4
HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN ISTRI PADA PENGAMBILAN
KEPUTUSAN PUBLIK DALAM RUMAH TANGGA DAN PERSEPSI
SUAMI TERHADAP KESETARAAN GENDER
Rizqi Syfrina
Thobagus Moh. Nu’man
INTISARI
Penelitian bertujuan unuk mengui secara empirik apakah ada hubungan antara
keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga dan persepsi suami terhadap kesetaraan gender. Penelitian ini meneliti pada laki-laki yang sudah menikah dan mempunyai anak yang ada di padukuhan Gandok Tambakan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga dan persepsi suami terhadap kesetaraan gender. Semakin tinggi keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga maka semakin tinggi pula persepsi suami terhadap kesetaraan gender dan sebaliknya semakin rendah keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga maka semakin rendah pula persepsi suami terhadap kesetaraan gender. Subyek berjumlah 60 orang dan menggunakan dua skala penelitian yaitu skala persepsi suami terhadap kesetaraan gender dan skala keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment dari Pearson dan menggunakan SPSS for windows 12. Hasil uji korelasi product moment menunjukkan adanya korelasi yang positif dan signifikan yang ditunjkkan dari koefisien korelasi r = 0, 329 dengan p = 0,005 (p<0,05). Kata Kunci : Kesetaraan Gender, Pengambilan Keputusan Publik
5
A. PENGANTAR
1. Latar Belakang
Menurut Walgito (2002) perkawinan adalah merupakan bersatunya
seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk
keluarga. Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri
yang telah terbentuk, karena itu untuk dapat menyatukan satu dengan yang lain
perlu adanya saling penyesuaian, saling pengertian dan hal tersebut harus disadari
benar-benar oleh kedua pihak yaitu oleh suami-istri
Di dalam perkawinan suami-istri saling terlibat dalam persoalan yang
menyangkut rumah tangga mereka seperti pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan itu bisa berupa peraturan yang ada dalam rumah tangga, pendidikan,
pemanfaatan pendapatan, pemilikan kekayaan keluarga, penentuan kegiatan di
luar rumah, penyaluran aspirasi, dan mengelola rumah tangga seperti soal
pekerjaan dapur, kebersihan rumah, dan mengasuh anak. Dalam pengambilan
keputusan seharusnya dengan musyawarah suami-istri secara setara untuk
persoalan-persoalan penting dan skala besar bagi ukuran keluarga (Sunaryo dan
Zuriah, 2004).
Walgito (2000) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berkeluarga hak
dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami.
Pernyataan ini didukung oleh INPRES Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2000
yaitu di dalam kehidupan setiap orang mempunyai kesamaan kondisi bagi laki-
laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
6
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan. Begitu juga dengan pengambilan keputusan
hendaknya laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang sama.
Pada kenyataannya dalam kehidupan berumah tangga ada perbedaan peran
antara suami dan istri. Menurut Sunaryo dan Zuriah (2004) peran istri pada
pengambilan keputusan lebih banyak menentukan dalam urusan keluarga,
terutama dalam urusan rumah tangga seperti berbelanja, menyiapkan makanan,
menentukan jenis menu, merebus air, memandikan anak, mengasuh dan
menyuapi anak, menemani anak belajar, mengurus sekolah anak, mencuci,
menyeterika, sedangkan suami lebih banyak menetukan untuk hal-hal yang
berkaitan dengan pemanfaatan pendapatan, pemilikan kekayaan keluarga,
penentuan kegiatan di luar rumah dan penyaluran aspirasi. Hal yang hampir sama
disampaikan Rahayu dan Suharyo (2004) bahwa perempuan hanya dibatasi untuk
mengambil keputusan dalam rumah tangga saja, tetapi untuk urusan yang lebih
besar seperti pembelian dan penjualan aset besar (tanah dan hewan besar),
menikahkan anak dan membiayai sekolah anak, masih lebih banyak ditentukan
oleh laki-laki.
