Download - HIPOTIROID
Bayi Perempuan Berusia 6 Bulan Belum dapat Tengkurap, Kaki Pendek dan Fontanel Teraba Lebar di Diagnosis Hipotiroidisme
Kasus
Seorang bayi peremuan berusia 6 bulan dibawa ibunya kepuskesmas karena belum dapat
tengkurap. Ibunya memperhatikan kaki anaknya lebih pendek jika dibandingkan dengan
bayi seusianya. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak lethargi, BB 8 kg, PB 50cm, LK
42cm. Fontanel anterior dan posterior teraba lebar dan leher pendek.
Anamnesis
Pasien anak yang mengalami hipotiroidisme secara umum terlihat kurang aktif
dibandingkan anak-anak sebayanya. Pada neonatus umumnya gejala ini belum tampak
dengan jelas. Sehingga kemungkinan kasus ini baru terungkap ketika bayi sudah berusia
lebih dari 3 bulan. Orangtua mungkin datang dengan keluhan adanya pembesaran pada
lidah anak, anak terlihat lemah dan perkembangannya terhambat dibandingkan
sebayanya, anak tidak buang air besar, kulitnya kering, hingga adanya goiter.1
Anamnesis yang digunakan merupakan allo-anamnesis, dimana pertanyaan
diajukan kepada orangtua. Tanyakan seperti biasa di lakukan dalam anamnesis, adalah:
1. Penyakit saat ini/keluhan utama.
2. Riwayat masa lalu
Riwayat kelahiran
Data ini terutama penting saat terjadi masalah neurologis dan perkembangan
Prenatal: kesehatan maternal (pengobatan; merokok, obat-obatan dan
penggunaan alcohol; perdarahan vagina; pertambahan berat badan;
durasi kehamilan)
Natal: sifat persalinan dan kelahiran, berat badan lahir, skor apgar pada
1 dan 5 menit pertama.
Neonatal: usaha resusitasi, sianosis, ikterus, infeksi, perlekatan.
Riwayat makan
Menyusui air susu ibu (ASI) :frekuensi dan durasi menyusui, kesulitan,
waktu dan metode penyapihan
Pemberian susu botol: jenis, jumlah, ada muntah/kolik/diare, suplemen
vitamin/zat besi/flourida, pengenalan pada makanan padat
Kebiasaan makan: tipe dan jumlah makanan yang dimakan, sikap
orang tua dan respon terhadap masalah makan.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Data ini penting keika terjadi keterlambatan pertumbuhan, retardasi
psikomotor dan intelektual serta gangguan perilaku.
Pertumbuhan fisik: Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala saat
lahir dan sebelum berusia 2 tahun (periode pertumbuhan cepat atau
lambat)
Tahap perkembangan yang penting: usia ketika anak dapat mengangkat
kepala, berguling, duduk,berdiri,berjalan dan berbicara.
Perkembangan wicara
Perkembangan social
3. Status kesehatan sekarang
Alergi
Imunisasi
Uji skrinning
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosial dan tempat tinggal.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kita perhatikan adalah adanya tanda-tanda
hipotiroid meliputi:
Lihat keadaan umum, apakah bayi tampak lemas dan jarang bergerak.
Adanya hernia umbilikalis.
Tipe wajah bayi yang khas dengan makroglosi (ekspresi bodoh).
Perhatikan fontanella pada bayi, apakah terdapat pelebaran maupun ada bagian
yang terbuka.
Adanya goiter.
Perhatikan panjang bayi / tinggi anak. Apakah ada hambatan pertumbuhan.
Pemeriksaan tanda vital meliputi pemeriksaan suhu, denyut nadi, tekanan darah dan
frekuensi pernapasan. Bayi dengan hipotiroidisme kongenital umumnya mengalami
hipotermia disertai penurunan tekanan nadi.1
Pemeriksaan yang juga dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik ialah
antropometri pada bayi dan anak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai derajat
perkembangan fisik anak.
