hubungan pola pikir dengan kecemasan berbicara

49
HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN Ajeng Prasetya Dewi Sonny Andrianto INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2003 dengan jumlah subjek 125 orang. Skala yang digunakan adalah Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan kesimpulan dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004). Skala Pola pikir juga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2002). Skala Pola Pikir lebih cenderung pada pola pikir negatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Korelasi Product moment dari Pearson menunjukkan bahwa nilai r = 0,649 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01), artinya ada hubungan yang sigifikan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kecemasan Berbicara di Depan Umum, Pola Pikir

Upload: mauizzatul-jannah

Post on 19-Oct-2015

207 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA

    DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN

    Ajeng Prasetya Dewi Sonny Andrianto

    INTISARI

    Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum.

    Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2003 dengan jumlah subjek 125 orang. Skala yang digunakan adalah Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan kesimpulan dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004). Skala Pola pikir juga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2002). Skala Pola Pikir lebih cenderung pada pola pikir negatif.

    Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Korelasi Product moment dari Pearson menunjukkan bahwa nilai r = 0,649 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01), artinya ada hubungan yang sigifikan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kecemasan Berbicara di Depan Umum, Pola Pikir

  • BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sebagai seorang calon guru, Mahasiswa Fakultas Keguruan dituntut untuk

    mempunyai kemampuam berbicara di depan umum, disamping keahlian

    mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Mengungkapkan pikiran secara lisan

    diperlukan kemampuan penguasaan bahasa yang baik supaya mudah dimengerti oleh

    orang lain dan pembawaan diri yang tepat. Pembawaan diri yang dimaksud adalah

    adanya kepercayaan diri, kemampuan dalam stabilitas emosi, sanggup menampilkan

    gagasan-gagasan secara lancar dan teratur, serta memperlihatkan suatu sikap gerak-

    gerik yang tidak kaku.

    Sama halnya dengan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) yang terdiri dari tujuh jurusan,

    dituntut untuk mempunyai kemampuan berbicara didepan umum. Oleh sebab itu

    mahasiswa yang telah memasuki semester enam diwajibkan untuk mengambil mata

    kuliah microteaching (mengajar dalam lingkup kecil) dan seminar. Selain itu, setiap

    jurusan mempunyai mata kuliah dengan nama yang berbeda-beda, tetapi pada intinya

    mata kuliah tersebut melatih kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum.

    Tujuh mahasiswa angkatan 2003 FKIP UMP yang mewakili masing-masing

    jurusan diwawancarai oleh peneliti, dari tanggal 20-22 Maret 2006. Seorang

  • mahasiswa dari jurusan Matematika yang merupakan ketua dari Dewan Mahasiswa

    FKIP UMP mengaku dirinya tidak begitu canggung ketika sedang berbicara di depan

    umum. Selain karena dirinya sudah terbiasa berbicara di depan umum juga karena

    dirinya selalu memikirkan hal-hal yang menyenangkan dari setiap aktivitasnya. Enam

    mahasiswa mengaku bahwa mereka sering mengalami kecemasan ketika

    membawakan presentasi di depan kelas. Adanya perasaan takut dan khawatir berbuat

    banyak kesalahan serta tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman-

    temannya. Tujuh mahasiswa ini juga menilai bahwa hampir seluruh teman satu

    kelasnya mengalami hal yang serupa, perasan cemas tersebut sangat terlihat ketika

    setiap mahasiswa mendapat gilirannya untuk berbicara di depan kelas. Hanya

    beberapa orang saja yang terlihat santai ketika berbicara di depan kelas.

    Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal

    yang hampir pasti dialami oleh semua orang. Bahkan seseorang yang telah

    berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

    Menurut Osborne (2004) perasaan cemas ini muncul karena takut secara fisik

    terhadap pendengar, yaitu takut ditertawakan orang, takut bahwa dirinya akan

    menjadi tontonan orang, takut bahwa apa yang akan dikemukakan mungkin tidak

    pantas untuk dikemukakan, dan rasa takut bahwa mungkin dirinya akan

    membosankan.

    Rini (2002) mengatakan bahwa perasaan ini muncul karena melemahnya rasa

    percaya diri sehingga dalam pikiran seseorang muncul pikiran-pikiran negatif

    mengenai dirinya. Ada juga anjuran supaya seseorang harus mempersiapkan diri

  • sebaik-baiknya sebelum berbicara di depan umum, tetapi perasaan cemas ini tetap

    ada. Keinginan untuk bersikap sebaik-baiknya mendorong munculnya perasaan

    cemas. Secara negatif, pikiran seseorang biasanya terbebani oleh ketakutan untuk

    membuat kesalahan dan kekhawatiran akan gagal, kecemasan jika melakukan

    kekonyolan dan berbagai bayangan-bayangan negatif lainnya

    (http://tao.infoproduk.com/index.php?p=97#more-97).

    Kecemasan berbicara di depan umum bersifat subjektif, biasanya ditandai

    dengan gejala fisik dan gejala psikologis. Termasuk dalam gejala fisik yaitu : tangan

    berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran (Nevid, dkk, 1997).

    Kemudian, yang termasuk gejala psikologis adalah takut akan melakukan kesalahan,

    tingkah laku yang tidak tenang dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas,

    2003). Kecemasan yang biasa terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh pola pikir

    seseorang yang menganggap dirinya tidak seperti orang lain, menilai diri sendiri

    begitu tajam sehingga sekilas seseorang tidak berani mencoba sesuatu yang tidak

    dikuasai dengan sangat sempurna. Bahkan, beberapa orang selalu mengingat terus

    menerus sesuatu yang menakutkan sehingga mereka sering menteror diri mereka

    sendiri. Sebenarnya, semua dapat berjalan dengan lancar apabila seseorang tidak

    merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan hal-hal menakutkan yang belum

    terjadi atau memikirkan bahwa dirinya akan gagal (Williams, 2004).

    Individu yang pemalu dan cemas secara sosial cenderung untuk menarik diri

    dan tidak efektif dalam interaksi sosial, ini dimungkinkan karena individu tersebut

    mempersepsi akan adanya reaksi negatif. Kecemasan merupakan suatu kekurangan

  • dalam hubungan sosial, karena individu yang gugup (nervous) dan terhambat

    mungkin menjadi kurang efektif secara sosial, misalnya ketika individu mengalami

    nervous, individu tersebut mungkin menunjukkan indikasi-indikasi seperti gemetar,

    gelisah, menghindari orang lain, tidak lancar berbicara dan kesulitan konsentrasi

    (Dayakisi & Hudaniah, 2003).

    Kecemasan yang terjadi pada diri individu akan membuat individu tersebut

    merasa rendah diri, meremehkan diri sendiri, menganggap dirinya tidak menarik dan

    menganggap dirinya tidak menyenangkan untuk orang lain. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa individu yang cenderung mengalami kecemasan ditandai dengan

    ketegangan otot dan adanya tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi. Kemudian,

    individu tersebut akan menolak untuk bersosialisasi dengan orang lain, keadaan

    individu akan membaik ketika ketegangannya berkurang (Teichman, 1974).

    Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pikiran seseorang

    sangat menentukan apa yang dapat dicapainya dalam kehidupan ini. Mapes (2003)

    menyatakan bahwa setiap orang memiliki pola-pola pikiran tertentu dan secara sadar

    atau tidak sadar mereka berusaha berperilaku untuk mewujudkan apa yang ada dalam

    pikirannya itu. Pikiran yang kerdil akan membuat seseorang menjadi kerdil.

    Seseorang yang sering mengalami musibah kebanyakan berpola pikir takut musibah,

    selalu cemas atau selalu memikirkan kecelakaan. Sebaliknya, orang yang selalu

    bergembira memang berpola pikir gembira, mampu melihat kebaikan dalam setiap

    peristiwa, tidak ada kecenderungan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Pikiran-

    pikiran negatif yang kebanyakan tidak dikehendaki, seperti ketakutan akan musibah,

  • ketakutan akan gagal dan ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan perlu

    dilawan supaya tidak banyak mempengaruhi perilaku.

