Download - HTR sebagai skema dana pensiun
Tugas Paper
HUTAN TANAMAN RAKYAT SEBAGAI
SKEMA DANA PENSIUN PNS
(sebuah tawaran inovasi birokrasi)
PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK
Oleh :
Dimas Galih Kusuma Putra (5)
Kelas Bappenas Angkatan IX
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2014
Hutan Tanaman Rakyat Sebagai Skema Dana Pensiun PNS(sebuah tawaran inovasi birokrasi)Oleh : Dimas Galih Kusuma Putra
AbstrakDana pensiun merupakan salah satu motivasi jutaan orang menjadi pegawai negeri sipil di
Indonesia. Dana pensiun ini tidak hanya diterima pensiun PNS saja, ketika Pensiunan PNS
tersebut meninggal maka dana pensiun juga diterima istri atau suami pensiunan PNS/anak.
Sebagai skema pembayaran jangka panjang, dana pensiun dikelola oleh PT.Taspen dengan
system pay as you go. Berdasarkan sistem ini PT.Taspen mengelola dana kelolaan pensiun ke
sektor non riil seperti deposito, obligasi dan saham. Akibat dari penggunaan model
pengelelolaan dana investasi ini, negara masih menanggung sebagian besar dana pensiun
sehingga membebani APBN. alokasi anggaran dana pensiun yang hanya ditujukan untuk para
pensiun PNS melebihi alokasi dana untuk bidang kesehatan atau alokasi dana subsidi non
energi yang notabene diperuntukkan untuk mayoritas penduduk Indonesia. Inovasi birokrasi
perlu diterapkan agar pengelolaan dana pensiun dapat dilaksanakan secara mandiri dan
kreatif sehingga tidak memberatkan APBN. Hutan Tanaman Rakyat dapat dijadikan salah satu
skema dana pensiun. Tawaran inovasi birokrasi ini dapat menjadi solusi untuk mewujudkan
alokasi dana pensiun yang mandiri dan menjadi multiplier effect kesejahteraan masyarakat di
sekitar kawasan hutan.
Kata Kunci : Hutan Tanaman Rakyat, Dana Pensiun, Inovasi Birokrasi
1. Latar Belakang
Dana pensiun telah dikenal di nusantara sejak lama. Tanah bengkok merupakan bentuk
dana pensiun yang diberikan Kerajaan/kesultanan kepada abdi dalem yang telah menyelesaikan
masa kerjanya. Bentuk dana pensiun yang lebih terstruktur dan modern mulai diterapkan pada
masa penjajahan Belanda khususnya setelah penerapan politik etis (balas budi). Pada akhir
abad 19, Pemerintah kolonial Belanda mulai memperkenankan sebagian penduduk pribadi
kelas atas untuk menikmati pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengisi jabatan-jabatan
birokrasi paling rendah dalam administrasi pemerintah kolonial. Staatblad 1887 No.192
merupakan peraturan pertama yang mengatur mengenai pemberian dana pensiun bagi pegawai
ambtenaar/gubernemen dari golongan pribumi.
Dana pensiun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan banyak orang tertarik
untuk menjadi PNS. Dana pensiun dinikmati PNS ketika PNS telah berusia 58 tahun atau
ketika mengajukan pensiun dini dengan persyaratan tertentu. Berdasarkan data tahun 2013
perolehan pensiuan pokok PNS terendah adalah Rp. 1.323.000,00 dan pensiunan pokok PNS
tertinggi Rp. 3.751.500 yang dialokasi tiap bulan bagi 2,54 juta pensiunan PNS/ahli warisnya.
Grafik 1
Perkembangan Jumlah PNS tahun 2007 – 2012
Sumber : BPS
Berdasarkan data BPS jumlah pegawai negeri sipil adalah sejumlah 4.467.982 orang
pegawai. Adapun jumlah pensiun PNS yang pensiun sebelum dilaksanakan moratorium
penerimaan PNS pada tahun 2012 adalah sejumlah 102.836 orang pegawai. Adapun data
jumlah penerima manfaat dana pensiun PT.Taspen pada tahun 2013 sejumlah 2,54 juta jiwa
penerima manfaat. Berdasarkan grafik jumlah PNS diatas maka jumlah pensiun PNS atau
penerima manfaat pensiun PNS jika dibandingkan dengan jumlah PNS yang masih aktif
bekerja maka Pensiun PNS atau penerima manfaat pensiun PNS berjumlah 56,8 %.
Dana pensiun selama ini dikelola oleh PT Taspen dengan memotong penghasilan
pegawai negeri sipil sejumlah 4,75% per bulan. Uniknya disini dana pensiun ini dikelola
dengan model sharing pay as you go antara PT.Taspen dengan sumber dana iuran dari PNS
dan negara yang mengalokasikan dana pensiun dalam APBN. Berdasarkan data nota keuangan
tahun 2015, dana pensiun yang dialokasikan di APBN tahun 2013 sebesar Rp. 78,5 triliun
selama satu tahun anggaran atau sebesar Rp. 6,04 Triliun alokasi dana per bulan (termasuk
dana pensiun bulan 13). Adapun data tahun berjalan 2014 alokasi anggaran dana pensiun
sebesar Rp. 85,7 Triliun (nota keuangan 2015). Angka anggaran pensiun tahun 2014 jauh lebih
tinggi dibanding alokasi untuk dana kesehatan masyarakat yang peruntukannya untuk
dinikmati seluruh penduduk Indonesia. Dengan semakin banyaknya PNS yang pensiun setiap
tahunnya maka jika tidak dilakukan perubahan mekanisme maka dana pensiun ini akan
menjadi beban besar bagi APBN ke depannya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang menarik untuk dikaji
adalah sebagai berikut :
a. Sejauhmana visibilitas wacana program Hutan Tanaman Rakyat sebagai skema dana pensiun
PNS dapat diwujudkan kaitannya dengan kepentingan peran masing-masing aktor?
b. Hambatan dan tantangan apa yang berpotensi menjadi kendala dalam mewujudkan wacana
program ini dan solusi apa yang dapat ditempuh untuk mengatasinya?
