Download - horizontal.docx
2.8 Alinyemen Horizontal
Menurut buku Rekayasa Jalan Raya yang diterbitkan oleh Gunadarma, alinyemen
horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal sering
disebut dengan situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen horizontal terdiri atas garis lurus dan
garis lengkung yang berupa bagian dari lingkaran dan lengkung peralihan.
2.8.1 Konsep Dasar Perencanaan Tikungan
Tikungan jalan terdiri atas bagian dari lingkaran dan lengkung peralihan. Penentuan ukuran
bagian-bagian tikungan didasarkan pada keseimbangan gaya yang bekerja pada kendaraan yang
melintasi tikungan tersebut. Bila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap sebesar V
pada bidang datar atau bidang miring dengan lintasan melengkung, maka kendaraan tersebut
akan mengalami gaya sentrifugal dan gaya sentripetal. Gaya sentrifugal mendorong kendaraan
secara radial ke arah luar lengkung. Gaya ini berarah tegak lurus terhadap arah laju kendaraan
yang mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pengemudi. Gaya sentrifugal F dapat ditentukan
dengan persamaan 2.1.
.................................................................................... 2.1
dimana, m = Massa (kg)
a = Percepatan (m/det2)
................................................................................... 2.2
dimana, G = Berat kendaraan (kg)
g = Gaya gravitasi (m/det2)
Jika a didefinisikan sebagai percepatan sentrifugal, maka a dapat dinyatakan dalam persamaan
2.3.
................................................................................... 2.3
dimana, v = Kecepatan kendaraan (km/jam)
R = Jari-jari lengkung lintasan (m)
Dengan demikian gaya sentrifugal dapat dinyatakan sebagai perkalian antara massa dengan
percepatan sentrifugal seperti pada persamaan 2.4.
...................................................................... 2.4
Untuk mempertahankan agar kendaraan yang melaju pada tikungan tetap berada pada
lintasannya, maka diperlukan gaya yang dapat mengimbangi gaya sentrifugal tersebut. Gaya-
gaya yang mengimbangi gaya sentrifugal tersebut adalah:
a. gaya gesek melintang antara ban dengan pemukaan jalan.
b. kornponen gaya akibat berat kendaraan yang terjadi pada bidang miring di tikungan.
Fenomena keseimbangan gaya tersebut dapat diperlihatkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Keseimbangan gaya pada tikungan
2.8.2 Penentuan Titik Koordinat
Berdasarkan titik koordinat dan elevasi maka dapat dihitung jarak. Menurut Saodang
(2004), perhitungan jarak dari titik PI ke titik PI lainnya dapat menggunakan persamaan berikut
ini:
………………………… 2.5
dimana, dA-PI = Jarak antara titik A ke PI (m)
XPI,YPI = Koordinat dari titik PI (m)
XA,YA = Koordinat dari titik A (m)
2.8.3 Penentuan Sudut Putar
Menurut Saodang (2004), bahwa sudut putar pada tikungan lengkung FC, S-C-S dan S-S
dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
dimana, ΔPI = Sudut Putar ( o )
XPI,YPI = Koordinat dari titik PI (m)
XA,YA = Koordinat dari titik A (m)
XB,YB = Koordinat dari titik B (m)
Dari persamaan di atas dapat diketahui dA-PI antara titik A dan titik PI, dari sudut jurusan
1 garis menghubungkan titik A dan titik PI juga titik B.
2.8.4 Jari-Jari Minimum
Jari-jari lengkung minimum untuk kecepatan rencana yang berlainan, seperti diperlihatkan
pada Tabel di bawah ini, didasarkan pada superelevasi maksimum dan gesekan sisi dengan
rumus:
dimana, R = Jari-jari minimum (m)
V = Kecepatan (km/jam) = kecepatan rencana
f = koefisien gesekan sisi (koefisien gesekan diantara ban
dan permukaan jalan melawan gesekan)
i = Superelevasi
Hasil penelaahan luar negeri menunjukkan bahwa nilai maksimum faktor gesekan sisi "f"
adalah 0,4 sampai 0,8 untuk perkerasan aspal. Secara teoritis, kecepatan laju di tikungan dapat
ditingkatkan sampai "f" mencapai batas maksimumnya. Tetapi kecepatan laju yang tinggi di
tikungan menimbulkan gaya sentrifugal yang besar pada pengemudi. Merupakan kecenderungan
yang umum bagi pengemudi untuk mengurangi gaya sentrifugal yang bekerja pada mereka dan
untuk mempertahankan kenyamanan dan keamanan dalam mengemudi. Jari-jari minimium untuk
kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjukkan pada Tabel di bawah ditentukan
oleh nilai "f" yang direkomendasikan, yang berkisar antara 0,14 sampai 0,17 demi kenyamanan
dalam mengemudi. Nilai superelevasi yang diperkirakan untuk jari-jari minimum adalah
10% untuk kecepatan rencana 40 sampai 80 km/jam, dan 8% untuk kecepatan rencana 30 sampai
20 km/jam.