    Rahayu, dkk (2004) memaparkan hasil penelitiannya, bahwa semakin

    seseorang berpola pikir positif maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan

    umum, sebaliknya semakin seseorang berpola pikir negatif maka akan semakin tinggi

    kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini dapat disebabkan karena individu

    membangun pesan-pesan yang negatif dan memperkirakan hal-hal yang negatif

    sebagai hasil keikutsertaannya dalam interaksi komunikasi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinniah, dkk (2003) juga menunjukkan

    bahwa takut pada evaluasi negatif secara tidak langsung dapat mempengaruhi

    kesehatan mental melalui menghindari hubungan sosial dan distress. Artinya, ketika

    seseorang dikritik mengenai hal-hal negatif yang dilakukannya maka cenderung

    menyebabkan individu tersebut mengalami distress dan menghindari hubungan

    sosial, kemudian akan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Sebagian besar,

    kecemasan berbicara di depan umum disebabkan karena individu membangun

    perasaan negatif dan memperkirakan hasil-hasilnya yang negatif sebagai hasil

    keterlibatannya dalam interaksi komunikasi, takut akan kesalahan-kesalahan yang

    dilakukannya, kemudian orang lain akan menertawakan dan memberikan sindiran-

    sindiran pedasnya.

    Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Olfson, dkk (2000),

    dijelaskan bahwa kecemasan dalam interaksi sosial lebih sering dikarenakan adanya

    pikiran-pikiran negatif dalam diri individu. Individu merasa orang lain tidak dapat

  • menerima dirinya karena perbedaan-perbedaan yang dimilikinya, seperti perbedaan

    status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

    Pola pikir sangat berpengaruh terhadap suasana hati, reaksi fisik dan akan

    menyebabkan terjadinya perubahan alam lingkungan sosial seseorang. Perubahan

    dalam perilaku individu berpengaruh terhadap bagaimana individu tersebut berpikir

    dan juga terhadap bagaimana individu tersebut merasa, baik secara fisik maupun

    secara emosional. Pola pikir seseorang sangat membantu dalam mengatasi masalah

    yang berhubungan dengan suasana hati (mood), seperti depresi, kecemasan,

    kemarahan, kepanikan, kecemburuan, rasa bersalah dan rasa malu. Apabila seseorang

    mempunyai pola pikir yang positif maka individu tersebut dapat mengatasi masalah

    yang berhubungan dengan suasana hati. Sebaliknya apabila seseorang mempunyai

    pola pikir yang negatif, maka individu tersebut cenderung menjadi depresi, cemas,

    panik, muncul perasaan bersalah, yang pada akhirnya akan mengganggu interaksi

    sosialnya. Meskipun berpikir positif bukanlah solusi terhadap berbagai masalah

    kehidupan, tetapi pemikiran akan membantu menentukan suasana hati yang dialami

    dalam situasin tertentu. Begitu individu mengalami suasana hati tertentu, suasana hati

    tersebut akan disertai dengan pemikiran lain yang mendukung dan memperkuat

    suasana hati (Kuncoro, 2004).

    B. Tujuan Penelitian

    Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan maka penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui hubungan pola pikir dengan kecemasan berbicara di

  • depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas

    Muhamadyah Purwokerto (FKIP UMP).

    C. Manfaat Penelitian

    a) Manfaat Praktis

    1. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang hubungan

    pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum sehingga dapat

    membantu seseorang yang biasa atau belum pernah berbicara di depan umum.

    2. Diharapkan dapat dijadikan masukan atau informasi untuk mengerti lebih

    dalam lagi mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap kecemasan berbicara

    di depan umum.

    b) Manfaat Teoritis

    Sebagai sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu Psikologi, khususnya

    Psikologi Komunikasi, terutama yang berhubungan dengan kecemasan

    berbicara di depan umum.

    D. Keaslian Penelitan

    1. Keaslian Topik

    Penelitian yang berhubungan dengan topik pernah dilakukan oleh Iin Tri

    Rahayu, dkk dengan judul Hubungan Pola Pikir Positif dengan Kecemasan

    Berbicara di Depan Umum. Beberapa judul yang erat hubungannya dengan topik

    juga pernah dilakukan oleh mahasiswa UII, yaitu Hubungan antara Citra Raga

  • dengan Kecemasan Berbicara di Muka Umum oleh Ridha Triana, Hubungan antara

    Kepercayan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Penyandang

    Cacat Tunarungu oleh Khalimatus Sadiyah. Berdasarkan pengetahuan peneliti,

    judul yang diajukan belum pernah diteliti oleh siapapun.

    2. Keaslian Teori

    Teori yang digunakan pada penelitian sebelumnya diambil dari buku yang

    disusun oleh Burgoon & Ruffner (1978), Devito (1995), Rogers (2004), Peale (1977),

    dan Albrecht (1980).

    Teori pada penelitian kali ini diambil dari buku yang disusun oleh Hudaniah

    dan Dayakisni (2003), Nevid, dkk (1997), Burgoon & Ruffner, Rogers (2004) dan

    Norem(2002). Beberapa artikel yang diambil dari internet juga dijadikan teori dalam

    penelitian ini. Artikel-artikel tersebut disusun oleh beberapa psikolog seperti Dona

    Williams (2004) dan Jacinta F Rini (2002).

    3. Keaslian Alat Ukur

    Penelitian-penelitian sebelumnya skala yang digunakan untuk mengukur

    tingkat kecemasan berbicara di depan umum menggunakan teori Rogers (2003).

    Penelitian ini, skala disusun berdasarkan kesimpulan dari beberapa teori yang

    dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004).

    Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya lebih menekankan pada pola

    pikir positif, skala yang digunakan disusun berdasarkan aspek-aspek yang

    dikemukakan oleh Albercht (1980). Berbeda dengan penelitian kali ini, skala Pola

  • Pikir disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2004), karena pada

    penelitian ini lebih menekankan pola pikir negatifnya.

    4. Keaslian Subjek Penelitian

    Subjek yang dipilih merupakan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Universitas Muhamadiyah Purwokerto, baik perempuan maupun laki-

    laki. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang memilih subjek mahasiswa dari

    berbagai fakultas.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    1. Pengertian Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai

    proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami

    tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Ada beberapa jenis

    rasa cemas, yaitu cemas akibat mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya,

    rasa cemas berupa penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.

    Selanjutnya, rasa cemas karena perasaan berdosa atau bersalahyang nantinya

    dapat menyertai gangguan jiwa. Sedangkan Chaplin (2000) berpendapat bahwa

    kecemasan merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan

    mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.

    Sementara itu kecemasan menurut Lazarus (1976) mempunyai dua arti,

    yaitu:

    a. Kecemasan sebagai respon digambarkan sebagai suatu pengalaman yang

    dirasakan tidak menyenangakan serta diikuti dengan suasana gelisah, bingung,

    khawatir dan takut. Bentuk kecemasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1. State anxiety, merupakan gejala kecemasan yang sifatnya tidak menetap

    pada diri individu dihadapkan pada situasi tertentu, gejala ini akan tampak

    selama situasi tersebut masih ada.

  • 2. Trait anxiety, kecemasan yang tidak tampak langsung dalam tingkah laku

    tetapi dapat dilihat frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu

    sepanjang waktu, merupakan kecemasan yang sifatnya menetap pada diri

    individu dan timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan pada awal

    kehidupan. Kecemasan tersebut berhubungan dengan kepribadian individu

    yang merupakan disposisi pada individu untuk menjadi cemas.

    b. Kecemasan sebagai intervening variable disini lebih mempunyai arti sebagai

    motivating solution, artinya situasi kecemasan tersebut dapat mendorong

    individu agar dapat mengatasi masalah.

    Nevid, dkk (1997) menganggap kecemasan sebagai suatu keadaan takut

    atau perasaan tidak enak yang disebabkan oleh banyak hal seperti kesehatan

    individu, hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah, masalah

    pekerjaan, hubungan internal dan lingkungan sekitar. Kemudian, menurut

    Hudaniah dan Dayakisni (2003) pada umumnya kecemasan berwujud ketakutan

    kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu pengalaman subjektif dari

    ketegangan atau kegugupan. Beberapa individu juga mengalami perasaan tidak

    nyaman dengan kehadiran orang lain, biasanya disertai dengan perasaan malu

    yang ditandai dengan kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari

    interaksi sosial. Keadaan individu yang seperti ini dianggap mengalami

    kecemasan sosial.

    Burgoon dan Ruffner (1978) menjelaskan hambatan komunikasi

    (Communication Apprehension) sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa

  • kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar

    pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa. Penelitian kali ini

    yang akan ditekankan adalah pada kecemasan berbicara di depan umum.

    Batasan antara communication apprehension dengan kecemasan berbicara

    di depan umum adalah bahwa individu dengan communication apprehension

    yang tinggi akan mengalami kecemasan ketika menghadapi berbagai macam

    konteks komunikasi. Individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan

    umum tidak mengalami kecemasan pada situasi komunikasi biasa. Individu

    biasanya menjadi cemas sehubungan dengan situasi berbicara di depan umum.

