HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN
SELF-MANAGEMENT PADA PASIEN YANG MENJALANI
HEMODIALISIS : LITERATURE REVIEW
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
LALA DWI APRILIANA
AK.1.16.028
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2020
i
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
terapi hemodialisis selama hidupnya. Lamanya hemodialisis menyebabkan
terjadinya perubahan pada pasien baik perubahan fisik maupun psikologis. Untuk
mencegah terjadinya dampak akibat proses hemodialisis, pasien gagal ginjal
kronik membutuhkan self-management yang baik dengan bantuan dukungan dari
keluarga untuk mempertahankan hidupnya. Dukungan keluarga penting dalam
membentuk self-management karena pasien gagal ginjal kronik membutuhkan
dukungan untuk mempraktekkan berdasarkan informasi dalam memberikan
kualitas perawatan yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan review jurnal mengenai
hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan self-management pada pasien
yang menjalani hemodialisis.
Metode yang digunakan yaitu metode electronic data base dengan
menggunakan google scholar, pubmed dan researchgate. Populasi sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan sampel 8 jurnal/artikel. Dari 8
jurnal/artikel yang digunakan 4 jurnal diantaranya menggunakan metode cross
sectional, 2 jurnal menggunakan metode deskriptif dan 2 jurnal lainnya dengan
metode penelitian kualitatif. Mengevaluasi kelayakan jurnal dengan critical
appraisal menggunakan instrumen Joanna Briggs Institute (JBI).
Berdasarkan 8 jurnal/artikel didapatkan bahwa dukungan sosial keluarga
merupakan faktor yang mempengaruhi self-management dan terdapat hubungan
bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan self-management pada pasien
hemodialisis. Self-management yang baik dibantu oleh dukungan dari keluarga,
pasien hemodialisis dapat mencegah terjadinya dampak yang akan membantu
pasien untuk mengontrol penyakit dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Diharapkan hasil literature review ini dapat menjadi landasan teori terkait
dukungan sosial keluarga dalam meningkatkan self-management pasien yang
menjalani hemodialisis.
Kata kunci: Dukungan sosial keluarga, hemodialisis, penyakit ginjal kronik,
self-management
Daftar pustaka : 9 Buku (2010-2018)
14 Jurnal (2010-2019)
5 Website (2017-2018)
vi
ABSTRACT
Chronic kidney disease is a chronic disease that requires hemodialysis
therapy for life. The duration of hemodialysis causes changes in patients, both
physical and psychological changes. To prevent the impact of the hemodialysis
process, patients with chronic renal failure need good self-management with the
help of support from their families to survive. Family support is important in
establishing self-management because chronic renal failure patients need support
to practice based information in providing better quality care.
The purpose of this study was to review journals regarding the
relationship between family social support and self-management in patients
undergoing hemodialysis.
The method used is the electronic data base method using google scholar,
pubmed and researchgate. Population in accordance with the inclusion and
exclusion criteria so that a sample of 8 journals / articles was obtained. Of the 8
journals / articles used, 4 journals used cross sectional method, 2 journals used
descriptive method and 2 other journals used qualitative research methods.
Evaluating the feasibility of a journal with a critical appraisal using the
instrument Joanna Briggs Institute (JBI).
Based on 8 journals / articles, it was found that family social support is a
factor that affects self-management and there is a significant relationship between
family social support and self-management in hemodialysis patients. Good self-
management is assisted by support from family, hemodialysis patients can prevent
impacts that will help patients to control the disease and improve their quality of
life. It is hoped that the results of this literature review can become a theoretical
basis regarding family social support in improving self-management of patients
undergoing hemodialysis.
Keywords: chronic kidney disease, family social support, hemodialysis, self-
management
Bibliography :9Books (2010-2018)
14 Journals (2010-2019)
5 Websites (2017-2018)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia Nya serta Shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan literature review
yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Self-Management
Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis : Literature Review” yang diajukan
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan di Universitas
Bhakti Kencana.
Dalam penyusunan literature review ini penulis mendapat bantuan dari
beberapa pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan keberkahan dan kemudahan dalam
pembuatan literature review ini.
2. H. Mulyana, S.H., M.Pd., MH.Kes., selaku kepala Yayasan Adhi Guna
Kencana.
3. Dr. Entis Sutrisno, MH.Kes., Apt., selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana.
4. Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana.
5. Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana.
viii
6. Titin Mulyati, S.Kp., M.Kep., selaku pembimbing I yang selalu membimbing,
mengarahkan, dan memberi saran kepada penulis serta memberikan solusi
pada setiap kesulitan dalam penulisan literature review ini.
7. Rizki Muliani, S.Kep., Ners., MM., selaku pembimbing II yang selalu
membimbing, mengarahkan, dan memberi saran kepada penulis serta
memberikan solusi pada setiap kesulitan dalam penulisan literature review
ini.
8. Seluruh Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana yang telah memberikan pengetahuan yang sangat
bermanfaat selama masa perkuliahan.
9. Keluarga tersayang: Alm. Mama (Sukarmi), Bapak (Djuliantoro) dan Kakak
(Nur Intan Fajarin) yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta
motivasi dalam penulisan literature review ini.