Pada bayi (usia 0 – 2 tahun) bentuk pemeriksaan antropometri yang dilakukan ialah:
Pemeriksaan panjang badan
Menggunakan infantometer. Panjang badan bayi normal menurut usia hingga 6
bulan:
Usia 1 bulan : 49,8 – 54,6 cm
Usia 2 bulan : 52,8 – 58,1 cm
Usia 3 bulan : 55,5 – 61,1 cm
Usia 4 bulan : 57,8 – 63,7 cm
Usia 5 bulan : 59,8 – 65,9 cm
Usia 6 bulan : 61,6 – 67,8 cm
Pemeriksaan berat badan
Dapat menggunakan weight infant scale maupun dacing. Berat badan bayi normal
dapat dihitung dengan rumus:
Untuk usia 1-6 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 600) gram
Untuk usia 7-12 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 500) gram
Untuk usia 1-5 tahun: 2n + 8 kg, dimana n adalah usia dalam tahun
Untuk memantau berat badan bayi dan kecepatan pertumbuhannya dapat
digunakan kartu menuju sehat.2
Pemeriksaan lingkar kepala
Ukuran rata-rata lingkar kepala untuk bayi perempuan umumnya antara 31-38 cm,
bayi laki-laki 32-36 cm. Ukuran lingkar kepala bayi akan bertambah sebanyak 2-3
cm setiap bulannya untuk 3 bulan pertama, 1 cm setiap bulannya untuk 3 bulan
berikutnya dan akan terus melambat seiring dengan bertambahnya usia.1
Selanjutnya, dapat dilakukan Denver Development Screening Test II. Tes ini dilakukan
dengan tujuan untuk menilai 4 aspek pertumbuhan bayi dan anak, yaitu:
1. Personal Sosial
2. Motorik Halus
3. Motorik Kasar
4. Bahasa
Dibawah ini merupakan kriteria hasil pemeriksaan tes Denver
Abnormal, bila:
Didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
Dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau
lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.2
Meragukan, bila:
Pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
Pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
Tidak dapat dites : Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi
abnormal atau meragukan.
Normal : Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Umumnya pada bayi dan anak dengan hipotiroid, didapatkan gangguan perkembangan
motorik dan bahasa. Pada halaman selanjutnya dilampirkan contoh formulir tes Denver.
Gambar 1: Formulir Tes Denver I
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fungsi Tiroid
Pada pemeriksaan penunjang, dianjurkan pemeriksaan fungsi tiroid. American
Thyroid Association menganjurkan pemeriksaan fungsi tiroid pada neonates untuk
mengetahui secara dini apakah bayi menderita hipotiroidisme serta mencegah bayi
dari efek kekurangan hormon tiroid tersebut di kemudian hari.
Bentuk pemeriksaan fungsi tiroid yang diperlukan ialah pemeriksaan kadar Thyroid
Stimulating Hormon (TSH) serta kadar T4 bebas. Pada bayi yang baru lahir kadar
TSH berkisar antara 1.3 - 19 µIU/mL, kemudian menurun menjadi 0.6–10 µIU/mL
saat berusia 10 minggu, 0.4–7.0 µIU/mL saat 14 minggu dan terus menurun saat
remaja dan dewasa menjadi 0.4–4.0 µIU/mL. Sedangkan kadar T4 pada bayi baru
lahir adalah 13,4 – 19,8 µg/100 ml dan akan menurun saat bayi berusia 7 – 10 hari
yaitu sekitar 10,4 – 18,4 µg/100 ml.1,2
Pada hipotiroid primer didapatkan penurunan kadar hormon tiroid (T4 dan T3) serta
peningkatan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH ini terjadi karena feedback negatif
akibat penurunan kadar hormon tiroid. Pada kondisi subklinis dimana gejala klinis
belum terlihat didapatkan peningkatan kadar TSH, namun kadar hormon tiroid masih
dalam batas normal.
Pada hipotiroidisme sekunder dan tersier didapatkan kadar TSH dan hormon tiroid
bebas yang rendah. Bila mendapatkan hal ini, maka perlu dilakukan tes provokasi
dengan memberi TRH. Pada hipotiroidisme sekunder tidak didapati peningkatan
kadar TSH, sedangkan pada hipotiroidisme tersier akan didapati peningkatan kadar
TSH.3
Radiologi
Dapat dilakukan pemeriksaan scanning thyroid dengan bantuan Technetium (Tc-99m
pertechnetate). Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya goiter pada janin.
