Download - Herpes Zosther

Transcript
Page 1: Herpes Zosther

LAPORAN KASUS

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:

Luthfi Akhyar

102011101013

Dokter Pembimbing:

dr. Rosmarini ESH, M.Sc, Sp. KK.

SMF/LAB KULIT DAN KELAMIN

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

2015

1

Page 2: Herpes Zosther

BAB 1. PENDAHULUAN

Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella

zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Virus ini menginfeksi 98% dari populasi

manusia dewasa. Infeksi pertama virus ini dapat menyebabkan varisela. Setelah

infeksi mereda, virus akan berdiam dalam keadaan dorman pada ganglia dorsalis.

Aktivasi dari virus ini oleh stimulus tertentu dapat menyebabkan timbulnya herpes

zoster.

Penyakit ini biasanya menyerang satu dermatom dengan lokasi paling sering

adalah regio thoraks dan abdomen (Brown & Burns, 2002). Setelah masa gatal

singkat atau rasa sakit di sepanjang salah satu atau kadang-kadang pada beberapa

dermatom di tubuh, muncul bercak merah yang cepat sekali berubah menjadi papul

dan vesikel. Apabila mengenai cabang optalmik dari saraf trigeminal, dapat

menyebabkan radang kornea dan dapat berakibat kebutaan. Setelah 1-2 minggu,

krusta akan mulai lepas. Lebih dari 10% pasien mengalami neuralgia pascaherpetik

(rasa panas terbakar berkelanjutan atau sakit di area yang telah sembuh). Neuralgia

ini dapat berlangsung dari hanya beberapa bulan hingga beberapa tahun (Daili et all,

2005).

Herpes zoster bisa menyerang orang yang sehat, terutama lansia. Namun

penyakit ini lebih sering menimpa orang yang menderita penyakit parah dan infeksi

HIV. Ini merupakan indikator awal atas terjangkitnya infeksi HIV di kalangan orang-

orang usia muda (Daili et all, 2005).

2

Page 3: Herpes Zosther

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster

yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi

setelah infeksi primer yaitu berupa varisela (Djuanda, 2010).

2.2 Epidemiologi

Penyebaran dari peyakit ini sama seperti penyebaran varisela. Penyakit ini,

seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi

setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung

subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara

aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela maupun herpes zoster. Insiden

herpes zoster ini meningkat pada lansia, dan pada kondisi-kondisi seperti Hodgkin’s

disease, AIDS, dan leukemia yang melemahkan sistem imun tubuh (Weller et all,

2008).

2.3 Etiologi

Herpes zoster merupakan infeksi laten dari virus Varicella zoster yang timbul

lagi. Munculnya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus yang

bersembunyi dalam ganglion sensoris pada infeksi varisela terdahulu. Struktur dari

virus ini menyeupai virus Herpes simpleks. Varicella zoster merupakan virus dengan

asam nukleat berupa DNA, memiliki bentuk capsid icosahedral dan berdiameter 150-

200 nm (Jawetz, 2006).

3

Page 4: Herpes Zosther

2.4 Patogenesis

Infeksi pertama kali virus Herpes zoster terjadi pada infeksi varisela. Virus

Varicella zoster masuk ke dalam tubuh melalui mukosa sistem pernapasan atas dan

melalui konjungtiva. Virus yang masuk ke dalam tubuh kemudian mengalami

replikasi pada limfonoduli regional dan terjadilah viremia primer. Viremia primer ini

menyebabkan virus masuk ke dalam sistem retikuloendotelial dan bereplikasi pada

hepar dan lien. Viremia sekunder kemudian terjadi dan menyebabkan penyebaran dari

virus melalui sel mononuclear yang telah terinfeksi oleh virus Herpes zoster menuju

ke kulit dan mukosa. Virus kemudian bereplikasi pada stratum basale epidermis.