10. Sahabat-sahabat tercinta dan tersayang : Rafi, Ciroh, Eka, Linda, Dila, Ina,
Ila, Ghina, Siska, Lani, Emi, Uwik, Winda, Rizki dan seluruh teman-teman
kelas A angkatan 2016.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
literature review ini sehingga segala kritik dan saran yang membangun akan
diterima peneliti untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata penulis berharap
semoga literature review ini dapat memberikan manfaat kepada penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Bandung, Agustus 2020
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR BAGAN xii
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal 9
2.1.1 Anatomi Ginjal 9
2.1.2 Fisiologi Ginjal 10
2.2 Penyakit Gagal Ginjal 11
2.3 Konsep Gagal Ginjal Kronik 12
2.3.1 Definisi 12
2.3.2 Etiologi 13
2.3.3 Stadium Gagal Ginjal Kronik 13
2.3.4 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik 14
2.3.5 Manifestasi Klinis 15
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang 16
x
2.3.7 Komplikasi 16
2.3.8 Penatalaksanaan 17
2.4 Konsep Hemodialisis 19
2.4.1 Definisi Hemodialisis 19
2.4.2 Tujuan Hemodialisis 19
2.4.3 Prinsip Hemodialisis 20
2.4.4 Komplikasi Hemodialisis 20
2.5 Konsep Self Management 22
2.5.1 Definisi Self Management 22
2.5.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Self Management 22
2.5.3 Tujuan Self Management 24
2.5.4 Manfaat Self Management 25
2.5.5 Prinsip Self Management 25
2.5.6 Dimensi Self Management 26
2.6 Konsep Dukungan Sosial Keluarga 26
2.6.1 Definisi Dukungan Sosial Keluarga 26
2.6.2 Jenis Dukungan Sosial Keluarga 27
2.6.3 Tujuan Dukungan Sosial Keluarga 29
2.6.4 Sumber-Sumber Dukungan Sosial Keluarga 29
2.7 Penelitian-Penelitian Terkait 30
2.8 Kerangka Konseptual 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian 34
3.2 Variabel Penelitian 34
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 35
3.4 Tahapan Literatur Review 37
3.5 Analisa Data 43
3.6 Etika Penelitian 44
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 45
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 46
4.2 Pembahasan 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 62
5.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 64
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Metode PICO Hubungan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Self-Management Pada Pasien Yang Menjalani
Hemodialisis: Literature Review 38
Tabel 3.2 Penilaian Hasil Uji Kelayakan Joanna Briggs Institute (JBI) 41
Tabel 4.1 Penilaian Kritis Tentang Hubungan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Self-Management Pada Pasien Hemodialisis 46
xiii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan
Self-Management Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis 33
Bagan 3.3 Prisma Flow Diagram 43
xiv
DAFTAR SINGKATAN
AMA : Style (American Medical Association)
APA : Style (American Psychological Association)
CKD : Chronic Kidney Disease
ESRD : (End Stage Renal Disease)
IEE : Style (Institute of Electrical Engineers)
JBI : (Joanna Briggs Institute)
K/DOQI : (Kidney Disease Outcomes Qualitiy Intiative)
MLA : Style (Modern Language Association)
PGK : Penyakit Ginjal Kronik
WHO : (World Health Organization)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran II Instrumen Joanna Briggs Institute (JBI) Hubungan Sosial
Keluarga Dengan Self-Management Pada Pasien Yang
Menjalani Hemodialisis
Lampiran III Catatan Bimbingan Skripsi
Lampiran IV ACC Sidang Akhir
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) kesehatan merupakan keadaan
sempurna dari fisik, mental, sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit,
kelemahan dan kecacatan. Kondisi kesehatan dapat menurun jika seseorang
mengalami suatu penyakit yang bersifat progresif, salah satu penyakit
tersebut yaitu penyakit ginjal kronik. Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
merupakan masalah kesehatan di dunia yang sering terjadi, di mana
prevalensi dan insidensi semakin meningkat. Menurut United States Renal
Data System (Sistem Data Ginjal AS) tahun 2018 menunjukkan bahwa pada
tahun 2016 orang dirawat dengan ESRD (End Stage Renal Disease) totalnya
sebanyak 726.331 orang yang terus meningkat sekitar 20.000 kasus per tahun.
Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit ginjal kronik
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan
meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2017). Di Indonesia angka prevalensi tertinggi
yaitu di provinsi DKI Jakarta sebesar 38,7% disusul oleh provinsi Bali, DIY,
dan Jawa Barat masuk pada urutan 12 Provinsi tertinggi dengan diagnosa
penyakit ginjal kronik.
PGK merupakan suatu penyakit tidak menular di mana terjadinya
penurunan fungsi ginjal secara menahun dan mengarah pada kerusakan
jaringan ginjal. Kondisi klinis yang memungkinan terjadinya PGK bisa
disebabkan dari faktor ginjal sendiri ataupun faktor dari luar ginjal (Astuti,
2
2018). PGK merupakan suatu gangguan dengan hilangnya fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
terjadinya destruksi pada struktur organ ginjal secara progresif atau bertahap
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin, 2014). Manifestasi klinis yang sering terjadi yaitu hipotensi,
kram, kelelahan, nyeri dada, nyeri pinggang, gatal, demam dan
ketidakseimbangan elektrolit (Wijayanti, 2017).
Penatalaksanaan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
serta mencegah terjadinya komplikasi yaitu dengan dialisis yang terdiri dari
hemodialisis dan dialisis peritoneal serta dapat dilakukan dengan transplantasi
ginjal, namun terapi yang sering dilakukan yaitu terapi hemodialisis
(Muttaqin, 2011). Pasien dengan ESRD yang melakukan transplantasi ginjal
sebanyak 2,8%, yang menjalani hemodialisis sebanyak 87,3% dan yang
menjalani dialisis peritoneal sebanyak 9,7% (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Menurut data Indonesia Renal Registry (2018) jumlah pasien baru
terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan jumlah unit
HD, pasien baru sebanyak 66.433 pasien, sedangkan pasien aktif sebanyak
132.142 pasien. Hasil prevalensi pasien PGK berdasarkan hasil Riskesdas
(2018) yang pernah melakukan atau sedang menjalani hemodialisis dan
terdiagnosis PGK sebesar 19,3%. Di provinsi Jawa Barat pada tahun 2018
jumlah pasien aktif sebanyak 33.828 pasien dan pasien baru sebanyak 14.771
pasien (Indonesia Renal Registry, 2018).
3
Menurut Astuti (2018) hemodialisis merupakan tindakan penyaringan
zat-zat sisa metabolisme dengan menggunakan alat yang disebut dengan
dialyzer. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeliminasi sisa produk metabolisme
protein sehingga mampu mempertahankan kondisi homeostasis tubuh. Pasien
ESRD (End Stage Renal Disease) yang menjalani hemodialisis mengalami
masalah yang kompleks terkait dengan tindakan hemodialisis atau penyakit
ginjal tersebut yang sudah pada tahap akhir.
Pasien yang menjalani hemodialisis akan mengalami komplikasi atau
dampak fisik yaitu hipotensi, kram, kelelahan, kelemahan, nyeri dada, nyeri
pinggang, gatal, demam, menggigil, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit
(Wijayanti, 2017). Komplikasi atau dampak fisik yang sering terjadi yaitu
kelelahan dan kelemahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk
menghadapi berbagai masalah yang timbul dari komplikasi penyakit dan dari
proses dialisis pasien PGK membutuhkan managemen diri (self-management)
yang efektif dan konsisten untuk mengurangi kematian dan komplikasi serta
dapat meningkatkan kualitas hidup (Gela et al., 2018). Menurut Donald et.al.,
(2019) Self-management pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis
merupakan serangkaian proses dan tugas yang kompleks melibatkan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri pasien untuk
mengelola penyakitnya, mengidentifikasi dan mengakses sumber daya yang
mendukung, serta belajar untuk mengatasi kondisi tersebut, termasuk dalam
hal dampaknya terhadap individu dan konsekuensi emosional dari penyakit.
