dukungan keluarga

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Skizofrenia a. Definisi Skizofrenia Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronis yang di tandai oleh episode akut yang mencakup kondisi terputus dengan realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan prilaku yang aneh. Defisit residual dalam area kognitif, emosional, dan sosial dari fungsi-fungsi yang ada sebelum episode akut (Nevid, 2003). Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV bedasarkan American Psychiatric Association (APA) (1994) cit. Boyd dan Nihart (1998) menyatakan bahwa skizofrenia merupakan kumpulan dari gejala positif dan negatif yang timbul secara signifikan selama periode waktu 1 bulan/periode aktif tetapi tanda-tandanya berlangsung paling sedikit selama 6 bulan. Kata skizofrenia berasal dari bahsa Yunani yang berarti “split mind” atau pemikiran yang terpisah dan sering dihubungkan dengan ketidakseimbangan dopamin dalam otak dan defek lobus frontal serta keterkaitan penyebab genetik. Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar membingungkan atau menyimpan banyak teka-teki. Pada suatu saat,

Upload: sutrisno-sirezha

Post on 24-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: dukungan keluarga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Skizofrenia

a. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronis yang di

tandai oleh episode akut yang mencakup kondisi terputus dengan

realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi,

pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan prilaku yang

aneh. Defisit residual dalam area kognitif, emosional, dan sosial dari

fungsi-fungsi yang ada sebelum episode akut (Nevid, 2003).

Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV bedasarkan

American Psychiatric Association (APA) (1994) cit. Boyd dan Nihart

(1998) menyatakan bahwa skizofrenia merupakan kumpulan dari

gejala positif dan negatif yang timbul secara signifikan selama periode

waktu 1 bulan/periode aktif tetapi tanda-tandanya berlangsung paling

sedikit selama 6 bulan. Kata skizofrenia berasal dari bahsa Yunani

yang berarti “split mind” atau pemikiran yang terpisah dan sering

dihubungkan dengan ketidakseimbangan dopamin dalam otak dan

defek lobus frontal serta keterkaitan penyebab genetik.

Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar

membingungkan atau menyimpan banyak teka-teki. Pada suatu saat,

Page 2: dukungan keluarga

orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi dengan

sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realita, dan fungsi

secara baik dalam kehidupan balik, mereka kehilangan sentuhan

dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka

sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar (Wiramihardja,

2007)

b. Penyebab Skizofrenia

Menurut model stress-diathesis, ada integrasi dari faktor

biologis, psikososial, dan lingkungan yang membuat seseorang

memiliki kerentanan spesifik terhadap stres. Kondisi stres dapat

memicu berkembangnya gejala skizofrenia dalam diri seseorang.

Sumber stres dapat berupa biologis seperti infeksi, lingkungan seperti

kondisi stres keluarga, ataupun gabungan keduanya (Sadock &

Sadock, 2003).

Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyerang jiwa

manusia. Tapi walaupun demikian, faktor neurologist juga turut

berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Di bawah ini terdapat

beberapa sebab timbulnya skizofrenia, yaitu:

1) Sebab organis, yaitu adanya perubahan-perubahan pada struktur

system syaraf sentral.

2) Tipe pribadi yang schizothyme (pikiran yang kacau balau) atau

jasmaniah yang asthenis, dan mempunyai kecenderungan menjadi

skizofrenia.

Page 3: dukungan keluarga

3) Gangguan kelenjar-kelenjar; adanya disfungsi pada endokrin

seks, kelenjar adrenal dan kelenjar pituitary (kelenjar di bawah

otak). Atau akibat dari masa klimakterik atau menstruasi.

4) Adanya degenerasi pada energi mental. Hal ini didukung dengan

lebih dari separuh dari jumlah penderita skizofrenia mempunyai

keluarga yang psikotis atau sakit mental.

5) Sebab-sebab psikologis; kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan

salah. Individu tidak mempunyai adjustment terhadap

lingkungannya. Ada konflik-konflik antara Superego dan id

(Ardani, 2007).

c. Tanda dan Gejala Skizofrenia

Tidak ada gejala yang spesifik pada pendeita skizofrenia karena

semua gejala penyakit ini juga dapat ditemukan pada gangguan otak

lainnya dan gejala dapat berubah sepanjang waktu. Skizofrenia

dikarakteristikkan dengan gejala positif yakni halusinasi pendengaran,

delusi, dan gangguan berpikir, serta gejala negatif seperti

demotivation, self neglect, dan redue emotion (Nadeem et al., 2004).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak

mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik

dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala skizofrenia

dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif.

Page 4: dukungan keluarga

1) Gejala positif skizofrenia

a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

(tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif

bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap

menyakini kebenarannya.

b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada

rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-

suara atau bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada

sumber dari suara atau bisikan itu.

c) Kekacauan alam pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi

pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak

dapat diikuti alur pikiranya.

d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

e) Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba

hebat dan sejenisnya.

f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

g) Menyimpan rasa permusuhan

Gejala-gejala positif skizofrenia sebagaimana diuraikan

dimuka amat menggangu lingkungan (keluarga) dan merupakan

salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.