Gambar 2: USG Goiter Janin
Diagnosis Kerja
Hipotiroid kongenital merupakan suatu kelainan dimana jumlah hormon tiroid berada
pada level dibawah normal berupa defisiensi hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin)
yang diderita sejak lahir. Penyakit ini dapat disebabkan oleh gangguan primer di kelenjar
tiroid, gangguan di hipotalamus dan pituitari, kurangnya iodium serta pemakaian bahan
goitrogenik oleh ibu selama masa kehamilan. Gambaran klinis yang terlihat adalah
didapatkan bayi dengan wajah tipikal (ekspresi bodoh) dengan pembesaran
lidah/makroglosi dan fontanela major/frontal dan atau fontanella occipital yang terbuka
lebar. Bayi umumnya mengalami ikterus fisiologis lebih dari tiga hari, yang di kemudian
hari diikuti dengan hambatan perkembangan motorik dan mental. Selain itu juga didapati
gagguan perkembangan bicara. Bayi dan anak dengan hipotiroidisme umumnya terlihat
kurang aktif dibandingkan dengan sebayanya.3
Berbagai bentuk pemeriksaan seperti antropometri, tes denver, skor apgar hipotiroid, uji
tapis dan radiologi dapat membantu diagnosis penyakit ini selain mengacu pada gejala
klinis yang tampak.
Diagnosis Banding
Ada beberapa keadaan yang dapat dibandingkan dengan hipotiroidisme kongenital, yaitu:
1. Hipotiroidisme didapat
Hipotiroidisme didapat/accuired merupakan kekurangan kadar hormon tiroid yang
terjadi setelah kelahiran. Penyebabnya adalah tiroiditis, pemakaian obat anti tiroid,
tiroidektomi dan kelainan hipofisis. Sedangkan ada juga jenis hipotiroidisme idiopatik
dimana terjadi reaksi autoimun. Pada hipotiroidisme didapat bisa ditemukan
intoleransi terhadap dingin, kekerdilan, gangguan perkembangan motorik dan mental,
miksudema serta dapat disertai dengan goiter maupun tidak disertai dengan goiter.
Pada hipotiroidisme didapat, anak umumnya akan bertambah berat badan namun tidak
disertai pertambahan tinggi badan. Gangguan pertumbuhan terjadi pada usia sekolah.
Kurva pertumbuhan juga merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis kelainan ini. Pada hipotiroidisme kongenital, didapati gangguan
pertumbuhan dari bulan-bulan awal kehidupan, sedangkan pada hipotiroidisme
didapat gangguan pertumbuhan ini cenderung terjadi pada usia sekolah.4
2. Sindrom Down
Merupakan kelainan dimana didapatkan 1 tambahan kromosom 21. Seperti pada
hipotiroidisme kongenital, bisa didapati adanya retardasi mental, hambatan
pertumbuhan, hipotonia dan makroglosi. Namun ada beberapa hal lain yang menyertai
sindrom Down yang tidak ditemukan pada hipotiroidisme kongenital, seperti bentuk
garis tangan yang tipikal, gangguan jantung kongenital dan pemisahan otot abdomen.3
Gambar 3: Single Transverse Palmar Crease pada penderita Sindrom Down
3. Sindrom Turner3
Sindrom Turner atau Ullrich-sindrom Turner juga dikenal sebagai "disgenesis gonad"
meliputi beberapa kondisi, yang monosomi X (tidak adanya kromosom seks seluruh)
adalah yang paling umum. Ini adalah kelainan kromosom di mana semua atau bagian
dari salah satu kromosom seks tidak ada (manusia tidak terpengaruh memiliki 46
kromosom, dimana 2 adalah kromosom seks). Khas perempuan memiliki 2 kromosom
X, tapi dalam sindrom Turner, salah satu kromosom seks hilang atau memiliki
kelainan lainnya. Dalam beberapa kasus, kromosom hilang hadir dalam beberapa sel
tetapi tidak yang lain, suatu kondisi yang disebut sebagai mosaicism atau 'Turner
mosaicism'.3
Terjadi pada 1 dari setiap 2.500 anak perempuan, sindrom memanifestasikan dirinya
dalam beberapa cara. Ada kelainan fisik karakteristik, seperti perawakan pendek,
pembengkakan, dada lebar, garis rambut rendah, rendah-set telinga, dan leher
berselaput. Anak perempuan dengan sindrom Turner biasanya mengalami disfungsi
gonad (ovarium tidak bekerja), yang mengakibatkan amenore (tidak adanya siklus
menstruasi) dan kemandulan. Masalah kesehatan Concurrent juga sering hadir,
termasuk penyakit jantung bawaan, hipotiroidisme (sekresi hormon tiroid berkurang),
diabetes, masalah penglihatan, masalah pendengaran, dan banyak penyakit autoimun
lainnya. Akhirnya, pola tertentu defisit kognitif sering diamati, dengan kesulitan
tertentu dalam visuospatial, matematika, dan daerah memori. Gejala umum dari
sindrom Turner meliputi:
Perawakan pendek
Lymphedema (pembengkakan) dari tangan dan kaki
Rendah-set telinga
Peningkatan berat badan, obesitas
Pendeknya metakarpal IV (tangan)
Kuku kecil
Karakteristik wajah yg khas
Gejala lain mungkin termasuk rahang bawah kecil (micrognathia), cubitus valgus
(berbalik-out siku), kuku terbalik lembut, lipatan palmar dan kelopak mata terkulai.
