan
persial O2 di perifir/sentral. Penurunan tekanan O2 menyebabkan
rangsangan terhadap nervus simpatissehingga terjadi peningkatan
denyut jantung janin. Interaksi yang terjadi terus menerus dari saraf
simpatis dan parasimpatis tersebut menghasilkan apa yang disebut
‘beat to beat variability”.
Terputusnya aliran darah ke janin menyebabkan terjadinya
penurunan hipo dan hipertensi pada sirkulasi janin. Perubahan
mandadak pada darah tali pusat akan mengatifasi mekanisme
baroreseptor yang menyebabkan terjadinya penurunan denyut
jantung janin.
II.1TERMINOLOGI DENYUT JANTUNG JANIN.
Ada 3 komponen yang harus dinilai pada pemantauan denyut
jantung janin, yaitu
1. Garis dasar denyut jantung janin (Base line FHR).
2. Garis dasar Variabilitas denyut jantung janin (Base line FHR
Variability)
3. Perubahan periodik denyut jantung janin (PeriodicChanges
FHR)
16
Baseline Fetal Heart Rate (Garis Dasar Denyut Jantung Janin)
Baseline FHR adalah denyut jantung janin rata - rata yang dinilai
selama 10 menit diluar kontraksi dan perubahan periodik denyut
jantung janin. Denyut jantung janin dasar ini menjadi cepat atau
lambat secara bervariasi disebabkan oleh aktifitas saraf simpatis
dan parasimpatis.Denyut jantung dasar hanya dapat dinilai bila
tidak ada aritmi, tidak ada kontraksi/diantara kontraksi, dan diluar
perubahan periodik. Waktu penilaian adalah 10 menit ( minimal ).
Gambar 6. Garis dasar denyut jantung janin normal
( Dikutip dari kepustakaan No. 2 )
Pada saat menilai denyut jantung janin dasar ini harusdiyakini
bahwa alat kardiotokografi sudah pada posisi yang benar.
Nilai Normal.
Dulu dikenal pembagian denyut jantung janin berdasarkan
klasifikasi WHO 1970, tapi saat ini yang dipakai secara luas adalah
klasifikasi FIGO 1987, yaitu :
Normal: 110 - 150 kali permenit
Denyut jantung janin dasar ini dapat berubah menjadi cepat
(takikardi) atau menjadi lambat (bradikardi).Bradikardi terjadi
lebih cepat daripada takikardi.
17
Takikardi ringan:150 - 170 kali permenit, sedangkan takikardi
berat lebih dari 170 kali permenit.
Bradikardia ringan: 100 - 110 kali permenit, sedangkan
bradikardia berat kurang dari 100 kali permenit
Baseline Tachycardi ( Garis dasar takikardia )
Takikardia adalah peningkatan denyut jantung janin diatas 150 kali
permenit selama 10 menit atau lebih. Setiap peningkatan denyut
jantung janin harus dipandang sebagai keadaan abnormal sampai
terbukti bahwa kelainan itu tidak menunjukkan keadaan janin yang
buruk. Ada 3 hal pokok yang harus diingat pada saat menemukan
adanya takikardi.
1. Penyebab terjadinya takikardi ringan / berat sama, yang
berbeda adalah frekuensinya saja.
2. Bila tidak disertai perubahan periodik pada denyut jantung
janin dan perubahan variabilitas maka takikardia tidak
berhubungan dengan hipoksia janin.
3. Bila frekuensi lebih dari 200 kali permenit akan meningkatkan
risiko dekompensasi jantung.
18
Gambar 7. Garis dasar takikardia
( Dikutip dari kepustakaan No. 1 )
Penyebab Takikardia
1. Hipoksia
Takikardia bisa merupakan tanda hipoksia dini, atau
pelepasan katekolamine akibat hipoksia, tapi bila tanpa
disertai dengan penurunan variabilitas dan tidak ada
deselerasi, serta reaktif, maka hal ini tidak berhubungan
dengan adanya hipoksemia janin.Bila ditemukan keadaan
tersebut hendaknya dilakukan resusitasi dengan cara
merubah posisi ibu miring kekiri, oksigenasi dan
pemberian cairan dalam 30 menit, biasanya denyut jantung
janin akan kembali normal.
2. Takikardia yang terkompensasi.Terjadi akibat pelepasan
katekolamin akibat hipoksia. Biasanya terjadi pada :
- Setelah deselerasi
- Aktifitas janin
3. Prematuritas
Pada kehamilan muda denyut jantung dasar berkisar 175
kali permenit, kemudian berangsur turun sesuai tuanya
kehamilan ( sampai diatas 35 minggu ) denyut jantung
janin akan mencapai 110 - 150 kali permenit. Hal ini
disebabkan proses maturitas sistem saraf parasimpatis
lebih lambat dibandingkan dengan saraf simpatis.
4. Aritmia Janin
Takiaritmia dan “atrial fluter” bisa berhubungan dengan
takikardia berat.
5. Infeksi
19
Infeksi pada janin dapat menyebabkan peningkatan denyut
jantung janin seperti misalnya korioamnionitis.
6. Demam pada ibu.
Pada ibu - ibu yang demam ( >38° C ) dijumpai takikardi
yang akan hilang bilapanas diturunkan.
7. Stress pada ibu.
Peningkatan aktifitas simpatis ibu akan menyebabkan
peningkatan denyut jantung janin. Terjadi pada ibu - ibu
yang cemas dan kesakitan.
