-
HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA
DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN
Ajeng Prasetya Dewi Sonny Andrianto
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2003 dengan jumlah subjek 125 orang. Skala yang digunakan adalah Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan kesimpulan dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004). Skala Pola pikir juga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2002). Skala Pola Pikir lebih cenderung pada pola pikir negatif.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Korelasi Product moment dari Pearson menunjukkan bahwa nilai r = 0,649 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01), artinya ada hubungan yang sigifikan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kecemasan Berbicara di Depan Umum, Pola Pikir
-
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang calon guru, Mahasiswa Fakultas Keguruan dituntut untuk
mempunyai kemampuam berbicara di depan umum, disamping keahlian
mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Mengungkapkan pikiran secara lisan
diperlukan kemampuan penguasaan bahasa yang baik supaya mudah dimengerti oleh
orang lain dan pembawaan diri yang tepat. Pembawaan diri yang dimaksud adalah
adanya kepercayaan diri, kemampuan dalam stabilitas emosi, sanggup menampilkan
gagasan-gagasan secara lancar dan teratur, serta memperlihatkan suatu sikap gerak-
gerik yang tidak kaku.
Sama halnya dengan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) yang terdiri dari tujuh jurusan,
dituntut untuk mempunyai kemampuan berbicara didepan umum. Oleh sebab itu
mahasiswa yang telah memasuki semester enam diwajibkan untuk mengambil mata
kuliah microteaching (mengajar dalam lingkup kecil) dan seminar. Selain itu, setiap
jurusan mempunyai mata kuliah dengan nama yang berbeda-beda, tetapi pada intinya
mata kuliah tersebut melatih kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum.
Tujuh mahasiswa angkatan 2003 FKIP UMP yang mewakili masing-masing
jurusan diwawancarai oleh peneliti, dari tanggal 20-22 Maret 2006. Seorang
-
mahasiswa dari jurusan Matematika yang merupakan ketua dari Dewan Mahasiswa
FKIP UMP mengaku dirinya tidak begitu canggung ketika sedang berbicara di depan
umum. Selain karena dirinya sudah terbiasa berbicara di depan umum juga karena
dirinya selalu memikirkan hal-hal yang menyenangkan dari setiap aktivitasnya. Enam
mahasiswa mengaku bahwa mereka sering mengalami kecemasan ketika
membawakan presentasi di depan kelas. Adanya perasaan takut dan khawatir berbuat
banyak kesalahan serta tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman-
temannya. Tujuh mahasiswa ini juga menilai bahwa hampir seluruh teman satu
kelasnya mengalami hal yang serupa, perasan cemas tersebut sangat terlihat ketika
setiap mahasiswa mendapat gilirannya untuk berbicara di depan kelas. Hanya
beberapa orang saja yang terlihat santai ketika berbicara di depan kelas.
Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal
yang hampir pasti dialami oleh semua orang. Bahkan seseorang yang telah
berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.
Menurut Osborne (2004) perasaan cemas ini muncul karena takut secara fisik
terhadap pendengar, yaitu takut ditertawakan orang, takut bahwa dirinya akan
menjadi tontonan orang, takut bahwa apa yang akan dikemukakan mungkin tidak
pantas untuk dikemukakan, dan rasa takut bahwa mungkin dirinya akan
membosankan.
Rini (2002) mengatakan bahwa perasaan ini muncul karena melemahnya rasa
percaya diri sehingga dalam pikiran seseorang muncul pikiran-pikiran negatif
mengenai dirinya. Ada juga anjuran supaya seseorang harus mempersiapkan diri
-
sebaik-baiknya sebelum berbicara di depan umum, tetapi perasaan cemas ini tetap
ada. Keinginan untuk bersikap sebaik-baiknya mendorong munculnya perasaan
cemas. Secara negatif, pikiran seseorang biasanya terbebani oleh ketakutan untuk
membuat kesalahan dan kekhawatiran akan gagal, kecemasan jika melakukan
kekonyolan dan berbagai bayangan-bayangan negatif lainnya
(http://tao.infoproduk.com/index.php?p=97#more-97).
Kecemasan berbicara di depan umum bersifat subjektif, biasanya ditandai
dengan gejala fisik dan gejala psikologis. Termasuk dalam gejala fisik yaitu : tangan
berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran (Nevid, dkk, 1997).
Kemudian, yang termasuk gejala psikologis adalah takut akan melakukan kesalahan,
tingkah laku yang tidak tenang dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas,
2003). Kecemasan yang biasa terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh pola pikir
seseorang yang menganggap dirinya tidak seperti orang lain, menilai diri sendiri
begitu tajam sehingga sekilas seseorang tidak berani mencoba sesuatu yang tidak
dikuasai dengan sangat sempurna. Bahkan, beberapa orang selalu mengingat terus
menerus sesuatu yang menakutkan sehingga mereka sering menteror diri mereka
sendiri. Sebenarnya, semua dapat berjalan dengan lancar apabila seseorang tidak
merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan hal-hal menakutkan yang belum
terjadi atau memikirkan bahwa dirinya akan gagal (Williams, 2004).
Individu yang pemalu dan cemas secara sosial cenderung untuk menarik diri
dan tidak efektif dalam interaksi sosial, ini dimungkinkan karena individu tersebut
mempersepsi akan adanya reaksi negatif. Kecemasan merupakan suatu kekurangan
-
dalam hubungan sosial, karena individu yang gugup (nervous) dan terhambat
mungkin menjadi kurang efektif secara sosial, misalnya ketika individu mengalami
nervous, individu tersebut mungkin menunjukkan indikasi-indikasi seperti gemetar,
gelisah, menghindari orang lain, tidak lancar berbicara dan kesulitan konsentrasi
(Dayakisi & Hudaniah, 2003).
Kecemasan yang terjadi pada diri individu akan membuat individu tersebut
merasa rendah diri, meremehkan diri sendiri, menganggap dirinya tidak menarik dan
menganggap dirinya tidak menyenangkan untuk orang lain. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa individu yang cenderung mengalami kecemasan ditandai dengan
ketegangan otot dan adanya tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi. Kemudian,
individu tersebut akan menolak untuk bersosialisasi dengan orang lain, keadaan
individu akan membaik ketika ketegangannya berkurang (Teichman, 1974).
Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pikiran seseorang
sangat menentukan apa yang dapat dicapainya dalam kehidupan ini. Mapes (2003)
menyatakan bahwa setiap orang memiliki pola-pola pikiran tertentu dan secara sadar
atau tidak sadar mereka berusaha berperilaku untuk mewujudkan apa yang ada dalam
pikirannya itu. Pikiran yang kerdil akan membuat seseorang menjadi kerdil.
Seseorang yang sering mengalami musibah kebanyakan berpola pikir takut musibah,
selalu cemas atau selalu memikirkan kecelakaan. Sebaliknya, orang yang selalu
bergembira memang berpola pikir gembira, mampu melihat kebaikan dalam setiap
peristiwa, tidak ada kecenderungan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Pikiran-
pikiran negatif yang kebanyakan tidak dikehendaki, seperti ketakutan akan musibah,
-
ketakutan akan gagal dan ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan perlu
dilawan supaya tidak banyak mempengaruhi perilaku.