Pengambilan keputusan publik tetap didominasi oleh laki-laki karena
mereka merasa mempunyai tugas sebagai kepala keluarga dan bertanggung jawab
memberi nafkah pada kelurga sehingga sesuatu hal yang berkaitan dengan
penggunaan pendapatan tetap diputuskan oleh laki-laki misalnya kepemilikan
rumah (Wiludjeng dkk, 2005). Hal ini didukung oleh UU Perkawinan pasal 31 (3)
7
menetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai
ibu rumah tangga. Suami wajib melindungi istrinya, dan memberi segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34(1)).
Sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya
(pasal 34 (2)). Dengan rumusan pembagian peran demikian, peran perempuan
yang resmi diakui adalah peran domestiknya dan mengakibatkan rendahnya
pengambilan keputusan publik pada prempuan. Dengan kata lain istri lebih
berperan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya domestik dan reproduktif,
sedangkan suami berperan pada pengambilan keputusan dalam rumah tangga
yang bersifat publik dan produktif.
Meskipun demikian, istri tidak sepenuhnya memiliki keterlibatan pada
pengambilan keputusan terkait hal-hal reproduksi sebagaimana kasus, sering
terjadinya istri melakukan aborsi karena diminta oleh suami. Hal ini menunjukkan
bahwa hak-hak reproduksi perempuan masih dibawah kendali suami (Muchlis,
2004). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Palestin (2006) suami memainkan
peranan yang sangat penting, terutama pada pengambilan keputusan berkenaan
dengan reproduksi pasangannya.
Rendahnya keterlibatan istri pada pengambilan keputusan dalam rumah
tangga memberikan dampak yang besar pada istri bahkan bisa mengakibatkan
kematian karena melakukan aborsi. Seperti yang terjadi pada kasus Ny. Yuni
Yudianto yang meninggal karena melakukan aborsi, hal ini dikarenakan
kegagalan alat kontrasepsi selain itu ketidaksanggupan atau ketidakrelaan untuk
menanggung konsekuensi dari kehamilan tersebut, karena faktor kebutuhan hidup
8
yang bertambah besar dan menyebabkan suami menyuruh istri melakukan aborsi
(aborsi.org, 2003). Selain itu di dalam rumah tangga dapat terjadi perceraian
seperti yang terjadi di Aceh Utara, istri menuntut cerai suami karena sikap suami
yang arogan, yaitu istri dalam hidupnya harus menerima apa yang dikatakan
suami, walaupun pahit, sakit dan getir, semua dilakukan demi anak-anak (Dewi,
2007).
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan peran antara suami dan istri pada
pengambilan keputusan dalam rumah tangga, sehingga suami mempunyai kendali
pada hak reproduksi pasangannya. Perbedaan peran tersebut dipengaruhi oleh
budaya patriarki. Menurut Soewondo (Indukirana, 2004) dalam budaya patriarki
tersebut semuanya menempatkan perempuan untuk bekerja di sektor domestik,
sementara dominasi sektor publik ada di pihak laki-laki. Perempuan di sektor
domestik dan laki-laki di sektor publik, pada umumnya berdasarkan asumsi
bahwa perempuan secara fisik lemah, namun memiliki kesabaran dan kelembutan.
Sementara laki-laki memiliki fisik lebih kuat sekaligus berpengarai kasar.
Dari perbedaan peran tersebut mengakibatkan rendahnya pelibatan istri
pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga karena istri hanya
terlibat dalam urusan domestik saja, pengambilan keputusan publik tetap
didominasi oleh laki-laki (Rahayu dan Suharyo, 2004).
Menurut John D.M. (Soehadji, 2006) salah satu faktor yang
mempengaruhi keterlibatan istri pada pengambilan keputusan adalah struktur
peran suami atau istri. Struktur peran suami atau istri yaitu bagaimana cara
pandang suami tentang pemahaman kesetaraan gender yang ada dalam rumah
9
tangga, bagaimana suami memandang peran suami dan istri setara atau tidak.