Kurang umum adalah tahi lalat berpigmen, gangguan pendengaran, dan langit-langit
tinggi-arch (rahang sempit). Sindrom Turner memanifestasikan dirinya berbeda di
setiap wanita dipengaruhi oleh kondisi, dan tidak ada dua individu akan berbagi gejala
yang sama.
Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa pertumbuhan,
demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan. Pertumbuhan janin,
tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon, ukuran saat lahir
terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai berperan
penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan nutrisi juga sangat
mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.5,6
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat diproduksinya
hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone tiroid, yaitu tiroksin (T4)
dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan
diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic didalam badan, terutama
dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis protein dan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk
mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid esensial juga sangat penting untuk
pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung bertanggung jawab menimbulkan
efek hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan permisif dalam mendorong
pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhan akan maksimum hanya apabila terdapat
hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid
pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi hormone tiroid tidak menyebabkan
pertumbuhan berlebihan.5,6
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam waktu
panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus bekerja
keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan
metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada
anak-anak mengakibatkan kretinisme.
Gejala Klinis
Umumnya gejala defisiensi hormone tiroid tidak terlihat saat bayi baru lahir. Deteksi
didasarkan pada tanda dan gejala yang umumnya mulai terlihat paling lambat 6-12
minggu setelah kelahiran. Berikut ini merupakan tabel yang memperlihatkan gejala klinis
yang mungkin ditemukan pada penderita hipotiroid congenital. Berdasarkan pemeriksaan
apgar hipotiroid pada bayi dan anak. Dicurigai hipotiroid bila didapati skor >5 2
Gejala dan Tanda Skor
Hernia umbilikalis 2
Tipe wajah khas (edematous) 2
Pucat, dingin, hipotermia 1
Makroglosi 1
Hipotonia 1
Ikterus > 3 hari 1
Fontanella posterior terbuka (>3 cm) 1
Kulit kasar kering 1
Konstipasi 1
BB lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Kromosom Y tidak ada 1
Tabel 1: Poin APGAR Gejala dan Tanda Hipotiroid Kongenital
Gambaran wajah khas menunjukkan adanya miksudema pada bayi. Suara yang parau
terjadi akibat miksudema pada pita suara. Hipotirodisme berkepanjangan mungkin
menyebabkan timbulnya hipotonia muscular yang disertai kelumpuhan mental,
hipotermia, hernia umbilikalis, konstipasi, bradikardia, tekanan nadi yang rendah disertai
pembesaran jantung dan penurunan voltase EKG.
Gangguan metabolic juga dapat dialami, dimana terjadi gangguan sekresi ADH.
