I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Santan kelapa merupakan cairan putih kental hasil ekstraksi dari kelapa
yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian diperas bersama air.
Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan
masakan menjadi gurih. Dahulu, untuk memperoleh santan dilakukan dengan cara
diperas dengan tangan dari kelapa yang diparut dan menambahkan air panas
sehingga santan yang dihasilkan lebih baik. Akan tetapi, saat ini sudah terdapat
mesin pemeras santan yang dalam penggunaannya kelapa yang diparut tidak perlu
dicampurkan dengan air dan pati santan yang dihasilkan murni 100%. Saat ini
juga banyak dijual santan instan atau siap saji dengan cara pemakaiannya hanya
menambahkan air lalu dimasak. Penggunaan santan di Indonesia sangat luas,
diantaranya digunakan dalam pembuatan makanan seperti rendang, opor, dodol,
agar-agar, dan lain sebagainya.
Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai
stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi.
Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak
dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung
menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai
pembungkus butir-butir minyak. Dalam industri makanan, peran santan sangat
penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan
perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan karena santan
mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak.
Pemanfaatan santan dalam produksi makanan olahan sering menghadapi
permasalahan yaitu terjadi pemecahan santan ketika dipanaskan. Pecahnya santan
dapat dilihat dari terbentuknya gumpalan-gumpalan putih di permukaan, rasa
gurih dari santan berkurang menyebabkan cita rasa produk olahan berubah dan
penampilannya menjadi kurang menarik. Hal ini bisa dicegah dengan melakukan
pengadukan selama santan tersebut dipanaskan dan penggunaan api kecil selama
1
pemasakan santan. Namun, warga Sumatera Barat memiliki keunikan yaitu
memasukkan piring porselen ke dalam wajan atau panci untuk menghindari santan
pecah meskipun tanpa pengadukan. Oleh karena itu, kelompok kami tertarik untuk
membuktikan kebenaran dari kearifan lokal tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini berisi tentang rancangan percobaan yang bertujuan untuk
membuktikan kebenaran kearifan lokal yang menjadi kebiasaan dari masyarakat
Sumatera Barat yang dikaji secara ilmiah.
C. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan untuk membuktikan kearifan lokal pada
makalah ini adalah penambahan porselen mencegah pemecahan santan saat
pemasakan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Santan
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan komoditas yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Buah kelapa dapat dibuat menjadi berbagai macam
olahan pangan, salah satunya adalah santan kelapa.
Gambar 1. Komposisi Buah Kelapa
Kingdom: Plantae
Klas: Dicotyledonae
Ordo: Arecales
Famili: Araceae
Genus: Cocos
Spesies: Cocos nucifera L
Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang
diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa
penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah
diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah
rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan kental siap
pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang masa simpan
santan kental diperlukan perlakuan pemanasan (Ramdhoni et all., 2009).
3
Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai
stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi.
Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak
dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung
menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai
pembungkus butir-butir minyak.
Pemarutan merupakan tahap pendahuluan dalam memperoleh santan.
Pemarutan bertujuan untuk menghancurkan daging buah dan merusak jaringan
yang mengandung santan sehingga santan mudah keluar dari jaringan tersebut.
Pemerasan dengan menggunakan tangan untuk memberikan tekanan pada hasil
parutan dan memaksa santan keluar dari jaringan. Mengekstraksi santan dapat
dilakukan pemerasan dengan tangan dan selanjutnya dilakukan penyaringan.
Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi,
penambahan aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil
olahan.
B. Porselen
Porselen adalah bahan keramik polikristal dengan struktur gelas lebih dari
10%, berwarna putih, porositasnya rendah, dan memiliki sifat mekanik yang kuat.
Umumnya porselen terbuat dari bahan tanah liat yang sudah diubah bentuk
menjadi kaolin yang dipanaskan pada tempat khusus dengan temperatur 1.200 -
1.400oC. Bahan porselen dapat dibuat melalui proses dapat dibuat melalui proses
padatan menggunakan campuran bahan liat (Al2O3.SiO2.xH2O), feldspar
(K/NA/Ca/BaAlSi3O8) dan quartz (SiO2). Porselen dapat diaplikasikan sebagai
bahan piring, gigi palsu tergantung dari komposisi atau sifat-sifat yang
dimilikinya (Indayaningsih, 2000).