4
Pasien PGK mengandalkan perawatan hemodialisis sepanjang hidup
mereka. Jika perawatan dikelola dengan baik, akan mudah bagi pasien dalam
mengurangi beban dan ketergantungan pada orang lain dalam kegiatan sehari-
hari (Emaliyawati, 2018). Pasien hemodialisis membutuhkan managemen diri
yang baik dalam proses hemodialisis untuk menghindari lebih banyak
komplikasi yang lebih parah seperti pengendalian pertambahan berat badan
antara periode hemodialisis, dan nilai-nilai laboratorium; hemoglobin, urea
dan kreatinin. Manajemen diri tersebut termasuk pembatasan cairan, diet gizi,
manajemen obat, dan olahraga (Welch et al., 2014).
Menurut Griva et al (2011) prevalensi ketidakpatuhan pada pasien
hemodialysis dari 284,9 per juta penduduk (pmp) meliputi 10% - 60% untuk
asupan cairan, 2% - 57% untuk saran diet, antara 0 - 35% untuk sesi dialisis
dan 19% - 99% tidak patuh dalam pengobatan. Dampak ketidakpatuhan
pasien hemodialisis dalam melakukan pengontrolan cairan akan menimbulkan
kelebihan volume cairan tubuh, tanda-tanda yang dapat ditimbulkan seperti
edema, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri pada jantung dan hal ini
mengakibatkan progresifitas penurunan status kesehatan, penurunan quality
of life dan berujung pada kematian dini.
Smeltzer & Bare dalam Rahma (2017), pasien hemodialysis yang
tidak patuh dalam melakukan pengontrolan mengakibatkan kenaikan berat
badan yang cepat (melebihi 5%), edema, ronkhi basah dalam paru-paru,
kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh volume
cairan yang berlebihan. Dampak dari ketidakpatuhan penderita tersebut dapat
ditangani melalui pendekatan perbaikan self-management (Griva et.al., 2011).
5
Penelitian yang dilakukan Gela et al., (2018) mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan managemen diri pada pasien penyakit ginjal
stadium akhir yang sedang menjalani hemodialisis antara lain faktor
sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan, dan
faktor-faktor terkait penyakit seperti lamanya hemodialisis, penghasilan
keluarga serta dukungan sosial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriani
(2016) sebanyak 47,6% keluarga kurang peduli dengan kebutuhan dan
keinginan yang berkaitan dengan kelancaran program pengobatan pada pasien
hemodialisis. Sehingga dukungan dari keluarga begitu penting dalam proses
perawatan pasien yang menjalani hemodialisis. Dukungan sosial keluarga
sangat dibutuhkan pada pasien yang mengalami penyakit kronis karena
keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dengan pasien gagal
ginjal kronik sehingga dapat membantu, mengontrol dan membentuk perilaku
termasuk dalam hal ini perilaku self-management. Dukungan keluarga yang
baik memberi makna secara signifikan pada peningkatan self-management
pasien hemodialisis, sehingga akan membantu pasien mencapai derajat
kesehatan yang lebih baik (Wijayanti, 2017).
Bentuk dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisis terdapat 4
dimensi yaitu dukungan emosional yang merupakan dukungan dengan
melibatkan ekspresi empati perhatian, dukungan informasi yaitu keluarga
memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang menyangkut dengan
penyakit gagal ginjal kronik, dukungan instrumental yaitu keluarga
membantu meliputi bantuan material, serta dukungan penghargaan yaitu
keluarga bertindak sebagai pembimbing dan pemecah masalah (Sarafino,
6
2011). Tingkat dukungan sosial yang lebih tinggi dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk memperoleh dan memahami informasi medis
dan dapat memilih sistem perawatan kesehatan yang akan menjadi sangat
penting untuk memfasilitasi pembentukan sikap dan perilaku sehat (Lora
et.al., 2011). Dengan dukungan dari keluarga dan pelayanan kesehatan, dapat
memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan hasil kesehatan
pasien gagal ginjal kronik (Donald et.al., 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2018), menjelaskan bahwa
jadwal kunjungan pasien hemodialisis untuk cuci darah relatif teratur, pasien
mendapatkan resep obat setiap bulan, jadwal pemeriksaan laboratorium
dilakukan setiap bulan secara rutin, namun tingkat kepatuhan pasien dalam
pembatasan cairan dan diet masih kurang serta kegiatan pendidikan oleh
perawat belum dijalankan secara khusus dan rutin. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
dengan self-management pasien hemodialisis. Sementara penelitian yang
dilakukan oleh Busby (2019) yaitu motivasi yang diberikan dalam mengelola
kesehatan pasien gagal ginjal kronik (ESRD) dan harapan untuk hidup lebih
lama didukung dari anggota keluarga pasien gagal ginjal kronik.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian literature review tentang hubungan dukungan sosial keluarga
dengan self-management pada pasien yang menjalani hemodialisis.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang
diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan
antara dukungan sosial keluarga dengan self-management pada pasien yang
menjalani hemodialisis : literature review?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan review jurnal mengenai hubungan antara
dukungan sosial keluarga dengan self-management pada pasien yang
menjalani hemodialisis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien yang menjalani
hemodialisis.
2. Mengidentifikasi self management pada pasien yang menjalani
hemodialisis.
3. Mengetahui adanya hubungan dukungan keluarga dengan self
management.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan dalam
pengembangan informasi mengenai dukungan sosial dari keluarga
8
yang dapat mempengaruhi self-management untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis.
2. Bagi Universitas Bhakti Kencana
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan informasi
bagi instansi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan, mengenai hubungan dukungan sosial keluarga
dengan self-management pada pasien yang menjalani hemodialisis.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan terhadap
anggota keluarga dan pasien sehingga pasien hemodialisis dapat
membentuk self-management yang efektif.
2. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat menambah wawasan perawat terhadap
pentingnya dukungan sosial keluarga dalam membentuk self-
management pasien yang menjalani hemodialisis.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan faktor-faktor lain yang
dapat berhubungan dengan self-management pada pasien yang
menjalani hemodialisis.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang berbentuk seperti kacang
merah yang berukuran panjang sekitar 11 cm, lebarnya sekitar 5-6 cm
dan tebalnya sekitar 3-4 cm. Ginjal terletak di rongga belakang
abdomen, jumlah ginjal berjumlah sepasang yaitu di kanan dan kiri
tulang vertebra. Letak ginjal kanan lebih rendah dibandingkan dengan
ginjal kiri karena pada ginjal kanan terdapat lobus hepar. Jaringan yang
membungkus ginjal terdapat 3 lapisan jaringan, yaitu lapisan terdalam
disebut kapsula renalis, lapisan kedua disebut adiposa dan lapisan
terluar disebut fascia renal. Fungsi dari ketiga lapisan jaringan ini yaitu
sebagai pelindung organ ginjal dari trauma dan dapat memfiksasi ginjal.
(Tortora dan Derrickson, 2011).
Struktur ginjal cukup unik, yaitu terdiri atas pembuluh darah dan
unit penyaring. Proses penyaring terjadi pada bagian kecil di dalam
ginjal yang disebut nefron. Setiap ginjal memiliki sekitar 1 miliar
nefron. Nefron yang terdapat pada ginjal terdiri atas pembuluh-
pembuluh darah kecil yang saling berkaitan dengan saluran kecil pada
ginjal yang disebut dengan tubulus. Ginjal menghasilkan beberapa
hormon penting bagi tubuh yaitu hormon eritropoietin, hormon renin,
dan bentuk aktif vitamin D yang disebut dengan kalsitriol.
(Muhammad, 2012).
10
2.1.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang memiliki peran sebagai
pengatur kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Hal ini dilihat
dari fungsi ginjal itu sendiri yaitu sebagai pengatur air, mengatur
konsentrasi garam di dalam darah, dan mengatur keseimbangan asam
dan basa darah serta mengatur ekskresi bahan buangan atau kelebihan
garam di dalam tubuh. Proses keseimbangan air di dalam ginjal diawali
oleh glomerulus yang fungsinya sebagai penyaring cairan, kemudian
cairan tersebut mengalir ke tubulus renalis dan sel-sel pada ginjal
menyerap semua bahan yang masih dibutuhkan oleh tubuh (Damayanti,
2015).
Ginjal adalah suatu organ yang memiliki kemampuan luar biasa
dan berbeda dengan fungsi organ lainnya. Sebuah referensi menjelaskan
bahwa ginjal mampu menyaring zat-zat yang tidak terpakai (zat
buangan atau sampah/limbah) sisa metabolisme tubuh. Ginjal setiap
harinya memproses darah yang masuk ke dalam ginjal dan
menghasilkan sejumlah limbah serta cairan berlebih dalam bentuk urin.
Urin tersebut nantinya akan dalirkan melalui ureter menuju kandung
kemih dan disimpan sebelum dikeluarkan saat ingin buang air kecil.
Selain menyaring darah, ginjal menyaring pula intake makanan dan
sekaligus mengeluarkan molekul-molekul yang sudah tidak dibutuhkan
oleh tubuh dalam bentuk toksin (racun). Toksin atau racun akan
menumpuk di dalam darah apabila fungsi ginjal terganggu sehingga
11
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada tubuh (Muhammad,
2012).
2.2 Penyakit Gagal Ginjal
Penyakit gagal ginjal merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya fungsi organ ginjal, sehingga ginjal tidak dapat menyaring zat-zat
pembuangan elektrolit pada tubuh. Selain itu, organ ginjal ini juga tidak dapat
menjaga keseimbangan antara cairan dan zat kimia tubuh, seperti sodium dan
kalium yang ada di dalam darah atau produksi urin. Penyakit ginjal tidak
menular, namun menyebabkan kematian. Bahkan, sebagian besar penderita
tidak merasakan keluhan atau tanda gejala apa pun sebelum ia kehilangan 90%
fungsi pada ginjalnya. Penyakit ini dapat menyerang siapapun, terlebih
penderita penyakit serius atau luka yang berdampak terhadap fungsi ginjal
secara langsung. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami oleh kaum dewasa,
terutama orang-orang berusia lanjut (Muhammad, 2012).
Sementara itu, menurut Muhammad (2012) penyakit gagal ginjal
dibedakan menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut (GGA) dan gagal ginjal kronis
(GGK), sebagai berikut:
1. Penyakit Gagal Ginjal Akut (GGA)
Penyakit gagal ginjal akut merupakan penyakit yang terjadi akibat
adanya kelainan pada organ ginjal secara kompleks, sehingga
kemampuannya atau fungsinya dalam membersihkan zat-zat toksik (racun)
di dalam darah menjadi menurun. Hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya penimbunan limbah atau zat metabolisme di dalam darah.
12
2. Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal dengan proses
kerusakan ginjal yang terjadi selama rentang waktu lebih dari tiga bulan.
Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma atau gejala klinis, yaitu
laju filtrasi glomerular berada di bawah 60 ml/men/1.73 m2 atau diatas
nilai tersebut yang disertai dengan terjadinya kelainan sedimen urine.
Selain itu, adanya batu ginjal yang terjadi juga dapat menjadi indikasi
terjadinya gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan, seperti
hiperoksaluria dan sistinuria.
2.3 Konsep Penyakit Ginjal Kronik
2.3.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang
disebabkan karena kegagalan fungsi pada organ ginjal yaitu
mempertahankan metabolisme dalam tubuh serta keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat destruksi pada struktur ginjal yang bersifat
progresif dan manifestasinya yaitu penumpukan sisa metabolit di dalam
darah (Arif & Kumala, 2011).
Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan penyakit
gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron ginjal
(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible) (Price &
Wilson, dalam Nanda, 2018).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan terjadinya penurunan
13
fungsi pada ginjal yang bersifat progresif dan mengarah pada kerusakan
ginjal serta dapat menyebabkan penumpukan sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh.
2.3.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit ginjal kronik dari total kasus penyakit
ginjal kronik 65% disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes.