8. Perdarahan akut / Takikardia maternal.
Perdarahan yang sering terjadi pada trimester III
kehamilan sering kali menyebabkan takikardia pada janin.
Perbaikan sirkulasi maternal akan dapat memperbaiki
kondisi ini.
9. Hipotensi maternal dan “Aorto-illiac
compressionsyndrome”
Hipotensi yang disebabkan oleh cava compresion
syndrome dan aorto-illiac compresion syndrome dapat
menyebabkan takikardia. Perbaikan posisi dapat
mengembalikan denyut jantung janin ke frekuensi yang
normal.
10. Obat - obatan.
Obat - obatan yang dapat menyebabkan takikardia pada
janin adalah reseptor agonis, epidural anestesia, dan
atropin.
11. Penyebab yang lain
Hipertiroid pada ibu yang menimbulkan gangguan fungsi
tiroid janin dapat juga menyebabkan peningkatan denyut
jantung janin.
12. Tak terjelaskan ( “ unexplained” )
20
Takikardia digolongkan tidak terjelaskan bila penyebab-
penyebab lainnya tidak ditemukan.
Bila ditemukan takikardia maka hal - hal sebagai berikut harus
dievaluasi,
1. Umur kehamilan .
2. Tekanan darah.
3. Temperatur, respirasi, dan nadi ibu.
4. Posisi ibu.
5. Obat - obatan
6. Hb. Dan hematokrit ibu.
Garis Dasar Bradikardia
Bradikardia adalah penurunan dari baseline denyut jantung janin
dibawah 110 kali permenit selama 10 menit atau lebih.
Berdasarkan derajatnya bradikardia dibagi ; ringan 100 - 110 kali
permenit; berat kurang dari 100 kali permenit. Penyebab
bradikardia adalah :
21
Gambar 8. Garis Dasar Bradikardia
(Dikutip darikepustakaan No. 2)
1. Penekanan kepala.
Akibat penekanan kepala yang terus menerus akan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang akan merangsang
nervus vagus dan menyebabkan bradikardia.
2. Obat - obatan
Anestesia regional / block epidural yang menyebabkan
hipotensi selama 20 menit dapat menyebabkan bradikardia.
3. Defek pada sistem hantaran jantung.
4. Hipoksia.
Hipoksia yang berat akan menyebabkan bradikardia yang
disertai dengan penurunan variabilitas atau variabel /
deselerasi lambat.
5. Aktifitas uterus yang berlebihan.
Ini merupakan penyebab tersering pada wanita inpartu.
6. Aritma
7. Idiopatik
Garis Dasar Variabilitas
Dulu disebut sebagai frekuensi osilasi atau iregularitas dari denyut
jantung janin. Variabilitas adalah deviasi konstan dari denyut
jantung janin yang dikendalikan oleh saraf simpatiss, parasimpatis,
dan menghasilkan gambaran “Shaw Toothed” dan ireguler pada
rekaman KTG.
22
Baseline variabilitas mempunyai 2 komponen yaitu :
1. “Short Term Variability” ( STV )
2. “Long Term Variability” ( LTV )
“Short term variability” adalah perbedaan interval denyutanyang
pada gambaran EKG sesuai dengan interval R - R. “ Long term
variability” adalah fluktuasi dari denyut jantung janin dalam suatu
satuan waktu tertentu, biasanya dalam 1 menit atau jumlah
fluktuasi denyut jantung ( nilai normal 2 - 6 permenit ) yang
memotong “baseline”. “Long term variability” jarang dipakai
untuk kepentingan klinis, yang lebih sering dipakai dan
mempunyai nilai klinis adalah “short term variability”.
23
Gambar 9. Garis Dasar Variabilitas
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
Deskripsi untuk variabilitas ( short term variability ) adalah :
“Absente”: < 5 bpm (beat perminute / denyut permenit)
“Low/decreased”:5-10dpm (beatperminute / denyut permenit)
“Normal”: 10 - 25 dpm (beat perminute / denyut permenit)
“Increased”: >25 dpm (beat perminute / denyut permenit)
Variabilitas merupakan parameter yang penting dari denyutjantung
janin. Bila variabilitas normal, berarti mekanisme kontroldari
jantung janin dalam keadaan baik (sistem saraf otonom).
Perubahan Periodik Denyut Jantung Janin
Perubahan sementara (menurun / meningkat) dari denyut jantung
janin disebut sebagai perubahan periodik. Peningkatan sesaat dari
denyut jantung janin yang kemudian kembali ke dunyut jantung
janin dasar disebut akselerasi, sedangkan penurunan sesaat dari
denyut jantung janin yang kemudian kembali ke denyut jantung
janin dasar disebut deselerasi.
24
Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan sesaat denyut jantung janin
yang kemudian kembali ke denyut jantung janin dasar. Nilai
normal adalah : peningkatan amplitudo minimal 15 dpm dan
lamanya 15 detik. Tapi bila variabilitasnya rendah, maka
peningkatan 10 dpm masih disebut normal. Akselerasi denyut
jantung janin ini biasanya disebabkan oleh adanya gerak janin
(disebut raktivitas janin), hali ini merupakan parameter kesehatan
janin yang penting. Gerakan-gerakan janin yang tampak pada
pemeriksaan ultrasonik tidak berhubungan dengan akselerasi
sedangkan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu berhubungan
dengan akselerasi, bilamana hal ini tidak terjadi merupakan suatu
tanda awal hipoksemia janin.