Porselen pada umumnya membutuhkan temperatur pembakaran yang
tinggi, pori relative kecil dan tidak menyerap air, kekuatan mekanik dan
kekerasannya tinggi serta tahan terhadap kejutan suhu, abrasi dan korosi
(Mulyadi, 1994). Penggunaan keramik porselin cukup luas meliputi keramik
untuk rumah tangga, ubin, keramik hias, dan sebagai bahan isolator listrik baik
4
dari tegangan rendah samapi tegangan tinggi. Berdasarkan fungsinya porselein
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: porselen lunak, keras, dan
khusus tergantung pada bahan baku pembentukkannya. Bahan baku porselen
sebagian besar terdiri dari alam (bahan-bahan mineral), seperti feldspar.
C. Emulsi
Emulsi dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan yang mengandung bahan
obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan
emulgator atau surfaktan yang cocok. (Depkes RI, 1979). Emulsi juga merupakan
suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair
yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, 1989)
Dari kedua sumber diatas maka emulsi dapat pula diartikan sebagai sistem
dua fase dalam (terdispersi) yang berupa batas-batas kecil terdistribusi keseluruh
fase luar (pembawa) dengan bantuan emulgator yang cocok sebagai komponen
penunjang emulsi.
1. Teori Pembentukan Emulsi
Pembuatan suatu emulsi terdapat teori yang menyangkut proses
terbentuknya emulsi yang stabil. Adapun tiga teori pembentukan emulsi yaitu :
a) Teori tegangan permukaan atau Surface Tension Theory
Dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk menurunkan tegangan permukaan
antar dua cairan yang tidak tercampur diperlukan suatu zat aktif.
Permukaan (surfaktan) atau zat pembasah (emulgator) yang mampu
menahan bersatunya tetesan kecil menjadi tetesan besar dengan jalan
mengurangi daya tolak menolak cairan-cairan tersebut dan mengurangi
gaya tarik menarik antar molekul masing-masing cairan, sehingga
stabilitas emulsi tetap baik secara fisik maupun kimia.
b) Oriented Wedge Theory
Menurut teori ini emulsi dapat terbentuk akibat adanya emulgator yang
melarut dalam suatu fase dan terikat dalam fase tersebut. Untuk zat
pengemulsi yang memiliki karakteristik hidrofilik yang besar daripada
sifat hidrofobiknya akan membentuk suatu emulsi minyak dalam air (M/A)
5
dan suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil penggunaan zat
pengemulsi yang lebih hidrofobik daripada hidrofilik.
c) Teori lapisan antarmuka atau Plastic Film Theory
Teori ini menjelaskan proses pembentukan emulsi dengan memaparkan zat
pengemulsi pada antarmuka masing-masing tetesan dari fase internal,
lapisan film plastik tipis yang mengelilingi lapisan tersebut akan mencegah
terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali tetesan kecil itu menjadi
tetesan yang lebih besar, sehingga dengan stabilnya kondisi ini akan
mampu mempertahankan stabilitas emulsi.
2. Klasifikasi Tipe Emulsi
Suatu emulsi terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi dengan
adanya zat pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam fase
lainnya. Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak
merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air
yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi
jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi
sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.
b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang
berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari
31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan
sangat mudah dicuci.
Dari kedua emulsi diatas, emulsi tipe M/A yang paling banyak digunakan
dalam formulasi sediaan oral. Hal ini terjadi karena umumnya fase minyak
memilik bau dan rasa yang tidak enak, sehingga minyak cenderung
digunakan sebagai fase internal. Emulsi tipe A/M umumnya digunakan
dalam formulasi untuk pemakaian luar, dimana minyak dapat menjaga
kelembutan dan kelembapan kulit.
6
3. Pengujian Tipe emulsi
a) Cara Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini
hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air
emulsi tidak pecah maka tipe emulsi minyak dalam air. Jika pecah maka tipe
emulsi air dalam minyak.
b) Cara Pewarnaan
Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam
air (M/A). contoh: metilen-blue.
c) Cara Flouresensi
Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi minyak
dalam air flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi air dalam
minyak flouresensinya sempurna.
d) Hantaran Listrik
Emulsi minyak dalam air dapat menghantarkan arus listrik karena adanya
ion-ion dalam air, sedangkan emulsi air dalam minyak tidak dapat
menghantarkan listrik.
4. Teknik Pembuatan Emulsi
Dalam proses pembuatan emulsi diperlukan suatu tenaga atau energi
yang dapat mereduksi fase intern menjadi butir-butir kecil, energi tersebut
merupakan tenaga luar yang diperoleh dari kerja tangan ataupun mesin.
Disamping energi juga diperlukan teknik pembuatan emulsi untuk memperoleh
emulsi yang stabil yaitu dengan metode pembuatan emulsi:
a) Metode gom basah (Anief, 2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau
harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan
metilselulosa.Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago
yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit
dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak
secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
7
b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat
pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus
emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom,
lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan
sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya
suatu emulsi yang baik.
c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan
yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu
dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan
pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB
fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka
selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang
diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB
emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator
diantara 3 – 6.