2. Landasan Teori
Birokrasi jika dilihat dari asal katanya berasal dari bahasa latin yaitu bureau dan kratein.
Bereau berarti meja tulis dan kratein yang berarti mengatur. Terdapat banyak gagasan tentang
birokrasi, gagasan-gagasan tersebut lahir sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi dan sepak
terjang pejabat publik dalam pemerintahan modern.
Masalah birokrasi akan timbul tatkala pejabat gagal memahami atau menanggapi
kebutuhan umum (Martin Albrow, 2005). Birokrasi hanya dapat berlaku dalam organisasi
besar seperti organisasi pemerintahan, karena pada suatu organisasi yang kecil diperluhkan
hubungan informal, sedangkan birokrasi ditata secara formal untuk melahirkan tindakan
rasional dalam organisasi1.
Menurut thomas Dye, kebijakan diartikan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Jones, kebijakan merupakan perilaku yang
tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah
untuk memecahkan masalah umum. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin kebijakan
diartikan sebagai keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk
memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat. Dalam lingkup
birokrasi pemerintah, kandungan unsur kebijakan berbanding lurus dengan jenjang jabatan
yang ada. Sementara itu, pada masing-masing lembaga pemerintah terdapat perbedaan muatan
kandungan pada jenjang-jenjang yang setara2.
Kebijakan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan keputusan biasa. James
Anderson melihat kebijakan publik dalam hubungan dengan strategi pokok kehidupan suatu
negara. Ciri-ciri dari kebijakan tersebut adalah3 :
a. Public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than random or chance behavior. Setiap kebijakan publik harus ada tujuannya. Artinya, pembuatan suatu kebijakan tidak boleh
1 Inu Kencana Syafiie, dkk. Ilmu administrasi publik hal.1042 Said Zainal Abidin. Kebijakan Publik. hal 193 PenjelasanJames Anderson, dkk mengenai ciri-ciri kebijakan publik dalam buku kebijakan publik karya Said Zainal Abidin hal 22-23
sekadar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Tanpa ada tujuan tidak perlu ada kebijakan.
b. Public policy consist of courses of action – rather than separate, discrete decision, or action- performed by goverment officials. Artinya, suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain. Namun, ia berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat dan berorientasi pada implementasi, intepretasi dan penegakan hukum.
c. Public policy what goverment do-not what they say will do or what they intend to do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah, bukan apa yang masih ingin atau dikehendaki untuk dilakukan pemerintah.
d. Public policy may either negative or positive. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.
e. Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan harus berdasarkan hukum, sehingga mempunyai kewenangan untuk memaksa masyarakat mengikutinya.
Adapun sikap, tingkah laku dan kepemimpinan di dalam pemerintahan atau birokrasi di
Indonesia dipengaruhi atau ada di dalam lingkungan yang paternalistik, pluralistik dan
otoritarian4.
Disini inovasi birokrasi menjadi penting karena birokrasi harus didudukkan sebagai aktor
yang memegang peran utama dalam mengatur penyelesaian permasalahan publik tapi dalam
kenyataannya birokrasi sendiri memiliki suatu penyakit yang disebut bureaupatology. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa birokrasi pemerintahan identik dengan pelayanan yang
prosedurnya berbelit-belit, kaku, memakan waktu, biaya dan tenaga.
Inovasi birokrasi menempatkan birokrasi sebagai alat bagi negara untuk mewujudkan
tujuan negara tentu melalui kebijakan yang disusun dan dilaksanakan secara kreatif, inovatif
dan partisipatorif. Teori New Public Service yang menekankan pada pelaksanaan governance
yang berusaha menyelesaikan masalah melalui empowering aktor-aktor yang ada sangat
menarik untuk diterapkan. Masalah dalam pelayanan publik yang ada saat ini bukanlah
masalah tunggal yang hanya dirasakan oleh birokrat saja tetapi juga melibatkan kepentingan
banyak aktor baik publik maupun privat. Penyelesaian masalah bersama melalui pendekatan
jaringan kebijakan akan menjadi tawaran solusi yang menarik dan memberi keuntungan
maksimal bagi semua aktor yang terlibat. Karena dengan pendekatan jaringan, keterlibatan
aktor telah diperhitungkan sejak tahap perencanaan dan penganggaran rencana kebijakan
hingga pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan. Pelibatan peran serta para aktor yang
berkepentingan disertai penerapan inovasi birokrasi dalam penyusunan kebijakan publik akan
menjadi kombinasi yang ideal untuk menyelesaikan permasalahan publik secara efektif dan
efisien.
4 Prof. Dr.Warsito Utomo. Administrasi Publik Baru Indonesia perubahan paradigma dari administrasi negara ke administrasi publik hal.208.
