GAMBARAN STRES PADA SAUDARA KANDUNG DENGAN
ANAK AUTISME DI KOTA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
INDAH FITRIASTARINA SURYADI
1110104000044
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2014/ 1435 H
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Indah Fitriastarina Suryadi
Tempat Tanggal Lahir : Tarakan, 24 Maret 1993
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Aria Putra Komplek Kedaung Hijau Blok E-16
Ciputat Tangerang Selatan
Telepon : 085246132008
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. SDN 004 Tarakan (1998-2004)
2. SMPN 1 Tarakan (2004-2007)
3. SMAN 1 Tarakan (2007-2010)
4. S1 Keperawatan (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) (2010-2014)
Pengalaman Organisasi
1. PMR sebagai Anggota (2004-2006), (2007-2008), sebagai Ketua (2006-2007),
(2008-2009)
2. BEM Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai Anggota Departemen
Informasi dan Komunikasi (2010 – 2012)
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop
1. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah”
Tahun 2010
2. Simposium Nasional “Perspektif Islam dalam Membangun Karakter Bangsa
pada Era Milenium Kesehatan” Tahun 2010
3. Pelatihan Nursing Camp “Memaksimalkan Peran Organisasi Keperawatan
dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2011
4. Talk Show “Osteoarthritis” Tahun 2011
5. Pelatihan Pertolongan Pertama pada Mahasiswa “Tau Trik, Pasti Bisa
Nolong..!!” Tahun 2011
vii
6. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public
Health” Tahun 2011
7. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu
Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012
viii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2014
Indah Fitriastarina Suryadi, NIM: 1110104000044
Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang
Selatan
xviii – 74 halaman – 15 tabel – 2 bagan – 3 lampiran
ABSTRAK
Autisme adalah kekurangan dalam interaksi sosial, komunikasi, termasuk kekurangan
berbahasa dan dalam aktivitas serta ketertarikan. Stres adalah respon individu terhadap
stresor yaitu situasi dan peristiwa yang mengancam dan melebihi kemampuan mereka untuk
mengatasinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres saudara kandung dengan
anak autisme di Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 30
responden didapat dengan teknik nonprobability sampling dengan sampling jenuh. Desain
yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Teknik analisa data menggunakan
analisa univariat deskriptif dan frekuensi dengan menggunakan bantuan program aplikasi
statistik dalam pengolahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran stres dari 30
responden yang mengalami stres (50,0%) dan yang tidak stres (50,0%). Berdasarkan respon
stres dari respon stres fisiologis mayoritas responden mengalami stres (60,0%), berdasarkan
respon stres kognitif mayoritas responden mengalami stres (53,3%), berdasarkan respon stres
psikologis mayoritas responden mengalami stres (53,3%) dan berdasarkan respon stres
tingkah laku seimbang antara stres dan tidak stres masing-masing (50,0%). Dari 15 responden
yang stres secara keseluruhan berdasarkan karakteristik responden usia mayoritas remaja
pertengahan 15-17 tahun (46,7%), jenis kelamin mayoritas perempuan (60,0%), hubungan
dengan saudara kandung mayoritas kakak (73,7%) dan urutan lahir mayoritas anak pertama
(53,3%).
Kata Kunci : Autisme, Stres, Saudara Kandung
Daftar Bacaan : 34 (Tahun 2000 - 2013)
ix
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, June 2014
Indah Fitriastarina Suryadi, NIM: 1110104000044
Sibling’s Stress with Autism Children in Tangerang Selatan Year 2014
xviii + 74 pages + 15 tables + 2 charts +3 attachments
ABSTRACT
Autism is a deficiency in social interaction, communication, and language including
deficiencies in the activity and interest. Stress is an individual's response to stressors the
situations and events that threaten and exceed their ability to cope. This study aims to look at
the picture of stress with siblings of children with autism in South Tangerang City. The
sample used by 30 respondents obtained with nonprobability sampling technique with
saturated sampling. The design used is descriptive quantitative approach. Collecting data
using a questionnaire research instruments. The data analysis using univariate descriptive and
frequency with the help of statistical application program in its processing. The results
showed that the stress picture of the 30 respondents who experienced stress (50.0%) and non-
stress (50.0%). Based on the stress response of the physiological stress response of the
majority of respondents experienced stress (60.0%), based on the cognitive stress response
majority of respondents experienced stress (53.3%), based on psychological stress responses
stressed the majority of respondents (53.3%) and based on the response behavioral stress
balance between stress and no stress, respectively (50.0%). Of the 15 respondents overall
stress on the characteristics of respondents aged 15-17 years mid teens majority (46.7%), the
majority of female gender (60.0%), relationships with siblings sister majority (73.7%) and the
sequence majority of first born children (53.3%).
Keywords: Autism, Stress, Sibling
References: 34 (2000-2013)
x
KATA PENGANTAR
يِب ِب الَّر ْس مِب الَّر ِب يِب ِب ْسAssalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirahmanirahim. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang
Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta
para sahabatnya yang telah menerangi jalan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman
yang terang benderang.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti
jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja
keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Terselesaikannya skripsi ini tidak akan lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak yang telah membantu penulis tanpa letih. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa
syukur dan ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. dr. Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi dan Ibu Eni
Nur’aini Agustini selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku pembimbing 1 dan Ibu Nia Damiati, S.Kp,
M.SN selaku pembimbing 2 yang selalu membimbing, memberikan saran dan kritik
kepada penulis tanpa letih.
5. Segenap staf pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu, dorongan dan motivasi pada penulis.
6. Segenap staf bidang akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan serta
Perpustakaan FKIK yang telah membantu dalam pengadaan bahan rujukan skripsi.
7. Kepala Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah Khusus
Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang telah bersedia membantu penulis dalam
mengumpulkan data.
8. Orang tua dan saudara kandung dari murid autisme yang telah bersedia membantu
terselesaikannya penelitian ini.
xi
9. Orang tua penulis tercinta yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada
anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun
non materiil.
10. Teman-teman FKIK angkatan 2010, PSIK 2009-2013, BEMJ Ilmu Keperawatan.
Sahabat-sahabat terbaik PSIK 2010 yang telah memberikan dukungan dan memacu
semangat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.
11. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena
sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca
yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, Juli 2014
Indah Fitriastarina Suryadi
xii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan teringat. Lembar ini saya dedikasikan untuk
mereka yang selalu sedia membantu dan menyemangati dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Bambang Suryadi dan Ibunda Suryawati, malaikat
tanpa sayap yang doanya selalu memberikan keajaiban-keajaiban besar dalam hidup
saya, yang cinta dan kasih sayangnya menjadi semangat utama dalam menyelesaikan
skripsi ini, dan yang selalu rela berjuang untuk keberhasilan anak-anaknya. Mereka
adalah penjaga utama api hidup saya agar tidak padam.
2. Muhammad Satrio Pradana Suryadi, kakak yang sangat super dengan segala
perhatiannya yang luar biasa dan selalu fast respond disaat-saat genting. Adik saya,
Tulivia Rizkikarunia Suryadi yang kepolosannya selalu mencairkan suasana.
3. Tante dan Om saya yang dengan segala kebaikannya membantu saya sehingga dapat
menyelesaikan kuliah saya, Nenek yang selalu mendoakan, dan teman-teman BANDIT
yang banyak membantu dan memberikan support kepada saya.
4. Sahabat “The Last Group” tersayang yang telah menemani selama 4 tahun dan semoga
seterusnya (Febty, Ratna, Rafika, Fitriyani, Gaby, Rosi, Galuh, Laras, dan Hilma) yang
selalu siap dengan bantuan, semangat, dan doanya tanpa perlu diminta.
5. Teman-teman PSIK COMPAQ 2010, keluarga baru yang selama ini menjadi rumah
kedua saya dan selalu memberikan pelajaran hidup yang berharga. Kalian luar biasa!
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................... ii
LEMBAR PENYATAAN PENGESAHAN ........................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................. x
LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................................. xii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvi
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8
1. Tujuan Umum .......................................................................................... 8
2. Tujuan Khusus ......................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
1. Bagi Peneliti ............................................................................................. 9
2. Bagi Institusi Keperawatan ...................................................................... 9
3. Bagi Orang Tua ....................................................................................... 10
4. Bagi Peneliti selanjutnya .......................................................................... 10
F. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11
A. Autisme .......................................................................................................... 11
1. Pengertian Autisme .................................................................................. 11
2. Tanda dan Gejala Autisme ....................................................................... 11
xiv
3. Penyebab Autisme .................................................................................... 16
B. Stres ................................................................................................................ 16
1. Pengertian Stres ........................................................................................ 16
2. Penggolongan Stres .................................................................................. 18
3. Respon Stres ............................................................................................. 19
4. Gejala Stres .............................................................................................. 19
5. Penyebab Stres ......................................................................................... 21
6. Dampak Stres ........................................................................................... 23
7. Penilaian Stres .......................................................................................... 24
C. Stres Saudara Kandung .................................................................................. 26
D. Kerangka Teori............................................................................................... 32
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................. 33
A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 33
B. Definisi Operasional....................................................................................... 34
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 39
A. Desain Penelitian ............................................................................................ 39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 39
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 40
1. Populasi .................................................................................................... 40
2. Sampel ...................................................................................................... 40
D. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................................... 41
E. Instrumen Penelitian....................................................................................... 41
F. Perencanaan Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................... 44
1. Validitas ................................................................................................... 44
2. Reliabilitas ............................................................................................... 46
G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 46
H. Pengolahan Data............................................................................................. 47
I. Analisa Data ................................................................................................... 48
J. Etika Penelitian yang Digunakan ................................................................... 48
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 50
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................................. 50
B. Karakteristik Responden ................................................................................ 52
1. Usia .......................................................................................................... 52
2. Jenis Kelamin ........................................................................................... 53
3. Hubungan dengan Anak Autisme. ........................................................... 53
4. Urutan Lahir. ............................................................................................ 53
C. Gambaran Stres .............................................................................................. 54
1. Respon Stres Fisiologis ............................................................................ 54
2. Respon Stres Kognitif .............................................................................. 55
3. Respon Stres Psikologis ........................................................................... 55
4. Respon Stres Tingkah Laku ..................................................................... 56
xv
5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung .................................. 56
6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung .................. 57
7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak
Autisme .................................................................................................... 57
8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung .................... 58
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................... 59
A. Gambaran Karakteristik Responden .............................................................. 59
B. Gambaran Stres pada Saudara Kandung dengan Anak Autis ........................ 60
1. Respon Stres Fisiologis ............................................................................ 62
2. Respon Stres Kognitif .............................................................................. 63
3. Respon Stres Psikologis ........................................................................... 65
4. Respon Stres Tingkah Laku ..................................................................... 66
5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung .................................. 67
6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung .................. 69
7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak
Autisme .................................................................................................... 70
8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung .................... 71
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72
A. Kesimpulan .................................................................................................... 72
B. Saran ............................................................................................................... 73
1. Bagi institusi dan perawat ........................................................................ 73
2. Bagi peneliti lain ...................................................................................... 74
3. Bagi orang tua .......................................................................................... 74
4. Bagi sekolah autisme................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ................................................................ 34
Tabel 4.1 Blue Print Skala Respon Stres .................................................................. 43
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia .................................. 52
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................... 53
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Anak
Autisme ...................................................................................................... 53
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Urutan Lahir ..................... 53
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang
Mengalami Respon Stres Tahun 2014 ....................................................... 54
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang
Mengalami Respon Stres Fisiologis Tahun 2014 ...................................... 54
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang
Mengalami Respon Stres Kognitif Tahun 2014 ........................................ 55
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang
Mengalami Respon Stres Fisiologis Tahun 2014 ...................................... 55
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung yang
Mengalami Respon Stres Tingkah Laku Tahun 2014 ............................... 56
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung dari
Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ..................................... 56
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara
Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 .............. 57
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung
dengan Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ........................ 57
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara
Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014 ............. 58
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ....................................................................... 32
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................... 33
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Pernyataan Persetujuan Responden
2. Kuesioner Gambaran Stres
3. Hasil Analisa Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus merupakan anak
yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku
tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan perilaku sosial
yang tidak dapat berkembang dengan baik. Jenis dari anak dengan kebutuhan
khusus ini ada bermacam-macam, diantaranya autisme. Istilah autisme sendiri
baru diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner (Handojo, 2008).
Satu dari enam anak di Amerika Serikat mempunyai ketidakmampuan
perkembangan di tahun 2006-2008, mulai dari ketidakmampuan sedang
seperti gangguan bicara dan bahasa hingga ketidakmampuan perkembangan
yang serius, seperti ketidakmampuan intelektual, cerebral palsy, dan autisme.
Penelitian di Asia, Eropa, dan Amerika Utara mengidentifikasi individu
penyandang autisme dengan prevalensi rata-rata sekitar 1 %. Penelitian
terakhir di Korea Selatan melaporkan prevalensi rata-rata penyandang
autisme sekitar 2,6 % (Baio, 2013).
Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat di
Indonesia belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO jumlah anak
berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak
usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 juta anak pada tahun 2007. Pada tahun
2
2009 Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebutkan
data siswa penyandang autisme yang terdaftar di SLB Autisme adalah 638
orang (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suraiya (2008) menyebutkan,
perawatan anak autisme dapat menyebabkan stres pada orang tua. Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan stres pada orang tua yang memiliki anak
autisme meliputi kebingungan diagnosa, karakteristik pada anak autisme,
serangkaian tes dan tempat terapi yang belum terbukti, dan sikap orang lain
terhadap anak autisme mereka. Dukungan sosial berupa informasi, emosional,
penilaian, pelayanan, reaksi pasangan atau lingkungan sekitar juga menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap stres yang dialami orang tua dengan anak
autisme.