Pemberian makanan secara paksa dapat menyebabkan hiponatremia dan intoksikasi
cairan. Sebagian besar bayi menderita anemia yang tidak berespon terhadap pemberian
zat besi. Retardasi mental yang terjadi mungkin akibat dari terlambat berkembangnya
sistem saraf pusat. Perkembangan sistem saraf pusat hingga 2-3 tahun bergantung kepada
kadar hormon tiroid. Kemunculan hipotiroidisme setelah masa ini tidak menyebabkan
retardasi mental.2,3
Gambar 4. Pengaruh Hipotiroidisme Terhadap Organ Lain
Gambar 5. Patofisiologi Hipotiroidisme Mengganggu Pertumbuhan
Etiologi
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipotiroidisme kongenital pada
bayi. Berbagai kelainan tersebut dapat berasal dari kelenjar tiroid maupun dari luar
kelenjar tiroid yang mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Keadaan hipotiroid dapat
terjadi secara permanen atau pun tidak permanen. Berikut penyebab hipotiroidisme secara
permanen :
1. Gangguan embriogenesis tiroid (disgenesis tiroid)
Dapat terjadi pada 1 dari 4000 bayi yang baru lahir. Kasus disgenesis lebih sering
terjadi pada bayi perempuan disbanding bayi laki-laki dengan ratio 2:1. Yang
dimaksud dengan disgenesis ialah kelenjar tiroid ektopik maupun hipoplastik, maupun
bayi dengan agenesis tiroid total. Pada bayi dengan jumlah jaringan tiroid yang
berkurang, bisa didapati kadar T3 yang normal sedangkan kadar T4 rendah. Adanya
disgenesis kelenjar tiroid dapat dihubungkan dengan tiroiditis autoimun maternal. Hal
ini mungkin terjadi akibat pemindahan faktor antitiroid transplasental berupa suatu
immunoglobulin yang menduduki reseptor kerja TSH sehingga menghambat kerja
TSH.2
2. Cacat bawaan pada sintesis atau pengaruh hormon tiroid
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timblnya hipotiroidisme akibat
gangguan sintesis hormon tiroid, yaitu:
Defisiensi TSH kongenital
Pada beberap kasus ditemukan penurunan kadar T3 dan T4 disertai penurunan
TSH, namun penurunan ini tidak disertai dengan penurunan hormone hipofisis
anterior lainnya seperti LH dan FSH. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
adanya mutasi satu pasangan basa pada regio CAGYC pada gen sub unit beta
yang menyebabkan perubahan konfirmational yang mencegah pengikatan sub
unit alfa dan beta.2
Menurunnya ketanggapan TSH
Pada keadaan normal, seharusnya TSH yang berikatan pada reseptor akan
mengaktifkan hormone adenilat siklase yang akan meningkatkan cAMP sehingga
memulai sintesis hormone tiroid. Namun pada kelainan ini pengikatan TSH pada
reseptornya tidak diikuti dengan aktivasi adenilat siklase. Kelainan ini jarang
ditemukan.
Kegagalan pemekatan iodida
Untuk memulai pembentukan MIT dan DIT, diperlukan pengambilan iodium
darah ke dalam jaringan tiroid. Keadaan ini akan meningkatkan kepekatan
iodium dalam kelenjar tiroid hingga 50x lipat. Bila proses ini terganggu tentu
saja akan terjadi gangguan pembentukan MIT dan DIT yang akan mengganggu
sintesis hormon tiroid.2
Gangguan pembentukan iodida
Berupa gangguan dimana terdapat defisiensi enzim peroksidase yang diperlukan
untuk oksidasi iodida menjadi iodium reaktif. Meskipun demikian keadaan ini
dapat dipulihkan dengan pemberian riboflavin, sitokrom b2 teroksidasi, sitokrom
c atau NADH. Pasien ini berciri-ciri memiliki ketulian saraf kongenital pada nada
tinggi maupun ketulian komplit, gondok dalam berbagai derajat yang muncul
pada masa pertengahan maupun akhir kanak-kanak.2
Gangguan iodotirosin deiodinase
MIT dan DIT dapat bergabung membentuk T3 dan T4 (hormon tiroid). MIT dan
DIT yang tersisa akan mengalami deiodinisasi oleh enzim iodotirosin deiodinase.
Ketiadaan enzim ini menyebabkan penurunan kadar iodium karena iodotirosin
yang tidak mengalami degradasi ini akan keluar melalui urin sehingga iodium
yang seharusnya mengalami proses daur ulang menjadi terbuang. Gangguan ini
dapat bersifat parsial maupun total. Umumnya gangguan yang bersifat parsial
dapat berkompensasi jika pasien tinggal di daerah dengan kadar iodium yang
tinggi.2
Gangguan sintesis atau transport tiroglobulin
Gangguan ini dapat terjadi akibat ketidaknormalan sintesis tiroglobulin yang
dpaat menyebabkan penurunan iodinasi, penurunan efisiensi penggabungan MIT
dan DIT dan peningkatan iodinasi substrat alternatif. Gangguan ini dapat bersifat
kuantitatif (dimana ada penurunan sintesis tiroglobulin) maupun kulitatif (ada
produksi tiroglobulin abnormal).