3. Kebijakan Dana Pensiun PNS di Indonesia
Dana pensiun bukanlah hal asing karena dana pensiun telah diperkenalkan sejak era
kolonial penjajahan Belanda atau tepatnya tahun 1887. Pada tahun 1960 diselenggarakan
konferensi kesejahteraan pegawai negeri dan hasil dari konferensi tersebut dituangkan dalam
Keputusan Menteri Pertama RI No.380/MP/1960 yang salah satu isinya adalah menetapkan
perlunya pembentukan jaminan sosial menyeluruh bagi pegawai negeri dan keluarganya saat
memasuki usia pensiun.
Tindak lanjut konferensi tersebut adalah dikeluarkannya PP No.15 tahun 1963 yang
menjadi dasar dari pembentukan Perusahaan Negara Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (PN Taspen). PN Taspen didirikan dengan tujuan mulia yaitu untuk menjaga
kesejahteraan PNS dan keluarganya ketika telah memasuki usia pensiun. Sesuai perkembangan
organisasi, PN Taspen berubah menjadi Perum Taspen pada tahun 1969 untuk kemudian
berubah menjadi perseroan terbatas pada tahun 1981.
Terdapat 2 program yang dijalankan oleh PT. Taspen yaitu
a. Program Tabungan Hari Tua
Program tabungan hari tua program asuransi sosial PNS yang terdiri dari manfaat asuransi
dan manfaat asuransi kematian. Yang dibayarkan sekali ketika klausul dibayarkan
asuransinya terjadi seperti telah meninggal dunia atau telah pensiun.
b. Program Dana Pensiun
Program Dana Pensiun merupakan program yang memberikan jaminan hari tua kepada
pensiunan PNS
Total jumlah premi yang dibayar oleh PNS per bulan adalah sejumlah 8 % terdiri dari 4,7
% dari gaji pokok untuk program dana pensiun dan 3,25 % dari gaji pokok untuk tabungan hari
tua. Berdasarkan laporan arus kas PT. Taspen, penerimaan premi dan iuran kepesertaan
PT.Taspen tahun 2013 sejumlah Rp. 5,4 triliun dengan dana kelolaan yang ada di PT. Taspen
berjumlah Rp. 108 triliun. Adapun keuntungan hasil investasi yang diperoleh untuk tahun 2013
sejumlah Rp. 4,2 triliun. Investasi dana pensiun PT.Taspen dilaksanakan dalam bentuk
deposito, saham, reksadana, obligasi, sukuk dan properti.
Dari 2 program PT.Taspen yaitu program dana pensiun dan program tabungan hari tua,
PT.Taspen mampu mendanai keseluruhan program tabungan hari tua sedangkan kebutuhan
dana untuk program dana pensiun masih dilaksanakan dengan model sharing antara Negara
(Kementerian Keuangan) dengan PT. Taspen. Adapun perkembangan sharing dana pensiun
dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 1
Sharing Sumber Pembiayaan Dana Pensiun
Periode
Sumber Pembiayaan
APBN Dana Pensiun PNS (Hasil
kelola PT. Taspen)
1987 - 1993 100 % 0%
Januari 1994 – Maret 1994 0 % 100%
April 1994 – Desember 1996 77,5 % 22,5 %
Januari 1997 – Desember 1998 77 % 23 %
Januari 1999 – Desember 2002 75 % 25 %
Januari 2003 - Desember 2005 79 % 21 %
Januari 2006 – Desember 2006 82,5 % 17,5 %
Januari 2007 – Desember 2007 85,5 % 14,5 %
Januari 2008 – Desember 2008 91 % 9 %
Januari 2009 100% 0 %
Sumber : diolah dari ( Achmad Subianto,2004) dan sumber lainnya
Terlihat bahwa iuran kepesertaan yang dikelola PT.Taspen dan hasil pengelolaan dana
investasinya hanya mampu membayar 100% dana pensiun hanya selama 3 bulan periode
pensiun yaitu periode Januari hingga Maret 1994 selebihnya PT.Taspen hanya mampu
membayar sebagian kecil dana pensiun yang ada.
Masih besarnya porsi APBN dalam membiayai dana pensiun ini disebabkan oleh
setidaknya 2 faktor yaitu penerapan model dana pensiun “Pay As You Go” yang berimplikasi
kecilnya persentase dana yang dikelola dan model pengelolaan dana yang terbatas.
Pay As You Go adalah sistem pendanaan pensiun dimana biaya untuk pembayaran
pensiun dipenuhi secara langsung oleh pemerintah, melalui APBN pada saat pegawai
memasuki masa pensiun. Sistem pay as you go ini merupakan sistem lama dan masih dianut
oleh Indoensia, sementara negara lain telah banyak meninggalkan sistem ini dan beralih ke
sistem yang lebih efisien yaitu fully funded. Adapun Fully Funded adalah sistem pendanaan
pensiun dimana besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun dipenuhi dengan
cara diangsur secara bersama-sama melalui iuran oleh masing-masing pegawai dan pemerintah
sebagai pemberi kerja selama pegawai masih aktif bekerja. Oleh banyak negara system fully
funded memungkinkan badan pengelola dana pensiun memperoleh dana kelolan per bulan yang
lebih besar.
Berdasarkan Peraturan Menteri keuangan Nomor 79 tahun 2011 tentang kesehatan
keuangan badan penyelenggara tabungan hari tua pegawai negeri sipil, investasi dana kelolaan
PT.Taspen dibatasi pada deposito, saham, obligasi/sukuk, surat berharga negara, surat berharga
yang diterbitkan bank Indonesia, unit penyertaan reksadana, efek beragun aset, unit penyertaan
dana investasi real estate dan penyertaan langsung.
