Download - Handout Dinamka Dan BTG
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar
Dinamika pada bangunan merupakan bidang ilmu antara statika (mempelajari
gaya dan tegangan pada benda yang senantiasa diam dan tidak dipengruhi factor waktu)
dengan ilmu dinamika pada bidang teknik mesin (mempelajari gaya dan tegangan pada
benda yang senantiasa bergerak serta dipengaruhi factor waktu).
Pada statika gaya-gaya dan tegangan-tegangan dibahas pada elemen-elemen
bangunan rekayasa teknik sipil baik gaya dan tegangan aksial, lentur, geser, torsi
maupun kombinasi diantaranya. Karena berupa beban statis maka analisisnya relative
mudah karena tidak terpengaruh oleh waktu pembebanan. Dalam aplikasinya beban-
bebannya berupa beban gravitasi, yaitu beban berat sendiri struktur dan beban hidup
yang dilayani oleh struktur bangunan tersebut.
Beban dinamis pada struktur bangunan diantaranya dapat berupa :
1. Beban angin
2. Beban kendaraan yang bergerak
3. Beban gempa
4. Beban ledakan
5. Beban dinamis lainnya
Diantara beban-beban dinamis di atas, yang paling besar pengaruhnya serta
menimbulkan kerusakan yang besar adalah beban gempa. Sehingga dalam analisis
dinamika struktur bangunan, beban gempa mendapat perhatian dan pengembangan
yang paling mendalam disbanding beban-beban yang lainnya.
B. Filosophi Beban Gempa
Beban gempa berbeda dengan beban dinamis lainnya, karena beban gempa
merupakan fungsi dari percepatan permukaan tanah dan massa bangunan, sehingga
apabila percepatan permukan tanah akibat beban gempa dianggap konstan, sedangkan
-
2
massa bangunan sebagai variable maka semakin berat/besar massa bangunan maka
akan semakin besar beban gempa yang akan diterima oleh bangunan tersebut. Maka
dalam perencanaan bangunan di daerah rawan gempa sebaiknya bangunan tersebut
semakin ringan massa bangunannya semakin baik. Berbeda dengan bangunan yang
menahan beban angin, yaitu semakin berat massa bangunan semakin baik untuk
menahan beban angin.
C. Derajat Kebebasan (Degree of Freedom)
Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas (independent coordinates)
diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi system pada setiap saat,
yangberhubungan dengan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom) Pada
umumnya struktur kontinyu mempunyai derajat kebebasan yang tak terhingga. Namun
dengan proses idealisasi dapat direduksi menjadi berserajat kebebasan tunggal.
D. Sistem Tak Teredam (Undamped System)
Sistem yang paling sederhana yaitu system berserajat kebebasan tunggal,
dimana gaya geser atau redaman diabakan serta tidak ada pengaruh beban luar. Model
strukturnya sebagai berikut :
Gambar 1. Sistem dengan derajat kebebasan tunggal tak teredam
Pada kondisi ini system hanya dikendalikan oleh kondis awal (initial condition),
yaitu perpindahan pada saat awal atau pada saat waktu (t) = 0
Berdasarkan Hukum Newton II, untuk gerak yang dalam notasi modern ditulis sebagai
.......(1)
k
m
-
3
Benda akan mengalami percepatan jika ada gaya yang bekerja pada benda tersebut
dimana gaya ini sebanding dengan suatu konstanta(massa) dan percepatan benda
Gambar 2. Diagram Hukum Newton II
Bentuk umum (memperhitungkan perubahan massa)
.............(2)
Hubungan analitik antara perpindahan (x) dan waktu t diberikan oleh Hukum
Newton II, yaitu F adalah resultan gaya yang bekerja pada partikel massa m dan a
adalah resultan percepatan.
Solusi persamaan differensial gerak (Solution of the Diffrential Equation on
Motion) dari suatu massa dengan variabel bebas y dan turunan keduanya berderajat
satu maka diklasifikasikan liniar orde kedua. Dengan y (jarak), m (massa) dan k
(kekakuan) adalah konstan . Penyelesaian dari persamaan diffrensial orde ke dua
dengan sistem coba-coba adalah
y = A cos t atau y = B sin t.............(3)
Dimana A dan B adalah konstanta ayang tergantung dari kondis awal gerak dan
adalah besaran yang menyatakan besaran fisiksistem. Persamaan berikutnya adalah
(-m2 + k) A cos t = 0, .........(4)
-
4
Bila persamaan tersebut benar untuk setiap nilai T, maka suku yang di dalam kurung =
0, atau
2 = k/m ................(5)
atau
= /, ..........(6)
yang dikenal sebagai frekuensi alami (natural frequency).
Frekuansi dan periode dari suatu persamaan gerak harmonis dapat dinyatakan
dengan fungsi sinus atau cosinus frekuensi yang sama sebesar . Periode T dari gerak
ditentukan oleh
T = 2 atau T = 2
.....................(7)
Sehingga frekunsinya menjadi :
t = 1
=
2..................(8)
Amplitudo gerak (Amplitude of Motion) dari solusi gerak getran bebas dari osilator tak
teredam dengan transformasi sederhana trogonometrik dapat dilihat bentuk ekivalenya
yaitu :
y = C sin (t + ) atau y = C cos (t - )...............(9)
Dimana
C = y02 + (v0 /
2,......................(10)
tan = y0 / (v0 /)....................(11)
tan = = (v0 /) / y..............(12)
Dalam bentuk sederhana diperoleh
Sin = y0 / C dan..............(13)
cos = (v0 /) / C............(14)
-
5
BAB II
DINAMIKA STRUKTUR
A. Sistem Berderajat Kebebasan Tunggal Teredam
Derajat kebebasan dari suatu sistem tergantung dari jumlah variable (koordinat)
yang diperlukan untuk menyatakan gerakannya.
Gambar 3. Sistem dengan derajat kebebasan tunggal
Dengan Hukum Newton II, FX = m.aX, diperoleh
FX = F (t) k.x c.x(15)
m.aX = m . x(16)
Keterangan :
x = peralihan dalam arah horizontal (displacement)
x =
= V = kecepatan
x =
2 = a = percepatan
Persamaan gerak adalah
m.x + c . x + k.x = 0..(17)
Sistem redaman ada 3 yaitu :
1. Sistem redaman kritis (Criticall damped system) silusimya adalah
ccr = 2m = 2
dan y(t) = (C1 + C2t)
(
2)..(18)
2. Sistem redaman superkritis (Overdamped system), jika c > ccr
3. Sistem redaman subrkritis (Underdamped system), solusinya adalah
k x
m F(t) c
-
6
=
, = / dan y(t) = C t cos (Dt ) (19)
Pengurangan logaritmis analog dengan model amplituto getaran gempa
pengurangan logaritmis (logarithmic decrement) , yang didefinisikan sebagai
logaritma naturaldari rasio dua puncak amplitude yang berturutan y1 dan y2 dari
getaran bebas adalah
= ln 1
2 dan ..(20)
y(t) = C t cos (Dt )(21)
y1 = C t..(22)
y2 = C t(t1 +TD).(23)
Pengaruh harmonis tak teredam (Undamped harmonic excitation)
Gambar 4. Osilasi tak teredam dipengaruhi secara harmonis
Dari diagram free body diperoleh
m.x + k.x = F0 sin t dengan y(t) =0/
12 sin t serta r =
(24)
Pengaruh harmonis teredam (Damped harmonic excitation) dari diagram free
body diperoleh
Gambar 5. Osilasi teredam dipengaruhi secara harmonis
m.x + c.x + k.x = F0 sin t .(25)
y(t) = e t (A cos Dt + B sin Dt) + sin( )
(12)2+(2)2 dan serta r =
=
..(26)
k x
m F0 sin t
k x
m F(t) c
-
7
Respon system berderajat kebebasan tunggal yang dibebani harmonis,
jenie pembebanan merupakan fungsi sinus, cosines dan exponensial dapat
diselesaiak secara matematis. Persamaan differensial gerak untuk system
berderajat kebebasan tunggal adalah persamaan differensial orde kedua :
m.x + c.x + k.x = F0 sin t atau .(27)
y + 2y + 2y = 0
sin t, (28)
dimana adalah frekuensi gaya
=
dan
= / adalah frekuensi natural
Solusi persamaan differensial orde ke dua diatas diperoleh dari
penjumlahan solusi komplementer/transien dan solusi partikulir (steady state)
adalah :
Y = (A Cos Dt + B Sins Dt) + 0
.sin( )
(12)2+(2)2.(29)
A dan B adalah konstanta integrasi
r =
, adalah rasio frekuensi
D = 1 2, adalah frekuensi natural teredam
= tan-12
12
, adalah sudut fase,
Bentuk sederhana dan tepat adalah persamaan :
m.u + c.u + k.u = Feff(t).(30)
Feff(t) = - mys (t) adalah gaya efektif, dan
u = y - ys, adalah perpindahan relative
Untuk masalah gerak relative yang disalurkan dari fondasi ke struktur dan besar gaya
relative yang disalurkan dari struktur ke fondasi adalah :
Tr = 1+(2)2
(12)2+(2)2.(31)
-
8
B Respon Terhadap Pembebanan Dinamis
Pembebanan impuls adalah pembebanan yang berlangsung dalam selang waktu
yang singkat. Impuls didefinisikan sebagai perkalian dari gaya dan selang waktu
bekerjanya gaya tersebut. Persamaan adalam bentuk intrgral sebagai proses
pembebanan di kenal sebagai Integrasi Duhamel. Perpindahan total (Y) dari selang
waktu (t) akibat suatu aksi/gaya kontinyu F(T) diberikan oleh penjumlahan atau
inyegral dari perpindahan differensial dy (t) dari t = 0 sampai waktu t adalah :
dy(t) = ()
sin (t - T) atau(32)
dy(t) = 1
() sin ( )
0dt
C Analisis Fourier dalam Respon dalam Masalah Frekuensi
Berikut ini akan dibahas penggunaan Deret Fourier untuk menentukan :
1. Respon dari satu system terhadap gaya-gaya periodic
2. Respon dari satu system terhadap gaya-gaya tidak periodic
Perhitungan hal terebut diatas memerlukan evaluasi integral . Pada umumnya
penggunaan praktis metode Fourier diperlukan untuk mengganti integral dengan
prhitungan biasa.