Selain itu ada beberapa penyebab lainnya menurut (Muhammad, 2012)
1. Penyumbatan saluran kemih
2. Kelainan ginjal (penyakit ginjal polikistik)
3. Kelainan autoimun (lupus eritematosus sistemik)
4. Penyakit pembuluh darah
5. Bekuan darah pada ginjal
6. Cedera pada jaringan ginjal dan sel-sel
7. Glomerulonefritis
8. Nefritis interstisial akut
9. Akut tubular nekrosis
2.3.3 Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium penyakit ginjal kronik terdapat 4 stage berdasarkan
tingkat laju filtrasi glomerulus (GFR). Penyakit ginjal kronik berkaitan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR), stadium-stadium
tersebut menurut (Arif & Kumala, 2011) adalah sebagai berikut:
1. GFR turun 50% dari normal, terjadi penurunan cadangan ginjal.
14
2. GFR turun menjadi 20-35% dari normal, terjadi insufisiensi ginjal
yaitu nefron-nefron yang masih berfungsi mengalami kerusakan
akibat menahan beratnya beban yang diterimanya.
3. GFR <20% dari normal, terjadi gagal ginjal karena nefron banyak
mengalami kematian.
4. GFR <5% dari normal, terjadi gagal ginjal terminal karena nefron
yang berfungsi hanya tersisa sedikit, ditemukan pada ginjal
jaringan parut dan tubulus mengalami atrofi.
2.3.4 Patofisiologi
Menurut Kidney Disease Outcomes Qualitiy Intiative (K/DOQI)
Of National Kidney Foundation (2016), terdapat dua penyebab utama
dari penyakit ginjal kronik yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi,
yang bertanggung jawab untuk sampai 2/3 kasus. Diabetes terjadi
apabila gula darah terlalu tinggi, sedangkan tekanan darah tinggi terjadi
apabila tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat.
Patofisiologi Penyakit ginjal kronik dimulai pada fase awal
gangguan keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan
zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun dari 25% normal, manifestasi gagal ginjal
kronik mungkin minimal karna nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorsi, dan sekresi, serta mengalami
hipertrofi. Nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat
sehingga nefron tersebut ikut rusak dan mati. Pada saat penyusutan
15
progresif pada nefron, membentuk jaringan parut dan aliran darah ke
ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan
kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi maka
terjadilah peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi ini akan
semakin buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai
respons dari kerusakan nefron secara pogresif menyebabkan fungsi
ginjal menurun secara drastis dengan manifestasi penumpukan
metabolik - metabolik yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi
sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak
manifestasi pada setiap organ tubuh (Arif & Kumala. 2011).
2.3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada penyakit ginjal kronik tidak begitu
spesifik dan sering ditemukan manifestasi klinik pada tahap akhir
penyakit. Pada stadium awal biasanya tidak ditemukan gejala, namun
pada End Stage Renal Disease (ESRD) melibatkan beberapa organ
menurut (Tanto, 2014) yaitu:
1. Gangguan keseimbangan cairan tubuh seperti: oedema perifer,
efusi pleura, hipertensi, dan asites.
2. Gangguan elektrolit dan asam basa seperti: tanda dan gejala
terjadinya hyperkalemia, asidosis metabolik (nafas Kussmaul), dan
hiperfosfatemia.
3. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: mual, muntah, gastritis,
ulkus peptikum, malnutrisi.
16
4. Kelainan kulit seperti kulit tampak pucat, kering, pruritus, dan
ekimosis.
5. Gangguan metabolik endokrin seperti: dislipidemia, gangguan
metabolik glukosa, dan gangguan hormon seks.
6. Gangguan hematologi: anemia, gangguan homeostatis.
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tanto (2014), pemeriksaan penunjang yang akan
digunakan, antara lain:
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti: ureum meningkat, kreatinin
serum meningkat.
b. Pemeriksaan elektrolit seperti: hyperkalemia, hipokalsemia,
hipermagnesemia.
c. Pemeriksaan kadar glukosa darah dan profil lipid dalam darah
seperti: hiperkolestrolemia, hipertrigliserida, dan meningkatnya
LDL.
d. Analisis gas darah seperti: asidosis metabolik (pH menurun, HCO3
menurun).
2.3.7 Komplikasi
Penyakit ginjal kronik menyebabkan berbagai macam
komplikasi menurut Muhammad (2012), yaitu:
1. Hiperkalemia
Diakibatkan karena adanya penurunan eksresi asidosis metabolik.
2. Perikarditis dan temponade jantung
3. Hipertensi
17
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium.
4. Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritoprotein, rentang usia sel darah
merah, dan perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
5. Penyakit Tulang
Penyakit tulang dapat disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D menjadi abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
2.3.8 Penatalaksanaan
Tujuan penalataksanaan adalah untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dan mencegah terjadinya komplikasi, yaitu sebagai
berikut (Muttaqin, 2011).
a. Dialisis
Terapi dialisis merupakan salah satu terapi yang dapat dilakukan
yang bertujuan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang lebih
serius seperti komplikasi terjadinya hyperkalemia, perikarditis, dan
dapat terjadi kejang-kejang. Dengan dilaksanakan terapi dialisis
dapat memperbaiki abnormalitas biokimia dalam tubuh yang
menyebabkan cairan protein dan natrium dapat dikonsumsi secara
bebas, juga dapat menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu dalam penyembuhan luka. Dialisis atau sering dikenal
dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan
untuk menggati ginjal sebagai proses metabolisme. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
18
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Terapi dialisis terdiri dari dua
jenis yaitu:
a) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis yang menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan, pada proses ini,
darah akan di pompa keluar dari tubuh dan masuk kedalam mesin
dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah di bersihkan dari zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan darah
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Proses ini dilakukan 1 – 3 kali
seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya dibutuhkan waktu
selama 2-4 jam.
b) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring.
b. Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien Penyakit
ginjal kronik maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Namun metode ini jarang dilakukan karena keterbatasan pendonor.
19
2.4 Konsep Hemodialisis
2.4.1 Definisi
Hemodialisis adalah suatu proses atau cara untuk mengeluarkan
zat-zat sisa metabolisme yang tidak dibutuhkan kembali oleh tubuh
berupa larutan dan air yang terdapat dalam darah, dikeluarkan melewati
membrane semipermeabel atau melalui alat yang disebut dengan
dialyzer. Dialyzer merupakan alat dialisis yang berupa tabung plastik
besar yang terdiri dari kompartmen darah dan kompartmen dialysate
yang bagiannya dipisahkan oleh membran semipermeabel dan terdiri
dari ribuan serat-serat kecil dimana darah yang dipompa dari tubuh
akan melewatinya (Cahyaningsih, 2011).
Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas
metabolik penyakit ginjal, oleh karena itu pasien yang menderita
Penyakit ginjal kronik harus menjalani dialisa sepanjang hidupnya
(Smeltzer & Bare, 2013).