Meskipun Indonesia termasuk negara “Emerging Market” yang memiliki potensi
investasi tinggi namun resiko investasinyapun besar sebagai akibat dari kondisi pasar modal
yang rentan fluktuasi serta belum pulihnya dampak krisis maka portofolio investasi PT.Taspen
lebih terkonsentrasi pada deposito berjangka. Sementara itu alokasi pada saham yang memiliki
imbal balik investasi besar masih sangat minim apalagi investasi real estate dan penyertaan
modal langsung juga tergolong minim, hal ini dikarenakan pengelolaan dana program pensiun
menghendaki dana kelolaan yang relatif aman/rendah resiko investasinya. Konsekuensi dari
model investasi ini adalah margin keuntungan / imbal balik investasi yang rendah pula.
Sehingga dana kelolaan program pensiun yang terkumpul hanya memberikan manfaat imbal
balik investasi yang minim.
Sebagai pembanding portofolio dan alokasi aset yang dibentuk Goverment Pension Fund
di Thailand lebih beragam. Alokasi dana investasi pada deposito sebesar 36,08% serta dalam
bentuk obligasi pemerintah sebesar 56,87% serta dalam bentuk instrumen fix income lainnya
dan ekuitas yang masing-masing sebesar 14,75% dan 12,305% dari total dana investasi. Sangat
berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, sebagian besar dana dialokasikan dalam
bentuk deposito dan ditempatkan dalam bank swasta dan hanya sebagian kecil saja yang
ditanam di bank pemerintah (Achmad Subianto, 2004).
Pola Investasi dana kelolaan PT.Taspen 95,24% diletakan pada sektor Non Riil
(Deposito, obligasi,SUN,dll) dan sisanya 4,76% diletakkan pada sektor Riil (Properti dan
penyertaan modal langsung). Adapun investasi sebesar 95,24% mayoritas disimpan dalam
bentuk deposito dan obligasi yang memiliki resiko investasi rendah. Namun perlu diingat
bahwa dalam dunia investasi dikenal adanya adegium high risk high return, low risk low
return. Terbukti bahwa keuntungan investasi PT.Taspen relatif kecil secara persentase jika
dibandingkan dengan dana kelolaannya.
Grafik 2
Pembayaran Manfaat Dana Pensiun PNS yang bersumber dari APBN
Tahun 2007 – 2015
sumber : Nota Keuangan pemerintah 2015
Berdasark grafik diatas terlihat bahwa peningkatan porsi alokasi APBN untuk mendanai
program dana pensiun meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Rata-rata peningkatan
jumlah alokasi dana pensiun mencapai Rp. 8,4 triliun setiap tahunnya. Angka peningkatan
alokasinya saja jauh lebih tinggi dibanding dengan premi dan iuran kepesertaan PT.Taspen
yang hanya berjumlah Rp. 5,4 triliun.
Dana kelolaan dan hasil keuntungan PT.Taspen hanya mampu membayar sebagian
“kecil” biaya pensiun PNS karena mayoritas masih ditanggung oleh APBN. besarnya alokasi
dana pensiun pada tahun 2014 dan 2015 menjadi salah satu faktor ditambahnya batas usia
pensiun PNS menjadi 58 tahun.
Alokasi dana pensiun yang ditanggung oleh APBN makin membengkak tiap tahunnya.
Alokasi dana APBN untuk membayar dana pensiun yang peruntukannya hanya untuk 2,54 juta
pensiunan/penerima manfaat jauh melebihi alokasi APBN untuk dana bidang kesehatan atau
alokasi APBN untuk subsidi non energi (pangan, pupuk, benih, PSO, bunga kredit
perumahan,dll) yang dari segi jumlah penerima manfaat jauh lebih banyak daripada jumlah
penerima dana pensiun.
4. Kebijakan Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat
Indonesia merupakan negara dengan jumlah hutan terluas ke 2 di Asia dengan luas hutan
129,4 Juta Ha. Jika dibanding dengan luas daratan Indonesia maka 68% wilayah Indonesia
merupakan kawasan hutan. Namun dari 129,4 juta Ha kawasan hutan tersebut, 22 juta Ha
tergolong lahan kritis dan 5,2 juta Ha tergolong sangat kritis. Jika dijumlahkan maka luas
kawasan Indonesia yang tergolong kritis dan sangat kritis mencapai 21,27 % luas kawasan
hutan di Indonesia.
Berdasarkan data BPS, terdapat kurang lebih 49,8 juta penduduk Indoenesia yang tinggal
di sekitar kawasan hutan dan 10,2 juta diantaranya tergolong dalam kategori miskin. Penduduk
yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta jiwa dan sebanyak 3,4 juta orang
diantaranya bekerja di sektor swasta kehutanan.
Pada tahun 2007 model baru pengelolaan hutan muncul. Berdasarkan PP No.6 Tahun
2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan encana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan,
model baru tersebut adalah hutan tanaman rakyat (HTR). HTR adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian
sumber daya hutan.
Sebagai sarana untuk menjaga kelestarian hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan hutan maka pemerintah membuat program HTR dengan
memberikan jatah lahan seluas 15 Ha bagi tiap kepala keluarga. Adapun total lahan yang
dicadangkan seluas 5,4 juta HA, maka perhitungan kasarnya terdapat 360.000 kepala keluarga
yang mendapat jatah HTR. Dengan asumsi tiap keluarga terdapat 5 anggota, maka pprogram
HTR diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1,8 juta jiwa (Abidin, 2007).
Merujuk pada definisi HTR maka yang menjadi sasaran dari pembangunan HTR adalah
masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan. Masyarakat disini terdiri
dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat diberikan ijin pengelolaan hutan.