Gambar 10. Akselerasi
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
Bila janin menjadi sangat aktif dalam suatu periode waktu,
akan timbul gambaran akselerasi yang sering dan sambung
menyambung sehingga menimbulkan gambaran takikardia sesaat
(> 150 dpm). Kadeng-kadang oleh karena ada kontraksi, denyut
jantung janin mengalami penurunan sesaat seperti gambaran
25
deselerasi lambat. Gambaran ini disebut “stepladder” atau
“roofing tile appereance”.
Gambar 11. Stepladder
(Dikutip dari kepustakaan No. 2)
Bila terdapat gambaran ini maka sikap kita adalah menunggu
timbulnya denyut jantung janin dasar, untuk dapat menentukan
deselerasi lambat yang sebenarnya dengan cara memperpanjang
rekaman KTG, untuk menghindari interprestasi yang salah dari
deselerasi lambat. Akselerasi merupakan petunjuk tentang
berfungsinya susunan saraf otonom yang menunjukkan janin tidak
mengalami asidemia, walaupun ada gambaran denyut jantung janin
lain yang abnormal. Pada janin yang hipoksia, maka akselerasi
akan menghilang lebih dulu dibandingkan dengan variabilitas.
Deselerasi
Deselerasi merupakan penurunan sesaat dari denyut jantung janin
sebesar 10 – 15 dpm, selama 15 detik tapi kurang dari 2 menit.
26
Klasifikasi yang masih dipakai sampai saat ini adalah klasifikasi
Hon (1968) yaitu : deselerasi dini, deselerasi variabel, deselerasi
lambat dan deselerasi kombinasi.
Pengertian tentang pembagian deselerasi ini juga didasarkan
atas bentuk (shape) dari deselerasi, dimana deselerasi yang
berhubungan dengan kontraksi uterus disebut deselerasi uniform
(deselerasi dini dan lambat). Sedangkan deselerasi yang tidak
berhubungan dengan kontraksi uterus disebut deselerasi non
uniform (deselerasi variabel).
Deselerasi uniform memiliki onset dan recovering yang
lambat, berbentuk agak bulat (rounded), atau gambaran klasiknya
adalah gambaran kontraksi yang terbalik. Deselerasi ini tidak
memiliki komponen akselerasi pada awal dan akhir deselerasi,
dalamnya deselerasi berhubungan dengan amplitudo ontraksi. Pada
deselerasi yang non uniform maka bentuk dan dalamnya deselerasi
tidak berhubungan dengan kontraksi. Akselerasi pada pre dan post
deselerasi yang ada pada deselerasi yang non uniform ini
menunjukkan kesejahteraan janin masih baik.
Kadang-kadang terdapat hubungan temporer deselerasi
variabel dengan kontraksi uterus tetapi hubungan ini tidak
konsisten, kadang-kadang “onset” deselerasi variabel terjadi pada
puncak kontraksi, kadang-kadang pada akhir kontraksi.
Deselerasi Dini
Deselerasi dini mulai (onset) nya segera pada saat kontraksi mulai.
Deselerasi ini disebabkan oleh tekanan yang berasal dari jaringan
sekitar kepala janin pada saat kontraksi (uterus, dasar panggul atau
perineum). Tekanan pada kepala janin akan meningkatkan tekanan
intrakranial danakan meningkatkan tonus vagus sehingga
menyebabkan turunnya denyut jantung janin dengan lambat. Pada
27
saat puncak kontraksi deselerasi menjadi maksimal. Selanjutnya
denyut jantung janin kembali ke nilai normal pada saat kontraksi
dan tekanan pada kepala berakhir.
Deselerasi dini sering tampak pada denyut jantung janin
dasar dan jarang menjadi berat pada kala I dan jarang <100 kali
permenit. Lamanya deselerasi antara 60 – 90 detik. Deselerasi ini
tidak berhubungan dengan hipoksemia janin dan asidosis. Pada
ketuban pecah dini gambaran ini juga sering tampak.
Gambar 12. Onset dini
(Dikutip dari kepustakaan No.1)
Deselerasi Lambat
Deselerasi lambat mempunyai arti klinis yang lebih penting
dibandingkan dengan deselerasi dini. Karakteristik deselerasi
lambat pada rekaman KTG adalah, mulainya pada puncak (acme)
dari kontraksi, pada saat kontraksi menghilang, maka denyut
jantung janin akan kembali ke denyut jantung janin dasar. Nadir
dari deselerasi sama dengan hilangnya kontaksi uterus.
28
Gambar 13. Onset lambat.
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
Klasifikasi deselerasi lambat berdasarkan penurunan denyut
jantung janin sebagai berikut :
1. Ringan : penurunan denyut jantung janin < 15 dpm (denyut
permenit).
2. Sedang: penurunan denyut jantung janin 15 – 45 dpm
(denyut permenit)
3. Berat : penurunan denyut jantung janin > 45 dpm (denyut
permenit)
Penyebab deselerasi lambat ini adalah kontraksi uterus yang
mengakibatkan berkurangnya oksigenasi janin. Keadaan ini hanya
terjadi pada keadaan-keadaan dimana janin sebelumnya telah
mengalami hipoksia (Acute on chronic fetal hipoxia). Deselerasi
lambat seperti ini tidak bisa dihilangkan oleh pemberian obat-
obatan untuk menghambat aktivitas nervus vagus. Dari penelitian
didapatkan bahwa bila terjadi deselerasi lambat maka kejadian
29
asidemia janin sebesar 40 %. Deselerasi lambat akan hilang dengan
menghentikan pemberian oksitosin, merubah posisi ibu dan
memperbaiki sirkulasi ibu.