Respon dari system berderajat kebebasan tunggal akibat beban periodic yang
dinyatakan dalam deret Fourier diperoleh dari superposisi dari respon pada setap
bagian dari deret tersebut. Bila bagian transien dihilangkanmaka respon dari system
tak teredam terhadap tiap besaran sinus dari deret tesebut adalah :
yn(t) = /
12 sin nt , .(33)
dimana r =
dan =
,
atau dalam bentuk :
y(t) = 0
2
0 sin
(112)
0 sin 2
2 (1412)
0 sin 3
3( 1912) - . . . . (34)
-
9
D Model Berderajat Kebebasan Tunggal Non Linear
Tinjau model untuk system berderajat kebebasan tunggal berikut
Gambar 6. Sistem berderajat kebebasan tunggal
Keseimbangan dinamis system didapat dengan menyamakan nol, jumlah gaya inersia
FI (t) , gaya redaman FD(t), gaya pegas Fs(t) dan beban luar F(t), pada saat ti
dinyatakan sebagai berikut :
FI(ti) + FD(ti) + Fs(ti) = F(ti).(35)
Pada selang waktu pendek t menjadi
FI(ti +t ) + FD(ti + t) + Fs(ti + t ) = F(ti +t )..(36)
Persamaan diffrensial geraknya adalah
FI + FD + Fs = Fi.(37)
Bila anggaana gaya redaman adalah fungsi dari kecepatan dan gaya pegas adalah
fungsi dari perpindahan maka:
FI = myi
FD = ciyi
Fs = k1yi
Persamaan akhir akan diperoleh
myi + ciyi + kiyi = Fi(38)
k x
m F(t) c
-
10
E Respons Spektrum
Pada bagian ini akan dijelaskan konsep respon spectrum yang pada saat ini telah diterima secara luas dalam praktek dinamika struktur khususnya perencanaan bangunan tahan gempa.
Perpindahan relative [y ys]
y
m
Frek natural (f)
(a) (b)
ys(t)
Gambar 7. (a) bentuk spectrum respond dan
(b) system berderajat kebebasan tunggal yang dipengaruhi pergerakan tanah
Secara sederhana dijelaskan bahwa spectrum respon adalah plat respon
maksimum (perpindahan, kecepatan, percepatan maksimum spectrum ataupun
besaran yang diinginkan) dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan
system berderajat kebebasan tunggal. Absis dari spekturm adalah frekuensi natural
atau perioda dan ordinatnya adalah respons maksimum. Bentuk spectrum
respon sebagai berikut, selang waktu dari impuls sinusoidal dinyatakan dengan td,
persamaannya menjadi :
m.x + k.x = F(t)..(39)
dimana
F(t) = F0 sin t untuk 0 t td..(40)
F(t) = 0 untuk t > td(41)
=
(42)
=
1
1(
2)2
{ sin
-
2 sin 2
} untuk 0 t td dan .(43)
=
/
(
2)21
{cos
sin 2 (
2} untuk t > td(44)
-
11
Untuk pondasi yang bergerak respon spectrum adalah perpindahan relative u
didefinisikan
U + 2u + 2u = - ys(t)..(45)
Secara khusus solusi dinyatakan dengan menggunakan integral Duhamel berikut :
u)t) = - 1
() ()
0sin (t T)dt.(46)
Respon maksimum dari percepatan absolute maksimim, perpindahan relative
dan kcepatan palsu (relative pseudovelocity) dikenal sebagai spectrum percepatan,
spectrum perpindahan dan spekrum kecepatan. Persamaan yang berlaku adalah
m.x + cux + k.u = 0.(47)
dan
m.x + k.u = 0,(48)
perpindahan maksimum ymaks = Sa = - 2 SD dan ..(49)
Spektrum kecepatan SV = SD =
(50)
Respon spectrum untuk perencanaan elastic digunakan karena sangat sedikit
percepatan gempa yang besar tercatat terdahulu, Gempa bumi El Centro, California
1940 adalah gemap bumi terkuat yang tercatat dengan percepatan 0,32g. Saat ini
belum ada metoda yang dapat menduga bentuk gerakan pada suatu lokasi tertentu
bila nantinya terjadi gempa bumi, cukup beralasan bila menggunakan suatu
spectrum respon s rencana (design response spectrum) yang merupakan gabungan
spectrum beberapa gempa bumi yang dinyatakan oleh suatu bentuk spectrum
respons beberapa gempa bumi. Yng dinyatakan oleh suatu bentuk spectrum respons
rata-rata untuk perencanaan.
Untuk pembentukan suatu spectrum dasar untuk keperluan perencanaan
diberikan oleh Newmark dan Hall berupa spectrum respons yang licin, dari gsekan
tanah yang diidealisasikan yang didapat dengan memperbesar gesekan tanah
menggunakan factor yang tergantung pada redaman system. Pada umumnya untuk
setiap lokasi, suatu perkiraan dapat dibuat untuk besaran-besaran percepatan tanah
maksimum, kecepatan tanah maksimum dan perpindahan tanah maksimum.
-
12
Spektrum respons untuk system tak elastic digunakan untuk gerakan tanah yang
kuat seperti gempa besar dan ledakan nuklir. Pada gempa bumi dengan intensitas
kecil anggapan sifat bahan elastic masihmemadai, namun untuk gempa bumi kuat
tidak realistis lagi. Walaupun struktur bangunan dapat direncanakan menahan
gempa kuat, namun menjadi tidak ekonomis., untuk merencanakan struktur pada
kondisi di atas daerah elastic, spectrum respons telah diperluas heingga mencapai
daerah tak elastic.
Pembuatan spectrum respons untuk system tidak elastic lebih sulit dari system
elastic. Spektrum respons biasanya diplot sebagai suatu seri lengkungan suatu harga
tertentu dari rasio daktilitas, . Rasio daktilitas didefinisikan sebagai perbandingan
antara defleksi maksimum struktur pada daerah tak elastic, maks dengan defleksi
pada saat leleh, y
3. Derajat kebebasan banyak (Multi Degree of Freedom)
C1 C2
Gambar 8. Sistem dengan derajat kebebasan banyak
Persamaan yang diperoleh berdasarkan Lagrange adalah ;
m1x1 + k1 x1 k2(x2 x1) + c x1 + c(x2 x1) = F1(t)(51)
m2x2 + k2(x2 x1) + c(x2 x1) = F2(t)(52)
F. Konsep massa, kekakuan dan displacement bangunan
Konsep massa bangunan pada bangunan bertingkat yang mengalami beban
gempa adalam system massa terpusat (lumped mass system), yaitu massa-massa
banguan dianggap terpusat pada tiap-tiap level system balok-lantai/diafragma.
K1
X1
m1 F2(t) m2
K2 F1(t)
X2
-
13
Kekakuan pada bangunan bertingkat adalah kekakuan tingkat, dalam
perencanaan kekakuan tingakt ditentukan oleh
2 m2 F2
k2
1 m1 F1
k1
Gambar 3. Model Massa, gaya, kekakuan dan defleksi akibat beban gempa
-
14
G. Contoh Perhitungan
1. Tentukan lah frekuensi natural untuk gerak horizontal portal rangka baja di bawah
ini. Kekakuan balok dianggap tak terhingga.
50 kips
W 8X24 W10X22 W8X24
144
20 20
Penyelesaian
Kekakuan rangka,
k = 12 1
3 +
3 (22)
3
k = 12 30 1000000 170,9
144 144 144 +
3 20 1000000 82,5
144 144 144
= 25, 577 lb/inchi
Frekuensi natural adalah,
f = 1
2
, =
1
2 25.577/50.000 = 2,24 siklus per detik
2. Suatu system dengan model 2 massa bergetar bebas m1 dan m2 yang dihubungkan oleh pegas dengan konstanta, k, tentukan persamaan diffrensial gerak dan perpindahan relative
u = y2 y1 antara kedua massa, juga tentukan frekuensi naturalnya.
Penyelesaian
Hukum Newton II memberikan persamaan F = 0
m1y1 - k(y2 y1) = 0(1)
X1
m1 m2
K2
X2
-
15
m2y2 + k(y2 y1) = 0(2)
Kalikan pers (1) dengan m2 dan pers (2) dengan m1, kurangi pers. (1) dari pers (2):
m1m2 - k(y2 y1) + k(m1+ m2) (y2 y1) = 0
Misalkan u = y2 y1, maka
u + k (1
1 +
1
2)u = 0
Frekuensi natural
F = 1
2 (
1
1+
1
2)
4. Sebuah struktur yang dimodelisasi sebagai osilator teredam dengan konstanta pegas k = 30
kips/in dan frekuensi natural tak teredam = 25 rad/detik, secara eksperimen telah
ditemukan bahwa gaya 1 kips mengakibatkan kecepatan relative sebesar 1 in/detik pada
elemen teredam. Hitunglah
a. Rasio redaman,
b. Periode redaman, TD
c. Pengurangan logaritmik,
d. Rasio antara dua amplitude berturutan
Penyelesaian
Besaran-besaran berikut yang diketahui :
K = 300.000 kips/in
= 25 rad/det
Gaya redaman, FD = C.y atau C =
=
1000
1 = 1000 lb.det/in
2 =
atau m =
2 = 30.000/252 = 48 lb.det/in
Ccr = 2 . = 2 30.000
48 = 2400 lb.det/in
Maka :
a. Rasio redaman, =
1000
2400 = 0,4167
-
16
b. Periode redaman, TD = 2
1 2 =
2
25 (1(0,4167)2 = 0,2675 detik
c. Pengurangan logaritmik, = TD = 0,4167 X 25 X 0,2765 = 2,8801
d. Rasio antara dua amplitude berturutan = ln
2 = ,
1
22 = e = e2,8801 = 17,8161
5. Sebuah menara air seperti gambar di bawah, yang dipengaruhi oleh gerakan tanah akibat
getaran kereta api yang lewat. Gerakan tanah diedialisasikan sebagai percepatan harmonis
pada pondasi dari menara dengan amplitude 0,1g pada frekuensi 10 putaran per detik.
Tentukan gerak relative dari menara terhaap pondasi, anggap koefisien redaman effektif
10% redaman kritis dari sisten.
W = 100 kips
K = 3000 kips/ft
Ys (t)
Penyelesaian
Feff = -m.ys= -
0,1 g sin t = 0,1. W. sin t = -10 sin(10-2.t
F0 = 10 kips
Yst = 0
=
10
3000/12 = 0,04
Frekuensi natural,
= / = 3000/12
100/386 = 31,06 rad/det
D = 1 2 = 30,9 rad/det
= 10 x 2 = 62,83
-
17
r =
=
62,83
31,06 = 2,023
Gerak ralatif menara terhadap pondasi dengan persamaan
U = 1
(12)2+(2)2 =
1
(12,023)2+(2 2,023 0,1)2 = 0,013 in
6. Rangka batang seperti gambar di bawah, dipengaruhi oleh gerak horizontal pada kolomnya,
tentukan lendutan absolute maksimum pada puncak rangka dengan anggapan tidak ada
redaman.