Faktor terberat yang dirasakan orang tua ialah perilaku anak yang
bermacam-macam, seperti anak yang suka menyakiti diri sendiri ketika jenuh
atau kesal, pola tidur yang tidak biasa, dan ketika perilaku diterapi akan
memunculkan perilaku lain. Perilaku atau tanggapan dari lingkungan juga
dapat menjadi tekanan bagi orang tua. Lingkungan memaksa agar anak dapat
berinteraksi seperti pada umumnya anak-anak (Suraiya, 2008).
Tipe komunikasi sosial yang tidak umum pada anak autisme dapat
menyebabkan orang tua tidak dapat berinteraksi secara biasa. Keadaan ini
terjadi ketika muncul diantaranya pola interaksi yang tiba-tiba marah tanpa
mengerti penyebabnya sehingga dapat membuat orang tua merasa tertekan.
Pola interaksi seperti ini mungkin disebabkan oleh pengaruh perkembangan
yang tidak normal pada anak autisme . Dari faktor ekonomi, biaya yang
3
mahal untuk terapi atau sekolah khusus anak autisme dapat menyebabkan
orang tua menjadi stres (Suraiya, 2008).
Selain stres yang dapat terjadi pada orang tua yang memiliki anak dengan
autisme, stres juga dapat dialami oleh saudara kandung. Keadaan autisme ini
dapat menyebabkan beberapa dari saudara kandung merasa malu atau
dipermalukan, dan mungkin secara bersamaan merasa bersalah, marah dan
cemburu terhadap saudaranya yang sakit. Selain itu, untuk dapat
berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakulikuler, ataupun kegiatan sosial akan
berkurang karena kebiasaan sehari-hari terbebani oleh kondisi saudaranya
yang sakit (Wong, 2006).
Saudara kandung dari anak dengan gangguan perkembangan pervasif
seperti autisme pada umumnya mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dari
orang tuanya dan lebih sering dimarahi dibanding daripada saudara
autismenya. Namun ada beberapa anak yang juga merasa bersalah jika
membuat perilaku saudara autismenya menjadi lebih parah. Hal ini dapat
menimbulkan kemarahan dan ketidaktenangan bagi lingkungan anak maupun
saudaranya yang mengalami gangguan autisme (Paternotte, 2010).
Hasil penelitian mengenai bagaimana pengaruh anak berkebutuhan
khusus terhadap saudara kandung tidak konsisten. Secara umum, terdapat
dampak negatif pada saudara kandung dari anak dengan penyakit kronis
ketika dibandingkan dengan saudara kandung dari anak sehat (Wong, 2006).
Lobato dan Kao (2002) dalam (Wong, 2006) menyebutkan beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko dari dampak negatif untuk saudara
kandung dari anak yang sakit antara lain tanggung jawab untuk merawat,
4
perbedaan perlakuan dari orang tua, dan kurangnya sumber penghasilan
keluarga dan waktu untuk rekreasi.
Beberapa kesulitan untuk saudara kandung timbul dari tuntutan kondisi
saudaranya yang sakit. Sebagai contoh, diagnosa anak berkebutuhan khusus
membuat orang tua lebih fokus dan konsentrasi kepada anak tersebut
dibanding anak normalnya. Frekuensi berobat di rumah sakit, terapi klinik
atau fisik mengganggu rutinitas keluarga seperti liburan, jalan-jalan, dan
acara spesial lain. Saudara kandung mungkin merasa terganggu karena orang
tua menjadi kurang memperhatikan sekolahnya, waktu bermain, atau aktivitas
lain, serta tidak banyak waktu tersedia untuk mereka baik secara fisik maupun
emosional (Wong, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini (2006) menunjukkan
bahwa saudara kandung dari anak autisme memiliki perasaan yang berubah-
ubah terhadap saudara autisme mereka. Hal ini dipengaruhi oleh jenis
kelamin, usia, dan urutan lahir (birth order) saudara kandung. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa pola perilaku agresif lebih banyak muncul
pada hubungan saudara sekandung dengan jenis kelamin berbeda, dimana
anak perempuan lebih menunjukkan perilaku merawat dan mengasuh
saudaranya.
Pada usia sekolah, saudara kandung sudah memahami kebutuhan-
kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka sehingga respon yang
ditunjukkan cenderung berperilaku menolong, sedangkan usia pra sekolah
cenderung menyenangi saudara autisme mereka karena mereka belum belajar
5
menjadi judgemental dan belum memahami kebutuhan-kebutuhan khusus
dari saudara autisme mereka (Ambarini, 2006).
Masa kanak-kanak pertengahan (6-12 tahun) dideskripsikan oleh Freud
sebagai periode laten dimana anak-anak mulai membina hubungan dengan
teman sebaya sesama jenis setelah pengabaian pada tahun-tahun sebelumnya
dan didahului oleh ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas.
Erikson mengatakan dalam periode perkembangan kepribadian, pada masa ini
dapat terjadi rasa inferioritas yakni perasaan kurang berharga yang dapat
diperoleh dari anak itu sendiri maupun lingkungan sosial mereka. Banyak
anak mengalami stres akibat konflik di rumah, lingkungan sekolah, dan
komunitas lingkungan (Wong, 2009).
Ketika anak memasuki usia remaja, pemikiran dan perilaku mereka
berfluktuasi antara masa anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh dewasa dan
dengan cepat menuju ke arah kematangan yang mungkin melampaui koping
mereka (Wong, 2009).
Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam kehidupan
mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai permasalahan yang
disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang dan bimbingan dari orang tua.
Hal ini akan mengganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, menghancurkan
motivasi dan kemampuan menuju sukses di sekolah, dapat merusak hubungan
pribadi mereka serta berdampak pada tingkat stres yang dialami (Kristanti,
2013).
Urutan lahir (birth order) mempengaruhi peran saudara kandung dimana
saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan saudara
6
autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai pendisiplin bagi
saudara autismenya. Saudara sekandung yang lebih muda kehilangan teman
bermain yang normal, role model, dan sebagian berperan sebagai anak yang
lebih tua daripada saudara autisme mereka. Ketika bermain tidak terjadi
hubungan komunikasi dua arah sehingga sulit bagi saudara kandung untuk
menjalin hubungan yang memuaskan dengan saudaranya (Ambarini, 2006).
Salah satu peran perawat dalam ruang lingkup keperawatan anak
khususnya dengan kebutuhan khusus adalah memberdayakan keluarga yang
memiliki anak dengan disability atau anak dengan kondisi kronis, yaitu
dengan cara membantu orang tua untuk memilih strategi koping yang tepat,
mengajarkan komunikasi yang efektif di dalam keluarga, melatih keluarga
dalam menggunakan strategi dan kemampuan manajemen konflik (Serr dkk,
2005 dalam Koesoemo, 2009).
Perawat dapat mendorong orang tua untuk berbicara dengan saudara
kandung tentang bagaimana mereka memandang saudara mereka yang sakit
untuk menerima perasaan saudara mereka yang sakit itu. Perawat dapat
menjadi pendidik yang ideal dan konsultan dari saudara kandung selama
menghadapi kondisi saudaranya yang sakit (Shepard & Mahon, 2000 dalam
Wong, 2006).
Peran perawat sebagai advokat anak atau guru kesehatan bersifat
mendukung melalui pendekatan individual yang sangat alamiah. Dukungan
dapat diberikan dengan cara seperti mendengar, menyentuh, dan kehadiran
fisik. Konseling melibatkan pertukaran pendapat dan ide yang memberi dasar
untuk pemecahan masalah bersama, pemberian dukungan, penyuluhan, teknik
7
untuk mendorong ekspresi perasaan dan pikiran, dan melakukan pendekatan
untuk membantu keluarga mengatasi stres (Wong, 2009). Berdasarkan uraian
tersebut, peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang tingkat stres saudara
kandung dengan anak autisme.
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai 4
orang saudara kandung dari murid di Sekolah Al-Ikhsan. Dari 4 orang yang
diwawancarai, 3 orang mengatakan bahwa mereka merasa kurang mendapat
perhatian dari orang tua dibanding saudaranya yang menderita autisme.
Mereka mengatakan tidak suka ketika orang tuanya menyuruh mereka
menemani saudara autisnya bermain. Sedangkan satu responden yang lain
mengatakan cukup mendapatkan perhatian dari orang tua dan merasa senang
dapat membantu menemani saudara autisnya bermain.
B. Rumusan Masalah
Perilaku maladaptif dan anti sosial anak autisme menyebabkan anak
kesulitan untuk berkomunikasi dan lebih senang menyendiri. Hal ini dapat
membuat saudara sekandung sulit untuk menciptakan hubungan komunikasi
yang baik dan tidak ada hubungan timbal balik yang tercipta. Saudara
sekandung akan merasa frustasi dalam melakukan sesuatu dengan saudara
autismenya. Sikap overprotective yang diterapkan orang tua kepada saudara
sekandung dari anak autisme serta pembebanan peran mengasuh dari orang
tua akan membuat saudara kandung merasa stres.
Latar belakang diatas menunjukkan bahwa pada anak autisme dapat
mempengaruhi stres keluarga baik orang tua maupun saudara kandung yang
8
ada dalam satu keluarga tersebut. Perawat sering kali berada dalam posisi
yang penting dalam mengarahkan perhatian dari kondisi patologis, dengan
fokus pada kelemahan dan masalah-masalah yang terjadi, untuk memenuhi
kebutuhan unik anak dan keluarga.
Dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
gambaran stres pada saudara kandung dengan anak autisme dan bagaimana
gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis kelamin,
usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme, dan urutan kelahiran).
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diambil beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran stres pada saudara kandung dengan anak
autisme?
2. Bagaimana gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung
(jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme
dan urutan kelahiran)?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
stres saudara kandung dengan anak autisme di Kota Tangerang Selatan.
9
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah ingin melihat:
a. Diketahui gambaran karakteristik saudara kandung dengan
anak autisme.
b. Diketahui stres pada saudara kandung dengan anak autisme.
c. Diketahui gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara
kandung (jenis kelamin, usia, hubungan saudara kandung
dengan anak autisme, dan urutan kelahiran).
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dalam
melakukan penelitian dan menambah pengetahuan serta wawasan
peneliti tentang gambaran stres saudara kandung dengan anak autisme,
dan gambaran stres berdasarkan karakteristik saudara kandung (jenis
kelamin, usia, hubungan saudara kandung dengan anak autisme, dan
urutan kelahiran).
2. Bagi institusi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam bidang
keperawatan, khususnya keperawatan anak dan keperawatan keluarga
yang berguna dalam mengembangkan perencanaan keperawatan kepada
masyarakat khususnya lingkungan anak autisme.
10
3. Bagi orang tua
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran stres pada saudara kandung dengan saudara autisme kepada
orang tua sehingga mampu mengenali stres yang terjadi pada anak
mereka dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh stres yang
dialami oleh saudara kandung.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik secara teori
maupun data bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti
tentang stres saudara kandung pada anak autisme.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan desain penelitian
deskriptif dengan tujuan utama membuat gambaran tentang suatu keadaan
secara objektif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen
lembar kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah saudara kandung dari
murid penderita autisme di empat SLB di Kota Tangerang Selatan yaitu
Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah
Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juni 2014.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Autisme
1. Pengertian Autisme
Autisme berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Penyandang
autisme seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru
diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan
ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu (Handojo, 2008).
Nolen (2004) mendefinisikan autisme adalah kekurangan dalam
interaksi sosial, komunikasi, termasuk kekurangan berbahasa dan dalam
aktivitas serta ketertarikan. Copel (2007) mengatakan autisme
merupakan gangguan perkembangan pervasif pada masa kanak-kanak
yang dimanifestasikan dengan kerusakan hebat dalam interaksi sosial
dan keterampilan berbahasa serta kurangnya aktivitas imajinatif. Dalam
klasifikasi DSM-IV gangguan autisme dimasukkan dalam kategori
gangguan perkembangan pervasif dengan kode 299.00.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa autisme
adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan kerusakan pada
interaksi soaial, komunikasi dan aktivitas serta bahasa.
2. Tanda dan Gejala Autisme
Terdapat tiga gejala utama yang dimiliki anak dengan autisme.
Pertama, anak dengan autisme kurang responsif terhadap orang lain.
12
Mereka terlihat hidup dalam dunianya sendiri dan tidak memberikan
respon kepada orang lain yang ada di sekitarnya (Copel, 2007).
Kedua, adalah gangguan komunikasi verbal dan non verbal.
Mereka membisu atau hanya mengeluarkan bunyi-bunyi yang tidak
mengandung arti dan tidak biasa digunakan untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Anak autisme dalam berbicara sering
memperlihatkan pola pembicaraan yang khas, misalnya ekolalia yakni
mengulangi apa yang dikatakan kepadanya, atau pembalikan kata ganti
(Copel, 2007).
Gejala ketiga yaitu aktivitas dan minat yang terbatas dan diulang-
ulang. Misalnya dengan kaku meletakkan mainan ataupun barang-
barang di suatu tempat dan mereka akan merasa bingung bila kebiasaan
tersebut diubah (Copel, 2007).
Gejala utama yang dialami oleh anak autisme menurut
Mangunsong (2002) adalah memiliki:
a. Gangguan interaksi sosial, seperti pada bayi atau balita autisme
tidak berespon normal ketika diangkat atau dipeluk. Pada saat
berinteraksi dengan orang tua, saudara kandung, ataupun orang
lain anak-anak dengan autisme tidak menunjukkan perbedaan
respon dan enggan berinteraksi dengan aktif. Anak dengan
autisme tidak berminat pada orang lain, cenderung asyik sendiri
dengan benda-benda dan lebih senang menyendiri, tersenyum
pada situasi yang tidak tepat, menghindari kontak mata, dan tidak
bermain seperti anak normal biasanya.