Deselerasi Variabel
Deselerasi variabel sesuai dengan namanya adalah penurunan
sesaat denyut jantung janin yang berhubungan atau tidak
berhubungan dengan kontraksi mempunyai bentuk, onset dan lama
yangbervariasi. Deselerasi variabel mempunyai
komponenAkselerasi sebelum dan sesudah akselerasi (“pre dan
post acceleration deceleration”), dan segera setelah deselerasi
denyut jantung janin cepat kembali ke denyut jantung janin dasar.
Penyebab deselerasi variabel pada umumnya adalah penekanan tali
pusat. Mekanisme terjadinya variabel deselerasi pada penekanan
tali pusat sebagai berikut
30
Gambar 14.1.
Deselerasi variabel.
(Dikutip dari kepustakaan
No. 1)
Gambar 14.2.
Deselerasi variabel.
(Dikutip dari kepustakaan
No. 1)
Deselerasi variabel
merupakan tanda terjadinya
31
penurunan perfusi ke janin akibat gangguan aliran darah sepanjang
tali pusat. Sirkulasi tali pusat terdiri dari arteri umbilikalis dan vena
umbilikalis. Vena umbilikalis membawa darah yang teroksigenasi
dari ibu ke janin dan sebaliknya arteri umbilakalis membawa darah
yang tidak mengandung oksigen dari janin ke plasenta (ibu). Vena
umbilikalis mempunyai dinding yang lebih tipis dan posisinya
yang lebih eksternal dibandingkan dengan arteri umbilikalis oleh
karena itu vena umbilikalis lebih sensitif menerima kompresi
dibandingkan dengan arteri umbilikalis. Bila terjadi kompresi
terhadap tali pusat, baik oleh karena kontraksi uterus,
jaringan/bagian dari ibu maupun bagian-bagian janin maka vena
umbilikalis akan lebih dahulu tertekan/tertutup, akibatnya terjadi
penurunan aliran darah vena umbilikalis ke janin, sehingga terjadi
hipotensi pada janin yang mengakibatkan aktivitas saraf simpatis
dehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung janin yang kita
lihat sebagai gambaran shouldering atau pre akselerasi pada
deselerasi variabel. Dengan semakin kuatnya tekanan pada tali
pusat akan terjadi oklusi pada arteri umbilikalis, akibatnya aliran
darah dari janin ke plasenta terputus sehingga terjadi hipertensi
pada sirkulasi janin yang menyebabkan aktivasi baroreseptor.
Aktivasi baroreseptor ini mengakibatkan turunnya denyut jantung
janin yang terlihat sebagai deselerasi yang tajam, lamanya
deselerasi ini tergantung dari lamanya oklusi tali pusat. Pada saat
oklusi hilang, maka tekanan pada dinding arteri umbilikalis akan
lebih dulu hilang sehingga kembali terjadi aliran darah dari janin
ke plasenta yang mengakibatkan turunnya tekanan darah pada janin
(relatif) sehingga terjadi deaktifasi baroreseptor. Deaktifasi
baroreseptor ini kemudian mengakibatkan naiknya denyut jantung
janin yang kita lihat sebagai bagian akselerasi pada gambaran
deselerasi variabel. Deaktivasi beroreseptor/reaktivasi saraf
32
simpatis ini menyebabkan denyut jantung janin kembali dengan
cepat ke denyut jantung dasar (“post deceleration acceleration”).
Gambaran deselerasi variabel bisa bermacam-macam, yaitu
bentuk “V”, “U”, dan “W”. Pada deselerasi variabel bentuk V
kompresi tali pusat terjadi sesaat (kurang dari 60 detik). Bila
disertai dengan shouldering hal ini tidak berhubungan kejadian
hipoksemia pada bayi. Pada deselerasi variabel bentuk U, kompresi
tali pusat terjadi lebih lama (prolonged nadir), yaitu dalam waktu
lebih dari 60 detik, pada gambaran ini penekanan tali pusat dapat
menyebabkan hipoksemia janin. Deselerasi variabel yang
berbentuk W ditandai oleh kegagalan dari denyut jantung dasar
setelah nadir dari deselerasi karena pada saat akan kembali ke
denyut jantung dasar setelah nadir dari deselerasi karena pada saat
akan kembali ke denyut jantung janin dasar terjadi lagi penurunan
denyut jantung janin (deselerasi) sehingga membentuk nadir yang
ke 2. Gambaran ini bisa terjadi pada simpul mati (true knot),
prolaps tali pusat, atau belitan tali pusat. Keadaan-keadaan tersebut
menyebabkan turbelensi aliran darah tali pusat sehingga pola klasik
dari mekanisme penutupan dan terbukanya vana dan arteri
umlikalis menjadi hilang.
Bentuk-bentuk yang lain dari deselerasi variabel harus
diperhatikan karena dapat memberikan informasi keadaan janin.
Ada beberapa bentuk yang tidak khas pada deselerasi variabel yang
sering muncul pada rekaman KTG, bentuk ini disebut “Atypical
variable deceleration”. Bentuk-bentuk “atypical variable
deceleration” tersebut adalah :
1. Hilangnya akselerasi (“Lost of shouldering”)
33
Hilangnya akselerasi pada pre/post deselerasi bisa tampak
pada akhir kala I, khususnya bila terjadi deselerasi variabel
yang berulang-ulang. Gambaran ini merupakan salah satu
tanda hipoksemia janin oleh karena hilangnya kemampuan
kompensasi saraf simpatis dan baroreseptor untuk
melakukan redistribusi aliran darah akibat tekanan pada tali
pusat.