Tabel 2.12 Jari-jari minimum
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
2.8.5 Panjang Jari-Jari Minimum
Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang sehingga
diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk melintasinya. Panjang jari-jari minimum seperti yang
diperlihatkan pada Tabel di bawah didasarkan atas rumus berikut:
...................................................................................................... 2.8
dimana, L = panjang jari-jari (m)
t = waktu tempuh (detik) = 6
v = kecepatan (m/detik) = kecepatan rencana
Tabel 2.13 Panjang jari-jari minimum
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
2.8.6 Jarak Pandangan Henti
Jarak pandangan henti adalah jumlah dua jarak, jarak yang dilintasi kendaraan sejak saat
mengemudi melihat suatu objek yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat rem diinjak
dan jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak saat penggunaan rem dimulai.
Untuk jalan raya kelas 5 dengan lajur tunggal, jarak pandangan henti harus dua kali lipat
kecuali diambil beberapa tindakan penjagaan seperti pemasangan cermin pada tikungan.
dimana, D = Jarak pandangan henti minimum (m)
V = Kecepatan (km/jam) = kecepatan rencana
t = Waktu tanggap (detik) = 2,5
g = Kecepatan gravitasi = 9,8 m/d2
f = Koefisien gesekan membujur = 0,3 sampai 0,4
e = Ruas bebas samping
Tabel 2.14 Jarak pandangan henti minimum
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
Gambar 2.8 Jarak pandangan henti2.8.7 Jarak Pandangan Menyiap
Disini ditentukan 2 macam jarak pandangan menyiap yaitu jarak pandangan menyiap total
dan jarak pandangan menyiap minimum. Jarak pandangan menyiap total memungkinkan
gerakan menyiap mulai saat bergerak ke arah jalur yang berlawanan. Dilain pihak, jarak
pandangan menyiap minimum yang diperlukan memungkinkan kendaraan memulainya
dari titik. tempat kendaraan yang menyiap tersebut menyusul bagian belakang kendaraan yang
disiap. Dalam hal yang terakhir, kendaraan yang menyiap kembali ke jalur semula jika
menjumpai kendaraan yang sedang mendekat. Meskipun sudah jelas bahwa jarak pandangan
yang terdahulu lebih dikehendaki, yang terakhir dapat diterapkan jika biaya konstruksi jalan raya
tersebut terbatas. Panjang jarak pandangan menyiap diperlihatkan pada tabel di bawah.
Frekuensi dan panjang bagian penyiapan untuk jalan raya terutama tergantung kepada
topografi, kecepatan rencana jalan raya dan biaya. Meskipun sulit untuk langsung
menunjukkan frekuensi yang diberikan bagi jalan raya 2 jalur, sekurang-kurangnya 10% panjang
seluruh jalan raya yang diproyeksikan tersebut harus mempunyai jarak pandangan menyiap.
Tabel 2.15 Jarak pandangan menyiap
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
Gambar 2.9 Jarak pandangan menyiap
2.8.8 Kemiringan Melintang
Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinyemen lurus membutuhkan kemiringan
melintang yang normal 2% untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3,0 - 5,0% untuk
perkerasan macadam atau jenis perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil.
2.8.9 Pencapaian Kemiringan
Pencapaian kemiringan harus dipasang didalam lengkung peralihan. Bilamana tidak
dipasang lengkung peralihan, pencapaian harus dipasang sebelum dan sesudah lengkung
tersebut.
Gambar 2.10 Pencapaian kemiringan
Tabel 2.18 Kemiringan maksimum untuk pencapaian kemiringan
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
2.8.10 Perancangan Tikungan
Menurut buku Rekayasa Jalan Raya yang diterbitkan oleh Gunadarma, dalam perancangan
tikungan dikenal 2 bentuk lengkung dasar yang sering digunakan yaitu: lengkung lingkaran
(circle) dan lengkung spiral. Lengkung spiral sering digunakan sebagai lengkung peralihan.
Penggunaan kedua lengkung dasar tersebut disesuikan dengan kebutuhun dan persyaratan teknis.