Pemahaman suami tentang kesetaraan gender itu menjadi suatu permasalahan
apabila suami memandang peran suami dan istri tidak setara karena itu dapat
melahirkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan (Fakih, 1996).
Ketidakadilan tersebut termanifestasi juga pada lingkungan rumah tangga
yaitu pada proses pengambilan keputusan, karena untuk mengetahui apakah laki-
laki dan perempuan telah setara berkeadilan, menurut Mufidah (Winahyu, 2004)
dapat dilihat pada salah satunya yaitu pengambilan keputusan dan perencanaan
maupun pelaksanaan segala kegiatan.
Setelah kita amati permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
gender banyak sekali kasus yang berhubungan diskriminasi kaum perempuan.
Salah satunya yaitu dalam kehidupan berumah tangga dengan pengambilan
keputusan publik dalam rumah tangga.
B. TINJAUN PUSTAKA
1. Pengertian Keterlibatan Istri Pada Pengambilan Keputusan Publik
Dalam Rumah Tangga
Keterlibatan yang didefinisikan menurut Badadu (1994) yaitu keadaan
terlibat, keikutsertaan seseorang baik tindakan maupun emosi dalam suatu
masalah atau persoalan tertentu. Menurut Hasan dkk (2002) partisipasi yaitu
perihal turut berperan serta dalam kegiatan, keikutsertaan, peran serta, sedangkan
keterlibatan suatu keadaan terlibat atau keikutsertaan. Jadi partisipasi sama atau
sesuai dengan keterlibatan. Dapat disimpulkan keterlibatan istri yaitu seberapa
10
besar keikutsertaan istri dalam mengambil bagian pada suatu permasalahan atau
persoalan tertentu.
Salusu (1996) mendefinisikan pengambilan keputusan proses memilih
suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Menurut
Atmosudirjo (1971) pengambilan keputusan sebagai pengakhiran dari proses
pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah dari apa yang hendak
dituju dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif pemecahannya.
Pengambilan keputusan adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia.
Gibson (1992) menyatakan bahwa keputusan merupakan sarana untuk
mencapai hasil atau untuk memecahkan masalah. Harrem (Kurniawati, 2002)
mendukung pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa bagaimanapun juga
proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah memiliki konsep yang
sama.
Jadi pengambilan keputusan yaitu suatu cara atau tindakan dengan
berbagai bentuk pemutusan yang dilakukan untuk memilih dari dua atau lebih
pilihan dan mengevaluasi berbagai pemutusan dan dipertimbangkan untuk
mencapai hasil atau memecahkan masalah
Publik menurut FSPI (2007) yaitu aktivitas yang ada diluar tugas kerumah
tanggaan dan mempunyai nilai ekonomis. Menurut Wiludjeng dkk (2005) publik
yaitu hal-hal di luar tugas ke rumahtanggaan dan pengasuhan anak. Jadi publik
yaitu suatu aktivitas atau peran di luar urusan ke rumahtanggaan dan pengasuhan
yang mempunyai nilai ekonomis.
11
Menurut Peter dan Olson (1996) pengambilan keputusan dalam rumah
tangga yaitu begaimana anggota keluarga yang ada dalam rumah tangga
berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain ketika membuat pilihan. Jadi
pengambilan keputusan dalam rumah tangga yaitu suatu cara atau tindakan
dengan berbagai bentuk pemutusan yang dilakukan untuk memilih dari dua atau
lebih pilihan dan mengevaluasi berbagai pemutusan dan dipertimbangkan untuk
mencapai hasil atau memecahkan masalah dalam lingkungan keluarga atau rumah
tangga.
Menurut Nitisemito (Kurniawati, 2002) keterlibatan pengambilan
keputusan yaitu mengikutsertakan pihak lain dalam pengambilan keputusan. Jadi
keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga yaitu
seberapa besar keikutsertaan istri dalam tindakan atau cara dengan berbagai
bentuk pemutusan yang dilakukan untuk memilih dari dua atau lebih pilihan dan
mengevaluasi berbagai pemutusan dan dipertimbangkan untuk mencapai hasil
atau memecahkan masalah yang dilakukan dalam lingkungan keluarga atau dalam
rumah tangga yang mempunyai nilai ekonomis.