Rahayu, dkk (2004) memaparkan hasil penelitiannya, bahwa semakin
seseorang berpola pikir positif maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan
umum, sebaliknya semakin seseorang berpola pikir negatif maka akan semakin tinggi
kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini dapat disebabkan karena individu
membangun pesan-pesan yang negatif dan memperkirakan hal-hal yang negatif
sebagai hasil keikutsertaannya dalam interaksi komunikasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinniah, dkk (2003) juga menunjukkan
bahwa takut pada evaluasi negatif secara tidak langsung dapat mempengaruhi
kesehatan mental melalui menghindari hubungan sosial dan distress. Artinya, ketika
seseorang dikritik mengenai hal-hal negatif yang dilakukannya maka cenderung
menyebabkan individu tersebut mengalami distress dan menghindari hubungan
sosial, kemudian akan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Sebagian besar,
kecemasan berbicara di depan umum disebabkan karena individu membangun
perasaan negatif dan memperkirakan hasil-hasilnya yang negatif sebagai hasil
keterlibatannya dalam interaksi komunikasi, takut akan kesalahan-kesalahan yang
dilakukannya, kemudian orang lain akan menertawakan dan memberikan sindiran-
sindiran pedasnya.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Olfson, dkk (2000),
dijelaskan bahwa kecemasan dalam interaksi sosial lebih sering dikarenakan adanya
pikiran-pikiran negatif dalam diri individu. Individu merasa orang lain tidak dapat
-
menerima dirinya karena perbedaan-perbedaan yang dimilikinya, seperti perbedaan
status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
Pola pikir sangat berpengaruh terhadap suasana hati, reaksi fisik dan akan
menyebabkan terjadinya perubahan alam lingkungan sosial seseorang. Perubahan
dalam perilaku individu berpengaruh terhadap bagaimana individu tersebut berpikir
dan juga terhadap bagaimana individu tersebut merasa, baik secara fisik maupun
secara emosional. Pola pikir seseorang sangat membantu dalam mengatasi masalah
yang berhubungan dengan suasana hati (mood), seperti depresi, kecemasan,
kemarahan, kepanikan, kecemburuan, rasa bersalah dan rasa malu. Apabila seseorang
mempunyai pola pikir yang positif maka individu tersebut dapat mengatasi masalah
yang berhubungan dengan suasana hati. Sebaliknya apabila seseorang mempunyai
pola pikir yang negatif, maka individu tersebut cenderung menjadi depresi, cemas,
panik, muncul perasaan bersalah, yang pada akhirnya akan mengganggu interaksi
sosialnya. Meskipun berpikir positif bukanlah solusi terhadap berbagai masalah
kehidupan, tetapi pemikiran akan membantu menentukan suasana hati yang dialami
dalam situasin tertentu. Begitu individu mengalami suasana hati tertentu, suasana hati
tersebut akan disertai dengan pemikiran lain yang mendukung dan memperkuat
suasana hati (Kuncoro, 2004).
B. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan pola pikir dengan kecemasan berbicara di
-
depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhamadyah Purwokerto (FKIP UMP).
C. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Praktis
1. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang hubungan
pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum sehingga dapat
membantu seseorang yang biasa atau belum pernah berbicara di depan umum.
2. Diharapkan dapat dijadikan masukan atau informasi untuk mengerti lebih
dalam lagi mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap kecemasan berbicara
di depan umum.
b) Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu Psikologi, khususnya
Psikologi Komunikasi, terutama yang berhubungan dengan kecemasan
berbicara di depan umum.
D. Keaslian Penelitan
1. Keaslian Topik
Penelitian yang berhubungan dengan topik pernah dilakukan oleh Iin Tri
Rahayu, dkk dengan judul Hubungan Pola Pikir Positif dengan Kecemasan
Berbicara di Depan Umum. Beberapa judul yang erat hubungannya dengan topik
juga pernah dilakukan oleh mahasiswa UII, yaitu Hubungan antara Citra Raga
-
dengan Kecemasan Berbicara di Muka Umum oleh Ridha Triana, Hubungan antara
Kepercayan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Penyandang
Cacat Tunarungu oleh Khalimatus Sadiyah. Berdasarkan pengetahuan peneliti,
judul yang diajukan belum pernah diteliti oleh siapapun.
2. Keaslian Teori
Teori yang digunakan pada penelitian sebelumnya diambil dari buku yang
disusun oleh Burgoon & Ruffner (1978), Devito (1995), Rogers (2004), Peale (1977),
dan Albrecht (1980).
Teori pada penelitian kali ini diambil dari buku yang disusun oleh Hudaniah
dan Dayakisni (2003), Nevid, dkk (1997), Burgoon & Ruffner, Rogers (2004) dan
Norem(2002). Beberapa artikel yang diambil dari internet juga dijadikan teori dalam
penelitian ini. Artikel-artikel tersebut disusun oleh beberapa psikolog seperti Dona
Williams (2004) dan Jacinta F Rini (2002).
3. Keaslian Alat Ukur
Penelitian-penelitian sebelumnya skala yang digunakan untuk mengukur
tingkat kecemasan berbicara di depan umum menggunakan teori Rogers (2003).
Penelitian ini, skala disusun berdasarkan kesimpulan dari beberapa teori yang
dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004).
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya lebih menekankan pada pola
pikir positif, skala yang digunakan disusun berdasarkan aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Albercht (1980). Berbeda dengan penelitian kali ini, skala Pola
-
Pikir disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2004), karena pada
penelitian ini lebih menekankan pola pikir negatifnya.
4. Keaslian Subjek Penelitian
Subjek yang dipilih merupakan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhamadiyah Purwokerto, baik perempuan maupun laki-
laki. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang memilih subjek mahasiswa dari
berbagai fakultas.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Berbicara di Depan Umum
1. Pengertian Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Ada beberapa jenis
rasa cemas, yaitu cemas akibat mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya,
rasa cemas berupa penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.
Selanjutnya, rasa cemas karena perasaan berdosa atau bersalahyang nantinya
dapat menyertai gangguan jiwa. Sedangkan Chaplin (2000) berpendapat bahwa
kecemasan merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan
mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
Sementara itu kecemasan menurut Lazarus (1976) mempunyai dua arti,
yaitu:
a. Kecemasan sebagai respon digambarkan sebagai suatu pengalaman yang
dirasakan tidak menyenangakan serta diikuti dengan suasana gelisah, bingung,
khawatir dan takut. Bentuk kecemasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. State anxiety, merupakan gejala kecemasan yang sifatnya tidak menetap
pada diri individu dihadapkan pada situasi tertentu, gejala ini akan tampak
selama situasi tersebut masih ada.
-
2. Trait anxiety, kecemasan yang tidak tampak langsung dalam tingkah laku
tetapi dapat dilihat frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu
sepanjang waktu, merupakan kecemasan yang sifatnya menetap pada diri
individu dan timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan pada awal
kehidupan. Kecemasan tersebut berhubungan dengan kepribadian individu
yang merupakan disposisi pada individu untuk menjadi cemas.
b. Kecemasan sebagai intervening variable disini lebih mempunyai arti sebagai
motivating solution, artinya situasi kecemasan tersebut dapat mendorong
individu agar dapat mengatasi masalah.
Nevid, dkk (1997) menganggap kecemasan sebagai suatu keadaan takut
atau perasaan tidak enak yang disebabkan oleh banyak hal seperti kesehatan
individu, hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah, masalah
pekerjaan, hubungan internal dan lingkungan sekitar. Kemudian, menurut
Hudaniah dan Dayakisni (2003) pada umumnya kecemasan berwujud ketakutan
kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu pengalaman subjektif dari
ketegangan atau kegugupan. Beberapa individu juga mengalami perasaan tidak
nyaman dengan kehadiran orang lain, biasanya disertai dengan perasaan malu
yang ditandai dengan kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari
interaksi sosial. Keadaan individu yang seperti ini dianggap mengalami
kecemasan sosial.
Burgoon dan Ruffner (1978) menjelaskan hambatan komunikasi
(Communication Apprehension) sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa
-
kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar
pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa. Penelitian kali ini
yang akan ditekankan adalah pada kecemasan berbicara di depan umum.
Batasan antara communication apprehension dengan kecemasan berbicara
di depan umum adalah bahwa individu dengan communication apprehension
yang tinggi akan mengalami kecemasan ketika menghadapi berbagai macam
konteks komunikasi. Individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan
umum tidak mengalami kecemasan pada situasi komunikasi biasa. Individu
biasanya menjadi cemas sehubungan dengan situasi berbicara di depan umum.
Kecemasan berbicara di depan umum biasa disebut dengan istilah Stage Fright,
yaitu keadaan takut atau cemas pada saat membayangkan atau situasi nyata
berbicara di depan umum. Individu yang mengalami kecemasan akan merasakan
adanya perubahan psikis dan psikologis. Perubahan psikis yang dialami individu
yang cemas ditandai dengan perasaan tegang, khawatir dan takut. Perubahan
fisiologis yang terjadi misalnya denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
meningkat.