5. Emulgator
Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk
mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas
yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan
membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga
mengurangi tegangan antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya diperlukan
5% – 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004). Dalam pemilihan emulgator
harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
a) Emulgator harus dapat campur dengan komponen-komponen lain dalan
sediaan.
b) Emulgator tidak boleh mempengaruhi stabilitas dan efek terapeutik dari
obat.
c) Emulgator harus stabil, tidak boleh terurai dan tidak toksik.
8
6. Stabilitas emulsi
Stabilitas suatu emulsi adalah suatu sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka
waktu yang panjang. (Voigt. R, 1995)
a) Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi yaitu :
1. Pengaruh viskositas
Ukuran partikel yang didistribusi partikel menunjukkan peranannya dalam
menentukan viskositas emulsi. Umumnya emulsi dengan partikel yang
makin halus menunjukkan viskositas yang makin besar dibandingkan
dengan emulsi dengan partikel yang lebih kasar. Jadi, emulsi dengan
distribusi partikel yang besar memperlihatkan viskositas yang kurang.
Untuk mendapatkan suatu emulsi yang stabil atau untuk menaikkan
stabilitas suatu emulsi dapat dengan cara menambahkan zat-zat yang dapat
menaikkan viskositasnya dari fase luar. Bila viskositas fase luar
dipertinggi maka akan menghalangi pemisahan emulsi.
2. Pemakaian alat khusus dalam mencampur emulsi
Dalam pencampuran emulsi dapat dilakukan dengan mortir secara manual
dan dengan menggunakan alat pengaduk yang menggunakan tenaga listrik
seperti mixer. Untuk membuat emulsi yang lebih stabil, umumnya proses
pengadukannya dilakukan dengan menggunakan alat listrik. Disamping itu
penggunaan alat dapat mempercepat distribusi fase internal kedalam fase
kontinu dan peluang terbentuknya emulsi yang stabil lebih besar.
3. Perbandingan optimum fase internal dengan fase kontinu
Suatu produk emulsi mempunyai nilai perbandingan fase dalam dan fase
luar yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis
bahan yang digunakan ataupun karena adanya perbedaan perlakuan yang
diberikan pada setiap bahan emulsi yang digunakan. Umumnya emulsi
yang stabil memiliki nilai range fase dalam antara 40% sampai 60% dari
jumlah seluruh bahan emulsi yang digunakan.
a) Terdapat beberapa teori tentang tidak stabilnya emulsi yaitu :
1. Creaming atau Flokulasi
9
Adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki
viskositas yang berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan
emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat
reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan.
(Ansel, 1989)
2. Inversi
Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tipe ke
tipe yang lain.
3. Cracking atau Koalesensi
Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya penggabungan
partikel-partikel kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan
yang bersifat irreversibel dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali
seperti semula melalui pengocokan. (Anief, 2000)
b) Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Jika emulsi yang terjadi belum sempurna lalu diencerkan maka emulsi
akan pecah kembali.
2. Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel terdispersi
sehingga emulsi menjadi pecah.
3. Teknik pembuatan, misalnya terlalu lama merendam gom dalam minyak.
4. Senyawa organik yang larut dalam air misalnya eter, ethanol, etil asetat,
akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap emulsi. Oleh
karena itu harus ditambahkan sedikit demi sedikit diikuti dengan
pengadukan.
5. Perubahan pH yang besar.
6. Perubahan temperatur.
7. Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan gom.
8. Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar.
10
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah kelapa parut dan air, sedangkan alat yang
digunakan antara lain adalah sebagai berikut: gelas, kompor/ hot plate,
wajan/ gelas beker, saringan, piring porselen.
B. Cara Kerja
Kelapa parut diperas santannya kemudian ampas hasil perasan awal
ditambahkan air hangat sebanyak 1 bagian kelapa parut : 1 bagian air.
Apabila berat kelapa parut adalah 1 kg maka air yang ditambahkan adalah
1 liter air. Kemudian santan dibagi menjadi 3 cara pemasakan, yaitu
pemasakan santan tanpa pengadukan dan tanpa penambahan piring
porselen sebagai kontrol negatif. Pemasakan santan dengan dengan
pengadukan sebagai kontrol positif. Pemasakan santan dengan
memasukkan piring porselen ke dalam wadah masak sebagai perlakuan.
Perlu diperhatikan di dalam proses pembuktian ini adalah volume santan,
volume penambahan air, suhu dan waktu untuk setiap pemasakan
diharapkan sama.