20 kips ys (inchi)
W8X20 W8X20 10 1,0
t(detik)
0,25 0,50 0,75
ys
Penyelesaian :
Kekakuan rangka besarnya, k
k = 3 (2)
3 =
3 30 1000000 69,2
(10 12) (10 12) (10 12) = 7208,5 lb/in
Persamaan gerak :
m.y + k (y ys) = 0
m.y + k y = k.ys (t) = F (t)
m = 20.000
386 = 51,814 lb.det2/in
-
18
(Ft) = 7208,75.ys(t) ,
Ditabelkan sebagai berikut :
t F(t)
0,00 0
0,25 1208,75
0,50 0
2,00 0
7. Tentukan respons keadaan tetap/steady state system untuk massa-pegas teredam dimana
gaya yang bekerja seperti pada gambar di bawah ini,
Tinjau model untuk system berderajat kebebasan tunggal berikut
=0,1
Penyelesaian :
Respon keadaan tetap dari system berderajat kebebasan tunggal teredam adalah :
Y[t] =
+k1 {
+
{1+ + 2 }20 sin nt +
{1 ]
{1} +{ 2}2 cos nt}
Dimana :
ao = 0, an = 0
bn = 240
untuk n = 1,3,5,.
bn = 0 untuk n = 2,4,6
rn =
= /
Kemudian, masukkan, niliai nilai di bawah ini ke persamaan paling di atas
K= kips/in
W=128,66 k F(t)
-
19
= / = 120 386
128,66 = 18,9742 rad/det
= 0,10 = 2 rn =
= 0,3311
akan diperoleh :
Y[t] = 1
120000 + {42,6642 sin nt 3,1731 cos 2t + 4,2892 sin 6t 63,803 cos 6t
4,2355 sin 10t 0,8057 cos 10t
8. Tinjau portal baja seperti di bawah ini, portal dipengaruhi oleh gerak pondasi pada setengah
siklus dari fungsi ag = 200 sin 10t inchi/det2 . Tentukanlah perpindahan horizontal maksimum
dari balok relative pada gerak pondasi. Redaman diabakan
5 kips
W 8X24 W10X33 W8X24
18
ag(t)
ag(t)
200in/det2
t (det
td = 0,2
-
20
Penyelesaian
Model matematis
u = y -ys
Feff = m . a (t) = 5
386 x 20.000 sin 10 t
= 2,5907 sin 10 t
= 10 rad/det
tD =
=
10 = 0,10
k = 12 1(2)
3 +
3 2
3 =
12 30 1000 82,8
(18 12) (18 12) (18 12) +
3 30 1000 170
(18 12) (18 12) (18 12)
k = 7,4338 kips/in
f = 1
2 / =
1
2 7,4338(386)/50 = 1,2057 siklus per detik
T = 1
=
1
1,2057 = 0,8294 detik
=
0,1
0,8294 = 0,3788
Yst = 0
=
2,5097
7,4338 = 0,348 inchi
Ymaks = 1,2 X 0,348 = 0,418
[
]maks = 1,2
k
m Feff
-
21
BAB III
SYARAT-SYARAT BANGUNAN TAHAN GEMPA
A. Pengantar
Bangunan yang direncanakan menerima beban gempa harus memiliki syarat-syarat
yang harus dipenuhinya sehingga pada saat terjadi gempa bangunan mampu menahan
beban rencana. Menurut ATC (Applied Technology Council), philosophi bangunan tahan
gempa adalah sebagai berikut :
1. Apabila gempa kecil bangunan tidak mengalami kerusakan apapun
2. Apabila gempa sedang, komponen non struktur boleh mengalami kerusakann, tetapi
komponen strukturnya tidak boleh mengalami kerusakan
3. Apabila gempa kuat, komponen non struktur dan komponen strukturnya boleh
mengalami kerusakan namun masih masih sempat memberi kesempatan pada
penghuninya sebelum roboh.
Berdasarkan peraturan gempa terbaru sesuai SNI 1726, tingkat daktilitas bangunan yang
direncanakan terdapat 3 (tiga0 kategori, yaitu :
1. Tingkat elastic
2. Tingkat semi daktail
3. Tingkat daktail,
Bangunan dengan tingkat daktilitas yang elastic, aman terhadap gempa-gempa
kecil sedang, tetapi akan mengalami kegagalan geser akibat massa bangunan yang besar,
sehinga pada gempa besar kemungkinan besar akan roboh.
Sedangkan bangunan dengan tingkat daktilitas yang daktail, kemungkinan akan
mengalami kerusakan akibat gempa sedang, namun apabila aa gempa kuat, bangunan jenis
ini akan bertahan tetap berdiri, sekalipun sudah mengalmi kerusakan berat.
Sehingga para konsultan perencana sangat diharapkan untuk memahami perilaku
masing-masing bangunan dengan tingkat daktilitas yang berbeda, sehingga dengan
mempelajari kondisi kegempaan setempat, serta kondisi geoteknik daerah tersebut akan
sangat membantu pemilihan jenis bangunan yang akan dibangun.
-
22
B. Perencanaan Dimensi Awal
Tebal plat lantai dan atap
Rumus praktis hminimum plat =
36
)1500
8,0(y
n
fL
Keterangan : Ln = Panjang bersih panel plat (mm)
= rasio Ln / Bn
Tebal minimum plat lantai = 120 mm
Tebal minimum plat atap = 100 mm
Rasio momen lentur kolom dan balok
1,1 Mn,balok Mn,kolom 1,4 Mn,balok
Momen nominal kolom harus lebih besar dari momen nominal balok (memenuhi filosophi
KOLOM KUAT BALOK LEMAH = STRENGTH COLUMN WEAK BEAM)
Sebagai analogi momen nominal = luas penampang, maka :
Bila telah direncanakan dimensi balok 300/600, maka tentukan berapa dimensi kolom agar
terpenuhi memenuhi filosophi KOLOM KUAT BALOK LEMAH, Ambil antara 1,1 s/d 1,4 = 1,25
1,25 x (b x h )balok = (b x h )kolom
1,25 x (300 x 600) = (b x h )kolom
= 2225.00 mm2
Bila penampang kolom adalah bujur sangkar, maka penampang kolom adalah = 474 mm
Dibulatkan b x h = 500/500
Dimensi balok sloof biasanya lebih kecil dibandingkan balok lantai
Dimensi ring balok biasanya lebih kecil dibandingkan balok sloof
Dimensi fondasi tergantung dari jenis tanah dan beban yg bekerja
-
23
C. Persyaratan Bangunan tahan Gempa
Kuat menahan beban gravitasi
Balok : MR > MU
Kolom : 0,15 . fc (b x h) > PU
Fondasi : ytd efektif = ijin berat (tanah+telapak)
Kaku menahan beban gempa
Elemen yang memiliki kekakuan terhadap beban gempa adalah kolom-kolomnya,
kekakuan adalah rasio beban terhadap defleksi
k = i
iP
3. Memiliki kekakuan antar tingkat yang relatif seragam
0,75 reratak
w)( )(
i
i
k
w 1,25 rerata
k
w)(
Rasio massa terhadap kekakuan suatu tingkat/lantai tidak boleh kurang atau lebih dari 25% rasio
massa terhadap kekakuan rerata.
4. Memiliki defleksi lateral antar tingkat yang tidak melebihi 20 mm
i - i-1 20 mm
i adalah defleksi lateral lantai ke i
i-1 adalah defleksi lateral lantai/tingkat di bawah tingkat ke i
5. Tidak terjadi puntiran gedung yang berlebihan
em - ek 0,1 . b
em adalah pusat masa lantai ke i dan di atasnya
ek adalah pusat kekakuan lantai ke i
b adalah lebar denah gedung tegak lurus arah gempa
-
24
D. Persyaratan Umum Bangunan tahan Gempa
Denah relatif sederhana dan simetris
Denah relatif sederhana dan simetris
Denah relatif kompleks dan tidak simetris
Konfigurasi elemen elemen yang sederhana (arah vertikal)
(a) Tampak depan dan samping relatif sederhana dan simetris
(b) Tampak depan dan samping tidak sederhana dan simetris
3. Tidak terjadi pemusatan beban pada suatu lantai (contohnya tangki air atau bahan bakar pada
suatu lantai.
4. Suatu tingkat/lantai tidak memiliki viod (lubang) melebihi 50% dari luas lantainya
-
25
E. Penulangan Bangunan tahan Gempa 1. Balok : As' 0,5 As
2. Kolom : 1% < total < 8%
3. Panjang penjangkaran (Ldh) = c
by
f
df
..2,6
..
(dalam mm)
Nilai = 1,5
Nilai = 1,25
db = diameter tulangan
4. Luas tulangan pada daerah inti join (joint core)
(Ash) = 0,3 )1(..
c
g
yh
ch
A
A
f
fds
sh = spasi tulangan geser pada inti join
d = tinggi efektif penampang balok = h d
Ag = luas penampang gross beton = (b x h)kolom
Ac = luas penampang beton = Ag As, total
5. Kuat geser join .Vn. = ..fc.bj.h Vu
Vu = T Vcolumn = .As.fy Vcolumn
Vu = Kuat geser ultimit (dari beban luar)
Vn = Kuat geser nominal (dari bahan = beton + tulangan)
= koefisien reduksi geser = 0,6 0,7
bj = lebar inti join = rerata lebar penampang balok + kolom
= 24 (join dalam), 20(join luar) dan 15 (join sudut)
h = tinggi penampang balok
T = kuat tarik tulangan balok
Vcolumn = Kuat geser pada kolom (gaya geser pada kolom)
= nilai konstanta = 1,25
As = luas tulangan tarik pada balok
-
26
Menurut Appllied Technology Council di Amerika Serikat, philosophi bangunan
tahan gempa harus memenuhi 3 (tiga) syarat berikut yaitu :
a. Bangunan tidak boleh rusak akibat gempa kecil (magnitude lebih kecil dari 4 Skala Richter)
b. Bangunan boleh rusak komponen non strukturnya (tembok, plafond, penutup atap, dll) akibat gempa sedang (magnitude antar 4 sampai 6,5 Skala Richter)
c. Bangunan boleh rusak komponen non struktur maupun komponen strukturnya akibat gempa kuat (lebih besar dari 6,5 Skala Richter) tetapi tidak sampai roboh
Sedangkan tipe bangunan berdasarkan syarat teknisnya ada 2 (dua) juga yaitu :
a. Bangunan yang tidak direncanakan dan dibangun sesuai peraturan teknis bangunan (non-engineered structures)
b. Bangunan yang dibangun sesuai syarat teknis bangunan (engineered structures)
2. Syarat-syarat Bangunan Sederhana Tahan Gempa
Bangunan sederhana maksudnya adalah bangunan tidak bertingkat dengan kualitas bahan
bangunan yang pada umumnya. Syarat-syarat tersebut adalah :
a. Denah sederhana dan cenderung simetris b. Bidang dinding cenderung tertutup c. Atap cenderung ringan d. Fondasi batu kali cukup dalam e. Hubungan tulangan fondasi, sloof, kolom, balok kuat dan kaku (pengangkeran) f. Rangka kap/kuda-kuda diangker pada ring balok g. Sambungan antar bidang tembok harus kuat h. Tanah dasar stabil i. Mudah difahami dan dikerjakan dengan teknik tradisional j. Memakai bahan lokal yang tahan gempa (local genius)
Syarat-syarat lainnya yang harus dipenuhi sebuah gedung tahan gempa adalah sebagai berikut:
a. Dibentuk dan disusun dengan baik. b. Dirancang secara baik dan teliti. c. Dibangun dengan baik.