Selanjutnya McCroskey (1984) menyebutkan ada empat jenis
Communication Apprehension (CA), yaitu CA as a trait, CA in gereralized
context, CA with generalized people, CA as a state. Kecemasan berbicara di
depan umum termasuk dalam jenis CA in generalized context. Beberapa individu
mengalami kecemasan hanya pada kondisis tertentu, maksudnya ada tipe general
dari setting/kondisi komunikasi yang menimbulkan kecemasan, yaitu
-
komunikator. Penekanannya adalah bahwa fenomena kecemasan berbicara di
depan umum berpusat pada pembicara. Konteks yang paling banyak ditemui
adalah berbicara di depan umum (Public Speaking), misalnya memberikan pidato,
presentasi di depan kelas, pada saat pertemuan atau meeting. Individu akan
mengalami kecemasan ketika mulai membayangkan sampai berlangsungnya
pengalaman berbicara di depan umum.
Sejalan dengan itu, Beaty (Opt & Loffredo, 2000) juga menyebut
kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah communication
apprehension. Beaty menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum
merupakan bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di
depan orang-orang sebagai hasil dari proses belajar sosial.
Ada perbedaan antara berbicara di depan umum dengan pembicaraan
biasa, pada konteks pembicaraan biasa individu merasa aman untuk
menyampaikan pikiran-pikirannya. Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembicaraan biasa adalah adanya proses memberi dan menerima, proses
komunikasi dua arah (dialog). Berbeda dengan berbicara di depan umum, begitu
individu mulai berbicara di depan umum, secara otomatis individu tersebut
menjadi pemimpin dan memegang kendali penuh dari banyak orang. Proses
komunikasi berubah menjadi satu arah (monolog). Ketakutan dan kecemasan
berbicara di depan umum ditandai dengan perasaan gelisah dan perasaan tertekan
(Rogers, 2004).
-
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum
adalah suatu keadaaan tidak nyaman yang sifatnya tidak menetap pada diri
individu, baik ketika membayangkan maupun pada saat berbicara di depan orang
banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik dan psikologis.
2. Komponen Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Tiga komponen dari reaksi kecemasan sosial menurut Hudaniah dan
Dayakisni (2003), yaitu:
a. Komponen kognitif, ketakutan yang meluas dan sering berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir jernih, memecahkan masalah dan mengatasi lingkungan.
Akibatnya, tidak lancar berbicara dan sulit berkonsentrasi.
b. Komponen emosional, orang tersebut mempunyai ketakutan yang meluas dan
secara sadar, sehingga muncul rasa tidak percaya diri.
c. Komponen behavioral yang ditandai dengan gemetar, gelisah, dan perilaku
menghidar.
Selanjutnya, Rogers (2004) membagi komponen kecemasan berbicara
menjadi tiga, yaitu :
a) Komponen fisik yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan.
Gejala fisik tersebut dapat berbeda setiap orangnya. Beberapa contoh gejala
fisik yang dimaksud adalah detak jantung yang semakin cepat, suara yang
bergetar, kaki gemetar, kejang perut, sulit untuk bernafas dan hidung
berlendir.
-
b) Komponen proses mental, misalnya : sering mengulang kata atau kalimat,
hilang ingatan secara tiba-tiba sehingga sulit untuk mengingat fakta secara
tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting. Selain itu juga
tersumbatnya pikiran sehingga membuat individu yang sedang berbicara tidak
tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya.
c) Komponen emosional, yang termasuk dalam komponen emosional adalah
adanya rasa tidak mampu, rasa takut yang biasa muncul sebelum individu
tampil dan rasa kehilangan kendali. Biasanya secara mendadak muncul rasa
tidak berdaya seperti anak yang tidak mampu mengatasi masalah, munculnya
rasa panik dan rasa malu setelah berakhirnya pembicaraan.
Dari dua teori diatas dapat disimpulkan bahwa komponen kecemasan
berbicara di depan umum terbagi menjadi empat, yaitu :
1) Komponen fisik yang biasanya muncul sebelum berbicara di depan umum.
Contoh komponen fisik : jantung berdetak lebih cepat, kaki dan tangan
gemetar, sering buang air kecil, keringat dingin yang keluar terus menerus.
Komponen fisik ini bersifat subjektif, tergantung pada masing-masing
individu.
2) Komponen perilaku, hal ini dapat terlihat dengan jelas dari perubahan tingkah
laku yang ditampakkan, seperti tingkah lakunya yang tidak tenang, sering
menggerakkan salah satu anggota badannya. Selain itu juga munculnya
perilaku tergantung terhadap sesuatu, misalnya naskah secara lengkap yang
hendak dibicarakan.
-
3) Komponen kognitif, gangguan kecemasan berbicara di depan umum berfokus
pada cara yang digunakan oleh individu tersebut untuk memikirkan situasi
dan kemungkinan bahaya. Secara terus menerus memikirkan bahaya yang
akan terjadi. Individu tersebut juga mempercayai bahwa apa yang ditakutkan
pasti akan terjadi.
4) Komponen emosional, penilaian seseorang terhadap suatu situasi dapat
menentukan emosinya. Apabila emosi menjadi kuat maka biasanya akan
menghasilkan gangguan pikiran atau perilaku. Salah satu contohnya emosi
yang dialami ketika orang merngalami rasa takut, maka menghasilkan pikiran-
pikiran yang negatif dan perilaku yang tidak dapat dikontrol.
3. Faktor-faktor Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Rogers (2004) meyakini bahwa yang sangat berpengaruh terhadap
kecemasan berbicara di depan umum adalah pola pikirnya yang keliru. Seseorang
yang hendak berbicara di depan umum berpikir bahwa dirinya sedang diadili,
merasa bahwa penampilan dan gerak-gerik dan ucapannya sedang menjadi
perhatian banyak orang. Sama halnya dengan pendapat Rahayu, dkk (2004) yang
menyatakan bahwa kecemasan berbicara di depan umum bukan disebabkan oleh
ketidakmampuan individu, tetapi disebabkan pada pikiran-pikirannya yang
negatif dan tidak rasional. Hasil penelitiannya yang dilakukan pada mahasiswa
Universitas Islam Negeri Malang juga menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pola pikir positif dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Maksudnya semakin tinggi pola pikir positif seseorang maka semakin rendah
-
kecemasan berbicara di depan umum, sebaliknya semakin rendah pola pikir
positifnya maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum.
Pada bukunya yang berjudul Human Communication, Burgoon dan
Ruffner (1978) menyebutkan adanya satu faktor kurangnya pengalaman atau
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan individu. Hal ini
mengakibatkan individu cenderung mempunyai pola pikir negatif dan kemudian
menghindari bicara di depan umum. Individu meyakini bahwa kejadian yang
buruk akan terjadi. Meskipun pada kenyataannya tidak semua pikirannya akan
menjadi kenyataan (McCroskey, 1984).
Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum
adalah citra raga individu (Triana, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan pada
mahasisiwa Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa semakin positif
citra raga individu maka semakin rendah kecemasannya dalam berbicara di depan
umum. Sebaliknya semakin negatif citra raga individu, maka kecemasan berbicara
di depan umum semakin tinggi.
Sejalan dengan penelitian Triana (2005), Matindas (2003) memandang
keyakinan atau kepercayaan diri seseorang sangat berpengaruh terhadap
kecemasannya berbicara di depan umum. Ketidakyakinan yang muncul dalam
bentuk rasa takut atau cemas menandakan adanya ketegangan yang sangat besar
dalam dirinya. Ketegangan inilah yang menyebabkan tersumbatnya memori atau
terganggunya kemampuan mengingat, keluar keringat dingin, dan jantung
berdebar.