2.4.2 Tujuan Hemodialisis
Hemodialisis tidak mengatasi masalah pada sistem organ yang
terserang akibat penyakit ginjal kronik. Tujuan utama dilakukannya
tindakan hemodialisis yaitu untuk mengembalikan kembali
keseimbangan antara cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler yang
terganggu di dalam tubuh akibat dari fungsi ginjal yang mulai rusak
(Himmelfarb & Ikizler, 2010).
20
2.4.3 Prinsip Hemodialisis
Tindakan hemodialisis memiliki tiga prinsip yaitu: difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Zat-zat sisa dari proses metabolisme yang ada
di dalam darah kemudian di keluarkan dengan cara berpindah yaitu
berpindah dari darah yang mempunyai konsentrasi tinggi ke dialisat
yang mempunyai konsentrasi rendah. Air yang berlebihan di dalam
darah akan dikeluarkan dalam tubuh dengan melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient
tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat).
Gradient tekanan ini dapat meningkat yaitu dengan cara melalui
tekanan-tekanan negative yang kemudian dapat ditingkatkan, proses ini
dapat disebut juga dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan
negative ini sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan
memfasilitasi pengeluaran air sehingga dapat tercapainya keseimbangan
(Brunner & Suddart, 2010).
2.4.4 Komplikasi Hemodialisis
Selama menjalankan proses hemodialisis sering muncul
komplikasi yang berbeda-beda untuk setiap pasien hemodialisis.
Menurut Brunner dan Suddart (2010) komplikasi selama hemodialisis
adalah :
1. Intradialytic Hypotension (IDH)
Intradialytic Hypotension adalah kondisi dimana tekanan darah
menjadi menurun atau rendah yang terjadi saat proses hemodialisis
21
sedang berlangsung. IDH terjadi karena penyakit diabetes millitus,
kardiomiopati, left ventricular hypertrophy (LVH), status gizi
kurang baik, albumin rendah, kandungan Na dialysate rendah,
tingginya target penarikan pada cairan atau target ultra filtrasi, berat
badan kering yang terlalu rendah dan usia diatas 65 tahun.
2. Kram Otot
Kram otot merupakan kondisi yang terjadi selama hemodialisis,
terjadinya karena target pada ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan
kandungan Na dialysate yang terlalu rendah.
3. Mual dan Muntah
Komplikasi ini jarang terjadi hanya kondisi mual dan muntah saja,
melainkan sering menyertai kondisi lain seperti hipotensi dan ini
merupakan salah satu presensi klinik terjadinya sindrom yang
disebut disequillibrium syndrom. Bila tidak disertai gambaran klinik
lainnya harus dicurigai terjadinya penyakit hepar atau
gastrointestinal.
4. Sakit Kepala
Penyebab dari sakit kepala tidak jelas, tetapi kondisi seperti ini
dapat berhubungan dengan kondisi dialisat acetat disequillibrium
syok syndrome (DDS).
5. Emboli Udara
Emboli udara yang terjadi dalam proses hemodialisis adalah
masuknya udara kedalam pembuluh darah yang terjadi selama
proses hemodialisis.
22
6. Hipertensi
Keadaan seperti hipertensi sering terjadi selama proses
hemodialisis, kondisi ini bisa diakibatkan karena kelebihan cairan,
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan natrium dan
kalsium disebabkan karena erythropoietin stimulating agents dan
pengurangan obat anti hipertensi.
2.5 Konsep Self-Management
2.5.1 Definisi
Self-Management atau managemen diri merupakan kemampuan
individu untuk mengelola gejala, pengobatan, perubahan gaya hidup
dan konsekuensi fisik dan psikososial dari kondisi kesehatan terutama
pada penyakit kronis (Gela, 2018).
Manajemen diri dapat didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang untuk mengelola kondisi penyakit secara holistik dan
perubahan gaya hidup yang harus dijalani terkait dengan penyakit
kronis. Manajemen diri penting pada pasien yang hidup dengan gagal
ginjal kronik mencegah memburuknya penyakit (Emaliyawati, 2018).
2.5.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Self-Management
Ghaddar (2012) mengembangkan sebuah model terkait
karakteristik individu yang dapat dikategorikan sebagai faktor prediktor
atau faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan self-care pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis, yaitu:
23
a. Usia
Perbedaan tingkat kemampuan self care dapat dibedakan
karena pengaruh usia, hal ini berhubungan dengan berbagai
keterbatasan fisik maupun kerusakan fungsi sensori yang dimiliki
setiap individu.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda, berbeda
dalam cara berespon, bertindak, dan bekerja dalam situati yang
mempengaruhi setiap segi kehidupan. Oleh karena itu, mengenai
sejauh mana hasil pembelajaran dipengaruhi oleh perbedaan gender
hingga kini masih dikaji dan dipertanyakan.
c. Tingkat Pendidikan
Perbedaan tingkat pendidikan seseorang sering
dihubungkan dengan pengetahuan. Seseorang yang pendidikannya
lebih tinggi diasumsikan lebih mudah memahami dan menyerap
informasi yang didapat sehingga seseorang tersebut dapat
berperilaku positif seperti dalam hal mengembangkan kemampuan
dan meningkatkan kualitas pribadinya.
d. Lama Hemodialisis
Lamanya seseorang mengalami penyakit kronis dalam
perawatannya seperti hemodialisis dapat mempengaruhi kepatuhan
seseorang. Pengaruh dari sakit yang lama dapat merubah pola
hidup yang kompleks serta komplikasi yang sering muncul sebagai
dampak sakit yang dapat mempengaruhi bukan hanya pada fisik
24
pasien, namun lebih kepada emosional, psikologis serta sosial
pasien.
e. Penghasilan Keluarga
Penghasilan sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi
seseorang. Bagi pasien hemodialisis pada usia dewasa yang hidup
dalam kondisi sosial ekonomi rendah dan tidak memiliki
pendapatan tambahan selain gaji (apabila bekerja), ia akan
mengalami beberapa kesulitan dalam aspek self care.
f. Dukungan Sosial
Sumber dukungan sosial yang terpenting adalah dari
keluarga. Keluarga memiliki hubungan yang kuat dengan pasien.
Keberadaan keluarga berada didekat pasien mampu memberikan
semangat dan motivasi yang sangat bermakna pada pasien disaat
pasien memiliki berbagai permasalahan mengenai perubahan pola
kehidupan yang sedemikian rumit.