Replikasi dari virus ini kemudian diikuti oleh degenerasi dari sel-sel epitel dan

akumulasi dari cairan jaringan sehingga terbentuk vesikel (Jawetz, 2006).

Pada saat terjadi infeksi varisela, virus bermigrasi pada nervus sensorik menuju

ganglion sensorik. Virus pada ganglion ini bersifat dorman dan menyebabkan infeksi

laten dari Varicella zoster. Pada keadaan tertentu seperti pada penurunan sistem imun

atau keadaan immunodefisiensi, virus ini akan bereplikasi pada ganglion sensoris

(Weller et all, 2008). Virus kemudian berjalan turun pada saraf sensoris sehingga

menyebabkan nyeri pada dermatom diikuti dengan lesi pada kulit yang dipersarafi.

Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah

persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion

anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan

motorik (Djuanda, 2010).

2.5 Gambaran Klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-

daerah yang lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama,

penyakit ini lebih sering mengenai orang dewasa (Djuanda, 2010).

Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam,

pusing, malaise) maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot dan tulang, gatal, pegal,

dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi

4

Page 5: Herpes Zosther

vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel

ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat

menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut

sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga

menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks (Djuanda, 2010).

Gambar 2.1 Vesikel dan bula berkelompok di atas kulit yang eritematosa, unilateral, dan tersusun dermatomal.

Masa inkubasi dari herpes ini adalah 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa

lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa

resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit, dapat juga

dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah

unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan

saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini

lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.

Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka

sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion

gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus

trigeminus sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu, juga cabang

kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom

Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga

5

Page 6: Herpes Zosther

memberikan gejala paralisis otot wajah, kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat

persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, dan nausea, dapat

juga disertai dengan gangguan pengecapan (Djuanda, 2010).

Dapat terjadi herpes zoster abortif, yaitu herpes zoster yang berlangsung dalam

waktu singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritema. Pada

herpes zoster generalisata, terdapat kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah

kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada

umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang dengan kondisi

fisik yag sangat lemah seperti pada penderita limfoma maligna.

Lebih dari 10% penderita herpes zoster akan mengalami neuralgia pasca herpetic,

yaitu rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan infeksi herpes zoster

yang terjadi lebih dari satu bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Nyeri ini dapat

berlangsung sampai beberapa bulan hingga bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang

bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang

mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun (Daili et all, 2005).

2.6 Diagnosis

Diagnosis herpes zoster berdasarkan gambaran klinis lesi yang muncul. Lesi

berpa vesikel yang muncul sesuai dengan dermatom. Diagnosis klinis pada pasien

dengan imunocompromise mungkin tidak jelas dan mungkin menyerupai lesi lain

seperti infeksi virus herpes simpleks, drug reaction, dan dermatitis kontak. Tes awal

yang dapat digunakan adalah apusan sitologi (Tzanck smear). Pada pemeriksaan ini

akan didapatkan sel datia langhans berinti banyak (Bader, 2013).

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah direct fluorescent antigen assay,

kultur virus, atau dengan menggunakan polymerase chain reaction untuk mendeteksi

adanya virus herpes zoster pada lesi di kulit. Direct fluorescent antigen assay lebih

sensitif dibandingkan pemeriksaan penunjang lainnya, selain itu, pemeriksaan ini juga

dapat membedakan virus herpes zoster dan virus herpes simpleks (Bader, 2013).

6

Page 7: Herpes Zosther

2.7 Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks

2. Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah diagnosis dengan

penyakit rematik maupun dengan angina pectoris terutama jika nyeri terdapat pada

daerah setinggi jantung.

3. Dermatitis kontak

5. Varisela

2.8 Komplikasi

Neuralgia pasca herpetic dapat timbul pada umur di atas 40 tahun dengan

presentase 10-15%. Pada penderita tanpa defisiensi imunitas, biasanya tanpa disertai

komplikasi. Sebaliknya, pada penderita dengan defisiensi sistem imun seperti infeksi

HIV, keganasan, atau berusia lanjut, penyakit ini dapat disertai dengan komplikasi.