13
b. Gangguan komunikasi seperti tidak ingin berkomunikasi untuk
tujuan sosial. Mereka yang mampu bicara mengalami
abnormalitas dalam intonasi, nada, volume, dan isi bahasa. Anak
autisme sering tidak memahami ketika diajak bicara, sering
mengulang kata-kata tanpa bermaksud berkomunikasi, dan
mengalami gangguan komunikasi non verbal.
c. Gangguan perilaku, seperti repetitif atau pegulangan seperti
gerakan memutar-mutar objek, bergerak maju mundur, dan lain-
lain. Anak autisme sering terlihat asyik sendiri dengan objek
tertentu dan tidak suka perubahan yang ada di lingkungannya
ataupun perubahan rutinitas.
Menurut Handojo (2008) penyandang autisme mempunyai
karakteristik antara lain selektif berlebihan terhadap rangsang,
kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru, respon
stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial, dan mempunyai
respon unik terhadap imbalan.
Handojo juga menggolongkan perilaku autistik dalam dua jenis,
yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit
(berkekurangan). Perilaku berlebihan seperti hiperaktif dan tantrum
berupa menjerit, berteriak, mengamuk, memukul, dan bahkan menyakiti
dirinya sendiri. Sedangkan perilaku defisit ditandai dengan gangguan
bicara, menyendiri, emosi tidak tepat, bermain tapi tidak benar,
menangis tanpa sebab dan melamun.
14
Kriteria DSM-IV dalam Handojo (2008) untuk Autis Masa
Kanak adalah:
a. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan
minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2)
dan (3):
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal
balik, minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala dibawah
ini:
a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup
memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka
kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.
b) Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c) Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti
ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala di bawah
ini:
a) Berbicara terlambat atau bahkan sama sekali tak
berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi
komunikasi dengan cara lain tanpa bicara)
b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk
berkomunikasi
15
c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-
ulang
d) Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinasi
dan kurang bisa meniru
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari
perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari
gejala di bawah ini:
a) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara
yang sangat khas dan berlebihan
b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau
rutinitas yang tak ada gunanya
c) Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan
diulang-ulang
d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
b. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau
gangguan dalam bidang:
(1) Interaksi sosial,
(2) Bicara dan bahasa,
(3) Cara bermain yang kurang variatif
c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan
Disintegratif Masa kanak.
16
3. Penyebab Autisme
Nolen (2004) menyebutkan penyebab autisme adalah kekurangan
teori dalam otak, kecenderungan genetik, kromosom yang abnormal,
kekurangan neurologis, komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta
ketidakseimbangan neurotransmiter.
Berbagai kondisi biologis seperti rubella pada ibu hamil, anoksia
selama proses kelahiran, fenilketonuria yang tidak diobati, dan
ensefalitis, telah dikaitkan dengan munculnya gangguan autisme. Riset
neurobiologis menyatakan bahwa komplikasi pranatal menciptakan
kerusakan dalam sistem saraf pusat. Masalah-masalah imunologis
misalnya ketidakcocokan antara jaringan ibu dan janin, seperti juga
perubahan fungsi otak akibat cedera dan faktor-faktor genetik dapat
juga mendukung terbentuknya autisme (Copel, 2007).
B. Stres
1. Pengertian Stres
Stres menurut King (2010) adalah respon individu terhadap
stresor (hal-hal yang menimbulkan stres), yaitu situasi dan peristiwa
yang mengancam dan melebihi kemampuan mereka untuk
mengatasinya.
National Safety Council (2003) mengatakan stres adalah reaksi
tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan,
ketegangan, emosi, dan lain-lain.Sedangkan Sutardjo (2005)
17
mendefinisikan stres sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman
yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia.
Robert S. Feldman (1989) dalam Richard (2011) mengatakan
stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu
yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu
merespon peristiwa itu pada level psikologis, emosional, kognitif dan
perilaku.
Stres menurut Smeltzer (2002) adalah suatu keadaan yang
dihasilkan oleh suatu perubahan lingkungan yang dianggap sebagai
suatu hal yang menantang, mengancam, atau bahkan merusak
kehidupan seseorang. Perubahan tersebut adalah stresor, yang
didefinisikan oleh Werner (1993) dalam Smeltzer (2002) sebagai suatu
kejadian, kondisi, situasi dan kunci internal maupun eksternal yang
berpotensi menimbulkan reaksi fisik dan psikososial.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan
stres adalah situasi yang mengancam, menantang dan membahayakan
yang menimbulkan ketegangan, emosi, perubahan, maupun tekanan
yang direspon oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia.
Stres memiliki ciri identik dengan perilaku beradaptasi dengan
lingkungannya, dimana lingkungan ini bisa berupa hal di luar diri atau
yang biasa disebut outer world, dan bisa juga datang dari dalam diri itu
sendiri atau yang dikatakan sebagai inner world (Fauziah, 2005).
18
2. Penggolongan Stres
Kusmiati dan Desminiarti (1990) dalam National Safety Council
(2003) menggolongkan stres menjadi:
a. Stres fisik, disebabkan oleh suhu, suara, ataupun sinar yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi.
b. Stres kimiawi, disebabkan oleh obat-obatan, zat beracun, gas, dan
hormon.
c. Stres mikrobiologi, disebabkan oleh virus, bakteri maupun
parasit.
d. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi
jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi
tubuh yang tidak normal.
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi
hingga tua.
f. Stres psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
Stres dibagi menjadi dua yaitu stres baik dan stres buruk (distres).
Stres baik yang disebut juga stres positif adalah situasi ataupun kondisi
apapun yang dapat memotivasi dan memberikan inspirasi. Sedangkan
stres buruk (distres) adalah stres yang membuat marah, tegang,
bingung, cemas dan merasa bersalah. Distres dibagi menjadi dua yakni
stres akut dan stres kronik. Stres akut muncul cukup kuat namun cepat
19
menghilang sedangkan stres kronik muncul tidak terlalu kuat tetapi
hingga berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan
(Sutardjo, 2005).
3. Respon Stres
Taylor (1991) dalam Videbeck (2008) menyatakan bahwa stres
dapat menghasilkan berbagai respon. Respon stres dapat dilihat dari
berbagai aspek sebagai berikut :
a. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan
darah, detak jantung, nadi, dan pernapasan.
b. Respon kognitif, dapat terlihat melalui terganggunya proses
kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya
daya konsentrasi, pikiran berulang dan tidak wajar.
c. Respon psikologis atau emosional, dapat muncul sangat luas,
seperti takut, cemas, malu, marah dan sebagainya.
d. Respon tingkah laku, dapat melawan situasi yang menekan atau
menghindari situasi yang menekan.
4. Gejala Stres
Gejala yang muncul sebagai respon terhadap stres menurut
Sutardjo (2005) antara lain denyut jantung meningkat, tekanan darah
meningkat, ketegangan otot meningkat, produksi keringat meningkat,
dan aktivitas metabolik meningkat.
Hawari (2001) dalam National Safety Council (2003)
menyebutkan tahapan yang akan dialami pada saat seseorang
mengalami stres adalah:
20
a. Tahap pertama, disertai perasaan nafsu bekerja yang berlebihan,
mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga
yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Tahap kedua, disertai keluhan seperti bangun pagi tidak segar,
cepat lelah, tidak dapat rileks, atau perut tidak nyaman.
c. Tahap ketiga, tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak
teratur, otot tegang, emosional, insomnia, sulit tidur dan mudah
terjaga.
d. Tahap keempat, keluhan yang muncul seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur,
konsentrasi dan daya ingat menurun serta timbul ketakutan dan
kecemasan.
e. Tahap kelima, ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, tidak
mampu menyelesaikan tugas yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, rasa takut , cemas dan panik
meningkat.
f. Tahap enam, paling berat dengan tanda-tanda seperti jantung
berdebar keras, berkeringat, sesak napas, badan gemetar dan
dingin, atau pingsan.
Menurut Johnston (2006) ada beberapa gejala stres yang paling
umum adalah; Gejala fisik adalah ketegangan otot (rahang, gigi
grinding, bahu), peningkatan tekanan darah, gelisah, sakit kepala, sakit
perut dan gangguan pencernaan; Gejala psikologis adalah kepekaan
21
terhadap kritik/kritis terhadap orang lain, kemurungan (tegang, mudah
tersinggung), masalah konsentrasi, keragu-raguan, kaku berpikir dan
tidak ada rasa humor; Gejala perilaku adalah insomnia, perubahan nafsu
makan, menarik diri dari orang lain, kurang kontrol diri (merokok,
minum, makan berlebihan) dan ledakan emosi secara lisan.
Hans Selye (1946) dalam Nasir dan Muhith (2011) menjelaskan
gejala stres memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot, dan daya tahan
tubuh menurun. Stres menyebabkan terjadinya mekanisme pertahanan
tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat pada meningkatnya
volume darah. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula
darah yang bertujan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi.
Epinefrin dan norepinefrin teraktivasi mengakibatkan denyut jantung
meningkat dan terjadi peningkatan darah ke otot. Selain itu juga terjadi
peningkatan pengambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
5. Penyebab Stres
National Safety Council (2003) menyebutkan faktor yang
mempengaruhi stres antara lain:
a. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,
neurofisiologis, dan neurohormonal.
b. Faktor psikoedukatif/sosio kultural – perkembangan kepribadian,
pengalaman, dan kondisi lain yang mempengaruhi.
Stresor adalah tuntutan untuk menyesuaikan diri. Ada tiga sumber
stres yaitu frustasi, konflik, dan tekanan. Frustasi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami situasi terhambat ketika melalukan suatu
22
upaya untuk mencapai tujuannya. Reaksi frustasi dikategorikan dalam
dua macam yaitu unfrustated behavior dan frustated behavior. Konflik
dikatakan sebagai suatu dilema karena di satu sisi memiliki sifat positif
dan di sisi lain memiliki sifat negatif pula sehingga harus
mempertimbangkan jalan mana yang akan dipilih. Sedangkan tekanan
adalah suatu keadaan yang menimbulkan konflik, dimana seseorang
dipaksa untuk melakukan hal yang tidak diinginkannya (Fauziah,
2005).
Stresor dapat bersifat fisik, fisiologis, dan psikososial. Stresor
fisik dapat berupa suhu dingin, panas atau agen kimia. Stresor
fisiologis meliputi nyeri, kelelahan sedangkan stresor psikologis dapat
terjadi akibat reaksi emosi. Stresor juga dapat dikelompokkan menjadi
stresor harian seperti kemacetan, stresor yang melibatkan kelompok
besar seperti bencana alam, dan stresor yang lebih jarang dan
melibatkan lebih sedikit orang, contohnya kematian, kelahiran,
perceraian dan pensiun. Sesuai durasinya, stresor digolongkan menjadi
stresor akut dan stresor kronik intermiten. Stresor kronik intermitten
adalah sumber stres yang masih terjadi dari waktu ke waktu (Smeltzer,
2002).
Menurut Nasir dan Muhith (2011), sumber-sumber stres yang biasa
terjadi dalam kehidupan yaitu sumber stres dari individu, sumber stres
dalam keluarga, dan sumber stres dalam lingkungan dan komunitas.
Sumber stres dalam keluarga salah satunya adalah mempunyai anggota
keluarga yang sakit ataupun cacat.
23
Maramis (2004) menyebutkan ada empat sumber atau penyebab
stres psikologis, yaitu:
a. Frustasi, disebabkan karena kegagalan dalam mencapai tujuan
karena ada yang menghalangi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik
(cacat badan, dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan,
bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan
ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dll)
b. Konflik, timbul karena tidak bisa memilih antara dua pilihan atau
lebih keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-
approach conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-
avoidance conflict
c. Tekanan, disebabkan akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan
bisa berasal dari dalam individu maupun luar diri individu.
d. Krisis, yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres
pada individu misalnya kematian orang yang disayangi,
kecelakaan, penyakit akut maupun kronis.
6. Dampak Stres
Stres yang berat akan menyebabkan perilaku yang tidak efisien
dan tidak efektif, tidak mampu memanfaatkan sumber daya yang
adaptif, dan sedikit menggunakan sistem. Dalam kasus yang cukup
berat, stres bisa membebani dan mempengaruhi kepribadian. Pada
sistem fisiologis dapat menyebabkan kelemahan dan menurunkan
kemampuan seseorang dalam melawan virus atau bakteri, sedangkan
dari segi psikologis akan menimbulkan peningkatan lapang persepsi
24
yang semakin menyempit dan proses kognisi yang rigid (Fauziah,
2005).
Bagi keluarga-keluarga yang tidak berhasil keluar dari tekanan
hidup dan memiliki level stres yang tinggi akan mempengaruhi
pandangan FQoL (Family Quality of Live) sebuah keluarga. Mereka
memaknai kesehatan keluarga yang buruk, kesejahteraan ekonomi yang
rendah, relasi keluarga yang kurang harmonis, sedikit mendapat
dukungan sosial dan dukungan bagi anak, dan sedikit meluangkan
waktu bagi keluarga untuk kegiatan kebersamaan serta interaksi sosial
yang terbatas dengan komunitas (Hartanto, 2013).
Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam
kehidupan mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai
permasalahan yang disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang dan
bimbingan dari orang tua. Hal ini akan mengganggu kesehatan fisik dan
emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan menuju
sukses di sekolah, dapat merusak hubungan pribadi mereka serta
berdampak pada tingkat stres yang dialami (Kristanti, 2013).