2. Aspek-aspek Keterlibatan Istri Pada Pengambilan Keputusan Publik
Dalam Rumah Tangga.
Davis (1990) ketelibatan adalah pertisipasi yang mendorong orang-orang
untuk menerima tanggung jawab dalam aktifitas kelompok dan proses berbagi
wewenang.
12
Menurut F.D Rigby (Salusu, 1996) mencoba mengartikan pembuat
keputusan sebagai orang yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan
kewenangan untuk mengambil keputusan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa
suatu keputusan tidak selayaknya dibuat oleh orang yang tidak memiliki
kemampuan tanggung jawab dan wewenang untuk maksud tersebut. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan aspek-aspek keterlibatan istri pada
pengambilan keputusan, yaitu :
a) Kewenangan, diartikan istri diberi kewenangan untuk mengemukakan
pendapat dan ide-ide serta ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan.
b) Tanggung jawab, diartikan pendapat yang dikemukakan hasil keputusan
bersama harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Menurut Sunaryo dan Zuriah (2004) pengambilan keputusan dalam rumah
tangga itu meliputi urusan domestik dan publik. Jadi aspek-aspek keterlibatan istri
pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga yaitu : (1) kewenangan
istri untuk mengemukakan pendapat dan ide-ide dalam urusan publik. (2)
tanggung jawab istri pada pendapat yang dikemukakan hasil keputusan bersama
dalam urusan publik.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Istri Pada Pengambilan
Keputusan Dalam Rumah Tangga
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut John
D. Miller (Soenhadji, 2006) yaitu : a) Jenis Kelamin pria atau wanita, b) Peranan
pengambilan keputusan, c) Keterbatasan kemampuan.
13
Dari faktor yang ada di atas dapat ditarik kesimpulan faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan istri pada pengambilan keputusan dalam rumah tangga
yaitu (1) Suami atau istri, (2) Struktur peran suami atau istri, (3) Keterbatasan
kemampuan.
4. Pengertian Persepsi Kesetaraan Gender
Menurut Santrock (1995) peresepsi (Perception) ialah interpretasi tentang
apa yang diindrakan atau dirasakan. Informasi tentang peristiwa-peristiwa tertentu
yang mengadakan kontak dengan telinga diinterpretasikan misalnya sebagai suara
musik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diartikan bahwa persepsi merupakan
prose penilaian/ mengintrepretasikan suatu objek persepsi, melalui proses
penginderaan dan dipengaruhi pengalaman, kondisi saat ini. Persepsi bersifat
subjektif karena tergantung pada kemampuan dan keadaan diri masing-masing
individu. Persepsi yang demikian akan mempengaruhi apa yang akan
dimunculkan dalam bentuk perilaku.
Menurut Fakih (1998) gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang konstruksi secara sosial maupun kultural.
Menurut Usman (Bainar, 1998) kesetaraan gender bisa diartikan sebagai
suatu kondisi dimana seharusnya kedudukan wanita dan pria adalah sejajar, akan
tetapi dalam kehidupan nyata seringkali hal yang tidak lazim terjadi atau biasa
disebut dengan gender strafication atau tatanan hierarkis yang menempatkan
wanita pada posisi yang tidak sejajar dengan pria. Jadi persepsi kesetaraan gender
14
pada laki-laki adalah penilaian laki-laki tentang dimana seharusnya kedudukan
pria dan wanita adalah sejajar.
5. Aspek-aspek Dari Gender
Aspek-aspek dari kesetaraan gender (Falah, 1998) yaitu : a) Objektivitas
b) Persamaan kesempatan c) Kesejajaran d) kebebasan e) Perlindungan terhadap
kekerasan f) Keseimbangan beban kerja
C. METODELOGI PENELITIAN
1. Identifikasi Vriabel-Variabel Penelitian
1. Variabel tergantung : Keterlibatan Istri Pada Pengambilan Keputusan
Publik Dalam Rumah Tangga
2. Variabel Bebas : Persepsi Kesetaraan Gender Pada laki-laki
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Subyek pada penelitian ini adalah laki-laki
yang sudah menikah dan mempunyai anak dengan pendidikan terakhir minimal
SMU.