Penunuran ketanggapan perifer terhadap efek hormon tiroid
Pada kelainan ini didapatkan kadar TSH yang normal, sedangkan kadar T4 dan
T3 sangat tinggi. Pada kelainan ini umumnya laju pertumbuhan, laju
metabolisme dan intelegensi normal. Pemberian T4 dan T3 eksogen tidak
meningkatkan laju metabolism. Gambaran klinisnya ialah bisu tuli dengan bercak
pada epifisis, keterlambatan umur tulang serta adanya gondok. Seiring
berjalannya usia epifisis akan menutup, gondok akan menghilang serta kadar T4
akan menjadi normal.
Terdapat dua macam gangguan, yaitu resistensi jaringan generalisata (GTHR)
dan resistensi hipofisis. Pada GTHR, sebagian jaringan lebih resisten
dibandingkan jaringan lainnya. Manifestasi klinisnya dapat berupa hiperaktivitas,
kegelisahan, takikardia dan gondok.2,3
3. Gangguan hipofisis hipotalamus
Pada hipotiroidisme kongenital sekunder dan tersier bisa didapati defisiensi dan atau
resistensi TRH, defisiensi TSH saja, panhipopituitarisme familial dan
panhipopituitarisme disertai dengan ketiadaan sela tursika, agenesis hipofisis
kongenital. Hipopituitarisme dapat disertai dengan cacat lainnya seperti
labiopalatoschisis, displasia septo optic maupun cacat genetik seperti cacat pada gen
Pit-I dan cacat autosomal resesif lainnya. Bayi dengan defisiensi TRH dicurigai
dengan nilai T4, T3, dan TSH serum yang rendah secara persisten.
Dan berikut terdapat beberapa kasus dimana terjadi hipotiroidime yang hanya untuk
sementara waktu, dan dalam berjalannya waktu terjadi perbaikan terhadap kadar tiroid.
Beberapa penyebab hipotiroidisme non-permanen adalah sebagai berikut :
1. Ingesti obat goitrogenik oleh ibu
Dahulu obat yang paling sering dianggap sebagai penyebab ialah iodida yang
diresepkan dalam bentuk ekspetoran untuk pengobatan asma dan sebagai pengobatan
tirotoksikosis pada ibu. Janin sangat sensitive terhadap hipotiroidisme yang diinduksi
iodida. Hal ini mungkin terjadi karena mekanisme kompensasi pengambilan iodida
oleh kelenjar tiroid masih imatur. Obat lainnya yang dapat menyebabkan goiter
neonatus serta hipotiroidisme ialah PTU, sulfonamide dan sediaan hematinik yang
mengandung kobal.2
2. Kretinisme endemis
Prevalensi kretinisme endomis yang disebabkan hipotiroidisme maternal dan fetal di
daerah defisiensi iodium berat mungkin berkisar 5-8% populasi. Defisiensi iodide
menyebabkan penurunan sintesis hormone tiroid, sekresi TSH yang meningkat,
penjeratan iodida yang meningkat serta peningkatan ratio T3 terhadap T4, serta
adanya gondok.
Epidemiologi
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah
non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital
endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan
angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita
hipotiroid transien karena kekurangan iodium (endemis). Kekurangan hormon tiroid atau
hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan
mngakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid
kongenital di Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di
Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per
tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan
966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium,
lahir setiap tahunnya.6
Penatalaksanaan
Tujuan atau dasar utama pengobatan hipotiroidisme adalah :
Meringankan keluhan dan gejala
Menormalkan metabolism
Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
Membuat T3 dan T4 normal
Cara Pengobatan terbagi menjadi 2 yaitu secara :
Medika Mentosa
Cara pengobatan medika mentosa hipotiroidisme yang paling baik adalah dengan
pemberian hormone tiroid eksogen. Na-L-tiroksin merupakan obat pilihan karena potensi
dan penyerapannya yang lebih baik. T4 sintetik ini dapat menghasilkan kadar T4 dan T3
yang normal karena adanya konversi perifer. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting
dalam pemantauan secara lebih lanjut. Kondisi hipotiroid yang ringan juga tetap
memerlukan perhatian. Penyesuaian dosis agar kadar T4 (normal 10-14 µg/dL) dan kadar
T3 (normal 70-220 ng/dL) menjadi normal juga diperlukan.7
Bayi dengan hipotiroidisme sementara akibat penggunaan obat goitrogenik maternal tidak
perlu diobati, kecuali bila kadar T4 serum rendah dan TSH tinggi menetap selama lebih
dari 2 minggu. Terapi untuk keadaan ini dapat dihentikan setelah 8-12 minggu. Ibu
hipertiroid yang mendapat pengobatan dengan PTU dapat tetap menyusui bayinya karena
kadar obat ini dalam ASI sangat rendah.