7. Penilaian Stres
Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai stres
adalah sebagai berikut.
a. Depression Anxiety and Stress Scale (DASS)
DASS dikembangkan oleh Australian Center of
Posttraumatic Mental Health dengan skala Likert. Kuesioner ini
terdiri dari 42 pertanyaan yang mencakup 3 skala untuk
25
mengukur keadaan emosional negatif seperti depresi, ansietas,
dan stres. Masing-masing dari tiga skala berisi 14 pertanyaan
dibagi menjadi sub skala 2-5 item dengan isi yang serupa.
Skala depresi menilai disporia, keputusasaan, devaluasi
diri, kurang minat, anhedonia dan inersia. Skala kecemasan
menilai efek otot dan saraf otonom, kecemasan situasional dan
pengalaman subjektif mengenai kecemasan. Skala stres menilai
kesulitan berelaksasi, gugup, mudah marah, lebih reaktif dan
tidak sabar.
b. Stress Indicators Questionnaire
Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan jumlah
pertanyaan 73 yang terdiri dari 5 indikator yaitu 21 pertanyaan
untuk physical indicators, 5 pertanyaan untuk sleep indicators,
17 pertanyaan untuk behavior indicators, 21 pertanyaan untuk
emotional indicators, dan 9 pertanyaan untuk personal habits.
Stres dinilai berdasarkan jumlah skor masing-masing indikator
dengan level sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi, dan
bahaya.
c. NSAD Stress Questionnaire
Kuesioner ini dibuat oleh International Stress Management
Association UK yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan skala
Guttman dengan nilai 1 untuk jawaban ya dan nilai 0 untuk
jawaban tidak.
26
C. Stres Saudara Kandung
Saudara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan
sebagai orang yang seibu dan seayah ataupun hanya seibu atau seayah
baik itu kakak maupun adik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2013).
Definisi sibling relationship menurut Cicirelli (1995) dalam
Rinaldhy (2008) adalah interaksi total (fisik, verbal, dan komunikasi
non verbal) dari sua atau lebih individu yang mempunyai orang tua
biologis sama dimana mereka memiliki keterikatan dalam pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan perasaan sepanjang masa, sejak
seorang saudara kandung menyadari kehadiran saudaranya yang lain.
Saudara kandung dapat menjadi ujian atas sesuatu yang tidak
ingin dialami oleh saudara, dan mereka cenderung saling menggunakan
satu sama lain untuk perbandingan. Mereka saling mempengaruhi satu
sama lain, mereka memberikan suasana aman untuk mengalami
perilaku dan peran baru sebelum mengalaminya dengan orang tua atau
teman sebaya yang bukan keluarga (Wong, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini (2006)
menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak autisme memiliki
perasaan yang berubah-ubah terhadap saudara autisme mereka. Hal ini
dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan urutan lahir (birth order)
saudara kandung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) pada remaja putra
dan putri dengan obesitas didapatkan hasil bahwa remaja putri
mengalami stres lebih tinggi dibanding remaja putra. Remaja putri
27
obesitas lebih merasa tidak mampu mengatasi masalah, merasa dirinya
terabaikan oleh orang lain, lebih cemas atau tertekan, sering merasa
bosan, dan mengubah pola minum, merokok, atau makan.
Perbedaan ini disebabkan karena pada saat stres laki-laki cenderung
menggunakan mekanisme problem-focus coping sementara perempuan
cenderung menggunakan mekanisme emotional focused coping.
Penelitian yang dilakukan oleh Rubin (dalam Hastuti, 2013) pria lebih
cenderung untuk memilih problem-focused coping, sedangkan wanita
cenderung untuk memilih emotion-focused coping.
Pria cenderung menggunakan problem-focused coping karena pria
biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih
memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau
langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita dikatakan lebih
cenderung menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih
menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga mereka
cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi sumber
stres (Rubin) dalam (Hastuti, 2013).
Pada usia sekolah, saudara kandung sudah memahami kebutuhan-
kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka sehingga respon yang
ditunjukkan cenderung berperilaku menolong, sedangkan usia pra
sekolah cenderung menyenangi saudara autisme mereka karena mereka
belum belajar menjadi judgemental dan belum memahami kebutuhan-
kebutuhan khusus dari saudara autisme mereka (Ambarini, 2006).
28
Urutan lahir (birth order) mempengaruhi peran saudara kandung
dimana saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan
saudara autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai
pendisiplin bagi saudara autismenya. Saudara sekandung yang lebih
muda kehilangan teman bermain yang normal, role model, dan sebagian
berperan sebagai anak yang lebih tua daripada saudara autisme mereka.
Ketika bermain tidak terjadi hubungan komunikasi dua arah sehingga
sulit bagi saudara kandung untuk menjalin hubungan yang memuaskan
dengan saudaranya (Ambarini, 2006).
Anggota keluarga yang mempunyai penyakit serius atau memiliki
keterbatasan dapat menyebabkan stres yang signifikan bagi kehidupan
keluarga. Hanya dengan perkembangan individu, perkembangan
keluarga mungkin akan terganggu atau mungkin mengalami
kemunduran dalam mencapai fungsi keluarga (Wong, 2006).
Selain stres yang dapat terjadi pada orang tua yang memiliki anak
dengan autisme, stres juga dapat dialami oleh saudara kandung.
Keadaan autisme ini dapat menyebabkan beberapa dari saudara
kandung merasa malu atau dipermalukan, dan mungkin secara
bersamaan merasa bersalah, marah dan cemburu terhadap saudaranya
yang sakit. Selain itu, untuk dapat berpartisipasi dalam aktivitas
ekstrakulikuler, ataupun kegiatan sosial akan berkurang karena
kebiasaan sehari-hari terbebani oleh kondisi saudaranya yang sakit
(Wong, 2006).
29
Beberapa faktor misalnya ukuran keluarga dan jarak usia anak
tampaknya mempengaruhi penyesuaian saudara kandung. Namun,
faktor yang paling penting adalah perasaan, persepsi, dan reaksi orang
tua (Wong, 2009). Sibling rivalry juga terjadi ketika jarak terlalu dekat
yaitu 2-4 tahun karena pada jarak tersebut anak sama-sama menuntut
mendapatkan perhatian yang sama (Woolfson, 2005).
Autism Society of America menjelaskan jenis stres yang biasa
dihadapi oleh saudara nonautistik diantaranya kecemburuan selama
orang tua menghabiskan waktu dengan saudara autisme, malu setiap
berada di masyarakat, dan rutinitas saudara autisme yang membuat
keluarga lebih fokus. Saudara nonautistik merasa frustrasi atas kesulitan
interaksi sosial dengan saudara autismenya, dan sering menjadi target
perilaku saudara autisme agresif. Selain itu, saudara nonautistik merasa
khawatir tentang orang tua yang stres, namun takut untuk diberi beban
untuk merawat saudara autismenya (Autism Society of America, 2012).
Masa kanak-kanak pertengahan (6-12 tahun), perkembangan fisik,
kognitif, dan sosial meningkat. Anak mulai mengembangkan
kemampuan berkomunikasi, kecepatan dan kehalusan motorik
meningkat, keterampilan lebih individual, ingin terlibat dalam segala
hal, menyukai kelompok, dan mencari teman secara aktif (Nasir dan
Muhith, 2011).
Erik H. Erickson dalam teori perkembangan kepribadiannya
menyebutkan pada usia sekolah (6-12 tahun) dunia sosial anak meluas
keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru,
30
dan orang dewasa lainnya. Namun anak juga dapat mengalami perasaan
inferior yang terjadi akibat ketidaksuksesan perkembangan
keterampilan dan mencari teman (Nasir dan Muhith, 2011). Rasa
inferioritas yakni perasaan kurang berharga dapat diperoleh dari anak
itu sendiri maupun lingkungan sosial mereka. Banyak anak mengalami
stres akibat konflik di rumah, lingkungan sekolah, dan komunitas
lingkungan (Wong, 2009).
Jika dilihat berdasarkan teori tugas perkembangan menurut Robert
Havighurst dalam Nasir dan Muhith (2011), menyebutkan tahap
perkembangan anak usia sekolah diantaranya belajar bergaul dengan
teman sebaya, belajar peran sosial terkait dengan maskulinitas dan
feminitas, mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari, membangun moralias, pencapaian kemandirian
dan membangun perilaku dalam kelompok sosial maupun institusi
(sekolah).
Teori perkembangan kognitif Piaget juga menjelaskan bahwa pada
usia 8-11 tahun anak memasuki tahap operasional konkret dimana anak
mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sedangkan berdasarkan teori
perkembangan moral Kohlberg, anak usia 9-11 tahun memasuki tingkat
morelitas konvensional dimana keinginan untuk menyenangkan dan
membantu orang lain merupakan hal yang paling sering (Nasir dan
Muhith, 2011).
31
Wong (2009) mengkategorikan remaja dalam tiga tahap yaitu usia
11-14 tahun merupakan periode remaja awal, usia 15-17 tahun periode
remaja pertengahan, dan usia 18-20 tahun sebagai periode remaja akhir.
Ketika anak memasuki usia remaja, pemikiran dan perilaku mereka
berfluktuasi antara masa anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh
dewasa dan dengan cepat menuju ke arah kematangan yang mungkin
melampaui koping mereka (Wong, 2009). Banyak hal yang dialami dan
terjadi pada masa remaja. Apabila masa ini tidak ditangani secara
bijaksana dan dihadapi dengan baik maka timbul stres yang berdampak
pada kedewasaan seseorang (Mumpuni & Wulandari, 2010).
Pada remaja, konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan
biologis, lebih menyesuaikan diri dengan standar kelompok, dan timbul
perasaaan takut ditolak oleh teman sebaya. Pada tahap ini hubungan
anak dengan orang tua mencapai titik terendah dimana anak mulai
melepaskan diri dari orang tua. Suasana hati berubah-ubah (emosi labil)
sehingga stres meningkat terutama pada saat terjadi konflik (Nasir dan
Muhith, 2011).
Pada remaja dapat terjadi kegagalan dalam mengembangkan rasa
identitas, yaitu kebingungan peran, yang sering muncul dari perasaan
tidak adekuat, isolasi, dan keragu-raguan. Remaja memiliki tugas
perkembangan yaitu membina hubungan baru yang lebih dewasa
dengan teman sebaya, pencapaian peran sosial, dan pencapaian
kemandirian emosi baik dari orang tua, saudara, maupun orang lain
(Nasir dan Muhith, 2011).
32
Bagan 2.1. Kerangka Teori
Sumber: Nasir dan Muhith (2011), Maramis (2004), Fauziah (2005), Kristanti
(2013), Ambarini (2006)
Sumber-sumber stres:
- Sumber stres dari
individu
- Sumber stres dalam
keluarga
- Sumber stres dalam
lingkungan dan
komunitas.
Autisme Stres
Saudara kandung
Karakteristik
Saudara Kandung:
- Jenis kelamin
- Usia
- Urutan lahir
Dampak stres:
- Perilaku yang tidak efisien dan tidak
efektif
- Tidak mampu memanfaatkan
sumber daya yang adaptif
- Sedikit menggunakan sistem
- Membebani dan mempengaruhi
kepribadian
- Menurunkan kemampuan dalam
melawan virus atau bakteri
- Lapang persepsi semakin
menyempit
- Proses kognisi menjadi kaku
- Mengganggu kesehatan fisik dan
emosi
- Menghancurkan motivasi
- Dapat merusak hubungan pribadi
individu dengan sosialnya
Penyebab
Stres:
- Frustasi
- Konflik
- Krisis
- Tekanan
Orang tua
33
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hubungan atau kaitan antara suatu konsep
dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka
konsep berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara rinci
tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007).
Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, maka
peneliti membuat kerangka konsep untuk memudahkan mengidentifikasi
konsep-konsep sesuai penelitian sehingga dapat dimengerti.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitatif dengan
desain deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres pada
saudara kandung dengan anak autisme.
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Stres pada saudara
kandung dengan anak
autisme
Karakteristik
Saudara
Kandung:
- Jenis kelamin
- Usia
- Urutan lahir
Diteliti
Tidak diteliti
34
A. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Karakteristik
Responden
a. Usia
Usia saudara kandung dengan
anak autisme terhitung dari
lahir sampai dengan usia saat
ini.
Kuesioner data demografi
1. Anak (8-10 tahun)
2. Remaja awal (11-14 tahun)
3. Remaja pertengahan (15-17
tahun)
4. Remaja akhir (18 tahun)
(Wong, 2009)
Rasio
35
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
b. Jenis
kelamin
c. Hubungan
dengan
anak
autisme
d. Urutan lahir
Jenis kelamin saudara
kandung dengan anak
autisme.
Saudara kandung merupakan
kakak atau adik dari anak
autisme
Saudara kandung dengan
anak autisme merupakan anak
keberapa di keluarga tersebut.
Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi
1. laki-laki
2. perempuan
1. Pertama
2. Kedua
3. Ketiga
1. Kakak
2. Adik
Nominal
Nominal
Nominal
36
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
2 Stres saudara
kandung
Stres yang dialami oleh
saudara kandung yang
mempunyai saudara autisme.
Kuesiner yang digunakan adalah
kuesioner yang dibuat oleh peneliti
dengan mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Taylor (1991) dalam
Videbeck (2008). Kuesioner terdiri dari
30 pertanyaan yang terdiri dari 4 respon
stres yaitu respon fisiologis, kognitif,
psikologis, dan tingkah laku. Dari 30
pertanyaan 12 item favorable dan 18
item unfavorable. Kuesioner
menggunakan skala Gutman, yaitu 0 =
tidak dan 1 = ya. Uji normalitas
Nilai respon stres:
0 = tidak stres, jika skor <
median (<6,5)
1 = stres, jika skor > median
(>6,5)
Nominal
37
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
menggunakan Shapiro-Wilk dengan
nilai 0,007 distribusi tidak normal.
