Download - Hadist Dhaif - Ulumul Hadis
Pengertian Hadis Dhaif
Menurut bahasa (lughat), dhaif adalah lemah,
lawan dari qawi (yang kuat).
Sedangkan menurut Muhaditsin, hadis dhaif
adalah semua hadis yang tidak terkumpul pada
sifat-sifat bagi hadis yang diterima.
Menurut pendapat kebanyakan ulama, hadis
dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya
sifat hadis sahih dan hasan.
Klasifikasi Hadis Dhaif
Para ulama Muhaditsin
mengemukakan sebab-sebab
tertolaknya hadis dari dua
jurusan, yakni dari jurusan
sanad dan jurusan matan.
Sebab-Sebab Tertolak hadis jurusan sanad adalah :
1. Terwujud cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-annya.
2. Ketidakbersambungan sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam,
yaitu :1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghapal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham (purbasangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid’ah
10. Tidak baik hafalannya
Hadis Dha’if Karena Tidak Bersambunga-
sambung Sanad-nya
a.Hadis Mu’allaq
b.Hadis Muntaqhi’
c.Hadis Mu’dhal
d.Hadis Mudallas
• Hadis Mu’allaq
Yaitu hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
• Hadis Muntaqhi
Yaitu hadis yang gugur seorang, atau dua orangdengan tidak berturut-turut di tengah sanad.
• Hadis Mudhal
Yaitu hadis yang gugur dua orang perawi
berturut-turut di pertengahan sanad.
• Hadis Mudallas
Yaitu hadis yang tidak disebut dalam sanad atau
sengaja digugurkan oleh seorang perawi nama
gurunya dengan cara yang memberi waham
(keraguan) apakah dia mendengar sendiri hadis
itu dari orang yang disebut namanya itu.
Hadis Dha’if Karena Perawinya Cacat
Atau Karena Sebab Lain
1. Hadis Matruk
2. Hadis Munkar
3. Hadis Syadz
4. Hadis Mu’allal
5. Hadis Mudhtharab
6. Hadis Mudraj
7. Hadis Maqlub
8. Hadis Mushahhaf
9. Hadis Muharraf
10. Hadis Mubham
Pemakaian Hadis Dha’if
Mengenai pemakaian hadis dha’if ada tiga mazhab
ulama.
1. Hadis Dha’if itu sama sekali tidak boleh diamalkan.
Tidak boleh dalam soal hukum, tidak boleh dalam
soal tagrib dll.
2. Hadis-hadis Dha’if itu dipergunakan untuk
menerangkan fadhilah (keutamaan) amal
(fadhal’il al-a’mal)
3. Mempergunakan hadis dha’if, apabila dalam sesuatu
masalah tidak diperoleh hadis-hadis shahih atau
hasan.
Sementara menurut
penerangan Al-Hafizh Ibnu
Hajar al-Asqalany bahwa oleh
ulama yang mempergunakan
hadis dha’if, mensyaratkan
tiga kebolehan
mengambilnya,
yaitu :
A. Kelemahan hadis itu
tidak seberapa. Maka hadis
yang hanya diriwayatkan
oleh orang yang tertuduh
dusta, tidak dipakai.
B. Petunjuk hadis
itu ditunjuki oleh
suatu dasar yang
dipegangi, dengan
arti bahwa
memeganginya
tidak berlawanan
dengan sesuatu
dasar hukum yang
sudah dibenarkan.
C. Jangan di-i’tiqad-
kan (diyakini) ketika
memeganginya
bahwa hadis itu
benar dari Nabi SAW.
Hanya dipergunakan
sebagai ganti
memegangi pendapat
yang tidak
berdasarkan nash
sama sekali.