2. Lambat kembali ke denyut jantung janin (“Slow recovery”)
Gambaran ini merupakan gambaran lambatnya denyut
jantung janin kembali ke denyut jantung dasar setelah
deselerasi. Keadaan ini merupakan keadaan patologis, tetapi
masih disebut baik bila variabilitasnya normal. Seringkali
gambaran ini menyerupai deselerasi memanjang
(“prolonged deceleration”) akibat suatu kontraksi dimana
keadaan ini mengakibatkan hipoksia janin.
3. Denyut jantung dasar rendah (“Lower baseline”)
Gambaran ini menunjukkan denyut jantung dasar lebih
rendah dari sebelumnya (sebelum deselerasi) akibat adanya
rangsangan vagus yang memanjang. Hal ini bisa terjadi
pada penurunan yang cepat dari kepala janin sehingga
menyebabkan terjadinya rangsangan vagus, atau bisa
merupakan tanda dari hipoksia janin. Gambaran ini bisa
berarti patologis tergantung dari abnormalitas denyut
jantung janin yang lain.
4. Rebound Tachycardia
Gambaran denyut jantung janin ini menunjukkan denyut
jantung janin menjadi diatas denyut jantung janin dasar
setelah deselerasi. Hal ini merupakan tanda peringatan
terhadap terjadinya hipoksia janin terutama bila disertai
dengan terjadinya penurunan variabilitas dan akselerasi
34
yang berbentuk bulat dan tumpul. Pada bayi-bayi preterm
sering kali didapatkan asfiksia janin bila ditemukan
gambaran seperti ini.
5. Hilangnya variabilitas
Pada suatu deselerasi variabel yang baik masih dapat dilihat
gambaran variabilitas pada rekaman tersebut, tetapi bila
variabilitasnya menjadi hilang gambaran ini merupakan
suatu asidosis janin yang progresif, terutama bila disertai
dengan deselerasi variabel yang memanjang dan dalam
(denyut jantung janin turun sampai di bawah 60 dpm).
Gambar 15. Diagram skema dari
deselerasi variabel yang tidak khas.
(Dikutip dari kepustakaan no. 2)
Selain mengamati bentuknya, deselerasi variabel harus
dilihat juga ukurannya (dalamnya/turunnya denyut jantung).
Berdasarkan ukuran (size) dari deselerasi variabel maka deselerasi
ini dibedakan derajat berat ringannya menjadi :
1. Ringan
35
Bila turunnya denyut jantung janin diatas 80 dpm dengan
lama kurang dari 60 detik. Pada keadaan ini pH darah janin
didapatkan sebesar 7,29
2. Sedang
Bila turunnya denyut jantung janin sampai diatas 70 dpm,
berlangsung selama 30 – 60 detik, atau turunnya denyut
jantung janin antara 70 – 80 dpm berlangsung lebih lama
dari 60 detik pH darah janin pada keadaan ini adalah 7,26.
3. Berat
Bila turunnya denyut jantung janin sampai di bawah 70
dpm, berlangsung lebih lama dari 60 detik, pH darah janin
dalam keadaan ini adalah 7,15.
Aspek yang paling penting dari deselerasi variabel adalah
variabilitas dan denyut jantung janin dasar. Tapi untuk menentukan
variabilitas dan denyut jantung janin dasar ini sering kali sangat
sulit karena adanya variabilitas yang meningkat dan kombinasi
deselerasi akselerasi. Untuk melihat variabilitas harus dinilai
denyut jantung janin dasar bisa ditentukan atau terdapat interval
yang cukup untuk menilai denyut jantung janin dasar diantara
deselerasi tersebut. Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa
kejadian asidosis janin akan meningkat bila ditemukan adanya
deselerasi variabel yang berat disertai dengan penurunan
variabilitas dan takikardia.
Deselerasi Kombinasi
Deselerasi kombinasi memiliki 2 komponen yaitu :
Kombinasi deselerasi dini dan lambat
Kombinasi deselerasi variabel dan lambat.
36
Gambar 16. Deselerasi Kombinasi.
(Dikutip dari kepustakaan No.2)
Gambaran ini merupakan respon denyut jantung janin
terhadap kontraksi. Penyebabnya adalah kontraksi uterus yang
berlebihan (pada induksi dengan oksitosin). Komponen “lambat”
pada deselerasi ini menandakan adanya depresi hipoksik
miokardial akibat terputusnya oksigenasi yang disebabkan oleh
kontraksi yang kuat. Untuk menghilangkan keadaan ini tentunya
dengan cara mengurangi tetesan oksitosin atau menghentikannya.
Oleh karena pemberian oksitosin penting dalam memperbaiki
kualitas/kemajuan persalinan, maka penggunaan KTG untuk
memantau denyut jantung janin dan kualitas his sangat perlu untuk
mencegah adanya overstumulai oksitosin, tetapi tetap dapat
menjamin persalinan maju dengan hasil yang baik.
37
PEMANTAUAN AKTIVITAS
UTERUSSELAMA PERSALINAN
Penilaian terhadap akurasi kualitas kontraksi uterus
merupakan bagian yang sangat penting dalam menilai kemajuan
persalinan, bahkan lebih penting lagi sebenarnya adalah seberapa
jauh kemampuan janin menghadapi “stress” kontraksi yang timbul
baik spontan maupun dibuat. Oleh karena itu pemantauan denyut
jantung janin dan aktivitas uterus merupakan satu kesatuan yang
harus dilakukan pada setiap wanita dalam persalinan.