Respon psikologis sebanyak 8 item
pertanyaan (nomor 1-8),
Respon kognitif sebanyak 7 item
pertanyaan (nomor 9-15),
Nilai respon stres fisiologis:
0 = tidak stres, jika skor <
median (<2,0)
1 = stres, jika skor > median
(>2,0)
Nilai respon stres kognitif:
0 = tidak stres, jika skor <
median (<2,0)
1 = stres, jika skor > median
(>2,0)
38
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Respon psikologis sebanyak 8 item
pertanyaan (nomor 16-22, nomor
30),
Respon tingkah laku sebanyak 7
item pertanyaan (nomor 23-29).
Nilai respon stres psikologis:
0 = tidak stres, jika skor <
median (<2,0)
1 = stres, jika skor > median
(>2,0)
Nilai respon stres tingkah laku:
0 = tidak stres, jika skor <
median (<1,5)
1 = stres, jika skor > median
(>1,5)
39
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain
deskriptif. Penelitian deskriptifadalah metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan
secara objektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang diteliti. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
metode ini antara lain pengumpulan data, pengolahan data, membuat
kesimpulan dan laporan. (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini akan
memberikan gambaran stres pada saudara kandung dengan anak autisme.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di beberapa sekolah yang terletak di wilayah
Tangerang Selatan. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini ada empat
sekolah yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia.
Lokasi penelitian dipilih karena belum pernah ada yang meneliti
terkait stres saudara kandung pada anak autisme di sekolah-sekolah tersebut.
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2014, mulai dari
pengambilan data sampai penyusunan hasil.
40
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi
dalam penelitian ini adalah saudara kandung dari murid penderita
autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan yaitu Sekolah
Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Sekolah
Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian-bagian dari populasi yang dipilih
berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi, 2007). Pengambilan
sampel menggunakan teknik nonprobability sampling dengan
sampling jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
Sampel penelitian ini adalah populasi saudara kandung dari murid
penderita autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan
yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri,
Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30
orang.
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:
a. Saudara kandung dari murid autisme di SLB di wilayah
Tangerang Selatan yang berusia dalam rentang 8-18 tahun.
b. Bersedia menjadi responden.
41
c. Tidak sedang mengalami sakit pada saat pengambilan
data.
d. Saudara kandung hanya mempunyai satu saudara autisme.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan total sampling sebagai teknik dalam
pengambilan sampel. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Dahlan, 2010). Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi saudara kandung dari
murid penderita autisme di beberapa SLB di wilayah Tangerang Selatan
yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri,
Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia yang berjumlah 30 orang.
Jumlah sampel ada 52 orang, namun 18 orang tidak mengembalikan
kuesioner kepada peneliti dikarenakan lupa, tidak sempat mengisi, dan
lembar kuesioner hilang. Sedangkan 4 orang menolak untuk menjadi
responden dikarenakan saudara kandung sedang tidak di rumah, saaudara
kandung tidak tinggal serumah dengan orang tua, dan ada orang tua yang
tidak bersedia sehingga jumlah sampel yang bisa menjadi responden
sebanyak 30 orang.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat untuk
pengumpulan data. Kuesioner merupakan suatu cara pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan yang berupa
42
formulir (Setiadi, 2007). Instrumen pengumpulan data terdiri dari 2 bagian,
yaitu:
1. Data personal responden
Identitas siswa meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin,
jumlah saudara, hubungan dengan anak autis (kakak atau adik) dan
urutan lahir.
2. Kuesioner stres
Kuesioner stres bertujuan untuk mengidentifikasi respon stres
yang dialami oleh saudara kandung dari murid penderita autisme.
Kuesioner yang digunakan dibuat sesuai dengan tujuan penelitian
yang akan dilakukan mengacu pada kerangka konsep.
Kuesiner yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat oleh
peneliti dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Taylor
(1991) dalam Videbeck (2008). Teori tersebut mengatakan terdapat 4
respon stres, yaitu respon fisiologis, kognitif, psikologis dan tingkah
laku.
Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang terdiri dari 4 respon
stres yaitu respon fisiologis sebanyak 8 item pertanyaan (nomor 1-8),
respon kognitif sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 9-15), respon
psikologis sebanyak 8 item pertanyaan (nomor 16-22, nomor 30), dan
respon tingkah laku sebanyak 7 item pertanyaan (nomor 23-29).
Kuesioner menggunakan skala Gutman, yaitu 0 = tidak dan 1 = ya.
Pada penelitian ini, nilai stres diperoleh berdasarkan jumlah dari
jawaban responden terhadap kuesioner stres.
43
Tabel 4.1. Blue Print Skala Respon Stres
No Pertanyaa
n
No
item
Jumlah
soal Keterangan
Favorable Unfavorable
1 Respon
stres
fisiologis
1-8 8 1, 7
2, 3, 4, 5, 6, 8
2 Respon
stres
kognitif
9-15 7 9, 11, 13,
14
10, 12, 15
3 Respon
stres
psikologis
16-22,
30
8 16, 19, 22 17, 18, 20,
21, 30
4 Respon
stres
tingkah
laku
23-29 7 23, 24, 28
25, 26, 27, 29
Jumlah 30 12 18
Peneliti melakukan uji normalitas menggunakan Uji Shapiro
Wilk. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan kurang dari 50
responden (Dahlan, 2013). Hasil uji normalitas didapatkan hasil 0,007
(data distribusi tidak normal) sehingga peneliti menggunakan nilai
median dari skor total untuk menentukan stres dan tidak stres.
Responden dikatakan mengalami respon stres jika nilai skor total lebih
dari median (> 6,5) dan dikatakan tidak mengalami respon stres
apabila nilai skor total kurang dari median (< 6,5).
Berdasarkan respon stres fisiologis, total skor didapatkan dari
jumlah skor pertanyaan nomor 1-8 dan kemudian ditentukan nilai
median. Responden dikatakan mengalami respon stres fisiologis jika
nilai skor total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan tidak
mengalami respon stres fisiologis apabila nilai skor total kurang dari
median (< 2,0).
44
Total skor respon stres kognitif didapatkan dari jumlah skor
pertanyaan nomor 9-15 dan kemudian ditentukan nilai median.
Responden dikatakan mengalami respon stres kognitif jika nilai skor
total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan tidak mengalami respon
stres kognitif apabila nilai skor total kurang dari median (< 2,0).
Berdasarkan respon stres psikologis, total skor didapatkan dari
jumlah skor pertanyaan nomor 16-22 dan nomor 30 dan kemudian
ditentukan nilai median. Responden dikatakan mengalami respon stres
psikologis jika nilai skor total lebih dari median (> 2,0) dan dikatakan
tidak mengalami respon stres psikologis apabila nilai skor total kurang
dari median (< 2,0).
Total skor respon stres tingkah laku didapatkan dari jumlah skor
pertanyaan nomor 23-29 dan kemudian ditentukan nilai median.
Responden dikatakan mengalami respon stres tingkah laku jika nilai
skor total lebih dari median (> 1,5) dan dikatakan tidak mengalami
respon stres tingkah laku apabila nilai skor total kurang dari median (<
1,5).
F. Perencanaan Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Sebuah instrumen yang valid
harus memiliki validitas internal dan eksternal. Instrumen yang
mempunyai validitas internal adalah bila kriteria yang ada dalam
45
instrumen secara rasional mencerminkan apa yang akan diukur.
Sedangkan instrumen dikatakan memiliki validitas eksternal apabila
kriteria instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah
ada (Notoatmodjo, 2002).
Pengujian validitas kuesioner dengan uji korelasi antara skor
(nilai) tiap item pertanyaan dengan skor total tiap kelompok soal
dengan menggunakan uji Pearson Product Moment dengan nilai 0,3.
Nilai signifikan 0,3 karena jumlah responden 30 sesuai r tabel
(Hidayat, 2008). Jika nilai pertanyaan di atas 0,3 maka pertanyaan
tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika nilai pertanyaan di bawah
0,3 maka dinyatakan pertanyaan tersebut tidak valid.
Hasil penghitungan didapatkan hasil jumlah pertanyaan yang
valid ada 17 dari 30 pertanyaan yaitu pertanyaan no 1, 2, 4, 5, 9, 11,
12, 14, 17, 18, 19, 23, 25, 26, 28, 29, dan 30. Pertanyaan yang tidak
valid yaitu no 3, 6, 7, 8, 10, 13, 15, 16, 20, 21, 22, 24, dan 27. Peneliti
tidak membuang pertanyaan yang tidak valid karena pertanyaan
tersebut menjadi indikator penting dalam setiap respon stres sehingga
peneliti melakukan uji konten dengan merubah redaksi pertanyaan.
Uji konten dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi kuesioner
untuk memastikan bahwa soal-soal tersebut sudah mewakili atau
mencerminkan keseluruhan materi atau konten yang seharusnya
dikuasai secara proporsional. Penentuan proporsi ini dapat didasari
oleh pendapat para ahli dalam bidang yang bersangkutan (Gregory,
2000). Semua pertanyaan yang telah dilakukan perubahan redaksi di
46
ambil kembali untuk dimasukkan ke dalam kuesioner sehingga jumlah
pertanyaan menjadi 30 item.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2002).
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal
consistency yaitu melakukan uji coba sekali saja. Kemudian hasil yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Spearman Brown
dengan nilai reliabel >0,60. Spearman brown digunakan umtuk menguji
reliabilitas kuesioner dengan skala Guttman yang berjumlah genap.
Pengujian ini diuji cobakan ke 20 orang lalu diukur dengan SPSS versi
17. Hasil uji reliabilitas kuesioner stres di dapatkan nilai alpha 0,720
sehingga dapat dikatakan reliabel.
G. Teknik Pengumpulan Data
Setelah mendapat izin dari beberapa SLB di wilayah Tangerang
Selatan, sekolah menunjuk salah satu guru untuk mendampingi peneliti
dalam menentukan sampel yang akan dijadikan responden. Kemudian
peneliti melakukan pengambilan data mengenai jumlah saudara kandung
dari murid dengan autisme yang ada di tiap sekolah tersebut yang bisa
dijadikan responden dalam penelitian ini.
47
Selanjutnya peneliti didampingi guru menitipkan kuesioner kepada
orang tua murid yang mengantar anaknya ke sekolah. Peneliti melakukan
inform consent kepada orang tua murid dan menjelaskan tujuan dari
penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan maksud dari tiap-tiap pertanyaan
kepada orang tua agar kemudian disampaikan kepada saudara kandung yang
akan mengisi kuesioner tersebut.
Selanjutnya kuesioner dititipkan kepada orang tua untuk diberikan
kepada saudara kandung yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Waktu pengambilan kuesioner dilakukan seminggu setelah pemberian
kuesioner sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dengan orang tua
murid. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa data.
H. Pengolahan Data
Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding,
sorting, entry data, dan tabulasi data.
1) Editing
Proses ini dilakukan dengan memeriksa kelengkapan kuesioner baik
jumlah maupun isinya.
2) Coding
Memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban
agar dapat memudahkan peneliti dalam proses pengolahan data.
48
3) Entry data
Memasukkan jawaban-jawaban yang sudah diberi kode dalam tabel
dengan cara menghitung frekuensi data. Proses ini dilakukan
menggunakan program SPSS.
4) Tabulasi data
Terakhir adalah tahap pengelompokkan data sesuai kategori untuk
selanjutnya disajikan berupa tabel distribusi frekuensi.
I. Analisa Data
Setelah data diolah kemudian dianalisa untuk mengetahui hasil yang
dapat menjawab pertanyaan peneliti. Analisis dilakukan dalam analisis
univariat.
Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan
proporsi/persentase masing-masing variabel yaitu stres pada saudara
kandung dengan anak autisme, serta variabel lain yang ikut diteliti yaitu
usia, jenis kelamin, hubungan dengan anak autis, dan urutan lahir.
Analisis data kategorik disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase.
J. Etika Penelitian yang Digunakan
Untuk mengantisipasi isu etik dalam penelitian, peneliti perlu
memperhatikan beberapa pertimbangan etik selama melakukan penelitian
dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengedarkan lembar persetujuan menjadi responden sebelum
melakukan penelitian. Hal ini dilakukan agar responden mengetahui
49
maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang terjadi selama
proses pengumpulan data. Jika responden bersedia, mereka harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak peneliti akan
menghormati hak untuk menolak menjadi responden dalam penelitian
ini.
2. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subjek pada lembar kuesioner, melainkan hanya
mencantumkan inisial dari nama responden.
3. Informasi yang dikumpulkan akan dijaga kerahasiaannya dan haya
kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil peneitian.
50
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini berlokasi di beberapa sekolah yang terletak di wilayah
Tangerang Selatan. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini ada empat
sekolah yaitu Sekolah Khusus Al-Ikhsan, Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, Sekolah Khusus Nur Asih dan Terapi Wila Kertia.
Sekolah Khusus Al-Ikhsan terletak di Jalan Lengkong Karya, Serpong
Utara. Jumlah murid di sekolah ini ada 45 orang dari jenjang SD, SMP
hingga SMA dengan jumlah pengajar 19 orang. Murid di sekolah ini
merupakan anak dengan gangguan perkembangan seperti autisme,
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Sindrom Down, tuna
grahita dan beberapa gangguan perkembangan lainnya.
Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan adalah kegiatan belajar
mengajar di ruang sekolah, selain itu juga ada beberapa kegiatan yang
sekaligus bertujuan untuk terapi bagi siswa-siswa di Sekolah Al-Ihsan.
Diantaranya yaitu merakit komputer, tata boga, berkuda, market day, life
skill, dan behavior therapy. Ada beberapa bentuk terapi prilaku
diantaranya yaitu sistematis desensitisasi, Exposure and Response
Prevention (ERP), modifikasi perilaku, flooding, latihan relaksasi,
observational learning, latihan asertif , dan terapi aversi.