-
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Opt dan Loffredo (2000)
menunjukkan adanya tiga faktor kecemasan berbicara di depan umum, tiga faktor
tersebut adalah :
a. Individu ekstravet dan introvert. Individu yang eksrtavert mempunyai
kecemasan berbicara di depan umum yang lebih rendah daripada individu
yang introvert. Alasannya, individu yang ekstravert lebih senang bergaul
dengan siapa saja, mereka lebih menyukai komunikasi face to face dan juga
mengambil kesempatan dalam sebuah kelompok. Individu yang introvert
tidak banyak berkomunikasi dengan orang-orang, apalagi jika harus berbicara
di depan banyak orang.
b. Individu yang melihat sesatu dengan intuisi (intuitors) atau dengan panca
indra (sensors). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intuitors mempunyai
tingkat kecemasan yang rendah daripada sensors ketika berbicara di depan
umum. Intuitors sangat mentolelir adanya perbedaan pendapat, mereka juga
berani membuat lompatan dari poin satu ke poin yang lain. Berbeda dengan
sensors yang memandang sesuatu seperti yang dilihatnya, tanpa
memikirkannya lebih jauh. Hal ini yang akan menghasilkan kecemasan.
c. Individu yang menggunakan pola pikir positif mempunyai kecemasan yang
lebih rendah daripada individu yang berpola pikir negatif. Individu dengan
pola pikir yang positif akan melihat segala hal dari sisi positif, suka bekerja
keras dan dapat mengenda ikan emosinya ketika berbicara di depan umum.
Individu dengan pola pikir negatif lebih menggunakan perasaaanya, lebih
-
mudah stress dan mengekspresikan kecemasan karena selalu fokus pada
pendapatnya sendiri.
B. Pola Pikir
1. Pengertian Pola Pikir
Berpikir merupakan aktivitas mental, yang berbentuk pemrosesan
informasi secara kognitif dengan memanfaatkan persepsi, konsep-konsep,
symbol-simbol dan gambar (Bruno, 1989). Menurut Bono (1990), berpikir
merupakan eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai
suatu tujuan.
Sedangkan pola pikir mempunyai pengertian kecenderungan manusiawi
yang dinamis, sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan. Pola pikir
seseorang dapat membantu dalam menyelesaikan masalahnya, dapat pula
merugikannya (Williams, 2004). Pola pikir yang dimaksud terbagi menjadi dua
macam :
1) Pola pikir positif, yaitu kecenderungan individu untuk memandang segala
sesuatu dari segi positifnya dan selalu berpikir optimis terhadap lingkungan
serta dirinya sendiri. Pola pikir inilah yang dapat membantu individu dalam
mngatasi masalahnya.
2) Pola pikir negatif, yaitu kecendurngan individu untuk memandang segala
sesuatu dari sisi negatif. Individu dengan pola pikir negatif selalu menilai
bahwa dirinya tidak mampu, terus menerus mengingat hal-hal yang
-
menakutkan. Pola pikir negatif lebih memberikan dampak yang merugikan
bagi kehidupan individu.
Pola pikir yang dimaksud dalam penelitian ini tidak sama dengan self
image. Batasannya, self image lebih pada gambaran diri individu yang diinginkan
atau yang ingin dicapai (Wulyo, 1990). Individu dengan pola pikir tertentu bukan
karena menginginkan sesuatu tapi lebih dikarenakan pengaruh keyakinan dirinya
yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya. Misalnya, individu yang
memakai pola pikir negatif dengan perasaan pesimisnya akan terus menerus
mengingat sesuatu yang menakutkan berhubungan dengan pengalamannya
maupun pengalaman orang lain. Akibatnya, rasa takut menjadi lebih besar dan
individu tersebut meyakini bahwa apa yang ditakutkan dan dipikirkan akan
menjadi kenyataan (Mapes, 2003).
Menurut Rini (2002), pola pikir sangat berhubungan erat dengan
kepercayaan diri. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung
mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Individu tersebut tidak menyadari
bahwa dari dalam dirinya semua negativisme itu berasal. Sedangkan individu
dengan percaya diri yang tinggi, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi
positifnya. Sikap positif individu yang membuat dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau
situasi yang dihadapinya.
Albrecht (Rahayu dkk, 2004) memandang individu yang berpikir positif
akan mengarahkan pikiran-pikirannya pada hal-hal yang positif, individu tersebut
-
akan bersikap positif dalam menghadapi permasalahan. Lebih berbicara tentang
kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan
daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, kepuasan daripada
kekecewaan.
Selanjutnya, Norem (2002) menyebut pola pikir negatif sama dengan
berpikir negatif (Negative Thingking). Negative thingking merupakan manifestasi
dari perasaan takut pada masa yang akan datang karena individu tersebut merasa
tidak mempunyai teknik problem solving yang tepat dalam menyelesaikan
permasalahannya.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pola
pikir adalah kecenderungan individu yang dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam
memandang segala sesuatu. Kemudian, pola pikir ini akan berpengaruh terhadap
kehidupannya.
2. Komponen Pola Pikir
1. Pola Pikir Positif
Albrecht (Rahayu dkk, 2004) menyebutkan empat komponen dalam pola pikir
positif, yaitu:
a. Harapan yang positif, melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan
perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan
menjauhkan diri dari perasaan takut gagal.
b. Affirmasi diri, yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri dan melihat
diri secara positif.
-
c. Pernyataan yang tidak menilai (non judgement thingking), merupakan
pernyataan yang lebih mengambarkan keadaaan dari pada menilai
keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini dimaksudkan sebagai penggati
pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian
yang negatif.
d. Realistic adaptation, yaitu mengakui kenyataan dan segera berusaha
menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri.
2. Pola pikir negatif
Menurut Rini (2002), ada tujuh komponen dalam pola pikir negatif, ketujuh
komponen tersebut adalah :
1. Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri. Ketika gagal, individu
tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
2. Cara berpikir totalitas dan dualisme, misalnya kalau saya sampai gagal,
berarti saya memang jelek.
3. Pesimistik yang futuristik, karena satu saja kegagalan kecil, individu
tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa
depan.
4. Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism, suka mengkritik diri sendiri
dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
-
5. Labeling, mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan
negatif, seperti saya memang bodoh...saya ditakdirkan untuk jadi orang
susah.
6. Sulit menerima pendapat orang lain, seperti masukan, pujian atau pun hal-
hal positif dari orang lain. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk
menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung
menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
7. Senang mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri, senang mengingat dan
bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, tetapi mengecilkan
keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu
langsung merasa menjadi orang tidak berguna.
C. Keterkaitan Pola Pikir dengan Kecemasan Berbicara di depan Umum
Kemampuan berbicara di depan umum hampir selalu dibutuhkan dalam setiap
jenis profesi. Ketidakmampuan untuk bicara di depan umum dapat menghambat
pekerjaan dan menghancurkan kesempatan seseorang untuk menunjukkan kelebihan
dan keahliannya. Ketidakmampuan ini lebih sering dikarenakan adanya kecemasan
dalam diri individu tersebut (Rogers, 2004). Perasaan cemas merupakan naluri yang
tidak dapat dihilangkan dengan cara apapun dan setiap manusia pasti pernah
mengalami kecemasan (Freud dalam Hall & Calvin, 2000).
-
Ketika perasaan cemas berbicara di depan umum tidak dikelola dengan baik,
maka topik yang dibicarakan menjadi kurang efektif (Opt & Loffredo, 2000).
Sebagian besar perasaan cemas muncul bukan disebabkan oleh kompetensi individu,
tetapi lebih sering disebabkan oleh pola pikir yang keliru (Rahayu dkk, 2004).
Individu dengan pola pikir negatif, akan selalu memikirkan segala hal buruk
yang akan terjadi padanya. Pemikiran seperti ini akan membuat individu merasa
tertekan dan tidak nyaman (Norem, 2001). Akibatnya, individu tersebut mengalami
reaksi fisik dengan cepat, seperti peningkatan detak jantung, gemetar pada bagian
tangan dan kaki, keringat yang keluar terus-menerus (Nevid, 1997). Kemudian akan
menghindari rasa malu dan melindungi diri dari ancaman ini. Berbeda dengan
individu yang berpola pikir positif, memandang sesuatu dari sisi positifnya. Meskipun
mengalami ketegangan tetapi ketegangan ini menjadikannya segera bertindak untuk
mencari solusinya (Rothciid, 1997).