Adapun kawasan hutan yang dijadikan lokasi ijin HTR adalah kawasan hutan produksi yang
tidak produktif, tidak dibebani izin/hak lain dan letaknya diutamakan dekat dengan industri
hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan. Dalam
pengembangannya, Hutan Tanaman Rakyat diterapkan dengan menggunakan 3 pola yaitu :
a. HTR Pola Mandiri
adalah HTR yang dibangun sendiri oleh kepala keluarha pemegang ijin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu (IUPHHK) HTR.
b. HTR Pola Kemitraan
adalah HTR yang dibangun oleh kepala keluarga pemagang IUPHHK-HTR bersama dengan
mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh pemerintah agar
terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak yang bermitra tersebut.
c. HTR Pola Developer
adalah model HTR yang dibanguan oleh perusahaan baik BUMN/swasta untuk kemudian
diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya
pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan dikembalikan secara
mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHK-HTR diterbitkan.
Berdasarkan data statistik kawasan hutan tahun 2013, luas areal yang telah diberikan
kepada pemegang IUPHHK-HTR adalah seluas 188.573,17 Ha. Jika dibandingkan dengan luas
areal yang dicadangkan maka masih terdapat 5,2 juta Ha lahan yang belum dimanfaatkan.
Dalam skema pembangunan HTR, jenis tanaman yang dapat dikembangkan teridiri dari:
a. Tanaman Hutan berkayu
tanaman hutan berkayu ini dibagi dalam beberapa kelompok jenis yaitu kayu pertukangan
(meranti, keruing, jati, sengon, mahoni, sonokeling, dll) dan kayu serat (akasia, gmelina,
eucaliptus, dll)
b. Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu
yang termasuk jenis tanaman budidaya tahunan berkayu tersebut adalah karet, durian,
nangka, pala, mangga, kemiri, duku, dll)
Komposisi jenis tanaman untuk pembangunan HTR terdiri dari tanaman hutan berkayu ±
70% dan tanaman budidaya tahunan berkayu ± 30 %. Pemegang izin dapat pula melakukan
kegiatan tumpang sari tanaman budidaya musiman seperti palawija diantara tanaman pokok
setelah 2-3 tahun dengan pengaturan letak komposisi jenis tanaman pokok disesuaikan dengan
jarak tanam, kesesuaian persyaratan tempat tumbuh dan kondisi fisiografi lapangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/menhut-II/2008 tentang standar
biaya pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat maka biaya rata-rata per
hektar yang diperluhkan adalah sekitar Rp. 29.948.150,00.
Pembiayaan HTR masih menjadi masalah pelik yang menghambat pelaksanaan program
hutan tanaman rakyat. Hingga tahun 2013, jumlah areal cadangan HTR yang telah diberikan
kepada pemegang ijin baru mencapai 3,5 % dari total luas areal yang dicadangkan. Persoalan
dana masih menjadi kendala karena pembangunan hutan tanaman in tidak dapat diagunkan,
produksinya yang sifatnya jangka panjang dan adanya faktor resiko kegagalan produksi
sehingga menyebabkan investor kurang tertarik dalam melakukan pembiayaan pembangunan
hutan tanaman rakyat ini.
Pembangunan HTR sebagai kebijakan pemerintah ini diharapkan mampu meningkatkan
kontribusi kehutanan dalam mengurangi pengangguran (pro-job), meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (pro-growth) dan percepatan pengentasan kemiskinan masyarakat (pro-poor).
5. Hutan Tanaman Rakyat Sebagai Skema Dana Pensiun PNS
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, dari area Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang
dicadangkan seluas 5,4 Juta hektare, hingga tahun 2013 luas areal yang telah diberikan kepada
pemegang IUPHHK-HTR adalah hanya seluas 188.573,17 Ha, sehingga terdapat areal
cadangan yang belum dikelola seluas ± 5,2 juta hektare.
Adapun faktor utama penyebab rendahnya areal cadangan yang telah diberikan ke
pemegang IUPHHK-HTR disebabkan oleh kesulitan pendanaan. Pada tahun 2007 telah
dilaksanakan kerjasama antara Menteri Keuangan dengan Menteri Kehutanan dalam rangka
pembentukan Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H). Lembaga yang menerapkan
pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) ini memiliki tugas memfasilitasi
pemberian pinjaman dana bergulir bagi pembangunan hutan serta mengusahakan dan
mengelola dana hibah dari negara dan lembaga donor yang terkait dengan pembangunan hutan.
Dengan adanya Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H), koperasi atau kelompok tani
dapat mengajukan pinjaman untuk pendanaan program HTR. Adanya lembaga ini dapat
dijadikan pintu masuk bagi BUMN seperti PT.Taspen untuk melaksanakan investasi di sektor
kehutanan.
Untuk tahun 2013, kebutuhan dana pensiun yang ditanggung oleh negara mencapai Rp.
78,5 triliun, sementara jumlah premi dan iuran ditambah keuntungan hasil investasi
PT.Taspen tidak lebih dari Rp 10 triliun. Jika PT. Taspen dan negara terus menggunakan
skema lama maka jumlah dana pensiun yang ditanggung APBN akan semakin besar dan
mencederai rasa keadilan masyoritas rakyat Indonesia.