51
Lokasi penelitian selanjutnya adalah Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri yang terletak di Komplek Brimob Gaplek. Sekolah ini memiliki 8
orang pengajar dan jumlah murid sebanyak 30 orang dengan gangguan
autisme, tuna grahita ringan, dan tuna grahita sedang. Jumlah murid
dengan gangguan autisme sebanyak 14 orang. Sekolah ini memiliki kelas
terapi diantaranya terapi wicara, terapi okupasi, terapi sensorik integrasi,
terapi behavior dan remidial. Waktu sekolah untuk kelas 1-3 dimulai dari
jam 7.30 sampai jam 10.00 pagi, sedangkan untuk kelas 3-6 dimulai dari
jam 10.15 sampai jam 13.00.
Sekolah Khusus Nur Asih merupakan lokasi penelitian selanjutnya
yang berada di wilayah Kampung Utan Ciputat. Sekolah ini terdiri dari
murid SD, SMP, dan SMA dengan gangguan tuna grahita dan autisme
sebanyak 40 murid dan memiliki pengajar sebanyak 12 orang.
Lokasi penelitian terakhir yaitu tempat terapi Willa Kertia di Bintaro
Jaya sektor IX. Terapi ini menangani murid dengan gangguan autisme,
ADD dan ADHD, Sindrom Asperger, terlambat perkembangan mental dan
PDD. Jam belajar dimulai pukul 08.00 hingga 18.00 dengan aktivitas
seperti sosialisasi/interaksi dengan teman, life skill/bantu diri, akademik,
motorik kasar dan motorik halus.
Wila Kertia memberikan layanan One on One Therapy (terapi terpadu
dengan pelayanan individual), Therapy Group/Behavior Management
(grup dengan 3-5 orang anak), kelas melukis (grup 2-4 orang anak dengan
1 guru dan 2 asisten guru), dan program liburan seperti memasak,
memancing, berbelanja, dan outbond.
52
Semua sekolah dan pusat terapi yang menjadi lokasi penelitian ini
merupakan sekolah swasta yang dinaungi oleh sebuah yayasan.
B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dibawah ini adalah karakteristik responden
penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan dengan anak autisme,
dan urutan lahir (kakak atau adik). Berikut adalah kategori responden
penelitian, antara lain:
1. Usia
Usia responden dalam penelitian ini adalah 8 – 18 tahun dengan
jumlah 30 responden.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan
Tahun 2014 (n=30)
No. Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Anak (8-10) 2 6.7
2. Remaja awal (11-14) 8 26.7
3. Remaja pertengahan
(15-17)
14 46.7
4. Remaja akhir (18) 6 20.0
Total 30 100.0
Data yang ada pada tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa
mayoritas responden berusia 15-17 tahun sebanyak 14 orang (46,7%).
Responden berusia 11-14 tahun sebanyak 8 orang (26,7%), usia 18
tahun sebanyak 6 orang (20,0%), dan usia 8-10 tahun sebanyak 2
orang (6,7%).
53
2. Jenis kelamin
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang
Selatan Tahun 2014 (n=30)
No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Laki-laki 13 43.3
2. Perempuan 17 56.7
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil mayoritas responden
perempuan sebanyak 17 responden (56,7 %) dan laki-laki sebanyak
13 orang (43,3%).
3. Hubungan dengan Anak Autisme
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Hubungan Saudara Kandung dengan Anak Autisme di
Tangerang Selatan Tahun 2014 (n=30)
No. Hubungan dengan
Anak Autisme Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Kakak 23 76.7
2. Adik 7 23.3
Total 30 100.0
Tabel di atas menunjukkan mayoritas responden merupakan
kakak dari anak autisme sebanyak 23 responden (76,7 %) dan
responden yang merupakan adik dari anak autisme sebanyak 7 orang
(23,3%).
4. Urutan Lahir
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Urutan
Lahir Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang
Selatan Tahun 2014 (n=30)
No. Urutan Lahir Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Anak pertama 16 53.3
2. Anak kedua 11 36.7
3. Anak ketiga 3 10.0
Total 30 100.0
54
Data yang ada pada tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa
mayoritas responden merupakan anak pertama sebanyak 16 responden
(53,3 %), anak kedua sebanyak 11 responden (36,7 %) dan anak
ketiga sebanyak 3 responden (10,0%).
C. Gambaran Stres
Analisis univariat variabel stres pada saudara kandung dengan anak
autisme di Kota Tangerang Selatan, diperoleh hasil yang disajikan dalam
bentuk tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara Kandung
yang Mengalami Respon Stres Tahun 2014 (n=30)
No. Nilai Stres Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tidak stres 15 50.0
2. Stres 15 50.0
Total 30 100.0
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengalami
respon stres sebanyak 15 responden (50,0%) dan yang tidak stres sebanyak
15 responden (50,0%). Dari hasil distribusi frekuensi tersebut, diantara
responden yang mengalami respon stres diperoleh hasil menurut respon
fisiologis, kognitif, psikologis, dan tingkah laku yang dapat dilihat pada
tabel berikut:
1. Respon Stres Fisiologis
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara
Kandung yang Mengalami Respon Stres Fisiologis Tahun 2014
(n=30)
No. Nilai Stres Frekuensi (n) Persentasi (%)
1. Tidak stres 12 40.0
2. Stres 18 60.0
Total 30 100.0
55
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil responden yang
mengalami respon stres fisiologis sebanyak 18 responden (60,0%)
dan yang tidak mengalami respon stres fisiologis sebanyak 12
responden (40,0%).
2. Respon Stres Kognitif
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara
Kandung yang Mengalami Respon Stres Kognitif Tahun 2014
(n=30)
No. Nilai Stres Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tidak stres 14 46.7
2. Stres 16 53.3
Total 30 100.0
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami
respon stres kognitif sebanyak 16 responden (53,3%) dan yang tidak
mengalami respon stres sebanyak 14 responden (46,7%).
3. Respon Stres Psikologis
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara
Kandung yang Mengalami Respon Stres Psikologis Tahun 2014
(n=30)
No. Nilai Stres Frekuensi (n) Persentasi (%)
1 tidak stres 14 46.7
2 stres 16 53.3
Total 30 100.0
Data yang ada pada tabel 5.8 di atas dapat dilihat bahwa
responden yang mengalami respon stres psikologis sebanyak 16
responden (53,3%) dan yang tidak mengalami respon stres sebanyak
14 responden (46,7%).
56
4. Respon Stres Tingkah laku
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Nilai Stres pada Saudara
Kandung yang Mengalami Respon Stres Tingkah Laku Tahun
2014 (n=30)
No. Nilai Stres Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tidak stres 15 50.0
2. Stres 15 50.0
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil responden yang
mengalami respon stres tingkah laku sebanyak 15 responden
(50,0%) dan yang tidak mengalami respon stres sebanyak 15
responden (50,0%).
Dari tabel distribusi frekuensi nilai stres diatas, diantara responden
yang mengalami stres diperoleh hasil menurut usia, jenis kelamin,
hubungan dengan anak autis dan urutan lahir dapat dilihat pada tabel
berikut :
5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Usia Saudara
Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan Tahun 2014
(n=15)
No. Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Anak (8-10) 1 6.7
2. Remaja awal (11-14) 3 20.0
3. Remaja pertengahan (15-17) 7 46.7
4. Remaja akhir (18) 4 26.7
Total 15 100.0
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil mayoritas responden
yang mengalami respon stres merupakan usia rentang 15-17 sebanyak
7 responden (46,7%). Usia rentang 18 sebanyak 4 responden (26,7%),
rentang 11-14 sebanyak 3 responden (20,0%), dan rentang 8-10
sebanyak 1 responden (6,7%).
57
6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Jenis Kelamin
Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan
Tahun 2014 (n=15)
No. Jenis Kelamin Frekuensi (n)
Persentase
(%)
1. Laki-laki 6 40.0
2. Perempuan 9 60.0
Total 15 100.0
Tabel di atas menunjukkan responden yang mengalami respon
stres mayoritas perempuan sebanyak 9 responden (60,0%) sedangkan
laki-laki sebanyak 6 responden (40,0%).
7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan Anak
Autis
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Hubungan
Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Tangerang Selatan
Tahun 2014 (n=15)
No. Hubungan dengan
Anak Autisme Frekuensi (n)
Persentase
(%)
1. Kakak 11 73.3
2. Adik 4 26.7
Total 15 100.0
Data yang ada pada tabel 5.12 di atas dapat dilihat bahwa
responden yang mengalami respon stres mayoritas merupakan kakak
dari anak autisme sebanyak 11 responden (73,3%) sedangkan adik
sebanyak 4 responden (26,7%).
58
8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Stres Berdasarkan Urutan Lahir
Saudara Kandung dari Anak Autisme di Tangerang Selatan
Tahun 2014 (n=15)
No. Urutan Lahir Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Anak pertama 8 53.3
2. Anak kedua 5 33.3
3. Anak ketiga 2 13.3
Total 15 100.0
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil mayoritas responden
yang mengalami respon stres yaitu anak yang lahir pertama sebanyak
8 responden (53,3%), urutan lahir kedua 5 responden (33,3%), dan
urutan ketiga 2 responden (13,3%).
59
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan
penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang
dikaitkan dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan
penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan
penelitian.
A. Gambaran Karakteristik Responden.
Karakteristik dari responden dalam penelitian ini terdiri dari usia, jenis
kelamin, urutan lahir, dan hubungan dengan anak autis. Gambaran umum dari
usia diperoleh hasil dari 30 responden, mayoritas responden berusia 15-17
tahun sebanyak 14 orang (46,7%). Responden berusia 11-14 tahun sebanyak
8 orang (26,7%), usia 18 tahun sebanyak 6 orang (20,0%), dan usia 8-10
tahun sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil mayoritas responden
perempuan sebanyak 17 responden (56,7 %) dan laki-laki sebanyak 13 orang
(43,3%). Jika dilihat dari urutan lahir mayoritas responden merupakan anak
pertama sebanyak 16 responden (53,3 %), anak kedua sebanyak 11 responden
(36,7 %) dan anak ketiga sebanyak 3 responden (10,0%).
Berdasarkan hubungan dengan anak autis diperoleh hasil mayoritas
responden merupakan kakak dari anak autisme sebanyak 23 responden (76,7
60
%) dan responden yang merupakan adik dari anak autisme sebanyak 7 orang
(23,3%).
B. Gambaran Stres Pada Saudara Kandung anak Autis
Berdasarkan distribusi frekuensi nilai stres didapatkan hasil dari 30
responden yang mengalami respon stres sebanyak 15 responden (50,0%).
Stres merupakan suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu
yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu
merespon peristiwa itu pada level psikologis, emosional, kognitif dan
perilaku (Richard, 2011).
Penyebab stres atau stresor adalah tuntutan untuk menyesuaikan diri.
Menurut Nasir dan Muhith (2011), sumber-sumber stres yang biasa terjadi
dalam kehidupan yaitu sumber stres dari individu, sumber stres dalam
keluarga, dan sumber stres dalam lingkungan dan komunitas. Sumber stres
dalam keluarga salah satunya adalah mempunyai anggota keluarga yang sakit
ataupun cacat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suraiya (2008)
menyebutkan, perawatan anak autisme dapat menyebabkan stres pada orang
tua. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan stres pada orang tua yang
memiliki anak autisme meliputi kebingungan diagnosa, karakteristik pada
anak autisme, serangkaian tes dan tempat terapi yang belum terbukti, dan
sikap orang lain terhadap anak autisme mereka.
Selain stres yang dapat terjadi pada orang tua yang memiliki anak dengan
autisme, stres juga dapat dialami oleh saudara kandung. Keadaan autisme ini
61
dapat menyebabkan beberapa dari saudara kandung merasa malu atau
dipermalukan, dan mungkin secara bersamaan merasa bersalah, marah dan
cemburu terhadap saudaranya yang sakit. Selain itu, untuk dapat
berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakulikuler, ataupun kegiatan sosial akan
berkurang karena kebiasaan sehari-hari terbebani oleh kondisi saudaranya
yang sakit (Wong, 2006).
Stres yang berat akan menyebabkan perilaku yang tidak efisien dan tidak
efektif, tidak mampu memanfaatkan sumber daya yang adaptif, dan sedikit
menggunakan sistem. Dalam kasus yang cukup berat, stres bisa membebani
dan mempengaruhi kepribadian (Fauziah, 2005).
Bagi keluarga-keluarga yang tidak berhasil keluar dari tekanan hidup dan
memiliki level stres yang tinggi akan mempengaruhi pandangan FQoL
(Family Quality of Live) sebuah keluarga. Mereka memaknai kesehatan
keluarga yang buruk, kesejahteraan ekonomi yang rendah, relasi keluarga
yang kurang harmonis, sedikit mendapat dukungan sosial dan dukungan bagi
anak, dan sedikit meluangkan waktu bagi keluarga untuk kegiatan
kebersamaan serta interaksi sosial yang terbatas dengan komunitas (Hartanto,
2013).
Responden yang tidak mengalami respon stres sebanyak 15 responden
(50,0%). Hal ini dapat terjadi karena saudara kandung sudah dapat menerima
keadaan saudaranya yang autisme. Faktor yang mempengaruhi munculnya
penerimaan saudara kandung terhadap anak autisme yaitu persepsi terhadap
individu yang menyandang autisme, kesiapan individu dalam menghadapi
62
anak autisme, hubungan antar anggota keluarga, pola asuh orang tua dan
komunikasi yang digunakan antar anggota keluarga (Octaviana, 2009).
1. Respon Stres Fisiologis
Berdasarkan distribusi frekuensi dilihat dari respon stres
fisiologis diperoleh hasil dari 30 responden, yang mengalami respon
stres fisiologis sebanyak 18 responden (60,0%) dan yang tidak
mengalami respon stres fisiologis sebanyak 12 responden (40,0%).