Untuk itu dikenal beberapa bentuk tikungan yang digunakan dalam perancangan yaitu: lingkaran
penuh (full circle), spiral-spiral (S-S) dan spiral lingkaran spiral (S-C-S).
a. Lingkaran Penuh (Full Circle)
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari tikungan besar dan
sudut tangen kecil. Pada tikungan yang tajam, dimana jari-jari tikungan kecil dan superelevasi
yang diperlukan besar, tikungan berbentuk lingkaran akan menyebabkan perubahan kemiringan
melintang yang besar, sehingga akan menimbulkan kesan patah pada tepi perkerasan sebelah
luar.
Gambar 2.11 Tikungan berbentuk lingkaranGambar 2.11 menunjukkan tikungan berbentuk lingkaran penuh. Bagian lurus dari jalan (di
sebelah kiri TC dan di sebelah kanan CT) dinamakan bagian tangen. Titik peralihan dari bagian
lurus ke bagian lengkung (lingkaran) dinamakan titik TC, sedangkan titik peralihan dari bagian
lengkung ke bagian lurus dinamakan titik TC. Titik potong dari perpanjangan kedua bagian jalan
yang lurus dinamakan PI, sedangkan sudut yang terbentuk antara keduanya dinamakan sudut
tangen (= B). Jarak lurus antara titik TC (atau CT) terhadap titik PI disebut Tc.
................................................................... 2.10
................................................................... 2.11
............................................................... 2.12
Karena tikungan hanya berbentuk lingkalan saja, maka pencapaian superelevasi dilakukan
sebagian pada bagian jalan yang lurus dan sebagian lagi dilakukan pada bagian lingkaran
(lengkung). Karena sesungguhnya bagian tikungan peralihan itu sendiri tidak ada, maka panjang
daerah pencapaian superelevasi disebut sebagai panjang peralihan fiktif (Ls').
Menurut Bina Marga, panjang peralihan fiktif ini ditempatkan pada bagian jalan yang lurus
sebesar 3/4 Ls' (yaitu disebelah kiri TC atau sebelah kanan CT) dan pada bagian lingkaran
(lengkungan) sebesar 1/4 Ls'.
b. Lengkung Spiral Spiral (S-S)
Sebaiknya lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan dititik balik pada
lengkungan untuk menjamin perubahan yangtidak mendadak jari-jari lengkung, superelevasidan
pelebaran. Lengkung peralihan juga membantupenampilan alinyemen. Lengkung clothoide
umumnya dipakai untuk lengkung peralihan. Guna menjamin kelancaran mengemudi, panjang
minimum lengkung peralihan yang ditunjukkan pada tabel 2.19 adalah setara dengan waktu
tempuh3 detik. Panjangnya dihitung lewat rumus di bawah ini:
............................................................ 2.13
Tabel 2.19 Panjang minimum lengkung peralihan
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
Tikungan dengan jari-jari besar (seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.20) tidak
memerlukan lengkung peralihan. Jika lengkung peralihan dipasang, alinyemen horisontal
bergeser dari garis singgung kesuatu lingkungan. Besarnya nilai pergeseran ini tergantung dari
panjang lengkung peralihan dan jari-jari lengkung. Jika jari jari lengkung sedemikian besarnya
sehingga pergeseran kecil, maka pergeseran dapat diadakan di dalam lebar jalur, sehingga
lengkung peralihan tidak dibutuhkan. Besarnya pergeseran ini dapat dihitung sebagai berikut:
............................................................... 2.14
dimana, S = Nilai pergeseran (m)
L = Panjang lengkung peralihan (m)
R = jari-jari lengkung (m)
Sedangkan besarnya jari-jari lengkungan minimum yang tidak memerlukan lengkung
peralihan (dengan pergeseran sebesar 0,2 m) ditunjukkan pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20 Jari-jari minimum yang tidak memerlukan lengkung
peralihan
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
c. Spiral Lingkaan Spiral (S-C-S)
Gambar 2.12 Lengkung S-C-S
Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral (clothoid) yang
menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral (kiri TS) dan bagian
berbentuk lingkaran dengan radius = Rc diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan
bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian
lingkaran.