Pengaruh Kontraksi Uterus Terhadap Perfusi Intervili
Ruangan intervili mengandung 250 cc darah dengan tekanan
oksigen 20 – 30 mmHg yang lebih rendah dari tekanan O2 sirkulasi
ibu. Pada setiap kontraksi yang normal dan kondisi sirkulasi
uteroplasenta yang baik akan terjadi penurunan jumlah darah dan
tekanan oksigen di ruang intervili tetapi penurunan ini tidak sampai
menimbulkan gangguan metabolisme janin oleh karena :
Penurunan tekanan oksigen ibu tidak sampai di bawah
“critical level” (p O2 80 mmHg)
Janin memiliki mekanisme kompensasi yang baik
seperti jumlah Hb dan afinitasnya terhadap oksigen ke
jaringan lebih besar.
Tetapi walaupun demikian setiap kontraksi hendaknya dipandang
sebagai suatu ancaman terhadap sirkulasi (oksigenasi) janin,
terutama pada kontraksi-kontraksi yang memiliki amplitudo,
bentuk dan durasi yang abnormal. Kata kuncinya adalah janin tidak
akan mengalami hipoksia bila sirkulasi dan oksigenasi plasenta
normal. Hipoksia janin akan terjadi pada keadaan dimana terjadi
38
kontraksi yang hipertonus atau kontraksi yang normal tetapi sudah
terjadi insufisiensi plasenta sebelumnya. Oleh karena itu pada
setiap wanita dalam persalinan perlu dinilai apakah kontraksi yang
timbul normal atau abnormal ? Untuk mengetahui hal ini harus
dipahami tentang karakteristik normal kontraksi uterus.
Terminologi Karakteristik Aktivitas Uterus
Parameter dalam menilai aktivitas uterus adalah sebagai berikut :
Gambar 17. Monitoring aktivitas uterus
(Dikutip dari kepustakaan no. 1)
Amplitudo
Pada suatu gambaran kontraksi uterus yang normal akan terdiri
dari “ascending limb”, “acme”, dan “descendinglimb”.
“Ascending limb” adalah mulainya kontraksi, “acme” adalah
puncak kontraksi, dan “descending limb” adalah turunnya
kontraksi uterus.
Amplitudo adalah besarnya tekanan intra uterin sampai
acme dari kontraksi. Puncak kontraksi akan mulai meningkat dari
30 mmHg pada kala I fase laten sampai 50 – 70 mmHg pada kala I
fase aktif. Walaupun biasanya diperlukan tekanan intra uterin 50 –
39
75 mmHg untuk kemajuan pembukaan dan penurunan, tetapi
kadang-kadang tekanan intra uterin sebesar 40mmHg dapat
menimbulkan kemajuan persalinan. Jadi sebetulnya tidak ada nilai
mutlak amplitudo, tapi juga tergantung dari keadaan jalan lahir,
besar/posisi janin, serta karakteristik kontraksi yang lainnya. Tetapi
disepakati bahwa bila tekanan intra uteri melebihi 75 mmHg pada
persalinan spontan, maka diperlukan observasi yang ketat terhadap
keadaan ibu dan janin.
Pada akhir kala I dan Kala II, tekanan bisa melebihi 75
mmHg bahkan sampai 100 mmHg hal ini harus disertai kemajuan
persalinan serta denyut jantung janin normal.
Pada persalinan yang diinduksi / augmentasi dengan
oksitosin tekanan intra uterin bisa melebihi 75 mmHg. Keadaan ini
harus disertai dengan observasi yang ketat terhadap ibu dan janin.
Durasi
Durasi atau lamanya kontraksi adalah parameter yang penting
untuk kemajuan persalinan. Durasi kontraksi ini dihitung dari awal
ascending limb sampai akhir descending limb, lamanya antara 45 –
90 detik. Kontraksi yang durasi kurang dari 45 detik berhubungan
dengan kemajuan persalinan yang lambat, sedangkan bila
durasinya melebihi 90 detik akan menimbulkan kondisi
hiperstimulasi yang dapat mengakibatkan hipoksia janin.Durasi
merupakan “contributing factor” dari amplitudo, untuk kemajuan
persalinan.
Frekuensi
Frekuensi kontraksi juga merupakan “contributing factor” untuk
kemajuan persalinan. Frekuensi dikatakan optimal/normal bila
timbul 3 – 5 kontraksi dalam 10 menit. Cara menghitung frekuensi
40
adalah mulai dari ascending limb ke ascending limb berikutnya.
Bila kontraksi uterus melebihi 5 kontraksi dalam 10 menit disebut
“takisistole” dan keadaan ini adalah abnormal.
Tonus Basal/Basal tone/Resting tone.
Tonus basal adalah tekanan dalam mmHg yang timbul pada saat
uterus istirahat, diantara 2 kontraksi. Tonus basal yang normal
adalah 20 mmHg, bila melebihi 20 mmHg dapat mengurangi
sirkulasi uteroplasenta sehingga menyebabkan hipoksia janin, dan
kontraksi yang timbul berikutnya bisa abnormal.
Gambar 18. Elevasi tonus basal.