Respon fisiologis ditandai dengan sulit tidur dengan nyenyak, cepat
lelah, nafsu makan berubah, sakit kepala, dan pusing. Kusmiati dan
Desminiarti (1990) dalam National Safety Council (2003)
mengatakan hal ini dapat disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi
jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh
yang tidak normal.
Hans Selye (1946) dalam Nasir dan Muhith (2011) menjelaskan
gejala stres memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot, dan daya
tahan tubuh menurun. Stres menyebabkan terjadinya mekanisme
pertahanan tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat pada
meningkatnya volume darah. Hormon lainnya dilepas untuk
meningkatkan kadar gula darah yang bertujan untuk menyiapkan
energi untuk keperluan adaptasi. Epinefrin dan norepinefrin
teraktivasi mengakibatkan denyut jantung meningkat dan terjadi
peningkatan darah ke otot. Selain itu juga terjadi peningkatan
pengambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
63
Respon stres seperti ini jika dibiarkan begitu saja tanpa ada
penanganan stres akan menimbulkan dampak yang serius. Fauziah
(2005) mengatakan, pada sistem fisiologis stres dapat menyebabkan
kelemahan dan menurunkan kemampuan seseorang dalam melawan
virus atau bakteri. Hal ini disebabkan karena pada tahap ini cadangan
energi untuk penyesuaian telah terkuras. Cadangan energi telah habis
dan menipis akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres
(Hans Selye, 1946) dalam (Nasir dan Muhith, 2011).
Pada saudara kandung khususnya remaja hal ini akan
mengganggu proses perkembangan mereka seperti mengganggu
kesehatan fisik mereka, menurunkan kemampuan bersaing di
sekolah dan menurunkan aktivitas remaja (Kristanti, 2013).
2. Respon Stres Kognitif
Dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan respon stres
kognitif diperoleh hasil dari 30 responden yang mengalami respon
stres kognitif sebanyak 16 responden (53,3%) dan yang tidak
mengalami respon stres kognitif sebanyak 14 responden (46,7%).
Respon kognitif dapat terlihat melalui terganggunya proses
kognitif individu, seperti sulit berkonsentrasi dengan baik, merasa
tidak tenang, merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua, sulit
percaya terhadap orang lain, merasa bosan, sulit mengingat sesuatu
dengan baik, dan sulit menyelesaikan tugas tepat waktu.
Respon kognitif ini dapat disebabkan karena lapang persepsi
menjadi terbatas dan proses berpikir menjadi terpecah-pecah
64
sehingga berdampak pada tingkat konsentrasi yang menurun, pikiran
menjadi kacau dan tidak wajar (Taylor, 1991) dalam (Videbeck,
2008).
Akibat dari stres yang disebabkan oleh saudara kandung
autisme, tentu akan berdampak pada tahap perkembangan saudara
kandung dimana pada tahap perkembangan anak usia sekolah (6-12
tahun), perkembangan fisik, kognitif, dan sosial meningkat. Anak
mulai mengembangkan kemampuan berkomunikasi, kecepatan dan
kehalusan motorik meningkat, keterampilan lebih individual, ingin
terlibat dalam segala hal, menyukai kelompok, dan mencari teman
secara aktif (Nasir dan Muhith, 2011).
Pada remaja, konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan
biologis, lebih menyesuaikan diri dengan standar kelompok, dan
timbul perasaaan takut ditolak oleh teman sebaya. Pada tahap ini
hubungan anak dengan orang tua mencapai titik terendah dimana
anak mulai melepaskan diri dari orang tua. Suasana hati berubah-
ubah (emosi labil) sehingga stres meningkat terutama pada saat
terjadi konflik (Nasir dan Muhith, 2011). Dengan mempunyai
saudara kandung autisme akan menambah stres yang dialami remaja.
Dampak yang akan ditimbulkan dari respon stres kognitif ini
bagi saudara kandung remaja adalah menurunnya prestasi remaja di
sekolah, mengurangi minat dan aktivitas lainnya, serta sulit
memanfaatkan sumber daya yang ada (Fauziah, 2005).
65
3. Respon Stres Psikologis
Berdasarkan distribusi frekuensi dilihat dari respon stres
psikologis diperoleh hasil dari 30 responden yang mengalami respon
stres psikologis sebanyak 16 responden (53,3%) dan yang tidak stres
sebanyak 14 responden (46,7%). Respon psikologis atau emosional
seperti perasaan malu jika berpergian dengan saudara autismenya,
merasa kesal dan tidak nyaman dengan perilaku saudara autismenya,
tidak suka bermain dengan saudara autismenya, perasaan khawatir,
dan mudah tersinggung.
Mempunyai saudara kandung dengan berkebutuhan khusus juga
dapat menjadi penyebab munculnya respon stres psikologis.
Beberapa saudara kandung akan merasa bersalah, marah, dan
cemburu terhadap saudaranya yang berkebutuhan khusus sehingga
berdampak pada perkembangan psikologis saudara kandung. (Wong,
2006).
Erik H. Erickson dalam teori perkembangan kepribadiannya
menyebutkan pada usia sekolah (6-12 tahun) dunia sosial anak
meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman
sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Namun anak juga dapat
mengalami perasaan inferior yang terjadi akibat ketidaksuksesan
perkembangan keterampilan dan mencari teman (Nasir dan Muhith,
2011).
Pada remaja dapat terjadi kegagalan dalam mengembangkan
rasa identitas, yaitu kebingungan peran, yang sering muncul dari
66
perasaan tidak adekuat, isolasi, dan keragu-raguan (Nasir dan
Muhith, 2011). Hal ini juga dapat diakibatkan oleh stres yang
dialami saudara kandung dengan anak autisme dimana mereka
merasa bersalah, cemas, takut, marah, sedih dan cemburu.
4. Respon Stres Tingkah laku
Berdasarkan distribusi frekuensi dilihat dari respon stres tingkah
laku diperoleh hasil dari 30 responden yang mengalami respon stres
tingkah laku sebanyak 15 responden (50,0%) dan yang tidak stres
sebanyak 15 responden (50,0%). Respon tingkah laku seperti suka
menyendiri, tidak suka berkumpul dengan keluarga, sering marah-
marah kepada saudara autismenya, sering berantem, dan tidak suka
bermain dengan saudara autismenya maupun teman sebaya.
Hal ini dikarenakan stres tersebut membuat saudara kandung
akan berespon dengan cara melawan situasi yang menekan atau
menghindari situasi yang menekan sehingga saudara kandung bisa
bersikap menarik diri akibat perasaan malu, merasa rendah diri dan
diejek oleh teman sebayanya karena mempunyai saudara kandung
dengan autisme. Hal ini berdampak pada hubungan sosial saudara
kandung, dan dapat merusak hubungan pribadi mereka (Kristanti,
2013).
Jika dilihat berdasarkan teori tugas perkembangan menurut
Robert Havighurst dalam Nasir dan Muhith (2011), menyebutkan
tahap perkembangan anak usia sekolah diantaranya belajar bergaul
dengan teman sebaya, belajar peran sosial terkait dengan
67
maskulinitas dan feminitas, mengembangkan konsep-konsep yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, membangun moralias,
pencapaian kemandirian dan membangun perilaku dalam kelompok
sosial maupun institusi (sekolah).
Remaja memiliki tugas perkembangan yaitu membina hubungan
baru yang lebih dewasa dengan teman sebaya, pencapaian peran
sosial, dan pencapaian kemandirian emosi baik dari orang tua,
saudara, maupun orang lain (Nasir dan Muhith, 2011). Hal ini tentu
akan terganggu jika saudara kandung mengalami respon stres
tingkah laku yang disebabkan oleh saudaranya yang menderita
autisme.
5. Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung
Dari hasil responden yang mengalami respon stres dijelaskan
kembali berdasarkan usia, diperoleh hasil mayoritas responden yang
mengalami respon stres merupakan usia rentang 15-17 (remaja
pertengahan) sebanyak 7 responden (46,7%). Hal ini sesuai dengan
Wong (2009) yang menyatakan bahwa ketika anak memasuki usia
remaja, pemikiran dan perilaku mereka berfluktuasi antara masa
anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh dewasa dan dengan cepat
menuju ke arah kematangan yang mungkin melampaui koping.
Banyak hal yang dialami dan terjadi pada masa remaja. Apabila
masa ini tidak ditangani secara bijaksana dan dihadapi dengan baik
maka timbul stres yang berdampak pada kedewasaan seseorang
(Mumpuni & Wulandari, 2010).
68
Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam
kehidupan mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai
permasalahan yang disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang
dan bimbingan dari orang tua. Hal ini akan mengganggu kesehatan
fisik dan emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan
menuju sukses di sekolah, dapat merusak hubungan pribadi mereka
serta berdampak pada tingkat stres yang dialami (Kristanti, 2013).
Dari hasil responden yang mengalami stres dapat dilihat pula
berdasarkan usia diperoleh hasil minoritas responden yang
mengalami respon stres merupakan usia rentang 8-10 sebanyak 1
responden (6,7%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Ambarini (2006) bahwa pada usia sekolah, saudara
kandung sudah memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari
saudara autisme mereka sehingga respon yang ditunjukkan
cenderung berperilaku menolong.
Teori perkembangan kognitif Piaget juga menjelaskan bahwa
pada usia 8-11 tahun anak memasuki tahap operasional konkret
dimana anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sedangkan berdasarkan
teori perkembangan moral Kohlberg, anak usia 9-11 tahun memasuki
tingkat morelitas konvensional dimana keinginan untuk
menyenangkan dan membantu orang lain merupakan hal yang paling
sering (Nasir dan Muhith, 2011).
69
6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung
Berdasarkan jenis kelamin dari 12 responden yang stres
diperoleh hasil mayoritas perempuan sebanyak 9 responden (60,0%).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini (2006)
menyebutkan pola perilaku agresif lebih banyak muncul pada
hubungan saudara sekandung dengan jenis kelamin berbeda, dimana
anak perempuan lebih menunjukkan perilaku merawat dan mengasuh
saudaranya. Hasil penelitian yang dilakukan Kristanti (2013)
menyebutkan bahwa pada jenis kelamin perempuan tingkat stresnya
lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Fitri (2012) pada remaja putra dan putri dengan
obesitas didapatkan hasil bahwa remaja putri mengalami stres lebih
tinggi dibanding remaja putra. Remaja putri obesitas lebih merasa
tidak mampu mengatasi masalah, merasa dirinya terabaikan oleh
orang lain, lebih cemas atau tertekan, sering merasa bosan, dan
mengubah pola minum, merokok, atau makan.
Perbedaan ini disebabkan karena pada saat stres laki-laki
cenderung menggunakan mekanisme problem-focus coping
sementara perempuan cenderung menggunakan mekanisme
emotional focused coping. Penelitian yang dilakukan oleh Rubin
(dalam Hastuti, 2013) pria lebih cenderung untuk memilih problem-
focused coping, sedangkan wanita cenderung untuk memilih
emotion-focused coping.
70
Pria cenderung menggunakan problem-focused coping karena
pria biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih
memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau
langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita dikatakan
lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping karena
mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga
mereka cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi
sumber stres.
7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan
Anak Autis
Berdasarkan hubungan dengan anak autis dari 12 responden
yang stres diperoleh hasil mayoritas sebagai kakak sebanyak 11
responden (73,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ambarini (2006) menyebutkan bahwa peran saudara kandung
dimana saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan
saudara autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai
pendisiplin bagi saudara autismenya. Hal ini akan menimbulkan stres
bagi saudara kandung yang merupakan kakak dari anak autis.
Adik dari anak autisme juga mengalami stres sebanyak 4
responden (26,7%). Hal ini dikarenakan saudara sekandung yang
lebih muda kehilangan teman bermain yang normal, role model, dan
sebagian berperan sebagai anak yang lebih tua daripada saudara
autisme mereka. Ketika bermain tidak terjadi hubungan komunikasi
dua arah sehingga sulit bagi saudara kandung untuk menjalin
71
hubungan yang memuaskan dengan saudaranya. Hal ini
menimbulkan stres bagi adik dari anak autisme tersebut.
8. Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung
Berdasarkan urutan lahir dari 12 responden yang stres diperoleh
hasil mayoritas anak yang lahir pertama mengalami respon stres
sebanyak 8 responden (53,3%). Hal ini sesuai dengan teori Wong
(2009) yang menyebutkan bahwa jarak usia anak mempengaruhi
penyesuaian saudara kandung. Sibling rivalry juga terjadi ketika
jarak terlalu dekat yaitu 2-4 tahun karena pada jarak tersebut anak
sama-sama menuntut mendapatkan perhatian yang sama (Woolfson,
2005).
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan peneliti,
diantaranya yaitu:
1. Peneliti tidak bisa memberikan kuesioner secara langsung kepada
responden melainkan dititipkan melalui orang tua. Sehingga banyak
kuesioner yang tidak kembali.
2. Orang tua banyak yang menolak anaknya untuk menjadi responden,
sehingga jumlah responden sedikit.
72
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mengacu pada analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
hasil penelitian terhadap 30 responden dengan judul “Tingkat Stres pada
Saudara Kandung dengan Anak Autisme di Kota Tangerang Selatan” dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Saudara kandung pada anak autisme di kota Tangerang Selatan yang
menjadi responden mayoritas responden berusia 15-17 tahun sebanyak 14
orang (46,7%). Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden
perempuan sebanyak 17 responden (56,7 %). Jika dilihat dari urutan lahir
mayoritas responden merupakan anak pertama sebanyak 16 responden
(53,3 %). Berdasarkan hubungan dengan anak autis diperoleh hasil
mayoritas responden merupakan kakak dari anak autisme sebanyak 23
responden (76,7 %).