C. Uji Emulsi
1. Uji Stabilitas Emulsi
Santan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam gelas dan ditutup lalu
didiamkan selama 1 minggu. Perubahan pada santan berupa cracking,
creaming atau pemisahan antara fase minyak dan fase air diamati dan
diukur tiap jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-4, jam ke-8, hari ke-1,
hari ke-2 hingga hari ke-7.
2. Uji Sentrifugasi
Santan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi
kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30
menit. Pengamatan hasil sentrifugasi dilakukan terhadap fase minyak dan
fase air pada sediaan santan apakah terpisah atau tidak.
11
3. Uji Viskositas
Pengukuran dilakukan dengan viskometer Cup and Bob dengan
penambahan berat 20, 40, 60, 80, 100, 80, 60, 40, 20 gram. Data yang
diperoleh diplotkan terhadap waktu dan penambahan berat, sehingga akan
diperoleh reogram yang akan menjelaskan sifat aliran (rheology).
4. Uji Mikroskopi
Pengukuran partikel zat terdispersi yaitu minyak pada sediaan santan yang
telah dimasak dengan menggunakan mikroskop cahaya. Sebagai
perbandingan digunakan santan mentah sebagai standar.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama proses pemasakan, diamati fenomena yang terjadi. Diharapkan
dari pemasakan yang dilakukan terhadap kontrol negatif, kontrol positif dan
perlakuan ditemukan fenomena yang berbeda.
Hasil yang diharapkan dari uji stabilitas emulsi, adalah berupa ukuran dan
lama perubahan santan cracking, creaming atau pemisahan antara fase minyak
dan fase air. Semakin kecil atau semakin lama perubahan santan yang terbentuk,
emulsi santan yang diperoleh dari pemasakan tertentu semakin baik.
Melalui uji sentrifugasi, diharapkan hasil yang diperoleh adalah terpisah
atau tidaknya emulsi santan. Apabila emulsi santan tidak terpisah, maka hasil
santan yang diperoleh masih dalam keadaan sediaan emulsi yang baik.
Hasil yang diharapkan dari uji viskositas, adalah reogram yang dapat
menggambarkan sistem non newton atau newton. Apabila dari reogram diperoleh
data berupa sifat alir dari sediaan santan adalah non newton, maka emulsi santan
yang diperoleh masih baik.
Uji mikroskopi marupakan pengukuran partikel zat terdispersi, hasil yang
diharapkan adalah ukuran partikel dari zat yang terdispersi. Semakin kecil partikel
zat terdispersi dapat diasumsikan tidak terjadi flokulasi sehingga minyak dalam
santan masih terdispersi dengan baik. Dari hasil uji yang dilakukan, emulsi yang
baik adalah bentuk emulsinya bertahan lama, tidak mengalami cracking atau
creaming, tidak memisah setelah uji sentrifugasi, ukuran partikel fase terdispersi
kecil dan memiliki sifat alir non newton.
Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Nawir. M,
1987):
a. Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel terdispersi sehingga
emulsi menjadi pecah.
b. Senyawa organik yang larut dalam air misalnya ester, ethanol, etil asetat, akan
memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap emulsi. Oleh karena itu harus
ditambahkan sedikit demi sedikit diikuti dengan pengadukan.
c. Perubahan pH yang besar.
13
d. Perubahan temperatur.
e. Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan gom.
f. Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar.
Hasil dari percobaan yang telah kami lakukan dapat dilihat dari beberapa
foto berikut ini:
Gambar 2. Kontrol Negatif Gambar 3. Kontrol Positif (pengadukan)
Gambar 4. Perlakuan
Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penambahan
keramik memberi pengaruh terhadap pemasakan santan yang tidak pecah dapat
dilihat dari gambar 3 yang hampir sama hasilnya dengan kontrol positif gambar 2
terlihat bahwa saat pemasakan tidak terjadi pemisahan santan dengan pelarutnya
14
yaitu air pada yang artinya santan tidak pecah berbeda dengan gambar 1 yang
menunjukan pecahnya santan.
Gambar 5. Hasil Pemasakan Kontrol Negatif (didiamkan)
Gambar 6. Hasil Pemasakan Kontrol Positif
15
Gambar 7. Hasil Pemasakan Perlakuan
Hasil pemasakan santan perlakuan dengan santan kontrol positif terlihat
pada gambar 6 dan gambar 5 pada gelas tidak terjadi pemisahan antara santan dan
pelarutnya berbeda dengan gambar 4 yaitu kontrol negatif yang pada saat
pemasakannya hanya didiamkan saja pada gelas tampak adanya pemisahan santan
dengan pelarutnya, hal ini menunjukan bahwa penambahan keramik pada saat
memasak santan member pengaruh yaitu menyebabkan santan tidak pecah karena
hasil yang diperoleh hampir sama dengan control positif, jadi untuk mengatasi
pecah santan pada saat memasak cukup menambahkan piring kermik porselen saat
memasak sehingga dapat mengurangi pengadukan.