2.5.3 Tujuan Self-Management
Menurut Nuzul (2016) tujuan self-management adalah agar
individu khususnya pasien hemodialisis dapat menempatkan dirinya
dalam situasi-situasi yang menghambat tingkah laku yang hendak
mereka hilangkan dan untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah
yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini pasien hemodialisis dapat
mengelola pikiran, perasaan dan perbuatan mereka sehingga mendorong
pada pengindraan terhadap hal-hal yang tidak baik yang tidak
diharapkan.
25
2.5.4 Manfaat Self Management
Manfaat self management menurut Nuzul (2016) adalah sebagai
berikut:
1. Membantu individu dalam mengelola dirinya sendiri baik dalam
pikiran, perasaan dan perbuatan sehingga individu tersebut dapat
berkembang secara optimal.
2. Dengan melibatkan langsung individu secara aktif maka individu
tersebut akan menimbulkan perasaan bebas dari kontrol orang lain.
3. Dengan meletakkan tanggung jawab perubahan sepenuhnya kepada
individu, maka individu akan menganggap bahwa perubahan yang
terjadi ini karena usaha dirinya dan bertahan lebih lama.
4. Individu dapat semakin mampu untuk menjalani hidup yang
diarahkan oleh dirinya sendiri dan tidak bergantung pada konselor
untuk membantu dalam masalah mereka.
2.5.5 Prinsip Self Management
Setiap Individu memiliki prinsip dalam dirinya masing-masing
sehingga dapat mengelola hal-hal yang terjadi pada dirinya. Prinsip-
prinsip self management tersebut adalah sebagai berikut:
1. Self Regulation, dimana individu cenderung dapat menjadi lebih
waspada ketika perilakunya mereka dapat mendatangkan
konsekuensi yang tidak diharapkan.
2. Self Kontrol, individu tetap memiliki komitmen dan menjalankan
program perubahan dalam perilakunya meskipun salah satu sisi
26
dalam individu tersebut mengalami konsekuensi yang tidak
mengenakan bagi dirinya.
3. Self Attribution, individu percaya bahwa dirinya memiliki tanggung
jawab atas terjadinya sesuatu dan memiliki keyakinan dalam meraih
kesuksesan karena kemampuan personalnya (Nuzul, 2016).
2.5.6 Dimensi Self Management
Menurut Curtin dan Mapes dalam Mahjubian (2018),
mendefinisikan manajemen diri sebagai upaya yang positif dari pasien
untuk mengawasi dan berpartisipasi dalam perawatan kesehatan mereka
dalam mengoptimalkan kesehatan, mencegah terjadinya komplikasi,
mengendalikan gejala yang muncul, dan sumber daya medis.
Manajemen diri pada pasien yang menjalani hemodialisis mencakup
delapan dimensi sebagai berikut: saran untuk penyedia layanan
kesehatan, perawatan diri selama hemodalisis, pencarian informasi,
penggunaan terapi alternatif, manajemen gejala selektif, advokasi diri
asertif, manajemen peran dan tanggung jawab bersama.
2.6 Konsep Dukungan Sosial Keluarga
2.6.1 Definisi Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan sosial merupakan suatu dukungan atau bantuan yang
diberikan oleh teman, keluarga, atau lainnya kepada individu yang
sedang menghadapi situasi atau masalah yang menekan dan bertujuan
untuk membantu individu dalam pemecahan masalahnya maupun
mengurangi emosi yang disebabkan oleh permasalahan tersebut.
27
Dukungan sosial yang diberikan dari keluarga akan dapat membantu
individu dalam mengatasi kondisi atau masalahnya yang penuh tekanan
(Hamzah & Marhamah, 2015).
Dukungan sosial keluarga adalah bentuk hubungan interpersonal
yang didalamnya meliputi dukungan berupa sikap, tindakan dan
penerimaan terhadap anggota keluarganya, sehingga anggota keluarga
tersebut merasa ada yang memperhatikannya. Dukungan sosial dari
keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang sebagai
sesuatu yang dapat diakses atau diberikan untuk keluarga yang selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuannya jika sedang diperlukan
(Erdiana, 2015).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada
individu yang mengalami suatu permasalahan dibutuhkan dukungan
sosial dari individu yang lainnya karena untuk membantu mengatasi
permasalahan tersebut. Dukungan sosial keluarga sangatlah penting
untuk perkembangan manusia, dengan adanya dukungan sosial keluarga
individu merasa dirinya dihargai, dicintai, percaya diri dan individu
dapat merasa tenang.
2.6.2 Jenis Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Friedman dalam Sarafino (2011), menyatakan bahwa
fungsi utama keluarga yaitu sebagai sistem pendukung bagi anggota
keluarga lainnya. Dukungan sosial keluarga terdiri dari empat dimensi,
yaitu:
28
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional berfungsi sebagai tempat pemulihan atau
tempat istirahat yang nantinya dapat membantu anggota keluarga
dalam penguasaan emosi serta dapat juga meningkatkan moral dan
kedekatan dalam keluarga. Dukungan emosional ini dapat
melibatkan bebrapa ekspresi seperti: empati, perhatian, pemberian
semangat kepada anggota keluarga, kehangatan pribadi, memberi
cinta dan kasih sayang serta bantuan emosional.
2. Dukungan Informasi
Dalam dukungan informasi ini keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan disseminator atau sebagai penyebar dan pemberi
informasi tentang dunia atau tentang suatu penyakit. Dukungan
informasi ini diberikan oleh keluarga kepada individu atau anggota
keluarga yang lain dalam bentuk nasehat, memberikan saran dan
sebagai tempat diskusi tentang bagaimana cara dalam mengatasi
atau memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi.
3. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental ini merupakan dukungan yang diberikan
oleh keluarga secara langsung yang terdiri dari bantuan material
seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan atau memberikan
uang dan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah atau kegiatan
sehari-hari.
29
4. Dukungan Penghargaan
Dalam dukungan penghargaan keluarga bertindak sebagai sistem
pembimbing umpan balik, yaitu keluarga membimbing dan
memerantai pemecahan masalah anggota keluarganya dan
merupakan sumber validator identitas anggota. Dukungan
penghargaan dapat terjadi melalui ekspresi penghargaan yang
positif yang melibatkan pernyataan setuju dan penilaian terhadap
ide-ide.