Guna membuat ruangan untuk spiral sehingga lengkung lingkaran dapat ditempatkan di
ujung lengkung spiral, maka lengkung lingkaran tersebut digeser ke dalam pada posisi FF',
dimana HF = H'F' = p terletak sejauh k dari awal lengkung peralihan sembarang titik P pada
spiral yaitu:
Jika panjang lengkung peralihan dari TS ke SC adalah Ls dan R pada SC adalah Rc, maka:
Besarnya sudut spiral pada titik SC adalah:
Dan nilai p menjadi:
Untuk Ls = 1 m, p = p* dan k = k*
Dan untuk Ls = Ls, p = p*.Ls dan k = k*.Ls
Sudut pusat busur lingkaran = Øs, dan sudut spiral Øs. Jika besarnya sudut perpotongan kedua
tangen adalah β, maka:
.............................................................................. 2.19
.................................................. 2.20
...................................................... 2.21
...................................................................... 2.22
Lc untuk lengkung S-C-S ini sebaiknya ≥ 20m, maka radius yang dipergunakan haruslah
memenuhi syarat tersebut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut β. Jadi terdapat radius
minimum yang dapat dipergunakan untuk perencanaan lengkung berbentuk spiral - lingkaran -
spiral sehubungan dengan besarnya sudut β, kecepatan rencana dan batasan superelevasi
maksimum yang dipilih.
d. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik
Tikungan gabungan adalah gabungan tikungan dengan putaran yang sama dan jari-jari
yang berlainan yang bersambungan langsung. Tikungan balik adalah gabungan tikungan dengan
putaran yang berbeda dan bersambungan langsung.
Gambar 2.13 Tikungan gabungan
Gambar 2.14 Tikungan balik
Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak melampaui 1 : 1,5
lengkung dapat dihubungkan langsung hingga membentuk lengkung gabungan seperti pada
gambar 2.10. suatu garis lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan dapat
membantu lengkung gabungan tersebut (gambar 2.14).
Gambar 2.15 Lengkung chothoide yang dipasang pada lengkung gabungan
Gambar 2.16 Lengkung clothoide yang dipasang pada lengkung balik
Gambar 2.17 Garis lurus yang dipasang pada lengkung balik
2.8.11 Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser kesamping dan menjadikan
mengemudi pada tikungan lebih nyaman tetapi batas praktis berlaku untuk itu. Ketika bergerak
perlahan mengitari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negatif ke
samping dan kendaraan dipertahankan pada lintasan yang tepat hanya jika pengemudi
mengemudikannya ke sebelah atas lereng atau berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai
pendekatan untuk tingkat superelevasi maksimum adalah 10%.
Jari-jari minimum yang tidak membutuhkan superelevasi ditunjukkan pada tabel 2.16. Jari-
jari ini juga berdasarkan pada rumus (i) dengan kemiringan melintangi = -0,02 dan faktor
gesekan kesamping f = 0,035. Untuk menjamin kenyamanan mengemudi walaupun pada sisi
luar tikungan dengan kemiringan melintang yang berlawanan maka memerlukan faktor f yang
kecil sebagaimana di atas.
Superelevasi diberikan berdasarkan kecepatan rencana dan jari-jari lengkungan, seperti
pada tabel 2.17.
Tabel 2.16 Jari-jari minimum untuk kemiringan melintang normal
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
Untuk menjamin kenyamanan pengemudi walaupun pada sisi luar tikungan dengan
kemiringan melintang yang berlawanan, maka memerlukan faktor f yang kecil sebagaimana di
atas. Superelevasi diberikan berdasarkan kecepatan rencana dan jari-jari tikungan seperti pada
Tabel 2.17.
Tabel 2.17 Superelevasi
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
Gambar 2.18 Perspektif perubahan superelevasi2.8.12 Pelebaran pada Tikungan
Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan lintasan
lengkung yang ditempuh kendaraan. Nilai pelebaran yang ditunjukkan pada tabel 2.21
didasarkan atas pengelompokan jalan raya. Disini kendaraan rencana adalah semitrailer untuk
kelas 1 dan truk unit tunggal untuk kelas 2, kelas 3 dan kelas 4.
Tabel 2.21 Pelebaran jari-jari
Sumber:Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Bina Marga, 1990.
2.8.13 Ruang Bebas Samping
Pada tikungan yang mempunyai panjang jarak pandangan tertentu maka tikungan itu perlu
mempunyai lebar pandangan bebas (ruang bebas samping, lihat Gambar 2.7) yang sesuai. Jika
ruang bebas samping tidak tersedi dilokasi jalan, maka jalan perlu diperlebar. Grafik 2.1
memberikan ruang bebas untuk kasusdengan pandangan yang dimulai dan berakhir pada suatu
tikungan seperti pada Gambar 2.7. Untuk kasus dengan pandangan yang dimulai dari suatu
bagian jalan lurus ke suatu tikungan atau untuk kasus lainnya, ruang bebas samping diukur
langsung dari gambar rencana.
dimana, D = Jarak pandangan (m)
R = Jari-jari tikungan pada sumbu lajur sebelah dalam (m)
t = Waktu tanggap (detik) = 2,5