(Dikutip dari kepustakaan no. 1)
Bentuk / Konfigurasi
Idealnya bentuk dari kontraksi adalah seperti bel, dimana kontraksi
mulai dengan tonus basal yang rendah, kemudian meningkat untuk
mencapai maksimal amplitudo. Selanjutnya menurun dengan
bentuk membulat kembali ke tonus basal. Kadang-kadang tampak
gambaran yang tidak ideal seperti bel tetapi kelainan ini tidak perlu
mendapat intervensi sepanjang tidak terjadi hambatan persalinan
dan perubahan denyut jantung janin.
Pada kontraksi dengan amplitudo yang kuat / tinggi kadang-
kadang terjadi gambaran gergaji pada puncak kontraksi yang
disebut “picket fence configuration”. Gambaran ini disebabkan
41
pula oleh peningkatan tekanan intra abdominal dan muskulus
rectus abdominis pada saat mengedan
Gambar 19. Konfigurasi“Picket fence”
(Dikutip dari kepustakaan no. 1)
Ritmisitas.
Persalinan akan berjalan lancar bila timbul kontraksi yang ritmis.
Tiap kontraksi harus timbul setiap 3 sampai 5 menit sekali. Bentuk
– bentuk abnorml dari rimisitas ini adalah timbulnya kontraksi
serial dalam waktu pendek dengan amplitudo yang lebih rendah,
yang disebut doubling (timbul 1 kontraksi setelah akhir kontraksi
pertama), atau tripling bila terjadi 2 kontraksi pada akhir kontraksi
pertama. Patologi ritmisitas ini dapat menyebabkan kondisi yang
tidak menguntungkan untuk kemajuan persalinan oleh karena
amplitudo dari doubling, tripling dan quardipling biasanya rendah.
Sedangkan tonus basalnya tinggi yang dapat mengurangi perfusi
utero plasenta sehingga dapat menyebabkan hipoksia janin.
42
Gambar. 20. “Coupling dan tripling”
(Dikutip dari kepustakaan no.1)
Dengan memantau aktifitas (kualitas dan kuantitas) kontraksi
uterus kita dapat menilai besarnya dan kualitas “stress” yang
diterima janin dan dapat dipakai sebagai alat untuk menegakkan
diagnosis abnormalitas persalinan.
43
Interpretasi Hasil KTG dengan Baik
Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan
kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih.
Pembahasan pada makalah inimemang dibuat sederhana agar
mudah dipahami oleh paramedis, dokter umumatau pembaca
lainnya.
Cara sederhana
Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa
keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan
kartugerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter,
pemantauan denyut jantung janin(DJJ) dan analisa penyakitpada
ibu. Adanya keluhan dari klien (pasien) harus dicermati dan dianali
sa dengan baik karena keluhan tersebut mengungkapkan adanya
sesuatu yang mungkin tidak baik bagi kesehatan ibu dan atau janin
yang dikandungnya.Sambil melakukan anamnesis yang teliti,
perhatikan juga keadaan fisik dan psikologis dari ibu tersebut.
Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis denganbaik
pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah
per vaginam merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus
dicari penyebabnya
Cara canggih
Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih terdiri
dari ultrasonografi(USG), kardiotokografi(KTG), profilbiofisik(Ma
nning)atau fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) Gulardi, analisa
gas darah danpemeriksaan penunjang canggih lainnya.
Pembahasan berikut dibatasi pada KTG.
44
Kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu dalam
pemantauan kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga parameter
dipantau dalam waktubersamaan yaitu denyut jantung janin (DJJ),
kontraksi rahim, dan gerak janin. Peralatan KTG tersebut harus
dipelihara dengan baik, jangan sampai kabelnyarusak akibat sering
dilepas dan dipasang atau kesalahan dalam perawatanperalatan
tokometer dan kardiometer. Diperlukan seorang penanggung jawab
untuk perawatan dan pengoperasionalan KTG tersebut, juga
pelatihan didalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut. Pada
saat pemeriksaan KTG, posisipasien tidak boleh tidur terlentang,
tetapi harus setengah duduk atau tidur miring.
Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi
1. Janin hidup dengan usia kehamilan ≥28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan)
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi
fundus uteridiketahui.
4. Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.
5. Prosedurpemasanganalatdan pengisiandata pada komputer
(pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari
pabrik.
Sebelum melakukan interpretasi KTG harus mengetahui
bagaimana kondisi ibu dan janin, peralatan yang dipakai, dan
sarana pendukung lainnya yang berkaitan dengan PKJ. Hal
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitandengan
risiko hipoksia pada janin. NICHD (2008) dan Freeman dkk (2012)
merekomendasikan penerapanTiga Katagori dalam interpretasi DJJ
sebagai berikut :
45
Kategori I
Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan
menggambarkanstatus asam basa janin saat pemantauan dalam
keadaan normal. Katagori Idapat dipantau pada pemeriksaan rutin
asuhan antenatal dan tidak memerlukantatalaksana khusus.
Kategori II
Kategori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam
basa janin, saatini belum ditemukan bukti yang adekuat untuk
mengkasifikasikan katagori inimenjadi Katagori I atau Katagori III.
Katagori II memerlukan evaluasi danpemantauan lanjut serta
reevaluasi dan mencari factor-faktor yang berkaitandengan
keadaan klinis. Pada beberapa keadaan diperlukan uji diagnostic
untukmemastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
resusitasi intrauterinepada hasil Katagori II ini.
Kategori III
Katagori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada
saatpemantauan janin tersebut dilakukan. Katagori III memerlukan
evaluasi yang baik (akurat).
Pada kondisi ini, tindakan yang dilakukan tidak terbatas
hanyauntuk memberikan
oksigenasibagiibu,merubahposisiibu,menghentikanstimulasi
persalinan, atasi hipotensi maternal, dan penatalaksanaan
takhisistol,tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu
itu. Bila Katagori III tidakdapat diatasi, pertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan (persalinan).