Santan dapat mengalami destabilisasi oleh beberapa mekanisme
destabilisasi yaitu :
1. Pembentukan krim dan sedimentasi yang disebabkan oleh gaya grafitasi pada
fase-fase yang densitasnya berbeda.
2. Flokulasi atau pengelompokan (clutering), setelah flokulasi, globula lemak
bergerak sebagai kelompok bukannya individu. Flokulasi tidak melibatkan
kerusakan lapisan tipis antar permukaan, yang dalam keadan normal
mengelilingi masing-masing globula, dan demikian tidak melibatkan
perubahan ukuran globula asli. Muatan elektrostatik yang kurang cukup pada
permukaan merupakan penyebab utama flokulasi.
16
3. Koalesensi (coalescence) yang melibatkan pecahnya lapisan tipis antar
permukaan, penggabungan globula-globula, dan penurunan areal antar
permukaan
Santan dapat mengalami destabilisasi oleh beberapa mekanisme
destabilisasi yaitu :
1. Pembentukan krim dan sedimentasi yang disebabkan oleh gaya grafitasi pada
fase-fase yang densitasnya berbeda.
2. Flokulasi atau pengelompokan (clutering), setelah flokulasi, globula lemak
bergerak sebagai kelompok bukannya individu. Flokulasi tidak melibatkan
kerusakan lapisan tipis antar permukaan, yang dalam keadan normal
mengelilingi masing-masing globula, dan demikian tidak melibatkan
perubahan ukuran globula asli. Muatan elektrostatik yang kurang cukup pada
permukaan merupakan penyebab utama flokulasi.
3. Koalesensi (coalescence) yang melibatkan pecahnya lapisan tipis antar
permukaan , penggabungan globula-globula, dan penurunan areal antar
permukaan
17
V. SIMPULAN
Simpulan yang diperoleh dari pembuktian kebenaran kearifan lokal yang
dikaji pada makalah ini adalah bahwa piring porselen yang dimasukkan ke wajan
yang berisi santan pada saat pemasakan santan akan menghindari pecahnya santan
yang telah dimasak, dengan begitu hipotesis yang digunakan diterima. Hal ini
telah dibuktikan dari percobaan secara langsung terhadap pengaruh porselen pada
saat pemasakan santan. Selain membuat santan tidak pecah, penambahan porselen
ternyata memberikan efek santan yang dimasak cepat matang, ini diduga karena
piring porselen dapat mengantarkan panas secara konduksi yang menyebabkan
santan menjadi matang secara merata. Terdapat dua hal yang bermanfaat dari
pembuktian ini yaitu orang yang memasak santan tidak perlu terlalu sering untuk
mengaduk santan yang sedang dimasak sehingga orang tersebut dapat
mengerjakan hal lain, selanjutnya dengan penambahan porselen ke dalam santan
dapat mempersingkat waktu pemanasan sehingga hanya diperlukan waktu yang
lebih singkat dari waktu biasanya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. H.C 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat,
Universitas Indonesia, Jakarta. Anief, M, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. Anief, M, 2000, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. Indayaningsih, N., Perdamean Sebayang, Hans K. Sudjono, Udin Khaerudin.
2000. Seminar Bidang Energi, Elektronika, Kendali. Telekomunikasi, dan Sistem Informasi: Pengaruh suhu dan waktu sinter terhadap sifat bahan porselen untuk komponen elekttronik. Puslitbang Fisika Terapan. LIPI, Serpong.
Ramdhoni, A. Nawansih, O. Nuraini, F., 2009. Pengaruh Pasteurisasi Dan Lama
Simpan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis Dan Organoleptik Santan Kental. Sumber : http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/04/pengaruh-pasteurisasi-dan-lama-simpan-terhadap-sifat-fisik-kimia-mikrobiologis-dan-organoleptik-santan-kental/
Voigt. R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
.
19
20
Diskusi 1
Tempat : Ruang kuliah PAU lantai 4
Hari, tanggal : Selasa, 6 April 2010
Waktu : 11.00 – 13.00 WIB
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
Lilis Supratman
Hasil diskusi 1:
Mengemukakan informasi-informasi satu sama lain
o Kahirul Anam mengemukakan:
Setelah makan timun, tidak boleh minum es katanya bisa menyebabkan kematian.
Penyakit Diabetes mellitus dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi makanan
yang memiliki rasa pahit.