Apabila salah satu dari ketiga syarat tersebut di atas tidak terpenuhi maka bangunan yang dibangun tidak akan tahan terhadap gempa.
3. Tujuan Perencanaan Bangunan Tahan Gempa
Berikut ini adalah tujuan dari teknik pembangunan anti gempa:
a. Menghindari adanya korban jiwa yang disebabkan oleh runtuhan bangunan pada saat terjadinya gempa. (sebuah gempa design atau gempa ultimate limit state)
-
27
b. Mengurangi korban luka-luka dan kerusakan bangunan (termasuk isinya) yang disebabkan oleh gempa sedang (gempa serviceability limit state).
Prasarana/gedung seharusnya bisa langsung digunakan setelah dibersihkan.
c. Mengurangi kerusakan dan gangguan terhadap penghuni daerah yang dilanda gempa sedang dan ringan.
d. Mempertahankan kegunaan utama dari prasarana/gedung. e. Melindungi orang yang berada di luar gedung. f. Melindungi property dan lingkungan di sekitarnya.
Gambar Ilustrasi Bangunan Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Aplied Technology Council-58 )
Gambar di atas menunjukkan perilaku (elastis/daktail), gaya geser gempa dan
goyangan/perpindahan atap serta kerusakan yang mungkin terjadi serta biaya dan waktu
perbaikan pasca gempa.
-
28
BAB IV
NORMA STANDAR PERATURAN DAN KODE PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA
A. Pengantar
Bangunan di Indonesia dibangun berdasarkan 4 (empat) era standar konstruksi, yaitu (1)
GBV & PBI-55, (2) PBI-71, (3) PPTGIUG-83 & SNI Beton 91, dan (4) SNI Beton 2002 & SNI Gempa
2002 dengan beban gempa disain dan detailing yang berbeda-beda.
Setiap revisi standar perencanaan dimaksudkan untuk mengimbangi kondisi terkini dari
kemajuan teknologi serta kondisi alam yaitu terutama intensitas dan kualitas peristiwa
kegempaan terlebih kemajuan teknologi bahan yang digunakan membangun struktur rekayasa
teknik sipil. Di masa depan diharapkan akan dibangun struktur yang aman dan nyaman dengan
bahan yang kuat, daktail sehingga mampu menahan gempa kuat tanpa kerusakan yang berarti,
sehingga kerugian harta dan korban jiwa dapat dikurangi.
B. Standar Perencanaan Bangunan Beton Bertulang
1. Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa
Pada saat terjadi gempa, struktur mengalami getaran gempa dari lapisan tanah di
bawah dasar bangunan secara acak. Sehingga, struktur memberikan respon percepatan
yang sama besar dengan percepatan getaran gempa. Percepatan getaran gempa dapat
digambarkan dalam grafik spektrum respon gempa, yang merupakan
idealisasi/penghalusan (smoothing) dari respon yang sebenarnya berbentuk acak. Respon
gempa pada struktur dipengaruhi oleh waktu getar alami struktur itu sendiri dan kekakuan
tanah pondasi.
Akibat getaran gempa maka terjadi getaran massa (m) struktur pada arah vertikal
dan horisontal sesuai respon percepatan (a). Hubungan antara masssa dan percepatan
menyebabkan gaya gempa (F) pada struktur, sesuai dengan hukum Newton:
F = m a
-
29
Umumnya kekuatan struktur direncanakan untuk memikul gaya vertikal dengan
faktor keamanan yang memadai, sehingga struktur jarang sekali mengalami keruntuhan
akibat gaya gempa vertikal. Oleh karena itu, kekuatan struktur akibat gempa direncanakan
untuk memikul gaya gempa horisontal.
Seperti halnya pada material elemen struktur, struktur juga memilki sifat daktilitas.
Daktail adalah perilaku struktur yang menunjukkan deformasi besar sebelum mengalami
keruntuhan, istilah umum dalam bahasa Indonesia adalah liat. Perilaku liat pada struktur
didapat karena memakai material yang daktail, yaitu baja konstruksi. Untuk bangunan
beton bertulang, pada dasarnya beton adalah material getas / non-daktail (brittle) oleh
karena itu harus dikombinasi dengan baja. Tahap pertama untuk daktail adalah memastikan
bahwa penampang elemen dalam kondisi under-reinforced (bajanya leleh), tahap kedua
adalah memastikan bahwa keruntuhan geser tidak terjadi, sehingga diperlukan pendetailan
sengkang yang memadai, baik di daerah joint maupun daerah yang diharapkan akan terjadi
sendi plastis.
Struktur yang getas relatif kaku dan mempunyai waktu getar alami yang mendekati
nol, memikul beban gempa dengan mengandalkan respon elastiknya hingga mencapai
simpangan maksimum pada kondisi di ambang keruntuhan. Sedangkan struktur yang
daktail dengan waktu getar alami yang relatif panjang, berespon elastik saat menerima
beban gempa nominal (lebih kecil daripada beban gempa), kemudian cenderung memiliki
respon elastoplastis pada saat menerima beban gempa rencana. Pada saat beban gempa
melebihi beban gempa nominal, terjadi pelelehan pertama dan terbentuk sendi plastis pada
ujung balok dan dasar kolom.
Gambar 1 Diagram beban gempa vs simpangan struktur gedung (Sumber: SNI-1726-2002 ).
-
30
Rasio Vy /Vn merepresentasikan faktor kuat lebih beban dan bahan f1yang
terkandung di dalam struktur gedung. Faktor kuat lebih ini terbentuk oleh kekuatan
terpasang dari unsur-unsur struktur yang direncanakan melalui cara perencanaan beban
dan kuat terfaktor. Secara teoretis nilai minimum f1 adalah perkalian faktor beban dan
faktor bahan yang dipakai dalam perencanaan beban dan kuat terfaktor, yaitu f1 = 1.05 x
1.15 = 1.2. Dalam hal ini, faktor bahan adalah kebalikan dari faktor reduksi kapasitas (=
1/F). Dalam kenyataannya selalu terjadi kekuatan unsur-unsur struktur yang berlebihan,
karena jumlah tulangan atau profil terpasang yang lebih besar daripada yang diperlukan,
sehingga pada umumnya nilai f1 > 1.2. Untuk struktur gedung secara umum, menurut
berbagai penelitian nilai f1 = 1,6. Adapun faktor reduksi gempa (R) nilainya tentu berubah-
ubah mengikuti perubahan nilai koefisien daktilitas() (SNI-1726-2002).
Faktor daktilitas struktur gedung merupakan rasio antara simpangan maksimum
struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan (m) dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama
(y).
y
m
Struktur daktilitas penuh harus direncanakan terhadap beban siklis gempa kuat
sedemikian rupa dengan pendetailan khusus sehingga mampu menjamin terbentuknya
sendi-sendi plastis pada ujung-ujung balok dan kaki kolom.
2. Konsep Desain Kapasitas
Konsep desain kapasitas dapat diartikan sebagai desain yang mengatur agar
elemen-elemen tertentu dari suatu sistem lebih kuat daripada elemen lainnya, sehingga
bentuk kerusakan dapat ditentukan lebih dahulu (Kusuma GH. 1993).
Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, terbentuknya sendi-sendi plastis, yang
mampu memencarkan energi gempa dan membatasi besarnya beban gempa yang masuk ke
dalam struktur, harus dikendalikan sedemikian rupa agar struktur berperilaku memuaskan
dan tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat yang melebihi gempa rencana.
Pengendalian terbentuknya sendi-sendi plastis pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan
-
31
lebih dahulu dapat dilakukan secara pasti terlepas dari kekuatan dan karakteristik gempa
(Kusuma GH. 1993).
Gambar 2 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung.(sumber: SNI-1726-2002 )
Struktur gedung yang direncanakan harus memenuhi persyaratan kolom kuat
balok lemah, artinya ketika struktur gedung memikul pengaruh gempa rencana, sendi-
sendi plastis di dalam struktur gedung tersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok
dan kaki kolom (SNI-1726-2002).
3. Metode Analisa Beban Gempa
Analisis beban gempa untuk gedung dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut:
1) Analisis dinamik (dynamic analysis) yang dapat dilakukan dengan cara analisis
respon riwayat waktu (time history analysis) untuk struktur elastik maupun
struktur inelastik dan analisis ragam spektrum (response spectrum analysis) yang
hanya dapat digunakan pada struktur elastik.
2) Analisis beban statik ekivalen (load static equivalent analysis) merupakan analisis
dari suatu gedung dengan menggunakan asumsi gaya lateral statik ekivalen.
Metode ini hanya dapat digunakan pada struktur elastik saja.
3) Analisis beban statik dorong (pushover analysis) merupakan penyederhanaan
analisis dinamik struktur dengan menggunakan gaya lateral yang mirip dengan
analisis statik ekivalen. Namun pada analisis beban statik dorong, gaya yang
digunakan berangsur-angsur meningkat hingga struktur mencapai suatu
perpindahan lateral sebesar nilai tertentu. Metode analisis ini dapat digunakan
untuk struktur elastik maupun untuk struktur inelastik.
-
32
4. Klasifikasi Sistem Struktur Gedung
Berdasarkan PPTGIUG (1983), beberapa jenis sistem struktur gedung yang direncanakan
terhadap beban gempa antara lain:
Struktur jenis A
Struktur jenis A adalah portal beton bertulang dengan tembok sebagai panel-
panel pengisi yang direncanakan untuk menahan beban gempa melalui aksi komposit.