Vesikel yang timbul sering menjadi ulkus dan terdapat jaringan nekrotik. Infeksi juga

dapat menjalar ke organ dalam, seperti paru, hepar, dan otak.

Pada herpes zoster oftalmikus, dapat terjadi bebagai komplikasi, diantaranya

ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis

motoric terdapat pada 1-5% kasus yang terjaid akibat penjalaran virus secara

perkontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis

biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis

dapat terjadi, misalnya pada muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika

urinaria, dan anus. Umumnya paralisis ini akan sembuh secara spontan.

2.9 Tatalaksana

Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik. Untuk nyerinya diberikan

analgetik, jika disertai dengan infeksi sekunder, dapat diberikan antibiotik.

Indikasi pemberian obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien

dengan defisiensi imunitas. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan

modifikasinya, seperti valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan

7

Page 8: Herpes Zosther

pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup

diberikan 3 x 250 mg per hari. Obat-obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama

sejak lesi muncul.

Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah 5 x 800 mg perhari dan biasanya

diberikan hingga 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg per hari karena

konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi-lesi baru masih tetap muncul, obat-

obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan hingga 2 hari sejak lesi baru

tidak muncul lagi.

Untuk mengatasi neuralgia posherpetik dapat diberikan pregabalin. Obat tersebut

dinilai lebih baik daripada analog gaba seperti gabapentin karena memiliki efek

samping yang lebih sedikit, memiliki efek yang lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih

cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awal adalah 2 x 75 mg per

hari. Jika setelah 3-7 hari nyeri tidak berkurang, dosis dapat dinaikkan menjadi 2 x

150 mg per hari dengan dosis maksimum 600 mg per hari. Efek samping dari obat

golongan ini ringan, berupa dizziness dan somnolen yang dapat menghilang sendiri,

sehingga pemberian obat tidak perlu dihentikan.

Obat lain yang dapat digunakan adalah antidepresi golongan trisiklik misalnya

nortriptilin dan amitriptilin yang dapat menghilangkan rasa nyeri pada 44% - 67%

kasus. Efek samping dari obat ini berupa gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi.

Dosis awal amitriptilin adalah 75 mg perhari, kemudian ditinggikan hingga timbul

efek terapetik, biasanya antara 150 – 300 mg perhari. Sedangkan dosis nortriptilin

ialah 50 – 150 mg perhari.

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian

harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Kortikosteroid yang biasa

diberikan adalah prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah satu minggu dosis

kemudian diturunkan secara bertahap. Dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi

ini, imunitas akan mengalami penurunan sehingga perlu diberikan obat antiviral.

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih dalam stadium

vesikel, dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya

8

Page 9: Herpes Zosther

vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila dalam stadium erosive dapat

diberikan kompres terbuka. Sedang jika terjadi ulserasi dapat diberikan salep

antibiotik (Djuanda, 2010)

9

Page 10: Herpes Zosther

BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 55 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Pernikahan: Sudah menikah

Alamat : Jember

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Gatal dan nyeri di daerah punggung kanan.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh gatal dan nyeri pada punggung kanan sejak 1 hari yang lalu.

Gatal dan nyeri dirasakan terus-menerus dan bertambah parah terutama jika

berkeringat. Gatal dan nyeri hanya terdapat pada daerah luka dan tidak meluas. Luka

yang berada di punggung ada yang mengeluarkan cairan.

Keluhan pasien diawali dengan keluhan demam, keringat dingin dan pegal pada

seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu. Kemaren sore, pasien mengatakan mulai muncul

lenting-lenting berisi air di daerah dada kiri dan ketiak kiri yang pada malam harinya

pecah ketika pasien tidur. Keesokan harinya pasien merasakan gatal dan nyeri pada di

tempat lenting-lenting tersebut pecah. Kemudian pasien merasa nyerinya bertambah

parah dan pasien merasa nyeri jika luka tersebut tersentuh oleh baju yang dipakainya,

sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke rumah sakit.