Seperti pernyataan Peale (1996), individu yang berpikir positif akan
memandang segala persoalan yang muncul dari sudut pandang yang positif. Individu
akan menanggapi dan mengatasi persoalannya secara lebih optimis. Pikiran yang
negatif akan berdampak negatif, sebaliknya pikiran yang positif akan berdampak
positif.
D. Hipotesis
Ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum
pada mahasiswa FKIP UMP.
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel tergantung : Kecemasan berbicara di depan umum
Variabel bebas : Pola pikir
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecemasan berbicara di depan umum adalah suatu keadaaan tidak nyaman
yang sifatnya tidak menetap pada diri individu, baik ketika membayangkan maupun
pada saat berbicara di depan orang banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik
dan psikologis. Kecemasan berbicara di depan umum diungkap dengan skala
Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti.
Komponen-komponen dalam penyusunan skala ini merupakan kesimpulan
dari teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004),
yaitu: aspek fisik, aspek kognitif, aspek perilaku dan aspek emosional. Semakin
tinggi nilai pada skala ini, maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum.
Semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala ini, maka semakin rendah kecemasan
berbicara di depan umum.
2. Pola pikir adalah kecenderungan individu yang dipengaruhi oleh keyakinan
diri dalam memandang segala sesuatu, yang kemudian akan berpengaruh terhadap
kehidupannya. Pola pikir yang diteliti lebih cenderung pada pola pikir negatif,
-
sehingga yang digunakan merupakan komponen pola pikir negatif yang dikemukakan
oleh Rini (2004). Komponen-komponen tersebut adalah keharusan pada diri sendiri,
berpikir totalitas dan dualisme, pesimistik yang futuristik, tidak kritis dan selektif
terhadap self-criticism, labeling, sulit menerima pendapat, dan mengecilkan arti
keberhasilan diri. Semakin tinggi nilai yang didapatkan dari skala ini, maka semakin
tinggi pola pikir negatifnya.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) angkatan 2003,
jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode skala, yaitu
metode penyelidikan dengan menggunakan suatu pernyataan yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh individu yang menjadi subjek penelitian. Model skala dalam
penelitian ini adalah skala sikap model likert, yang disusun sendiri oleh peneliti,
yaitu:
1. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun berdasarkan
kesimpulan dari teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003)
dan Rogers (2004). Blue print skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dapat
dilihat pada tabel berikut :
-
Tabel 1 Blue print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Aspek Nomor Aitem Jumlah
F 1,2,4,5,6,7,18,27,28 Fisik UF 3,17 11
F 9,19,21,22,29,32,43 Perilaku UF 10,11,20,30 11
F 12,13,23,24,31,35,37,39 Kognitif UF 36,40,42 11
F 8,14,15,16,25,26,33,41,44 Emosional UF 34,38
11
Total 44 F = Favorabel UF = Unfavorabel
2. Skala Pola Pikir disusun berdasarkan teori yang dinyatakan oleh Rini (2002). Blue
print skala pola pikir dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Blue print Skala Pola Pikir
Aspek Nomor Aitem Jumlah
F 1,2,3,21,37,38,52,53 Keharusan pada diri sendiri UF 19,20
10
F 4,5,6,22,24,39 Berpikir totalitas dan dualisme UF 23,40,41,54
10
F 7,8,9,25,26,63, Pesimistik yang futuristic UF 27,42,55,70
10
F 10,11,28,29,43,57,64,65 Tidak kritis dan selektif terhadap self-cricitism UF 56,44
10
F 12,13,30,31,45,46,66,67 Labeling UF 58,59
10
F 14,15,16,33,34 Sulit menerima pendapat orang lain UF 32,47,48,49,60
10
F 17,18,35,36,50,51,61 Senang mengecilkan arti keberhasilan diri UF 62,68,69
10
Total 70
F = Favorabel UF = Unfavorabel
-
Kedua skala terdiri dari aitem-aitem yang bersifat favorable dan unfavorable.
Berikut ini merupakan pilihan jawaban untuk setiap aitem yang sudah ditentukan
oleh peneliti beserta penilaiannya.
1. Item yang favorable Responden yang menjawab :
a. Sangat Sesuai ( SS ) dinilai 4
b. Sesuai ( S ) dinilai 3
c. Tidak Sesuai ( TS ) dinilai 2
d. Sangat Tidak Sesuai ( STS ) dinilai 1
2. Item yang unfavorable Responden yang menjawab:
a. Sangat Sesuai ( SS ) dinilai 1
b. Sesuai ( S ) dinilai 2
c. Tidak Sesuai ( TS ) dinilai 3
d. Sangat Tidak Sesuai ( STS ) dinilai 4
Aitem yang tidak dijawab atau dijawab lebih dari satu dinilai nol.
Berdasarkan atas individu yang mengisi skala, maka skala ini termasuk skala
langsung karena subjek yang diselidiki mengisi sendiri. Skala ini juga termasuk skala
tertutup karena jawaban skala telah dibatasi dan ditentukan oleh peneliti. Responden
tidak diberi kesempatan untuk memberi jawaban lain dari jawaban yang tersedia
(Nawawi, 2001).
-
Sebelum pelaksanaan penelitian, skala ini akan diujicobakan terlebih dahulu.
Tujuannya untuk mengetahui struktur kalimatnya, susunan kalimat sudah baik atau
belum, mudah dipahami atau tidak. Kemudian, data hasil ujicoba dianalisis untuk
mengukur validitas dan reliabilitas aitem. Uji validitas dilakukan berdasarkan pada
validitas permukaan (Face Validity) yang dinyatakan melalui bagaimana
kelihatannya suatu alat pengumpul data itu dalam mengungkapkan data yang
diperlukan untuk memecahkan permasalahan. Perhitungan reliabillitas kedua skala
menggunakan bantuan SPSS 12,0 for windows tipe Internal Consistency Reliability
dengan cara Cronbachs Alpha. Baru kemudian skala dapat digunakan dalam
penelitian.
E. Metode Analisis Data
Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini, maka metode
analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dari Pearson.
Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for windows.
-
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi Kancah
Kancah dalam penelitian ini adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (FKIP UMP) yang beralamat
di Jalan Raya Dukuh Waluh PO. BOX. 202 Purwokerto 53182, telp (0281)
636751, 630463 Fax. 637239.
FKIP UMP terdiri dari tujuh jurusan. Berikut ini tujuh jurusan yang
dimaksud beserta informasi jumlah mahasiswa angkatan 2003.
Tabel 3 Informasi jumlah Mahasiswa terdaftar angkatan 2003 FKIP UMP
No. Jurusan Total Jenis Kelamin Jumlah L 19 1. Pendidikan Biologi 62 P 43 L 31 2. Pendidikan Matematika 87 P 53 L 39 3. Pendidikan Bahasa Inggris 146 P 107 L 11 4. Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah 57 P 46 L 5 5. Pendidikan Sejarah 11 P 6 L 1 6. Pendidikan Geografi 7 P 6 L 8 7. Pendidikan PPKN 29 P 21
Total 396 (Sumber : TU Bagian Akademik FKIP UMP, Mei 2006) L : Laki-laki P : Perempuan
-
Mahasiswa yang telah memasuki semester VI dan telah memperoleh nilai
sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, wajib mengambil minimal tiga mata
kuliah yang memerlukan ketrampilan berbicara di depan umum. Tiga mata kuliah
yang dimaksud adalah Seminar untuk melihat seberapa jauh mahasiswa
menguasai seni mengajar, Telaah Kurikulum untuk melihat seberapa jauh
mahasiswa menguasai materi, dan satu mata kuliah yang setiap jurusannya
mempunyai nama yang berbeda-beda. Setiap pertemuan mata kuliah, mahasiswa
harus berpura-pura menjadi guru, kemudian teman sekelasnya sebagai muridnya.