Pengelolaan dana pensiun berbasis Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dapat menjadi solusi
yang sangat menarik. Berdasarkan pengalaman Ardha Primatopan, seorang petani jabon di
Kab.Kendal menanam biji Jabon pada luas lahan 1 hektar dengan jarak tanam ideal 3 x 3 m,
maka dapat ditanam 1.000 bibit pohon jabon. Setelah 6 tahun memiliki data hasil panen jabon
per hektare sebagai berikut :
Tabel 2
Hasil menanam pohon jabon/ha
Diameter
Panen
Tinggi Harga Jumlah
(pohon)
Total (Rp)
< 15 cm 9 m 50.000 150 6,25 Juta
20 cm 10 m 100.000 300 30 Juta
20-30 cm 14 m 170.000 200 34 Juta
30-40 cm 16 m 350.000 200 70 Juta
> 40 cm 18 m 750.000 150 112,5 juta
Jumlah 253 juta
Sumber : (Hasil Panen Ardha Primatopan Tahun 2011)
Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil panen Jabon per hektar setelah 6 tahun
adalah Rp. 253 juta. Dengan biaya produksi perhektar sekitar Rp. 32 juta maka terdapat
keuntungan bersih sebesar Rp. 221 juta.
Jika PT. Taspen menggunakan skema investasi dengan perbandingan keuntungan 70%
untuk PT.Taspen dan 30% untuk kelompok tani/koperasi, maka PT.Taspen mendapat hasil Rp.
154.700.000,00 dan kelompok tani/koperasi mendapat hasil Rp. 66.300.000,00. Hasil tersebut
merupakan hasil perhektar. Jika areal cadangan HTR yang belum terkelola seluas 5,2 juta
hektare dapat ditanam dengan skema investasi ini 70%nya saja atau seluas 3,6 juta hektare
maka potensi hasil investasi yang diperoleh PT.Taspen adalah Rp 563,1 triliun setelah 6 tahun
masa panen atau jika dirata-rata pertahun adalah Rp. 93,8 triliun.
Pada tahun 2013 negara mengeluarkan Rp. 78,5 triliun untuk mendanai biaya pensiun
melalui alokasi APBN maka dengan skema investasi dana pensiun PT.Taspen melalui HTR ini
diperoleh potensi keuntungan rata-rata tiap tahun Rp. 93,8 triliun. Potensi keuntungan tersebut
lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan dana pensiun yang saat ini masih ditanggung
oleh negara.
Jika pemegang kebijakan pengelolaan dana pensiun bersama PT.Taspen menggunakan
skema pendanaan pensiun ini akan memberikan multiplier effect yang banyak. Masyarakat di
sekitar kawasan hutan yang 10,2 juta diantaranya tergolongan masyarakat miskin dapat
dientaskan dari kemiskinan. Karena dana hasil skema ini yang dirasakan oleh masyarakat
sekitar kawasan hutan melalui koperasi dan kelompok tani adalah sebesar Rp. 241 triliun
dalam 6 tahun atau Rp. 40,2 trilun per tahun.
Dari gambaran paparan diatas maka dapat dijabarkan manfaat langsung dan tidak
langsung dari skema dana pensiun dengan pola Hutan Tanaman Rakyat ini adalah sebagai
berikut:
a. tercukupinya kebutuhan dana pensiun sehingga ketergantungan pembayaran dana pensiun
dari APBN dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan sama sekali
b. peningkatan kesejahteraan 10,2 juta masyarakat di sekitar kawasan hutan sekaligus
percepatan pengentasan kemiskinan
c. terjaganya kelestarian hutan alam/hutan primer, karena kebutuhan kayu dapat dipenuhi dari
produksi hutan tanaman
d. Kawasan hutan dengan lahan kritis dapat dipulihkan secara bertahap
e. Tumbuhnya semangat menjaga kelestarian alam karena masyarakat telah merasakan manfaat
ekonomi dari menanam dan merawat pohon
f. pola identifikasi dan sertifikasi kayu legal untuk pasar lokal lebih mudah dilaksanakan
sehingga kepastian stok bahan baku legal industri manufaktur kehutanan dapat terpenuhi
6. Kesimpulan
6.1. Visibilitas wacana program skema dana pensiun melalui program HTR
Terkait dengan tawaran wacana skema dana pensiun melalui program hutan tanaman
rakyat maka setidaknya terdapat 5 aktor yang terlibat yaitu
a. PT. Taspen (selaku pengelola dan penyalur dana pensiun)
b. Kementerian Keuangan (selaku regulator dana pensiun dan penyedia alokasi dana pensiun
melalui APBN)
c. Kementerian Kehutanan, Kepala Daerah dan Dinas Kehutanan (selaku instansi yang
mengeluarkan regulasi dan berwenang dalam mengeluarkan ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR)
d. Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan/BP2H (selaku Badan Layanan Umum yang
mengumpulkan dan mengelola dana investasi di bidang kehutanan)
e. Masyarakat sekitar kawasan hutan baik dalam bentuk kelompok tani atau koperasi (selaku
pemegang IUPHHK-HTR dan pelaksana program HTR)
Kelima aktor tersebut diatas jika dikelompokkan berdasarkan tujuannya maka terdapat 2
tujuan utama yaitu terpenuhinya tujuan ekonomi dan terwujudnya pengelolaan hutan yang
berkelanjutan dan lestari. Tujuan ekonomi disini menggambarkan tercukupinya kebutuhan
dana pensiun dan tercapainya kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan sedangkan
tujuan pengelolaan hutan yang lestari ini mewakili tujuan Kementerian Kehutanan, Kepala
Daerah, Dinas Kehutanan dan Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan.