Page 5: dukungan keluarga

2) Gejala Negatif Skizofrenia

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita

skizofrenia adalah sebagai berikut:

a) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran

alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukan ekspresi.

b) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day

reaming).

c) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e) Sulit dalam berpikir abstrak

f) Pola pikir streotip.

g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan

tidak ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas

monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan

nafsu) (Hawari, 2009).

3) Gejala-gejalanya yang penting antara lain:

a) Dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi

disekitarnya. Tidak terlihat padanya reaksi emosional terhadap

orang yang terdekat kepadanya, baik emosi marah, sedih dan

takut. Segala sesuatu dihadapinya dengan acuh tak acuh.

Page 6: dukungan keluarga

b) Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan,

sangat sukar bagi orang untuk memahami pikiranya. Dan

penderita lebih suka menajuhi pergaulan dengan orang banyak,

dan suka menyendiri.

c) Mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar dan tidak

beralasan.

d) Sering terjadinya salah tanggapan atau terhentinya pikiran.

e) Halusinasi pendengaran, penciuman atau penglihatan, seakan-

akan penderita mendengar orang lain membicarakanya.

f) Penderita banyak putua asa dan merasa bahwa penderita adalah

korban kejahatan orang banya dan masyarakat.

g) Keinginan menjauhkan diri dari masyarakat, tidak mau bertemu

dengan orang dan sebaginya.

Respon emosional yang terjadi pada penderita skizofrenia

dapat berupa kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi

(alekstamia), kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau

kepedulian, dan ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk

mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

Penderita skizofrenia tampak adanya gerakan dan perilaku abnormal.

Gerakan abnormal seperti katatonia, kelenturan seperti lilin (waxy

fleksibility), efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan

antipsikotik, gerakan mata abnormal, meringis, kesulitan

melaksanakan tugas yang kompleks (apraksia), sengaja meniru

Page 7: dukungan keluarga

gerakan orang lain (ekopraksia), langkah yang tidak normal, dan

manerisme. Perilaku abnormal pada penderita skizofrenia ditunjukkan

dengan adanya deteriaorasi penampilan, agresi/agitasi, perilaku

stereotipik atau berulang, kurang energi dan dorongan, serta kurang

tekun dalam bekerja/sekolah (Stuart & Sundeen, 1998).

Menurut DSM IV cit. Sutatminingsih (2002), seseorang

dikatagorikan sebagai penderita skizofrenia apabila sekurang-

kurangnya selama 6 bulan telah menunukkan gejala-geala gangguan.

Periode 6 bulan tersebut dibagi menjadi 3 periode berdasarka gejala

yang tampak, yaitu: periode aktif selama sekurang-kurangnya 1 bulan,

periode prodormal/periode sisa sebelum periode aktif, dan periode

residual/periode sisa setelah periode aktif.

Periode prodormal ditandai dengan individu menunjukkan

gangguan-gangguan fungsi sosial dan interpersonal yang progresif.

Perubahan yang terjadi dapat berupa penarikan sosial,

ketidakmampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang

tidak rapi, emosi yang tidak sesuai perkembangan pikiran dan bicara

yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa, pengalaman persepsi yang

aneh, dan hilangnya inisatif dan energi. Periode aktif dimana paling

sedikit selama satu bulan, individu mengalami simptom psikotik, yaitu

halusinasi, delusi, pembicaraan dan tingkah laku yang tidak teratur,

dan terdapat tanda-tanda penarikan diri. Sedangkan pada periode

Page 8: dukungan keluarga

residual terdapat simptom seperti periode sebelumnya tetapi tidak

parah dan tidak mengganggu.

d. Tipe Skizofrenia

Tipe-tipe skizofrenia menurut DSM IV (1994) cit. Kaplan et

al. (1997) antara lain:

1) Tipe Paranoid

Skizofrenia tipe paranoid memiliki kriteria preokupasi

dengan satu atau lebih waham/halusinasi dengar yang menonjol

dan tidak ada gejala berikut ini yang meonjol seperti bicara

terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek

datar/tidak sesuai.

2) Tipe Terdisorganisasi

Skizofrenia tipe terdisorganisasi memiliki kriteria bicara

terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi, dan afek datar atau tidak

sesuai yang menonjol serta tidak memenuhi kriteria untuk tipe

katatonik.