    Kecemasan berbicara di depan umum biasa disebut dengan istilah Stage Fright,

    yaitu keadaan takut atau cemas pada saat membayangkan atau situasi nyata

    berbicara di depan umum. Individu yang mengalami kecemasan akan merasakan

    adanya perubahan psikis dan psikologis. Perubahan psikis yang dialami individu

    yang cemas ditandai dengan perasaan tegang, khawatir dan takut. Perubahan

    fisiologis yang terjadi misalnya denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

    meningkat.

    Selanjutnya McCroskey (1984) menyebutkan ada empat jenis

    Communication Apprehension (CA), yaitu CA as a trait, CA in gereralized

    context, CA with generalized people, CA as a state. Kecemasan berbicara di

    depan umum termasuk dalam jenis CA in generalized context. Beberapa individu

    mengalami kecemasan hanya pada kondisis tertentu, maksudnya ada tipe general

    dari setting/kondisi komunikasi yang menimbulkan kecemasan, yaitu

  • komunikator. Penekanannya adalah bahwa fenomena kecemasan berbicara di

    depan umum berpusat pada pembicara. Konteks yang paling banyak ditemui

    adalah berbicara di depan umum (Public Speaking), misalnya memberikan pidato,

    presentasi di depan kelas, pada saat pertemuan atau meeting. Individu akan

    mengalami kecemasan ketika mulai membayangkan sampai berlangsungnya

    pengalaman berbicara di depan umum.

    Sejalan dengan itu, Beaty (Opt & Loffredo, 2000) juga menyebut

    kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah communication

    apprehension. Beaty menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum

    merupakan bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di

    depan orang-orang sebagai hasil dari proses belajar sosial.

    Ada perbedaan antara berbicara di depan umum dengan pembicaraan

    biasa, pada konteks pembicaraan biasa individu merasa aman untuk

    menyampaikan pikiran-pikirannya. Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

    pembicaraan biasa adalah adanya proses memberi dan menerima, proses

    komunikasi dua arah (dialog). Berbeda dengan berbicara di depan umum, begitu

    individu mulai berbicara di depan umum, secara otomatis individu tersebut

    menjadi pemimpin dan memegang kendali penuh dari banyak orang. Proses

    komunikasi berubah menjadi satu arah (monolog). Ketakutan dan kecemasan

    berbicara di depan umum ditandai dengan perasaan gelisah dan perasaan tertekan

    (Rogers, 2004).

  • Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum

    adalah suatu keadaaan tidak nyaman yang sifatnya tidak menetap pada diri

    individu, baik ketika membayangkan maupun pada saat berbicara di depan orang

    banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik dan psikologis.

    2. Komponen Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    Tiga komponen dari reaksi kecemasan sosial menurut Hudaniah dan

    Dayakisni (2003), yaitu:

    a. Komponen kognitif, ketakutan yang meluas dan sering berpengaruh terhadap

    kemampuan berpikir jernih, memecahkan masalah dan mengatasi lingkungan.

    Akibatnya, tidak lancar berbicara dan sulit berkonsentrasi.

    b. Komponen emosional, orang tersebut mempunyai ketakutan yang meluas dan

    secara sadar, sehingga muncul rasa tidak percaya diri.

    c. Komponen behavioral yang ditandai dengan gemetar, gelisah, dan perilaku

    menghidar.

    Selanjutnya, Rogers (2004) membagi komponen kecemasan berbicara

    menjadi tiga, yaitu :

    a) Komponen fisik yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan.

    Gejala fisik tersebut dapat berbeda setiap orangnya. Beberapa contoh gejala

    fisik yang dimaksud adalah detak jantung yang semakin cepat, suara yang

    bergetar, kaki gemetar, kejang perut, sulit untuk bernafas dan hidung

    berlendir.

  • b) Komponen proses mental, misalnya : sering mengulang kata atau kalimat,

    hilang ingatan secara tiba-tiba sehingga sulit untuk mengingat fakta secara

    tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting. Selain itu juga

    tersumbatnya pikiran sehingga membuat individu yang sedang berbicara tidak

    tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya.

    c) Komponen emosional, yang termasuk dalam komponen emosional adalah

    adanya rasa tidak mampu, rasa takut yang biasa muncul sebelum individu

    tampil dan rasa kehilangan kendali. Biasanya secara mendadak muncul rasa

    tidak berdaya seperti anak yang tidak mampu mengatasi masalah, munculnya

    rasa panik dan rasa malu setelah berakhirnya pembicaraan.

    Dari dua teori diatas dapat disimpulkan bahwa komponen kecemasan

    berbicara di depan umum terbagi menjadi empat, yaitu :

    1) Komponen fisik yang biasanya muncul sebelum berbicara di depan umum.

    Contoh komponen fisik : jantung berdetak lebih cepat, kaki dan tangan

    gemetar, sering buang air kecil, keringat dingin yang keluar terus menerus.

    Komponen fisik ini bersifat subjektif, tergantung pada masing-masing

    individu.

    2) Komponen perilaku, hal ini dapat terlihat dengan jelas dari perubahan tingkah

    laku yang ditampakkan, seperti tingkah lakunya yang tidak tenang, sering

    menggerakkan salah satu anggota badannya. Selain itu juga munculnya

    perilaku tergantung terhadap sesuatu, misalnya naskah secara lengkap yang

    hendak dibicarakan.

  • 3) Komponen kognitif, gangguan kecemasan berbicara di depan umum berfokus

    pada cara yang digunakan oleh individu tersebut untuk memikirkan situasi

    dan kemungkinan bahaya. Secara terus menerus memikirkan bahaya yang

    akan terjadi. Individu tersebut juga mempercayai bahwa apa yang ditakutkan

    pasti akan terjadi.

    4) Komponen emosional, penilaian seseorang terhadap suatu situasi dapat

    menentukan emosinya. Apabila emosi menjadi kuat maka biasanya akan

    menghasilkan gangguan pikiran atau perilaku. Salah satu contohnya emosi

    yang dialami ketika orang merngalami rasa takut, maka menghasilkan pikiran-

    pikiran yang negatif dan perilaku yang tidak dapat dikontrol.

    3. Faktor-faktor Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    Rogers (2004) meyakini bahwa yang sangat berpengaruh terhadap

    kecemasan berbicara di depan umum adalah pola pikirnya yang keliru. Seseorang

    yang hendak berbicara di depan umum berpikir bahwa dirinya sedang diadili,

    merasa bahwa penampilan dan gerak-gerik dan ucapannya sedang menjadi

    perhatian banyak orang. Sama halnya dengan pendapat Rahayu, dkk (2004) yang

    menyatakan bahwa kecemasan berbicara di depan umum bukan disebabkan oleh

    ketidakmampuan individu, tetapi disebabkan pada pikiran-pikirannya yang

    negatif dan tidak rasional. Hasil penelitiannya yang dilakukan pada mahasiswa

    Universitas Islam Negeri Malang juga menunjukkan adanya hubungan yang

    signifikan antara pola pikir positif dengan kecemasan berbicara di depan umum.

    Maksudnya semakin tinggi pola pikir positif seseorang maka semakin rendah

  • kecemasan berbicara di depan umum, sebaliknya semakin rendah pola pikir

    positifnya maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum.

    Pada bukunya yang berjudul Human Communication, Burgoon dan

    Ruffner (1978) menyebutkan adanya satu faktor kurangnya pengalaman atau

    adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan individu. Hal ini

    mengakibatkan individu cenderung mempunyai pola pikir negatif dan kemudian

    menghindari bicara di depan umum. Individu meyakini bahwa kejadian yang

    buruk akan terjadi. Meskipun pada kenyataannya tidak semua pikirannya akan

    menjadi kenyataan (McCroskey, 1984).

    Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum

    adalah citra raga individu (Triana, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan pada

    mahasisiwa Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa semakin positif

    citra raga individu maka semakin rendah kecemasannya dalam berbicara di depan

    umum. Sebaliknya semakin negatif citra raga individu, maka kecemasan berbicara

    di depan umum semakin tinggi.

    Sejalan dengan penelitian Triana (2005), Matindas (2003) memandang

    keyakinan atau kepercayaan diri seseorang sangat berpengaruh terhadap

    kecemasannya berbicara di depan umum. Ketidakyakinan yang muncul dalam

    bentuk rasa takut atau cemas menandakan adanya ketegangan yang sangat besar

    dalam dirinya. Ketegangan inilah yang menyebabkan tersumbatnya memori atau

    terganggunya kemampuan mengingat, keluar keringat dingin, dan jantung

    berdebar.

  • Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Opt dan Loffredo (2000)

    menunjukkan adanya tiga faktor kecemasan berbicara di depan umum, tiga faktor

    tersebut adalah :

    a. Individu ekstravet dan introvert. Individu yang eksrtavert mempunyai

    kecemasan berbicara di depan umum yang lebih rendah daripada individu

    yang introvert. Alasannya, individu yang ekstravert lebih senang bergaul

    dengan siapa saja, mereka lebih menyukai komunikasi face to face dan juga

    mengambil kesempatan dalam sebuah kelompok. Individu yang introvert

    tidak banyak berkomunikasi dengan orang-orang, apalagi jika harus berbicara

    di depan banyak orang.

    b. Individu yang melihat sesatu dengan intuisi (intuitors) atau dengan panca

    indra (sensors). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intuitors mempunyai

    tingkat kecemasan yang rendah daripada sensors ketika berbicara di depan

    umum. Intuitors sangat mentolelir adanya perbedaan pendapat, mereka juga

    berani membuat lompatan dari poin satu ke poin yang lain. Berbeda dengan

    sensors yang memandang sesuatu seperti yang dilihatnya, tanpa

    memikirkannya lebih jauh. Hal ini yang akan menghasilkan kecemasan.

    c. Individu yang menggunakan pola pikir positif mempunyai kecemasan yang

    lebih rendah daripada individu yang berpola pikir negatif. Individu dengan

    pola pikir yang positif akan melihat segala hal dari sisi positif, suka bekerja

    keras dan dapat mengenda ikan emosinya ketika berbicara di depan umum.

    Individu dengan pola pikir negatif lebih menggunakan perasaaanya, lebih

  • mudah stress dan mengekspresikan kecemasan karena selalu fokus pada

    pendapatnya sendiri.

    B. Pola Pikir

    1. Pengertian Pola Pikir

    Berpikir merupakan aktivitas mental, yang berbentuk pemrosesan

    informasi secara kognitif dengan memanfaatkan persepsi, konsep-konsep,

    symbol-simbol dan gambar (Bruno, 1989). Menurut Bono (1990), berpikir

    merupakan eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai

    suatu tujuan.

    Sedangkan pola pikir mempunyai pengertian kecenderungan manusiawi

    yang dinamis, sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan. Pola pikir

    seseorang dapat membantu dalam menyelesaikan masalahnya, dapat pula

    merugikannya (Williams, 2004). Pola pikir yang dimaksud terbagi menjadi dua

    macam :

    1) Pola pikir positif, yaitu kecenderungan individu untuk memandang segala

    sesuatu dari segi positifnya dan selalu berpikir optimis terhadap lingkungan

    serta dirinya sendiri. Pola pikir inilah yang dapat membantu individu dalam

    mngatasi masalahnya.

    2) Pola pikir negatif, yaitu kecendurngan individu untuk memandang segala

    sesuatu dari sisi negatif. Individu dengan pola pikir negatif selalu menilai

    bahwa dirinya tidak mampu, terus menerus mengingat hal-hal yang

  • menakutkan. Pola pikir negatif lebih memberikan dampak yang merugikan

    bagi kehidupan individu.

    Pola pikir yang dimaksud dalam penelitian ini tidak sama dengan self

    image. Batasannya, self image lebih pada gambaran diri individu yang diinginkan

    atau yang ingin dicapai (Wulyo, 1990). Individu dengan pola pikir tertentu bukan

    karena menginginkan sesuatu tapi lebih dikarenakan pengaruh keyakinan dirinya

    yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya. Misalnya, individu yang

    memakai pola pikir negatif dengan perasaan pesimisnya akan terus menerus

    mengingat sesuatu yang menakutkan berhubungan dengan pengalamannya

    maupun pengalaman orang lain. Akibatnya, rasa takut menjadi lebih besar dan

    individu tersebut meyakini bahwa apa yang ditakutkan dan dipikirkan akan

    menjadi kenyataan (Mapes, 2003).

    Menurut Rini (2002), pola pikir sangat berhubungan erat dengan

    kepercayaan diri. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung

    mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Individu tersebut tidak menyadari

    bahwa dari dalam dirinya semua negativisme itu berasal. Sedangkan individu

    dengan percaya diri yang tinggi, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi

    positifnya. Sikap positif individu yang membuat dirinya untuk mengembangkan

    penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau

    situasi yang dihadapinya.

    Albrecht (Rahayu dkk, 2004) memandang individu yang berpikir positif

    akan mengarahkan pikiran-pikirannya pada hal-hal yang positif, individu tersebut

  • akan bersikap positif dalam menghadapi permasalahan. Lebih berbicara tentang

    kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan

    daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, kepuasan daripada

    kekecewaan.

    Selanjutnya, Norem (2002) menyebut pola pikir negatif sama dengan

    berpikir negatif (Negative Thingking). Negative thingking merupakan manifestasi

    dari perasaan takut pada masa yang akan datang karena individu tersebut merasa

    tidak mempunyai teknik problem solving yang tepat dalam menyelesaikan

    permasalahannya.

    Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pola

    pikir adalah kecenderungan individu yang dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam

    memandang segala sesuatu. Kemudian, pola pikir ini akan berpengaruh terhadap

    kehidupannya.

    2. Komponen Pola Pikir

    1. Pola Pikir Positif

    Albrecht (Rahayu dkk, 2004) menyebutkan empat komponen dalam pola pikir

    positif, yaitu:

    a. Harapan yang positif, melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan

    perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan

    menjauhkan diri dari perasaan takut gagal.

    b. Affirmasi diri, yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri dan melihat

    diri secara positif.

  • c. Pernyataan yang tidak menilai (non judgement thingking), merupakan

    pernyataan yang lebih mengambarkan keadaaan dari pada menilai

    keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini dimaksudkan sebagai penggati

    pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian

    yang negatif.

    d. Realistic adaptation, yaitu mengakui kenyataan dan segera berusaha

    menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri.

    2. Pola pikir negatif

    Menurut Rini (2002), ada tujuh komponen dalam pola pikir negatif, ketujuh

    komponen tersebut adalah :

    1. Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri. Ketika gagal, individu

    tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.

    2. Cara berpikir totalitas dan dualisme, misalnya kalau saya sampai gagal,

    berarti saya memang jelek.

    3. Pesimistik yang futuristik, karena satu saja kegagalan kecil, individu

    tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa

    depan.

    4. Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism, suka mengkritik diri sendiri

    dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.

  • 5. Labeling, mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan

    negatif, seperti saya memang bodoh...saya ditakdirkan untuk jadi orang

    susah.

    6. Sulit menerima pendapat orang lain, seperti masukan, pujian atau pun hal-

    hal positif dari orang lain. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk

    menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung

    menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.

    7. Senang mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri, senang mengingat dan

    bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, tetapi mengecilkan

    keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu

    langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

    C. Keterkaitan Pola Pikir dengan Kecemasan Berbicara di depan Umum

    Kemampuan berbicara di depan umum hampir selalu dibutuhkan dalam setiap

    jenis profesi. Ketidakmampuan untuk bicara di depan umum dapat menghambat

    pekerjaan dan menghancurkan kesempatan seseorang untuk menunjukkan kelebihan

    dan keahliannya. Ketidakmampuan ini lebih sering dikarenakan adanya kecemasan

    dalam diri individu tersebut (Rogers, 2004). Perasaan cemas merupakan naluri yang

    tidak dapat dihilangkan dengan cara apapun dan setiap manusia pasti pernah

    mengalami kecemasan (Freud dalam Hall & Calvin, 2000).

  • Ketika perasaan cemas berbicara di depan umum tidak dikelola dengan baik,

    maka topik yang dibicarakan menjadi kurang efektif (Opt & Loffredo, 2000).

    Sebagian besar perasaan cemas muncul bukan disebabkan oleh kompetensi individu,

    tetapi lebih sering disebabkan oleh pola pikir yang keliru (Rahayu dkk, 2004).