Menurut dosen mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi, Bp. Teguh
Yulianto, mahasiswanya sudah cukup terampil dalam hal berbicara di depan
teman-teman sekelasnya. Mahasiswa hanya terlihat kurang santai dalam
menyampaikan materi, sehingga banyak materi yang lupa tidak disampaikan.
Kemungkinan penyebab mahasiswa terlihat tidak santai, karena merasa takut
berbuat kesalahan, kemudian teman-teman satu kelas akan menyorakinya.
2. Persiapan
Berikut ini beberapa persiapan yang dilakukan peneliti sebelum penelitian
berlangsung.
a. Perijinan
Tanggal 4-5 Mei 2006 peneliti mengurus surat ijin penelitian di Prodi
Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPISB) Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 8 Mei 2006 menemui Dekan dan
Pembantu Dekan I FKIP UMP untuk meminta ijin penelitian dengan
-
menyerahkan surat permohonan ijin penelitian. Tanggal 10 Mei 2006 mengambil
surat keterangan ijin penelitian sekaligus mengambil data jumlah mahasiswa aktif
angkatan 2003 tahun ajaran 2003/2004 serta mengkonfirmasikan waktu
penelitian.
b. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur berupa skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dan Skala
Pola Pikir disusun sendiri oleh peneliti pada tanggal 9-10 April 2006. Setelah dua
kali bimbingan, skala boleh diuji cobakan. Try out dilakukan pada tanggal 27-28
April 2006 di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta setelah
mendapatkan ijin dari Pembantu Dekan I FIP UNY.
Mahasiswa yang diberi skala adalah mahasiswa angkatan 2002-2003 yang
berada di luar kelas (tidak sedang kuliah), sehingga tidak mengganggu proses
belajar mengajar. Berikut ini data jumlah subyek try out di FIP UNY.
Tabel 4 Jumlah subyek try out di FIP UNY No. Jurusan Total Jenis Kelamin Jumlah
L 9 1. Pendidikan Luar Sekolah 14 P 5 L - 2. Pendidikan Luar Biasa 10 P 10 L 4 3. Pendidikan Bimbingan dan Konseling 9 P 5 L 4 4. Administrasi Pendidikan 6 P 2 L 3 5. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 11 P 8
50 L : Laki-laki P : Perempuan
-
Tanggal 2 Mei 2006 hasil try out dihitung untuk mencari validitas dan
reliabilitasnya dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS seri 12.0
for windows. Uji reliabilitas terhadap skala hanya dikenakan pada aitem-aitem
yang telah memenuhi syarat validitas. Reliabilitas menggunakan teknik Alpha
Cronbach. Tabel di bawah ini merupahan hasil perhitungan validitas dan
reliabilitas dengan menggunakan SPSS.
Tabel 5 Hasil perhitungan validitas dan reliabilitas
Skala Pola Pikir Skala Kecemasan
Berbicara di Depan Umum
Jumlah aitem sebelum try out 70 44 Jumlah aitem sesudah try out 37 41 Batas Minimal Koefisien korelasi 0,3 0,3
Cronbachs Alpha 0,915 0,957 Korelasi aitem total 0,320 - 0,678 0,336 0,808
Aitem pada kedua skala diseleksi dengan menggunakan batas minimal
koefisien korelasi 0,3, sehingga aitem yang memiliki indeks daya beda lebih besar
atau sama dengan 0,3 dapat dimasukkan dalam skala penelitian. Hasil analisis
aitem Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum menunjukkan bahwa dari 44
aitem yang diujicobakan, ada tiga aitem yang gugur, yaitu: 17, 29, 40. Artinya,
ada 41 aitem yang valid. Selanjutnya, untuk hasil analisis Skala Pola Pikir
menunjukkan bahwa dari 70 aitem yang diujicobakan, ada 33 aitem yang gugur,
yaitu: 1, 7, 14, 15, 17, 19, 20, 21, 23, 27, 28, 29, 32, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 45,
49, 50, 55, 56, 59, 60, 62, 65, 67, 68, 69, 70.
-
Dua tabel dibawah ini merupakan perincian aitem skala dengan
penomoran yang baru setelah try out.
Tabel 6 Perincian aitem Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum setelah Try out No. Aspek Nomor Aitem Jumlah
F 1, 2, 4, 5, 6, 7, 17, 26, 27 1. Fisik U 3 10
F 9, 18, 20, 21, 30, 40 2. Perilaku U 10, 11, 19, 28
10
F 12, 13, 22, 23, 29, 33, 35, 37 3. Kognitif U 34, 39 10
F 8, 14, 15, 16, 24, 25, 31, 38, 41 4. Emosional U 32, 36 11
Total 41 F = Favorabel UF = Unfavorabel
Tabel 7 Perincian aitem Skala Pola Pikir setelah try out No. Aspek Nomor aitem Jumlah
F 1, 2, 23, 29, 30 1. Keharusan pada diri sendiri U - 5
F 3, 4, 5, 14, 15 2. Berpikir totalitas dan dualisme U 31 6
F 6, 7, 16, 17, 35 3. Pesimistik yang futuristik U - 5
F 8, 9, 24, 32, 36 4.
Tidak kritis & selektif terhadap self-criticsm U -
5
F 10, 11, 18, 19, 25, 37 5. Labeling U 33 7
F 12, 20, 21 6. Sulit menerima pendapat orang lain U 26, 27 5
F 13, 22, 28, 34 7. Senang mengecilkan arti keberhasilan diri U - 4
Total 37 F = Favorabel UF = Unfavorabel
-
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian
Setelah kedua skala penelitian dianggap telah memenuhi syarat dan semua
persyaratan dapat dipenuhi, maka segera dilakukan pengambilan data untuk
penelitian. Ketika pelaksanaan, peneliti dibantu oleh seorang mahasiswa Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP UMP angkatan 2002 untuk membagikan skala
pada subjek.
Penelitian dilaksanakan mulai hari Senin, 15 Mei 2006. Skala disebarkan di
dalam kelas setelah kuliah selesai, sehingga sebelum perkuliahan dimulai peneliti
meminta ijin dahulu kepada dosen yang hendak mengajar. Mahasiswa yang bukan
angkatan 2003 dipersilahkan keluar.
Peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud kedatangan dan prosedur
mengerjakan skala. Prosedur yang dilakukan adalah subjek diberi satu eksemplar
skala yang berisi dua skala, yaitu Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dan
Skala Pola Pikir. Kemudian, subjek dipersilahkan mengerjakan skala di dalam
ruangan kelas pada saat itu juga.
Penyebaran skala sebanyak 125 eksemplar yang diberikan kepada subjek.
Jumlah skala yang disebarkan setiap kelasnya tidak sama, tergantung pada jumlah
mahasiswa yang hadir. Penyebaran skala untuk jurusan Pendidikan Geografi hanya
dengan satu subjek. Jumlah mahasiswa angkatan 2003 yang aktif sampai saat
penelitian berlangsung hanya tiga individu, menurut salah satu dosen mata kuliah
Pendidikan Geografi. Seluruh jumlah skala diisi secara benar dan memenuhi syarat
-
untuk dianalisis lebih lanjut. Berikut di bawah ini merupakan tabel daftar kelas dan
subjek penelitian.
Tabel 8 Daftar kelas penyebaran skala dan jumlah subyek penelitian Tanggal penelitian Jurusan Waktu Jumlah Subyek
L 12 15 Mei 2006 Biologi 08.30-08.45 P 19 31
L 7 15 Mei 2006 Matematika 10.10-10.28 P 20
27
L 4 15 Mei 2006 PBSID 10.31-10.55 P 25 29
L 5 15 Mei 2006 PBI 12.05-12.20 P 24 29
L 1 15 Mei 2006 Sejarah 14.30-14.50 P 3 4
L 1 16 Mei 2006 Geografi 08.35-08.59 P - 1
L 3 16 Mei 2006 PPKn 12.17-12.40 P 1 4
Total 125 L : Laki-laki P : Permpuan
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalahmahasiswa angkatan 2003 Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhhamadiyah Purwokerto.