3) Tipe Katatonik

Skizofrenia tipe katatonik memiliki gambaran klinis yang

didominasi oleh dua dari gambaran berikut ini:

a) Imobilitas motorik seperti yang ditunjukkan oleh katalepsi

(termasuk fleksibilitas lilin) atau stupor

b) Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak

bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

Page 9: dukungan keluarga

c) Negativisme yang ekstrim (suatu resistensi yang tampaknya

tanpa motivasi terhadap semua intruksi atau mempertahankan

postur yang kaku menentang semua usaha untuk digerakkan)

atau mutisme

d) Gerakan volunter yang aneh seperti mengambil postur yang

tidak lazim atau aneh secara disengaja (posturing), gerakan

stereotipik, manerisme yang menonjol

e) Ekolalia/ekopraksia merupakan dorongan kuat yang tidak

terkendalikan dari penderita gangguan jiwa untuk meniru

ucapan atau perbuatan yang dilakukan orang lain.

4) Tipe Tidak Tergolongkan

Skizofrenia tidak tergolongkan menunjukkan gejala yang

tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau

katatonik.

5) Tipe Residual

Skizofrenia tipe residual memiliki kriteria tidak adanya

waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku katatonik

terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol dan terdapat

gangguan seperti gejala negatif, ditemukan dalam bentuk yang

lebih lemah (misalnya keyakinan yang aneh dan pengalaman

persepsi yang tidak lazim).

Page 10: dukungan keluarga

e. Fase Skizofrenia

Gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan

meliputi beberapa fase dimulai dari prodromal (awal sakit), fase aktif,

dan keadaan residual (sisa).

1) Fase prodromal

Fase prodromal adalah periode terjadinya perubahan

perilaku sebelum gejala yang nyata muncul. Tanda dan gejala

fase prodromal bisa mencakup kecemasan, gelisah, merasa

diteror, atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien

didapatkan bahwa sebagian dari mereka mengeluhkan gejala

somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,

kelemahan, dan problem pencernaan, perubahan minat,

kebiasaan, perilaku, dan pasien mengembangkan gagsan abstrak,

filsafat dan keagamaan. Gejala prodromal tersebut dapat

berlangsung beberapa bulan beberapa tahun sebelum diagnosis

pasti skzofrenia ditegakkan (Sudiyanto, 2004; Kirkpatrick &

Tek, 2005).

2) Fase aktif

Fase skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang

nyata secara klinik, yakni kekacauan alam pkir, perasaan, dan

perilaku. Penilaian terhadap realita mulai terganggu dan

pemahaman dirinya buruk atau bahkan tidak ada (Sudiyanto,

2004).

Page 11: dukungan keluarga

3) Fase residual

Fase residual atau stabil muncul setelah fase akut atau

setelah terapi dimulai. Ditandai dengan menghilangnya beberapa

gejala klinis skizofrenia sehingga tinggal satu atau dua gejala sisa

yang tidak terlalu nyata secara klinis, misalnya penarikan diri,

perilaku aneh (bicara atau tersenyum sendiri, mengumpulkan

sampah), dan defisit perawatan diri (Sudiyanto, 2004).

f. Penatalaksanaan Skizofrenia

Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga faktor

(biogenik-psikogenik-sosiogenik) maka pengobatan gangguan

skizofrenia juga diarahkan pada ketiga faktor tersebut yaitu

somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain, tidak ada

pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala

dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan

secara komprehensif (Kaplan, 2003; Maramis, 1998; Syamsulhadi,

2004).

1) Somatoterapi

Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan

harapan pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi

yang umum dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT

(Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau disebut obat

neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal

(konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua). Dasar

Page 12: dukungan keluarga

pemilihan suatu jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan

manfaat dan resiko secara individual yang mencakup

farmakokinetik dan farmakodinamik. Semua antipsikotik yang saat

ini tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat antagonis

reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini

cenderung menyebabkan symptom ekstrapiramidal walaupun

secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek samping

neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).

Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik

relatif sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap

skizofrenia. Meskipun demikian tetap harus dipertimbangkan

bahwa efek samping lain yang tidak diinginkan dari golongan

atipikal tersebut yaitu peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia,

hiperglikemia, dan dislipidemia. Akibat kurang baik lainnya seperti

dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan

perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara

akibat hiperprolaktinemia juga telah dicatat pada penggunaan

antipsikotik atipikal (Kaplan & Sadock, 2003).

Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah

ECT. Bagaimana sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat

menyembuhkan penderita gangguan jiwa sampai sekarang belum

diketahui pasti walaupun beberapa teori telah diajukan dimana ada

Page 13: dukungan keluarga

yang berorientasi secara organik tetapi ada juga yang tidak

berorientasi organik.

2) Psikoterapi

Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia

mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya

dan mampu merawat diri, mandiri, serta tidak menjadi beban bagi

keluarga dan masyarakat (Syamsulhadi, 2004). Termasuk dalam

terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi

keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual (Kaplan &

Saddock, 2003).

2. Keluarga

a. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan

fondasi primer bagi perkembangan anak juga memberikan pengaruh

yang menentukan bagi pembentukan watak dan kepribadian anak,

yaitu memberikan stempel yang tidak baik bisa dihapuskan bagi

kepribadian anak. Maka baik-buruknya keluarga ini memberikan

dampak yang positif atau negatif pada pertumbuhan anak menuju

kepada kedewasaan (Kartono,1989).

Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling

penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang

terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan sedikit

banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-

Page 14: dukungan keluarga

anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu

kesatuan sosial yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum

dewasa (Ahmadi, 2007).

b. Fungsi Keluarga

Keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku

penerus keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga

mempunyai sumber utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan

intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan

anggota keluarga sendiri. Karena merupakan produsen dan sekaligus

konsumen, serta harus mempersiapakan dan menyediakan segala

kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap anggota

keluarga di butuhkan dan saling membutuhkan satu dan yang lainya

supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang (Syamsulhadi,

2004).

Menurut Ahmadi (2007) pekerjaan-pekerjaan yang harus

dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan ke dalam beberapa

fungsi yaitu :

1) Fungsi biologis, dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat

menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-

anaknya. Dengan persiapan yang cukup matang ini dapat

mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan

harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh

yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat.

Page 15: dukungan keluarga

2) Fungsi pemeliharaan, keluarga diwajibkan untuk berusaha agar

setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan

sebagai berikut:

a) Gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah

b) Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat-obatan

c) Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan senjata,

pagar tembok dan lain-lain.

3) Fungsi ekonomi, keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuan

manusia yang pokok yaitu:

a) Kebutuhan makan dan minum

b) Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya

c) Kebutuhan tempat tinggal, sehubungan dengan fungsi ini

keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana

keluarga (orang tua) diwajibkan berusaha jasmaniah baik yang

bersifat umum maupun yang bersifat individual.

4) Fungsi keagamaan, keluarga diwajibkan untuk menjalani dan

mendalami ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia

yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

5) Fungsi sosial, dengan fungsi ini di harapkan agar di dalam

keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai

kebudayaan (Ahmadi, 1991).

Page 16: dukungan keluarga

c. Tujuan Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Keluarga harus memiliki tugas dalam pemeliharaan kesehatan

para anggota dan saling memelihara untuk mencapai tujuan kesehatan

keluarga. Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga

menurut Effendy (1998) yaitu:

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

Keluarga mengenal perkembangan emosional dari anggota

keluarga dan tingkah laku ataupun aktivitas yang normal atau

tidak normal untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan

pengetahuan keluarga akan gejala-gejala gangguan jiwa.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

Segera setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota

keluarga tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga

memutuskan dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk

keseimbangan anggota keluarganya dengan segera membawanya

ke petugas kesehatan.

3) Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit

dan yang tidak dapat membantu diri sendiri karena cacat fisik

ataupun mental. Karena penderita gangguan jiwa tidak bisa

mandiri untuk memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya.

4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

Keluarga membuat iklim yang kondusif bagi penderita gangguan

Page 17: dukungan keluarga

jiwa di lingkungan rumah agar merasa nyaman dan merasa tidak

diikucilkan dari keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan

dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. Untuk

kesembuhan penderita gangguan jiwa, keluarga harus memiliki

banyak informasi mengenai kesehatan jiwa anggota keluarganya

dari lembaga petugas kesehatan yang ada.

d. Respon keluarga terhadap anggota skizofrenia

Ketika gangguan jiwa dipandangan sebagai suatu beban sendiri

bagi keluarga, maka hal itu dapat dibedakan menjadi bersifat obyektif

dan subyektif. Dikatakan obyektif, maksudnya berupa tingkah laku

pasien, peran pasien, bantuan untuk memenuhi kebutuhan pasien,

masalah keuangan dan lain-lain. Sedangkan beban keluarga dikatakan

bersifat subyektif, maksudnya berupa perasaan pasien karena menjadi

beban bagi keluarga. Kategori respon keluarga terhadap anggota

keluarga dengan gangguan jiwa menurut Susana (2007):

1) Berduka (grief)

Berduka adalah respon wajar yang paling umum terjadi

sehubungan dengan adanya proses kehilangan seseorang yang

awalnya dikenal sebelum sakit, untuk kemudian hilangnya harapan

pada pasien, hanya masalahnya, seberapa dalam dan lamanya

respon berduka ini dialami oleh keluarga, seawal mungkin perawat

Page 18: dukungan keluarga

mampu mengidentifikasinya, sehingga keluarga maupun pasien

sendiri dapat pulih dengan segera.

2) Marah (anger)

Respon berikutnya ketika berduka dialami keluarga, maka

akan berhadapan dengan respon kedua yaitu marah. Respon

tersebut merupakan hal yang wajar namun jangan sampai perilaku

tersebut membawa keluarga kedalam penderitaan yang justru

semakin parah lagi.

3) Merasa tidak berdaya dan takut

Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa merupakan suatu beban tersendiri. Keluarga

berupaya untuk mengobati atau menyembuhkan pasien

skizofrenia. Pada kenyataanya patologis gangguan jiwa itu sendiri

semakin lama diderita justru semakin sulit kesembuhannya, inilah

yang menyebabkan keluarga merasa tidak berdaya dan takut.