    Individu dengan pola pikir negatif, akan selalu memikirkan segala hal buruk

    yang akan terjadi padanya. Pemikiran seperti ini akan membuat individu merasa

    tertekan dan tidak nyaman (Norem, 2001). Akibatnya, individu tersebut mengalami

    reaksi fisik dengan cepat, seperti peningkatan detak jantung, gemetar pada bagian

    tangan dan kaki, keringat yang keluar terus-menerus (Nevid, 1997). Kemudian akan

    menghindari rasa malu dan melindungi diri dari ancaman ini. Berbeda dengan

    individu yang berpola pikir positif, memandang sesuatu dari sisi positifnya. Meskipun

    mengalami ketegangan tetapi ketegangan ini menjadikannya segera bertindak untuk

    mencari solusinya (Rothciid, 1997).

    Seperti pernyataan Peale (1996), individu yang berpikir positif akan

    memandang segala persoalan yang muncul dari sudut pandang yang positif. Individu

    akan menanggapi dan mengatasi persoalannya secara lebih optimis. Pikiran yang

    negatif akan berdampak negatif, sebaliknya pikiran yang positif akan berdampak

    positif.

    D. Hipotesis

    Ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum

    pada mahasiswa FKIP UMP.

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Identifikasi Variabel Penelitian

    Variabel tergantung : Kecemasan berbicara di depan umum

    Variabel bebas : Pola pikir

    B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    1. Kecemasan berbicara di depan umum adalah suatu keadaaan tidak nyaman

    yang sifatnya tidak menetap pada diri individu, baik ketika membayangkan maupun

    pada saat berbicara di depan orang banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik

    dan psikologis. Kecemasan berbicara di depan umum diungkap dengan skala

    Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti.

    Komponen-komponen dalam penyusunan skala ini merupakan kesimpulan

    dari teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004),

    yaitu: aspek fisik, aspek kognitif, aspek perilaku dan aspek emosional. Semakin

    tinggi nilai pada skala ini, maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum.

    Semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala ini, maka semakin rendah kecemasan

    berbicara di depan umum.

    2. Pola pikir adalah kecenderungan individu yang dipengaruhi oleh keyakinan

    diri dalam memandang segala sesuatu, yang kemudian akan berpengaruh terhadap

    kehidupannya. Pola pikir yang diteliti lebih cenderung pada pola pikir negatif,

  • sehingga yang digunakan merupakan komponen pola pikir negatif yang dikemukakan

    oleh Rini (2004). Komponen-komponen tersebut adalah keharusan pada diri sendiri,

    berpikir totalitas dan dualisme, pesimistik yang futuristik, tidak kritis dan selektif

    terhadap self-criticism, labeling, sulit menerima pendapat, dan mengecilkan arti

    keberhasilan diri. Semakin tinggi nilai yang didapatkan dari skala ini, maka semakin

    tinggi pola pikir negatifnya.

    C. Subjek Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) angkatan 2003,

    jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

    D. Metode Pengumpulan Data

    Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode skala, yaitu

    metode penyelidikan dengan menggunakan suatu pernyataan yang harus dijawab atau

    dikerjakan oleh individu yang menjadi subjek penelitian. Model skala dalam

    penelitian ini adalah skala sikap model likert, yang disusun sendiri oleh peneliti,

    yaitu:

    1. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun berdasarkan

    kesimpulan dari teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003)

    dan Rogers (2004). Blue print skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dapat

    dilihat pada tabel berikut :

  • Tabel 1 Blue print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    Aspek Nomor Aitem Jumlah

    F 1,2,4,5,6,7,18,27,28 Fisik UF 3,17 11

    F 9,19,21,22,29,32,43 Perilaku UF 10,11,20,30 11

    F 12,13,23,24,31,35,37,39 Kognitif UF 36,40,42 11

    F 8,14,15,16,25,26,33,41,44 Emosional UF 34,38

    11

    Total 44 F = Favorabel UF = Unfavorabel

    2. Skala Pola Pikir disusun berdasarkan teori yang dinyatakan oleh Rini (2002). Blue

    print skala pola pikir dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 2 Blue print Skala Pola Pikir

    Aspek Nomor Aitem Jumlah

    F 1,2,3,21,37,38,52,53 Keharusan pada diri sendiri UF 19,20

    10

    F 4,5,6,22,24,39 Berpikir totalitas dan dualisme UF 23,40,41,54

    10

    F 7,8,9,25,26,63, Pesimistik yang futuristic UF 27,42,55,70

    10

    F 10,11,28,29,43,57,64,65 Tidak kritis dan selektif terhadap self-cricitism UF 56,44

    10

    F 12,13,30,31,45,46,66,67 Labeling UF 58,59

    10

    F 14,15,16,33,34 Sulit menerima pendapat orang lain UF 32,47,48,49,60

    10

    F 17,18,35,36,50,51,61 Senang mengecilkan arti keberhasilan diri UF 62,68,69

    10

    Total 70

    F = Favorabel UF = Unfavorabel

  • Kedua skala terdiri dari aitem-aitem yang bersifat favorable dan unfavorable.

    Berikut ini merupakan pilihan jawaban untuk setiap aitem yang sudah ditentukan

    oleh peneliti beserta penilaiannya.

    1. Item yang favorable Responden yang menjawab :

    a. Sangat Sesuai ( SS ) dinilai 4

    b. Sesuai ( S ) dinilai 3

    c. Tidak Sesuai ( TS ) dinilai 2

    d. Sangat Tidak Sesuai ( STS ) dinilai 1

    2. Item yang unfavorable Responden yang menjawab:

    a. Sangat Sesuai ( SS ) dinilai 1

    b. Sesuai ( S ) dinilai 2

    c. Tidak Sesuai ( TS ) dinilai 3

    d. Sangat Tidak Sesuai ( STS ) dinilai 4

    Aitem yang tidak dijawab atau dijawab lebih dari satu dinilai nol.

    Berdasarkan atas individu yang mengisi skala, maka skala ini termasuk skala

    langsung karena subjek yang diselidiki mengisi sendiri. Skala ini juga termasuk skala

    tertutup karena jawaban skala telah dibatasi dan ditentukan oleh peneliti. Responden

    tidak diberi kesempatan untuk memberi jawaban lain dari jawaban yang tersedia

    (Nawawi, 2001).

  • Sebelum pelaksanaan penelitian, skala ini akan diujicobakan terlebih dahulu.

    Tujuannya untuk mengetahui struktur kalimatnya, susunan kalimat sudah baik atau

    belum, mudah dipahami atau tidak. Kemudian, data hasil ujicoba dianalisis untuk

    mengukur validitas dan reliabilitas aitem. Uji validitas dilakukan berdasarkan pada

    validitas permukaan (Face Validity) yang dinyatakan melalui bagaimana

    kelihatannya suatu alat pengumpul data itu dalam mengungkapkan data yang

    diperlukan untuk memecahkan permasalahan. Perhitungan reliabillitas kedua skala

    menggunakan bantuan SPSS 12,0 for windows tipe Internal Consistency Reliability

    dengan cara Cronbachs Alpha. Baru kemudian skala dapat digunakan dalam

    penelitian.

    E. Metode Analisis Data

    Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini, maka metode

    analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dari Pearson.

    Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for windows.

  • BAB IV

    PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Orientasi Kancah dan Persiapan

    1. Orientasi Kancah

    Kancah dalam penelitian ini adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (FKIP UMP) yang beralamat

    di Jalan Raya Dukuh Waluh PO. BOX. 202 Purwokerto 53182, telp (0281)

    636751, 630463 Fax. 637239.

    FKIP UMP terdiri dari tujuh jurusan. Berikut ini tujuh jurusan yang

    dimaksud beserta informasi jumlah mahasiswa angkatan 2003.

    Tabel 3 Informasi jumlah Mahasiswa terdaftar angkatan 2003 FKIP UMP

    No. Jurusan Total Jenis Kelamin Jumlah L 19 1. Pendidikan Biologi 62 P 43 L 31 2. Pendidikan Matematika 87 P 53 L 39 3. Pendidikan Bahasa Inggris 146 P 107 L 11 4. Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah 57 P 46 L 5 5. Pendidikan Sejarah 11 P 6 L 1 6. Pendidikan Geografi 7 P 6 L 8 7. Pendidikan PPKN 29 P 21

    Total 396 (Sumber : TU Bagian Akademik FKIP UMP, Mei 2006) L : Laki-laki P : Perempuan

  • Mahasiswa yang telah memasuki semester VI dan telah memperoleh nilai

    sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, wajib mengambil minimal tiga mata

    kuliah yang memerlukan ketrampilan berbicara di depan umum. Tiga mata kuliah

    yang dimaksud adalah Seminar untuk melihat seberapa jauh mahasiswa

    menguasai seni mengajar, Telaah Kurikulum untuk melihat seberapa jauh

    mahasiswa menguasai materi, dan satu mata kuliah yang setiap jurusannya

    mempunyai nama yang berbeda-beda. Setiap pertemuan mata kuliah, mahasiswa

    harus berpura-pura menjadi guru, kemudian teman sekelasnya sebagai muridnya.