Terapi berlebihan dapat menimbulkan tanda patologis seperti takikardia, kegelisahan
berlebihan, terganggunya pola tidur dan temuan lain yang mengesankan adanya
tirotoksikosis.2
Tabel dibawah ini menggambarkan dosis Na-L-tiroksin yang harus diberikan pada bayi
dan anak dengan hipotiroidisme kongenital.
Umur µg/kg/hari Rentang dosis (µg)
1-12 bulan 7-15 25-50
1-5 tahun 5-7 50-100
5-10 tahun 3-5 100-150
10-20 tahun 2-4 100-200
Tabel 3: Dosis Na-L-Tiroksin yang digunakan pada bayi dan anak
Non-Medika Mentosa
Terapi yang paling baik non-medika mentosa untuk hipotiroidisme kongenital adalah
pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan:
Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau pemberian suplemen
yodium untuk merangsang produksi hormon.
Kecukupan kebutuhan vitamin dan mineral
Komplikasi
Perparahan yang dapat terjadi akibat tidak diobatinya hipotiroidisme kongenital ialah:
1. Retardasi mental
Retardasi mental terjadi akibat gangguan pembentukan sistem saraf pusat. Pada 2-3
tahun pertama kehidupan, sistem saraf pusat sangat memerlukan hormon tiroid untuk
perkembangan mielinisasi dan vaskularisasi. Selain itu kurangnya hormon tiroid dapat
mengganggu interaksi aksodendritik dan penurunan konektivitas. Pengobatan setelah
masa ini menyebabkan retardasi mental yang irreversibel.8
2. Kretinisme
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi akibat pembentukan tulang yang berkurang
akibat defisiensi hormon tiroid. Keadaan ini dapat dipantau melalui kurva tinggi
badan terhadap usia.
Pencegahan
1. Menghindari konsumsi zat goitrogenik pada ibu hamil
Zat – zat tersebut dapat menyebabkan goiter janin dan adanya hipotiroidisme ketika
lahir. Beberapa zat tersebut ialah iodium dalam jumlah besar, perklorat, tiosianat,
kobal, garam arsenik, garam litium, PTU, metimazol, asam aminosalat,
aminoglutetimid, fenilbutazon, kacang kedelai dan linamarin (suatu glikosida dalam
singkong).2
2. Memberi asupan iodium yang cukup
Pada daerah endemis dianjurkan pemberian suntikan yodium dalam minyak (lipiodol
40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6
tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
3. Screening test
Pada neonatus dapat dilakukan screening test apabila didapati ikterus fisiologis yang
lebih dari 3 hari. Screening test yang dilakukan berupa pemeriksaan kadar TSH dan
FT4. Bila didapati penurunan kadar FT4 dan peningkatan kadar TSH maka harus
dicurigai sebagai suatu hipotiroidisme primer. Bila kadar FT4 rendah dan kadar TSH
normal/rendah maka lakukan pemeriksaan TRH sebagai indikator adanya
hipotiroidisme sekunder/tersier.8
Prognosis
Bila pasien cepat terdiagnosis dan makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, maka
makin baik prognosisnya. Kalau terapi dimulai sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak
akan tercapai IQ yang normal. Pasien yang terlambat didiagnosis memiliki prognosis
yang lebih buruk karena komplikasi (retardasi mental dan kretinisme) yang mungkin
terjadi.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta:
Percetakan Infomedika, 2007. h. 266-8.
2. Abraham MR, Julien IEH, Colin DR. Buku ajar pediatrik rudolph. Jakarta: EGC, 2002. h.
1930-8.
3. Vinay K, Ramzi SC, Stanley R. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007.
h. 833-5.
4. Roberts CG, Ladenson PW. Hypothyroidsm. New York : Lancet, 2004. p. 793-803.
5. Mansjoer et al., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, cetakan 1, Media Aesculapius,
Jakarta.
6. Aru WS, Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009. h. 1994-2015.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2008. h. 433-45.
8. Van Vliet G. Hypothyroidsm in infants and children. New York: Lippincott Williams &
Wilkins, 2005. p. 1029-47.
9. Boudi, F.B. Hipotiroid kongenital. Diunduh dari www.emedicine.com. Pada tanggal 11
November 2012.