Perasaan keluarga demikian, di negara kita juga didukung

oleh rata-rata keadaan ekonomi yang pas-pasan bahkan

kekurangan, sehingga sangat wajar, apabila tidak sedikit mereka

yang terganggu jiwanya menjadi gelandangan atau keluyuran

dimana-mana atau tersangkut oleh razia dinas sosial (Susana,

2007).

Page 19: dukungan keluarga

e. Penerimaan Keluarga

Penerimaan keluarga terhadap skizofrenia ditandai dengan

adanya perhatian dan kasih sayang, memberikan waktu berperan serta

dalam kegiatan sehari-hari, tidak mengharapkan terlalu banyak pada

penderita. Penerimaan keluarga terhadap skizofrenia yang sebenarnya

sesuai dengan pemahaman yang dimiliki keluarga akan menerima

kondisi penderita baik secara mental maupun fisik serta memberikan

kasih-sayang, perhatian yang banyak dan mampu untuk memahami

perkembangan sejak dini. Menerima seseorang dengan ikhlas, tepat

serta apa adanya orang tersebut, adalah faktor kritis dalam membantu

mengembangkan perubahan konstruktif orang tersebut, dalam

memberi kemudahan pemecahan problemnya, dan mendorong usaha

menuju kesehatan jiwa yang lebih besar atau belajar produktif

(Gordon, 1996).

3. Faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan pasien skizofrenia oleh

keluarga

Rivai (1996) mengatakan bahwa rumah sakit jiwa seringkali

mengalami kesulitan memulangkan klien ke pihak keluarga, sebab setiap

kali hanya dalam waktu beberapa hari akan kambuh kembali, selain itu

keluarga pasien sering menolak menerima kembali dengan berbagai

macam alasan serta kurangnya pengertian terhadap penanganan dan

perawatan pasien mantan gangguan jiwa. Pasien dengan perawatan pasien

dengan gangguan jiwa di rumah sakit jiwa memang memerlukan waktu

Page 20: dukungan keluarga

yang lama, terutama pasien dengan gangguan jiwa kronis (menahun),

disebabkan kurangnya keterlibatan keluarga untuk ikut serta cara

perawatannya sehari-hari, sehingga keluarga tidak siap dan tidak dapat

beradaptasi dengan pasien lagi.

Proses perencanaan kepulangan klien gangguan jiwa dari Unit

Psikiatri di awali dengan pertemuan yang pada proses keperawatan

disebut dengan proses pangkajian. Proses pengkajian ini penting

dilakukan untuk memperoleh data dari pasien dan keluarga sehingga

dapat ditemukan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga berhubungan

dengan keadaan kesehatan pasien dan perawatannya di rumah. Biasanya

yang dikaji adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan

mereka menerima kepulangan pasien gangguan jiwa dan faktor-faktor

tersebutlah yang paling banyak menjadi alasan keluarga menolak

kehadiran klien gangguan jiwa ditengah-tengah keluarga mereka (Depkes

RI 1994).

`Adapun beberapa faktor yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan keluarga

Sebagai sebuah keluarga, seharusnya mengetahui tentang

peran dan tanggung jawab dalam proses keperawatan yang

direncanakan untuk perawatan klien dirumah. Faktor ini adalah salah

satu faktor yang sering kali diabaikan oleh pihak keluarga padahal

peran keluarga dalam proses penyembuhan merupakan peran yang

paling penting (Depkes RI, 1994).

Page 21: dukungan keluarga

Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan

awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota

keluraganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan

mempertahankan kesehatan mental anggota keluarga, juga dapat

menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami

persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).

Keluarga harus menambah pengetahuan dan melengkapi

dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sehingga

dapat memperlakukan mereka dalam keluarga secara baik dan

memadai, bersifat terapeutik dan membawa anggota keluarga tersebut

kepada kesembuhan yang seteru. Perlakuan-perlakuan keluarga

terhadap salah satu anggota keluarga yang mengidap perilaku

kekerasan, apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar

dapat mengakibatkan kekambuhan kembali (Chandra, 2004).

Penelitian lain juga menunjukkan perlunya terapi pada

keluarga diberikan untuk kesiapan keluarga dalam menerima

kepulangan pasien jiwa dengan membekali mereka pengetahuan-

pengetahuan tentang perawatan pasien perilaku kekerasan untuk

mendukung kesembuhan penderita (Ayub & Wigan, 2004).

Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu

menegetahui dan menyadari keadaan diri penderita, mengambil

keputusan untuk menetukan bagaimana sikap yang sebaiknya diambil

agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak keluarga

Page 22: dukungan keluarga

yang berpendapat bahwa penderita boleh berhenti minum obat

(berobat) apabila gejala-gejala sudah menghilang/berkurang, juga

banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa

hanya perlu medikasi (obat-obatan) untuk dapat sembuh saat proses

pemulihannya dirumah. Hal ini jelas keliru, terapi bagi penderita

gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik,

namun diperlukan peran keluarga guna resosialiosasi dan pencegahan

kekambuhan (Vijay, 2005).

a) Peran serta keluarga dalam perawatan klien skizofrenia

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang

memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit)

pasien skizofrenia. Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga

kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab

kambuhnya gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara

menangani perilaku klien di rumah. Keluarga merupakan tempat

individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.

Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu

untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan

perilaku. Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga,

dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam

mengadopsi perilaku tersebut. Semua ini merupakan persiapan

individu untuk berperan di masyarakat (Keliat, 1996).

Page 23: dukungan keluarga

Menurut Hawari (2003) salah satu kendala dalam upaya

penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah pengetahuan

masyarakat dan keluarga. Keluarga dan masyarakat menganggap

gangguan jiwa penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi

keluarga. Penilaian masyarakat terhadap gangguan jiwa sebagai

akibat dari dilanggarnya larangan, guna –guna, santet, kutukan dan

sejenisnya berdasarkan kepercayaan supranatural. Dampak dari

kepercayaan masyarakat dan keluarga, upaya pengobatan pasien

gangguan jiwa dibawa berobat ke dukun atau paranormal. Kondisi

ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung

memperlakukan pasien dengan disembunyikan, diisolasi,

dikucilkan bahkan sampai ada yang dipasung.

b) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor :

(1) Pendidikan

Pendidikan adalah proses belajar yang berarti terjadi

proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah

yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri

individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian

mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan

pribadi, bahwa pada umumnya pendidkan itu mempertinggi

taraf intelegensi keluarga dalam merawat pasien skizofrenia

Page 24: dukungan keluarga

agar pasien skizofrenia mampu kembali ke keluarga dan

beradaptasi dengan lingkungan.

(2) Persepsi

Persepsi, mengenal dan memilih objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil. Persepsi keluarga tentang

skizofrenia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kesembuhan pasien skizofrenia tersebut. Keluarga

menganggap skizofrenia merupakan penyakit yang memalukan

dan membawa aib bagi keluarga maka hal ini juga akan

mempengaruhi kesembuhan pasien skizofrenia.

(3) Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga

penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk

melakukan sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang

dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan

munculnya motivasi dan memerlukan rangsangan dari dalam

individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi

yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan

dirasakan suatu kebutuhan.

Motivasi keluarga dalam mencari informasi tentang

skizofrenia mempengaruhi cara keluarga melakukan perawatan

pada pasien skizofrenia. Tingginya motivasi keluarga untuk

Page 25: dukungan keluarga

mendapatkan informasi menunjang tingginya pengetahuan dan

informasi yang diperoleh keluarga mengenai skizofrenia

(4) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,

dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang

tertangkap oleh indera manusia. Faktor eksternal yang

mempengaruhi pengetahuan antara lain meliputi : lingkungan,

sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan

sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan

perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat

untuk memiliki hubungan antar tingkat penghasilan dengan

pemanfaatan.

Kecenderungan perawatan berulang pada pasien

skizofrenia merupakan pengalaman keluarga dalam merawat

pasien skizofrenia. Pengalaman tersebut merupakan

pembelajaran kepada keluarga tentang bagaimana cara yang

tepat merawat pasien skizofrenia

2) Struktur keluarga

Struktur keluarga meliputi pola dan proses komunukasi yang

memungkinkan anggota keluarga untuk mengekspresikan marahnya,

sedih, gembira, komunikasi yang terbuka, komunikasi yang dapat

menyelesaikan konflik keluarga, suasana emosi yang hangat, saling

percaya, menghargai, memperhatikan dan menerima. Pelaksanaan

Page 26: dukungan keluarga

peran yang dilakukan keluarga, nilai-nilai yang dimilki dan dianut

keluarga yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, norma sosial

yang dianut oleh masyarakat turut mempengaruhi kesiapan keluarga

(Depkes RI, 1994).

Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses

penyembuahan atau pengendalian perilaku kekerasan. Keluarga harus

bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan

penderita. Tindakan kasar, berantakan atau mengucilkan justru akan

membuat penderita skizofrenia semakin depresi bahkan cenderung

bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik

(Chandra, 2004).

Tetapi yang kita temukan pada kenyataannya justru keluarga

menjadi emosional, kritis, bahkan bermusuhan, jauh dari sikap hangat

yang dibutuhkan ketika berhadapan dengan penderita memicu

kekambuhan (Sumarjo, 2004). Penelitian tentang faktor psikologis

sebagai sebab skizofrenia berfokus pada hubungan orang tua dan

anak, pola komunikasi dalam keluarga. Penelitian keluarga penderita

skizofrenia mengidentifikasikan dua tipe keluarga yang tampaknya

dapat menyebabkan gangguan tersebut. Pada keluarga pertama orang

tua sangat menarik batas dan tidak mau bekerja sama untuk mencapai

tujuan bersama, masing-masing tidak menghargai dan mencoba

mendominasi yang lain serta berlomba memperoleh kesetiaan

anaknya. Kedua tidak terdapat perselisihan yang terbuka, orang tua

Page 27: dukungan keluarga

yang dominan menunjukkan psikopatologi yang serius sehingga orang

tua yang satunya secara pasif menerimanya sebagai hal normal. Kedua

keluarga di atas mengambarkan keluarga yang aneh, tidak dewasa,

dan yang memanfaatkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan mereka