Tembok-tembok direncanakan untuk menahan beban gempa rencana secara elastik, tetapi
akan rusak berat saat terjadi beban gempa yang melebihi beban gempa rencana (gempa
kuat). Kerutuhan tembok-tembok secara tak terkendali dicegah dengan pemasangan
tulangan jangkar pada kolom praktis. Portal direncanakan secara daktail untuk
sepenuhnya menahan beban gempa dan beban gravitasi saat terjadi gempa kuat. Struktur
gedung dibatasi hingga ketinggian empat tingkat atau empat belas meter.
Struktur jenis B
Pada struktur jenis B yaitu portal beton bertulang, tembok sebagai dinding
pengisi tidak ikut berperan dalam menahan beban gempa dan beban gravitasi, hanya
mempengaruhi perilaku pergoyangan struktur terhadap beban gempa. Portal jenis ini
direncanakan secara detail dengan harapan agar berperilaku secara daktail sehingga
mampu bertahan tanpa keruntuhan pada saat terjadi gempa yang sangat kuat melebihi
beban gempa rencana. Keruntuhan tembok-tembok pengisi pada saat terjadi pergerakan
portal dapat dihindari dengan pemberian tulangan jangkar dan kolom-kolom praktis.
Struktur dibatasi hingga ketinggian tujuh tingkat atau dua puluh lima meter.
Struktur jenis C
Struktur jenis C adalah struktur dimana tembok-tembok pasangan batu cetak bertulang
berfungsi sebagai penahan beban gravitasi dan beban gempa. Jenis struktur ini sering dinamakan
struktur dinding geser, dan ditinjau sebagai struktur elastik. Kerusakan struktur akibat gempa
diawali dengan retakan pada tembok. Struktur gedung dibatasi hingga ketinggian tiga tingkat atau
sebelas meter.
-
33
Struktur jenis D
Struktur jenis D adalah portal beton bertulang dengan tembok-tembok dan
panel-panel pengisi kaku lainnya dipisahkan secara nyata dari strukturnya untuk
mencegah agar tidak terjadi perubahan dalam perilaku struktur terhadap gempa. Portal-
portal direncanakan sedemikian rupa, sehingga apabila mengalami beban gempa yang
melampaui taraf beban gempa rencana, pelelehan akan terjadi sebagian besar dalam
balok-balok. Struktur dibatasi hingga ketinggian sepuluh tingkat atau tiga puluh lima
meter.
Secara umum, perbedaan sistem struktur gedung dapat disimpulkan pada tabel berikut:
Tabel Perbedaan jenis-jenis sistem struktur gedung.
Item Jenis struktur
A B C D
Tinggi maximum 4 tingkat / 14 m 7 tingkat / 25m 3 tingkat / 11 m 10 tingkat / 5m
Penempatan tembok
Mendekati simetris Mendekati simetris
Mendekati simetris
Sembarang
Penahan gempa Dinding geser dan portal
Portal Dinding geser Portal
Daktilitas Dinding geser elastik, portal daktail
Daktail Elastik Daktail
-
34
5. Perubahan Peraturan Gempa SNI 1726-1989 ke SNI-1726-2002
Perubahan yang terjadi pada SNI 1726-1989 ke SNI-1726-2002 seperti tercantum dalam
Lampiran penjelasan SNI-1726-2002 antara lain, SNI-1726-2002 menggunakan Gempa Rencana
periode ulang 500 tahun, sedangkan SNI 1726-1989 hanya 200 tahun. Faktor reduksi gempa (R)
menurut SNI 1726-1989 relatif lebih kecil daripada menurut SNI-1726-2002. Klasifikasi tanah
luak dalam SNI 1726-1989, pada SNI-1726-2002 digolongkan sebagai tanah sedang. Secara
umum, perubahan mendasar pada SNI 1726-1989 ke SNI-1726-2002 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel Perubahan utama peraturan gempa Indonesia
Item SNI 1726-1989 SNI-1726-2002
Periode ulang gempa rencana 200 tahun 500 tahun
Faktor reduksi gempa (R) Kecil Besar
Klasifikasi tanah 1. Tanah lunak 2. Tanah keras
1. Tanah lunak 2. Tanah sedang 3. Tanah keras
Wilayah gempa
Zona 1
Zona 6
Frekuensi gempa tinggi Frekuensi gempa rendah
Frekuensi gempa rendah Frekuensi gempa tinggi
Pembatas waktu getar alami struktur
Tstruktur 0.06H0.75 Tstruktur
-
35
n
i
ii
n
i
ii
dFg
dW
T
1
1
2
1 3,6
Keterangan:
T1 = waktu getar alami fundamental struktur, detik
Wi = berat lantai tingkat ke-i, kN
Fi = beban gempa lateral pada tingkat ke-i, kN
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i, mm
g = percepatan gravitasi = 9810 mm/det2.
n = nomor lantai paling atas.
Gambar 2. 1 Spektrum respon gempa (Sumber: SNI-1726-2002).
-
36
Untuk mencegah fleksibilitas struktur gedung yang berlebihan, nilai waktu getar alami
fundamental struktur gedung (T1) harus dibatasi sesuai dengan persaman berikut (SNI-1726-
2002, pasal 5.6) :
nT 1
Keterangan:
= koefisien pembatas waktu getar alami fundamental struktur
n = jumlah tingkat struktur.
Koefisien pembatas waktu getar alami fundamental struktur ditentukan berdasarkan tabel
berikut :
Tabel Koefisien pembatas waktu getar alami struktur gedung (Sumber: SNI-1726-2002).
Wilayah Gempa
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
Berdasarkan penelitian Rastandi J.I (2006), struktur gedung beratuan kategori rendah (3
tingkat 8 tingkat) umumnya memiliki nilai waktu getar alami yang melampaui nilai Persamaan
2.19 di atas. Oleh karena itu, untuk struktur gedung beraturan kategori rendah, nilai waktu getar
alaminya dapat ditentukan dari Persamaan 2.19 di atas.
Wilayah gempa
Pembagian wilayah gempa (SNI-1726-2002, pasal 4.7.4), didasarkan atas percepatan puncak
batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Indonesia
ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 adalah kegempaan paling
rendah, wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa dapat dilihat
pada gambar berikut:
-
37
Gambar Peta wilayah gempa di Indonesia (Sumber: SNI-1726-2002).
Gempa rencana
Gempa rencana adalah gempa yang diperkirakan akan melanda struktur selama umur
rencana struktur. Dalam SNI-1726-2002, pasal 4.1.1, gempa rencana ditetapkan mempunyai
perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung
50 tahun.
Perencanaan geometri struktur
Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan sehingga dapat dianalisa
dengan metode statik ekivalen, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut, (SNI-1726-
2002,pasal 4.1.1):
1) Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat
atau 40 m.
2) Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai
tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah
struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
3) Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai
coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar
denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
-
38
4) Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang
arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah
struktur gedung secara keseluruhan.
5) Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun
mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang
menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar
denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap
yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya
loncatan bidang muka.
6) Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat
lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan
lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari
80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud
dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu
menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.
7) Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai
tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di atasnya
atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
8) Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral
yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak
lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
9) Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan
yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat
dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah
lantai tingkat seluruhnya.
Kategori keutamaan struktur gedung
Tingkat kepentingan suatu struktur terhadap bahaya gempa dapat berbeda-beda
bergantung pada fungsinya. Oleh karena itu semakin penting struktur tersebut semakin besar
perlindungan yang harus diberikan.
Faktor keutaman (I) dipakai untuk memperbesar beban rencana agar struktur mampu
memikul beban gempa dengan periode ulang yang lebih panjang atau dengan kata lain dengan
-
39
tingkat kerusakan yang lebih kecil. Nilai I yang besar daripada 1(satu) dipakai untuk struktur
yang cukup penting agar struktur tersebut tetap berfungsi setelah terjadi gempa besar (Kusuma
GH. 1993).
Tabel Faktor Keutamaan (I) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan(Sumber: SNI-1726-2002 )
Kategori gedung Faktor Keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran. 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental. 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dala keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.
1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5
Daktilitas struktur gedung
Daktilitas penuh ialah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya
mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan
yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5.3. Nilai Faktor
daktilitas () telah ditentukan di dalam SNI-1726-2002, pasal 4.3, seperti pada tabel 2.6 berikut:
Tabel 2. 1 Parameter daktilitas struktur gedung(Sumber: SNI-1726-2002 ).
Taraf kinerja struktur gedung R
Elastik penuh 1,0 1,6
Daktail parsial
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
2,4
3,2
4,0
4,8
5,6
6,4
7,2
8,0
Daktail penuh 5,3 8,5
-
40
Beban gravitasi
Beban gravitasi yang diperhitungkan meliputi seluruh beban akibat beban mati/tetap
(QDL) serta beban hidup (QLL) akibat penggunaan gedung tersebut.
Beban mati (Dead Load) merupakan beban akibat berat unsur-unsur struktural dan
unsur-unsur nonstruktural yang keberadaannya menetap/permanen pada gedung tersebut,
terdiri dari:
1) Berat balok dan kolom.
2) Berat pelat lantai beserta utilitasnya.
3) Berat plafond beserta utilitasnya.
4) Berat dinding partisi batu bata.
Beban hidup (Live Load) merupakan berat akibat unsur-unsur yang keberadaannya tidak
menetap/sementara, terdiri dari:
1) Berat manusia dan air hujan pada atap.
2) Berat akibat aktifitas manusia sesuai peruntukan gedung pada lantai.
Beban gempa
Pada struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa nominal statik ekuivalen, sehingga analisisnya dapat dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen (SNI-1726-2002, pasal 6.1).
Beban gempa dasar nominal statik ekuivalen dihitung menurut persamaan berikut (SNI-
1726-2002, pasal 6.1.2) :
tn WR
ICV 1
.................... 2. 1
Keterangan:
Vn = beban gempa dasar nominal statik ekivalen, kN
Ci = nilai faktor Respon Gempa, (Gambar 2.5)
I = nilai faktor keutamaan struktur, (Tabel 2.5)
Wt = berat total gedung, kN.
R = nilai faktor reduksi gempa, (Tabel 2.6).
Untuk menghitung beban gempa dasar nominal statik ekivalen, berat total gedung
yang diperhitungkan meliputi beban hidup yang direduksi menjadi 30%, serta beban mati
sebesar 100%
-
41
Beban gempa dasar nominal didistribusikan ke sepanjang tinggi struktur gedung
menjadi beban gempa nominal statik ekivalen, sesuai dengan persamaan berikut (SNI-1726-
2002, pasal 6.1.3) :
nn
i
ii
iii V
zW
zWF
1 ........... 2. 2
Keterangan:
Fi = beban gempa nominal statik ekivalen pada tingkat ke-i, kN
Wi = berat lantai tingkat ke-i, kN
zi = tinggi lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan, m
n = nomor lantai paling atas.