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua macam data yang dikumpulkan dari
subyek, yaitu data tentang Persepsi Kesearaan Gender Pada laki-laki dan data
tentang Keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah
15
tangga. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala sebagai
instrument pengumpulan data. Terdapat dua skala yang akan digunakan dalam
penelitian yaitu skala Mencari Persepsi Kesetaraan gender pada laki-laki dan
keterlibatan istri pada pengambilan keputusan pulik dalam rumah tangga.
1. Persepsi suami terhadap kesetaraan gender
Alat ukur untuk mengungkap Persepsi Kesetaraan gender pada laki-laki
merupakan adaptasi dari Falah (1998). Alat ukur ini terdiri dari 49 aitem yang
mengungkap aspek-aspek objektivitas, persamaan kesempatan, kesejajaran,
kebebasan, perlindungan, beban kerja. Apabila hasil skor skala tinggi, maka
persepsi kesetaraan gender pada laki-laki tinggi.
2. Keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkap perilaku keterlibatan
istri pada pengambilan keputsan publik dalam rumah tangga adalah skala
keterlibatan istri pada pengambilan kepuusan publik dalam rumah tangga. Alat
ukur tersebut berupa angket yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang
mempengaruhi perilaku melibatkan istri pada pengambilan keputusan dalam
rumah tangga yang terdiri dari 30 aitem. Adapun aspek-aspek tersebut adalah
kewenangan dan tanggung jawab.
3. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis
statistik yang digunakan secara kuantitatif. Penguji hipotesis pada penelitian ini
16
menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi product moment
dari Spearman yang terdapat pada program statistic SPSS 12 for windows XP.
D. HASIL PENELITIAN
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas
merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi, dengan maksud
agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya
ditarik (Hadi, 1996).
a. Uji Normalitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran dari skor
jawaban subyek normal atau tidak dengan menggunakan teknik one-sample
Kolmogorof-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows untuk skala
persepsi kesetaraan gender adalah K-SZ = 0,434 dengan p = 0,992 karena nilai
p>0,05 berarti skala tersebut normal. Sementara itu skala keterlibatan istri pada
pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga K-SZ = 0,832 ; p = 0,493
karena nilai p>0,05 maka skala tersebut normal. Dari hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa skala persepsi kesetaraan gender pada laki dan keterlibatan
istri pada pengambilan keputusan publik normal.
b. Uji Linieritas.
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi
kesetaraan gender pada laki-laki dengan keterlibatan istri pada pengambilan
17
keputusan publik dalam rumah tangga. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa
semua variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linier. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai F = 7,331 dan p = 0,013 (p<0,05).
2. Uji Hipotesis.
Hasil korelasi (r) antara Persepsi Kesetaraan Gender dengan Keterlibatan
Istri Pada Pengambilan Keputusan Publik sebesar 0,329. dan p = 0,005 (p<0,05).
Dengan demikian maka hipotesis penelitian diterima yaitu ada hubungan positif
antara perspsi kesetaraan gender pada laki-laki dengan keterlibatan istri pada
pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga.
Pada koefisien determinasi ( R squared ) persepsi kesetaraan gender pada
laki-laki terhadap keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam
rumah tangga sebesar 0,108 sehingga sumbangan efektif yang dapat diberikan
variabel persepsi kesetaraan gender pada laki-laki terhadap variabel keterlibatan
istri pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga adalah 10,8 %.
E. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi
kesetaraan gender pada laki-laki terhadap keterlibatan istri pada pengambilan
keputusan publik dalam rumah tangga. Berdasarkan analisis statistik empiris
terbukti bahwa ada hubungan positif antara persepsi ksetaraan gender pada laki-
laki dengan keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah
tangga yang ditunjukkan dengan nilai korelasi r = 0,329 dengan p = 0,005 (p <
0,05) hal ini berarti semakin positif persepsi kesetaraan gender pada laki-laki akan
18
diikuti pula dengan tingginya keterlibatan istri pada pengambilan keputusan
publik dalam rumah tangga. Sebaliknya jika semakin negatif persepsi kesetaraan
gender pada laki-laki akan diikuti oleh rendahnya keterlibatan istri pada
pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga.
Keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik termasuk dalam
kategori tinggi. Sebanyak 60 subyek penelitian, terdapat 33 subyek yang memiliki
perilaku melibatkan istri pada pengambilan keputusan publik kategori tinggi, dan
25 subyek penelitian yang memiliki perilaku melibatkan istri pada pengambilan
keputusan publik kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bapak-
bapak yang ada dipadukuhan Gandok Tambakan memiliki perilaku melibatkan
istri pada pengambilan keputusan publik yang tinggi, dikarenakan mempunyai
persepsi kesetaraan gender yang tinggi pula ditunjukkan ada 13 subyek pada
kategori tinggi.
Setelah dilakukan analisis tambahan dengan menggunakan uji beda
membandingkan antara Persepsi Kesetaraan Gender dilihat dari Tingkat
Pendidikan SLTA dengan Tingkat Pendidikan D1 sampai S1. Berdasarkan
pengujian didapatkan bahwa tidak ada perbedaan Persepsi Kesetaraan Gender jika
dilihat dari tingkat Pendidikannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa p = 0,831
(p>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi
kesetaraan gender jika dilihat dari tingkat pendidikannya.
Selain itu dilakukan juga uji beda membandingkan persepsi kesetaraan
gender diihat dari Usia 20 tahun sampai 40 tahun dengan usia 40 tahun keatas.
Berdasarkan pengujian didapatkan bahwa p = 0,640 (p > 0,05), sehingga dapat
19
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi kesetaraan gender jika dilihat dari
usianyanya.
Pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga keterlibatan istri
sangat dipengaruhi oleh persepsi kesetaraan gender seseorang. Menurut Mufidah
(Winahyu, 2004) hal ini dapat dilihat dari apakah laki-laki dan perempuan telah
setara berkeadilan dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan. Selain itu
pemahaman suami tentang kesetaraan gender itu menjadi suatu permasalahan
apabila suami memandang peran suami dan istri tidak setara karena itu dapat
melahirkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan dan mengakibatkan
berpengaruhnya gender terhadap pengambilan keputusan (Fakih, 1996).
Secara empiris memang ada hubungan antara persepsi kesetaraan gender
pada laki-laki dengan keterlibatan istri pada pengamblan keputusan publik dalam
rumah tangga, hal ini dilihat dengan sumbangan efektif sebesar 10,8 % sedang
sisanya 89,2 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar persepsi ksetaraan gender. Hal
ini menunjukkan bahwa keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik
tidak hanya dipengaruhi oleh persepsi kesetaraan gender saja, tetapi masih banyak
faktor lain yang turut mempengaruhi keterlibatan istri pada pengambilan
keputusan dalam rumah tangga baik faktor yang berasal dari dalam diri individu
maupun faktor yang berasal dari luar diri individu
Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang konstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 1998). Didalam
rumah tangga pembagian peran antara suami dan istri tersebut mempengaruhi
keterlibatan istri pada pengambian keputusan publik. Seperti yang ditunjukkan
20
pada Undang-undang pasal 31 bahwa suami sebagai kepala keluarga
berkewajiban mencari nafkah dan istri mengurus rumah tangga sebaik-baiknya.
Selain itu menurut Sunaryo dan Zuriah (2004) suami sebagai kepala keluarga
berpengaruh sekali dalam pengambilan keputusan publik dikarenakan adanya
pembagian peran dalam rumah tangga tidak hanya terbatas pada perbedaan
biologis tetapi juga pada sifat-sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan.