Setelah makan Semangka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang berasa manis
lagi.
o Dini Damayanti mengemukakan:
Ibu yang sedang menyusui sebaiknya makan sayur daun katuk yang banyak
karena dapat menyebabkan air susu jadi banyak.
Anak perempuan jangan mengkonsumsi timun berlebihan nanti bisa
menyebabkan tubuh lemas.
o Ruth Maduma mengemukakan:
Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk
dibungkus menggunakan daun pepaya.
Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa hari,
menyebabkan buah jadi matang.
Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat minum
air dari tempurungnya.
o Isna Rahmadini mengemukakan:
Anak perempuan jangan makan pisang dempet nanti punya anak kembar siam.
Kalau menggiling cabe menggunakan blender jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak.
Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam.
21
Kalau membuat mpek-mpek jangan diberi air (nanti keras) lebih baik ikannya
yang diberi air.
o Lilis Supratman mengemukakan:
Jangan terbiasa makan asinan di malam hari, karena akan selalu tertimpa
keresahan hati, jika ia seorang yang belum menikah akan sulit jodoh, dan jika
sudah menikah ia akan sering bertengkar.
Kesimpulan (putusan akhir):
a. Masih harus mencari lagi informasi tentang mitos-mitos yang berlaku di
masayarakat mengenai pangan.
b. Pertemuan berikutnya disesuaikan Senin, 12 April 2010 pukul 08.00
22
Diskusi II
Tempat : Kantin Sapta (Fateta)
Hari, tanggal : Senin, 12 April 2010
Waktu : 09.48 – 12.00 WIB
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
Lilis Supratman
Agenda:
1. Menambah informasi kearifan lokal.
2. Menseleksi beberapa informasi tambahan dengan informasi hasil diskusi
pertemuan sebelumnya (Selasa 6 April 2010) untuk dijadikan bahasan utama.
Hasil diskusi:
1. Tambahan informasi kearifan lokal:
a. Isna mengemukakan:
• Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan
kadar gula darah meningkat.
• Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan
keramik dalam panic.
• Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan
diberi garam.
• Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan
ribut, menyebabkan toge tidak tumbuh.
b. Lilis mengemukakan:
• Anak perempuan bila sedang menstruasi jangan makan kacang
menyebabkan menstruasi makin deras dan jerawatan.
• Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat
(tidak mengembang)
c. Anam mengemukakan:
• Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria, menyuburkan
bagi wanita.
23
d. Ruth mengemukakan:
• Anak perempuan pada saat menstruasi minum soda makan akan
mempercepat masa menstruasi.
2. Seleksi kearifan lokal:
• Setelah makan timun, tidak boleh minum es katanya bisa menyebabkan
kematian (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang
kesehatan).
• Penyakit Diabetes melitus dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi makanan
yang memiliki rasa pahit (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke
farmasi, bidang kesehatan).
• Setelah makan Semangka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang berasa
manis lagi (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang
kesehatan).
• Ibu yang sedang menyusui sebaiknya makan sayur daun katuk yang banyak
karena dapat menyebabkan air susu jadi banyak (sudah bukan mitos lagi).
• Anak perempuan jangan mengkonsumsi timun berlebihan nanti bisa
menyebabkan tubuh lemas (tidak relevan dengan teknologi pangan, cenderung
ke farmasi, bidang kesehatan)..
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk
dibungkus menggunakan daun pepaya (masuk dalam seleksi, berhubungan
dengan aktivitas enzim papain).
• Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa
hari, menyebabkan buah jadi matang (masuk dalam seleksi, berhubungan
dengan gas etilen yang mempengaruhi pemasakan buah).
• Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat
minum air dari tempurungnya (masuk dalan seleksi, berhubungan dengan
degradasi zat pembau dari senyawa yang terkandung dalam tempurung durian).
• Anak perempuan jangan makan pisang dempet nanti punya anak kembar siam
(tidak relevan dengan teknik pangan, karena belum terbukti ada kasus yang
membenarkan kalimat tersebut).
• Kalau menggiling cabe menggunakan blender jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak (masuk dalam seleksi berhubungan dengan
kapsikain yang terkandung dalam cabe yang mudah larut dalam minyak atau
lemak daripada dalam air).
24
• Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam (masuk
dalam seleksi berhubungan dengan pemanasan klorofil pada daun yang
menyebabkan daun berwarna hitam).
• Kalau membuat mpek-mpek tepung kanjinya jangan diberi air (nanti keras)
lebih baik ikannya yang diberi air (tidak relevan dengan teknik pangan,
cenderung ke tata boga).
• Jangan terbiasa makan asinan di malam hari, karena akan selalu tertimpa
keresahan hati, jika ia seorang yang belum menikah akan sulit jodoh, dan jika
sudah menikah ia akan sering bertengkar (tidak relevan dengan teknik pangan).
• Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan
kadar gula darah meningkat (masuk dalam seleksi, dilihat dari segi kadar
glukosa lebih tinggi pada nasi panas)
• Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan
keramik dalam panci (masuk seleksi dilihat dari segi absorbansi air oleh
keramik)
• Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan
diberi garam (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan untuk mencegah
fermentasi).
• Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan ribut,
menyebabkan toge tidak tumbuh (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi
pangan sama dengan contoh saat kuliah).
• Anak perempuan bila sedang menstruasi jangan makan kacang menyebabkan
menstruasi makin deras dan jerawatan (masuk seleksi dilihat dari segi kacang
mengandung lemak).
• Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat
(tidak mengembang) (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama
dengan contoh saat kuliah).
• Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria ,menyuburkan
bagi wanita (masuk seleksi dilihat dari segi toge mengandung senyawa tertentu
yang dapat meningkatkan hormon).
• Anak perempuan pada saat menstruasi minum soda makan akan mempercepat
masa menstruasi (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi,
bidang kesehatan).
25
Berikut adalah hasil kearifan lokal yang dipilih untuk seleksi berikutnya:
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk
dibungkus menggunakan daun pepaya (masuk dalam seleksi, berhubungan
dengan aktivitas enzim papain).
• Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa
hari, menyebabkan buah jadi matang (masuk dalam seleksi, berhubungan
dengan gas etilen yang mempengaruhi pemasakan buah).
• Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat
minum air dari tempurungnya (masuk dalan seleksi, berhubungan dengan
degradasi zat pembau dari senyawa yang terkandung dalam tempurung durian).
• Kalau menggiling cabe menggunakan blender jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak (masuk dalam seleksi berhubungan dengan
kapsikain yang terkandung dalam cabe yang mudah larut dalam minyak atau
lemak daripada dalam air).
• Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam (masuk
dalam seleksi berhubungan dengan pemanasan klorofil pada daun yang
menyebabkan daun berwarna hitam).
• Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan
kadar gula darah meningkat (masuk dalam seleksi, dilihat dari segi kadar
glukosa lebih tinggi pada nasi panas)
• Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan
keramik dalam panci (masuk seleksi dilihat dari segi absorbansi air oleh
keramik)
• Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan
diberi garam (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan untuk mencegah
fermentasi).
• Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan ribut,
menyebabkan toge tidak tumbuh (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi
pangan sama dengan contoh saat kuliah).
• Anak perempuan bila sedang menstruasi jangan makan kacang menyebabkan
menstruasi makin deras dan jerawatan (masuk seleksi dilihat dari segi kacang
mengandung lemak).
• Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat
(tidak mengembang) (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama
dengan contoh saat kuliah).
26
• Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria ,menyuburkan
bagi wanita (masuk seleksi dilihat dari segi toge mengandung senyawa tertentu
yang dapat meningkatkan hormon).
SIMPULAN: 1. Dari 21 informasi yang ada dipilih 12 kearifan lokal untuk seleksi berikutnya di
pertemuan diskusi ke tiga hari Senin 19 April 2010 jam 12.00 WIB lokasi
kondisional.
2. Agenda pertemuan ke tiga memilih satu topik kearifan lokal untuk dibahas dan
dibuktikan keabsahannya secara ilmiah.
27
Diskusi III
Tempat : Kantin Sapta (Fateta)
Hari, tanggal : Selasa, 20 April 2010
Waktu : 12.00 – 13.00 WIB
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Lilis Supratman, Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
Agenda:
1. Menentukan satu topik kearifan lokal untuk dibahas, dibuktikan keabsahannya
secara ilmiah.
2. Membuat hipotesis ‘nakal’
Hasil Diskusi:
1. Pemilihan topik kearifan lokal dari 12 topik yang telah terseleksi pada pertemuan
diskusi sebelumnya.
a. Anam memilih kearifan lokal :
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan
di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya
• Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria
,menyuburkan bagi wanita
b. Dini memilih kearifan lokal:
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan
di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya
• Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka
dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci
c. Lilis memilih kearifan lokal:
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan
di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya
• Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan
menyebabkan kadar gula darah meningkat
d. Isna memilih kearifan lokal:
• Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan
menyebabkan kadar gula darah meningkat
• Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka
dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci
28
e. Ruth memilih kearifan lokal:
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan
di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya
• Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka
dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci
Ternyata ada dua kearifan lokal yang menarik perhatian kelompok kami (agak
menyimpang) yaitu:
• Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan
di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya berasal dari kebiasaan
Banyumas, Jawa Tengah.
• Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka
dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci berasal dari
kebiasaan Palembang, Sumatera Selatan.