dan dengan mudah menyebabkan anak-anak merasa bingung, terasing

dan tidak yakin akan perasaan yang sebenarnya. Dalam arti tertentu

anak-anak tumbuh dan belajar menerima distorsi-distorsi realita orang

tuanya sebagai hal yang normal (Otong, 1994).

Tabel 2.1 Beberapa sikap orang tua yang kurang bijaksana dan

pengaruhnya terhadap anak

Sikap orang tua Pengaruh terhadap perkembangan

kepribadian anak dan sifat atau sikap

yang mungkin timbul

Melindungi anak secara

berlebihan karena

memanjakannya

Hanya memikirkan dirinya sendiri,

hanya tidak menuntut saja, lekas

berkecil hati, tidak tahan kekecewaan.

Ingin menarik perhatian kepada dirinya

sendiri. Kurang rasa bertanggung

jawab. Cenderung menolak peraturan

dan minta dikecualikan.

Melindungi anak secara

berlebihan karena sikap

“berkuasa” dan “harus

tunduk saja”

Kurang berani dalam pekerjaan,

condong lekas menyerah. Bersikap

pasif dan bergantung kepada orang lain.

Ingin menjadi “anak emas” dan

menerima saja segala perintah

Penolakan Merasa gelisah dan diasingkan.

Bersikap melawan orang tua dan

mencari bantuan kepada orang lain.

Tidak mampu memberi dan menerima

kasih sayang.

Menentukan norma-

norma etika dan moral

yang terlalu tinggi

Menilai dirinya dan hal lain juga

dengan norma yang terlalu keras dan

tinggi. Sering kaku dan keras dalam

pergaulan. Cenderung menjadi

sempurna (“perfectionnism”) dengan

cara yang berlebihan. Lekas merasa

Page 28: dukungan keluarga

bersalah, berdosa, dan tidak berarti.

Disiplin yang terlalu

keras

Menilai dan menuntut dari pada dirinya

juga secara terlalu keras. Agar dapat

meneruskan dan menyelesaikan sesuatu

usaha dengan baik, diperlukan sikap

menghargai yang tinggi dari luar.

Disiplin yang tidak

teratur atau bertentangan

Sikap anak terhadap nilai dan

normapun tidak teratur. Kurang tetap

dalam menghadapi berbagai persoalan

karena adanya berbagai nilai yang

bertentangan.

Sumber: (Yosep, 2008)

3) Dukungan Keluarga

Keluarga sebagai sebuah kelompok yang dapat menimbulkan,

mencegah atau memperbaiki masalah kesehatan yang dalam hal ini

adalah gangguan jiwa yang ada dalam kelompoknya sendiri, oleh

karena itu keluarga merupakan sistem yang terutama sebagai

pendukung bagi klien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Maka

dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang penting

(Depkes RI, 1994).

Keluarga pasien diharapkan memberikan perhatian khusus

kepada penderita. Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga

yang menderita gangguan mental menyembungikannya sehingga tidak

terlihat oleh tamu-tamu yang datang ke rumah mereka. Hal ini tidak

dapat dibenarkan karena penderita akan merasa dikucilkan. Yang

harus dilakukan adalah menyapa penderita setiap hari dan

memberikan perhatian agar mereka tidak disingkirkan (Chandra,

2004).

Page 29: dukungan keluarga

Kesedian keluarga untuk tetap merawat dan tetap

mengakuinya sebagai bagian dari orang yang disayangi sangatlah

diperlukan agar mereka tetap merasa dihargai sebagai manusia

layaknya. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat

penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita. Dengan dibentuknya

kelompok keluarga gangguan jiwa dimasyarakat akan memungkin

pasien dan keluarga gangguan jiwa di masyarakat akan

memungkinkan klien dan keluarga mengadakan diskusi dan tukar

pengalaman dalam mengatasi gejala yang timbul pada pasien

gangguan jiwa. Sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan

keberadaan penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut

mempengaruhi sikap keluarga terhadap pasin bahkan gangguan jiwa

dianggap sebagai penyakit yang membawa aib bagi keluarga sehingga

diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri, akhirnya faktor

lingkungan dalam keluarga justru tidak mendukung kesembuhan

pasien (Sumarjo, 2004).

Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai

penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan

keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada

tingkat yang paling parah seperti “gila”, sehingga penderita harus

disembunyikan atau dikucilkan, bahkan lebih parah lagi ditelantarkan

oleh keluarganya. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat secara etis

untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk terhadap penderita

Page 30: dukungan keluarga

kelainan jiwa. Karena pengucilan dan diskriminasi justru

memperburuk kondisi penderita itu sendiri. Tempat terbaik bagi

penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau di rumah

sakit jiwa, apalagi dijalanan. Tempat terbaik bagi mereka adalah

berada di tengah-tengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang

dicintainya. Yang mereka butuhkan adalah perhatian, pengertian,

dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus

dari keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat membantu

proses penyembuhan kondisi jiwanya (Tarjum, 2004).

Sudah seharusnya keluarga dapat mengurangi persepsi dan

diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dalam keluarga dan

memberikan dukungan sosial kepadanya, rasa empati, penerimaan,

mendorong untuk mulai berinteraksi sosial, dan dorongan untuk tidak

berputus asa dan terus berusaha. Terapi sosial ini akan sangat

membantu penderita gangguan jiwa dalam menghadapi peristiwa-

peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita (Nash, 2005).

Penyakit gangguan jiwa ini sesungguhnya dapat teratasi

dengan syarat ditangani secara tepat dan cepat. Dukungan moril dari

keluarga dan orang-orang terdekat jelas sangat penting bagi penderita.

Ironisnya penerimaan merupakan hal tersulit yang dapat diperoleh

seorang penderita. Masih banyak orang tua yang malu mengakui

anaknya adalah pengidap gangguan jiwa. Penyangkalan ini justru

Page 31: dukungan keluarga

semakin menjauhkan penderita dari kemungkinan untuk sembuh

(Sumarjo, 2004).

Jenis dukungan keluarga:

a. Dukungan emosional : pasien skizofrenia membutuhkan empati

dari orang lain. Bilamana orang dapat menghargai, mempercayai

dan mengerti dirinya lebih baik, pasien skizofrenia akan menjadi

lebih terbuka terhadap aspek-aspek baru dalam pengalaman

hidupnya.

b. Dukungan penghargaan : pasien skizofrenia membutuhkan

penghargaan yang positif. Penilaian atas usaha-usaha yang

dilakukan dan peran sosial yang terdiri atas umpan balik

merupakan alat yang digunakan untuk memberikan masukan-

masukan agar seseorang mengurangi perasaan-perasaan negatif

yang dirasakan, dan mengembangakan harga diri pasien

skizofrenia yang positif.

c. Dukungan informatif : pemberian informatif dimaksudkan agar

informasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah pribadi

maupun masalah lain. Informasi ini mencangkup pemberian

nasehat, pengarahan, saran-saran dan keterangan-keterangan

yang dibutuhkan oleh pasien skizofrenia.

d. Dukungan instrumental: dukungan yang berupa batuan langsung

seperti ketika orang lain memberikan bantuan tenaga atau

Page 32: dukungan keluarga

pikiran atau membantu mengeluarkan dari stres pada pasien

skizofrenia (Kartono, 1989).

4) Status Ekonomi Keluarga

Faktor ini juga adalah faktor yang penting di kaji dari keluarga

karena pada umumnya kemampuan finansial keluarga pasien dengan

gangguan jiwa tidak memungkinkan untuk membiayai penyembuhan

penyakit yang cenderung berjalan kronis sehingga kejadian seperti ini

memicu tindakan dan sikap keluarga terhadap penolakan pasien

gangguan jiwa (Chandra, 2004).

Vijay (2005) juga mengatakan bahwa perawatan yang

dibuthkan penderita gangguan jiwa menimbulkan dampak yang besar

bagi keluarga, yaitu dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa

hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun

keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang

harus ditanggung.

Page 33: dukungan keluarga

B. Kerangka Teori

Sumber (Depkes RI, 1994; Nevid, 2003; Rivai,1996; Soewadi, 2000)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Skizofrenia

Penerimaan keluarga

Perawatan di Unit Psikiatri

Penolakan keluarga

Peran serta keluarga

Faktor-faktor yang

memengaruhi:

- Pengetahuan

- Struktur keluarga

- Dukungan keluarga

- Status ekonomi

kelurga

Bentuk penolakan:

- Berduka

- Marah

- Merasa tidak berdaya

Page 34: dukungan keluarga

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Menurut Arikunto (2002), hipotesis diartikan sebagai suatu teori

sementara yang kebenarannya perlu diuji. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

H01 : Tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap penerimaan keluarga untuk

merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD Banyumas.

H02 : Tidak ada pengaruh struktur keluarga terhadap penerimaan keluarga

untuk merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD

Banyumas

H03 : Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap penerimaan keluarga

untuk merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD

Banyumas

Variable Dependent

Penerimaan keluarga untuk

merawat pasien skizofrenia

Variable Independent

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

Variable Confounding

- Kondisi lingkungan

- Tipe kepribadian

Page 35: dukungan keluarga

H04 : Tidak ada pengaruh status ekonomi keluarga terhadap penerimaan

keluarga untuk merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di

RSUD Banyumas