Menurut Hatta (2005) partisipasi perempuan pada pengambilan keputusan juga
dipengaruhi oleh budaya patriarki dimana dalam budaya patriarki ada pembagian
peran antara laki-laki dan perempuan. Selain itu pesepsi kesetaraan gender pada
laki-laki dapat diwujudkan dengan memberikan persamaan kesempatan sehingga
istri mempunyai peran yang sama dalam pengambilan keputusan publik. Di dalam
pengambilan keputusan publik, persepsi kesetaraan gender sangat dibutuhkan
untuk membantu istri agar bisa mempunyai peran yang sama dengan laki-laki.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah masih sulitnya mengaplikasikan
teori pengambilan keputusan dalam rumah tangga karena teori-teori yang dipakai
merupakan adaptasi dari teori-teori yang ada dalam teori pengambilan keputusan
dalam organisasi sehingga sulit bila akan diaplikasikan kedalam teori
pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam
rumah tangga dan persepsi suami terhadap kesetaraan gender.
21
G. SARAN
Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran-
saran sebagai berikut :
1. Bagi laki-laki yang sudah menikah
Dari hasil penenlitian diketahui gender mempengaruhi pengambilan
keputusan, maka sebaiknya laki-laki yang sudah menikah mempunyai
pemahaman kesetaraan gender yang baik sehingga suami dan istri mempunyai
kesempatan yang sama dalam pengambilan keputusan publik.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya akan lebih baik jika dalam penelitian
selanjutnya memperhatikan dalam menyusun aitem-aitem yang dapat
dipergunakan oleh subyek yang mempunyai bebagai macam latar belakang yang
mewakili semua aspek dan lebih memperkaya teori pengambilan keputusan
yang ada di dalam rumah tangga. Selain itu juga dapat menambah kategori
subek penelitian misalnya lamanya tahun perkawinan dan jumlah anak.
22
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : P.T. Balai Pustaka Atmosudirjo, S. Prajudi. 1971. Beberapa pandangan umum tentang pengambilan
keputusan (decision making). Jakarta : Ghalia Indonesia. Badadu. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : P.T. Intergrafika. Bainar, 1998. Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan.
Yogyakarta : PT Pustaka Cidesindo Ceria remaja Indonesia, 2001. Laporan Penelitian: Survai Perilaku Berisiko yang
Berdampak pada Kesehatan Reproduksi Remaja. http://www.bkkbn.go.id Darmawan, R. 2004. Pengambilan Keputusan. Bandung : Alfabeta. Davis, K. 1994. Perilaku dalam Organisasi, Alih bahasa : Agus Dharma jilid 1,
Jakarta : Erlangga. Dewi, E. 2007. Laporan Studi kasus : Perempuan Aceh di Hadapan Hukum
Setelah Konflik dan Tsunami berlalu. International Development Law Organizatio and United Nations Development Programme.
Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender dan Tranformasional, Yogyakarta :
Pustaka pelajar Falah, F. 1998. Kematangan beragama dan sikap terhadap kesetaraan gender pada
pemeluk agama islam. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas psikologi Universitas Gajah Mada
Fatimah, Dati. 2007. Kalkulasi Ekonomi Keja Domestik. Kompas.
http://www.yahoo.com/.mht.09/04/07 Fauzi, dkk. 2005. Gender dan Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta : Mitra Inti
Foundation. www. Genderkesrepro.info Gibson, dkk. 1992. Organisasi dan manajemen. Jakarta : Erlangga. Hatta, M. 2005. Gender tak Identik dengan Jenis Kelamin. Suara karya Online.
http://www.yahoo.com/.mht.05/11/05 Herbert, A. Simon. 1982. Adsministrative behavior. PT. Bina Aksara : Jakarta
23
Hornby, dkk. 1962. The advancedlearner’s dictionary of current English. London : Oxford Univercity press.