2. Berdasarkan distribusi frekuensi nilai stres didapatkan hasil dari 30
responden yang mengalami respon stres sebanyak 15 responden (50,0%)
dan yang tidak stres sebanyak 15 responden (50,0%).
3. Berdasarkan respon stres diperoleh hasil dari 30 responden, yang
mengalami respon stres fisiologis sebanyak 18 responden (60,0%), yang
mengalami respon stres kognitif sebanyak 16 responden (53,3%), yang
mengalami respon stres psikologis sebanyak 16 responden (53,3%), dan
73
yang mengalami respon stres tingkah laku sebanyak 15 responden
(50,0%).
4. Berdasarkan karakteristik responden dari 15 responden yang mengalanmi
respon stres, diperoleh hasil mayoritas responden yang mengalami respon
stres merupakan usia rentang 15-17 sebanyak 7 responden (46,7%).
Dilihat dari jenis kelamin responden yang mengalami respon stres
mayoritas perempuan sebanyak 9 responden (60,0%). Berdasarkan
hubungan dengan anak autisme responden yang mengalami respon stres
mayoritas merupakan kakak dari anak autisme sebanyak 11 responden
(73,3%). Dilihat dari urutan lahir mayoritas responden yang mengalami
respon stres yaitu anak yang lahir pertama sebanyak 8 responden (53,3%).
B. Saran
1. Bagi institusi keperawatan dan perawat
a. Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam bidang keperawatan,
khususnya keperawatan anak dan keperawatan keluarga yang berguna
dalam mengembangkan perencanaan keperawatan kepada masyarakat
khususnya lingkungan anak autisme.
b. Penelitian ini dapat menjadi ranah bergeraknya salah satu tugas
keperawatan pada setting pelayanan di keluarga untuk memberikan
pendidikan kesehatan tentang stres yang dialami oleh saudara kandung
pada anak autisme. Perawat dapat bekerjasama dengan orang tua untuk
membantu saudara kandung memiliki mekanisme koping yang baik.
74
2. Bagi peneliti lain
Pada penelitian berikutnya diharapkan bisa menggunakan pendekatan
kualitatif dengan teknik wawancara mendalam sehingga dapat mengurangi
risiko bias dan informasi yang didapat lebih akurat dan mendalam.
3. Bagi orang tua
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran
tingkat stres pada saudara kandung dengan saudara autisme kepada orang
tua sehingga mampu mengenali stres yang terjadi pada anak mereka dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh stres yang dialami oleh
saudara kandung. Orang tua dapat mengurangi stres pada saudara kandung
dengan melakukan pendekatan, memperbaiki komunikasi antar anggota
keluarga khususnya saudara kandung, atau melakukan rekreasi, bermain,
sharing pendapat dan sebagainya untuk mengurangi stres pada saudara
kandung.
4. Bagi sekolah autisme
Penelitian ini diharapkan menjadi motivasi bagi sekolah untuk
memberikan pelayanan kepada keluarga murid khususnya saudara
kandung agar dapat membantu mengurangi stres yang dialami saudara
kandung sehingga saudara kandung membantu proses terapi anak autis.
Sekolah dapat membentuk kelompok diskusi sebagai wadah untuk
saudara kandung membagi pengalamannya mengenai saudaranya yang
autisme sehingga terbentuk rasa solidaritas antar saudara kandung.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarini, Tri Kurniati. 2006. Saudara Sekandung dari Anak Autis dan Peran
Mereka dalam Terapi. Skripsi. IHSAN Vol. 8 No. 2, Agustus 2006 diakses
tanggal 07-11-2013
Autism Society of America. http://asa.pub30.convio.net diakses tanggal 03-12-
2013
Baio, Jan. Autism Spectrum Disorders (ASDs) Homepage Data and Statistics. 27-
07-2013. http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/data.html. diakses tanggal 26-
11-2013
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis
Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC
Dahlan, M Sopiyudin. 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian
Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto
Departemen Pendidikan Nasional. http://kbbi.web.id/saudara diakses tanggal 03-
12-2013
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan diakses tanggal 03-12-
2013
Fausiah, Fitri. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia
Fitri, D.C. 2012. Perbedaan Kejadian Stres Antara Remaja Putra dan Putri
dengan Obesitas di SMA Negeri 1 Wonosari, Klaten. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012. Diakses pada tanggal 19-
03-2014
Gregory, Robert J. 2000. Psycological Testing: History, Principles and
Aplications. Boston: Allyn and Bacon
Hastuti, Fidinia. 2013. Strategi Koping pada Siswa dengan Perilaku Agresif di
SMP Negeri 9 Depok Tahun 2013. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Halgin, Richard P, et al. 2011. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis pada
Gangguan Psikologis Edisi 6 Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Handojo, Y. 2008. Autisma: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk
Mengajar Anak Normal, Autis, dan Perilaku Lain. Jakarta: PT Buana Ilmu
Populer
Hartanto, Christine Jely. 2013. Studi Kasus Tentang Family Quality of Life
(FQoL) pada Keluarga-Keluarga yang Memiliki Anak Down Syndrome di
Lembaga Pendidikan X Bandung. Skripsi. Diakses melalui
www.Repository.upi.edu tanggal 27-06-2014
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisa Data. Salemba Medika: Jakarta.
Johnston, J.E. (2006). Controlling anxiety. New york: ALPHA.
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif Buku 2.
Jakarta: Salemba Humanika
Kristanti. 2013. Stres pada Remaja yng Tinggal di Panti Asuhan. Skripsi. Jurnal
Online Psikologi Vol. 01 No. 02. Diunduh dari http://ejournal.umm.ac.id
pada tanggal 05-03-2014
Koesoemo, Rizki Pitasari. 2009. Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak
dengan Autisme. Skripsi. FIK UI
Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Jilid 2. Depok: LPSP3 UI
Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press
Mumpuni, Y., & Wulandari, A. 2010. Cara Jitu Mengatasi Stres. Yogyakarta:
Andi
Nasir, A., & Abdul M. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan
Teori. Salemba Medika: Jakarta
National Safety Council. 2003. Manajemen Stres. Jakarta: EGC
Octaviana, Ria. 2009. Penerimaan Kakak Remaja Awal Terhadap Adik Autis.
Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang diaksses tanggan 21-
12-2013
Paternotte, Arga, et al. 2010. ADHD Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas) Gejala, Diagnosis,
Terapi, Serta Penanganannya di Rumah dan di Sekolah edisi pertama.
Prenada Media
Rinaldhy, Katinka. 2008. Gambaran Sibling Relationship pada Remaja Akhir
dengan Saudaranya yang Tunaganda-netra. Skripsi. Universitas Indonesia
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed. 8 Vol. 1. Alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC
Suraiya, Milla. 2008. Faktor-faktor Stres pada Orangtua Anak Autis. Skripsi.
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia:
Yogyakarta
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Wiramihardja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT
Refika Aditama
Wong, Donna L, et al. 2006. Maternal Child Nursing Care. Mosby
Wong, Donna L, et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik Wong Volume 1.
Jakarta: EGC
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
GAMBARAN STRES PADA SAUDARA KANDUNG DENGAN ANAK
AUTISME DI TANGERANG SELATAN
Assalamualaikum. WR. WB
Salam sejahtera.
Nama : Indah Fitriastarina Suryadi
NIM : 1110104000044
Alamat : Jl. Aria Putra Komplek Kedaung Hijau E-16 Ciputat
No. Telp : 085246132008
Saya mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetetahui gambaran stres
yang dialami oleh saudara kandung dengan anak berkebutuhan khusus. Untuk itu
Saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya adik-adik bersedia
meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan.
Kerahasiaan jawaban akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti.
Kuesioner ini Saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa
yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik
untuk penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi adik-adik dalam
pengisian kuesioner ini.
Apakah Saudara bersedia menjadi Responden?
YA/TIDAK
Tertanda
(Responden)
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN STRES PADA SAUDARA KANDUNG DENGAN ANAK
AUTISME DI TANGERANG SELATAN
BAGIAN I
(Digunakan untuk menggali data personal responden)
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama
2. Isilah identitas/data personal
3. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan Anda dengan memberi tanda () pada
kolom yang telah disediakan
4. Orang tua dimohon untuk dapat mendampingi anak pada saat mengisi
kuesioner.
No. Responden : (diisi peneliti)
Nama : _______________ (inisial huruf nama depan)
Umur :........................ Tahun
Jenis kelamin :1. Laki-laki 2. Perempuan
Anak ke : .......... kakak dari murid adik dari murid
BAGIAN II
KUESIONER GAMBARAN STRES
Petunjuk pengisian:
Berdasarkan beberapa pernyataan di bawah ini, isilah kolom yang
kosong dengan memberi checklist () sesuai dengan pengalaman Anda
ketika menghadapi situasi yang berhubungan dengan saudara berkebutuhan
khusus Anda dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir ini.
No Pernyataan : Ya Tidak
1 Saya dapat tidur dengan nyenyak.
2 Saya merasa cepat lelah.
3 Nafsu makan saya berkurang dari biasanya.
4 Saya merasa lemas karena khawatir.
5 Saya merasa sakit kepala.
6 Saya merasa sering pusing.
7 Badan saya terasa segar setiap bangun tidur.
8 Nafsu makan saya meningkat dari biasanya.
9 Saya dapat belajar dengan tenang.
10 Saya kurang mendapat perhatian dari orang tua.
11 Saya dapat berkonsentrasi dengan baik.
12 Saya merasa bosan berada di rumah.
13 Saya dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
14 Saya dapat mengingat sesuatu dengan baik.
15 Saya merasa sulit percaya dengan orang lain.
16 Saya merasa senang bermain dengan saudara
saya.
17 Saya malu jika berpergian dengan saudara saya.
18 Saya kesal dengan perilaku saudara saya.
19 Saya merasa nyaman.
20 Saya mudah tersinggung.
21 Saya sering khawatir.
22 Saya merasa bangga dengan keluarga saya.
23 Saya sering menemani saudara saya bermain
24 Saya sering berkumpul dengan keluarga.
30. Apakah kehadiran saudara Anda yang mempunyai kebutuhan khusus
membuat Anda merasa tidak nyaman?
Ya Tidak
31. Jika ya, apa penyebabnya?
Jawab:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan.
Terima kasih.
25 Saya sering marah-marah kepada saudara saya.
26 Saya lebih suka meyendiri di kamar.
27 Saya tidak dapat mengerjakan tugas ketika
saudara saya di rumah.
28 Saya sering ngobrol dan bermain dengan teman
sebaya/tetangga.
29 Saya sering berantem dengan saudara saya
HASIL STATISTIK
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value .812
N of Items 9a
Part 2 Value .872
N of Items 8b
Total N of Items 17
Correlation Between Forms .677
Spearman-Brown Coefficient
Equal Length .807
Unequal Length .808
Guttman Split-Half
Coefficient
.807
a. The items are: P1, P2, P4, P5, P9, P11, P12, P14, P17.
b. The items are: P17, P18, P19, P23, P25, P26, P28, P29, P30.
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
P1 5.40 22.042 .361 .899
P2 4.90 20.411 .626 .891
P4 5.15 20.661 .548 .894
P5 5.30 21.168 .502 .895
P9 5.10 20.621 .547 .894
P11 5.10 20.516 .571 .893
Respon Stres
TOTALSKOR
N Valid 30
Missing 0
Mean 9.03
Median 6.50
Mode 5
TOTALSKOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 1 3.3 3.3 3.3
2 2 6.7 6.7 10.0
3 2 6.7 6.7 16.7
4 2 6.7 6.7 23.3
5 5 16.7 16.7 40.0
6 3 10.0 10.0 50.0
P12 5.15 21.292 .404 .899
P14 5.25 20.408 .657 .890
P17 5.45 22.366 .329 .900
P18 5.25 19.776 .818 .885
P19 5.20 20.695 .558 .894
P23 5.20 20.905 .508 .895
P25 5.20 19.958 .737 .887
P26 5.15 19.608 .799 .885
P28 5.25 20.829 .552 .894
P29 5.25 21.145 .475 .896
P30 5.50 22.474 .422 .898
7 1 3.3 3.3 53.3
8 2 6.7 6.7 60.0
10 1 3.3 3.3 63.3
11 2 6.7 6.7 70.0
12 1 3.3 3.3 73.3
13 2 6.7 6.7 80.0
14 1 3.3 3.3 83.3
19 2 6.7 6.7 90.0
20 2 6.7 6.7 96.7
24 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTALSKOR .186 30 .010 .897 30 .007
a. Lilliefors Significance Correction
Stress
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak stres 15 50.0 50.0 50.0
stres 15 50.0 50.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Statistics
Fisiologis kognitif Psikologis Tingkah laku
N Valid 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0
Mean 2.53 2.23 2.10 2.17
Median 2.00 2.00 2.00 1.50
Mode 1 3 1 1
stresfisiologis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak stres 12 40.0 40.0 40.0
stres 18 60.0 60.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Streskognitif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak stres 14 46.7 46.7 46.7
stres 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
strespsikologis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak stres 14 46.7 46.7 46.7
stres 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
strestingkahlaku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak stres 15 50.0 50.0 50.0
stres 15 50.0 50.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Statistics stress
jk Usia anakke urutanlahir
N Valid 15 15 15 15
Missing 0 0 0 0
Stres jk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 6 40.0 40.0 40.0
Perempuan 9 60.0 60.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Stres usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 8-10 1 6.7 6.7 6.7
11-14 3 20.0 20.0 26.7
15-17 7 46.7 46.7 73.3
18 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Stres urutan lahir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 53.3 53.3 53.3
2 5 33.3 33.3 86.7
3 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Stres Hub dgn anak autis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kakak 11 73.3 73.3 73.3
Adik 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0