Gambar 2. 2 Distribusi beban gempa dan simpangan struktur(Sumber: SNI-1726-2002).
Kombinasi pembebanan
Pembebanan struktur gedung mengacu pada SNI-1726-2002 pasal 4.4, menjelaskan
bahwa kekuatan ultimit (Ru) suatu struktur gedung lebih besar atau sama dengan beban ultimit
(Qu) struktur gedung.
uu QR ............... 2. 3
Beban ultimit (Qu) digunakan nilai terbesar dari kombinasi pembebanan berikut:
a) Kombinasi pembebanan oleh beban gravitasi:
nLnDu LDQ .................... 2. 4
Keterangan:
Dn = Beban mati nominal, kN
Ln = Beban hidup nominal, kN
D = faktor beban mati nominal, 1.2 (SNI-2847-2002, pasal 11.2.1)
-
42
L = faktor beban hidup nominal, 1.6 (SNI-2847-2002, pasal 11.2.1)
b) Kombinasi pembebanan oleh beban gravitasi dan beban gempa:
nEnLnDu ELDQ .................... 2. 5
Keterangan:
En = Beban gempa nominal, kN
D = faktor beban mati nominal, 1.2 (sesuai SNI-2847-2002, pasal 11.2.3)
L = faktor beban hidup nominal, 1.0 (sesuai SNI-2847-2002, pasal 11.2.3)
E = faktor beban gempa nominal,1.0 (sesuai SNI-2847-2002, pasal 11.2.3)
Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap
struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama efektif 100% dan harus
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada
arah utama pembebanan, tetapi dengan efektifitas hanya 30% SNI - 1726 - 2002 pasal 5.8.2
sehingga kombinasi pembebanan akibat beban gempa dalam arah yang ditinjau menjadi:
a) Arah X sebagai sumbu utama tinjauan,
ynxnnnxu E0.13.0E0.10.1L0.1D2.1Q .................... 2. 6
b) Arah Y sebagai sumbu utama tinjauan,
xnynnnyu E0.13.0E0.10.1L0.1D2.1Q .................... 2. 7
7. Kekakuan Struktur
Berdasarkan peraturan gempa (SNI-1726-2002, pasal 5.5.1), perencanaan struktur
gedung terhadap pengaruh gempa rencana, pengaruh peretakan beton pada unsur-unsur
struktur dari beton bertulang, beton pratekan dan baja komposit harus diperhitungkan terhadap
kekakuannya. Untuk itu, momen inersia penampang unsur struktur dapat ditentukan sebesar
momen inersia penampang utuh dikalikan dengan suatu persentase efektifitas penampang
sebagai berikut:
1) untuk kolom dan balok rangka beton bertulang terbuka : 75%
2) untuk dinding geser beton bertulang kantilever : 60%
3) untuk dinding geser beton bertulang berangkai
-
43
a) komponen dinding yang mengalami tarikan aksial : 50%
b) komponen dinding yang mengalami tekanan aksial : 80%
c) komponen balok perangkai dengan tulangan diagonal : 40%
4) komponen balok perangkai dengan tulangan memanjang : 20%
Lantai tingkat, atap beton dan sistem lantai dengan ikatan suatu struktur gedung dapat
dianggap sangat kaku dalam bidangnya dan karenanya dapat dianggap bekerja sebagai
diafragma terhadap beban gempa horisontal (SNI-1726-2002, pasal 5.3.1).
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat
pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan
beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan
ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur
gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal, tidak boleh melebihi 30 mm serta tidak boleh
lebih 0.03/R x tinggi tingkat, (SNI-1726-2002, pasal 8.1).
8. Syarat-Syarat Penulangan Elemen Struktur Tahan Gempa
Penulangan balok terhadap beban lentur
Berdasarkan SNI-2847-2002, pasal 23.3, komponen balok yang memikul gaya lentur pada
struktur Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) akibat beban gempa dan beban
gravitasi, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Gaya aksial tekan terfaktor pada balok tidak boleh melebihi 0.1Ag fc.
2) Bentang bersih balok tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya.
3) Perbandingan lebar balok terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,3.
4) Lebar balok tidak boleh kurang dari 250 mm, serta tidak boleh lebih lebar dari kolom
(diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal balok) ditambah jarak
pada tiap sisi komponen struktur pendukung (kolom) yang tidak melebihi tigaperempat
tinggi komponen struktur lentur (balok).
Untuk penampang komponen struktur lentur, jumlah tulangan memanjang di bagian
sisi atas maupun sisi bawah tidak boleh kurang dari:
-
44
'
4
c
s w
y
fA b d
f .................... 2. 8
Rasio penulangan minimum, min = 1.4/fy
Dengan rasio penulangan maksimum:
025.0maks ; bmaks 75.0 .................... 2. 9
Keterangan:
As = Luas tulangan tarik, mm
bw = Lebar badan balok, mm
d = tinggi efektif balok, mm
= rasio penulangan terhadap beton
b = rasio penulangan pada kondisi regangan beton dan baja seimbang
fy = tegangan luluh baja tulangan, Mpa
fc = tegangan tekan beton, Mpa.
Pada sisi atas maupun sisi bawah harus dipasang dua batang tulangan secara menerus.
Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari
setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat lentur negatif maupun kuat
lentur positif pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat
kuat lentur terbesar yang disediakan pada kedua muka kolom tersebut.
0.5n tumpuan n tumpuanM M .................... 2. 10
max0.25n n tumpuanM M .................... 2. 11
Keterangan:
n tumpuanM
= kuat momen lentur negatif pada muka tumpuan, kNm.
n tumpuanM
= kuat momen lentur positif pada muka tumpuan, kNm.
tumpuannM max = kuat momen lentur terbesar pada muka tumpuan, kNm.
nM = kuat momen lentur pada sembarang penampang, kNm.
Sambungan lewatan pada tulangan lentur hanya diizinkan jika ada tulangan spiral atau
sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan lewatan tersebut. Spasi sengkang yang
mengikat daerah sambungan lewatan tersebut tidak melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan
lewatan tidak boleh digunakan:
-
45
a) Pada daerah hubungan balok-kolom.
b) Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom (lo).
c) Pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihatkan kemungkinan terjadinya
leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur rangka.
Penulangan balok terhadap beban geser
Berdasarkan SNI-2847-2002, pasal 23.3, tulangan sengkang tertutup pada daerah sendi
plastis yaitu sepanjang dua kali tinggi balok, yang diukur dari ujung balok pada muka kolom,
harus mampu menahan Gaya geser rencana yang dihitung berdasarkan persamaan berikut:
1 2
2
pr pr ue
M M W LV
L
.................... 2. 12
Keterangan:
Ve = Gaya geser rencana, kN.
Mpr i = Momen nominal aktual pada ujung kiri balok, kNm.
Mpr j = Momen nominal aktual pada ujung kanan balok, kNm.
Wu = Berat beban gravitasi terfaktor, kN.
L = Panjang balok, m.
Gaya geser rencana Veharus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada bagian
komponenstruktur antara dua muka tumpuan. Momen-momen dengan tanda berlawanan
sehubungandengan kuat lentur maksimum, Mpr, harus dianggap bekerja pada muka-muka
tumpuan,dan komponen struktur tersebut dibebani dengan beban gravitasi terfaktor di
sepanjangbentangnya.
Gambar 2. 3 Perancangan geser untuk balok-kolom (sumber:SNI-2847-2002).
-
46
Keterangan:
1. Arah gaya geser Ve tergantung pada besar relatif beban gravitasi dan geser yang dihasilkan
oleh momen-momen ujung.
2. Momen-momen ujung Mpr didasarkan pada tegangan tarik yf25,1 di mana yf adalah kuat
leleh yang disyaratkan. (Kedua momen ujung harus diperhitungkan untuk kedua arah, yaitu
searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam).
3. Momen-momen ujung Mpr untuk kolom tidak perlu lebih besar daripada momen yang
dihasilkan olehMprbalok yang merangka pada hubungan balok-kolom. Ve tidak boleh lebih
kecil daripada nilai yang dibutuhkan berdasarkan hasil analisis struktur.
Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka tumpuan.
Jarak maksimum antara sengkang tertutup tidak boleh melebihi :
1. Seperempat tinggi efektif beton( d).
2. Delapan kali diameter terkecil tulangan memanjang (8 tul pokok).
3. 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup (24 sengkang).
4. 300 mm.
Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup (S2), sengkang dengan kait
gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2 di sepanjang
bentang komponen struktur ini.
Gambar 2. 4 Sketsa penulangan pada balok sesuai SNI-2847-2002.
-
47
Gambar 2. 5 Sketsa tulangan sengkang (Sumber: SNI-2847-2002)
Penulangan kolom terhadap beban lentur dan aksial
Komponen kolom yang memikul gaya lentur dan aksial Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus (SRPMK) akibat beban gempa dan beban gravitasi, harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (SNI-2847-2002 pasal 23.4):
1) Gaya aksial tekan terfaktor pada kolom lebih besar dari 0.1Ag fc.
2) Lebar penampang kolom tidak kurang dari 300 mm.
3) Perbandingan lebar penampang kolom terhadap tinggi penampang kolom tidak boleh kurang
dari 0,4.
Untuk kolom dengan tingkat daktilitas penuh, kuat lentur harus memenuhi persamaan berikut:
ge MM
5
6.................... 2. 13
Keterangan:
Me = total kuat momen lentur nominal kolom pada pusat jointakibat gaya aksial
terfaktor dan gaya lateral, kNm.
Mg = total kuat momen lentur nominal balok pada pada pusat joint, kNm.
Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian rupa, sehingga momen kolom berlawanan
dengan momen balok. JikaMe (6/5)Mg tidak dipenuhi maka kolom pada hubungan balok-
kolom tersebut harus direncanakan dengan memberikan tulangan transversal (sengkang
tertutup) yang dipasang di sepanjang tinggi kolom.
-
48
Rasio penulangan (g) pada kolom harus memenuhi persyaratan berikut:
06.001.0 g .................... 2. 14
Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen struktur yang
berada ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan
tulangan spiral atau sengkang tertutup seperti yang digunakan pada ujung kolom.