    Menurut dosen mata kuliah Telaah Kurikulum Biologi, Bp. Teguh

    Yulianto, mahasiswanya sudah cukup terampil dalam hal berbicara di depan

    teman-teman sekelasnya. Mahasiswa hanya terlihat kurang santai dalam

    menyampaikan materi, sehingga banyak materi yang lupa tidak disampaikan.

    Kemungkinan penyebab mahasiswa terlihat tidak santai, karena merasa takut

    berbuat kesalahan, kemudian teman-teman satu kelas akan menyorakinya.

    2. Persiapan

    Berikut ini beberapa persiapan yang dilakukan peneliti sebelum penelitian

    berlangsung.

    a. Perijinan

    Tanggal 4-5 Mei 2006 peneliti mengurus surat ijin penelitian di Prodi

    Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPISB) Universitas Islam

    Indonesia, Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 8 Mei 2006 menemui Dekan dan

    Pembantu Dekan I FKIP UMP untuk meminta ijin penelitian dengan

  • menyerahkan surat permohonan ijin penelitian. Tanggal 10 Mei 2006 mengambil

    surat keterangan ijin penelitian sekaligus mengambil data jumlah mahasiswa aktif

    angkatan 2003 tahun ajaran 2003/2004 serta mengkonfirmasikan waktu

    penelitian.

    b. Persiapan Alat Ukur

    Alat ukur berupa skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dan Skala

    Pola Pikir disusun sendiri oleh peneliti pada tanggal 9-10 April 2006. Setelah dua

    kali bimbingan, skala boleh diuji cobakan. Try out dilakukan pada tanggal 27-28

    April 2006 di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta setelah

    mendapatkan ijin dari Pembantu Dekan I FIP UNY.

    Mahasiswa yang diberi skala adalah mahasiswa angkatan 2002-2003 yang

    berada di luar kelas (tidak sedang kuliah), sehingga tidak mengganggu proses

    belajar mengajar. Berikut ini data jumlah subyek try out di FIP UNY.

    Tabel 4 Jumlah subyek try out di FIP UNY No. Jurusan Total Jenis Kelamin Jumlah

    L 9 1. Pendidikan Luar Sekolah 14 P 5 L - 2. Pendidikan Luar Biasa 10 P 10 L 4 3. Pendidikan Bimbingan dan Konseling 9 P 5 L 4 4. Administrasi Pendidikan 6 P 2 L 3 5. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 11 P 8

    50 L : Laki-laki P : Perempuan

  • Tanggal 2 Mei 2006 hasil try out dihitung untuk mencari validitas dan

    reliabilitasnya dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS seri 12.0

    for windows. Uji reliabilitas terhadap skala hanya dikenakan pada aitem-aitem

    yang telah memenuhi syarat validitas. Reliabilitas menggunakan teknik Alpha

    Cronbach. Tabel di bawah ini merupahan hasil perhitungan validitas dan

    reliabilitas dengan menggunakan SPSS.

    Tabel 5 Hasil perhitungan validitas dan reliabilitas

    Skala Pola Pikir Skala Kecemasan

    Berbicara di Depan Umum

    Jumlah aitem sebelum try out 70 44 Jumlah aitem sesudah try out 37 41 Batas Minimal Koefisien korelasi 0,3 0,3

    Cronbachs Alpha 0,915 0,957 Korelasi aitem total 0,320 - 0,678 0,336 0,808

    Aitem pada kedua skala diseleksi dengan menggunakan batas minimal

    koefisien korelasi 0,3, sehingga aitem yang memiliki indeks daya beda lebih besar

    atau sama dengan 0,3 dapat dimasukkan dalam skala penelitian. Hasil analisis

    aitem Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum menunjukkan bahwa dari 44

    aitem yang diujicobakan, ada tiga aitem yang gugur, yaitu: 17, 29, 40. Artinya,

    ada 41 aitem yang valid. Selanjutnya, untuk hasil analisis Skala Pola Pikir

    menunjukkan bahwa dari 70 aitem yang diujicobakan, ada 33 aitem yang gugur,

    yaitu: 1, 7, 14, 15, 17, 19, 20, 21, 23, 27, 28, 29, 32, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 45,

    49, 50, 55, 56, 59, 60, 62, 65, 67, 68, 69, 70.

  • Dua tabel dibawah ini merupakan perincian aitem skala dengan

    penomoran yang baru setelah try out.

    Tabel 6 Perincian aitem Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum setelah Try out No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

    F 1, 2, 4, 5, 6, 7, 17, 26, 27 1. Fisik U 3 10

    F 9, 18, 20, 21, 30, 40 2. Perilaku U 10, 11, 19, 28

    10

    F 12, 13, 22, 23, 29, 33, 35, 37 3. Kognitif U 34, 39 10

    F 8, 14, 15, 16, 24, 25, 31, 38, 41 4. Emosional U 32, 36 11

    Total 41 F = Favorabel UF = Unfavorabel

    Tabel 7 Perincian aitem Skala Pola Pikir setelah try out No. Aspek Nomor aitem Jumlah

    F 1, 2, 23, 29, 30 1. Keharusan pada diri sendiri U - 5

    F 3, 4, 5, 14, 15 2. Berpikir totalitas dan dualisme U 31 6

    F 6, 7, 16, 17, 35 3. Pesimistik yang futuristik U - 5

    F 8, 9, 24, 32, 36 4.

    Tidak kritis & selektif terhadap self-criticsm U -

    5

    F 10, 11, 18, 19, 25, 37 5. Labeling U 33 7

    F 12, 20, 21 6. Sulit menerima pendapat orang lain U 26, 27 5

    F 13, 22, 28, 34 7. Senang mengecilkan arti keberhasilan diri U - 4

    Total 37 F = Favorabel UF = Unfavorabel

  • B. Laporan Pelaksanaan Penelitian

    Setelah kedua skala penelitian dianggap telah memenuhi syarat dan semua

    persyaratan dapat dipenuhi, maka segera dilakukan pengambilan data untuk

    penelitian. Ketika pelaksanaan, peneliti dibantu oleh seorang mahasiswa Program

    Studi Pendidikan Matematika FKIP UMP angkatan 2002 untuk membagikan skala

    pada subjek.

    Penelitian dilaksanakan mulai hari Senin, 15 Mei 2006. Skala disebarkan di

    dalam kelas setelah kuliah selesai, sehingga sebelum perkuliahan dimulai peneliti

    meminta ijin dahulu kepada dosen yang hendak mengajar. Mahasiswa yang bukan

    angkatan 2003 dipersilahkan keluar.

    Peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud kedatangan dan prosedur

    mengerjakan skala. Prosedur yang dilakukan adalah subjek diberi satu eksemplar

    skala yang berisi dua skala, yaitu Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum dan

    Skala Pola Pikir. Kemudian, subjek dipersilahkan mengerjakan skala di dalam

    ruangan kelas pada saat itu juga.

    Penyebaran skala sebanyak 125 eksemplar yang diberikan kepada subjek.

    Jumlah skala yang disebarkan setiap kelasnya tidak sama, tergantung pada jumlah

    mahasiswa yang hadir. Penyebaran skala untuk jurusan Pendidikan Geografi hanya

    dengan satu subjek. Jumlah mahasiswa angkatan 2003 yang aktif sampai saat

    penelitian berlangsung hanya tiga individu, menurut salah satu dosen mata kuliah

    Pendidikan Geografi. Seluruh jumlah skala diisi secara benar dan memenuhi syarat

  • untuk dianalisis lebih lanjut. Berikut di bawah ini merupakan tabel daftar kelas dan

    subjek penelitian.

    Tabel 8 Daftar kelas penyebaran skala dan jumlah subyek penelitian Tanggal penelitian Jurusan Waktu Jumlah Subyek

    L 12 15 Mei 2006 Biologi 08.30-08.45 P 19 31

    L 7 15 Mei 2006 Matematika 10.10-10.28 P 20

    27

    L 4 15 Mei 2006 PBSID 10.31-10.55 P 25 29

    L 5 15 Mei 2006 PBI 12.05-12.20 P 24 29

    L 1 15 Mei 2006 Sejarah 14.30-14.50 P 3 4

    L 1 16 Mei 2006 Geografi 08.35-08.59 P - 1

    L 3 16 Mei 2006 PPKn 12.17-12.40 P 1 4

    Total 125 L : Laki-laki P : Permpuan

    C. Hasil Penelitian

    1. Deskripsi Subjek Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalahmahasiswa angkatan 2003 Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhhamadiyah Purwokerto.