46
KATAGORI I : Pola DJJ Normal
1. Frekuensi dasar DJJ : 110 – 160 dpm
2. Variabilitas DJJ : moderat (5 – 25 dpm)
3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
4. Tidak ada atau ada deselerasi dini
5. Ada atau tidak ada akselerasi
KATAGORI II: Pola DJJ Ekuivokal Frekuensi Dasar dan
Variabilitas
1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak
disertai hilangnya variabilitas (absent variability)
2. Takhikardia ( DJJ >160 dpm)
3. Variabilitas minimal (1 -5 dpm)
4. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang
5. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)
Perubahan Periodik
1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ
minimal ataumoderat
3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi
< 10 menit
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas
DJJ moderat (moderatebaseline variability)
5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal
kembalinya DJJ kefrekuensi dasar lambat atau ada
gambaran overshoot
KATAGORI III: Pola DJJ abnormal Tidak ada variabilitas
DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variabel berulang
3. Bradikardia
4. Pola sinusoid (sinusoidal pattern)
47
Kriteria Maeda
Pada beberapa penelitian didapatkan gambaran abnormalitas KTGKategori
3 yang paling banyak ditemukan adalah
penurunanvariabilitasdisertaidengandeselerasilambat, ini sesuai dengan
patofisiologi terjadinyagawatjanin. Gambaran penurunan variabilitas dan
deselerasi, dimana variabilitas dikendalikan oleh susunan saraf simpatis,
sehingga apabila variabilitas ini menurun, maka sistem tersebut terganggu,
berarti oksigenasi sentral pun terganggu. Terjadinya deselerasi lambat ini
adalah akibat berkurangnya cadangan oksigen pada ruang retroplasenta,
seperti diketahui pada sirkulasi uteroplasenta yang baik, plasenta
mempunyai cadangan oksigen yang cukup, sehingga apabila terjadi
kontraksi, tidak akan menimbulkan perubahan denyut jantung janin yang
bermakna, karena pada saat kontraksi janin akan menggunakan cadangan
oksigen itu, pada keadaan dimana terjadi insufisiensi plasenta dengan
cadangan oksigen yang berkurang, maka dengan makin kuatnya kontraksi
,akan terjadi penurunan denyut jantung janin, dan pada saat kontraksi
berhenti maka aliran darah ke plasenta kembali normal, sehingga denyut
jantung pun akan kembali normal. Pada janin yang mengalami hipoksia
yang berat, deselerasi lambat diikuti dengan penurunan variabilitas.
Dari hasil data perbandinganpembacaan KTG Kategori 3 menurut
NICHHD dengan Penilaian Maeda, didapatkan 81,2% memiliki nilai
MAEDA lebih dari 10, dimana nilai lebih dari 10 ini diprediksi memiliki
nilai APGAR<7, dan 90% juga didapatkan dengan pH umbilikalis<7,2
yang menandakan adanya asidosis pada bayi.
Berdasarkan penelitian ini nilai sensitifitas penilaian MAEDA
untuknilai >10 hanya 88,9% untuk nilai APGAR <7, dengan spesitifitas
50%. Nilai sensitifitas dan spesitifitas yang kecil untuk digunakan sebagai
prediksi adanya nilai APGAR <7 atau asfiksia pada janin.
Dari adanya gawat janin intrapartum berdasarkan KTG Kategori 3
NICHHD dibandingkan dengan Penilaian MAEDA dengan nilai >10
didapatkan keluaran janin yang hampir sama dengan keluaran KTG
Kategori 3, dengan sensitifitas 88,9% danspesitivitas 50%.
48
Padabayidengan KTG Kategori 3 interpretasimenurut NICHHD
memiliki nilai prediktif yang hampir sama dengan penilai MAEDA denga n
nilai>10, olehkarenaitu kami masih merekomendasikanpembacaan KTG
menurut NICHHD maupun Penilaian MAEDA untukprediktifkeluaran yang
burukpadabayisebagaidasarpertimbanganintervensipersalinan.
49
Kepustakaan
1. Marshall Klavan, MD, Arthur T Lavers, MD, Mary Ann
Bascola. Clinical concept of fetal heart rate monitoring.
1977 ; 15 – 64.
2. Ingemar Ingemar Sson, Eva Ingemarsson, John A.D.
Spencer : Fetal heart rate monitoring. A. practical guide.
1993 ; 35 - 183
3. Donald Gibb, S. Ausulkumaran : Fetal monitoring in
practice. 1992 ; 22 – 104.
4. Wijayanegara, H. Suardi A. Wirakusuma, F.F. Pedoman
diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RSUP Dr.
hasan Sadikin. 1998 ; 106
5. Julian T. Parer, M.D. Ph.D : Hand book of fetal heart
monitoring. Second ed. W.B. Saunders Company ; 1997.
6. Judi J.E. 2013. Kardiotokografi. Departemen Obstetri dan
Ginekologi, RS Pendidikan RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad/FKUI, Kolegium Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. 7. Edwin C. 2017. St.George’s University Hospital NHS
Foundation Trust, London and St.George’s University of
London, UK. Handbook of CTG Interpretation FROM Patterns
to PHisiology. Padstow Cornwall.
8. NCC Monograph. 2010. NICHHD Definitions and clasifications:
Applicaion to Electronic Fetal Monitoring Interpretation. NCC,
2010.
1