Penulangan kolom terhadap beban geser
Tulangan sengkang tertutup persegi harus mampu memikul gaya geser sebagai berikut:
pr atas pr bawah
e
M MV
H
................... 2. 15
Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari persamaan-
persamaan berikut:
])-/A)[(A/ff (sh, A chgyh'
ccsh 130 .................... 2. 16
)/ff (sh, A yh'
ccsh 090 ................... 2. 17
Keterangan:
sh = Luas penampang total tulangan transversal (termasuk sengkang ikat) dalam rentang
spasi s dan tegak lurus terhadap hc, mm2.
S = Spasi tulangan transversal, mm.
hc = Dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan pengekang, mm.
Ach = Luas penampang kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan transversal, mm2.
Bila kuat rencana pada bagian inti komponen struktur telah memenuhi ketentuan
kombinasi pembebanan termasukpengaruh gempa maka persamaan 2.58 dapat diabakan
Bila tebal selimut beton di luar tulangan transversal pengekang melebihi 100 mm,
tulangan transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi tidak melebihi 300 mm. Tebal
selimut di luar tulangan transversal tambahan tidak boleh melebihi 100 mm
Tulangan sengkang tertutup persegi dipasang sepanjang o dari setiap muka hubungan
balok-kolom dan juga sepanjang o pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi
membentuk leleh lentur akibat deformasi lateral inelastis struktur rangka. Panjang o
ditentukan tidak kurang dari:
-
49
a. Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-kolom atau pada segmen
yang berpotensi membentuk leleh lentur.
b. Seperenam bentang bersih kolom (1/6H), mm.
c. 500 mm.
Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk. Tulangan pengikat
silang dengan diameter dan spasi yang sama dengan diameter dan spasi sengkang tertutup boleh
dipergunakan. Tiap ujung tulangan pengikat silang harus terkait pada tulangan longitudinal
terluar. Pengikat silang yang berurutan harus ditempatkan secara berselang-seling berdasarkan
bentuk kait ujungnya seperti gambar berikut:
Gambar 2. 6 Sketsa penulangan sengkang pada kolom (Sumber: SNI-2847-2002)
Tulangan transversal harus diletakan dengan spasi tidak lebih dari:
a. Satu per empat dari dimensi terkecil komponen struktur (1/4b).
b. Enam kali diameter tulangan longitudinal (6 tul pokok).
c. 3
h350100s xx
.................... 2. 18
d. Sx tidak perlu lebih besar dari 150 mm, tetapi Sx tidak perlu lebih kecil dari 100 mm.
Bila tulangan transversal seperti yang disebutkan di atas tidak dipasang di seluruh
panjang kolom, maka pada daerah sisanya harus dipasang tulangan sengkang tertutup dengan
spasi sumbu-ke-sumbu tidak lebih dari:
a. Enam kali diameter tulangan longitudinal kolom(6 tul pokok), mm.
b. 150 mm.
-
50
Gambar 2. 7 Sketsa penulangan kolom sesuai SNI-2847-2002.
Penulangan pertemuan balok dan kolom
Berdasarkan SNI-2847-2002, pasal 23.5, ketentuan umum untuk tulangan longitudinal
balok pada pertemuan balok dan kolom (joint), adalah sebagai berikut:
a. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus ditentukan
dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1.25fy.
b. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi kekuatan balok
(lentur tanpa beban aksial, =0.8), kolom yang menggunakan sengkang (aksial tekan dan
lentur, =0.65).
c. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan hingga
mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sepanjang ldh untuk tulangan tarik
dan sepanjang lduntuk tulangan tekan.
-
51
d. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan balok-kolom, dimensi
kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang daripada
20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton berat normal.
Ketentuan umum untuk tulangan sengkang kolom pada pertemuan balok dan kolom
(joint), adalah sebagai berikut:
a. Bila balok-balok, dengan lebar setidak-tidaknya sebesar tiga per empat lebar kolom (bbalok =
bkolom), merangka pada keempat sisinya (kolom interior), didalam daerah balok terendah
yang merangka ke hubungan tersebut harus dipasang tulangan transversal setidak-tidaknya
sejumlah setengah dari tulangan sengkang yang terdapat pada ujung kolom.. Pada daerah
tersebut, spasi tulangan sengkang dapat diperbesar menjadi 150 mm spasi tulangan
sengkang pada ujung kolom.
b. Bila kolom tidak dikekang balok pada keempat sisinya (kolom eksterior), tulangan transversal
berbentuk sengkang tertutup pada ujung kolom harus dipasang juga di dalam daerah
hubungan balok-kolom.
Gaya geser pada kolom diperoleh dari momen kapasitas tulangan longitudinal balok
dengan menggunakan tegangan tarik = 1.25fy serta faktor reduksi kekuatan = 0.8. Momen
kapasitas balok bekerja pada titik balik momen kolom, umumnya titik balik momen kolom
diasumsikan terletak pada setengah tinggi kolom (Nilson, 2004).
Vcol = (M`-
pr + M+
pr) / lc.................... 2. 19
Gambar 2. 8 Gaya geser pada hubungan balok dan kolom
Gaya geser berupa tegangan tarik tulangan momen negatif balok dengan mengunakan
tegangan tarik = 1.25fy dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
-
52
T1 = 1.25 fy As+.................... 2. 20
Gaya geser berupa tegangan tekan blok beton pada balok sama dengan tegangan tarik
tulangan momen positif mengunakan tgangan tarik = 1.25fy, dapat dituliskan dalam persamaan
berikut :
C2= T2 = 1.25 fy As+.................... 2. 21
Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar dari
ketentuan berikut ini untuk beton berat normal:
a. Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya (kolom interior), yaitu:
jcn AfV 7.1' .................... 2. 22
b. Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang berlawanan (kolom
eksterior), yaitu:
jcn AfV 25.1' .................... 2. 23
c. Untuk hubungan lainnya, yaitu:
jcn AfV 0.1' .................... 2. 24
Luas efektif hubungan balok-kolom Aj ditunjukkan pada Gambar berikut:
Gambar 2. 9 Luas efektif hubungan balok dan kolom (Sumber: SNI-2847-2002).
-
53
Gambar 2. 10 Sketsa penulangan pada pertemuan balok-kolom
Panjang penyaluran tulangan lentur
Berdasarkan SNI-2847-2002 pasal 23.5.4 panjang penyaluran ldh tulangan tarik untuk
diameter tulangan sebesar 10 mm hingga 36 mm, dengan kait standar 90 dalam beton berat
normal, sebagai berikut:
)4,5(/ = 'cbydh fdf .................... 2. 25
Panjang penyaluran ldh tidak boleh diambil lebih kecil dari:
1. Delapan kali diameter tulangan (8db), mm.
2. 150 mm.
Keterangan:
ldh = Panjang penyaluran batang tulangan dengan kait, mm.
db = Diameter tulangan, mm.
Kait standar 90 harus ditempatkan di dalam inti terkekang kolom atau komponen batas.
Jika digunakan penyaluran tulangan tarik tanpa kait (ld), untuk diameter 10 mm hingga 36
mm panjang penyaluran tidak boleh lebih kecil dari:
a. Dua setengah kali panjang penyaluran dengan kait (2.5ldh). Bila ketebalan pengecoran beton di
bawah tulangan tersebut kurang dari 300 mm.
b. Tiga setengah kali panjang penyaluran dengan kait (3.5ldh). Bila ketebalan pengecoran beton di
bawah tulangan tersebut melebihi 300 mm.
-
54
C. Standar Perencanaan Bangunan Portal Baja
Desain Struktur Baja berdasarkan SNI-1729-2002
Komponen struktur untuk bangunan baja tahan gempa harus direncanakan
berdasarkan beban dan kuat terfaktor, di mana kombinasi beban yang bekerja tidak boleh
melebihi kuat rencana struktur setelah dikali dengan suatu faktor reduksi.
(14)
Keterangan:
Ru = Pengaruh aksi terfaktor, yaitu momen atau gaya yang diakibatkan oleh suatu
kombinasi pembebanan, atau pengaruh aksi perlu yaitu momen atau gaya yang
disyaratkan untuk struktur tahan gempa.
= Faktor reduksi kekuatan.
Rn = Kekuatan nominal komponen struktur.
Sistem rangka pemikul momen dengan menggunakan struktur baja dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Terbatas (SRPMT)
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
Perbedaan ketiga jenis sistem struktur di atas ada pada kemampuannya dalam
mengalami deformasi inelastis dan tingkat daktilitas. SRPMK dan SRPMT diharapkan
mampu mengalami rotasi inelastis masing-masing sekurang-kurangnya 0,03 dan 0,02
radian pada semua sambungan balok ke kolom yang digunakan sebagai sistem pemikul
beban gempa, sedangkan SRPMB di harapkan mengalami rotasi inelastis sekurang-
kurangnya 0,01 radian (SNI 03-1729-2002 pasal 15.7, 15.8, 15.9).
Selain faktor deformasi inelastis di atas, ketiga macam struktur rangka pemikul momen ini
juga dibedakan berdasarkan perlakuan daktilitas gedung, yang dipengaruhi besarnya faktor
daktilitas () dan faktor reduksi gempa maksimum (Rm), di mana memenuhi persamaan
sebagai berikut:
1,6 = . 1 (15)
Keterangan:
R = Faktor reduksi gempa.
R =1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang berperilaku
-
55
elastis penuh.
= Faktor daktilitas struktur gedung (1 5,3).
f1 = Faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur
Gedung dan nilainya ditetapkan sebesar: f1 = 1,6.
Rm = Faktor reduksi gempa maksimum yang diperbolehkan.
Perbandingan tipe system struktur gedung, besarnya faktor daktilitas, dan
besarnya faktor reduksi gempa dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Nilai dan R untuk berbagai sistem struktur
Taraf Kinerja Struktur
Gedung
Rm
SRPMK Daktail Penuh 5,30 8,5
SRPMT Daktail Parsial 3,75 6,0
SRPMB Daktail Parsial 2,80 4,5
(Sumber: SNI 1729-2002 Tabel 15.2-1)
Konsep utama dalam desain kapasitas (Capacity Design) adalah Strong Column
Weak Beam yang mengacu pada pola keruntuhan Beam Sway Mechanisms (Gambar 1).
Pada pola keruntuhan ini, saat terjadi gempa rencana di mana struktur telah melampaui
tingkat elastis, lokasi sendi-sendi plastis yang diizinkan terjadi adalah pada ujung-ujung
balok dan pada kaki kolom lantai dasar saja. Dalam perencanaan Strong Column Weak
Beam, bila balok yang merangkak pada kolom mengalami leleh, maka kolom tersebut
harus kuat menahan momen leleh (Mp) dari balok yang merangkak tersebut. Oleh karena
itu, perencanaan kolom baru dapat dilakukan setelah perencanaan balok.