Indraswari. 2004. Perempuan dan kerja. Harian kompas edisi 24 Mei 2004.
http://www.yahoo.com/.mht.24/05/04 Indukirana, S.M. 2004. Dilema Perempuan dalam Politik. Denpasar : Denpost.
http://www.yahoo.com/op2.htm.06/01/04 Kartono. K dan Gulo. D. 2000. Kamus Psikologi : Bandung : Pioner Jaya Kurniawati, Ida. 2002. Semangat Kerja Karyawan Ditinjau dari Partisipasi
Pengambilan Keputusan. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang : Fakultas psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.
Maria, 2004. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Pengambilan Keputusan pada
remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Muchlis, Imam. 2004. Sedikit Data Tentang Aborsi. http://.www.
Yahoo.com/aborsi.htm.20/04/04 Palestin, Bondan. 2006. Pemberdayaan Suami Melalui Reorientasi dan
Revitalisasi Gerakan Sayang ibu. Jurnal keperawatan dan Kesehatan. http://www.yahoo.com/.mht.19/10/06
Pambudy. N.M. 2006. Masalah perempuan Tindakan Aborsi Sebagai Sebuah
Pintu Darurat. Kompas. http://www.yahoo.com.11/12/06 Peter, J.P dan Olson, J.C. 1996. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran,
edisi keempat jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PT.
Balai Pustaka. Prasetyowati, Sri. 2004. Membongkar Akar Masalah Kasus Kekerasan Terhadap
Istri. Media Informasi Penelitian No.178, Th. Ke 28 April-Juni. Rahayu, S.K & Suharyo, W.I. 2004. Dimensi Gender dalam Kejian Kemiskinan
Partisipatoris. http://.www. Yahoo.com/Newsletter11-2004.htm Ridzal, dkk. 1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Yogya. Santrock, 1995. Life Span Development Perkembangan masa hidup. Jakarta :
Erlangga.
24
Salusu, 1996. Pengambilan keputusan startejik untuk organisasi public dan
organisasi non profit. Jakarta : PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. Shehan, L.J. 2002. Marriage and families. Second Edition. Boston: Allyn &
Bacon Soenhadji, I.M. 2006. Teori Pengambilan Keputusan. Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. http://www.yahoo.com Sirudiyani, I.A. 2003. Studi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan Keluarga
untuk bidang KB-KR. Laporan Penelitian. Lembaga Puslitbang KS-PKP, BKKBN. Badan Koordinasi Keluarga berencana Nasional.
Sugihastuti dan Sastriyani. S.H. 2007. Glosarium Seks dan Gender. Yogyakarta :
Carasvati Books. Sunaryo dan Zuriah, 2004. Laporan Penelitian : Pola Pengambilan Keputusan
dalam Keluarga Wanita Karier di kota Malang. Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan Lembaga Penelitian. Universitas Muhamadiyah Malang.
Supriyantini, Sri. 2002. Hubungan antara Pandangan Peran Gender dengan
Keterlibatan dalam Kegiatan Rumah Tangga. Digitized USU digital library. Sumatera utara : Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Walgito, B. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : Andi
Offset. Widyorini, Endang. 2002. Perempuan Berbakat dalam Budaya Jawa. Semarang :
Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata. Wiludjeng, dkk. 2005. Dampak Pembakuan Peran Gender Terhadap Perempuan
Kelas Bawah di Jakarta. Jakarta : LBH-APIK Winahyu, Pawestri. 2004. Hubungan antara Persepsi terhadap Kesetaraan Gender
dengan Partisipasi Politik Perempuan anggota Parta dikabupaten Bondowoso. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Zaid dan Salamah, 2003. Membangun Rumah Tangga Ideologis. Jakarta : PT.
Wahyu Media Pertiwi.
25
, Federasi Serikat Petani Indonesia. 2007. Pandangan dan sikap dasar serikat Petani Indonesia (FSPI) terhadap Perjuangan Keadilan Gender. http://www.fspi.or.id , Aborsi.org. 2002. Kontrsepsi gagal kenapa mesti aborsi. http://www.drawclinic.com