Mahasiswa angkatan 2003 paling tidak sedang mengambil mata kuliah yang
membutuhkan ketrampilan berbicara di depan umum. Subjek untuk penelitian ini
tidak ada batasan umur. Tidak semua mahasiswa angkatan 2003 merupakan
-
lulusan SMA/yang sederajat tahun 2003, tetapi ada juga yang sebenarnya lulus
SMA/yang sederajat jauh sebelum tahun 2003.
2. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya
hasil subjek penelitian mengenai hubungan pola pikir dengan kecemasan
berbicara di depan umum pada mahasiswa fakultas Keguruan. Subjek akan
digolongkan dalam salah satu kategori, setelah kategorisasi disusun. Kategori
dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
a. Sangat tinggi : (X > M + 1,8 SD)
b. Tinggi : (M + 0,6 SD < X < M + 1,8 SD)
c. Sedang : (M 0,6 SD < X < M + 0,6 SD)
d. Rendah : (M 1,8 SD < X < M 0,6 SD)
e. Sangat Rendah : (X < M 1,8 SD)
Secara umum, dari deskripsi data penelitian dapat diketahui fungsi-fungsi
statistik dasar. Berikut ini merupakan tabel deskripsi data penelitian.
Tabel 9 Deskripsi Hasil Penelitian
Hipotetik Empirik Variabel X
Max X
Min Mean SD X
Max X
Min Mean SD
Pola Pikir 148 37 91 18,5 118 53 86,4160 12,49463 Kecemasan Berbicara di Depan Umum
164 41 102,5 20,5 142 53 98,9680 14,14666
-
Deskripsi hasil penelitian digunakan untuk mengetahui skor hipotetik dan
skor empirik. Skor hipotetik diperoleh sebelum penelitian dilakukan. Skor
Empirik diperoleh setelah penelitian dilakukan.
Hasil sebaran hipotetik dari skor Skala Pola Pikir dijabarkan dalam tabel
berikut.
Tabel 10 Kritertia Kategorisasi Skala Pola Pikir
Kategori Skor Jumlah Prosentase Sangat tinggi X > 124,3 0 0 Tinggi 102,1 < X < 124,3 10 8 % Sedang 79,9 < X < 102,1 87 69,6 % Rendah 57,7 < X < 79,9 25 20 % Sangat Rendah X < 57,7 3 2,4 %
Sebaran hipotetik dari skor skala pola pikir digunakan untuk mengetahui
keadaan subjek penelitian berdasarkan pada kategorisasi standar deviasi. Skala
pola pikir yang terdiri dari 37 aitem, setiap aitemnya diberi skor maksimum
empat dan skor minimum satu. Berdasarkan atas hasil perhitungan sebaran
hipotetik untuk skor pola pikir diketahui nilai terendah adalah X < 57,7 dan nilai
tertingginya X >124,3. Luas jarak sebarannya adalah 111 (148-37=111) dengan
setiap satuan standar deviasinya bernilai 18,5 (111:6=18,5) dan nilai mean
teoritisnya 91 ((148+37):2=91) .
Berdasarkan hasil pengolahan data kriteria kategorisasi dapat diketahui
bahwa dari 125 subjek, mayoritas skor pola pikir subjek berada pada tingkat
sedang, yaitu mencapai 69,6 %.
-
Hasil sebaran hipotetik dari skor Skala Kecemasan Berbicara di Depan
Umum dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 11 Kriteria kategorisasi Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Kategori Skor Jumlah Prosentase Sangat tinggi X > 139,4 1 0.8 % Tinggi 114,8 < X < 139,4 16 12.8 % Sedang 90,2 < X < 114,8 82 65.3 % Rendah 65,6 < X < 90,2 24 19.2 % Sangat Rendah X < 65,6 2 1.6 %
Sebaran hipotetik dari skor skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
digunakan untuk mengetahui keadaan subyek penelitian berdasarkan kategorisasi
standar deviasi. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum terdiri dari 41
aitem, setiap aitemnya diberi skor maksimum empat dan skor minimum satu.
Berdasarkan hasil perhitungan sebaran hipotetik untuk skor Kecemasan
Berbicara di Depan Umum diketahui nilai terendah adalah X < 65,6 dan nilai
tertingginya X > 139,4. Hasil perhitungan luas jarak sebarannya adalah 123,
sehingga setiap satuan standar deviasinya bernilai 20,5 (123:6 = 20,5 ) dan nilai
mean teoritisnya 102,5 ((164 + 41):2 = 102,5) .
Hasil pengolahan data kriteria kategorisasi menunjukkan bahwa dari 125
subjek, mayoritas skor Kecemasan Berbicara di Depan Umum subjek berada pada
tingkat sedang, yaitu mencapai 65,9 %.
-
3 . Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui apakah teknik yang digunakan
Benarbenar sudah tepat digunakan untuk diterapkan pada data penilaian yang
ada agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran seharusnya.
Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas
dan uji linearitas.
a . Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for
windows dengan statistik analisis One Sample Kolomogorov Smirnov Z Test.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pola pikir mempunyai nilai KSZ
sebesar 1.094, nilai p = 0,182 (p > 0,05) dan variabel kecemasan berbicara di
depan umum mempunyai nilai KSZ sebesar 0,796 dengan nilai p= 0,551 (p >
0,05). Berdasarkan data hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa distribusi skor
subjek pada Skala Pola pikir dan Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
mempunyai sebaran normal.
b . Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for
windows dengan statistik Compare Mean. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa nilai F = 103,792 dan p = 0,000 (p < 0,01), deviation of linearity F = 1,424
dan p = 0,085 (p > 0,05). Hasil uji linearitas dapat diartikan bahwa antara pola
pikir dan kecemasan berbicara di depan umum bersifat linear.
-
4 . Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola pikir
dengan kecemasan berbicara di depan umum. Uji hipotesis dilakukan
menggunakan SPSS 12.0 for windows dengan menggunakan korelasi dari
Pearson. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,649
dengan p = 0,000 ( p < 0,01 ), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum dapat
diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara kedua variabel.
D. Pembahasan
Hasil analisis data dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Skala Pola Pikir yang
digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung pada pola pikir negatif. Hasil uji
korelasi menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir
negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Individu dengan pola pikir
negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang
tinggi. Individu dengan pola pikir negatif yang rendah akan mengalami kecemasan
berbicara di depan umum yang rendah pula. Hal senada juga dikemukakan oleh
Rahayu (2004), bahwa pada umumnya kecemasan berbicara di depan umum lebih
sering disebabkan oleh pikiran individu tersebut yang negatif dan tidak rasional.
Munculnya perasaan-perasaan negatif dan ramalan hasil yang negatif. Individu
-
membayangkan sesuatu yang negatif akan terjadi, sebagai keterlibatannya dalam
situasi berbicara di depan umum.
Individu yang berbicara di depan umum seringkali menjadi rentan, bahkan
terancam, karena pola pikir negatif yang ada dalam diri individu tersebut. Individu
merasa bahwa dirinya sedang diadili oleh banyak orang. Perasaan akan adanya
penilaian terhadap gerak-gerik, ucapan yang salah, menjadi individu yang sedang
diamati secara cermat dan menjadi pusat perhatian. Ketika perasaan-perasaan seperti
ini menguasai individu, maka akan muncul perasaan takut, sehingga menyebabkan
individu tersebut menghindari kesempatan untuk berbicara di depan umum (Rogers,
2004).
Hasil pengolahan kriteria kategorisasi pada tabel 10 menunjukkan bahwa dari
125 subjek dengan skor pola pikir 79,9 < X < 102,1, artinya mayoritas pola pikir
subjek berada pada kategori sedang yaitu mencapai 69,6%. Kemudian, untuk skor
kecemasan berbicara di depan umum yang tertulis dalam tabel 11 menunjukkan
bahwa skor yang didapat 90,2 < X < 114,8, ini berarti mayoritas subjek berada pada
tingkat kecemasan berbicara di depan umum yang sedang, yaitu mencapai 65,6%.
Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa subjek mempunyai pola pikir
yang cukup negatif, sehingga menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum
cukup tinggi.
Hasil uji korelasi dari Pearson menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara kedua variabel. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi kecemasan
berbicara di depan umum diketahui sebesar 42,1%, artinya bahwa pola pikir yang
-
cenderung negatif memberikan sumbangan efektif sebesar 42,1% terhadap kecemasan
berbicara di depan umum. Sisanya sebesar 57,9% adalah faktor lain yang juga
berpengaruh, tetapi tidak mendapatkam perhatian dalam penelitian ini.
Individu yang pemikir lebih sensitif terhadap segala sesuatu terhadap segala
sesuatu yang dipikirkannya, dibandingkan dengan individu yang lebih menggunakan
intuisinya (Williams & Bicknell-Behr dalam Opt dan Loffredo, 2000). Pola pikir
negatif dapat merusak individu yang mengalaminya (Williams, 2004). Individu yang
mengalami kecemasan berbicara di depan umum (Stage Fright) karena faktor pola
pikirnya yang negatif akan merasa takut, sulit dan cemas ketika harus berkomunikasi
di depan banyak orang (Public Setting). Pola pikir negatif ini cenderung karena
adanya pengalaman tidak menyenangkan yang pernah dirasakan individu Hal ini
menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif (Burgoon & Ruffner, 1978).
Russel (2003) menyatakan bahwa pikiran dapat merangsang timbulnya
respon-respon otomatis tertentu dari tubuh. Pikiran tentang sesuatu yang menakutkan
akan menyebabkan individu selalu dalam kondisi cemas, kemudian akan
mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Pikiran juga dapat mengajari tubuh untuk
menyembuhkan sesuatu. Ketika individu optimis terhadap kemampuannya berbicara
di depan umum, maka individu tersebut akan merasa nyaman dalam menyampaikan
materi-materi yang hendak disampaikan.
-
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for
windows menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pikir dengan
kecemasan berbicara di depan umum. Kemudian, dari hasil uji korelasi kedua
variabel menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir
yang cenderung negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Artinya, bahwa
individu dengan pola pikir negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara
di depan umum yang tinggi. Sebaliknya, individu dengan pola pikir negatif yang
rendah akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang rendah pula.
Sumbangan efektif yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 42,1 %.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, perlu kiranya disampaikan
beberapa saran yang ditujukan kepada subjek penelitian dan peneliti selanjutnya.
1. Saran Bagi Subjek Penelitian
Setiap mahasiswa Fakultas Keguruan selalu dituntut untuk mempunyai
ketrampilan berbicara di depan umum. Sebagai calon guru yang nantinya akan
berbicara di depan muridnya, tidak hanya membutuhkan kelancaran dalam berbicara
tetapi juga harus dapat menarik perhatian para murid-muridnya, sehingga proses
-
belajar mengajar menjadi lebih efektif. Pola pikir yang cenderung negatif sering
menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum. Alangkah baiknya apabila pihak
fakultas mengadakan pelatihan untuk mengubah pola pikir para mahasiswa dengan
tujuan dapat mengurangi pola pikir negatif para mahasiswanya ketika hendak
berbicara di depan umum.
2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya yang mungkin tertarik meneliti dengan topik
yang sama, disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum. Misalnya harga diri,
ketrampilan atau mungkin pengalaman berbicara di depan umum. Berdasarkan hasil
penelitian ini, 57,9% merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap kecemasan
berbicara di depan umum. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan subjek yang
berbeda dari penelitian ini, dengan pertimbangan sering terlibat dalam situasi
berbicara di depan umum. Misalnya aktivis mahasiswa, Dosen, atau bahkan Kepala
Desa.
Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan teori
yang sama, sebelumnya diadaptasi terlebih dahulu oleh peneliti sesuai dengan kondisi
yang ada. Lebih baik apabila teori yang digunakan adalah teori yang up to date dan
bersifat ilmiah. Hendaknya penelitian didukung dengan perencanaan yang lebih baik
dan lebih matang dengan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melaksanakan
penelitian. Alasannya, masalah yang diteliti menyangkut masalah sosial dan psikologi
dari subjek.
-
DAFTAR PUSTAKA
Bono, E . D. 1990. Mengajar Berfikir. Penerjemah, Soemardeo. Jakarta. Penerbit Erlangga
Bruno, F. J. 1989. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius Burgoon, M. and Ruffner, M. 1978. Human Communication. New York: Holt
Rinehart and Winston Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta:
Raja Grafindo Persada Darajdat, Z. 19769. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung General Enterpreneur Smart Work. Menangani Grogi Saat Memulai Presentasi.
http://tao.infoproduk.com/indeks.php?p=97#moore-97 Hall & Callvin. 2000. Libido Kekuasaan Sigmun Freud. Penerjemah, S. Tasrif.
Yogyakarta: Karawang Hudaniah & Dayakisni, T. 2003. Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Malang: Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Kuncoro, W. 2004. Metode Ampuh Menata Pikiran.
http://www.mizan.com/portal/template/BacaResensi/Resensiid/543 Lazarus, R. S. 1976. Pattern Of Adjusment and Human Efectivenees. Kogakusha. Mc
Graw Hill Book Compay Mapes, J. J. 2003. Quantum Leap Thinking, Pedoman Lengkap Cara Berpikir.
Penerjemah: Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera Matindas, D. 2003. Psikologi: Menghilangkan Grogi di Depan Umum.
http://www.Kompas.com/Kesehatan/news/0302/28/020443.htm McCroskey. 1984. The Communication Apprehension Perspective. Avaliable:
www.as.wvu.edu/bpatters/isc3.htm(26Jan1998) Nawawi, H. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
-
Nevid, J. S., Rathus, S. A. and Greene,B. 1997. Abnormal Psychology in a
Changing World Third Edition. PrenticeHall, Inc Norem, J. K. 2002. Book Review, The Positive Power of Negative Thinking. Journal
The Futorist, Vol. 36. Olfson, M., dkk. 2000. Barriers to the Treatment of Social Anxiety. Am J Psychiatry,
157:521-527. Opt, S. K. & Loffredo, D. A. 2000. Rethinking Communication Apprehension: A
Myers-Briggs Perspective. The Journal Psychology, 134(5), 556-570. Osborne, J. W. 2004. Kiat Berbicara di Depan Umum Untuk Eksekutif Jalan Menuju
Keberhasilan. Jakarta: Bumi Aksara Peale, N. V. 1996. Berpikir Positive. Jakarta: Bina Aksara Rupa Rahayu, I.T., Ardani, T.A. dan Sulistyaningsih. 2004. Hubungan Pola Pikir Positif
Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, Vol. 1, No. 2, 131-134.
Rini, J. F. 2002. Memupuk Rasa Percaya Diri. http://www.e-
psikologi.com/dewasa/index.htm Rogers, N. 2004. Berani Bicara di Depan Publik, Edisi Revisi. Bandung: Penerbit
Nuansa Rothcild, J.1997. Life: The Power of Positive Thinking. Journal Psychology Today,
Vol: 30. Russel, B., et all. 2003. Mind Power, Menjelajah Kekuatan Pikiran. Penerjemah: D.
Hamdi Ridlo. Bandung: Penerbit Nuansa Sinniah, S. D. , Teoh, Hsien-Jien and Shaharom, M. H. 2003. Does Social Evaluative
Anxiety Affect A Persons Mental Health?. Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol. 18, No. 45, 319-325.
Teichman, Y. 1974. Predisposition for Anxiety and Affiliation. Journal Of
Personality and Social Psychology, Vol.29, N. 3, 405-410.
-
Triana, Ridha. 2005. Hubungan Antara Citra Raga dengan Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Naskah Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Williams, Donna. 2004. Merubah Pola Pikir (Changing Mindset).
http://PuteraKembara.org/archives 3/00000024.shtml Wulyo. 1990. Kamus Istilah Psikologi. Lamongan: CV Bintang Pelajar