    Mahasiswa angkatan 2003 paling tidak sedang mengambil mata kuliah yang

    membutuhkan ketrampilan berbicara di depan umum. Subjek untuk penelitian ini

    tidak ada batasan umur. Tidak semua mahasiswa angkatan 2003 merupakan

  • lulusan SMA/yang sederajat tahun 2003, tetapi ada juga yang sebenarnya lulus

    SMA/yang sederajat jauh sebelum tahun 2003.

    2. Deskripsi Data Penelitian

    Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya

    hasil subjek penelitian mengenai hubungan pola pikir dengan kecemasan

    berbicara di depan umum pada mahasiswa fakultas Keguruan. Subjek akan

    digolongkan dalam salah satu kategori, setelah kategorisasi disusun. Kategori

    dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

    a. Sangat tinggi : (X > M + 1,8 SD)

    b. Tinggi : (M + 0,6 SD < X < M + 1,8 SD)

    c. Sedang : (M 0,6 SD < X < M + 0,6 SD)

    d. Rendah : (M 1,8 SD < X < M 0,6 SD)

    e. Sangat Rendah : (X < M 1,8 SD)

    Secara umum, dari deskripsi data penelitian dapat diketahui fungsi-fungsi

    statistik dasar. Berikut ini merupakan tabel deskripsi data penelitian.

    Tabel 9 Deskripsi Hasil Penelitian

    Hipotetik Empirik Variabel X

    Max X

    Min Mean SD X

    Max X

    Min Mean SD

    Pola Pikir 148 37 91 18,5 118 53 86,4160 12,49463 Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    164 41 102,5 20,5 142 53 98,9680 14,14666

  • Deskripsi hasil penelitian digunakan untuk mengetahui skor hipotetik dan

    skor empirik. Skor hipotetik diperoleh sebelum penelitian dilakukan. Skor

    Empirik diperoleh setelah penelitian dilakukan.

    Hasil sebaran hipotetik dari skor Skala Pola Pikir dijabarkan dalam tabel

    berikut.

    Tabel 10 Kritertia Kategorisasi Skala Pola Pikir

    Kategori Skor Jumlah Prosentase Sangat tinggi X > 124,3 0 0 Tinggi 102,1 < X < 124,3 10 8 % Sedang 79,9 < X < 102,1 87 69,6 % Rendah 57,7 < X < 79,9 25 20 % Sangat Rendah X < 57,7 3 2,4 %

    Sebaran hipotetik dari skor skala pola pikir digunakan untuk mengetahui

    keadaan subjek penelitian berdasarkan pada kategorisasi standar deviasi. Skala

    pola pikir yang terdiri dari 37 aitem, setiap aitemnya diberi skor maksimum

    empat dan skor minimum satu. Berdasarkan atas hasil perhitungan sebaran

    hipotetik untuk skor pola pikir diketahui nilai terendah adalah X < 57,7 dan nilai

    tertingginya X >124,3. Luas jarak sebarannya adalah 111 (148-37=111) dengan

    setiap satuan standar deviasinya bernilai 18,5 (111:6=18,5) dan nilai mean

    teoritisnya 91 ((148+37):2=91) .

    Berdasarkan hasil pengolahan data kriteria kategorisasi dapat diketahui

    bahwa dari 125 subjek, mayoritas skor pola pikir subjek berada pada tingkat

    sedang, yaitu mencapai 69,6 %.

  • Hasil sebaran hipotetik dari skor Skala Kecemasan Berbicara di Depan

    Umum dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

    Tabel 11 Kriteria kategorisasi Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    Kategori Skor Jumlah Prosentase Sangat tinggi X > 139,4 1 0.8 % Tinggi 114,8 < X < 139,4 16 12.8 % Sedang 90,2 < X < 114,8 82 65.3 % Rendah 65,6 < X < 90,2 24 19.2 % Sangat Rendah X < 65,6 2 1.6 %

    Sebaran hipotetik dari skor skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    digunakan untuk mengetahui keadaan subyek penelitian berdasarkan kategorisasi

    standar deviasi. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum terdiri dari 41

    aitem, setiap aitemnya diberi skor maksimum empat dan skor minimum satu.

    Berdasarkan hasil perhitungan sebaran hipotetik untuk skor Kecemasan

    Berbicara di Depan Umum diketahui nilai terendah adalah X < 65,6 dan nilai

    tertingginya X > 139,4. Hasil perhitungan luas jarak sebarannya adalah 123,

    sehingga setiap satuan standar deviasinya bernilai 20,5 (123:6 = 20,5 ) dan nilai

    mean teoritisnya 102,5 ((164 + 41):2 = 102,5) .

    Hasil pengolahan data kriteria kategorisasi menunjukkan bahwa dari 125

    subjek, mayoritas skor Kecemasan Berbicara di Depan Umum subjek berada pada

    tingkat sedang, yaitu mencapai 65,9 %.

  • 3 . Uji Asumsi

    Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui apakah teknik yang digunakan

    Benarbenar sudah tepat digunakan untuk diterapkan pada data penilaian yang

    ada agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran seharusnya.

    Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas

    dan uji linearitas.

    a . Uji Normalitas

    Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for

    windows dengan statistik analisis One Sample Kolomogorov Smirnov Z Test.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pola pikir mempunyai nilai KSZ

    sebesar 1.094, nilai p = 0,182 (p > 0,05) dan variabel kecemasan berbicara di

    depan umum mempunyai nilai KSZ sebesar 0,796 dengan nilai p= 0,551 (p >

    0,05). Berdasarkan data hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa distribusi skor

    subjek pada Skala Pola pikir dan Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum

    mempunyai sebaran normal.

    b . Uji Linearitas

    Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for

    windows dengan statistik Compare Mean. Hasil yang diperoleh menunjukkan

    bahwa nilai F = 103,792 dan p = 0,000 (p < 0,01), deviation of linearity F = 1,424

    dan p = 0,085 (p > 0,05). Hasil uji linearitas dapat diartikan bahwa antara pola

    pikir dan kecemasan berbicara di depan umum bersifat linear.

  • 4 . Uji Hipotesis

    Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola pikir

    dengan kecemasan berbicara di depan umum. Uji hipotesis dilakukan

    menggunakan SPSS 12.0 for windows dengan menggunakan korelasi dari

    Pearson. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,649

    dengan p = 0,000 ( p < 0,01 ), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada

    hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum dapat

    diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang

    signifikan antara kedua variabel.

    D. Pembahasan

    Hasil analisis data dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan

    antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Skala Pola Pikir yang

    digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung pada pola pikir negatif. Hasil uji

    korelasi menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir

    negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Individu dengan pola pikir

    negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang

    tinggi. Individu dengan pola pikir negatif yang rendah akan mengalami kecemasan

    berbicara di depan umum yang rendah pula. Hal senada juga dikemukakan oleh

    Rahayu (2004), bahwa pada umumnya kecemasan berbicara di depan umum lebih

    sering disebabkan oleh pikiran individu tersebut yang negatif dan tidak rasional.

    Munculnya perasaan-perasaan negatif dan ramalan hasil yang negatif. Individu

  • membayangkan sesuatu yang negatif akan terjadi, sebagai keterlibatannya dalam

    situasi berbicara di depan umum.

    Individu yang berbicara di depan umum seringkali menjadi rentan, bahkan

    terancam, karena pola pikir negatif yang ada dalam diri individu tersebut. Individu

    merasa bahwa dirinya sedang diadili oleh banyak orang. Perasaan akan adanya

    penilaian terhadap gerak-gerik, ucapan yang salah, menjadi individu yang sedang

    diamati secara cermat dan menjadi pusat perhatian. Ketika perasaan-perasaan seperti

    ini menguasai individu, maka akan muncul perasaan takut, sehingga menyebabkan

    individu tersebut menghindari kesempatan untuk berbicara di depan umum (Rogers,

    2004).

    Hasil pengolahan kriteria kategorisasi pada tabel 10 menunjukkan bahwa dari

    125 subjek dengan skor pola pikir 79,9 < X < 102,1, artinya mayoritas pola pikir

    subjek berada pada kategori sedang yaitu mencapai 69,6%. Kemudian, untuk skor

    kecemasan berbicara di depan umum yang tertulis dalam tabel 11 menunjukkan

    bahwa skor yang didapat 90,2 < X < 114,8, ini berarti mayoritas subjek berada pada

    tingkat kecemasan berbicara di depan umum yang sedang, yaitu mencapai 65,6%.

    Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa subjek mempunyai pola pikir

    yang cukup negatif, sehingga menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum

    cukup tinggi.

    Hasil uji korelasi dari Pearson menunjukkan adanya hubungan yang

    signifikan antara kedua variabel. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi kecemasan

    berbicara di depan umum diketahui sebesar 42,1%, artinya bahwa pola pikir yang

  • cenderung negatif memberikan sumbangan efektif sebesar 42,1% terhadap kecemasan

    berbicara di depan umum. Sisanya sebesar 57,9% adalah faktor lain yang juga

    berpengaruh, tetapi tidak mendapatkam perhatian dalam penelitian ini.

    Individu yang pemikir lebih sensitif terhadap segala sesuatu terhadap segala

    sesuatu yang dipikirkannya, dibandingkan dengan individu yang lebih menggunakan

    intuisinya (Williams & Bicknell-Behr dalam Opt dan Loffredo, 2000). Pola pikir

    negatif dapat merusak individu yang mengalaminya (Williams, 2004). Individu yang

    mengalami kecemasan berbicara di depan umum (Stage Fright) karena faktor pola

    pikirnya yang negatif akan merasa takut, sulit dan cemas ketika harus berkomunikasi

    di depan banyak orang (Public Setting). Pola pikir negatif ini cenderung karena

    adanya pengalaman tidak menyenangkan yang pernah dirasakan individu Hal ini

    menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif (Burgoon & Ruffner, 1978).

    Russel (2003) menyatakan bahwa pikiran dapat merangsang timbulnya

    respon-respon otomatis tertentu dari tubuh. Pikiran tentang sesuatu yang menakutkan

    akan menyebabkan individu selalu dalam kondisi cemas, kemudian akan

    mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Pikiran juga dapat mengajari tubuh untuk

    menyembuhkan sesuatu. Ketika individu optimis terhadap kemampuannya berbicara

    di depan umum, maka individu tersebut akan merasa nyaman dalam menyampaikan

    materi-materi yang hendak disampaikan.

  • BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Hasil analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for

    windows menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pikir dengan

    kecemasan berbicara di depan umum. Kemudian, dari hasil uji korelasi kedua

    variabel menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir

    yang cenderung negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Artinya, bahwa

    individu dengan pola pikir negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara

    di depan umum yang tinggi. Sebaliknya, individu dengan pola pikir negatif yang

    rendah akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang rendah pula.

    Sumbangan efektif yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 42,1 %.

    B. SARAN

    Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, perlu kiranya disampaikan

    beberapa saran yang ditujukan kepada subjek penelitian dan peneliti selanjutnya.

    1. Saran Bagi Subjek Penelitian

    Setiap mahasiswa Fakultas Keguruan selalu dituntut untuk mempunyai

    ketrampilan berbicara di depan umum. Sebagai calon guru yang nantinya akan

    berbicara di depan muridnya, tidak hanya membutuhkan kelancaran dalam berbicara

    tetapi juga harus dapat menarik perhatian para murid-muridnya, sehingga proses

  • belajar mengajar menjadi lebih efektif. Pola pikir yang cenderung negatif sering

    menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum. Alangkah baiknya apabila pihak

    fakultas mengadakan pelatihan untuk mengubah pola pikir para mahasiswa dengan

    tujuan dapat mengurangi pola pikir negatif para mahasiswanya ketika hendak

    berbicara di depan umum.

    2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

    Bagi para peneliti selanjutnya yang mungkin tertarik meneliti dengan topik

    yang sama, disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain yang dapat

    mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum. Misalnya harga diri,

    ketrampilan atau mungkin pengalaman berbicara di depan umum. Berdasarkan hasil

    penelitian ini, 57,9% merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap kecemasan

    berbicara di depan umum. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan subjek yang

    berbeda dari penelitian ini, dengan pertimbangan sering terlibat dalam situasi

    berbicara di depan umum. Misalnya aktivis mahasiswa, Dosen, atau bahkan Kepala

    Desa.

    Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan teori

    yang sama, sebelumnya diadaptasi terlebih dahulu oleh peneliti sesuai dengan kondisi

    yang ada. Lebih baik apabila teori yang digunakan adalah teori yang up to date dan

    bersifat ilmiah. Hendaknya penelitian didukung dengan perencanaan yang lebih baik

    dan lebih matang dengan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melaksanakan

    penelitian. Alasannya, masalah yang diteliti menyangkut masalah sosial dan psikologi

    dari subjek.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bono, E . D. 1990. Mengajar Berfikir. Penerjemah, Soemardeo. Jakarta. Penerbit Erlangga

    Bruno, F. J. 1989. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius Burgoon, M. and Ruffner, M. 1978. Human Communication. New York: Holt

    Rinehart and Winston Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta:

    Raja Grafindo Persada Darajdat, Z. 19769. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung General Enterpreneur Smart Work. Menangani Grogi Saat Memulai Presentasi.

    http://tao.infoproduk.com/indeks.php?p=97#moore-97 Hall & Callvin. 2000. Libido Kekuasaan Sigmun Freud. Penerjemah, S. Tasrif.

    Yogyakarta: Karawang Hudaniah & Dayakisni, T. 2003. Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Malang: Penerbitan

    Universitas Muhammadiyah Kuncoro, W. 2004. Metode Ampuh Menata Pikiran.

    http://www.mizan.com/portal/template/BacaResensi/Resensiid/543 Lazarus, R. S. 1976. Pattern Of Adjusment and Human Efectivenees. Kogakusha. Mc

    Graw Hill Book Compay Mapes, J. J. 2003. Quantum Leap Thinking, Pedoman Lengkap Cara Berpikir.

    Penerjemah: Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera Matindas, D. 2003. Psikologi: Menghilangkan Grogi di Depan Umum.

    http://www.Kompas.com/Kesehatan/news/0302/28/020443.htm McCroskey. 1984. The Communication Apprehension Perspective. Avaliable:

    www.as.wvu.edu/bpatters/isc3.htm(26Jan1998) Nawawi, H. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

    University Press

  • Nevid, J. S., Rathus, S. A. and Greene,B. 1997. Abnormal Psychology in a

    Changing World Third Edition. PrenticeHall, Inc Norem, J. K. 2002. Book Review, The Positive Power of Negative Thinking. Journal

    The Futorist, Vol. 36. Olfson, M., dkk. 2000. Barriers to the Treatment of Social Anxiety. Am J Psychiatry,

    157:521-527. Opt, S. K. & Loffredo, D. A. 2000. Rethinking Communication Apprehension: A

    Myers-Briggs Perspective. The Journal Psychology, 134(5), 556-570. Osborne, J. W. 2004. Kiat Berbicara di Depan Umum Untuk Eksekutif Jalan Menuju

    Keberhasilan. Jakarta: Bumi Aksara Peale, N. V. 1996. Berpikir Positive. Jakarta: Bina Aksara Rupa Rahayu, I.T., Ardani, T.A. dan Sulistyaningsih. 2004. Hubungan Pola Pikir Positif

    Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, Vol. 1, No. 2, 131-134.

    Rini, J. F. 2002. Memupuk Rasa Percaya Diri. http://www.e-

    psikologi.com/dewasa/index.htm Rogers, N. 2004. Berani Bicara di Depan Publik, Edisi Revisi. Bandung: Penerbit

    Nuansa Rothcild, J.1997. Life: The Power of Positive Thinking. Journal Psychology Today,

    Vol: 30. Russel, B., et all. 2003. Mind Power, Menjelajah Kekuatan Pikiran. Penerjemah: D.

    Hamdi Ridlo. Bandung: Penerbit Nuansa Sinniah, S. D. , Teoh, Hsien-Jien and Shaharom, M. H. 2003. Does Social Evaluative

    Anxiety Affect A Persons Mental Health?. Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol. 18, No. 45, 319-325.

    Teichman, Y. 1974. Predisposition for Anxiety and Affiliation. Journal Of

    Personality and Social Psychology, Vol.29, N. 3, 405-410.

  • Triana, Ridha. 2005. Hubungan Antara Citra Raga dengan Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Naskah Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

    Williams, Donna. 2004. Merubah Pola Pikir (Changing Mindset).

    http://PuteraKembara.org/archives 3/00000024.shtml Wulyo. 1990. Kamus Istilah Psikologi. Lamongan: CV Bintang Pelajar