Secara umum, semua komponen balok dan kolom harus memenuhi persamaan-persamaan
sebagai berikut:
(16)
(17)
(18)
-
56
Keterangan:
M = Momen lentur terfaktor.
Mn=Momen lentur nominal balok dengan diambil sebesar 0.9 (SNI 03-1729-2002
tabel 6.4.2).
Vu = Gaya geser terfaktor.
Vn= Kuat geser nominal balok dengan diambil sebesar 0.9 (SNI 03-1729-2002).
Nu = Gaya aksial terfaktor.
Nn = Kuat nominal penampang kolom dengan diambil sebesar 0.85 untuk aksial tekan
dan 0.9 untuk aksial tarik (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4.2).
a. Perencanaan balok
Pada saat mendesain balok, profil terpilih dihitung kapasitasnya dengan rumus interaksi.
Karena gaya aksial yang bekerja pada balok dapat diabaikan, maka interaksi yang
menentukan adalah interaksi antara momen dengan geser SNI 03-1729-2002). Interaksi
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
+ 0.625
1.375 (19)
b. Perencanaan kolom
Kolom merupakan elemen pemikul beban lateral yang utama. Gaya lateral memberikan
efek momen yang lebih dominan dibanding efek gaya aksial. Di samping itu, kolom juga
menerima beban gravitasi yang berasal dari balok, akibat beban gravitasi ini kolom
menerima beban aksial yang lebih dominan dibanding momen. Secara umum, kolom akan
menerima beban kombinasi antara beban gravitasi dan beban lateral sehingga kolom perlu
direncanakan terhadap interaksi antara momen dan aksial. Rumus interaksi (berdasarkan
SNI 03-1729-2002 pasal 7.4.3.3) untuk memeriksa kapasitas kolom dapat dilihat pada
persamaan 22 dan 23 sebagai berikut:
0.2
2
+ (
+
) 1.0 (20)
0.2
+8
9(
+
) 1.0 (21)
Besarnya Nn menurut SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.2 didapatkan dari persamaan sebagai
berikut:
-
57
=.
(22)
Keterangan:
Ag = Luas penampang profil bruto
fy = Tegangan leleh profil
= Faktor yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut: (23)
untuk 0.25 , maka = 1
untuk 0.25 1.2 , maka =1.43
1.60.67
untuk 1.2 , maka = 1.252
=.
.
(24)
Keterangan:
i = Jari-jari girgasi
fy = Tegangan leleh profil
E = Modulus elastisitas baja
Lk = Panjang Efektif
Panjang efektif elemen didapat dengan mengalikan panjang elemen dengan faktor tekuk
(kc). Faktor tekuk kc didapat dari nomogram pada Gambar 4. Pada nomogram tersebut, GA
dan GB adalah perbandingan kekakuan elemen tertekan (dalam hal ini adalah kolom)
terhadap kekakuan elemen penahan di ujung-ujungnya (dalam hal ini balok). Besarnya G
didapat dari SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.3.3.
=(/)(/)
(25)
-
58
Gambar 4. Nilai kc untuk portal bergoyang dan tak bergoyang
(Sumber: SNI 03-1729-2002 Gambar 7.6.2 Hal 33)
SNI 03-1729-2002 pasal 15.7.4.2 menyebutkan bahwa rasio lebar terhadap tebal (sayap
maupun badan) balok dan kolom harus memenuhi persyaratan p tabel 15.7-1 SNI 03-1729-
2002 (Hal 153), seperti terlihat pada Gambar 5.
Apabila perbandingan pada persamaan (25) lebih kecil atau sama dengan 1,25, kolom-
kolom harus memenuhi persyaratan p pada tabel 15.7-1 SNI 1729-2002. Bila hal-hal
tersebut tidak dipenuhi maka kolom-kolom harus memenuhi persyaratan p pada tabel 7.5-1
SNI 03-1729-2002 (Hal 30-31), seperti terlihat pada Gambar 6.
-
59
Gambar 5. Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal, p, elemen tekan
(Sumber: SNI 03-1729-2002 Tabel 15.7-1; Hal 153)
-
60
Gambar 6. Nilai perbandingan maksimum lebar terhadap tebal, p, elemen tekan
(Sumber: SNI 03-1729-2002 Tabel 7.5-1; Hal 30-31)
-
61
Dari tabel-tabel di atas SNI 03-1729-2002 pasal 8.2.3 - 8.2.4 - 8.2.5, mensyaratkan batasan-
batasan momen sebagai berikut:
1. Penampang Kompak
Untuk penampang-penampang yang memenuhi p, kuat lentur nominal
penampang adalah:
= (26)
2. Penampang Tak Kompak
Untuk penampang-penampang yang memenuhi p r, kuat lentur nominal
penampang adalah:
= ( )
(27)
3. Penampang Langsing
Untuk pelat sayap yang memenuhi r , kuat lentur nominal penampang adalah:
= (
)2
(28)
Untuk pelat badan yang memenuhi r , kuat lentur nominal penampang
ditentukan pada pasal 8.4 SNI 03-1729-2002.
Sambungan Komponen Struktur
Pendistribusian pengaruh gaya-gaya dalam kepada komponen-komponen struktur dan
sambungan-sambungan pada suatu struktur di tetapkan dengan menganggap salah satu dari
kombinasi bentuk-bentuk struktur berikut ini:
a. Struktur kaku
Pada struktur kaku, sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk
mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-komponen struktur yang disambung.
b. Struktur semi-kaku
Pada struktur semi-kaku, sambungan tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk
mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-komponen struktur yang disambung,
namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang
dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut.
c. Struktur sederhana (bebas momen)
-
62
Pada struktur sederhana, sambungan pada kedua ujung komponen struktur dianggap bebas
momen, dan direncanakan hanya untuk menahan gaya geser saja.
Pada sambungan kaku maupun semi-kaku, dianggap bahwa sambungan badan akan
menahan seluruh gaya geser dan sambungan pada flens atas dan flens bawah akan menahan
momen ujung. Alat-alat penyambung direncanakan untuk menahan efek kombinasi dari geseran
reaksi ujung dan gaya tekan dan gaya tarik yang berasal dari momen yang di induksikan oleh
kekakuan sambungan.
Pada penyambungan dengan menggunakan baut, banyaknya pemakaian jumlah baut pada
badan profil ditentukan:
(29)
Keterangan: n = Jumlah Baut
Tu = Reaksi ujung (kN)
Tn = Kapasitas nominal baut (terhadap geser tumpu) (kN)
= Faktor reduksi baut (0,75)
Momen ujung pada balok dianggap ditahan seluruhnya oleh pelat yang bekerja pada flens
bawah dan atas dari balok. Pada penyambungan dengan menggunakan baut mengalami geseran
tunggal akibat bekerjanya gaya tarik pada sambungan atas dan gaya tekan pada sambungan
bawah. Besar gaya-gaya flens yang timbul ditentukan dengan membagi momen yang bekerja
dengan lengan momen berupa kedalaman balok (H) atau dapat dituliskan:
(30)
Pada penyambungan balok ke flens suatu kolom, akan menerima gaya tarik akibat momen,
sehingga perlu dihitung kekuatan baut terhadap tarik yaitu:
(31)
u
n
Tn
T
uufM
TH
0,75 0,75. bn u bR f A
-
63
D. Sistem Base Isolator untuk Meredam beban Gempa
Perencanaan dan contoh penggunaan isolator dasar khususnya Lead Rubber
Bearing pada bangunan. Isolator dasar digunakan secara meluas di dunia untuk
melindungi struktur bangunan dan komponennya dari gempa yang merusak. Sistim ini
dapat digunakan baik untuk bangunan lama maupun bangunan baru, dan telah terbukti
berhasil mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Sistim ini memisahkan
struktur bangunan dari gaya horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan suatu
elemen structural yang mempunyai kekakuan horizontal yang kecil antara pondasi dan
struktur atas. Hal ini akan menghasilkan perioda struktur sistim ini lebih besar dari
perioda struktur yang terjepit pada dasarnya dan perioda utama dari gerakan tanah.
Ragam getar pertama hanya menimbulkan deformasi pada sitim isolator, sedangkan
struktur di atasnya akan berperilaku seperti bendategar. Ragam-ragam yang lebih tinggi
hampir orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah, sehingga ragam-ragam
ini tidak ikut berpartisipasi dalam respons struktur. Sebagai contoh, gedung Auditorium
direncanakan dipikul oleh 56 unit LRB yang terdiri dariempat jenis bearing dengan
rata-rata nisbah redaman sebesar 16%. Analisa struktur dengan metode respons
spektra dilakukan dengan bantuan program SAP 2000. Hasil yang diperoleh
menunjukkan waktu getar struktur bangunan dengan base isolator untuk arah X dan Y
masing-masing adalah 1.52 detik dan 1.50 detik, sedangkan waktu getar bangunan yang
terjepit pada dasarnya untuk arah X dan Y masing-masing adalah 0.51 detik dan 0.50
detik. Rata- rata perpindahan yang terjadi pada bearing sebesar 13.5 cm. Lebih lanjut
gaya geser dasar dan simpangan relatif untuk kedua arah pada bangunan dengan
isolator dapat direduksi
-
64
BAB V
PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA
Data perencanaan
Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan yaitu data-data fungsional gedung,meliputi: fungsi
gedung, jenis beban dan koefisien pembebanan. Data material struktur, meliputi: berat isi material
beton bertulang, tegangan leleh baja (fy), kuat tekan beton (fc), daktilitas gedung, data tanah fondasi
serta lokasi gedung. Data-data ini digunakan untuk menentukan nilai pembebanan serta nilai koefisien-
koefisien yang akan digunakan.
Perencanaan elemen struktur
Pada tahapan perencanaan elemen struktur akan dihitung dimensi balok, kolom dan pelat berdasarkan
data fungsional gedung dan data material struktur.
Dimensi balok
Tebal balok (h) dihitung berdasarkan persamaan-persamaan pada tabel 2.3, dengan
memperhatikan asumsi tumpuan balok, panjang bentang balok (l), mutu baja tulangan dan
tegangan leleh baja (fy).
Lebar balok (b) dihitung berdasarkan rasio tinggi efektif (d) beton dan lebar balok sesuai persamaan
2.2, digunakan rasio d/b = 1.5; d = h-40(selimut beton), sehingga:
5.1
40
hb .................... 3. 1
Untuk perencanaan struktur tahan gempa, SNI-2847-2002, pasal 23.2.1 memberikan persyaratan
lebar penampang balok minimal 250 mm, serta hu