2.6.3 Tujuan Dukungan Sosial Keluarga
Tujuan dukungan sosial keluarga yaitu dapat mengurangi dan
meningkatkan kesehatan mental suatu individu atau keluarga secara
langsung serta berfungsi sebagai strategi pencegahan untuk mengurangi
stress. Dukungan dari keluarga dapat membantu anggota keluarganya
berorientasi pada tugas yang sering kali diberikan oleh keluarga besar,
teman, ataupun tetangga. Bantuan dari keluarga besar juga dilakukan
dalam bentuk bantuan langsung, termasuk bantuan financial yang
diberikan terus menerus dan intermiten, seperti berbelanja, dalam
merawat anak, perawatan fisik pada lansia, melakukan tugas rumah
tangga dan bantuan praktis lainnya selama kondisi pasien dalam masa
kritis (Friedman, 2010).
2.6.4 Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial didapatkan dari beberapa sumber. Sumber-
sumber tersebut menurut Kahn & Antonoucci dalam Siregar (2010)
terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
30
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada
dan bersama dalam hidupnya untuk mendukung sepanjang
hidupnya. Seperti: keluarga dekat, pasangan suami/istri ataupun
teman-teman terdekat.
b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang
berperannya hanya sedikit dalam hidup dan cenderung berubah
sesuai waktu. Sunber ini didapat dari teman kerja, tetangga, dan
sanak keluarga.
c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang
berperan sangat sedikit dan jarang sekali memberi dukungan sosial
dan perannya sangat cepat berubah. Sumber ini didapatkan dari
supervisor tenaga ahli/professional dan keluarga jauh.
2.7 Penelitian-Penelitian Terkait
Self Management diawali dengan pemberian informasi oleh keluarga
atau pemberi pelayanan kesehatan terkait penyakit yang dialami oleh pasien
sehingga akan menghasilkan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh pasien
dirumah sebagai individu yang menjalani penyakit kronis. Komponen tugas-
tugas yang harus dilakukan individu dengan penyakit kronis seperti
manajemen pengobatan, manajemen emosi, manajemen perilaku kemampuan
problem solving (pengambilan keputusan), pemanfaatan sumberdaya,
hubungan dengan petugas kesehatan dan melakukan perawatan diri (Li, Jiang
& Lan, 2014).
31
Penelitian tentang self management dan motivasi pasien dengan
penyakit ginjal tahap akhir yang dilakukan oleh Wiles, Exeter dan Kenealy
(2019), Self-Management Action And Motivation Of Pacific Adults In New
Zealand With End-Stage Renal Disease : Dalam menghadapi diagnosis ESRD,
motivasi untuk mengelola sendiri kesehatan pasien didorong oleh harapan
untuk tetap hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat anggota keluarga
sebagai sumber daya untuk dukungan manajemen diri.
Penelitian tentang faktor-faktor terkait pasien dengan penyakit ginjal
stadium akhir salah satunya yang dilakukan oleh Gela dan Mengistu (2018),
Self-Management And Associated Factors Among Patients With End-Stage
Renal Disease Undergoing Hemodialysis At Health Facilities In Addis Ababa,
Ethiopia : Banyak faktor yang dapat mempengaruhi manajemen diri pasien
ESRD yang menjalani hemodialisis. Faktor-faktor terkait penyakit seperti
durasi frekuensi saat hemodialisis, komplikasi yang terjadi, pengetahuan
tentang hemodialisis, status psikologis (kecemasan dan depresi) serta
dukungan sosial.
Penelitian yang serupa diteliti oleh Astuti, Herawati dan Kariasa
(2018), “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Self Management Pada
Pasien Hemodialisis Di Kota Bekasi” : Hasil penelitian tersebut yaitu terdapat
hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan Self Management pada
pasien hemodialisis.
Penelitian terkait lain yang menunjukkan bahwa dukungan keluarga
mempengaruhi self management pasien hemodialisis diteliti oleh Wijayanti,
Dinarwiyata dan Timini (2017), “Self Management Pasien Hemodialisa
32
Ditinjau Dari Dukungan Keluarga Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya”:
disimpulkan bahwa dukungan yang baik dari keluarga dapat memberi makna
secara signifikan pada meningkatnya self care management pada pasien
hemodialisis, sehingga dapat membantu pasien hemodialisis mencapai derajat
kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.
Penelitian lain yang mendukung diteliti oleh Chen et.al (2017), “The
Roles Of Social Support And Health Literacy In Self-Management Among
Patients With Chronic Kidney Disease” : hasil penelitian tersebut yaitu literasi
kesehatan dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan perilaku self
management. Dukungan sosial memiliki daya penjelas yang relatif lebih besar
untuk pengelolaan diri daripada literasi kesehatan.
Penelitian lain yang terkait mengenai dukungan sosial keluarga dengan
self management diteliti oleh Donald et.al (2019), “Identifying Needs For Self-
Management Interventions For Adults With CKD And Their Caregivers: A
Qualitative Study” : kesimpulan dalam penelitian ini adalah pentingnya
menempatkan diri pengasuh atau keluarga pasien untuk membantu pasien
dalam mengelola serta membantu memenuhi kebutuhan pasien dengan
penyakit CKD yang bertujuan untuk mendukung segala upaya mereka.
Adanya peluang untuk meningkatkan dukungan manajemen dengan
menangani bidang yang disarankan seperti pengetahuan, meningkatkan
berbagai informasi, dan memberikan dukungan nyata.
Penelitian lain yang terkait mengenai managemen diri pada pasien
hemodialisa diteliti oleh Purba, Emaliyawati dan Sriati (2018), “Self-
Management And Self-Efficacy In Hemodialysis Patients”: menjelaskan hasil
33
penelitian yang menemukan bahwa mayoritas pasien CHF dengan
hemodialisis di RS Advent Bandung memiliki manajemen diri yang baik dan
self-efficacy yang tinggi.
2.8 Kerangka Konseptual
Bagan 2.1
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Self Management Pada
Pasien Yang Menjalani Hemodialisis
Sumber : Friedman 2010, Britz & Dunn 2010, Ghaddar 2012, Wijayanti 2017
Gagal Ginjal Kronik
Pasien Hemodialisis Dapat
Mengoptimalkan Kesehatan
Dukungan Sosial
Keluarga
Self Management
Dukungan Keluarga:
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Informasi
3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Penghargaan
atau Penilaian
Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Self Management :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat Pendidikan
4. Lamanya
Hemodialisis
5. Penghasilan
Keluarga
6. Dukungan Sosial