Tabel 3
Analisa Stakeholder Terkait Wacana Skema Dana Pensiun dari Program HTR
Aktor Kepentingan Sumber Daya
Kapasitas
Untuk
memobilisasi
sumber daya
Posisi
terhadap
wacana
program
PT. Taspen - Memperoleh
keuntungan untuk
membayar
operasional
perusahaan dan
program dana
pensiun
- Premi dan Iuran Rp.
5,3 Triliun/tahun
- Keuntungan Hasil
Investasi 4,2
Triliun/tahun
- Dana Kelolaan yang
disimpan Rp.108
triliun
Sesuai dengan
corporat
action
berdasarkan
PMK No.79
Tahun 2011
Diuntungkan
(sebagai
bentuk
diversifikasi
investasi
jangka
panjang)
Kementerian
Keuangan
- Menjamin
tercapainya
pembayaran dana
pensiun ke penerima
melalui alokasi
APBN
- mengatur kesehatan
lembaga pengelola
dana pensiun
- memberikan alokasi
APBN untuk dana
pensiun tahun 2013
Rp. 78,5 T dengan
rata-rata kenaikan
Rp. 8,4 Triliun
/tahun
- membuat regulasi
PMK No.79 Tahun
2011
- menyediaka
n alokasi
untuk dana
pensiun
setiap tahun
- mengawasi
pengalokasia
n dana
investasi di
PT.Taspen
Diuntungkan
(mengurangi
beban APBN
dalam
pembayaran
pensiun)
Kementerian
Kehutanan,
Kepala
Daerah dan
Dinas
Kehutanan
- Menjaga kelestarian
hutan
- Mengurangi jumlah
lahan kritis
- Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat di sekitar
kawasan hutan
- Luas Areal yang
dicadangkan untuk
HTR 5,4 juta Ha
- Mekanisme IUPHHK
HTR sesuai
Permenhut
P.31/Menhut-II/2013
- Realisasi
program
HTR masil
kecil baru
mencapai
3,48% dari
luas areal
yang
dicadangkan
Diuntungkan
(akselerasi
pencapaian
tujuan
kehutanan)
Aktor Kepentingan Sumber Daya
Kapasitas
Untuk
memobilisasi
sumber daya
Posisi
terhadap
wacana
program
(kesulitan
Pendanaan)
- Mekanisme
ijin yang
panjang dan
berjenjang
Badan
Pembiayaan
Pembangunan
Hutan (BP2H)
- Mengelola dana
Hibah dan
Pinjaman di
bidang
kehutanan
- Melaksanakan
mekanisme
pemberian
kredit ke
Pengusaha
Hutan Tanaman,
kelompok tani
dan koperasi
- Dana Hibah dan
dana pinjaman
luar negeri
- Berbentuk
BLU
- Memiliki
mekanisme
penyaluran
kredit dana
bergulir
Diuntungkan
(mendapat
alokasi
tambahan
modal)
Masyarakat di
Sekitar
Kawasan
Hutan
- Memperoleh
manfaat dari
pengelolaan
hutan
disekitarnya
- Tinggal di
lingkungan yang
terjaga
kelestariannya
- 48,8 juta penduduk
yang tinggal di
sekitar kawasan
hutan dengan 10,2
juta diantaranya
dalam kategori
miskin
- Membentuk
kelompok
tani/koperasi
- Sebagai
pemegang
IUPHHK-
HTR
Diuntungkan
(mendapat
pekerjaan dan
tambahan
penghasilan)
Terkait dengan analisa kebijakan, dikenal berbagai alternatif strategi yang dapat dipakai
dalam memecahkan masalah. Oleh sebab itu, orang tidak boleh terpaku dan membatasi diri
dengan cara-cara konvensional. Birokrat perlu terbuka untuk melihat berbagai kemungkinan
baru yang dapat ditempuh yang belum ada sebelumnya5.
5 Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. hal.135
Untuk mengetahui visibilitas wacana program maka digunakan metode analisa alternatif
kebijakan. Alternatif kebijakan ini berusaha mencapai 2 tujuan besar yang merupakan
pengelempokan tujuan-tujuan dari 5 aktor yang terlibat dalam skema program ini. Adapun
metode alternatif yang digunakan adalah sebagai berikut
Tabel 4
Evaluasi Alternatif Kebijakan Pendanaan Dana Pensiun
Tujuan Kriteria
Alternatif Kebijakan
Status Quo Skema Dana Pensiun dari
Program HTR
Tujuan
Ekonomi
Kecukupan dana pensiun Kurang Lebih dari Cukup
Share Alokasi Dana
Pensiun dari APBN
Rp. 78,5 Triliun/ tahun
2013
Rp. 0
(setelah 6 tahun masa panen)
Keuntungan
PT. Taspen
Rp. 4,2 Triliun/ tahun Rp 563,1 triliun/ 6 tahun atau
Rp. 93,8 triliun/tahun
Peningkatan
Kesejahteraan dan
penurunan kemiskinan
masyarakat di sekitar
hutan
Kecil / Minim dan tidak
ada dampak langsung
Mampu mengentaskan
1.800.000 penduduk miskin di
sekitar kawasan hutan
Jangka Waktu Realisasi
Program
1 Tahun 6 Tahun
Tujuan
pengelolaan
Hutan
Luas Hutan dengan Lahan
Kritis
Luas Lahan kritis dan
Sangat kritis tetap
mencapai 27 juta hektar
Dalam 6 tahun lahan kritis
berkurang 5,2 juta Ha sehingga
menjadi 21,8 juta Ha
Multiplier Effect pada
bidang manufaktur
kehutanan
Kecil/Tidak ada Tinggi
Menjamin ketersedian kayu
legal dan bersertifikat dan
Mendorong terwujudnya
pengelelolaan hutan lestari
Terlihat bahwa skema dana pensiun melalui program HTR ini memberikan manfaat yang
jauh lebih banyak bagi semua aktor, sehingga kelima aktor utama dalam skema ini sama-sama
diuntungkan dengan adanya wacana skema program pensiun ini. Disamping itu skeman dana
pensiun melalui HTR ini juga memberikan multiplier effect yang jauh ebih besar dibanding
model status quo yang diterapkan saat ini.