3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga

10

Page 11: Herpes Zosther

Riwayat penyakit jantung dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal. Di

keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita cacar air sewaktu SD

3.2.5 Riwayat Pengobatan

Pasien belum berobat sebelumnya

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 79 x per menit

Respiration Rate : 19 kali

T axila : 36,7 ⁰C

3.3.2 Pemeriksaan Khusus

Kepala : normocephal

Mata : anemia (-/-) icterus (-/-)

THT : Dalam batas normal

Thoraks : cor: S1S2 tunggal

Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : dalam batas normal

3.3.3 Status Dermatologis

11

Page 12: Herpes Zosther

Pada regio thoraks posterior dextra terdapat vesikula dengan ukuran terbesar 0,5

cm dan terkecil 0,2 cm, berbatas tegas, dengan dasar eritematosa tanpa disertai krusta.

3.4 Resume

Pasien wanita usia 55 tahun datang dengan keluhan gatal dan nyeri pada

punggung kanan atas. 1 hari yang lalu pasien merasa demam, keringat dingin, dan

pegal pada seluruh tubuh. Pasien mengatakan muncul lenting-lenting berisi air sejak

kemarin sore, pada dada dan punggung kiri bagian atas yang kemudian pecah. Pasien

merasa gatal dan nyeri pada tempat tersebut.

Pasien merasa nyeri bertambah parah serta pasien merasa nyeri jika luka tersebut

tersentuh baju yang dipakainya, sehingga pasien memutuskan untuk berhenti

menggunakan obat dan mencari pengobatan di rumah sakit. Pada waktu kecil, pasien

juga mengatakan bahwa ia pernah menderita cacar air.

Dari pemeriksaan yang dilakukan ditemukan pada regio thoraks posterior dextra

terdapat vesikula dengan ukuran terbesar 0,5 cm dan terkecil 0,2 cm, berbatas tegas,

dengan dasar eritematosa tanpa disertai krusta.

12

Page 13: Herpes Zosther

3.5 Diagnosis Banding

Herpes zoster

Herpes simpleks

Varicella

Dermatitis kontak

3.6 Diagnosis Kerja

Herpes zoster regio thorax posterior dextra

3.7 Penatalaksanaan

Acyclovir 5 x 800 mg sehari selama 7 hari

Asam mefenamat 3 x 500 mg sehari

Neurobion 3 x 1

Bedak salisil 2% untuk menjaga agar vesikel tidak pecah

Edukasi

1. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang

dideritanya.

2. Hindari menggaruk lesi karena dapat menyebabkan infeksi sekunder.

3. Boleh mandi, karena mandi dapat mengurangi gatal.

4. Menghindari kontak dengan orang yang belum pernah terinfeksi varisela

karena dapat menularkan virus ke orang yang belum pernah terinfeksi

varisela

5. Menggunakan obat secara teratur dan sesuai dengan anjuran

3.8 Prognosis

Dubia ad bonam

13

Page 14: Herpes Zosther

DAFTAR PUSTAKA

Bader, Mazen S. 2013. Herpes Zoster: Diagnostic, Theurapeutic, and Preventive Approaches. Post Graduate Medicine; Vol. 125 (5): 1-14.

Brown, Robin., Burns, Tonny. 2002. Lecture Notes on Dermatology Eight Edition. UK: Blackwell Publishing Company.

Daili, Emmy,. Menaldi, Sri., Wisnu, I Made. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia: Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia.

Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Weller, Richard. 2008. Clinical Dermatology Fourth Edition. UK: Blackwell Publishing Company.

Wollf, Klause., Jhonson, Richard. 2009. Flitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology Sixth Edition. New York: McGraw-Hill Medical.

14


Top Related