2. Hipotesis ‘nakal’
a. Untuk mitos Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’
maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci berasal
dari kebiasaan Palembang, Sumatera Selatan.
• Isna menyatakan: supaya tidak cape mengaduk.
• Anam berpendapat: penambahan pecahan tersebut berhubungan
dengan emulsi, fungsi keramik untuk memecah partikel dalam
santan.
• Dini berpendapat: pecahan piring keramik tersbut berperan
sebagai pengaduk alami.
• Ruth berpendapat: pecahan tersebut berfungsi dalam penyerapan
air (absorbi) sehingga santan menjadi kental.
b. Belum ada hipotesis ‘nakal’ untuk mitos: Untuk membuat sate jadi
empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus
menggunakan daun pepaya berasal dari kebiasaan Banyumas, Jawa
Tengah.
SImpulan:
1. Dari 12 keraifan lokal sebelumnya dipilih dua topik yang menarik untuk dibahas
(agak menyimpang dari agenda sebelumnya).
2. Agenda pertemuan berikutnya:
a. memperbanyak hipotesis ‘nakal’ dari topik yang dipilih.
29
b. mencari literatur ilmiah atau bahasan ilmiah mengenai dua topik kearifan
lokal yang terpilih dan dibahas pada pertemuan berikutnya Rabu, 21
April 210 waktu dan tempat ‘kondisional’
30
DISKUSI IV
Tempat : Kantin Sapta Fateta
Hari, tanggal : Rabu, 21 April 2010
Waktu : 12.00-13.00 WIB
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
Lilis Supratman
Acara:
1. Menentukan hipotesis ‘nakal’
2. Mencari dan membahas literature ilmiah yang berkaitan dengan mitos
Hasil diskusi:
1. Topik mitos yang dipilih untuk dibahas adalah mitos asal Sumatera Barat yaitu
penambahan piring porselen saat memasak santan menjadikan santan tidak pecah.
2. Hipotesis-hipotesis ‘nakal’ (asumsi masing-masing)
a. Anam berpendapat:
Penambahan porselen / fenomena tersebut berhubungan dengan sifat
porselen dan santannya.
b. Isna, Dini, dan Lilis berpendapat:
Porselen berfungsi sebagai pengaduk alami jadi tidak perlu diaduk secara
manual.
c. Ruth berpendapat:
Porselen berfungsi sebagai penghantar panas sehingga pemanasan merata
yang menyebabkan santan tidak pecah.
3. Belum menemukan literatur yang kami anggap tepat dengan topic, karena kami
cari menggunakan internet dengan kata kunci santan hasilnya tentang masakan
yang mengandung santan.
Simpulan:
1. Mitos yang terpilih adalah penambahan piring porselen saat memasak santan
akan menjadikan santan tidak pecah.
2. Perlu mencari literature ilmiah lagi yang sesuai dengan topik.
31
DISKUSI V
Tempat : Kantin Sapta Fateta
Hari, tanggal : Senin, 31 Mei 2010
Waktu : 12.00-13.00 WIB
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Ruth Maduma
Anggota : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
Acara: Membahas laporan
Hasil:
1. Diskusi untuk rencana memasak santan untuk membuktikan kebenaran kearifan
lokal tersebut. Acara masak dilakukan pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010
bertempat di kos Ruth, pukul 08.00 WIB
a. Isna membawa kelapa parut, saringan, piring porselen
b. Dini membawa gelas belimbing
32
DISKUSI VI
Tempat : LSI
Hari, tanggal : Jumat, 4 Juni 2010
Waktu : 10.00-12.30 WIB
Notulen : Ruth Maduma
Anggota yang hadir : Isna Rahmadini
Khairul Anam
Lilis Supratman
ACARA:
1. Membahas hasil memasak tanggal 1 Juni 2010
2. Membahas pembuatan laporan
HASIL DISKUSI
1. Memilih beberapa foto yang akan dimasukkan dalam laporan/makalah
2. Pembagian tugas pembuatan laporan/makalah
a. Isna: pendahuluan
b. Anam: pembahasan, simpulan, slide presentasi
c. Lilis: metode kerja
d. Ruth: menggabungkan semua hasil pekerjaan
33
34
DISKUSI VII
Tempat : Kos Ruth
Hari, tanggal : Senin, 7 Juni 2010
Waktu : 15.00-17.00 WIB\
Moderator : Khairul Anam
Notulen : Ruth Maduma
Anggota yang hadi r : Dini Damayanti
Isna Rahmadini
ACARA:
1. membahas kembali laporan (penyempurnaan)
HASIL DISKUSI:
1. Laporan siap dikumpulkan besok pagi
a. Isna: fotokopi laporan 5 kali dan dijilid