6.2. Hambatan dan Solusi Pemecahannya
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa yang menjadi hambatan dan
tantangan dari wacana skema program dana pensiun melalui HTR ini adalah :
a. Peraturan
Peraturan yang menjadi hambatan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
PMK.79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program
Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil.
Dalam peraturan ini pengelolaan dana PT.Taspen sebagian besar hanya diperkenankan
dalam bentuk deposito, saham dan obligasi sedangkan investasi berupa penyertaan langsung
dibatasi maksimal 5% dari seluruh dana investasi. Alokasi dana 5% dari dana kelolaan
PT.Taspen yang kurang lebih berjumlah Rp. 5,8 Triliun masih terlalu kecil untuk mendanai
proyek HTR dengan areal tanam seluas 3,6 juta Ha. Anggaran yang dibutuhkan untuk
penanaman sekaligus areal seluas 3,6 juta Ha adalah Rp. 116,4 triliun untuk 6 tahun masa
tanam atau jika dirata-rata tiap tahun sebesar Rp. 19,4 Triliun.
b. Mekanisme pemberian IUPHHK-HTR yang panjang dan berbelit-belit
Mekanisme pemberian IUPHHK-HTR melibatkan banyak instansi yang terdiri dari
Kementerian Kehutanan berikut UPT Kementerian Kehutanan yang ada di daerah, Kepala
Daerah dan Dinas Kehutanan. Mekanisme yang panjang ini menyebabkan masyarakat di
sekitar kawasan hutan yang rata-rata berpendidikan rendah tidak terlalu tertarik mengikuti
program HTR ini karena menganggap mekanismenya rumit.
c. Dana Talangan untuk dana pensiun sebelum masa panen dan kebutuhan dana program
Program hutan tanaman rakyat ini paling cepat membutuhkan waktu 6 tahun untuk
mendapatkan hasilnya sehingga selama masa tunggu 6 tahun tersebut diperluhkan alokasi dana
yang besar baik untuk dana pensiun maupun dana program.
Solusi yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan antara lain:
1. Revisi PMK.79/PMK010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program
Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dengan memberikan fleksibilitas pengelolaan
dana pensiun yang lebih tinggi kepada PT. Taspen
2. Membuat Memorandum Of Understanding antara Kementerian Keuangan, PT. Taspen dan
Kementerian Kehutanan sebagai wujud upaya pewujudan komitmen bersama
3. Penyederhanaan mekanisme pemberian IUPHHK-HTR dengan membentuk pelayanan
secara online dan peningkatan sosialisasi dan difasilitasi oleh penyuluh kehutanan di daerah.
4. mengubah sistem pendanaan pensiun dari sistem pay as you go ke sistem fully funded
sebagai sistem yang digunakan sebagai masa transasi selama 6 tahun sebelum keuntungan
panen hasil HTR diperoleh.
Daftar Pustaka
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta : Salemba Humanika
Albow, Martin. 2005. Birokrasi. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Arifin, M. Zainal, 2007. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat, Mungkinkah? Di dowload dari http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/opini/1id14691.html
Laporan Keuangan PT. Taspen Tahun 2013
Nota Keuangan Pemerintah dan RAPBN 2015
Nugroho, Riant. 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta : Elex Media Computindo
Peng, Jun. 2009. State and local Pension Fund Management. Tucson : CRC Press.
Permenhut P.5/Menhut-II/2008 Jo. Permenhut P.23/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Permohonan IUPHHK HTR
Permenhut P.48/Menhut-II/2008 Tentang Standart Biaya Pembangunan Hutan Tanamn Industri dan Hutan Tanaman Rakyat
PMK No.79/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua PNS
Rahman, Abu T.R. Innovation in Development Administration, Governance and Management. Jurnal Sound Governance Policy and administrative Innovations. Prager Publisher. www.praeger.com
Statistik Kawasan Hutan Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kehutanan.
Statistik Kementerian Kehutanan Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kehutanan.
Subianto,Achmad. 2004.Setelah Pensiun (Merumuskan Kembali Model Kesejahteraan bagi Purna karya PNS Indonesia).Jakarta : RBI Research
Syafiie, Inu Kencana, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Rineka Cipta.
Utomo, Warsito. 2012. Administrasi Publik Baru Indonesia Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Anonim. Hasil investasi PT Taspen. http://keuangan.kontan.co.id/news/hasil-investasi-taspen diakses pada tanggal 5 November 2014
Anonim. Taspen menargetkan hasil investasi 10 triliun. http://www.antaranews.com /berita/416940/taspen-menargetkan-hasil-investasi-2014-rp10-triliun diakses pada tanggal 5 November 2014
Anonim. Sistem Pensiun PNS diusulkan diubah. http://www.bpkp.go.id/berita /read/844/5290/Sistem-Pensiun-PNS-Diusulkan-akan-Diubah.bpkp diakses pada tanggal 5 November 2014
Anonim. Hasil Jabon. http://www.bibitjabon.web.id/2011/07/hasil-jabon.html diakses pada tanggal 5 November 2014